makalah TR endometriosis.docx

41
26 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Endometriosis merupakan penyakit yang hanya diderita kaum perempuan. Prevalensi endometriosis cenderung meningkat setiap tahun, walaupun data pastinya belum dapat diketahui. Angka kejadian di Indonesia belum dapat diperkirakan karena belum ada studi epidemiologik, tapi dari data temuan di rumah sakit, angkanya berkisar 13,6 - 69,5% pada kelompok infertilitas. Bila persentase tersebut dikaitkan dengan jumlah penduduk sekarang, maka di negeri ini akan ditemukan sekitar 13 juta penderita endometriosis pada wanita usia produktif. Penyebab endometriosis dapat disebabkan oleh kelainan genetik, gangguan sistem kekebalan yang memungkinkan sel endometrium melekat dan berkembang, serta pengaruh – pengaruh dari lingkungan. Sumber lain menyebutkan bahwa pestisida dalam makanan dapat menyebabkan ketidakseimbangan hormon. Faktor-faktor lingkungan seperti pemakaian wadah plastik, micro wave, dan alat memasak dengan jenis tertentu dapat menjadi penyebab endometriosis. Penyakit endometriosis umumnya muncul pada usia reproduktif. Angka kejadian endometriosis mencapai 5- Endometriosis

Transcript of makalah TR endometriosis.docx

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Endometriosis merupakan penyakit yang hanya diderita kaum perempuan.

Prevalensi endometriosis cenderung meningkat setiap tahun, walaupun data

pastinya belum dapat diketahui. Angka kejadian di Indonesia belum dapat

diperkirakan karena belum ada studi epidemiologik, tapi dari data temuan di

rumah sakit, angkanya berkisar 13,6 - 69,5% pada kelompok infertilitas.

Bila persentase tersebut dikaitkan dengan jumlah penduduk sekarang, maka di

negeri ini akan ditemukan sekitar 13 juta penderita endometriosis pada wanita

usia produktif.

Penyebab endometriosis dapat disebabkan oleh kelainan genetik,

gangguan sistem kekebalan yang memungkinkan sel endometrium melekat dan

berkembang, serta pengaruh – pengaruh dari lingkungan. Sumber lain

menyebutkan bahwa pestisida dalam makanan dapat menyebabkan

ketidakseimbangan hormon. Faktor-faktor  lingkungan seperti pemakaian wadah

plastik, micro wave, dan alat memasak  dengan jenis tertentu dapat

menjadi penyebab endometriosis.

Penyakit endometriosis umumnya muncul pada usia reproduktif. Angka

kejadian endometriosis mencapai 5-10% pada wanita umumnya dan lebih dari

50% terjadi pada wanita perimenopause. Gejala endometriosis sangat

tergantung pada letak  sel endometrium ini berpindah.

Yang paling menonjol adalah adanya nyeri pada panggul, sehingga

hampir  71 - 87 %   kasus   didiagnosa   akibat keluhan nyeri kronis

hebat pada saat haid,   dan hanya 38 % yang muncul akibat keluhan infertil

(mandul). Tetapi juga yang melaporkan pernah terjadi pada masa menopause dan

bahkan ada yang melaporkan terjadi pada 40% pasien histerektromi

(pengangkatan rahim). Selain itu juga 10% endometriosis ini dapat muncul pada

mereka yang mempunyai riwayat endometriosis dalam keluarganya.

Endometriosis1

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 ANATOMI UTERUS

Uterus berbentuk seperti buah avocado atau buah peer yang sedikit gepeng

kearah muka belakang, ukurannya sebesar telur ayam dan mempunyai rongga.

Dindingnya terdiri atas otot-otot polos. Ukuran panjang uterus adalah 7 – 7,5 cm,

lebar di atas 5, 25 cm, tebal 2,5 cm dan tebal dinding uterus adalah 1,25 cm.

Bentuk dan ukuran uterus sangat berbeda-beda, tergantung pada usia dan pernah

melahirkan anak atau belumnya. Terletak di rongga pelvis antara kandung kemih

dan rectum. Letak uterus dalam keadaan fisiologis adalah anteversio fleksio

(serviks ke depan dan membentuk sudut dengan serviks uteri).Bagian – bagian

uterus terdiri atas :

1. Fundus uteri, adalah bagain uterus proksimal di atas muara tuba uterina

yang mirip dengan kubah , di bagian ini tuba Falloppii masuk ke uterus.

Fundus uteri ini biasanya diperlukan untuk mengetahui usia / lamanya

kehamilan

2. Korpus uteri, adalah bagian uterus yang utama dan terbesar. Korpus uteri

menyempit di bgaian inferior dekat ostium internum dan berlanjut sebagai

serviks. Pada kehamilan, bagian ini mempunyai fungsi utama sebagai

tempat janin berkembang. Rongga yang terdapat di korpus uteri disebut

kavum uteri ( rongga rahim ).

3. Serviks uteri, serviks menonjol ke dalam vagina melalui dinding

anteriornya, dan bermuara ke dalamnya berupa ostium eksternum. Serviks

uteri terdiri dari :

Pars vaginalis servisis uteri yang dinamakan porsio

Pars supravaginalis servisis uteri yaitu bagian serviks yang berada

di atas vagina. Saluran yang terdapat pada serviks disebut kanalis

Endometriosis2

servikal berbentuk sebagai saluran lonjong dengan panjang 2,5 cm.

saluran ini dilapisi oleh kelenjar – kelenjar serviks, berbentuk sel –

sel torak bersilia dan berfungsi sebagai reseptakulum reminis.

Pintu saluran serviks sebelah dalam disebut ostium uteri internum

dan pintu di vagina disebut ostium uteri eksternum.

Secara histologis, dinding uterus terdiri atas :

a. Endometrium (selaput lendir) di korpus uteri

Endometrium terdiri atas epitel pubik, kelenjar – kelenjar dan

jaringan dengan banyak  pembuluh darah. Endometrium terdiri atas epitel

selapis silindris, banyak kelenjar tubuler  bersekresi lendir. Dua pertiga

bagian atas kanal servikal dilapisi selaput lendir dan sepertiga bawah

dilapisi epitel berlapis gepeng, menyatu dengan epitel vagina.

Endometrium melapisi seluruh kavum uteri dan mempunyai arti

penting dalam siklus haid. Endometrium merupakan bagian dalam dari

korpus uteri yang membatasi cavum uteri. Pada endometrium terdapat

lubang – lubang kecil yang merupakan muara – muar dari saluran –

saluran kelenjar uterus yang dapat menghasilkan secret alkalis yang

membasahi cavum uteri. Epitel endometrium berbentuk seperti silindris.

b. Myometrium / Otot – otot polos

Lapisan otot polos di sebelah dalam berbentuk sirkuler dan di

sebelah luar berbentuk longitudinal. Di antara kedua lapisan itu terdapat

lapisan otot oblik, berbentuk anyaman, lapisan ini paling kuat dan

menjepit pembuluh – pembuluh darah yang berada di sana. Myometrium

merupakan bagian yang paling tebal. Terdiri dari otot polos yang disusun

sedemikian rupa hingga dapat mendorong isinya keluar saat persalinan. Di

antara serabut – serabut otot terdapat pembuluh – pembuluh darah,

pembuluh lympa dan saraf.

Otot uterus terdiri dari 3 bagain :

Lapisan luar, yaitu lapisan seperti kap melengkung melalui

fundus menuju kearah ligamenta

Endometriosis3

Lapisan dalam, merupakan serabut – serabut otot yang

berfungsi sebagai sfingter dan terletak pada ostium

internum tubae dan orificium uteri internum

Lapisan tengah, terletak antara ke dua lapisan di atas,

merupakan anyaman serabut otot yang tebal ditembus oleh

pembuluh – pembuluh darah. Jadi, dinding uterus terutama

dibentuk oleh lapisan tengah ini.

c. Perimetrium, yakni lapisan serosa

Terdiri atas peritoneum viserale yang meliputi dinding uterus

bagian luar. Ke anterior peritoneum menutupi fundus dan korpus,

kemudian membalik ke atas permukaan kandung kemih. Lipatan

peritoneum ini membentuk kantung vesiko uterina. Ke posterior,

peritoneum menutupi menutupi fundus, korpus dan serviks, kemudian

melipat pada rektum dan membentuk kantung rekto – uterina. Ke lateral,

hanya fundus yang ditutupi karena peritoneum membentuk lipatan ganda

dengan tuba uterina pada batas atas yang bebas. Lipatan ganda ini adalah

ligamentum latum yang melekatkan uterus pada sisi pelvis.

2.2 Siklus endometrium

Fase proliferasi

Segera setelah menstruasi, endometrium dalam keadaan tipis dan dalam

stadium istirahat. Stadium ini berlangsung kira – kira 5 hari. Kadar

estrogen yang meningkat dari folikel yang berkembang akan merangsang

stroma endometrium untuk mulai tumbuh dan menebal, kelenjar – kelenjar

menjadi hipertrofi dan berproloferasi, dan pembuluh darah menjadi

banyak sekali. Kelenjar – kelenjar dan stroma berkembang sama cepatnya.

Kelenjar semakin bertambah panjang tetapi tetap lurus dan berbentuk

tubulus. Epitel kelenjar berbentuk toraks dengan sitoplasma eosinofilik

yang seragam dengan inti di tengah. Stroma cukup padat pada lapisan

basal tetapi makin ke permukaan semakin longgar. Pembuluh darah akan

berbentuk spiral dan lebih kecil. Lamanya fase proliferasi sangat berbeda –

beda pada setiap orang, dan berakhir pada saat terjadinya ovulasi.

Endometriosis4

Fase sekresi

Setelah ovulasi, di bawah pengaruh progesteron yang meningkat dan terus

diproduksinya estrogen oleh korpus luteum, endometrium menebal dan

menjadi seperti berundu. Kelenjar menjadi lebih besar dan berkelok –

kelok, dan epitel kelenjar menjadi berlipat – lipat, sehingga memberikan

gambaran seperti “gigi gergaji”. Inti sel bergerak ke bawah, dan

permukaan epitel tampak kusut. Stroma menjadi adematosa. Terjadi pula

infiltrasi leukosit yang banyak, dan pembuluh darah menjadi semakin

berbentuk spiral dan melebar. Lamanya fase sekresi sama pada setiap

perempuan, yaitu 14±2 hari.

Fase mentrusai

Korpus luteum brefungsi sampai kira – kira hari ke 23 atau 24 pada siklus

28 hari, kemudian mulai beregresi. Akibatnya terjadi penurunan

progesteron dan estrogen yang tajam sehingga menghilangkan perangsang

pada endometrium. Perubahan iskemik terjadi pada ateriola dan diikuti

dengan menstruasi.

2.3 DEFINISI

Endometriosis adalah satu keadaan di mana jaringan endometrium yang

masih berfungsi terdapat di luar kavum uteri. Jaringan ini yang terdiri atas

kelenjar – kelenjar dan stroma, terdapat di dalam miometrium atau pun di luar

uterus. Bila jaringan endometrium terdapat di dalam miometrium disebut

adenomiosis, dan bila di luar uterus disebut endometriosis. Pada endometriosis

jaringan endometrium ditemukan di luar kavum uteri dan di luar miometrium.

Endometriosis adalah suatu keadaan dimana jaringan mirip dengan

dinding rahim (endometrium) ditemukan di tempat lain dalam tubuh.

Endometriosis juga dapat berupa suatu keadaan dimana jaringan endometrium

yang masih berfungsi terdapat di luar kavum uteri dan diluar miometrium.

Definisi lain tentang endometriosis yaitu terdapatnya kelenjar – kelenjar

dan stroma endometrium pada tempat – tempat diluar rongga rahim. Implantasi

endometriosis bisa terdapat pada ovarium, ligamen latum, Cavum Douglas, tuba

falopii, vagina, serviks, paru-paru, dan kelenjar – kelenjar limfa.

Endometriosis5

Daerah yang paling sering terkena adalah organ pelvis dan peritoneum,

walaupun organ lain seperti paru – paru juga ikut terkena meskipun jarang.

Penyakit ini berkembang dari lesi yang kecil dan sedikit pada organ pelvis yang

normal kemudian menjadi massa keras infiltrat dan kista endometriosis ovarium

(endometrioma). Perlangsungan endometriosis sering disertai pembentukan

fibrosis dan perlekatan luas menyebabkan gangguan anatomi pelvis.

2.4 EPIDEMIOLOGI

Gambar 1. Lokasi anatomis implantasi endometriosis yang ditemukan melalui laparaskopi

Endometriosis merupakan salah satu masalah kesehatan pada wanita yang

cukup penting. Endometriosis diperkirakan terjadi sebanyak 3-10% pada wanita

usia reproduktif (usia15-44 tahun), 25-35% pada wanita infertil, 1-2% pada

wanita yang menjalani sterilisasi, 10% pada operasi histerektomi, 16-31% pada

laparoskopi, dan 53% terjadi pada wanita dengan nyeri pelvis berat yang

memerlukan evaluasi pembedahan.

Endometriosis6

Evaluasi lengkap penilaian endometriosis dilakukan searah jarum jam atau

berlawanan arah jarum jam. Saat melakukan pemeriksaan panggul, perhatikan

penomoran, ukuran, lokasi implantasi endometriosis, plak, endometrioma,

dan/atau perlekatan. Misalnya, terdapat 5 implantasi superfisial peritoneum

berukuran 0,5 cm (total 2,5 cm) maka penilaiannya adalah 2.

Endometriosis paling sering terjadi pada usia reproduksi. Insidensi yang

pasti belum diketahui, namun prevalensinya pada kelompok tertentu cukup tinggi.

Misalnya, pada wanita yang dilakukan laparaskopi diagnostik, ditemukan

endometriosis sebanyak 0-53%; pada kelompok wanita dengan infertilitas yang

belum diketahui penyebabnya ditemukan endometriosis sebanyak 70-80%;

sedangkan pada wanita dengan infertilitas sekunder ditemukan endometriosis

sebanyak 25%. Diperkirakan prevalensi endometriosis akan terus meningkat dari

tahun ketahun. Meskipun endometriosis dikatakan penyakit wanita usia

reproduksi, namun telah ditemukan pula endometriosis pada usia remaja dan

pasca menopause. Oleh karena itu, untuk setiap nyeri haid baik pada usia remaja,

maupun pada usia menopause perlu dipikirkan adanya endometriosis.

Endometriosis selama kurang lebih 30 tahun terakhir ini menunjukkan

angka kejadian yang meningkat. Angka kejadian antara 5-15% dapat ditemukan di

semua operasi pelvik. Endometriosis jarang didapatkan pada orang-orang negro,

dan lebih sering didapatkan pada wanita-wanita yang berasal dari golongan sosio-

ekonomi yang kuat. Yang menarik perhatian adalah bahwa endometriosis lebih

sering ditemukan pada wanita yang tidak kawin pada umur muda, dan yang tidak

mempunyai banyak anak. Ternyata fungsi ovarium secara siklis yang terus

menerus tanpa diselingi kehamilan, memegang peranan penting di dalam

terjadinya endometriosis.

Lokasi anatomis

Endometriosis dapat tumbuh dimana saja di dalam pelvis dan pada

permukaan peritoneum ekstrapelvis lainnya. Ovarium, peritoneum pelvis, cul-de-

sac anterior dan posterior, dan ligamen uterosakral merupakan area yang paling

sering terlibat pada kasus endometriosis . Selain beberapa area tersebut, septum

retktovaginal, ureter, kandung kemih, perikardium, bekas luka bedah, dan pleura

Endometriosis7

juga dapat menjadi lokasi endometriosis. Sebuah studi mengungkapkan bahwa

endometriosis telah ditemukan pada seluruh organ, kecuali pada limpa (Markham,

1998). Beberapa lokasi anatomis endometriosis adalah:

a) Endometriosis uteri interna ( Adenomiosis uteri)

Adenomiosis dikarakteristik dengan ditemukannya jaringan endometriosis

tumbuh ke lapisan otot yang lebih dalam di uterus (miometrium). Adenomiosis

terdiri dari adeno ( kelenjar), mio (otot) dan osis (suatu kondisi) yang secara jelas

didefinisikan sebagai adanya atau tumbuhnya kelenjar (endometrium) di lapisan

otot (miometrium). Pada keadaan normal, terdapat lapisan pembatas antara antara

endometrium dan miometrium yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap invasi

dari jaringan endometrium.

Sekalipun belum ada patogenesis pasti dari adenomiosis, namun para

peneliti berpendapat bahwa hal ini disebabkan oleh lemahnya lapisan otot

pembatas pada wanita yang menderita adenomiosis dan juga dipicu oleh

meningkatnya tekanan intra uterin antara kedua sisi. Ditemukannya konsentrasi

estrogen yang cukup tinggi dan adanya sistem imun yang terganggu pada

penderita adenomiosis juga dianggap menjadi mekanisme penting dalam

terjadinya adenomiosis. Rahim yang membesar dan lunak merupakan gejala

klasik dari adenomiosis.

Tidak seperti endometriosis, beberapa peneliti percaya bahwa adenomiosis

dapat terjadi setelah kehamilan dan melahirkan, wanita berusia empat puluhan dan

lima puluhan yang telah melahirkan paling tidak satu anak lebih mungkin untuk

mengembangkan adenomiosis. Faktor genetik dan hormon dipercaya menjadi

beberapa faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya adenomiosis. Adenomiosis

merupakan kelainan patologis yang sering ditemukan pada wanita multipara usia

40 – 50 tahun.

Endometriosis8

Gambar 2 Adenomiosisb) Endometriosis ovarium

Diduga terbentuk akibat invaginasi dari korteks ovarium setelah

penimbunan debris menstruasi dari perdarahan jaringan endometriosis. Pada

endometriosis yang terjadi di ovarium dapat terbentuk kista, namun kista yang

terbentuk disini bukan merupakkan kista sesungguhnya. Kista yang normal berisi

cairan dari lapisan sebuah struktur, sedangkan dinding dari kista endometriosis

terdiri dari jaringan fibrosa, jaringan inflamasi, dan endometrium tidak

menghasilkan cairan.

c) Endometriosis tuba

Saluran yang paling banyak mengalami endometriosis adalah saluran tuba

tertutup. Gejala yang paling sering didapatkan dari kasus ini adalah infertilitas.

Pada wanita yang mengalami endometriosis di tuba akan lebih rentan mengalami

kehamilan ektopik.

d) Endometriosis retroservikalis

Pada rechtal toucher sering ditemukan adanya benjolan yang nyeri pada

cavum douglas, benjolan – benjolan ini melekat dengan uterus dan rektum,

akibatnya terjadi dismenore, dispareuni, nyeri saat defekasi, serta nyeri pelvis.

e) Endometriosis ekstragenital

Endometriosis9

Setiap anggota tubuh yang dikeluhkan mengalami nyeri setiap kali haid

perlu dicurigai mengalami endometriosis.

Gambar 3 Lokasi tersering terjadinya endometriosis

2.5 KLASIFIKASI

Penentuan klasifikasi dan stadium endometriosis sangat penting dilakukan

untuk menerapkan cara pengobatan yang tepat dan untuk evaluasi hasil

pengobatan. Stadium endometriosis tidak memiliki korelasi dengan derajat nyeri

keluhan pasien maupun prediksi respon terapi terhadap nyeri atau infertilitas

(Winkel, 2010). Hal ini dikarenakan endometriosis dapat dijumpai pada pasien

yang asimptomatik. Klasifikasi Endometriosis yang digunakan saat ini adalah

menurut American Society For Reproductive Medicine yang telah di revisi pada

tahun 1996 yang berbasis pada tipe, lokasi, tampilan, kedalaman invasi lesi,

penyebaran penyakit dan perlengketan.

Berdasarkan visualisasi rongga pelvis pada endometriosis, dilakukan

penilaian terhadap ukuran, lokasi dan kedalaman invasi, keterlibatan ovarium dan

densitas dari perlekatan. Dengan perhitungan ini didapatkan nilai – nilai dari

skoring yang kemudian jumlahnya berkaitan dengan derajat klasifikasi

endometriosis. Nilai 1-4 adalah minimal (stadium I), 5-15 adalah ringan (stadium

Endometriosis10

II), 16-40 adalah sedang (stadium III) dan lebih dari 40 adalah berat (stadium IV).

Endometriosis dapat dikelompokkan menjadi 3 kategori berdasarkan lokasi dan

tipe lesi,yaitu:

1) Peritoneal endometriosis

Lesi di peritoneum memiliki banyak vaskularisasi, sehingga menimbulkan

perdarahan saat menstruasi. Lesi yang aktif akan menyebabkan timbulnya

perdarahan kronik rekuren dan reaksi inflamasi sehinggga tumbuh jaringan

fibrosis dan sembuh. Lesi berwarna merah dapat berubah menjadi lesi berwarna

hitam tipikal dan setelah itu lesi akan berubah menjadi lesi putih yang memiliki

sedikit vaskularisasi dan akan ditemukan debris glandular.

2) Ovarian Endometrial Cysts (Endometrioma)

Pada endoemtriosis yang terjadi di ovarium, dapat timbul kista yang

berwarna coklat dan sering terjadi perlengketan dengan organ – organ lain,

kemudian membentuk konglomerasi. Kista endometrium dapat berukuran >3cm

dan multilokus, juga dapat tampak seperti kista coklat karena penimbunan darah

dandebris ke dalam rongga kista.

3) Deep Nodular Endometriosis

Pada endometriosis jenis ini, jaringan ektopik menginfiltrasi septum

rektovaginal atau struktur fibromuskuler pelvis seperti uterosakral dan

ligamentum utero-ovarium. Nodul-nodul dibentuk oleh hiperplasia otot polos dan

jaringan fibrosis di sekitar jaringan yang menginfiltrasi. Jaringan

endometriosisakan tertutup sebagai nodul, dan tidak ada perdarahan secara klinis

yang berhubungan dengan endometriosis nodular dalam. Ada banyak klasifikasi

stadium yang digunakan untuk mengelompokkan endometriosisdari ringan hingga

berat, dan yang paling sering digunakan adalah sistem American Fertility Society

(AFS) yang telah direvisi (Tabel 2.1). Klasifikasi ini menjelaskan tentang lokasi

dan kedalaman penyakit berikut jenis dan perluasan adhesi yang dibuat dalam

sistem skor. Berikut adalah skor yang digunakan untuk mengklasifikasikan

stadium:

Skor 1-5: Stadium I (penyakit minimal)

Skor 6-15: Stadium II (penyakit sedang)

Endometriosis11

Skor 16-40: Stadium III (penyakit berat)

Skor >40: Stadium IV (penyakit sangat berat)

Tabel 1 American Society for Reproductive Medicine revised classification of endometriosis.

(Property of the American Society for Reproductive Medicine, 1996.)

Endometriosis12

Gambar 4. American Society for Reproductive Medicine Revised Classification of Endometriosis

Endometriosis13

2.6 ETIOLOGI

Penyebab endometriosis masih belum diketahui. Beberapa teori muncul

menyangkut faktor anatomis, imunologis, hormonal, dan genetik.

1. Menstruasi retrogad.

Endometriosis terjadi karena darah haid mengalir kembali (regurgitasi)

melalui tuba ke dalam rongga pelvis. Sudah dibuktikan bahwa dalam

darah haid didapati sel – sel endometrium yang masih hidup. Sel – sel

endometrium yang masih hidup ini kemudian dapat mengadakan

implantasi di pelvis.

Dapat berasal dari aliran menstruasi mundur dan implantasi, metaplasia,

predisposisi genetik, dan pengaruh lingkungan.

Orgasme saat menstruasi dapat menimbulkan aliranmenstruasi mundur

dan endometriosis dapat menurun ke wanita yang ibu atau saudara

perempuan menderita endometriosis karena terjadi penurunan imunitas

pada penderita endometriosis. Jaringan endometriosis dapat berada di

abdomen melewati tuba Falopii saat menstruasi. Transplantasi jaringan ini

tumbuh diluar uterus.

2. Faktor imunologis

Faktor imunologis spesifik yang berperan dalam implantasi endometriosis

seperti VEGF (vascular endothelial growth factor), MIF (migration

inhibitory factor), dan mediator radang (interleukin, TNF) diduga

mengalami peningkatan pada situs endometriosis. Endometriosis dapat

disebabkan adanya ganguan pada sistem imunitas,endometriosis juga

dapat menjadi kanker ovarium.

Menurut penelitian J.A. Hill tahun 1988 mendapatkan adanya kegagalan

dalam sistem peluruhan darah haid oleh makrofag dan fungsi sel NK yang

menurun pada endometriosis. Penurunan sistem imun ini yang kemudian

Endometriosis14

diturunkan ke generasi berikutnya. Sehingga keturunan selanjutnya

memiliki resiko terkena endometriosis lebih besar.

3. Metaplasia selomik

Teori mengemukakan sel potensial pada ovarium dan peritoneum

bertransformasi menjadi lesi endometriosis akibat stimulasi hormon dan

paparan hormonal berulang. Robert Meyer mengemukakan bahwa

endometriosis terjadi karena ransangan pada sel-sel epitel berasal dari

selom yang dapat mempertahankan hidupnya di daerah pelvis. Ransangan

ini menyebabkan metaplasi dari sel-sel epitel itu, sehingga terbentuk

jaringan endometrium

4. Penyebaran limfatis

Sebuah studi menunjukkan dari otopsi bahwa sel endometriosis ditemukan

dalam kelenjar limfa pelvis pada 29% wanita. Hal ini dapat menjelaskan

mengapa endometriosis pernah ditemukan di daerah paru-paru.

Tumbuhnya jaringan endometrium dibagian tubuh yang lain selain uterus

melalui sistem peredaran darah atau sistem limfa.

5. Faktor genetik

Wanita yang memiliki riwayat keluarga menderita endometriosis berisiko

tujuh kali lipat menderita endometriosis. Belum ditemukan defek genetik

pada endometriosis.

6. Adanya hubungan antara beberapa senyawa dan endometriosis.

Senyawa Terkandung Sumber Zat

Dioksin Insinerator, pembakaran bahan plastik.dan

pembuatan produk kertas

Klorin Proses pemutih kertas

Kolesterol Makanan cepat saji dan daging ham

Kafein Teh, kopi dan coklat

Tabel 2. Senyawa yang berpengaruh pada endometriosis

Endometriosis15

Dioksin adalah senyawa yang bersifat toksik yang berasal dari

pembuatan pestisida dan pembakaran sampah plastik. Dioksin yang

terbentuk selama pembakaran sampah, masuk ke udara bersama abu,

kemudian mengendap pada tanaman pangan, kemudian dikonsumsi oleh

ternak dan terakumulasi pada sel lemak dan muncul pada daging dan susu

yang akhirnya dikonsumsi manusia.

Sumber klorin dapat berasal dari proses industri yang

menggunakan klorin sebagai pemutihan kertas dari hasil daur ulang kertas.

Dampak klorin terhadap tubuh manusia sama dengan dioksin karena klorin

merupakan hasil samping dari pembentukan dioksin.

Daging ham dan makanan cepat saji mengandung kolesterol.

Mengkonsumsi daging ham dan makanan cepat saji dapat berdampak

pada jaringan endometrium di uterus dan di luar uterus dan dapat

menimbulkan nyeri saat menstruasi. Hal ini dikarenakan sel stroma pada

uterus menghasilkan estradiol yang diperoleh dari kolesterol yang

selanjutnya menghasilkan estrogen yang berpengaruh terhadap jaringan

endometrium.

Kafein dan kolesterol tidak dapat dijadikan sebagai penyebab

endometriosis karena kafein dan kolesterol mempengaruhi peningkatan

kadar estrogen, hal ini hanya memperparah kista endometriosis karena

jaringan endometrium yang ada diuterus maupun yang di luar uterus

mengalami penebalan sehingga menekan ke tempat perlekatannya. Saat

kadar estrogen menurun sel – sel ini tidak dapat keluar sehingga

menyebabkan nyeri dan perlekatan di tempat yang sama sehingga

menimbulkan lesi atau kista keriput dan berwarna cokelat atau biru

kehitaman yang menandakan pendarahan yang tidak dapat keluar.

Pembentukan ini disebut pseudokist.

2.7 FAKTOR RISIKO

Faktor risiko termasuk usia, peningkatan jumlah lemak tubuh perifer, dan

gangguan haid (polimenore, menoragi, dan berkurangnya paritas). Kebiasaan

Endometriosis16

merokok, olahraga, dan penggunaan kontrasepsi oral dapat bersifat protektif.

Belum ada bukti yang menunjukkan bahwa mengendalikan faktor risiko dapat

mencegah munculnya endometriosis. Faktor genetik  berperan 6-9 kali lebih

banyak dengan riwayat keluarga terdekat menderita endometriosi.

Organ yang biasa terkena endometriosis adalah ovarium, organ tuba dan

salah satu atau kedua ligamentum sakrouterinum, Cavum Douglasi,

dan permukaan uterus bagian belakang dapat ditemukan satu atau beberapa

bintik sampai benjolan kecil yang berwarna kebiru-biruan.

2.8 GEJALA KLINIK

Gejala-gejala yang sering ditemukan pada penyakit ini adalah.

1. Nyeri perut bawah yang progresif dan dekat paha yang terjadi pada dan

selama haid(dismenore).

Dismenore pada endometriosis biasanya merupakan rasa nyeri waktu haid

yang semakin lama semakin menghebat. Sebab dari dismenore ini tidak diketahui,

tetapi mungkin ada hubungannya dengan vaskularisasi dan perdarahan dalam

sarang endometriosis pada waktu sebelum dan semasa haid. Nyeri tidak selalu

didapatkan pada endometriosis walaupun kelaina nsudah luas, sebaiknya kelainan

ringan dapat menimbulkan gejala nyeri yang keras.

2. Disparenunia.

Dispareunia yang merupakan gejala yang sering dijumpai, disebabkan oleh

karena adanya endometriosis dikavum Douglasi.

3. Nyeri waktu defekasi, khususnya pada waktu defekasi

Defekasi yang sukar dan sakit terutama pada waktu haid, disebabkan oleh

karena adanya endometriosis pada dinding rektosigmoid. Kadang-kadang bisa

terjadi stenosis dari lumen usus besar tersebut. Endometriosis kandung kencing

jarang terdapat, gejala – gejalanya ialah gangguan miksi dan hematuria pada

waktu haid

4. Poli- dan hipermenore.

Siklus lebih pendek dari normal < 21 hari, darah lebih banyak atau lama

dari normal lebih dari 7 hari.

5. Infertilitas.

Endometriosis17

Gangguan haid dan siklusnya dapat terjadi pada endometriosis apabila

kelainan pada ovariumnya luas sehingga fungsi ovarium terganggu. Ada korelasi

yang nyata antara endometriosis dan infertilitas. 30-40 persen wanita dengan

endometriosis menderita infertilitas. Kemungkinan untuk hamil pada wanita

dengan endometriosis ialah kurang lebih setengah dari wanita biasa.

Faktor  penting yang menyebabkan infertilitas pada endometriosis ialah

apabila mobilitas tubaterganggu karena fibrosis dan perlekatan jaringan di

sekitarnya. Pada pemeriksaan ginekologik,khususnya pada pemeriksaan vagino-

rekto-abdominal, ditemukan pada endometriosis ringan benda-benda padat

sebesar butir beras sampai butir jagung di kavum Douglasi dan padaligamentum

sakrouterinum dengan uterus dalam retrofleksi dan terfiksasi. Ovarium mula-

muladapat diraba sebagai tumor kecil, akan tetapi bisa membesar sampai sebesar

tinju. Tumor ovarium seringkali terdapat bilateral dan sukar digerakkan.

2.9 DIAGNOSIS

Diagnosis biasanya dibuat atas dasar anamnesis dan pemeriksaan fisis,

dipastikan dengan pemeriksaan laparoskopi. Kuldoskopi kurang bermanfaat

terutama jika kavum Douglasi ikut serta dalam endometriosis. Pada endometriosis

yang ditemukan pada lokasi seperti forniks vagina posterior, perineum, parut

laparotomi, dan sebagainya, biopsi dapat memberi kepastian mengenai diagnosis.

Pemeriksaan laboratorium pada endometriosis tidak memberi tanda yang khas,

hanya apabila ada darah dalam tinja atau air kencing pada waktu haid yang

menjadi petunjuk tentang adanya endometriosis pada rektosigmoid atau kandung

kencing. Sigmoidoskopi dan sistoskopi dapat memperlihatkan tempat perdarahan

pada waktu haid. Pembuatan foto polos dengan memasukkan barium dalam kolon

dapat memberi gambaran filling defect pada rektosigmoid dengan batas-batas

yang jelas dan mukosa yang utuh. Laparoskopi merupakan pemeriksaan yang

sangat berguna untuk membedakan endometriosis dari kelainan – kelainan di

pelvis.

Visualisasi endometriosis diperlukan untuk memastikan diagnosis. Cara –

cara yang biasa dilakukan untuk mendiagnosis adalah dengan melakukan

Endometriosis18

pemeriksaan laparoskopi untuk melihat lesi. Diagnosa laparoskopi dilakukan

setiap hari dari siklus menstruasi dengan pasien dibawah pengaruh anestesia (obat

bius). Diagnostik endometriosis dibutuhkan untuk melihat keberadaan dari satu

atau lebih lesi kebiru – biruan atau hitam. Stadium endometriosis menurut revisi

klasifikasi dari American Fertility Society (R-AFS). Implantasi endometriosis

pada peritoneum atau ovarium nilainya ditentukan dari diameter dan kedalaman,

yang mana nilai perlekatan digunakan dalam lampiran catatan kepadatan dan

derajat. Total R-AFS nilai (implan dan perlekatan) berurutan dari 1-5, 6-15, 16-

40, dan 41-150 dapat disamakan dari minimal (stadium I), ringan (stadium

II),sedang (stadium III), dan berat (stadium IV) endometriosis.

2.10 PENGOBATAN

Bila diagnosis endometriosis sudah ditegakkan, pilihan terapi diambil

berdasarkan luasnya endometriosis dan kebutuhan pasien. Regimen pengobatan

oral dan pembedahan ditentukan berdasarkan usia, status fertilitas, beratnya

penyakit, pengobatan sebelumnya, biaya, risiko pengobatan, dan lama

pengobatan. Tujuan dari pengobatan ini adalah:

Apa yang diobati (penyakit, gejala, atau keduanya)? 

Mengapa diberikan terapi?

Alasan memberikan terapi: mengembalikan fertilitas, meredakan nyeri

sebagai alternatif  pembedahan, meredakan nyeri sambil menunggu

pembedahan, profilaksis mencegah rekurensi penyakit.

1. Obeservasi dan Tindakan Paliatif

Observasi dapat di lakukan pada sebagian pasien (misalnya pada penyakit

yang minimal atau mendekati menopause) tetapi harus di ketahui pada

pemeriksaan fisik saja tidak mungkin mengenali adanya penyakit yang sangat

nyata sekalipun. Tetapi analgetik murni bersifat paliatif, tanpa memandang zat

yang digunakan, tetapi mungkin berguna bila dikombinasi dengan terapi lain.

Kehamilan semula dinyatakan merupakan terapi kuratif untuk

endometriosis, tetapi hal ini tidak benar. Sebaliknya ukuran endometrioma dapat

dengan cepat bertambah besar selama trimester pertama kehamilan tetapi biasanya

Endometriosis19

berkurang selama trimester ketiga. Ruptur endometrioma pernah di laporkan dapat

terjadi setiap saat selama kehamilan. Begitu menstruasi terjadi setelah masa nifas,

endometriosis akan melanjutkan perkembangannya.

2. Terapi Endokrin

a) Danazol

Penatalaksanaan medis endometriosis yang paling lazim adalah

danazol (17-alfa-etiniltestosteron). Namun obat ini dapat berubah dengan

adanya GnRH. Danazol adalah androgenik dan anabolik ringan tetapi juga

berikatan dengan reserptor androgen, reseptor progesteron dan globulin

peningkat hormon seks. Hal ini menyebabkan peningkatan testosteron

bebas tiga kali lipat. Akibatnya adalah atrofi endometrium yang terlihat

jelas (baik dalam uterus maupun dalam lesi). Amenore dan inhibisi ovulasi

terjadi dalam waktu 4-6 minggu pengobatan. Sayangnya, karena

perubahan klinis ini, efek keseluruhan yang timbul secara keliru disebut

pseudomenopause. Keadaan klinis yang dipicu oleh danazol, meski

hipoestrogenik dan hipoprogestasional, lebih menyerupai keadaan klinis

yang dipicu oleh androgen. Menghilangkan sebagian besar perubahan

fisiologis pada menopause.

Dosis danazol untuk menekan endometriosis adalah 400-800

mg/hari selama 6-9 bulan. Untuk terapi >6bulan, kadar enzim hati dalam

serum harus diperiksa. Danazol dapat dimulai dari hari kelima setelah

menstrusi. Selama bulan pertama, kontrasepsi penghalang harus

digunakan, karena danazol dapat menyebabkan maskulinisasi pada janin

perempuan jika terjadi kehamilan. Keberhasilan pengobatan paling jelas

jika diameter endometrium <2cm. Setelah satu rangkaian terapi lengkap,

90% pasien membaik secara obyektif dan 75% melaporkan perbaikan

gejala. Namun 15%-30% mengalami kekambuhan gejala dalam waktu <2

tahun. Angka fertilisasi membaik sampai 40% (belum dikoreksi).

Danazol mahal harganya, dan 80% pasien mengalami efek

samping (10%-20% cukup berat sehingga harus menghentikan

pengobatan). Efek samping yang paling umum adalah jerawat (>15%),

Endometriosis20

rasa panas kemerahan (15%), perdarahan bercak uterus (10%), gangguan

saluran cerna (8%), hirsutisme (6%), edema (6%), penuruna ukuran

payudara (5%), penambahan beratt badan (8-10 pon pada 5% kasus) dan

perubahan libido (3%-5%). Efek samping yang lebih jarang adalah kram

otot (4%), perubahan suara (3%), vaginitis atrofi (3%) dan sakit kepala

migren (2%). Meskipun lebih sulit di ukur, emosi yang labir dan depresi

dapat juga terjadi.

b) Agonis Hormon Pelepas Gonadotropin (GnRH)

Melalui ikatan dengan reseptor LHRH dalam waktu yang relatif

lama, analog GnRH akan menekan aksis hipofisis-ovarium, meyebabkan

kadar FSH dan LH yang rendah halnya dengan kadar estrogen dan

progesteron pada rentang menopause. Keadaan ini emnyebabkan atrofi

endometrium. Pemberian agonis GnRh biasanya secara subcutan ata

intranasal. Secara obyektif, pengobatan ini efektif (85%) mengurangi

endometriosis. Ovulasi terjadi cukup cepat (45 hari) setelah penghentian

pengobatan. Meskipun penggunaannya secara umum baru saja dimulai,

tampaknya efek samping yang timbul lebih sedikit dan dapat ditoleransi

dengan lebih baik dibanding danazol.

c) Terapi Estrogen-Progestrogen dan Progesteron

Sementara hormon siklik dapat memicu pertumbuhan

endometrium, pemberian estrogen-progestogen atau progestogen saja

secara terus menerus akan menekan pola pertumbuhan. Karena itu

pemeberian regimen estrogen dan progestin, kontrasepsi oral atay

progesteron, secra konstan (setiap hari), semuanya akn menyebabkan

atrofin endometrio. Kontrasepsi oral kombinasi estrogen rendah dengan

aktivitas progestin tinggi yang paling sering digunakan dalam pengobatan

endometriosis adalah 1 tablet setiap hari, di mulai pada hari ketiga

menstruasi. Ji8ka terjadi keadaan ini, menaikkan dosis dua kali lipat

umunya akan meringankan pendarahan menstruasi dan setelah 5 hari

penambahan dosis , dapat kembali menjadi 1-2 pil setiap hari. Dapat

dilanjutkan selam 6-9 bulan.

Endometriosis21

Pada awalnya (6bulan pertama) dapat terjadi eksaserbasi ringan

gejala klinis dan bahkan terdapat resiko terjadi ruptur endometrioma. Efek

samping berupa mual, nyeri tekan payudara, penambahan berat badan,

kloasma, defresi, edema dan kadang – kadang hipertensi. Selain itu, dapat

digunakan medroksiprogesteron (100mg IM setiap 2 minggu sebanyak 4

dosis, kemudian 200mg setiap bulan sebanyak 4 dosis).

Medroksiprogesteron dapat digunakan pada wanita lebih tua yang sudah

punya cukup anak, tetapi program ini harus dihindari untuk wanita yang

masih ingin hamil karena adanya waktu interval yang lama dan sangat

bervariasi sebelum dapat terjadi ovulasi lagi (jarang dalam waktu 1 tahun).

Breakthrough bleeding merupakan efek samping yang paling sering

terjadi, tetapi ada perubahan mood yang tidak menyenangkan dapat

menyebabkan pasien menghentikan pengobatan. Dewasa ini terapi – terapi

tersebut ditujukan untuk pasien endometriosis ringan yang tidak

menginginkan fertilisasi dalam waktu dekat dan tidak cocok dengan jenis

pengobatan lain. Regimen ini kurang efektif (secara obyektif maupun

subyektif) dibanding danazol dan menyebabkan pengehentian pengobatan

yang lebih besar pada pasien (sepertiga) karena efek samping yang terjadi.

Angka kehamilan yang belum dioreksi (30%).

Dewasa ini androgen (metiltestosteron), estradiol dan gatrinon

jarang di gunakan untuk mengobati endometriosis.

3. Terapi konservatif 

Implantasi endometriosis memiliki sifat dan reaksi yang sama dengan

endometrium terutama dalam produksi estrogen. Terapi konservatif bertujuan

menekan stimulasi estrogen ovarium dengan memotong jalur hipotalamus-

hipofisis – ovarium. Inhibisi ovulasi dengan gonadotropin melalui siklus seks

steroid dapat menghalangi pembentukan endometriosis.

a. Inhibisi aromatase

Anastrozole 1 mg atau Letrozole 2,5 md setiap hari merupakan

generasi ketiga inhibitor aromatase yang berperan menghambat

perubahan androgen menjadi estrogen sebanyak 50%. Efek samping

Endometriosis22

obat ini adalah penurunan densitas tulang, namun hal ini dapat

dicegah dengan konsumsi vitamin D dan kalsium.

b. Kontrol nyeri.

Obat anti inflamasi non steroid (NSAID) menghambat prostaglandin

yang dikeluarkanoleh endometriosis. NSAID merupakan obat lini

pertama yang digunakan ketika diagnosa endometriosis belum

ditegakkan.

2. Terapi bedah

Terapi konservatif merupakan modalitas untuk pasien yang hanya ingin

meredakan nyeriatau meredakan nyeri dengan kondisi fertil. Bagi pasien yang

infertil, atau pasien yang tidak  berespon dengan terapi konservatif, terapi bedah

merupakan pilihan. Pembedahan terbagiatas terapi bedah definitif dan koservatif.

a. Terapi bedah definitif meliputi histerektomi total dengan salfingo-

ooferektomi bilateral. Setelah pembedahan definitive dilakukan,

pasien diberikan terapi sulih hormone (Hormone Replacement

Theraphy).

b. Terapi bedah konservatif bertujuan untuk mengembalikan posisi

anatomi panggul dan mengangkat semua lesi endometriosis yang

terlihat.

2.11 KOMPLIKASI

Bila implantasi terjadi di usus atau ureter dapat mengakibatkan obstruksi

dan gangguan fungsi ginjal. Distorsi pelvis mengakibatkan gangguan fertilitas,

penggunaan kontrasepsi oral berakibat troboembolisme dan efek hipoetrogen

GnRH analog jangka panjang mengakibatkan osteoporosis.

Komplikasi dari endometriosis sering berhubungan dengan adanya fibrosis

dan jaringan parut yang tidak hanya berefek pada organ yang terkena, namun juga

dapat menyebabkan obstruksi kolon dan ureteri. Ruptur dari endemetrioma dan

juga dihasilkannya zat berwarna coklat yang sangat iritan juga dapat

menyebabkan peritonitis. Meskipun jarang, lesi endometrium dapat berubah

Endometriosis23

menjadi malignan dan paling sering terjadi pada kasus endometriosis yang

berlokasi di ovarium.

2.12 PENCEGAHAN

Meigs berpendapat bahwa kehamilan adalah cara pencegahan paling baik

untuk endometriosis. Gejala-gejala endometriosis memang berkurang atau hilang

pada waktu dan sesudah kehamilan karena regresi endometrium dalam sarang-

sarang endometriosis. Oleh sebab itu hendaknya perkawinan jangan ditunda

terlalu lama, dan sesudah perkawinan hendaknya diusahakan supaya mendapat

anak-anak yang diinginkan dalam waktu yang tidak terlalu lama.Sikap demikian

itu tidak hanya merupakan profilaksis yang baik terhadap endometriosis,

melainkan menghindari terjadinya infertilitas sesudah endometriosis timbul.

Selain itu jangan melakukan pemeriksaan yang kasar atau melakukan kerokan

sewaktu haid, oleh karena hal itudapat menyebabkan mengalirnya darah haid dari

uterus ke tuba dan ke rongga panggul.

Pada kasus endometriosis, salah satu yang terpenting adalah penderita

harus diberikan konseling dan pengertian tentang penyakit yang dideritanya secara

tepat. Pasien harus diberi pengertian bahwa pengobatan yang diberikan belum

tentu dapat menyembuhkan. Operasi definitif tidak dapat memberikan

kesembuhan total, sekalipun resiko kambuh sangat rendah resikonya ( 3 %).

Resiko kekambuhan lebih rendah dengan diberikannya terapi sulih hormon

estrogen. Setelah dilakukan operasi konservatif, tingkat kekambuhan yang

dilaporkan sangat bervariasi. Jumlah kasus yang terjadi rata - rata melebihi 10%

dalam tiga tahun dan 35 % dalam lima tahun.

Endometriosis24

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Endometriosis adalah suatu keadaan dimana jaringan mirip dengan

dinding rahim (endometrium) ditemukan di tempat lain dalam tubuh. Penyebab

utama endometriosis belum dapat dipastikan, akan tetapi kemungkinan dapat

disebabkan oleh aliran menstruasi mundur, predisposisi genetik, maupun

pengaruh dari pencemaran lingkungan.

Gejala endometriosis yang dapat dirasakan oleh penderita yaitu antara

lain berupa nyeri haid (dysmenorrhea) dan nyeri saat berhubungan(dyspareunia).

Penanganan endometriosis dapat dilakukan dengan terapi medik

seperti pemberian progestin, danazol, GnRH agonis, dan microguinon. Sedangkan

terapi pembedahan dilakukan dengan laparoskopi melalui pelepasan perlekatan,

merusak jaringan endometriotik, rekonstruksi anatomis sebaik mungkin,

mengangkat kista, dan melenyapkan implantasi dengan sinar laser atau

elektrokauter (untuk menghilangkan jaringan abnormal secara signifikan

mengurangi kemungkinan perkembangan kanker).

Endometriosis25

DAFTAR PUSTAKA

American Fertility Society. 2007. Booklet Endometriosis A Guide for

Patients. American Society For  Reproductive Medicine. Alabama.

(http://www.asrm.org/Patients/Booklet/Endometriosis.pdf diakses pada tanggal 17

Maret 2014).

 American Fertility Society. 2007. Booklet Laparoscopy And

Hysteroscopy A Guide for Patients. American Society For Reproductive

Medicine. Alabama. (http://www.asrm.org/Patients/Booklet/Laparos

copy.pdf diakses pada tanggal 19 Maret 2014)

Badziad Ali., 2003. Endokrinologi Ginekologi, edisi kedua. Jakarta:

Media Aesculapius, FK UI

Benson. Raph C & Pernoll. Martin L. 2009. Buku Saku Obstetri &

Ginekologi. Jakarta: EGC

Cunningham, Gary et.all, 2005. Obstetri Williams Edisi 21. EGC. Jakarta.

Price, S.A. dan Lorraine M.W. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-

Proses Penyakit Edisi 6 Volume 2. EGC Medical Publisher. Jakarta.

Sarwono. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Jakarta Bina Pustaka

Endometriosis26