MAKALAH TIFOID

43
Demam Tifoid Pada Anak BAB I PENDAHULUAN Penyakit Demam Tifoid (bahasa Inggris: Typhoid fever) yang biasa juga disebut typhus atau types dalam bahasa Indonesianya, merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica, khususnya turunannya yaitu Salmonella Typhi terutama menyerang bagian saluran pencernaan. Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang selalu ada di masyarakat (endemik) di Indonesia, mulai dari usia balita, anak-anak dan dewasa. Penyakit ini pertama kali muncul dalam wabah yang terjadi di Athena sampai Sparta Yunani pada tahun 430-424 SM. Sejarah yang tidak kalah menarik adalah tentang “Tifoid Marry” yang pada tahun 1907 menjadi seorang carier/ pembawa penyakit tifoid di Amerika, dimana setiap restoran tempat dia bekerja selalu terjadi epidemi tifoid. Di Indonesia, diperkirakan antara 800 - 100.000 orang terkena penyakit tifus atau demam tifoid sepanjang tahun. Demam ini terutama muncul di musim kemarau dan konon anak perempuan lebih sering terserang, peningkatan kasus saat ini terjadi pada usia dibawah 5 tahun. Insiden demam tifoid bervariasi di tiap daerah dan biasanya terkait dengan sanitasi lingkungan. Di daerah rural (Jawa Barat) didapatkan 157 kasus per 100.000 penduduk, 1 I PUTU SISTAWIDYAUTAMA S.KED DM FK UWKS 2011-2013

Transcript of MAKALAH TIFOID

Page 1: MAKALAH TIFOID

Demam Tifoid Pada Anak

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit Demam Tifoid (bahasa Inggris: Typhoid fever) yang biasa juga disebut

typhus atau types dalam bahasa Indonesianya, merupakan penyakit yang disebabkan oleh

bakteri Salmonella enterica, khususnya turunannya yaitu Salmonella Typhi terutama

menyerang bagian saluran pencernaan. Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang

selalu ada di masyarakat (endemik) di Indonesia, mulai dari usia balita, anak-anak dan

dewasa.

Penyakit ini pertama kali muncul dalam wabah yang terjadi di Athena sampai

Sparta Yunani pada tahun 430-424 SM. Sejarah yang tidak kalah menarik adalah tentang

“Tifoid Marry” yang pada tahun 1907 menjadi seorang carier/ pembawa penyakit tifoid

di Amerika, dimana setiap restoran tempat dia bekerja selalu terjadi epidemi tifoid.

Di Indonesia, diperkirakan antara 800 - 100.000 orang terkena penyakit tifus atau

demam tifoid sepanjang tahun. Demam ini terutama muncul di musim kemarau dan

konon anak perempuan lebih sering terserang, peningkatan kasus saat ini terjadi pada usia

dibawah 5 tahun.

Insiden demam tifoid bervariasi di tiap daerah dan biasanya terkait dengan

sanitasi lingkungan. Di daerah rural (Jawa Barat) didapatkan 157 kasus per 100.000

penduduk, sedangkan di daerah urban ditemukan 760-810 kasus per 100.000 penduduk.

Perbedaan insiden di perkotaan berhubungan erat dengan penyediaan air bersih yang

belum memadai serta sanitasi lingkungan dengan salah satunya tempat pembuangan

sampah yang kurang memenuhi syarat kesehatan lingkungan.

Prevalensi kasus 91% demam tifoid terjadi pada usia 3-19 tahun, kejadian

meningkat setelah usia 5 tahun. Pada minggu pertama sakit, demam tifoid sangat sukar

dibedakan dengan penyakit demam lainnya sehingga untuk memastikan diagnosis

diperlukan pemeriksaan biakan kuman untuk konfirmasi. Demam yang terjadi biasanya

bertipe berkepanjangan (prolonged fever), yaitu demam yang berlangsung minimal lebih

dari 5 hari dengan pola yang biasanya khas/klasik yaitu demam yang rendah dan perlahan

1I PUTU SISTAWIDYAUTAMA S.KED

DM FK UWKS 2011-2013

Page 2: MAKALAH TIFOID

Demam Tifoid Pada Anak

lahan lalu meningkat dari hari ke hari hingga cenderung konstan tinggi. Namun pola

demam yang seperti itu sudah jarang ditemui karena pengaruh pemakaian antibiotik

dalam pengobatan pribadi.

Bakteri penyebab demam tifoid adalah Salmonella typhii bersama turunan lainnya

Salmonella paratyphii A dan parathypii B kedua kuman ini dapat mencemari makanan

dan minuman penderita karena paling sering ditemukan di tinja atau air kemih penderita.

Sanitasi yang kurang adalah penyebab utama seperti pencucian tangan yang kurang

bersih, makanan atau minuman yang tercemar vektor pembawa penyakit seperti lalat

sehingga memudahkan penularan penyakit melalui media fecal-oral.

Pada anak- anak demam tifoid cukup sering ditemui, salah satu penyebabnya

selain sanitasi adalah system kekebalan atau imunitas yang belum berkembang dengan

baik. Komplikasi atau penyulit pun tidak jarang terjadi seperti gangguan SSP (delirium

sampai gangguan kesadaran) dan perforasi usus yang menyebabkan peritonitis.

Sedangkan pada bayi relative jarang ditemukan karena masih mendapatkan perlindungan

dari ASI yang mengandung IgA sekretorik yang memberikan proteksi local khususnya

pada saluran cerna.

Seringkali keterlambatan diagnosis dan ketidakpahaman orang tua terhadap apa

yang dialami oleh anak menjadikan demam tifoid cukup serius untuk ditangani.

Penularan yang cukup mungkin terjadi adalah pada orang tua atau orang- orang serumah

yang kontak dengan penderita. Sangatlah mungkin dari penderita yang sifatnya tidak

memperlihatkan gejala tapi sesungguhnya membawa penyakit dalam tubuhnya (carier).

Pada tahun 1897, Almorth Edward Wright mengembangkan vaksin untuk

penyakit ini disusul pada tahun 1909 Frederik F. Russell, seorang dokter Angkatan Darat

AS yang mengembangkan vaksin ini untuk kemudian divaksinasikan guna mengeliminasi

epidemi tifus kala itu.

Saat ini telah berkembang imunisasi untuk demam tifoid ini yaitu Ty21a dan

ViCPS, namun masih dicari tingkat efektivitas dan keamanannya terutama bagi anak

anak.

2I PUTU SISTAWIDYAUTAMA S.KED

DM FK UWKS 2011-2013

Page 3: MAKALAH TIFOID

Demam Tifoid Pada Anak

BAB II

ISI

II.1 Definisi

Demam tifoid adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram negatif

Salmonella typhii. Disebut Tifoid karena pada awalnya penyakit ini memiliki

mnanifestasi yang hampir sama dengan Demam Tifus yang disebabkan oleh bakteri

Rickettsia oleh karena itu penyakit ini diberi akhiran “id” yang berarti mirip.

Di Indonesia sendiri penyakit ini lebih akrab dengan sebutan Tifus atau Tipes

karena kemiripannya dengan demam Tifus tersebut. Demam tifoid merupakan suatu

infeksi Fecal-Oral yang pada nantinya akan menyerang saluran Cerna khususnya usus

halus (jejunum dan ileum) dilanjutkan dengan masuknya ke dalam aliran darah

(bakteremia) yang akan menyebabkan gejala atau tanda yang khas tempat dimana kuman

melewati organ selama bakteremia tersebut.

II.2 Etiologi

Salmonella sp. adalah salah satu strain dari bakteri gram negative bentuk bacil

atau batang, tidak berspora, tidak berkapsul, bergerak dengan flagella peritrik, memiliki

ukuran 2-4 µm x 0,5 -0,8 µm. Kuman ini tumbuh dalam suasana aerob dan fakultatif

anaerob, mati dalam suhu 56oC dan pada keadaan kering. Di dalam air dapat bertahan

selama 4 minggu dan hidup subur dalam media yang mengandung garam empedu.

Memiliki 3 macam antigen yaitu antigen O (somatik berupa kompleks polisakarida),

antigen H (flagel) dan antigen Vi

Berdasarkan serotipenya kuman Salmonella dibedakan menjadi 4: Salmonella

typhi, Salmonella paratyphi A, Salmonella paratyphi B, dan Serotipe group D.

Salmonella typhi, Paratyphi A, dan Paratyphi B merupakan penyebab infeksi

utama pada manusia, bakteri ini selalu masuk melalui jalan oral, biasanya dengan

mengkontaminasi makanan dan minuman. Faktor- faktor lain yang mempengaruhi

kerentanan tubuh terhadap infeksi Salmonella sp. adalah keasaman lambung, flora normal

usus, dan ketahanan usus lokal.

3I PUTU SISTAWIDYAUTAMA S.KED

DM FK UWKS 2011-2013

Page 4: MAKALAH TIFOID

Demam Tifoid Pada Anak

II.3 Epidemologi

Demam tifoid dan paratifoid merupakan salah satu penyakit infeksi endemic di

Asia, Afrika, Amerika Latin, kep. Karibia, dan Oceania, termasuk Indonesia. Penyakit ini

tergolong menular yang dapat menyerang banyak orang melalui makanan dan minuman

yang terkontaminasi.

Insiden demam tifoid di seluruh dunia menurut data pada tahun 2002 sekitar 16

juta per tahun, 600.000 diantaranya berakhir dengan kematian. Di Indonesia prevalensi

91% kasus demam tifoid terjadi pada umur 3-19 tahun dengan kejadian yang meningkat

setelah usia 5 tahun.

Ada dua sumber penularan penyakit ini yaitu pasien yang menderita demam tifoid

dan yang lebih sering adalah dari carier yaitu orang yang sudah sembuh dari demam

tifoid tapi masih mengekskresikan S. typhii dalam tinja selama lebih dari setahun.

4I PUTU SISTAWIDYAUTAMA S.KED

DM FK UWKS 2011-2013

Page 5: MAKALAH TIFOID

Demam Tifoid Pada Anak

Salmonella typhi dapat hidup di dalam tubuh manusia (manusia sebagai natural

reservoir). Manusia yang terinfeksi Salmonella typhi dapat mengekskresikannya melalui

secret saluran nafas, urin, tinja dalam jangka waktu yang sangat bervariasi. Salmonella

typhi yang berada di luar tubuh manusia dapat hidup untuk beberapa minggu apabila

berada di dalam air, es, debu, atau kotoran yang kering maupun pada pakaian. Mudah

mati pada klorisasi dan pasteurinisasi (temp 63oC).

Terjadinya penularan Salmonella typhi sebagian besar melalui makanan/minuman

yang tercemar oleh kuman yang berasal dari penderita atau pembawa kuman (carier),

biasanya keluar bersama- sama dengan tinja (rute fecal-oral).

Dapat juga terjadi transmisi transprasental dari seorang ibu hamil yang berada

dalam bakteremia kepada bayinya. Pernah dilaporkan pula transmisi oro-fekal dari

seorang ibu pembawa kuman pada saat proses kelahirannya kepada bayinya dan sumber

kuman berasal dari laboratorium penelitian.

5I PUTU SISTAWIDYAUTAMA S.KED

DM FK UWKS 2011-2013

Page 6: MAKALAH TIFOID

Demam Tifoid Pada Anak

II.4 Patofisiologi

Patogenesis demam tifoid melibatkan 4 proses kompleks yang mengikuti ingesti

organism, yaitu: 1) penempelan dan invasi sel- sel pada Peyer Patch, 2) bakteri bertahan

hidup dan bermultiplikasi dalam makrofag Peyer Patch, nodus limfatikus mesenterica,

dan organ- organ extra intestinal sistem retikuloendotelial 3) bakteri bertahan hidup di

dalam aliran darah, 4) produksi enterotoksin yang meningkatkan kadar cAMP di dalam

kripta usus dan meningkatkan permeabilitas membrane usus sehingga menyebabkan

keluarnya elektrolit dan air ke dalam lumen intestinal

Masuknya kuman Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi ke dalam tubuh

manusia terjadi melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman

dimusnahkan dalam lambung karena suasana asam di lambung (pH < 2) banyak yang

mati namun sebagian lolos masuk ke dalam usus dan berkembang biak dalam peyer patch

dalam usus. Untuk diketahui, jumlah kuman yang masuk dan dapat menyebabkan infeksi

minimal berjumlah 105 dan jumlah bisa saja meningkat bila keadaan lokal pada lambung

yang menurun seperti aklorhidria, post gastrektomi, penggunaan obat- obatan seperti

antasida, H2-bloker, dan Proton Pump Inhibitor.

Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus tepatnya di jejnum dan

ileum. Bila respon imunitas humoral mukosa usus (IgA) kurang baik maka kuman akan

menembus sel- sel epitel (sel-M merupakan selnepitel khusus yang yang melapisi Peyer

Patch, merupakan port de entry dari kuman ini) dan selanjutnya ke lamina propria. Di

lamina propria kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel- sel fagosit terutama

makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya

dibawa ke peyer patch di ileum distal dan kemudian kelenjar getah bening mesenterika.

Selanjutnya melalui ductus thoracicus, kuman yang terdapat dalam makrofag ini

masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakteremia pertama yang sifatnya

asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ Retikuloendotelial tubuh terutama hati dan

Limpa. Di organ- organ RES ini kuman meninggalkan sel- sel fagosit dan kemudian

berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya kembali masuk ke

sirkulasi sistemik yang mengakibatkan bakteremia kedua dengan disertai tanda- tanda

dan gejala infeksi sistemik.

6I PUTU SISTAWIDYAUTAMA S.KED

DM FK UWKS 2011-2013

Page 7: MAKALAH TIFOID

Demam Tifoid Pada Anak

Di dalam hepar, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak, dan

bersama cairan empedu diekskresikan secara “intermitten” ke dalam lumen usus.

Sebagian kuman dikeluarkan bersama feses dan sebagian masuk lagi ke dalam sirkulasi

setelah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali, berhubung makrofag telah

teraktivasi dan hiperaktif maka pada saat fagositosis kuman Salmonella terjadi beberapa

pelepasan mediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi

sistemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, diare diselingi

konstipasi, sampai gangguan mental dalam hal ini adalah delirium. Pada anak- anak

gangguan mental ini biasanya terjadi sewaktu tidur berupa mengigau yang terjadi dalam 3

hari berturut- turut.

Dalam Peyer Patch makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasi jaringan

(S. typhi intra makrofag menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe lambat, hyperplasia

jaringan dan nekrosis organ). Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi

pembuluh darah sekitar peyer patch yang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasi

akibat akumulasi sel- sel mononuclear di dinding usus.

Proses patologis jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke lapisan otot,

serosa usus, dan dapat mengakibatkan perforasi. Endotoxin dapat menempel di reseptor

sel endotel kapiler dengan akibat timbulnya komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik,

kardiovaskuler, respirasi, dan gangguan organ lainnya.

Peran endotoksin dalam pathogenesis demam tifoid tidak jelas, hal tersebut

terbukti dengan tidak terdeteksinya endotoksin dalam sirkulasi penderita melalui

pemeriksaan limulus. Diduga endotoksin dari salmonella typhi ini menstimulasi

makrofag di dalam hepar, lien, folikel usus halus dan kelenjar limfe mesenterika untuk

memproduksi sitokin dan zat- zat lain. Produk dari makrofag inilah yang dapat

menimbulkan kelainan anatomis seperti nekrosis sel, sistem vaskuler, yang tidak stabiil,

demam, depresi sumsum tulang, kelainan pada darah dan juga menstimulasi sistem

imunologis.

7I PUTU SISTAWIDYAUTAMA S.KED

DM FK UWKS 2011-2013

Page 8: MAKALAH TIFOID

Demam Tifoid Pada Anak

Bagan patomekanisme Infeksi Salmonella typhi :

8I PUTU SISTAWIDYAUTAMA S.KED

DM FK UWKS 2011-2013

Page 9: MAKALAH TIFOID

Demam Tifoid Pada Anak

II.5 Gejala Klinis

Keluhan dan gejala Demam Tifoid umumnya tidak khas, dan bervariasi dari gejala

yang menyerupai flu ringan sampai sakit berat dan fatal yang mengenai banyak sistem

organ. Secara klinis gambaran penyakit demam tifoid berupa demam berkepanjangan,

gangguan gastrointestinal dan keluhan susunan saraf pusat.

Masa tunas demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari. Demam lebih dari 7 hari,

biasanya mulai dengan subfebris yang makin hari makin meninggi, sehingga pada

minggu ke 2 panas tinggi terus menerus terutama pada malam hari. Demam yang terjadi

biasanya khas tinggi pada sore hingga malam hari dapat mencapai 39-40oC dan

cenderung turun menjelang pagi. Dalam minggu kedua, penderita terus berada dalam

keadaan demam. Pada minggu ketiga suhu badan berangsur- angsur turun dan normal

pada akhir minggu ketiga. Perlu diperhatikan bahwa tidak selalu ada bentuk demam yang

khas seperti di atas pada demam tifoid. Tipe deman menjadi tidak beraturan, mungkin

karena intervensi pengobatan (penggunaan antipiretik atau antibiotic lebih awal) atau

komplikasi yang terjadi lebih awal. Pada khususnya anak balita, demam tinggi dapat

menyebabkan kejang.

Mekanisme demam sendiri tidak jauh berbeda dengan mekanisme demam akibat

infeksi pada umumnya. Dimana Bakteri Salmonella typhi yang memproduksi endotoksin

merupakan pirogen eksogen selain mediator- mediator radang yang disekresi oleh sel- sel

mukosa usus yang mengalami infeksi (IL-1, IL-6, TNF-alfa, & IFN-6) yang merupakan

pirogen endogen. Kedua pirogen ini akan mengaktivasi pelepasan Fosfolipase A2 pada

membran sel yang mana akan mengaktivasi asam arakidonat yang melalui jalur

siklooksigenase memproduksi Prostaglandin E2 (PGE2). Prostaglandin E2 bersama

dengan AMP siklik yang diaktivasinya akan mengubah seting termostat yang terdapat di

hipothalamus sehingga terjadilah demam.

Gejala sistem gastrointestinal dapat berupa obstipasi, diare, mual, muntah, perut

kembung, lidah kotor, sampai hepato-splenomegali. Gastrointestinal problem biasanya

dipengaruhi oleh peredaran bakteri atau endotoksinnya pada sirkulasi. Dari cavum oris

didapatkan lidah kotor yaitu ditutupi selaput putih dengan tepi yang kemerehan

kadangkala waktu lidah dijulurkan lidah akan tremor kesemua tanda pada lidah ini

disebut dengan Tifoid Tongue. Meskipun jarang ditemukan pada anak- anak tapi cukup

9I PUTU SISTAWIDYAUTAMA S.KED

DM FK UWKS 2011-2013

Page 10: MAKALAH TIFOID

Demam Tifoid Pada Anak

berarti diagnostik. Gejala- gejala lain yang tidak spesifik seperti mual, anoreksia. Karena

bakteri menempel pada mukosa usus dan berkembang biak dalam Peyer patch di

dalamnya maka tidak jarang akan muncul gejala- gejala seperti diare atau kadang

diselingi konstipasi. Diare merupakan respon terhadap adanya bakteri dalam lumen usus

yang perlu untuk secepatnya dikeluarkan, namun diare pada demam tifoid tidak sampai

menyebabkan dehidrasi, pun begitu dengan konstipasi yang mungkin baru dialami setelah

mengalami diare beberapa kali. Penderita anak- anak lebih sering mengalami diare

daripada konstipasi dewasa sebaliknya, hal itulah yang kadang- kadang membuat sering

miss diagnosis ketika penderita datang berobat.

Kuman yang mengalami perjalanan dalam sirkulasi (bekteremia) juga

menimbulkan gejala pada organ Retikulo Endotelial System salah satunya Hepar dan

Lien. Hepato- splenomegali terjadi akibat dari replikasi kuman dalam sel- sel fagosit atau

sinusoid. Replikasi dalam hepar dan lien ini tentunya akan menyebabkan respon

inflamasi lokal yang melibatkan mediator radang seperti InterLeukin (IL-1, IL-6),

Prostaglandin (PGE-2) dimana menyebabkan permeabilitas kapiler akan meningkat

sehingga terjadi oedema. Pembesaran pada hepar-lien ini umumnya tidak selalu nyeri

tekan dan hanya berlangsung singkat (terutama terjadi waktu bakteremia sekunder).

Penanda ini cukup spesifik dalam membantu diagnostik.

Gangguan Sistem Saraf terjadi bila ada toksin yang menembus Blood Brain

Barier, pada anak gangguan sistem saraf akibat tifoid ini lebih sering bersifat Sindrom

Otak Organik yang berarti kelainan extra cranial mengakibatkan gangguan kesadaran

seperti Delirium, gelisah, somnolen, supor hingga koma. Pada anak- anak tanda- tanda ini

sering muncul waktu mereka tidur dengan manifestasi khas “mengigau atau nglindur”

yang terjadi selama periode demam tifoid tersebut. Gangguan otak organik ini biasanya

lebih berat ditemukan pada demam tifoid pada keadaan lanjut yang sudah mengalami

komplikasi. Pada keadaan ini biasanya gangguan kesadaran tidak lagi ditemukan hanya

sewaktu tidur saja melainkan bisa timbul sewaktu- waktu.

Pada ekstremitas, punggung, atau perut mungkin didapatkan floresensi kulit

berupa ruam makulo papular kemerahan dengan ukuran 1-5 mm yang mirip dengan

ptechiae disebut dengan Roseola/ Rose Spot. Penyebab roseola ini karena emboli basil

dalam kapiler kulit terkumpul di bawah permukaan kulit sehingga menyerupai bentuk

bunga roseola. Ruam ini muncul paa hari ke 7-10 dan beratahn selama 2-3 hari. Namun

10I PUTU SISTAWIDYAUTAMA S.KED

DM FK UWKS 2011-2013

Page 11: MAKALAH TIFOID

Demam Tifoid Pada Anak

menurut IDAI penyakit tropik infeksi ruam/rose spot ini hampir tidak pernah dilaporkan

pada kasus anak di Indonesia.

Bradikardi Relatif, adalah tanda lain yang mungkin ditemukan pada infeksi tifoid.

Pada umumnya tiap kenaikan suhu 1oC akan diikuti oleh peningkatan denyut nadi sampai

10x tiap menitnya. Namun pada demam tifoid peningkatan suhu tubuh tidak diikuti oleh

peningkatan denyut nadi sehingga dikatakan Bradikardi yang relatif pada demam.

Bradikardi relatif ini juga cenderung jarang terjadi pada anak.

11I PUTU SISTAWIDYAUTAMA S.KED

DM FK UWKS 2011-2013

Page 12: MAKALAH TIFOID

Demam Tifoid Pada Anak

12I PUTU SISTAWIDYAUTAMA S.KED

DM FK UWKS 2011-2013

Mukosa Usus yang terinfeksi akan

menstimulasi datangnya sel- sel

fagosit (Netrofil dan makrofag)

Sel-sel yang mengalami cedera, netrofil,

dan makrofag sekresi mediator

peradangan: IL-1, IL-6, TNF-alfa, & IFN-6

(Pirogen Endogen)

Bakteri memproduksi

Endotoksin (Pirogen

Eksogen)

Aktivasi Fosfolipase A2 pada

membran fosfolipid

Aktivasi Asam

Arakidonat

Asam Arakidonat melalui jalur

siklooksigenase membuat

Prostaglandin E2 (PGE2)

Masuk Pembuluh darah

(Bakteremia Primer)

Mencapai organ Retikulo Endothelial

System (Hepar, Splen) = Bakteremia

Sekunder

Bakteri, toksin atau faktor virulensi lainnya

menyebabkan proliferasi sel-sel organ

Pembesaran organ

HepatomegaliSplenomegali

Makanan yang

terkontaminasi

Salmonell typhii

Masuk Saluran Cerna dalam

jumlah minimal 105-109 untuk

menimbulkan infeksi

Masuk ke dalam usus

halus melalui

mikrovilliMencapai “Plak Peyer”

Aktivasi AMP siklik

DEMA

M

Mengubah setting termostat

di hipothalamus

Suhu tubuh diatur

agar lebih tinggi

Page 13: MAKALAH TIFOID

Demam Tifoid Pada Anak

II.6 Diagnosis

II.6.a Anamnesis

Diagnosis cukup ditegakkan dengan gejala klinis yaitu anamnesis dan

pemeriksaan fisik. Karena pemeriksaan kuman melalui metode kultur

memerlukan waktu yang lebih lama untuk mendapatkan hasil pasti Salmonella

typhi.

Anamnesis yang perlu dievaluasi untuk mengarahkan kecurigaan terhadap

demam tifoid:

- Demam, onset (hitung lama demam dari awal sakit sampai dibawa ke pusat

pengobatan), tipe demam (demam terutama pada malam hari dan turun

menjelang pagi hari), menggigil atau tidak, keringat dingin, sejak kapan

mulai demam tinggi terus tanpa suhu turun, disertai kejang atau tidak

- Gejala gastrointestinal, Diare (sejak kapan, frekuensi, ampas +/-, konsistensi,

volume tiap diare, warna, darah, lender), konstipasi (sejak kapan mulai tidak

BAB), mual atau muntah, anoreksia, malaise, perut kembung

- Gejala SSP, apakah anak sempat mengalami tidak sadar? Atau hanya sebatas

ngelindur atau mengigau saja waktu tidur.

- Riwayat Penyakit dahulu ditanyakan untuk mencari tahu apakah pernah sakit

seperti ini, karena demam tifoid adalah infeksi yang sangat mungkin

menjadikan penderitanya sebagai carier atau pembawa meskipun tidak

menunjukkan gejala

- Riwayat Terapi, bila sudah mendapatkan terapi baik hanya antipiretik dan

atau antibiotika klinis penyakit kemungkinan sangat mungkin sudah

mengalami perubahan

- Riwayat kehidupan sosial adalah yang tidak boleh dilupakan mengingat

salah satu faktor resiko terjadinya penyakit adalah lingkungan yang padat

dan sanitasi perorangan yang kurang baik.

13I PUTU SISTAWIDYAUTAMA S.KED

DM FK UWKS 2011-2013

Page 14: MAKALAH TIFOID

Demam Tifoid Pada Anak

- Riwayat makanan penderita perlu dicari kebiasaan makan atau minum

sembarangan atau di tempat yang kurang sehat dan mudah dihinggapi lalat

dan vektor penyakit yang lain. Riwayat pemberian ASI juga perlu diketahui

karena pentingnya ASI dalam pembentukan IgA yang berperan dalam

imunologi lokal dalam saluran cerna. Anak yang minum susu formula sejak

kecil tentunya memiliki saluran cerna yang kurang diproteksi dengan baik

oleh Imunoglobulin.

- Riwayat Imunisasi. Selain imunisasi wajib pemerintah juga telah ditemukan

vaksin untuk penyakit ini. Bila setelah diimunisasi pasien tetap terinfeksi

Tifoid sangat mungkin titer antibodi yang dibentuk oleh vaksinasi

sebelumnya tidak cukup kuat untuk mengantisipasi infeksi berikutnya. Atau

terdapat kegagalan dalam vaksinasi yang dipengaruhi banyak faktor.

II.6.b Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik penderita sangat tergantung pada keadaan pasien yang

bervariasi menurut sudah sampai dimana perjalanan penyakitnya.

Keadaan Umum anak biasanya tampak lemah atau lebih rewel dari

biasanya. Pada keadaan yang sudah terjadi komplikasi sangat mungkin keadaan

menjadi toksik, salah satunya adalah penurunan kesadaran mulai dari delirium,

stupor hingga koma.

Pada pemeriksaan kepala dan leher observasi tanda- tanda dehidrasi yang

mungkin terjadi akibat diare sebagai suatu symptom yang dapat terjadi pada

infeksi demam tifoid. Tanda- tanda dehidrasi dapat dinilai dari mata cowong dan

bibir kering dengan rasa haus yang meningkat. Pemeriksaan intra oral evaluasi

lidah apakah didapatkan Tifoid Tongue dengan pinggir yang hiperemi sampai

tremor.

Pemeriksaan Thorax pada umumnya jarang didapatkan kelainan, kecuali

pada demam tifoid yang sangat berat dengan komplikasi extraintestinal pada

cavum pleura yang menyebabkan pleuritis, namun sangat jaarang terjadi pada

anak- anak.

14I PUTU SISTAWIDYAUTAMA S.KED

DM FK UWKS 2011-2013

Page 15: MAKALAH TIFOID

Demam Tifoid Pada Anak

Pemeriksaan Abdomen adalah yang paling penting dari pemeriksaan fisik

pada demam tifoid. Meteorismus dapat terjadi karena pengaruh kuman

Salmonella typhi pada intestinal atau akibat pengaruh diare yang diselingi

konstipasi. Bising usus biasanya meningkat baik pada saat diare maupun saat

konstipasi. Palpasi organ kemungkinan didapatkan hepato-splenomegali ringan

permukaan rata dengan nyeri tekan minimal.

Pada extremitas, thorax, abdomen, atau punggung biasanya didapatkan

rose spot atau Roseola, yaitu ruam makulopapular kemerahan dengan diameter

1-5 mm. Namun sangat jarang terjadi pada anak- anak

II.6.c Pemeriksaan Penunjang

Darah Lengkap, pada darah lengkap infeksi bakteri akan menunjukkan

leukositosis dengan hitung jenis yang cenderung ke kiri (Diff. count shift to the

Left). Namun untuk tifoid leukosit cenderung normal atau bahkan sampai

leukopenia. Penyebab dari leukopenia ini belum diketahui secara jelas, tetapi

diyakini akibat replikasi kuman di dalam Peyer Patch yang merupakan

makrofag jaringan usus sehingga tidak mampu dideteksi oleh polimorfonuklear

leukosit granul seperti Netrofil stab ataupun segmen. Makrofag jaringan

merupakan Limfosit sehingga tidak jarang terjadi Limfositosis relatif, karena

makrofag meningkat sedangkan lekosit PMN normal sampai menurun, hitung

jenis bisa jadi Shift to Right. Namun tidak jarang ditemukan leukosit yang

meningkat (leukositosis) bisa primer ataupun sekunder. Primer dari penyakit

demam tifoid itu sendiri, sedangkan sekunder bisa terjadi akibat infeksi

tumpangan. Pada keadaan Demam Tifoid yang sudah terjadi komplikasi berupa

perdarahan usus sangat mungkin didapatkan anemia dengan tipe Hipokromik

Mikrositik.

Uji Widal, uji widal dilakukan untuk deteksi antibodi terhadap kuman

Salmonella typhi. Pada uji widal terjadi suatu reaksi aglutinasi antara antigen

kuman Salmonella typhi dengan antibody penderita yang disebut agglutinin.

Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspense bakteri Salmonella

yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Maksud uji widal adalah

untuk menentukan adanya agglutinin/antibodi dalam serum penderita

15I PUTU SISTAWIDYAUTAMA S.KED

DM FK UWKS 2011-2013

Page 16: MAKALAH TIFOID

Demam Tifoid Pada Anak

tersangka demam tifoid yaitu: antigen O (dari tubuh kuman itu sendiri), antigen

H (dari flagella kuman), antigen Vi (simpai kuman) dan antigen Paratyphi A

dan B (antigen dari Salmonella Paratyphi A dan B)

oUji Widal menggunakan cara klasik dengan menggunakan tabung (Tube

Aglutination Test), dengan rincian sebagai berikut:

Tabung I II III IV V

Larutan

garam

fisiologis

(ml)

0,9 0,5 0,5 0,5 0,5

Serum

pasien (ml)

0,1 0,5 0,5 0,5 0,5

Suspensi

antigen (ml)

0,5 0,5 0,5 0,5 0,5

Titer

antibodi

1/10 1/20 1/40 1/80 1/160

oDengan keterangan sebagai berikut: Tabung I = solut : 0,1 ml serum

pasien, solven: 0,9 larutan garam fisiologis -> 0,1 dibagi 0,9 + 0,1 =

0,1/0,1 = 1/10. Tabung II = 0,5 ml campuran larutan garam fisiologis dan

serum pasien tabung I (1/10) + 0,5 ml larutan garam fisiologis tabung II =

1/20

Titer 1/10 mengandung arti dalam 1 ml serum terdapat 10 unit antibodi

Cara menentukan titer antibodi sebagai berikut:

Tabung I II III IV V

Titer 1/10 1/20 1/40 1/80 1/160

Deretan + + - - -

16I PUTU SISTAWIDYAUTAMA S.KED

DM FK UWKS 2011-2013

Page 17: MAKALAH TIFOID

Demam Tifoid Pada Anak

Tabung + + + - -

+ + + + +

oKeterangan: tanda (+) berarti terjadi aglutinat yaitu terjadi reaksi antigen

antibodi dan yang digunakan adalah tabung aglutinat terakhir (titer 1/160)

oUji widal dianggap positif apabila didapatkan titer 1/200 atau terjadi

peningkatan sebanyak 4x

Dari keempat agglutinin tersebut hanya agglutinin O dan H yang digunakan

untuk diagnosis demam tifoid. Semakin tinggi titernya semakin besar

kemungkinan terinfeksi kuman ini.

Pembentukan antibodi mulai terjadi pada akhir minggu pertama demam atau

awal minggu kedua, kemudian meningkat secara cepat dan mencapai puncak

pada minggu keempat dan tetap tinggi selama beberapa minggu. Pada fase akut

mula- mula timbul agglutinin O, kemudian diikuti oleh agglutinin H. pada

penderita yang sudah sembuh agglutinin O masih tetap dijumpai setelah 4-6

bulan, sedangkan agglutinin H dapat menetap 9-12 bulan. Oleh karena itu uji

Widal bukan untuk menentukan kesembuhan penyakit.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi uji Widal yaitu: 1) pengobatan dini

dengan antibiotik, 2) gangguan pembentukan antibody/ immunocompromissed,

3) pemberian kortikosteroid, 4) waktu pengambilan darah, 5) riwayat vaksinasi,

6) Reaksi amnestik, yaitu peningkatan titer antibodi pada non infeksi tifoid atau

infeksi tifoid pada masa lalu, 7) faktor teknik pemeriksaan antara

laboratorium,akibat aglutinasi silang dan strain salmonella yang digunakan

untuk suspense antigen. Tromnositopeni juga sangat mungkin terjadi bila

terjadi penekanan sumsum tulang akibat bakteremia kuman.

Kultur, hasil biakan darah yang positif memastikan demam tifoid, akan tetapi

hasil negatif tidak menyingkirkan demam tifoid, karena mungkin disebabkan

beberapa hal sebagai berikut: 1) telah mendapat terapi antibiotik. Bila pasien

sebelum dilakukan kultur darah telah mendapat antibiotik, pertumbuhan kuman

dalam media biakan terhambat dan hasil mungkin negatif, 2) volume darah

17I PUTU SISTAWIDYAUTAMA S.KED

DM FK UWKS 2011-2013

Page 18: MAKALAH TIFOID

Demam Tifoid Pada Anak

yang kurang (< 5cc darah). Bila volume darah yang dibiakkan terlalu sedikit

hasil biakan kuman bisa negative. Darah yang diambil sebaiknya secara

bedsaide langsung dimasukkan ke media cair empedu (oxgall) untuk

pertumbuhan kuman. 3) riwayat vaksinasi. Vaksinasi di masa lalu dapat

menimbulkan antibodi dalam darah pasien. Antibodi in dapat menekan

bakteremia hingga biakan darah dapat negatif, 4) saat pengambilan darah yang

kurang tepat pada waktu antibodi meningkat (minggu pertama).

Oleh karena itu untuk pengambilan spesimen yang akan dikultur sebaiknya

diambil waktu awal minggu kedua setelah sakit karena sensitifitasnya cukup

tinggi, dikarenakan kuman hampir pasti didapatkan diseluruh organ dan

jaringan tubuh.

Kultur kuman dapat diambil dari darah, urin, atau feses. Arti diagnostik yang

penting didapat dari gall kultur (kultur di media biakan garam empedu) karena

kemampuan hidup bakteri salmonella sangat tinggi di media ini. Spesimen lain

yang mengandung arti diagnostik penting adalah biopsi sumsum tulang yang

memiliki hasil positif hampir 90% kasus. Pada biakan feses yang perlu dicari

adalah Fecal Monocyte sebagai respon dari usus yang mengalami reaksi

dengan skuman salmonella yang bereplikasi di dalamnya. Biakan dari feses ini

khususnya bermanfaat bagi carier tifoid

Pemeriksaan Serologi (IgM dan IgG anti Salmonella), IgM anti salmonella

atau yang dikenal dengan TUBEXR tes adalah pemeriksaan diagnostic in vitro

semikuantitatif yang cepat dan mudah untuk mendeteksi infeksi Tifoid akut.

Pemeriksaan ini mendeteksi antibody IgM terhadap antigen Lipo Polisakarida

bakteri Salmonella typhi dengan sensitivitas dan spesifitas mencapai > 95%

dan > 91%.

Prinsip pemeriksaan dengan metode Inhibition Magnetic Binding

Immunoassay (IMBI). Antibodi IgM terhadap Lipopolisakarida bakteri

dideteksi melalui kemampuannya untuk menghambat reaksi antara kedua tipe

partikel reagen yaitu indikator mikrosfer latex yang disensitisasi dengan

antibodi monoclonal anti 09 (reagen warna biru) dan mikrosfer magnetic yang

disensitisasi dengan LPS Salmonella typhi (reagen warna coklat). Setelah

18I PUTU SISTAWIDYAUTAMA S.KED

DM FK UWKS 2011-2013

Page 19: MAKALAH TIFOID

Demam Tifoid Pada Anak

sedimentasi partikel dengan kekuatan magnetik, konsentrasi partikel indikator

yang tersisa dalam cairan menunjukkan daya inhibisi. Tingkat inhibisi yang

dihasilkan adalah setara dengan konsentrasi IgM Salmonella typhi dalam

sampel. Hasil dibaca secara visual dengan membandingkan warna akhir reaksi

terhadap skala warna.

Ada 4 interpretasi hasil :

Skala 2-3 adalah Negatif Borderline. Tidak menunjukkan infeksi

demam tifoid. Sebaiknya dilakukan pemeriksaan ulang 3-5 hari

kemudian.

Skala 4-5 adalah Positif. Menunjukkan infeksi demam tifoid

Skala > 6 adalah positif. Indikasi kuat infeksi demam tifoid

Penggunaan antigen 09 LPS memiliki sifat- sifat sebagai berikut:

Immunodominan yang kuat

Bersifat thymus independent tipe 1, imunogenik pada bayi (antigen Vi

dan H kurang imunogenik) dan merupakan mitogen yang sangat kuat

terhadap sel B.

Dapat menstimulasi sel limfosit B tanpa bantuan limfosit T sehingga

respon antibodi dapat terdeteksi lebih cepat.

Lipopolisakarida dapat menimbulkan respon antibodi yang kuat dan

cepat melalui aktivasi sel B via reseptor sel B dan reseptor yang lain.

Spesifitas yang tinggi (90%) dikarenakan antigen 09 yang jarang

ditemukan baik di alam maupun diantara mikroorganisme

Kelebihan pemeriksaan menggunakan IgM anti Salmonella:

Mendeteksi infeksi akut Salmonella

Muncul pada hari ke 3 demam

19I PUTU SISTAWIDYAUTAMA S.KED

DM FK UWKS 2011-2013

Page 20: MAKALAH TIFOID

Demam Tifoid Pada Anak

Sensifitas dan spesifitas yang tinggi terhadap kuman Salmonella

Sampel darah yang diperlukan relatif sedikit

Hasil dapat diperoleh lebih cepat

Pemeriksaan radiologi, bukan merupakan pemeriksaan wajib untuk

menegakkan diagnosa, tapi untuk evaluasi sudah terjadi komplikasi atau

belum:

Foto thorax, apabila saat perawatan didapatkan sesak, sangat mungkin

terjadi infeksi sekunder berupa pneumonia

Foto Polos abdomen (BOF), bila diduga sudah terjadi komplikasi

intestinal seperti perforasi usus. Gambaran yang tampak bisa distribusi

udara yang tidak merata, air fluid level, bayangan radiolusen di daerah

hepar, tanda- tanda udara bebas dalam cavum abdomen.

II.7 Diagnosa Banding

Pada stadium dini demam tifoid, beberapa penyakit kadang- kadang secara klinis

dapat menjadi diagnosis banding dari demam tifoid diantaranya influenza/common cold,

gastroenteritis akut, bronchitis atau bronkopneumonia bila didapatkan tanda- tanda sesak,

batuk dan demam. Pada demam tifoid yang berat sepsis, leukemia, limfoma dan penyakit

Hodgkin dapat sebagai diagnosis banding.

II.8 Penatalaksanaan

Prinsip utama dalam pengobatan demam tifoid adalah Istirahat dan perawatan,

diet dan terapi penunjang (simtomatik dan suportif), serta pemberian antibiotika. Pada

kasus tifoid yang berat hasus dirawat di rumah sakit agar pemenuhan cairan, eletrolit,

serta nutrisi disamping observasi kemungkinan penyulit.

a) Istirahat dan perawatan bertujuan untuk menghentikan dan mencegah

penyebaran kuman. Anak yang menderita demam tifoid sebaiknya tirah baring/ Bed

rest total dengan perawatan sepenuhnya di tempat seperti makan, minum, mandi,

buang air kecil, dan buang besar akan membantu dan mempercepat masa

penyembuhan. Dalam perawatan perlu sekali dijaga kebersihan tempat tidur, 20

I PUTU SISTAWIDYAUTAMA S.KEDDM FK UWKS 2011-2013

Page 21: MAKALAH TIFOID

Demam Tifoid Pada Anak

pakaian, dan perlengkapan yang dipakai. Posisi anak juga perlu diawasi untuk

mencegah dekubitus dan pneumonia ortostatik serta hygiene perorangan tetap perlu

diperhatikan dan dijaga.

b) Diet dan Terapi Penunjang (simtomatik dan suportif), bertujuan untuk

mengembalikan rasa nyaman dan kesehatan pasien secara optimal. Diet merupakan

hal yang cukup penting dalam proses penyembuhan penyakit demam tifoid

terutama sekali pada anak- anak, karena makanan yang kurang akan menurunkan

keadaan umum dan gizi penderita akan semakin turun serta proses penyembuhan

yang akan menjadi lama.

Pemberian diet penderita demam tifoid awalnya diberi bubur saring, kemudian

ditingkatkan menjadi bubur kasar dan akhirnya diberikan nasi,yang mana

perubahan diet tersebut disesuaikan dengan tingkat kesembuhan pasien. Pemberian

bubur saring tersebut ditujukan untuk menghindari komplikasi perdarahan saluran

cerna atau perforasi usus. Hal ini disebabkan karena usus harus diistirahatkan.

Pemberian makanan padat dini terutama tinggi serat seperti sayur dan daging dapat

meningkatkan kerja dan peristaltic usus sedangkan keadaan usus sedang kurang

baik karena infeksi mukosa dan epitel oleh kuman Salmonella typhi. Pemberian

makanan tinggi kalori dan tinggi protein (TKTP) rendah serat adalah yang paling

membantu dalam memenuhi nutrisi penderita namun tidak memperburuk kondisi

usus.

Terapi penunjang/suportif lain yang dapat diberikan tergantung gejala yang muncul

pada anak yang sakit tersebut. Pemberian infus pada anak- anak penting tapi tidak

mutlak, mengingat resiko untuk terjadinya phlebitis cukup tinggi. Oleh karena itu

pemberian infuse sebaiknya diberikan bagi anak yang sakit dengan intake perOral

yang kurang. Jenis infus yang diberikan tergantung usia: 3 bln-3 tahun D5 ¼

Normal saline, > 3 tahun D5 ½ Normal saline. Jumlah pemberian infus disesuaikan

dengan kebutuhan kalori pada anak. Kebutuhan kalori anak pada infus setara

dengan kebutuhan cairan rumatannya.

Panas yang merupakan gejala utama pada tifoid dapat diberi antipiretik. Bila

mungkin peroral sebaiknya diberikan yang paling aman dalam hal ini adalah

Paracetamol dengan dosis 10 mg/kg/kali minum, sedapat mungkin untuk

21I PUTU SISTAWIDYAUTAMA S.KED

DM FK UWKS 2011-2013

Page 22: MAKALAH TIFOID

Demam Tifoid Pada Anak

menghindari aspirin dan turunannya karena mempunyai efek mengiritasi saluran

cerna dengan keadaan saluran cerna yang masih rentan kemungkinan untuk

diperberat keadaannya sangatlah mungkin. Bila tidak mampu intake peroral dapat

diberikan via parenteral, obat yang masih dianjurkan adalah yang mengandung

Methamizole Na yaitu antrain atau Novalgin.

c) Antibiotika

Chloramphenicol, merupakan antibiotik pilihan pertama untuk infeksi tifoid fever

terutama di Indonesia. Dosis yang diberikan untuk anak- anak 50-100 mg/kg/hari

dibagi menjadi 4 dosis untuk pemberian intravena biasanya cukup 50 mg/kg/hari.

Diberikan selama 10-14 hari atau sampai 7 hari setelah demam turun. Pemberian

Intra Muskuler tidak dianjurkan oleh karena hidrolisis ester ini tidak dapat

diramalkan dan tempat suntikan terasa nyeri. Pada kasus malnutrisi atau

didapatkan infeksi sekunder pengobatan diperpanjang sampai 21 hari. Kelemahan

dari antibiotik jenis ini adalah mudahnya terjadi relaps atau kambuh, dan carier.

Cotrimoxazole, merupakan gabungan dari 2 jenis antibiotika trimetoprim dan

sulfametoxazole dengan perbandingan 1:5. Dosis Trimetoprim 10 mg/kg/hari

dan Sulfametoxzazole 50 mg/kg/hari dibagi dalam 2 dosis. Untuk pemberian

secara syrup dosis yang diberikan untuk anak 4-5 mg/kg/kali minum sehari diberi

2 kali selama 2 minggu. Efek samping dari pemberian antibiotika golongan ini

adalah terjadinya gangguan sistem hematologi seperti Anemia megaloblastik,

Leukopenia, dan granulositopenia. Dan pada beberapa Negara antibiotika

golongan ini sudah dilaporkan resisten.

Ampicillin dan Amoxicillin, memiliki kemampuan yang lebih rendah

dibandingkan dengan chloramphenicol dan cotrimoxazole. Namun untuk anak-

anak golongan obat ini cenderung lebih aman dan cukup efektif. Dosis yang

diberikan untuk anak 100-200 mg/kg/hari dibagi menjadi 4 dosis selama 2

minggu. Penurunan demam biasanya lebih lama dibandingkan dengan terapi

chloramphenicol.

Sefalosporin generasi ketiga (Ceftriaxone, Cefotaxim, Cefixime), merupakan

pilihan ketiga namun efektifitasnya setara atau bahkan lebih dari Chloramphenicol

dan Cotrimoxazole serta lebih sensitive terhadap Salmonella typhi. Ceftriaxone 22

I PUTU SISTAWIDYAUTAMA S.KEDDM FK UWKS 2011-2013

Page 23: MAKALAH TIFOID

Demam Tifoid Pada Anak

merupakan prototipnya dengan dosis 100 mg/kg/hari IVdibagi dalam 1-2 dosis

(maksimal 4 gram/hari) selama 5-7 hari. Atau dapat diberikan cefotaxim 150-200

mg/kg/hari dibagi dalam 3-4 dosis. Bila mampu untuk sediaan Per Oral dapat

diberikan Cefixime 10-15 mg/kg/hari selama 10 hari.

d) Terapi penyulit

Pada demam tifoid berat kasus berat seperti delirium, stupor, koma sampai syok

dapat diberikan kortikosteroid IV (dexametasone) 3 mg/kg dalam 30 menit untuk

dosis awal, dilanjutkan 1 mg/kg tiap 6 jam sampai 48 jam.

Untuk demam tifoid dengan penyulit perdarahan usus kadang- kadang diperlukan

tranfusi darah. Sedangkan yang sudah terjadi perforasi harus segera dilakukan

laparotomi disertai penambahan antibiotika metronidazol.

II.9 Pencegahan

Pencegahan demam tifoid sangatlah penting, selain utntuk meningkatkan kualitas

kesehatan masyarakat pencegahan juga berperan dalam mengurangi penderita carier

sehingga resiko penularannya akan berkurang. Yang terpenting adalah hygiene pribadi

dengan menjaga kebersihan dan kualitas makanan yang dikonsumsi. Macam- macam

pencegahan untuk demam tifoid antara lain:

Preventif dan control penularan, merupakan tindakan pencegahan penularan dan

peledakan Kasus Luar Biasa (KLB) demam tifoid. Mencakup kuman Salmonella

typhi, faktor pejamu, serta faktor lingkungan. Secara garis besar ada 3 strategi

pokok untuk memutuskan tranmisi tifoid:

o Identifikasi dan eradikasi Salmonella typhi pada pasien Tifoid

Asimtomatik, carier, dan akut. Cara pelaksanaannya dapat secara aktif

yaitu mendatangi sasaran maupun pasif menunggu. Sasaran aktif lebih

diutamakan pada populasi tertentu terutama anak- anak yang tinggal di

lingkungan padat dengan sanitasi yang kurang.

o Pencegahan transmisi langsung dari penderita terifeksi Salmonella typhi

akut maupun carier.

23I PUTU SISTAWIDYAUTAMA S.KED

DM FK UWKS 2011-2013

Page 24: MAKALAH TIFOID

Demam Tifoid Pada Anak

o Proteksi pada orang yang beresiko tinggi tertular dan terinfeksi

Vaksinasi. Vaksin tifoid pertama kali ditemukan tahun 1896 dan setelah tahun

1960 efektifitas vaksinasi telah ditegakkan, keberhasilan proteksi sebesar 51-88%

(WHO). Jenis vaksin ada yang berisi kuman Salmonella typhi, S. paratyphi A, S.

paratyphi B yang dimatikan (TAB vaccine) telah puluhan tahun digunakan

dengan cara pemberian Sub Kutan, namun daya kekebalannya terbatas, disamping

efek samping lokal pada tempat suntikan yang cukup sering. Vaksin yang berisi

kuman Salmonella typhi hidup yang dilemahkan disebut : Ty21a (vivotif Berna)

pemberiannya secara Oral belum beredar di Indonesia, parenteral: ViCPS

(Typhim Vi/Pasteur Merineux) yang merupakan vaksin kapsul polisakarida.

Pada beberapa penelitian vaksin oral Ty21a diberikan 3x secara bermakna dengan

selang 1 hari (hari 1,3,5) dapat memberi daya perlindungan selama 6 tahun. Usia

sasaran vaksinasi berbeda efektivitasnya, untuk anak usia > 10 tahun insiden yang

turun dapat sebesar 53% sedangkan anak usia 5-9 tahun insiden turun sebesar

17%. Imunisasi ulangan dilakukan tiap 3-5 tahun. Vaksin jenis ini diberikan pada

anak berumur diatas 2 tahun. Vaksin oral ini pada umumnya diperlukan untuk

turis yang akan berkunjung ke daerah endemis tifoid.

Vaksin parenteral non aktif relatif lebih sering menyebabkan reaksi efek samping

serta tidak seefektif dibandingkan dengan pemberian peroral. Diberikan pada usia

> 2 tahun dan di booster tiap 3 tahun. Kemasannya di dalam prefilled syringe 0,5

cc dan diberikan secara Intra Muskuler.

Kelompok orang yang menjadi sasaran vaksinasi tergantung pada faktor resiko

yang berkaitan diantaranya: anak usia sekolah terutama yang berada di daerah

endemik, pengunjung yang akan berwisata ke daerah endemic, dan anak- anak

yang kontak erta dengan pengidap tifoid (carier)

Efektivitas vaksin secara serokonversi dapat membuat peningkatan antibodi

sampai 4x setelah vaksinasi dengan ViCPS terjadi secara cepat yaitu sekitar 15

hari- 3 minggu dan 90% bertahan selama 3 tahun.

Perlu diperhatikan tentang efek samping vaksin yang dapat berupa demam, sakit

kepala akibat pemberian vaksin Ty21a, sedangkan pada ViCPS efek samping

24I PUTU SISTAWIDYAUTAMA S.KED

DM FK UWKS 2011-2013

Page 25: MAKALAH TIFOID

Demam Tifoid Pada Anak

yang timbul lebih ringan. Efek samping yang paling sering terjadi bila diberikan

secara Intravena karena dapat terjadi reaksi lokal berat, edema, hipotensi dan nyeri

dada.

II.10 Komplikasi dan Penatalaksanaannya

Secara garis besar terdapat 2 macam komplikasi yaitu komplikasi intestinal dan

komplikasi ekstra intestinal.

Komplikasi intestinal mencakup perdarahan intestinal dan perforasi usus. Pada

perdarahan intestinal diawali dari Peyer Patch yang mengalami infeksi terutama

pada ileum terminal dapat terbentuk tukak/luka yang berbentuk lonjong dan

memanjang terhadap sumbu usus. Bila luka menembus lumen usus dan mengenai

pembuluh darah maka akan terjadi perdarahan. Selanjutnya bila tukak menembus

dinding usus maka perforasi dapat terjadi. Selain karena faktor luka, perdarahan

juga dapat terjadi gangguan koagulasi darah atau gabungan keduanya. Sekitar

25% penderita demam tifoid dapat mengalami perdarahan minor dan tidak

memerlukan tranfusi darah. Perdarahan yang hebat dapat terjadi hingga penderita

dapat mengalami syok hipovilemik. Secara klinis perdarahan akut darurat bedah

ditegakkan bila terdapat perdarahan sebanyak 5 ml/kg/jam dengan factor

hemostasis yang masih dalam batas normal.

Perforasi Usus terjadi sekitar 3% penderita yang dirawat. Biasanya timbul pada

minggu ketiga namun dapat pula terjadi pada minggu pertama. Selain gejala

umum demam tifoid yang biasa terjadi, penderita demam tifoid dengan perforasi

usus akan mengeluh nyeri perut yang hebat terutama di daerah kuadran kanan

bawah lalu menyebar ke seluruh lapang perut dan disertai tanda- tanda ileus.

Bising usus melemah, pekak hapar juga menghilang yang menandakan adanya

udara bebas dalam cavum abdomen. Untuk lebih menguatkan kea rah perforasi

usus dapat dilakukan pemeriksaan foto polos abdomen AP dan lateral dimana

akan didapatka gambaran air fluid level dan bayangan radiolusen pada hepar.

Bila sudah terjadi perforasi maka harus segera diberikan antibiotik spectrum luas

untuk infeksi kuman Salmonella typhi dengan kombinasi Chloramphenicol dan

Ampisilin IV serta untuk mengatasi kuman yang fakultatif anaerob pada flora

25I PUTU SISTAWIDYAUTAMA S.KED

DM FK UWKS 2011-2013

Page 26: MAKALAH TIFOID

Demam Tifoid Pada Anak

usus digunakan Gentamisin atau Metronidazole. Walaupun jarang terjadi pada

anak- anak namun mortalitasnya cukup tinggi bila sampai terjadi perforasi usus.

Komplikasi extraintestinal yang paling sering terjadi pada anak- anak adalah

manifestasi neuropsikiatrik yang mana sering terjadi delirium dan atau Sindroma

Otak Organik yang lain. Hal ini sering juga disebut sebagai tifoid toxic atau tofoid

ensefalopati. Pengobatannya ditambah dengan Kortikosteroid (dexamethasone)

3x5 mg.

II.11 Prognosis

Prognosis pasien demam tifoid tergantung ketepatan terapi, usia, keadaan

kesehatan sebelumnya dan ada tidaknya komplikasi. Di Negara maju, dengan terapi

antibiotic yang adekuat, angka mortalitas < 1%. Di Negara berkembang, angka

mortalitasnya > 10%, biasanya karena keterlambatan diagnosis, perawatan dan

pengobatan. Munculnya komplikasi seperti perforasi gastrointestinal atau perdarahan

hebat, meningitis, endokarditis, dan pneumonia dapat mengakibatkan morbiditas dan

mortalitas yang tinggi.

Relaps atau kambuh dapat timbuh beberapa kali. Individu yang mengeluarkan

Salmonella typhi lebih dari 3 bulan setelah infeksi umumnya menjadi carier yang kronis.

Resiko menjadi carier pada anak- anak rendah dan meningkat sesuai usia. Carier kronik

terjadi pada 1-5% dari seluruh pasien demam tifoid. Insidens penyakit traktus biliaris

lebih tinggi pada carier kronis dibandingkan populasi umum. Walaupun carier urin kronis

juga dapat terjadi, namun hal ini jarang dan dijumpai terutama pada individu dengan

schistosomiasis.

26I PUTU SISTAWIDYAUTAMA S.KED

DM FK UWKS 2011-2013

Page 27: MAKALAH TIFOID

Demam Tifoid Pada Anak

BAB III

KESIMPULAN

Demam tifoid pada anak disebabkan oleh bakteri gram negatif Salmonella typhi

yang ditularkan melalui jalur fecal-oral yang mana pada nantinya akan masuk ke saluran

cerna dan melakukan replikasi dapal ileum terminal.

Jumlah minimal kuman yang masuk saluran cerna minimal berjumlah 105 dimana

kuman ini akan masuk ke lamina propria usus kemudian difagosit oleh makrofag jaringan

yang mana kuman akan melakukan replikasi di dalam makrofag itu sendiri dan dibawa ke

Peyer Patch lalu mengalami bakteremia primer dan sekunder melewati organ- organ

Retikulo Endotelial Sistem diantaranya Hepar dan Lien. Baketermia ini sendiri akan

memberikan gejala seperti hepatosplenomegali karena proses inflamasi lokal organ. Lalu

akan kembali lagi ke dalam usus tempat masuknya kuman pertama kali.

Demam tifoid pada anak memiliki gejala yang cukup spesifik berupa demam,

gangguan gastro intestinal, dan gangguan saraf pusat. Demam yang terjadi lebih dari 7

hari terutama pada sore menjelang malam dan turun pada pagi hari. Gejala gastro

intestinal bisa terjadi diare yang diselingi konstipasi. Pada cavum oris bisa didapatkan

Tifoid Tongue yaitu lidah kotor dengan tepi hiperemi yang mungkin disertai tremor.

Gangguan Susunan Saraf Pusat berupa Sindroma Otak Organik, biasanya anak sering

ngelindur waktu tidur. Dalam keadaan yang berat dapat terjadi penurunan kesadaran

seperti delirium, supor sampai koma.

Diagnosis cukup ditegakkan secara klinis. Pemeriksaan penunjang yang dapat

menunjang infeksi Demam Tifoid ini adalah Darah Lengkap, Uji Widal, atau

pemeriksaan serologi khusus yaitu IgM dan IgG antiSalmonella.

Penatalaksanaan penyakit ini meliputi 3 pokok utama yaitu: istirahat dengan tirah

baring yang cukup, Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein Rendah Serat, dan Antibiotika yang

memiliki efektivitas yang cukup tinggi terhadap kuman Salmonella typhi.

Komplikasi terdiri dari Intraintestinal dan ekstraintestinal. Komplikasi

intraintestinal berupa perdarahan sampai perforasi usus. Sedangkan komplikasi

27I PUTU SISTAWIDYAUTAMA S.KED

DM FK UWKS 2011-2013

Page 28: MAKALAH TIFOID

Demam Tifoid Pada Anak

ekstraintestinal yang tersering didapatkan gangguan neuropsikiatrik selain gangguan

hematologi.

Pencegahan demam tifoid terutama menjaga sanitasi atau hygiene pribadi atau

lingkungan, mengurangi makanan yang memiliki resiko tertular penyakit ini, serta

dengan vaksinasi (Ty21a dan ViCPS).

Prognosis dipengaruhi masa inkubasi, periode of onset, berobat, imunisasi, lokasi,

focus infeksi, penyakit lain yang menyertai dan beratnya penyakit timbul.

28I PUTU SISTAWIDYAUTAMA S.KED

DM FK UWKS 2011-2013

Page 29: MAKALAH TIFOID

Demam Tifoid Pada Anak

DAFTAR PUSTAKA

1. Behrman, Kliegma dkk. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson edisi 15 volume Z.

Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC.

2. Burnside, Mc Glynn. 1995. Adam’s Diagnosis Fisik. Penerbit Buku Kedokteran

EGC : Jakarta.

3. Hegar, Badriul dkk. 2010. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak

Indonesia Jilid 1. Jakarta: Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia.

4. Ilmu Kesehatan Anak.1985. Bagian Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : FK UI

5. Masjoer, Arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran edisi ketiga jilid 2. Jakarta:

Media Aesculapius.

6. Panitia Medik Farmasi dan Terapi RSU Dr. Soetomo. 2008. Pedoman Diagnosis

dan Terapi Bag/SMF Ilmu Kesehatan Anak Edisi III. Surabaya: RSU Dr. Soetomo

Surabaya.

7. Soedarmo, Poorwo Sumarmo S. dkk. 2010. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis

Edisi Kedua. Jakarta: Badan Peberbit IDAI.

8. Sudoyo, Aru W. dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit dalam Jilid III Edisi IV.

Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia.

9. Wilson, dan Price. 2002. Patofisiologi Volume 1 Edisi Keenam. Penerbit Buku

Kedokteran EGC : Jakarta.

10. www.medicastore.com

11. www.pediatric.com

12. www. emedicine/tifoidfever/patofisiogy.com

29I PUTU SISTAWIDYAUTAMA S.KED

DM FK UWKS 2011-2013