Makalah Tetanus

30
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Tetanus merupakan salah satu penyakit infeksi yang dapat dicegah dengan imunisasi. Tetanus dapat terjadi pada orang yang belum diimunisasi, orang yang diimunisasi sebagian, atau telah diimunisasi lengkap tetapi tidak memperoleh imunitas yang cukup, karena tidak melakukan booster secara berkala. Tetanus merupakan masalah kesehatan masyarakat yang terjadi di seluruh dunia. Diperkirakan angka kejadian pertahunnya sekitar satu juta kasus dengan tingkat mortalitas yang berkisar dari 6% hingga 60%. Pada tahun 2000, hanya 18.833 kasus tetanus yang dilaporkan ke WHO. Berdasarkan data dari WHO, penelitian yang dilakukan oleh Stanfield dan Galazka, dan data dari Vietnam diperkirakan insidens tetanus di seluruh dunia adalah sekitar 700.000 – 1.000.000 kasus per tahun. Selama 20 tahun terakhir, insidens tetanus telah menurun seiring dengan peningkatan cakupan imunisasi. Namun demikian, hampir semua negara tidak memiliki kebijakan bagi orang yang telah divaksinasi yang lahir sebelum program imunisasi diberlakukan ataupun penyediaan

description

Tetanus cuyyyy

Transcript of Makalah Tetanus

Page 1: Makalah Tetanus

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Tetanus merupakan salah satu penyakit infeksi yang dapat

dicegah dengan imunisasi. Tetanus dapat terjadi pada orang yang belum

diimunisasi, orang yang diimunisasi sebagian, atau telah diimunisasi

lengkap tetapi tidak memperoleh imunitas yang cukup, karena tidak

melakukan booster secara berkala.

Tetanus merupakan masalah kesehatan masyarakat yang terjadi di

seluruh dunia. Diperkirakan angka kejadian pertahunnya sekitar satu juta

kasus dengan tingkat mortalitas yang berkisar dari 6% hingga 60%. Pada

tahun 2000, hanya 18.833 kasus tetanus yang dilaporkan ke WHO.

Berdasarkan data dari WHO, penelitian yang dilakukan oleh Stanfield

dan Galazka, dan data dari Vietnam diperkirakan insidens tetanus di

seluruh dunia adalah sekitar 700.000 – 1.000.000 kasus per tahun. Selama

20 tahun terakhir, insidens tetanus telah menurun seiring dengan

peningkatan cakupan imunisasi. Namun demikian, hampir semua negara

tidak memiliki kebijakan bagi orang yang telah divaksinasi yang lahir

sebelum program imunisasi diberlakukan ataupun penyediaan booster

yang diperlukan untuk perlindungan jangka lama, serta pada orang-orang

yang lupa melakukan jadwal imunisasi. Di Amerika Serikat, tetanus

sudah jarang ditemukan. Tetanus neonatorum menyebabkan 50%

kematian perinatal dan menyumbangkan 20% kematian bayi. Angka

kejadian 6-7/100 kelahiran hidup di perkotaan dan 11-23/100 kelahiran

hidup di pedesaan. Sedangkan angka kejadian tetanus pada anak di rumah

sakit 7-40 kasus/tahun, 50% terjadi pada kelompok 5-9 tahun, 30%

kelompok 1-4 tahun, 18% kelompok >10 tahun, dan sisanya pada bayi

<12 bulan.

Di Indonesia, tetanus masih menjadi salah satu dari sepuluh besar

penyebab kematian pada anak. Meskipun insidens tetanus saat ini sudah

menurun, namun kisaran tertinggi angka kematian dapat mencapai angka

Page 2: Makalah Tetanus

60%. Selain itu, meskipun angka kejadiannya telah menurun setiap

tahunnya, namun penyakit ini masih belum dapat dimusnahkan meskipun

pencegahan dengan imunisasi sudah diterapkan secara luas di seluruh

dunia. Oleh karena itu, diperlukan kajian lebih lanjut mengenai

penatalaksanaan serta pencegahan tetanus guna menurunkan angka

kematian penderita tetanus, khususnya pada anak.

1.2 TUJUAN UMUM

Diharapkan mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan penyakit

tetanus yang dapat dicegah dengan imunisasi

1.3 TUJUAN KHUSUS

1.3.1 Memahami definisi penyakit tetanus

1.3.2 Memahami etiologi penyakit tetanus

1.3.3 Mengetahui klasifikasi dari tetanus

1.3.4 Mengetahui patofisiologi dari tetanus

1.3.5 Mengetahui manifestasi klinis dari klien dengan tetanus

1.3.6 Mengetahui penatalaksanaan klien dengan tetanus

1.3.7 Mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan tetanus

1.4 MANFAAT PENULISAN

Manfaat penulisan makalah ini adalah untuk menambah dan

memperdalam pengetahuan mahasiswa tentang asuhan keperawatan pada

klien dengan tetanus sehingga dapat menerapkan langsung asuhan

keperawatan pada klien

Page 3: Makalah Tetanus

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan oleh toksin

kuman Clostridium tetani, dimanifestasikan dengan kejang otot secara

paroksisme dan diikuti kekuatan otot seluruh badan. Kekakuan tonus otot

ini tampak pada otot maseter dan otot-otot rangka (Batticaca, Fransisca

B, 2008:126).

Tetanus Neonatorum adalah penyakit infeksi pada neonates yang

disebabkan oleh spora tetanus yang masuk melalui tali pusat, karena

perawatan/tindakan yang tidak memenuhi syarat kebersihan (Nugroho,

2011:83).

Tetanus adalah suatu penyakit akut yang disebabkan oleh

Clostridium tetani yang menghasilkan exotoksin (Suriadi, 2010:247).

2.2 ETIOLOGI

Clostridium tetani merupakan basil berbentuk batang yang

bersifat anaerob, membentuk spora (tahan panas), gram positif,

mengeluarkan eksotosin yang bersifat neurotoksin (yang efeknya

mengurangi aktivitas kendali SSP), patogenesis bersimbiosis dengan

mikroorganisme piogenik (pyogenic). Basil ini banyak ditemukan pada

kotoran kuda, usus kuda, dan tanah yang dipupuk kotoran kuda. Penyakit

tetanus banyak terdapat pada luka dalam, luka tusuk, luka dengan

jaringan mati (corpus alienum) karena merupakan kondisi yang baik

untuk proliferasi anaerob. Luka dengan infeksi piogenik dimana bakteri

piogenik mengonsumsi eksogen pada luka sehingga suasana menjadi

anaerob yang penting bagi tumbuhnya basil tetanus (Batticaca, Fransisca

B, 2008).

2.3 KLASIFIKASI

Menurut Nugroho, 2011:83, terdapat klasifikasi menurut gejala:

- Stadium 1 : tanpa kejang tonik umum, trismus 3 cm

Page 4: Makalah Tetanus

- Stadium 2 : kejang tonik umum bila dirangsang, trismus 3 cm atau

lebih kecil

- Stadium 3 : kejang tonik umum spontan, trismus 1 cm

2.4 PATOFISIOLOGI

Pada dasarnya tetanus adalah penyakit yang terjadi akibat

pencemaran lingkungan oleh bahan biologis (spora) sehingga upaya

kausal menurunkan attack rate adalah dengan cara mengubah lingkungan

fisik atau biologik. Port d’entree tak selalu dapat diketahui dengan pasti,

namun diduga melalui :

1. Luka tusuk, patah tulang, komplikasi kecelakaan, gigitan binatang,

luka bakar yang luas.

2. Luka operasi, luka yang tidak dibersihkan (debridement) dengan baik.

3. Otitis media, karies gigi, luka kronik.

4. Pemotongan tali pusat yang tidak steril, pembubuhan puntung tali

pusat dengan kotoran binatang, bubuk kopi, bubuk ramuan, dan daun-

daunan merupakan penyebab utama masuknya spora pada puntung tali

pusat yang menyebabkan terjadinya kasus tetanus neonatorum.

Spora C. tetani masuk ke dalam tubuh melalui luka. Spora yang

masuk ke dalam tubuh tidak berbahaya sampai dirangsang oleh beberapa

faktor (kondisi anaerob), sehingga berubah menjadi bentuk vegetatif dan

berbiak dengan cepat tetapi hal ini tidak mencetuskan reaksi inflamasi.

Gejala klinis sepenuhnya disebabkan oleh toksin yang dihasilkan oleh sel

vegetatif yang sedang tumbuh. C. tetani menghasilkan dua eksotoksin,

yaitu tetanospasmin dan tetanolisin. Tetanolisin menyebabkan hemolisis

tetapi tidak berperan dalam penyakit ini. Gejala klinis tetanus disebabkan

oleh tetanospasmin. Tetanospasmin melepaskan pengaruhnya di keempat

sistem saraf: (1) motor end plate di otot rangka, (2) medula spinalis, (3)

otak, dan (4) pada beberapa kasus, pada sistem saraf simpatis.

Diperkirakan dosis letal minimum pada manusia sebesar 2,5

nanogram per kilogram berat badan (satu nanogram = satu milyar gram),

atau 175 nanogram pada orang dengan berat badan 70 kg.

Page 5: Makalah Tetanus

Hipotesis bahwa toksin pada awalnya merambat dari tempat luka lewat

motor end plate dan aksis silinder saraf tepi ke kornu anterior sumsum

tulang belakang dan menyebar ke susunan saraf pusat lebih banyak dianut

daripada lewat pembuluh limfe dan darah. Pengangkutan toksin ini

melewati saraf motorik, terutama serabut motorik. Reseptor khusus pada

ganglion menyebabkan fragmen C toksin tetanus menempel erat dan

kemudian melalui proses perlekatan dan internalisasi, toksin diangkut ke

arah sel secara ektra aksional dan menimbulkan perubahan potensial

membran dan gangguan enzim yang menyebabkan kolin-esterase tidak

aktif, sehingga kadar asetilkolin menjadi sangat tinggi pada sinaps yang

terkena. Toksin menyebabkan blokade pada simpul yang menyalurkan

impuls pada tonus otot,sehingga tonus otot meningkat dan menimbulkan

kekakuan. Bila tonus makin meningkat akan menimbulkan spasme

terutama pada otot yang besar.

Dampak toksin antara lain :

1. Dampak pada ganglion pra sumsum tulang belakang disebabkan

karena eksotoksin memblok sinaps jalur antagonis, mengubah keseimbangan

dan koordinasi impuls sehingga tonus otot meningkat dan otot menjadi kaku.

2. Dampak pada otak, diakibatkan oleh toksin yang menempel pada

gangliosida serebri diduga menyebabkan kekakuan dan spasme yang khas

pada tetanus.

3. Dampak pada saraf otonom, terutama mengenai saraf simpatis dan

menimbulkan gejala keringat yang berlebihan, hipertermia, hipotensi,

hipertensi, aritmia, heart block, atau takikardia.

Berdasarkan Suriadi (2010:207), menjelaskan patofisiologi

tetanus sebagai berikut:

1. Penyakit tetanus terjadi karena adanya luka pada tubuh seperti; luka

tertusuk paku, pecahan kaca, atau kaleng, luka tembak, luka bakar,

luka yang kotor dan pada bayi dapat melalui tali pusat.

2. Organisme multiple membentuk dua toksin yaitu tetanospasmin yang

merupakan toksin kuat dan atau neurotropic yang dapat menyebabkan

Page 6: Makalah Tetanus

ketegangan dan spasme otot, dan mempengaruhi system saraf

pusat.Kemudian tetanolysin yang tampaknya tidak signifikan.

3. Exsotoksin yang dihasilkanakan mencapai pada system saraf pusat

dengan melewati akson neuron atau system vascular. Kuman ini

menjadi terikat pada sel saraf atau jaringan saraf dan tidak dapat lagi

dinetralkan oleh antitoksin spesifik.Namun toksin yang bebas dalam

peredaran darah sangat mudah dinetralkan oleh arititoksin.

4. Hipotesa cara absorbs dan cara bekerjanya toksin; adalah pertama

toksin diabsorbsi pada ujung saraf motoric dan melalui aksis silindrik

dibawa ke kornu anterior susunan saraf pusat. Kedua toksin

diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk ke dalam sirkulasi darah

arteri kemudian masuk ke dalam susunan saraf pusat.

5. Toksin bereaksi pada myoneural junction yang menghasilkan otot

menjadi kejang dan mudah sekali terangsang.

6. Masa inkubasi 2 hari sampai 2 bulan dan rata- rata 10 hari.Kasus yang

sering terjadi adalah 14 hari. Sedangkan untuk neonates biasanya 5

sampai 14 hari.

2.5 MANIFESTASI KLINIS

Masa inkubasi tetanus umumnya 3-21 hari, tetapi bisa lebih

pendek (1 hari atau hingga beberapa bulan). Hal ini secara langsung

berhubungan dengan jarak dari tempat masuknya kuman C. tetani (tempat

luka) ke Susunan Saraf Pusat (SSP); secara umum semakin besar jarak

antara tempat luka dengan SSP, masa inkubasi akan semakin lama.

Semakin pendek masa inkubasi, akan semakin tinggi kemungkinan

terjadinya kematian.

Ada empat bentuk tetanus yang dikenal secara klinis, yakni :

1. Generalized tetanus (Tetanus umum)

Tetanus umum merupakan bentuk yang sering ditemukan. Derajat

luka bervariasi, mulai dari luka yang tidak disadari hingga luka trauma

yang terkontaminasi. Masa inkubasi sekitar 7-21 hari, sebagian besar

tergantung dari jarak luka dengan SSP. Penyakit ini biasanya memiliki

Page 7: Makalah Tetanus

pola yang desendens. Tanda pertama berupa trismus/lock jaw, diikuti

dengan kekakuan pada leher, kesulitan menelan, dan spasme pada otot

abdomen. Gejala utama berupa trismus terjadi sekitar 75% kasus,

seringkali ditemukan oleh dokter gigi dan dokter bedah mulut. Gambaran

klinis lainnya meliputi iritabilitas, gelisah,hiperhidrosis dan disfagia

dengan hidrofobia, hipersalivasi dan spasme otot punggung. Manifestasi

dini ini merefleksikan otot bulbar dan paraspinal, mungkin karena

dipersarafi oleh akson pendek. Spasme dapat terjadi berulang kali dan

berlangsung hingga beberapa menit. Spasme dapat berlangsung hingga 3-

4 minggu. Pemulihan sempurna memerlukan waktu hingga beberapa

bulan

2. Localized tetanus (Tetanus lokal)

Tetanus lokal terjadi pada ektremitas dengan luka yang

terkontaminasi serta memiliki derajat yang bervariasi. Bentuk ini

merupakan tetanus yang tidak umum dan memiliki prognosis yang baik.

Spasme dapat terjadi hingga beberapa minggu sebelum akhirnya

menghilang secara bertahap. Tetanus lokal dapat mendahului tetanus

umum tetapi dengan derajat yang lebih ringan. Hanya sekitar 1% kasus

yang menyebabkan kematian.

3. Cephalic tetanus (Tetanus sefalik)

Tetanus sefalik umumnya terjadi setelah trauma kepala atau

terjadi setelah infeksi telinga tengah. Gejala terdiri dari disfungsi saraf

kranialis motorik (seringkali pada saraf fasialis). Gejala dapat berupa

tetanus lokal hingga tetanus umum. Bentuk tetanus ini memiliki masa

inkubasi 1-2 hari. Prognosis biasanya buruk.

4. Tetanus neonatorum

Bentuk tetanus ini terjadi pada neonatus. Tetanus neonatorum

terjadi pada negara yang belum berkembang dan menyumbang sekitar

setengah kematian neonatus. Penyebab yang sering adalah penggunaan

alat-alat yang terkontaminasi untuk memotong tali pusat pada ibu yang

belum diimunisasi. Masa inkubasi sekitar 3-10 hari. Neonatus biasanya

Page 8: Makalah Tetanus

gelisah, rewel, sulit minum ASI, mulut mencucu dan spasme berat.

Angka mortalitas dapat melebihi 70%.

Selain berdasarkan gejala klinis, berdasarkan derajat beratnya

penyakit, tetanus dapat dibagi menjadi empat (4) tingkatan :

Tabel Klasifikasi Ablett untuk Derajat Manifestasi Klinis TetanusDerajat Manifestasi Klinis

I : Ringan Trismus ringan sampai sedang;spastisitas umum

tanpa spasme atau gangguan pernapasan;tanpa

disfagia atau disfagia ringan

II : Sedang Trismus sedang; rigiditas dengan spasme ringan

sampai sedang dalam waktu singkat; laju

napas>30x/menit; disfagia ringan

III : Berat Trismus berat; spastisitas umum; spasmenya lama;

laju napas>40x/menit; laju nadi > 120x/menit,

apneic spell, disfagia berat

IV : Sangat

berat

(derajat III + gangguan sistem otonom termasuk

kardiovaskular) Hipertensi berat dan takikardia

yang dapat diselang-seling dengan hipotensi relatif

dan bradikardia, dan salah satu keadaan tersebut

dapat menetap

2.6 PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan pada klien dengan tetanus ada 2 macam yaitu

farmakologi dan non-farmakologi.

1. Farmakologi

1. Antitoksin: antitoksin 20.000 1u/ 1.M/5 hari. pemberian baru

diberikan setelah dipastikan tidak ada reaksi hipersensitivitas.

2. Anti kejang (antikonvulsan)

Page 9: Makalah Tetanus

Fenobarbital (luminal): 3 x 100 mg/1.M. Untuk anak diberikan

mula-mula 60-100 mg/1.M lalu dilanjutkan 6x30 mg/hari (max.

200mg/hari).

Klorpromasin: 3x25 mg/1.M/hari. Untuk anak-anak mula-mula 4-6

mg/kg BB.

Diazepam: 0,5-10 mg/kg BB/1.M/4 jam, dll.

3. Antibiotic: penizilin procain 1juta 1u/hari atau tetrasifilin

1gr/hari/1.V. Dapat memusnahkan tetani tetapi tidak

mempengaruhi proses neurologiknya.

2. Non-farmakologi

1. Merawat dan membersihkan luka sebaik-baiknya,

2. Diet TKTP. Pemberian tergantung kemampuan menelan. Bila

trismus, diberikan lewat sonde parenteral.

3. Isolasi pada ruang yang tenang, bebas dari rangsangan luar.

4. Memberikan penjelasan terkait dengan pentingnya imunisasi

tetanus

2.7 ASUHAN KEPERAWATAN

Contoh kasus : Ny. F datang ke rumah sakit dengan keluhan kejang. Keluarga klien mengatakan pasien kejang sejak 2 bulan yang lalu. Kejang dirasakan semakin hebat sejak seminggu terakhir. Berdasarkan keterangan dari keluarga, 3 tahun yang lalu pasien pernah mengalami luka robek di kakinya karena terkena patahan kayu yang tajam.

a. Pengkajian

1. Identitas/ biodata klien

Nama : Ny. F

Tempat/tgl lahir : Surabaya, 15 September 1954

Umur : 56 tahun

Page 10: Makalah Tetanus

Jenis kelamin : perempuan

Agama : islam

Warga Negara : Indonesia

Bahasa : Bahasa Jawa

Penanggung jawab

Nama                           : Tn.H

Alamat                        : Jln. Kertosari no 14 Sby

Hubungan dg klien     : suami

1. Keluhan utama: kejang2. Riwayat Kesehatan Sekarang

Ny. F datang ke rumah sakit dengan keluhan kejang. Keluarga klien mengatakan pasien kejang sejak 2 bulan yang lalu. Kejang dirasakan semakin hebat sejak seminggu terakhir. Berdasarkan keterangan dari keluarga, 3 tahun yang lalu pasien pernah mengalami luka robek di kakinya karena terkena patahan kayu yang tajam. Klien juga mengalami kesulitan mengunyah makanan.

3. Riwayat Kesehatan Masa Lalu

Keluarga pasien mengatakan bahwa 3 tahun yang lalu pasien pernah mempunyai luka robek akibat terkena patahan kayu

4. Riwayat Kesehatan Keluarga

Tidak ada keluarga yang menderita tetanus.

5. Keadaan Lingkungan

Pasien bertempat tinggal di daerah yang kurang bersih.

b. Observasi

1. Keadaan Umum

Suhu                            : 38oC

Nadi                            : 116 x/menit

Tekanan darah : 120/90 mmHg

Page 11: Makalah Tetanus

RR                               : 26 x/menit

BB                               : 52 kg

TB                               : 160 cm

2. Review of Sistem (ROS)

B1 (breathing): takipnea, RR= 26 x/menit

B2 (blood) : disritmia, febris.

B3 (brain) : kelemahan fisik, kelumpuhan salah satu saraf otak.

B4 (bladder) : retensi urine (oliguria)

B5 (bowel) : konstipasi akibat menurunnya gerak peristaltic usus

B6 (bone) : sulit menelan.

c. Analisis Data

No. Data Etiologi MK1. DS: Pasien sering

mengeluh pening diikuti dengan kejang-kejang

DO: Pasien sering terlihat kejang oleh keluarga

Tetanus

Proliferasi clostridium tetani ke pembuluh darah

 

Toksin dari clostridium tetani menyebar ke system saraf di otak melalui pembuluh darah

Toksin menimbulkan reaksi di system saraf di otak dan menyebabkan kejang

Kejang

2. DS: Pasien mengeluh batuk

DO: Ronkhi, batuk tidak

Spasme otot faring

Akumulasi sputum di

Bersihan jalan nafas tidak efektif.

Page 12: Makalah Tetanus

efektif disertai sputum atau lender, hasil lab menunjukkan AGD abnormal (asidosis respiratorik)

trakea

Ronkhi

 3. DS: Pasien sesak nafas.

DO: RR= 26 x/menit, ada retraksi dinding dada, ada pernafasan cuping hidung.

Kekakuan otot faring

 

Sesak nafas

Pola nafas tidak teratur

4. DS: pasien demam

DO: suhu= 38oC, hasil lab sel darah putih (leukosit)= 14.000 mm3.

 

Infeksi toksin C.tetani

 

Suhu tubuh meningkat

Hipertermi

5. DS: pasien mengaku badannya lemas.

DO: kondisi pasien lemah.

Sering kejang

 

Kondisi lemah

 

Kurang bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari

Intoleransi aktivitas.

6. DS: pasien jarang sekali BAK.

DO: output pasien munurun, intake cairan juga menurun

Sering kejang

 

oliguria & intake cairan kurang

 

keseimbangan cairan elektrolit terganggu

Resiko ketidakseimbangan cairan & elektrolit.

7. DS: pasien mengeluh tidak bisa menguyah makanan.

Kejang

 

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan.

Page 13: Makalah Tetanus

DO: makanan pasien tidak di habiskan. Spasme otot

pengunyah

 

Tidak bisa makan

 

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan

d. Diagnosa Keperawatan

1. Kejang berhubungan dengan penyebaran toksic Clostridium tetani di system saraf di otak

2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sputum3. Pola nafas tidak teratur berhubungan dengan jalan nafas terganggu akibat

spasme otot pernafasan4. Hipertermi berhubungan dengan efek toksin (bakterimia)5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kondisi lemah6. Resiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan

intake yang kurang daan oliguria7. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan spasme otot

pengunyah

e. Intervensi Rasional

1. Diagnosa: kejang berhubungan dengan penyebaran toksic clostridium tetani di system saraf di otak

Tujuan : tidak terjadi kejang

Criteria hasil: frekuensi kejang berkurang, pasien lebih tenang

Intervensi:

No. Intervensi Rasional1. Mandiri

1. Anjurkan keluarga agar menahan tubuh pasien

 

1. Agar pasien tidak terjatuh dari tempat tidur saat

Page 14: Makalah Tetanus

saat kejang2. Anjurkan keluarga untuk

memasang sendok ke mulut pasien saat pasien kejang

pasien mengalami kejang2. Melindungi pasien agar

tidak menggigit lidahnya sendiri saat terjadi kejang

2. Kolaborasi

Memberikan obat anti kejang kepada pasien

Obat anti kejang dapat membantu pasien untuk segera lepas dari masa kejangnya dan menenangkan pasien

 

2.Diagnose: bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sputum.

Tujuan: jalan nafas efektif.

Criteria hasil: AGD normal, tidak ada suara nafas ronkhi, tidak ada sputum.

Intervensi:

No. Intervensi Rasional1. Mandiri:

1. Bebaskan jalan nafas dengan memberikan posisi kepala ekstensi.

 

 

 

1. Lakukan pemerikasaan fisik khususnya auskultasi tiap 2-4 jam sekali.

 

1. Lakukan suction.

 

 

1. Bila kepala ekstensi dapat meluruskan sal.pernafasan sehingga proses respirasi tetap berjalan lancar.

2. Amati adanya ronkhi atau tidak, karena ronkhi menunjukkan adanya gangguan pernafasan.

3. Untuk mengeluarkan secret.

4. Adanya dispnea adalah indikasi adanya gangguan pada system pernafasan.

Page 15: Makalah Tetanus

1. Observasi TTV tiap 2 jam.

2. Kolaborasi:

Berikan obat pengencer secret atau mukolitik.

Obat mukolitik dapat mengencerkan secret yang kental sehingga mudah dikeluarkan.

3.Diagnose: pola nafas tidak teratur berhubungan dengan jalan nafas tergaggu akibat spasme otot pernafasan.

Tujuan: pola nafas teratur daan normal.

Criteria hasil: tidak sesak nafas, RR dalam rentang normal, tidak ada retraksi dinding dada, dan tidak ada pernafasan cuping hidung.

Intervensi:

No. Intervensi Rasional1. Mandiri:

1. Monitor irama nafas & RR.

 

 

 

 

 

1. Berikan posisi semi fowler.

 

  

1. Observasi tanda & gejala sianosis.

 

1. Adanya kelainan pada pernafasan dapat dilihat dari frekuensi, jenis pernafasan, kemampuan & irama nafas.

2. Posisi semi fowler dapat memberikan rasa nyaman bagi klien & salah satu cara untuk melancarkan jalan nafas.

3. Sianosis merupakan tanda ketidakadekuaan perfusi O2 pada jaringan tubuh perifer.

Page 16: Makalah Tetanus

  Kolaborasi:

1. Anjurkan klien untuk melakukan pemeriksaan gas darah.

 

 

 

1. Berikan oksigenasi.

 

1. Kompensasi tubuh thd gangguan proses difusi & perfusi jaringan dapat mengakibatkan asidosis respiratorik.

2. Mencegah terjadinya hipoksia.

4.Diagnose: hipertermi berhubungan dengan efek toksin (bakterimia).

Tujuan: suhu tubuh normal.

Criteria hasil: suhu tubuh dalam rentang normal, hasil lab sel darah putih dalam rentang normal (5.000-10.000 mm3).

Intervensi:

No. Intervensi Rasional1. Mandiri:

1. Anjurkan klien banyak minum.

 

1. Berikan kompres dingin.

 

 

 

 

 

 

1. Cairan merupakan kompresi badan dari demam.

2. Kompres dingin merupakan salah satu cara untuk menurunkan suhu tubuh dg proses konduksi.

3. Identfikasi perkembangan gejala kearah syok.

4. Perawatan luka yang benar, mengeliminasi toksin yang masih berada di sekitar luka.

Page 17: Makalah Tetanus

1. Pantau suhu tiap 2 jam.

 

 

1. Bila ada luka, berikan tindakan aseptic dan antiseptic.

2. Kolaborasi:

1. Laksanakan program pengobatan antibiotic dan antipiretik.

 

 

 

 

 

1. Pemeriksaan lab sel darah putih secara berkala.

 

1. Antibiotic untuk meminimalkan penyebaran kuman yang menyebabkan infeksi. Antipiretik untuk menurunkan demam akibat infeksi.

2. Ntuk mengetahui perkembangan pengobatan yang diberikan.

 

5. Diagnose: intoleransi aktivitas berhubungan dengan kondisi lemah.

Tujuan: klien mampu melakukan aktivitas rutin.

Criteria hasil: klien tidak tamapak lemas, tampak bersemangat, mampu melakukan aktivitas rutin dan memenuhi KDM tanpa bantuan orang lain.

Intervensi:

No. Intervensi Rasional1. Mandiri:

1. Bantu klien untuk memenuhi KDM selama

 

1. KDM tetap harus dipenuhi meskipun

Page 18: Makalah Tetanus

klien masih lemah.2. Minta keluarga untuk

membantu klien dalam melakukan aktifitas sehari-hari.

3. Anjurkan klien untuk banyak makan dan banyak minum.

dalam kondisi lemah.2. Untuk melatih tonus

otot klien agar kembali normal.

 

1. Mengganti energy yang banyak hilang.

 

6. Diagnose: resiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake yang kurang dan oliguria.

Tujuan: cairan dan elektrolit seimbang.

Criteria hasil: turgor kulit baik, pasien bisa BAK, output normal.

Intervensi:

No. Intervensi Rasional1. Mandiri:

1. Anjurkan klien banyak minum (8-10 gelas/hari).

2. Pantau turgor kulit.

 

1. Membantu menyeimbangkan cairan tubuh.

2. Turgor kulit baik menunjukkan keseimbangan cairan dan elektrolit juga baik.

 

2. Kolaborasi:

1. Berikan obat laksatif.

 

1. Berikan diet tinggi serat.

 

1. Untuk melancarkan BAB.

2. Makanan tinggi serat membantu melancarkan BAB.

Page 19: Makalah Tetanus

7. Diagnose: perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan spasme otot pengunyah.

Tujuan: kebutuhan nutrisi terpenuhi.

Criteria hasil: intake adekuat, makanan selalu dihabiskan.

Intervensi:

No. Intervensi Rasional1. Mandiri:

1. Jelaskan pada klien penyebab kesulitan makan dan pentingnya makanan bagi tubuh.

 

1. Dengan tingkat pengetahuan yang adekuat diharapkan klien dapat berpartisipasi dan kooperatif terhadap program diet.

2. Kolaborasi:

1. Berikan diet TKTP cair, lunak, dan bubur kasar.

 

1. Berikan cairan IV line.

 

1. Lakukan pemasangan NGT bila perlu.

 

1. Disesuakan dg keadaan klien, kemampuan mengunyah dan tingkat membuka mulut.

2. Agar kebutuhan nutrisi terpenuhi.

3. Berfungsi sebagai jalan masuknya makanan dan pemberian obat.

 

3.6  Evaluasi

1. Bersihan jalan nafas efektif.2. Pola nafas tertaur.3. Suhu tubuh normal.4. Mampu melakukan aktivitas tanpa bantuan.5. Cairan dan elektrolit tubuh seimbang.6. Nutrisi terpenuhi.

Page 20: Makalah Tetanus

BAB 3

KESIMPULAN

Page 21: Makalah Tetanus

Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme)

tanpa disertai gangguan kesadaran. Gejala ini bukan disebabkan oleh

kuman Clostridium tetani, tetapi akibat toksin (tetanospasmin) yang dihasilkan

kuman.Tetanus adalah penyakit infeksi yang ditandai oleh kekakuan dan kejang

otot, tanpa disertai gangguan kesadaran, sebagai akibat dari toksin kuman

closteridium tetani.

Tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman Clostridium

tetani, bermanifestasi sebagai kejang otot paroksismal, diikuti kekakuan otot

seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini selalu tampak pada otot masseter dan otot-

otot rangka.