Makalah Tm 2015 Hukum p

32
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Lembaga perbankan merupakan salah satu lembaga yang mempunyai peran yang sangat strategis dalam membangun Indonesia. Hal ini tidak dapat disangkal bahwa dalam mencapai tujuan pembangunan nasional yaitu untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dab Undang Undang Dasar 1945. Peran yang sangat strategis dari bank sebagai suatu badan usaha adalah bank yang mempunyai fungsi sebagi menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan dana yang dihimpun tersebut kepada masyarakat. Bank sebagai suatu lembaga yang melindungi dana nasabah juga berkewajiban menjaga kerahasiaan terhadap dana nasabahnya dari pihak-pihak yang dapat merugikan nasabah. Dan sebaliknya masyarakat yang mempercayakan dananya untuk dikelola oleh bank juga harus dilindungi terhadap tindakan yang semena-mena yang dilakukan oleh bank yang dapat merugikan nasabahnya. Hal ini sangat dibutuhkan karena sebagai lembaga keuangan, bank harus mendapat kepercayaan dari masyarakat, dan kepercayaan dari masyarakat tersebut akan lahir apabila semua data CACATAN KAKI LEWAT REFERENCE FOOTNOTE

description

neh

Transcript of Makalah Tm 2015 Hukum p

BAB I PENDAHULUAN1.1. Latar belakangLembaga perbankan merupakan salah satu lembaga yang mempunyai peran yang sangat strategis dalam membangun Indonesia. Hal ini tidak dapat disangkal bahwa dalam mencapai tujuan pembangunan nasional yaitu untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dab Undang Undang Dasar 1945. Peran yang sangat strategis dari bank sebagai suatu badan usaha adalah bank yang mempunyai fungsi sebagi menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan dana yang dihimpun tersebut kepada masyarakat.

Bank sebagai suatu lembaga yang melindungi dana nasabah juga berkewajiban menjaga kerahasiaan terhadap dana nasabahnya dari pihak-pihak yang dapat merugikan nasabah. Dan sebaliknya masyarakat yang mempercayakan dananya untuk dikelola oleh bank juga harus dilindungi terhadap tindakan yang semena-mena yang dilakukan oleh bank yang dapat merugikan nasabahnya. Hal ini sangat dibutuhkan karena sebagai lembaga keuangan, bank harus mendapat kepercayaan dari masyarakat, dan kepercayaan dari masyarakat tersebut akan lahir apabila semua data hubungan masyarakat dengan bank tersebut dapat tersimpan secara rapi atau dirahasiakan.

Hal demikian membawa konsekuensi kepada bank, yaitu bank memikul kewajiban untuk menjaga kerahasiaan tersebut, sebagai timbal balik dari kepercayaan yang diberikan masyarakat kepada bank selaku lembaga keuangan atau sumber dana masyarakat. Sebagai suatu badan usaha yang dipercaya oleh masyarakat untuk menghimpun dana masyarakat, sudah sewajarnya bank memberikan jaminan perlindungan kepada nasabah yang berkenaan dengandananya kepada bank tetapi juga dari sistem moneter yang menyangkut kepentingan semua anggota masyarakat yang bukan hanya nasabah penyimpan dana dari bank itu saja.

Prinsip kerahasian bank bertujuan agar bank menjalankan usahanya secara baik dan benar mematuhi ketentuan dan norma hukum yang berlaku dalam dunia perbankan,agar bank yang melakukan usahanya menjaga kerahasian nasabahnya, sehingga masyarakat semakin percaya kepada bank dan membawa dampak semakin meningkatnya keinginan masyarakat untuk mempergunakan jasa perbankan didalam kegiatan usahanya serta kebutuhan sehari hari.

Prinsip kerahasian bank ini telah diatur di dalam Undang Undang Nomor 7 Tahun 1992 yang kemudian diubah oleh Undang Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang menjadi acuan bagi perbankan di negara Indonesia. Jika dilihat bahwa peraturan atau norma hukum itu tidak lahir dengan sendirinya,tetapi dilatar belakangi oleh dasar dasar filosofi yang disebut dengan asas hukum. Sehingga untuk mengerti norma hukum kita harus mengetahui asas asas hukum itu.

Sadjipto Raharjo mengatakan bahwa barang kali tidak berlebihan apabila dikatakan atas hukum merupakan jantungnya peraturan hukum. Karena itu ia merupakan landasan yang luas bagi lahirnya suatu peraturan hukum. Ini berarti bahwa peraturan hukum itu pada akhirnya bisa dikembalikan kepada asas asas hukum itu. Demikian juga halnya jika berbicara tentang perbankan,bahwa didalam melaksanakam kemitraan antara bank dan nasabah,untuk terciptanya sistem perbankan yang sehat,kegiatan perbankan perlu dilandasi dengan beberapa asas hukum (khusus) yaitu :

1. Asas Demokrasi Ekonomi

Didalam pasal 2 Undang Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dikatakan bahwa perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati hatian. Ini berarti,fungsi dan usahanya perbankan diarahkan untuk melaksanakan prinsip prinsip yang terkandung dalam demokrasi ekonomi yang berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945.

2. Asas Kepercayaan

Asas kepercayaan adalah suatu asas yang menyatakan bahwa usaha bank dilandasi oleh hubungan kepercayaan antara bank dengan nasabahnya. Bank terutama bekerja dengan dana dari masyarakat yang menyimpan padanya atas asas kepercayaan,sehingga setiap bank perlu terus menjaga kesehatan dengan tetap memelihara dan mempertahankan kepercayaan masyarakat padanya. Kemauan masyarakat untuk menyimpan sebagian uangnya dibank,semata mata dilandasi oleh kepercayaan bahwa uangnya akan dapat diperoleh kembali pada waktu yang diinginkan atau sesuai dengan yang diperjanjikan dan disertai dengan imbalan. Apabila kepercayaan nasabah penyimpan dana terhadap sesuatu bank telah berkurang,tidak tertutup kemungkinan akan terjadi rush terhadap dana simpanannya.

Sutan Remi Sjahdaeni menyatakan bahwa hubungan antara bank dengan nasabah penyimpan dana adalah hubungan pinjam meminjam uang antara debitur (bank) dan kreditur (nasabah penyimpan dana). Dengan kata lain,bahwa menurut Undang Undang Perbankan hubungan bank dengan nasabah penyimpan dana bukan sekedar hubungan kontraktual biasa antara debitur dan kreditur yang diliputi oleh asas asas umum dari perjanjian,tetapi juga hubungan kepercayaan yang diliputi asas kepercayaan.

3. Asas Kerahasian Bank

Asas kerahasian adalah asas yang mengharuskan dan mewajibkan bank merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan lain lain dari nasabah bank yang menurut kelaziman dunia perbankan wajib dirahasiakan. Kerahasiaan ini adalah untuk kepentingan bank sendiri,karena bank memerlukan kepercayaan masyarakat menyimpan uangnya di bank dan masyarakat hanya mempercayakan uangnya pada bank atau memanfaatkan jasa bank apabila bank menjamin bahwa tidak akan ada penyalahgunaan pengetahuan bank tentang simpanannya. Dalam Undang Undang Nomor 7 Tahun 1992 rahasia bank meliputi keadaan keuangan nasabah penyimpan dana dan nasabah debitur,sedangkan dalam Undang Undang Nomor 10 Tahun 1998 membatasi rahasia bank hanya tentang keadaan nasabah penyimpan dana saja. Dengan demikian bank harus memegang teguh rahasia bank.

4. Asas kehati hatian

Dalam Pasal 29 Undang Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dinyatakan bahwa bank wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati hatian ini tidak lain adalah agar bank selalu dalam keadaan likuid dan solvent. Dengan diberlakukannya prinsip kehati hatian diharapkan kadar kepercayaan masyarakat terhadap perbankan tetap tinggi,sehingga masyarakat bersedia dan tidak ragu ragu menyimpan dananya di bank serta kepentingan nasabahnya terlindungi. Salah satu topik kontroversial dalam UU Perbankan Indonesia adalah ketentuan mengenai rahasia bank. Di satu sisi, bank sebagai pihak yang menyimpan dana dari nasabahnya dituntut untuk menjaga kepercayaan nasbahnya tersebut, antara lain dengan mematuhi ketentuan mengenai rahasia bank. Sedangkan di sisi lain, ketentuan rahasia bank perlu dilonggarkan demi proses penegakkan hukum yang lebih baik untuk kepentingan banyak orang.Masih segar dalam ingatan kita kasus Bank Century yang amat sensasional, sedemikian sehingga sebagian besar energi negara terkuras untuk menyelesaikannya. Dalam rangka pengungkapan fakta, Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pernah meminta data/keterangan tentang sejumlah besar mantan nasabah Bank Century kepada Bank Mutiara (nama baru Bank Century setelah diambil alih oleh pemerintah). Sayangnya, permintaan DPR ini tidak dapat dilayani Bank Mutiara karena bank ini tidak ingin melanggar ketentuan mengenai rahasia bank. DPR akhirnya meminta saran kepada Mahkamah Agung agar data yang diharapkan dapat diperolehnya. Pada akhirnya, data yang diharapkan diperoleh Pansus Angket Century melalui sebuah penetapan pengadilan.Contoh kasus Bank Century di atas memperlihatkan betapa sulitnya menerobos ketentuan mengenai rahasia bank. Bank Mutiara tidak dapat dipersalahkan atas dasar tindakan non-kooperatifnya yang tidak mau memberikan data yang diminta Pansus Angket Century, karena tindakan itu dilakukan atas dasar kepatuhannya kepada ketentuan mengenai rahasia bank. Padahal publik menghendaki adanya kejelasan tentang kasus Bank Century. Dengan demikian, pihak mana yang harus dipersalahkan? Solusi apakah yang diperlukan untuk memecahkan masalah ini dan mencegah terjadinya kasus serupa di kemudian hari?Makalah ini merupakan sebuah kajian hukum terhadap ketentuan mengenai Rahasia Bank menurut UU Perbankan No. 7 tahun 1992, sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 tahun 1998. Penulis memusatkan perhatian secara khusus pada persoalan mengenai ruang lingkup ketentuan rahasia bank dan beberapa hal yang dapat mengecualikannya.1.2. Perumusan masalahBank merupakan bagian integral dari sistem keuangan dan pembayaran nasional dan internasional. Dalam rangka memaksimalkan peran bank pada sistem-sistem tersebut, ketentuan mengenai rahasia bank perlu diatur melalui suatu produk perundang-undangan. Ketentuan mengenai rahasia bank di Indonesia telah diatur di dalam UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan, sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan Atas UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan. Akan tetapi di dalam prakteknya, substansi peraturan perundang-undangan ini tidak sepenuhnya dapat meng-cover permasalahan terkait kerahasiaan bank. Untuk itu diperlukan adanya perubahan atas substansi perundang-undangan yang ada untuk dapat menjawab permasalahan kerahasiaan bank pada masa kini dan masa yang akan datang. Melalui makalah ini, penulis bermaksud memberikan beberapa solusi terhadap masalah ini dengan tuntunan sejumlah pertanyaan, sebagai berikut:

a.Mengapa rahasia bank diperlukan?

b.Mengapa ruang lingkup ketentuan mengenai rahasia bank dalam UU Perbankan Indonesia belum memadai?

c.Mengapa hal-hal yang dikecualikan dari ketentuan mengenai rahasia bank dalam UU Perbankan Indonesia pun belum memadai?

d.Langkah-langkah apakah yang diperlukan untuk mengatasi kekurangan dalam ketentuan mengenai rahasia bank?1.3. Tujuan PenulisanSejalan dengan rumusan masalah di atas, ada beberapa tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan makalah ini, yaitu sebagai berikut:1. Untuk mengetahui pengertian rahasia bank.2. Untuk mengetahui teori-teori rahasia bank.3. Untuk mengetahui pengecualian rahasia bank.4. Untuk mengetahui rahasia bank di Indonesia.5. Untuk mengetahui pelanggaran-pelanggaran dalam rahasia bank.BAB II PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Rahasia BankPada dasarnya bank menjalankan prinsip kepercayaan yang diberikan oleh penyimpan dana untuk menjaga kerahasian rekening nasabahnya. Oleh karena hubungan bank dan nasabah adalah bersifat kerahasiaan. Hal ini sering disebut dengan rahasia bank. Istilah rahasia bank ini mengacu kepada hal-hal yang berhubungan dengan interaksi antara bank dan nasabahnya. Nasabah tentu tidak mengharapkan bank untuk memberitahu pihak ketiga tentang keadaan keuangan nasabah tersebut.

Kerahasiaan informasi yang lahir dalam kegiatan perbankan ini pada dasarnya lebih banyak untuk kepentingan bank itu sendiri,karena sebagai lembaga keuangan,kepercayaan adalah keutamaan dalam melaksanakan kegiatannya. Untuk menjamin hal itu,pemerintah telah hak-hak nasabah dengan undang-undang,yaitu undang-undang perbankan.

Pada mulanya bank berkembang dari kegiatan tukar-menukar yang dikenal sejak jaman pubakala di athena, dan romawi. Selain melakukan tugas tukar-menukar uang dinamakan trapezites(orang dihadapan meja) atau orgentarius di romawi. Selain melakukan tugas tukar-menukar mereka juga menjalankan untuk menyimapan serta meminjamkan uang bagi mereka yang memerlukannya. Usaha tukar menukar dan simpan pinjam ini menjadi lebih berkembang pada abad pertengahan. Hal ini disebabkan karena perkembangan usaha-usaha perdagangan di Eropa serta timbulnya berbagai mata uang yang dimiliki oleh beberapa negara. Khusus dalam tugas peminjaman uang yang dilakukan oleh orang-orang yahudi,kemudian diikuti oleh orang-orang italia yang berasal dr Lombardia.

Sejak 4000 tahun lalu di Babylonia,kerahasian bank sebagai suatu kelaziman telah diperaktekan sebagaimana tercantum dalam Code of Hamourabi. Begitu juga pada romawi kuno,hal yang menyangkut hubungan antar nasabah dan perbankan sudah diatur,termasuk didalamnya kerahasiaan bank. Sejarah mencatat pula aturan tentang pelarangan-pelarangan yang berkaitan tentang bank.

Di Indonesia pengaturan rahasia bank untuk pertama kali dilakukan pada tahun 1960 dengan keluarnya peraturan pemerintah pengganti undang-undang nomor. 23 tahun 1960 tentang rahasia bank. Pengaturan rahasia bank selanjutnya mengalami perubahan dari waktu ke waktu yang dapat dikelompokan menjadi 2 bagian :

1. Pengertian rahasia bank yang hanya meliputi keterngan mengenai nasabah penyimpan dana dan simpanannya saja. Pengertian ini sangat terbatas dan berlaku sejak 10 November 1998 dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang undang-undang perbankan.

2. Pengertian rahasia bank meliputi keterangan-keterangan mengenai keadaan keuangan dan lain-lain dari segala macam nasabah yang hanya menggunakan jasa bank. Pengertian ini sangat luas meliputi segala sesuatu yang berkaitan dengan nasabah dan diterapkan dalam ketentuan yang berlaku dari tahun 1960 sampai tanggal 10 November 1998 dengan lahirnya undang-undang nomor 10 tahun 1998.

Pengertian rahasia bank dalam undang-undang Nomor 7 1992 yang dimuat Pasal 1 ayat 16 mengatakan bahwa rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan lain-lain dari nasabah bank yang menurut kelaziman dunia perbankan wajib dirahasiakan. Pengertian ini kemudian diubah dengan pengertian baru oleh undang-undang Nomor 10 tahun 1998 yang mengatakan bahwa Rahasia Bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan ketentuan mengenai nasabah menyimpan dan penyimpan.

1.1. Sifat dan Rahasia Bank

Mengenai sifat rahasia bank,ada dua teori yang dikemukakan,yaitu teori yang mengatakan rahasia bank yang bersifat mutlak (absolute theory) dan yang mengatakan bersifat relatif (relative theory). Teori ini masing-masing berpegang pada alasan atau argumentasinya. Adapun dua teori mengenai kekuatan berlakunya asas rahasia bank,yaitu :

1. Teori mutlak (Absolute Theory)Menurut teori ini rahasia bank bersifat mutlak. Semua keterangan mengenai nasabah dan keuangannya tercatat di bank wajib dirahasiakan tanpa pengecualian dan pembatasan. Dengan alasan apapun dan oleh siapapun kerahasiaan mengenai nasabah dan keuangannnya tidak boleh dibuka(diungkapkan). Apabila terjadi pelanggaran terhadap kerahasian tersebut,bank yang bersangkutan harus bertanggung jawab atas segala akibat yang ditimbulkannya.

Keberatan terhadap teori mutlak adalah terlalu individulis,artinya hanya mementingkan hak individu (perseorangan). Disamping itu teori mutlak juga bertentangan dengan kepentingan negara atau masyarakat banyak dikesampingkan oleh kepentingan individu yang merugikan negara atau masyarakat banyak. Teori mutlak ini terutama dianut oleh negara swiss sejak tahun 1934. Sifat rahasia bank tidak dapat diterobos dengan alasan apapun. Hal ini dapat dilihat di undang-undang Pemerintah Swiss No.47 mengenai Perbankan dan bank Tabungannovember 1934. Dengan demikian para koruptor atau pedagang narkotika kelas kakap didunia merasa aman menyimpan hasil uang kejahatannya di bank-bank Swiss. Salah satu contoh pelaku yang melakukan teori mutlak tentang kerahasiaan bank di bank-bank Swiss adalah mantan Presiden Ferdinand Marcos dari Filiphina,dan gembong narkotika Dennis Levine.

Ketatnya rahasia bank dilaksanakan di Swiss,mengakibatkan beberapa Negara tidak dapat menjangkau uang hasil kejahatan warga negaranya yang merugikan negara dan masyarakat banyak,yang disimpan di bank-bank Swiss. Oleh karena itu teori mutlak dianut oleh negara swiss mendapat reaksi keras dari beberapa negara yang kepentingannya dirugikan. Sebagi contoh adalah kasus gugatan Pemerintah Amerika Serikat melalui Stock Exchange Commission ( SEC) kepada semua bank di swiss sehubungan dengan penampungan dana hasil insider trading yang disimpan dibeberapa bank di swiss. Agar bank-bank yang bersangkutan membuka rahasia keuangan nasabahnya.

Ternyata rahasia bank yang bersifat mutlak itu dapat dikompromikan. Sifat mutlak ini telah ditinggalkan oleh bank-bank di swiss sejak tahun 1991 dengan menghapuskan nama samaran dari kode rekening nasabah yang terkenal dengan formulir B,yang harus diganti dengan nama aslinya melalui pendaftaran ulang. Jika para nasabah yang bersangkutan tidak mendaftar ulang,mereka harus menutup rekeningnya.

2. Teori Relatif ( Relative Theory )Mengenai teori ini bank bersifat relatif ( terbatas). Semua keterangan tentang nasabah dan keuangannya yang tercatat dibank wajib dirahasiakan. Namun bila ada alasan yang dapat dibenarkan oleh undang-undang,rahasia bank mengenai keuangan nasabah yang bersangkutan boleh dibuka ( diungkapkan ) kepada pejabat yang berwenang,misalnya pejabat perpajakan,pejabat penyidik tindak pidana ekonomi.

Keberatan terhadap teori relatif adalah rahasia bank masih dapat dijadikan perlindungan bagi pemilik dana yang tidak halal, yang kebetulan tidak terjangkau oleh aparat penegak hukum ( low enforcer ) karena tidak terkena penyidik. Dengan demikian dana tetap aman,tetapi teori relatif sesuai dengan rasa keadilan (sense ofjustice),artinya dalam kepentingan negara atau kepentingan masyarakat tidak dikesampingkan begitu saja. Apabila ada alasan sesuai dengan prosedur hukum maka rahasia keuangan nasabah bloeh dibuka (diungkapkan). Dengan demikian,teori relatif melindungi kepentingan semua pihak baik individu,masyarakat,maupun negara. Teori relatif dianut oleh negara-negara pada umumnya antara lain Amerika Serikat,Belanda,Malaysia,Singapura,Indonesia. Rahasia bank berdasarkan teori relatif diatur undang-undang Nomor 7 tahun 1992 sebagaimana telah diubah oleh undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan.1.2. Pentingnya pengaturan terhadap kerahasiaan bankBank merupakan bagian integral dari sistem keuangan dan pembayaran nasional dan internasional. Terganggunya kinerja suatu bank dapat mengganggu kinerja bank lain (domino effect), bahkan pada tingkat yang paling mencemaskan, dapat mengganggu fungsi sistem keuangan dan sistem pembayaran suatu negara. Oleh karena itu, masyarakat amat berkepentingan untuk menjaga stabilitas dan eksistensi sistem perbankan.Eksistensi suatu bank sangat dipengaruhi secara mutlak oleh tingkat kepercayaan masyarakat (=nasbah) karena bank merupakan suatu bentuk usaha yang dijalankan atas dasar kepercayaan (agent of trust). Masyarakat yang tidak lagi mempercayai suatu bank dapat melarikan dananya (rush) ke bank lain, bahkan melarikan dananya ke luar negeri, seandainya sistem perbankan di negaranya tidak lagi dipercayainya. Oleh karena itu bank memikul kewajiban untuk menjaga kepercayaan nasabahnya (fiduciary obligation).[2] Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap suatu bank, antara lain: a) integritas pengurus, b) pengetahuan dan kemampuan manajerial dan teknis pengurus dalam bidang perbankan, c) kesehatan bank yang bersangkutan, dan d) kepatuhan bank terhadap ketentuan kerahasiaan bank. Ketentuan mengenai kerahasiaan bank telah ada sejak 4000 tahun yang lalu di masa Babylonia sebagai sebuah kelaziman sebagaimana tercantum di dalam Code of Hamourabi. Kekaisaran Romawi Kuno juga memiliki pengaturan khusus mengenai hubungan antara nasabah dan bank, termasuk persoalan mengenai rahasia bank. Pada tahun 1593, terdapat ketentuan di dalam Banco Ambrosiano, Milano-Italia, bahwa izin usaha suatu bank akan dicabut apabila melanggar ketentuan rahasia bank. Eropa modern saat ini umumnya berpendapat bahwa praktek dan aturan mengenai rahasia bank merupakan suatu kelaziman yang selalu melekat pada industri perbankan. Salah satu kasus rahasia bank yang seringkali dijadikan sebagai leading case law di negara-negara penganut common law system (spt. Inggris dan Amerika Serikat), adalah kasus Tournier v. National Provincial and Union Bank of England pada tahun 1929.[5] Kasus ini menggambarkan betapa pentingnya perlindungan hukum terhadap hak nasabah bank. Bank memikul tugas untuk merahasiakan (duty of secrecy) untuk keperluan nasabahnya. Kendatipun demikian, Bankes L.J., salah seorang hakim yang memeriksa kasus Tournier v. National Provincial and Union Bank of England menguraikan adanya pengecualian terhadap duty of secrecy, yaitu: a) apabila diatur dalam suatu undang-undang, b) apabila terdapat kepentingan umum; c) apabila kepentingan bank memang memerlukan; dan d) apabila terdapat persetujuan dari nasabah.

Sifat mengikat ketentuan rahasia bank pada negara-negara yang memiliki ketentuan tentang rahasia bank berbeda satu dengan yang lainnya. Ada sejumlah negara yang menganggap ketentuan rahasia bank sebagai persoalan perdata yang lahir dari hubungan kontraktual antara bank dan nasabahnya (misalnya Belgia, Australia, Austria, Amerika Serikat, dan Kanada). Dan ada pula negara-negara yang menganggap rahasia bank sebagai pelanggaran pidana (misalnya Indonesia, Denmark, Finlandia, Yunani, Israel, dan Luxembourg). Jika rahasia bank dianggap sebagai persoalan perdata, maka nasabah yang dirugikan hanya dapat menggugat bank dengan alasan cidera janji atau perbuatan melawan hukum. Sedangkan jika ketentuan rahasia bank dianggap sebagai persoalan pidana, maka pelanggaran atas ketentuan ini akan dikenakan sanksi pidana, baik berupa hukuman badan atau denda.

Peningkatan angka kejahatan di bidang keuangan (misalnya money laundering) yang berpotensi mengganggu stabilitas ekonomi suatu bangsa, khususnya stabilitas moneter, menuntut dilakukannya pelonggaran terhadap kententuan rahasia bank. Dalam hal ini, apabila kepentingan negara, bangsa, dan masyarakat umum harus didahulukan daripada kepentingan nasabah secara pribadi, maka kewajiban bank untuk merahasiakan identitas nasabahnya dapat dikesampingkan. Akan tetapi harus diperhatikan pula bahwa kentetuan rahasia bank tidak semestinya diperlonggar sedemikian rupa sehingga identitas nasabah suatu bank dibocorkan dengan alasan kepentingan umum. Hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap bank dapat berakibat pada tersendatnya pembangunan nasional karena dana masyarakat di bank tidak cukup untuk membiayai kegiatan dimaksud.1.3. Ketentuan Rahasia Bank menurut Undang-undang Perbankan Indonesia dan permasalahan di sekitarnya

Pengertian rahasia bank diatur di dalam pasal 1 angka 28 UU No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan Atas UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan. Menurut ketentuan ini, Rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya.[7] Selain itu terdapat sejumlah pasal yang mengatur tentang pengecualian terhadap ketentuan rahasia bank, yaitu pasal 41, pasal 41A, pasal 42, pasal 43, pasal 44, dan pasal 44A. Delik/ketentuan pidana rahasia bank diatur di dalam pasal 40 ayat 1 UU Perbankan, yaitu bahwa Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud Pasal 41, Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, dan pasal 44A.. [8] Pihak-pihak yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan ini akan dikenakan sanksi pidana berupa penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan denda sekurang-kurangnya Rp4.000.000.000.- (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000.- (delapan miliar rupiah).[9] Berikut ini adalah pemaparan penulis terhadap sejumlah persoalan yang ada di sekitar ruang lingkup ketentuan rahasia bank dan hal-hal yang dapat mengecualikannya.2.5. Ruang Lingkup Ketentuan Rahasia Bank dan Permasalahannya

a. Ruang Lingkup Rahasia Bank

Lingkup rahasia bank merupakan suatu bagian yang penting dari ketentuan rahasia bank. Persoalan ini terkait erat dengan substansi ketentuan rahasia bank, yaitu mengenai hal-hal yang perlu dirahasiakan. Berikut ini adalah beberapa legal issue terkait ruang lingkup ketentuan rahasia bank, antara lain: apakah ketentuan rahasia bank hanya terkait dengan passiva bank saja (=dana nasabah yang disimpan di bank), atau juga terkait dengan aktiva bank (=kredit yang diberikan bank kepada nasabahnya)? Apakah rahasia bank juga mencakup pihak-pihak yang hanya menggunakan jasa bank untuk sementara waktu (walk-in customer)? Apakah rahasia bank hanya terkait dengan keadaan keuangan nasabah, atau juga identitas nasabah.

Terhadap sejumlah pertanyaan di atas, Prof. Dr. Sutan Remy Sjahdeini, S.H. menyatakan bahwa lingkup rahasia bank sebaiknya meliputi hal-hal, sebagai berikut:[10] a) sisi liabilities/pasiva bank saja. Sisi asset/aktiva bank tidak perlu dirahasiakan; b) keadaan keuangan nasabah bukan penyimpan dana yang menggunakan jasa bank sesaat (walk-in customer), yang jasa bank itu menimbulkan kewajiban bagi bank untuk membayarkan dana kepada pihak tersebut atau pihak yang ditunjuk oleh yang bersangkutan (antara lain berupa pengiriman uang) yang dana itu berasal dari setoran nasabah; c) identitas nasabah.

b. Kewajiban Merahasiakan bagi Pegawai Bank

Menurut UU Perbankan No. 10 tahun 1998 pasal 47 ayat 2, pihak-pihak yang berkewajiban untuk memegang teguh ketentuan rahasia bank adalah: a) anggota dewan komisaris bank, b) anggota direksi bank, c) pegawai bank, dan d) pihak-pihak terafiliasi lainnya. Pada bagian penjelasan dari pasal ini, yang dimaksudkan sebagai pegawai bank adalah semua pejabat dan karyawan bank. Dengan demikian, siapa pun yang bekerja sebagai pegawai bank, sekalipun tidak memiliki akses terhadap data yang dirahasiakan (menyangkut nasabah penyimpan dan simpanannya), tetap wajib memegang teguh ketentuan mengenai rahasia bank. Pasal ini agak berlebihan, karena juru ketik di urusan logistik, cleaning service, sopir, dan satpam yang bekerja pada bank, terhitung sebagai pihak yang terkena ketentuan rahasia bank.

c. Kewajiban Merahasiakan bagi Mantan Pegawai Bank

Seorang pegawai bank tidak selamanya menjadi pegawai pada bank bersangkutan. Yang bersangkutan a) akan menjalani masa pensiun bila waktunya tiba, b) berhenti akan kemauan sendiri, dan c) diberhentikan oleh bank yang mempekerjakannya. Dalam hal seseorang telah menjadi mantan pegawai bank, apakah ia harus memegang teguh rahasia bank sebagaimana ketika ia masih aktif bekerja sebagai pegawai bank?

UU Perbankan Indonesia belum mengatur tentang kewajiban merahasiakan bagi mantan pegawai bank. Oleh karena, di satu sisi rahasia bank perlu diatur, sedangkan di sisi lain, ketentuan rahasia bank belum mencakup mantan pegawai bank, maka seyogyanya perubahan dalam hal ini perlu dilakukan. UU Perbankan harus mengatur bahwa kerahasiaan bank juga wajib dipegang teguh oleh mantan pegawai bank untuk suatu jangka waktu tertentu (mis. untuk jangka waktu sepuluh tahun) sejak ia tidak lagi bekerja pada bank bersangkutan.

d. Kewajiban Merahasiakan bagi Bank Terhadap Mantan Nasabahnya

Dalam praktek perbankan sehari-hari, seorang nasabah dapat berganti atau berpindah dari bank yang satu ke bank yang lain, atau menjadi nasabah pada beberapa bank pada waktu yang bersamaan. Berhadapan dengan fakta seperti ini, apakah bank masih terikat kewajiban merahasiakan dalam hal seorang nasabah tidak lagi menjadi nasabah pada bank tersebut? Persoalan ini ternyata tidak diatur di dalam UU Perbankan. Dengan demikian, seyogyanya perlu diatur di dalam UU Perbankan bahwa bank masih terikat kewajiban merahasiakan keterangan mantan nasabahnya selama kurun waktu tertentu (mis. lima tahun).e. Kewajiban Merahasiakan bagi Bank yang Telah Dicabut izin Usahanya

Menurut pasal 37 ayat 2 Undang-undang Perbankan, Bank Indonesia berwenang mencabut izin usaha suatu bank. Dalam hal izin usaha suatu bank telah dicabut oleh BI, apakah pegawai bank tersebut masih terikat dengan ketentuan rahasia bank? Persoalan ini berhubungan dengan persepsi yuridis, yaitu apakah suatu bank yang telah dicabut izin usahanya oleh BI, secara yuridis masih dikategorikan sebagai bank atau tidak. Jika bank yang telah dicabut izin usahanya tersebut secara yuridis masih dikategorikan sebagai bank, maka ketentuan rahasia bank masih berlaku bagi bank tersebut; jika secara yuridis tidak dikategorikan sebagai bank, maka ketentuan rahasia bank tidak berlaku atasnya. Supaya tidak masuk ke dalam perdebatan hukum yang lebih jauh, maka sudah seharusnya hal ini diatur secara tegas di dalam Undang-undang Perbankan.

Permasalahan hukum yang hampir sama terjadi juga pada bank dalam likuidasi. Likuidasi suatu bank dapat terjadi karena dua hal, a) karena masa berlakunya perusahaan telah berakhir (sebagaimana diatur di dalam anggaran dasar perusahaan tersebut), b) karena diputus pailit oleh pengadilan. Bagi bank yang diputus pailit, padahal izin usahanya tidak dicabut oleh BI, ketentuan rahasia bank masih berlaku atasnya. Namun jika suatu bank dibubarkan oleh para pemegang sahamnya melalui sebuah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), kententuan rahasia bank masih berlaku selama proses likuidasinya belum selesai. Demi kepastian hukum, UU Perbankan harus secara tegas mengatur tentang permasalahan ini.2.6. Ketentuan Pengecualian Rahasia Bank dan Permasalahannya

2.6.1 Tujuh Ketentuan Pengecualian Menurut Undang-undang Perbankan

UU Perbankan Indonesia mengatur tentang 7 (tujuh) hal yang dapat mengecualikan ketentuan rahasia bank. Tujuh pengecualian tersebut diatur di dalam pasal 41, pasal 41A, pasal 42, pasal 43, pasal 44, dan pasal 44A, yaitu:

a.Untuk kepentingan perpajakan dapat diberikan pengecualian kepada pejabat pajak berdasarkan perintah pimpinan Bank Indonesia dan Menteri Keuangan (pasal 41).

b.Untuk urusan penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara dapat diberikan pengecualian kepada pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara atas izin pimpinan Bank Indonesia (pasal 41A).

c.Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana, dapat diberikan pengecualian kepada polisi, jaksa, dan hakim atas izin pimpinan Bank Indonesia (pasal 43).

d. Untuk perkara perdata antara bank dengan nasabahnya dapat diberikan pengecualian tanpa harus memperoleh izin dari pimpinan Bank Indonesia (pasal 43).

e. Dalam rangka tukar menukar informasi di antara bank kepada bank lain dapat diberikan pengecualian tanpa harus memperoleh izin dari pimpinan Bank Indonesia (pasal 44).

f. Atas persetujuan, permintaan atau kuasa dari nasabah penyimpan secara tertulis dapat diberikan pengecualian tanpa harus memperoleh izin pimpinan Bank Indonesia (pasal 44A ayat 1).

g. Ahli waris yang sah dari nasabah penyimpan dalam hal nasabah penyimpan telah meninggal dunia (pasal 44A ayat 2).

Ketentuan-ketentuan pengecualian sebagaimana diuraikan di atas merupakan ketentuan-ketentuan yang sangat limitatif. Berpatok pada ketentuan ini, maka jelaslah bahwa anggota Pansus Angket Bank Century (sebagaimana diuraikan pada bagian terdahulu) tidak dapat memperoleh data tentang beberapa mantan nasabah Bank Century sebagaimana yang diharapkannya. Tidak hanya itu, lembaga-lembaga negara lainnya yang menjalankan tugasnya demi kepentingan umum (kecuali lembaga-lembaga yang telah dikecualikan), sejauh ia membutuhkan keterangan tentang nasabah penyimpan dan simpanannya pada suatu bank, tidak dapat memperoleh data yang diharapkan dengan dalil apa pun.

2.6.2. Rahasia Bank dalam Perkara Perdata antara Bank dan Pihak Ketiga Bukan Nasabah yang Menyangkut Simpanan NasabahDalam sejumlah kasus, sebuah bank tidak hanya bersengketa dengan nasabahnya, tetapi juga bersengketa dengan pihak ketiga yang bukan nasabahnya. Kasus ini memuat dua kemungkinan: a) pihak ketiga menggugat nasabah bank sebagai tergugat I dan bank sebagai tergugat II, dan b) pihak ketiga telah menggugat nasabah bank dan memohon kepada pengadilan untuk melakukan sita jaminan, termasuk pemblokiran simpanan nasabah bank. Berhadapan dengan kasus pertama, isu hukumnya adalah bank tidak dapat membuka rahasia nasabahnya untuk membela dirinya terhadap pihak ketiga, sekalipun dengan izin pimpinan Bank Indonesia, karena UU Perbankan tidak mengaturnya. Satu-satunya jalan adalah dengan meminta izin dari nasabahnya, tetapi persoalan ini akan menjadi rumit manakala nasabah bank tidak mau memberikan izin yang dimohonkan. Sedangkan pada kasus kedua, bank tidak dapat mengabulkan permohonan peletakkan sita jaminan oleh juru sita pengadilan, karena dengan melakukan hal demikian maka bank telah melakukan pelanggaran terhadap ketentuan rahasia bank.

2.6.3. oRahasia Bank Terhadap Hakim dalam Perkara PidanaBAB III KESIMPULAN DAN SARAN3.1. KesimpulanHubungan hukum antar bank dengan para nasabahnya adalah hubungan kontraktual,begitu seorang nasabah menjalin hubungan dengan bank maka pada dasarnya terciptalah hubungan kontraktual anatara mereka,dimana hubungan hukum antar nasabah dengan bank terjadi setelah kedua belah pihak menandatangani perjanjian sesuai dengan Pasal 1320,Pasal 13320,1333 dan Pasal 1334 Kitab Undang Undang Hukum Perdata dan berkaitan dengan suatu yang halal dalam Pasal 1335,1334, dan 1337 Kitab Undang Undang Hukum Perdata Selain itu Penerapan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/6/PBI/2005 tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah ditujukan untuk melindungi nasabah dari penyimpangan penyimpangan yang ditimbulkan akibat kesalahan operasional bank. Penerapan kerahasiaan bank dilakukan untuk menjaga,menyakinkan dan menenangkan nasabah ketika ia menyerahkan keterangan pribadinya yang bersifat rahasia kepada bank yang mempunyai hubungan kontraktual tersebut. Sehingga nasabah bersedia menyimpan uangnya di bank, maka rahasia pribadi tentang penyimpan dan simpanannya harus dirahasiakan. Dengan berdasarkan ketentuan perundang undang yang berlaku.

Untuk melindungi nasabah pemerintah dalam hal ini Bank Indonesia sebagai bank pengawas menerbitkan peraturan peraturan yang berhubungan dengan prinsip mengenal nasabah (know your costomer princple) ini, guna melindungi nasabah dan juga bank dari tindak kejahatan perbankan dan mengantisipasi terjadinya transaksi mencurigakan yang berhubungan dengan tindak pidana pencucian uang ( Money Laundering ). Bahwa terdapat hubungan antara prinsip mengenal nasabah ( know your customer principle) dengan prinsip rahasia bank.Penyebab yang dominan mengenai munculnya kasus rahasia bank adalah kerena pengaturan rahasia yang masih kurang lengkap,sehingga kurang memberikan kepastian hukum bagi pihak pihak yang terkait. Ketidakpastian ini dapat menimbulkan inefisiensi terhadap ketentuan rahasia bank.

Dari aspek sanksi hukum terhadap pelanggaran prinsip rahasia bank sangat berat, hal ini dapat dilihat dari Undang Undang Nomor 10 Tahun 1998 khususnya dari Pasal 41,41 A dan Pasal 42 dimana hukuman bagi pelanggar prinsip rahasia bank ini bersifat Kumulatif (penjara dan denda) dan bukan hukuman denda. Kerahasian bank yang dianut di Indonesia adalah menganut teori relatif (relative theory), dimana teori ini membolehkan bahwa kerahasian bank dapat dibuka (diungkapkan) untuk kepentingan umum dan pribadi seperti : untuk kepentingan tukar menukar informasi antar bank serta untuk kepentingan warisan,untuk kepentingan piutang bank,untuk kepentingan peradilan pidana.3.2. SaranPerlu adanya pembahasan masalah rahasia bank karena adanya kecenderungan pemanfaatan ketentuan rahasia bank yang tidak diatur secara baik sehingga digunakan oleh pihak pihak tertentu untuk kepentingannya sehingga merugikan pihak lain. Selain itu juga kasus kasus pelanggaran terhadap rahasia bank ini cenderung diselesaikan secara perdata. Padahal pelnggaran terhadap kejahatan ini adalah perbuatan pidana.

Kedepan perlu dibuat suatu ketentuan yang baku setingkat undang undang mengenai rahasia bank sehingga dapat memberikan kepastian hukum tentang rahasia bank sehingga nasabah dan bank tidak dirugikan.

Daftar PustakaAsikin Zainal, Pokok pokok Hukum Perbankan di Indonesia, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada,1997

Djumhana Muhammad, Rahasia Bank Ketentuan Dan Penerapannya di Indonesia, Bandung : PT. Citra Aditya Bhakti,1996

Djumhana Muhammad,Asas asas Hukum Perbankan Indonesia, Bandung : PT. Citra Aditya Bhakti,2008

Husen Yunus,Rahasia Bank Privasi Versus kepentingan Umum, Bandung : Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia,2003

Hermansyah. (2011). Hukum Perbankan Nasional Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.Sutedi, Adrian. (2008). Hukum Perbankan: Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger, Likuidasi, dan Kepailitan. Jakarta: Sinar Grafika.http:// pikiran rakyat.com

http:// hukum online.com

http:// stadtaus.com

CACATAN KAKI LEWAT REFERENCE FOOTNOTE