Makalah Teori Hukum Ok Dech

download Makalah Teori Hukum Ok Dech

of 33

Transcript of Makalah Teori Hukum Ok Dech

  • 8/18/2019 Makalah Teori Hukum Ok Dech

    1/33

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

     Negara Indonesia berdasarkan atas hukum, seyoyanya menempatkan hukum

    sebagai panglima, dalam makna bahwa negara wajib memberikan perlindungan yang

     proporsional yang mencerminkan keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum bagi

    seluruh masyarakat. Negara hukum harus dapat memberikan jaminan kepada masyarakat

     pencari keadilan. Peradilan sebagai benteng terakhir pencari keadilan, seyogyanya

    mampu memberikan kontribusi terhadap peningkatan kepercayaan masyarakat terhadap

     badan peradilan. Realitas menunjukan bahwa terjadinya main hakim sendiri,

     peningkatan kualitas dan kuantitas kriminalitas, serta enggannya masyarakat

    menyelesaikan sengketa perdata melalui badan peradilan menunjukkan bahwa sedang

    terjadi degradasi kepercayaan masyarakat terhadap lembaga hukum di Republik ini.

    Salah satu pengejawantahan negara hukum tersebut terdeskripsi pada Peradilan

    yang bebas dan tidak memihak. Ujud dari output peradilan adalah keputusan hakim.

    Hakim memiliki tugas pokok yakni mengadili, memeriksa dan memutuskan suatu

     perkara dengan alasan hukumnya tidak jelas atau belum ada. Bagi hakim, memutuskan

    setiap perkara yang diajukan kepadanya merupakan kewajiban.

    Hukum itu berawal dan berakhir pada putusan pengadilan. Keberadaan hukum

     baru terasa jika ada sengketa, dan sarana terakhir untuk menyelesaikan suatu

     persengketaan hukum tertentu saja melalui pranata pengadilan yang berwujud putusan

    hakim. Hakim berkewajiban untuk menerapkan hukum pada kasus konkret. Dan dalam

    1

  • 8/18/2019 Makalah Teori Hukum Ok Dech

    2/33

    2

    kepustakaan hukum upaya penerapan hukum dalam kasus konkret tersebut disebut

    sebagai seni. Hal tersebut selaras dengan Will Durant (Suriasumantri, 2001:24-25) yang

    menyatakan bahwa “Tiap ilmu dimulai dengan Filsafat dan diakhiri dengan seni”. Disisi

    lain Apeldoorn (2005:377) menyatakan bahwa hukum sebagai kesenian hidup adalah

     primair; takkan ada pergaulan manusia dengan tiada hukum. Lebih lanjut dinyatakan

     bahwa dalam abad menengah seni rupa acapkali mengabdi pada hukum: seni lukis dan

    seni gambar lebih-lebih seni miniatur berusaha memperlihatkan pandangan-pandangan

    hukum dengan wujud yang hidup. Penerapan seni juga terdeskripsi melalui penerapan

    tujuan hukum.dalam keputusan hakim. Idealnya suatu keputusan hakim harus

    mengandung ketiga unsur yaitu keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum secara

     proporsional.

    Seni mengandung makna luas yakni penggunaan budi pikiran untuk 

    mengahsilkan karya yang menyenangkan bagi roh manusia. Ini meliputi pengungkapan

    khayali yang jelas mengenai benda-benda(atau pikiran tentang benda-benda) seperti

    dalam pahatan, lukisan, gambar. Tetapi khayalan juga memperoleh pengungkapan dalam

    seni musik, drama, tari, sajak dan arsitektur, dan daftar hal itu dapat diperpanjang.(The

    Liang Gie, 2005:13).

    Makna lain dari Seni adalah suatu kegiatan (proses) dan sekaligus juga sebuah

    hasil kegiatan (produk). Kedua hal itu dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan

    (The Liang Gie, 2005:14). Sedangkan pandangan lain menyatakan bahwa Seni adalah

    segenap kegiatan budi pikiran seseorang (seniman) yang secara mahir menciptakan

    sesuatu karya sebagai pengungkapan perasaan manusia hasil ciptaan dari kegiatan itu

    ialah suatu kebulatan organis dalam sesuatu bentuk tertentu dari unsur-unsur bersifat

  • 8/18/2019 Makalah Teori Hukum Ok Dech

    3/33

    3

    ekspresif yang termuat dalam suatu medium inderawi (The Liang Gie, 2005:18). Dari

     berbagai pemaknaan secara teoretis tersebut, mendorong penulis untuk membedah

    eksistensi suatu putusan hakim disebut se

    ni.

    B. Rumusan Masalah

    Masalah yang menjadi fokus dalam makalah ini berkenaan dengan keputusan

    hakim pada Badan Peradilan. Di media, terurai jelas bahwa berbagai keputusan hakim

    yang menurut awam kontroversial. Bahkan acapkali berbagai keputusan hakim

    menimbulkan kesemrawutan. Apakah upaya hakim menuangkan pemikiran dan

    kreativitasnya dalam menerapkan hukum dalam kasus kongkret, dapat disebut sebagai

    seni?

    C. Tujuan Penulisan

    Tujuan dalam makalah ini adalah: untuk mengetahui eksistensi putusan hakim

    dalam menuangkan kreativitasnya dalam menerapkan hukum pada kasus kongkret

    adalah seni

  • 8/18/2019 Makalah Teori Hukum Ok Dech

    4/33

    4

    BAB II

    PEMBAHASAN

    A. Aliran-Pemikiran Tentang Hubungan Tugas Hakim dan Undang-Undang

    Timbulnya berbagai aliran pemikiran tentang hubungan antara tugas hakim dengan

    eksistensi undang-undang, tidak lain karena penghubungan antara: Peraturan perundang-

    undangan di satu pihak, dengan fakta konkrit yang diperiksa oleh hakim.Menurut

    Achmad Ali (2002:129) yang menjadi pertanyaan adalah : ”apakah di antara peraturan

    tesebut dengan fakta konkret yang diperiksa oleh hakim, masih ada ”sesuatu” atau

    tidak?” Atau dengan lain kata, yang berlaku di dalam penyelesaian fakta konkrit yang

    diadili oleh pengadilan itu, aturan hukum atau undang-undangnya ataukah hasil dari

     penilaian hakimnya.

    Menurut Achmad Ali (2002:129) Pada dasarnya ada 2 jawaban tentang pertanyaan

    itu, yaitu:

    1. Bagi kaum dogmatik, hukum adalah peraturan (tertulis), yaitu undang-undang.Dalam hal ini, tugas hakim adalah menghubungkan antara fakta konkrit yang

    diperiksanya dengan ketentuan undang-undang. Kaum dogmatik melihat adanya 2

    kemungkinan, adanya ”sesuatu proses” di antara dua elemen tadi (peraturan dan

    fakta ) fakta :

    a. proses penerapan hukum oleh hakim,

    Disini hakim hanya menggunakan hukum-hukum logis, yaitu sillogisme.

     b. Proses pembentukan hukum oleh hakim,

    Disini hakim tidak lagi sekedar menggunakan hukum-hukum logika melaikan

    sudah memberikan penilaian. Ini yang disebut interprestasi dan kontruksi yangoleh kaum legis tidak dibolehkan.

    2. Bagi kaum non-dogmatik yang melihat hukum tidak sebagai sekedar kaidah, tetapi

     juga kenyataan dalam masyarakat, maka undang-undang bukan satu-satunya hukum.

    Bagi kaum non-dogmatik, undang-undang bukan satu-satunya sumber hukum, tetapi

    4

  • 8/18/2019 Makalah Teori Hukum Ok Dech

    5/33

    5

    masih sumber hukum yang lain yaitu : kebiasaan, traktat, yurisprudensi, doktrin,

    kaidah agama, bahkan nilai-nilai kepatutan yang hidup di dalam masyarakat. Dalam pandangan kaum non-dogmatik ini, tugas hakim adalah konkrit yang diperiksanya.

    Dalam penghubungan antara sumber hukum dan fakta konkrit itu, kahim melakukan

     penilaian.

    Prof. Paul Scolten mengemukakan bahwa:

    ”Hukum itu ada, akan tetapi harus ditemukan, dalam apa yang ditemukan itulah

    terletak yang baru. Hanya orang yang mengidentikkan hukum dengan peraturan-

     peraturan m harus memilih atau penciptaan atau penerapan. Apabila ada faktor-

    faktor yang lain, maka dilema itu hapus...”(Achmad Ali, 2002:134).Sudikno Mertokusumo (dalam bukunya: Bab-bab tentang Penemuan Hukum,

    1993:12) menyatakan bahwa:

    ”Ketentuan undang-undang tidak dapat diterapkan begitu saja secara langsung pada peristiwanya. Untuk dapat menerapkan ketentuan undang-undang yang

     berlaku umum dan abstrak sifatnya itu pada peristiwanya yang konkrit dan

    khusus sifatnya, ketentuan undang-undang itu harus diberi arti, dijelaskan atau

    ditafsirkan dan diarahkan atau disesuaikan dengan peristiwanya untuk kemudian

     baru diterapkan pada peristiwanya. Peristiwa hukumnya harus dicari lebih dahulu

    dari peristiwa konkritnya kemudian undang-undangnya ditafsirkan untuk dapatditerapkan.”

    Lebih lanjut, Sudikno Mertokusumo (1993:12) mengemukakan bahwa:

    ”Setiap peraturan hukum ini bersifat abstrak dan pasif. Abstrak karena umumsifatnya dan pasif karena tidak akan menimbulkan akibat hukum kalau tidak terjadi peristiwa konkrit. Peraturan hukum yang abstrak itu memerlukan

    rangsangan agar dapat aktif, agar dapat diterapkan pada peristiwa yang cocok.”

    Selama berabad-abad, hubungan antara perudang-undangan dengan putusan hakim

    menimbulkan polimik yang tak putus-putusnya dan melahirkan berbagai aliran

     pemikiran dalam ilmu hukum.

    Mula-mula dikenal aliran legis, yang cendrung memandang hakim tidak lain hanya

    sekedar terompet undang-undang (bouche de la loi). Kemudian muncul aliran penemuan

  • 8/18/2019 Makalah Teori Hukum Ok Dech

    6/33

    6

    hukum oleh hakim, yang memandang hakim dapat mengisi kekosongan perundang-

    undangan dengan cara konstruksi hukum atau interprestasi. Terakhir muncul lagi aliran

    realis di Amerika Serikat dan Skandinavia, yang pada pokoknya memandang hakim

    tidak sekadar ”menemukan hukum” melainkan ”membentuk hukum” melalui

     putusannya. Bagi aliran realis, kaidah-kaidah hukum yang berlaku memang ada

     pengaruhnya terhdap putusan hakim, akan tetapi hanya berlaku salah satu unsur 

     pertimbangan. Selain unsur kaidah hukum itu, putusan hakim juga dipengaruhi oleh

     prasangka politik ekonomi ataupun moral.

    Bahkan perasaan simpati dan antipati pribadi turut mempengaruhi putusan hakim.

    Dalam hubungan tugas hakim dan perudang-undangan terdapat beberapa aliran sebagai

     berikut:

    1. Aliran Legis

    Pada saat Hukum Kebiasaan mendominasi, di saat itu terasa betapa ketidakpastian

     berlangsung di dunia hukum. Akhirnya muncul masa dimana kepercayaan sepenuhnya

    dialihkan pada undang-undang untuk mengatasi ketidakpastian dari hukum tak tertulis.

    Tetapi terjadilah kepercayaan yang berlebihan akan kemampuan undang-undang.

    Kepastian hukum memang mungkin terwujud dengan undang-undang, tetapi dipihak 

    lain muncul kelemahan undang-undang, khususnya sifatnya, khususnya sifatnya yang

    statis dan kaku.

    Beberapa abad lampau, kalangan hukum pernah sangat mendewakan eksistensi dan

    kemampuan undang-undang. Montesquieu pernah mengemukakan bahwa : ”Hakim-

    hakim rakyat tidak lain hanya corong yang mengucapkan teks undang-undang. Jika teks itu tidak 

  • 8/18/2019 Makalah Teori Hukum Ok Dech

    7/33

    7

     berjiwa dan tidak manusiawi, para hakim tidak boleh mengubahnya, baik tentang kekuatannya

    maupun tentang keketatannya”.

    Juga Rousseau (Achmad Ali, 2002: 133) dalam teori kedaulatan rakyat yang

    dianutnya berpendapat bahwa yang merupakan kekuasaan tertinggi dalam satu negara

    adalah kehendak bersama rakyat, dan kehendak bersama itu diwujudkan dalam undang-

    undang. Oleh karena itu undang-undanganlah satu-satunya hukum dan sumber hukum,

    dan hakim tidak boleh melakukan pekerjaan pembuat undang-undang

    Legisme ini, menurut Sudikno Mertokusumo (1993 : 42):

    ”Pada abad pertengahan timbullah aliran berpendapat bahwa satu-satunyasumber hukum adalah undang-undang, sedangkan peradilan berarti semata-mata penerapan undang-undang pada peristiwa yang konkrit (pasal 20,21

    Peraturan Umum mengenai Perudang-undangan untuk Indonesia /S. 1847-23).

    Hakim hanyalah subsumpti e automaat , sedangkan metode yang dipakai adalah

    geometri yuridis. Kebiasaannya hanya mempunyai kekuatan hukum apabila

    ditunjuk oleh undang-undang (pasal 3 Peraturan Umum tersebut di atas).Hukum dan undang-undang adalah identik, yang dipentingkan disini adalah

    kepastian hukum”.

    Padangan legis semakin lama semakin ditinggalkan orang, karena semakin lama

    semakin disadari bahwa undang-undang tidak perna lengkap dan tidak selamanya jelas,

     bagaimanapun undang-undang menentukan kaidah secara umum, tidak tertentu pada

    suatu kasus tertentu. Sifat undang-undang yang abstrak dan umum itu, menimbulkan

    kesulitan dalam penerapannya secara ”in-kokreto” oleh para hakim di pengadilan. Tidak 

    mungkin hakim mampu menyelesaikan persengketa, jika hakim hanya berfungsi

    sebagai ”terompet undang-undang” belaka. Hakim masih harus melakukan kreasi

    tertentu. Inilah yang kemudian melahirkan pandangan tentang bolehnya hakim

    melakukan penemuan hukum melalui putusannya.

  • 8/18/2019 Makalah Teori Hukum Ok Dech

    8/33

    8

    Achmad Sanusi mengeritisi Legisme sebagai berikut:

    ”tidaklah benar pula, bahwa pekerjaan hakim mempelajari menganalisis dan

    dengan menggunakan tutur simpul (silogisme), yaitu deduksi yang logis, akanmendapatkan penyelesaian untuk tiap-tiap peristiwa nyata. Pertama-tama

    disebabkan karena banyak peraturan undang-undang itu secara nisbi terbatas,

    tidak dapat pada waktunya telah memberi aturan-aturan bagi setiap hubungan

    dan peristiwa hukum. Kedua kalau memang sudah ada peraturannya, maka

    kadang-kadang kata undang-undang itu kurang jelas atau mengandung

    kemungkinan untuk ditafsirkan menurut lebih dari satu arti. Malahan undang-

    undang sendiri sering-sering menunjuk pada kebiasaan setemapt (perhatikan

     pasal 1339, 1346 dan 1347 KUH. Perdata), kesusilaan, itiqat baik, kepentinganumum dan lain-lain. Jadi hakim mempunyai tugas turut menemukan hukum juga dengan memberikan penilaian dan pendapatnya sendiri...” (Achmad Ali,

    2002:134).

    2. Aliran Penemuan Hukum oleh Hakim

    Ketika dirasakan betapa aliran legis tidak mampu lagi memecahkan problem-

     problem hukum yang muncul, maka pemikiran legis ini mulai ditinggalkan. Di saat itu

    kalangan hukum berpendapat bahwa melakukan penemuan hukum oleh hakim adalah

    sesuatu yang wajar.

    Apakah yang dimaksud dengan penemuan hukum oleh hakim? Menurut Paul

    Scholten ( Achmad Ali, 2002:135)

    ”Penemuan hukum adalah sesuatu yang lain daripada hanya penerapan

     peraturan-peraturan pada peristiwanya. Kadang-kadang dan bahkan sangantsering terjadi bahwa peraturannya harus ditemukan, baik dengan jalan

    interprestasi maupun dengan jalan analogi ataupun rechtsvervijning...”

    Sudikno Mertokusumo (1991:4) memberikan pengertian penemuan hukum

    sebagai berikut :

    ”Penemuan hukum lazimnaya diartikan sebagai proses pembentukan hukum

    oleh hakim atau petugas-petugas hukum lainya yang diberi tugas melaksanakan

  • 8/18/2019 Makalah Teori Hukum Ok Dech

    9/33

  • 8/18/2019 Makalah Teori Hukum Ok Dech

    10/33

    10

    Aliran   Begriffsjurispudenz   mengajarkan bahwa sekalipun benar undang-undang

    itu itu tidak lengkap, namun undang-undang masih dapat menutupi kekurangan-

    kekurangannya sendiri, karena undang-undang memeliki daya meluas. Cara memperluas

    undang-undang ini hendaknya bersifat ”normlogisch” dan hendaknya tetap dipandang

    dari sudut dogmatik sebab bagaimanapun hukum merupakan suatu ”logische

    Gasschlossenheit”. Jadi aliran ini memandang hukum sebagai stu sistem tertutup,

    dimana pengertian hukum tidaklah teori tentang pengertian ( Begriffsjusprudenz). sebagai

    sarana melainkan sebagai tujuan, sehingga teori hukum menjadi Oleh aliran ini,

     pekerjaan hakim dianggap semata-mata pekerjaan intelek di atas hukum-hukum rasional

    dan logis. Yang menjadi tujuan dari aliran   Begriffsjusprudenz   adalah bagaimana

    kepastian hukum tewujud.

    Penggunaan hukum-logika yang yang dinamai sillogisme menjadi dasar utama

     Begriffsjusprudenz ini. Bagaimana yang dimaksud cara berfikir sillogisme, dijelaskan

    oleh Sudikno Mertokusumo, S.H (1984: 30):

    ”Di sini hakim mengambil kesimpulan dari adanya premisse mayor, yaitu

    (peraturan) hukum dan premisse minor yaitu peristiwanya: siapa mencuri

    dihukum: A terbukti mencuri; A harus dihukum....”

    Aliran ini menempatkan rasio dan logika pada tempat yang sangat istimewa.

    Kekurangan undang-undang menurut begriffsjurisprudenz ini hendaknya diisi dengan

     penggunaan hukum-hukum logika dan memperluas undang-undang berdasarkan rasio.

    Jadi kritikan terhadap aliran ini, terutama berpendapat bahwa hukum bukan

    sekedar persoalan logika dan rasio, tetapi juga merupakan persoalan hati-nurani,

  • 8/18/2019 Makalah Teori Hukum Ok Dech

    11/33

    11

     pertimbangan budi yang kadang-kadang sifatnya memang irrasional. agi penganut aliran

    ini, keadilan dan kemanfaatan hukum bagi warga masyarakat diabaikan.

    Salah satu contoh cara berpikir  begriffsjurisprudenz  adalah yang dicontohkan oleh

    Achmad Sanusi sebagai berikut:

    “Perhatikan apa yang disimpulkan oleh Mr. Heinsius dari suatu ketentuan ”Toelating en

    vestigingsbesluit”, Zij op wie de bepalingen Indie gevestigd te zijn dan na daartoeschriftelijke vergunning te hebben bekomen”, bahwa–katanya oleh karena peraturan ini

    tidak juga memuat pengecualian bagi orang-orang Indonesia, yang sudah turun-temurun berada di sini, maka siapa saja yang tidak mempunyai izin tertulis untuk menetap di sini,

    ia harus dipandang sebagai bukan penduduk Indonesia. Atau putusan Hogeraad 18 Juni

    1910 berkenan dengan kekuasaan orang tua dan perwalian yang sifatnya utuh dan tidak 

    dapat dipecah-pecah, sehingga–katanya–seorang bapa atau ibu yang sesudah

     berlangsung perceraian tidak diserahi hak perwalian, tidak berhak untuk melihat anak-

    anaknya atau untuk bergaul dengan mereka. Atau Putusan Hogeraad 17 Desember 1909 juga, tatkala menolak adanya hak waris bagi ‘Vereniging tot uitbreiding der Museum te

    Haarlem’, dari seorang Druyvestein, berdasarkan pertimbangan-pertimbangan, bahwa

    tatkala orang yang membuat wasiat itu meninggal (2 April 1905), vereniging tersebut – 

    karena pengurusnya lupa meminta pengakuan yang baru – harus dianggap belum ada

    sebagai badan hukum sebab pengakuan lama sudah berakhir pada tanggal 31 Mei1904”(Achmad Ali, 2002:138).

    b. Aliran Interessenjurisprudenz (Freirechtsschule )

    Sebagai kritik terhadap aliran begriffsjurisprudenz, muncul aliran

    Interessenjurisprudenz atau Freirechtsschule. Menurut aliran ini, undang-undang jelas

    tidak lengkap. Undang-undang bukan satu-satunya sumber hukum, sedangkan hakim

    dan pejabat lainnya mempunyai kebebasan yang seluas-luasnya untuk melakukan

    “penemuan hukum”, dalam arti kata bukan sekedar penerapan undang-undang oleh

    hakim, tetapi juga mencakupi, memperluas dan membentuk peraturan dalam putusan

    hakim. Untuk mencapai keadilan yang setinggi-tingginya, hakim bahkan boleh

    menyimpang dari undang-undang, demi kemanfaatan masyarakat. Dikaitkan dengan

  • 8/18/2019 Makalah Teori Hukum Ok Dech

    12/33

    12

    teori tujuan hukum, maka jelas aliran ini penganut utilitarisme. Hakim mempunyai

    “freies Ermessen”.

    Ukuran-ukuran tentang mana ketentuan undang-undang yang sesuai dengan

    kesadaran hukum dari keyakinan hukum warga masyarakat, tergantung pada ukuran dari

    keyakinan hakim (overtuiging ), di mana kedudukan hakim bebas mutlak. Bagaimanapun

    aliran ini membuka peluang kesewenang-wenangan karena hakim adalah manusia biasa

    yang takkan mungkin terlepas dari berbagai kepentingan dan pengaruh sekelilingnya,

    termasuk pengaruh kepentingan pribadi, keluarga dan sebagainya. Faktor subjektif yang

    ada pada diri hakim sebagai manusia biasa, akan sangat mudah menciptakan

    kesewenang-wenangan putusan hakim.

    Sehubungan dengan itu, Sudikno Mertokusumo (1993:45) mengemuakan

     bahwa:

    ”Aliran ini sangatlah berlebih-lebihan karena berpendapat bahwa hakim tidak 

    hanya boleh mengisi kekosongan undang-undang saja, tetapi bukan boleh

    menyimpang”.

     Namun demikian, Sudikno Mertokusumo (1993:45) juga melihat hikmah dari

     pandangan aliran ini, sebagai berikut:

    ”Walau bagaimanapun juga aliran bebas tersebut di atas telah menanamkan

    dasar bagi pandangan yang sekarang berlaku tentang undang-undang dan

    fungsi hakim”.

  • 8/18/2019 Makalah Teori Hukum Ok Dech

    13/33

    13

    Achmad Sanusi (1977: 56-57) menyatakan bahwa:

    ”Apabila pada aliran Legis/  begriffsjurisprudenz , hakim mudah menjadi abdi

    dari dogma dan/atau undang-undang, di sini (aliran   Freirechtsschule) hakim

    akan menjadi raja terhadap undang-undang, di mana ia berkuasa sendiri

    menciptakan hukum, bagi semua anggota-anggota masyarakatnya. Bukankah

    ini jalan yang sudah mendekat sekali pada ekses-kesewenang-wenangan?”.

    c. Aliran Soziologische Rechtsschule

    Reaksi terhadap aliran Freirechtsschule ini memunculkan aliran Soziologische

    Rechtsschule, yang pada pokoknya hendak menahan kemungkinan munculnya

    kesewenang-wenangan hakim, berkaitan dengan diberikannya hakim ”freies Ermesson”.

    Aliran ini tidak setuju jika hakim diberi ”freies Ermessen”. Namunpun demikian, aliran

    ini tetap mengakui bahwa hakim tidak hanya sekedar ”terompet undang-undang”,

    melainkan di samping berdasarkan pada undang-undang, hakim juga harus

    memperhatikan kenyataan-kenyataan masyarakat, perasaan dan kebutuhan hukum warga

    masyarakat serta kesadaran hukum warga masyarakat. Aliran ini menolak adanya

    kebebasan (vrijbrief  ) dari hakim seperti yang diinginkan Freirechtsschule.

    Hamaker dalam karangannya: Het rechten en de maatschappij dan juga Recht,

    wet en Rechter   antara lain berpendapat bahwa hakim seyogianya mendasarkan

     putusannya sesuai dengan kesadaran hukum dan perasaan hukum yang sedang hidup di

    dalam masyarakatnya ketika putusan itu dijatuhkan. Dan bagi I. H. Hymans (dalam

    karangannya:   Het recht der werkelijkheid ), hanya putusan hakim yang sesuai dengan

    kesadaran hukum dan kebutuhan hukum warga masyarakatnya yang merupakan ”hukum

    dalam makna sebenarnya” (het recht der werkelijkheid). Olehnya itu, penganut aliran ini

  • 8/18/2019 Makalah Teori Hukum Ok Dech

    14/33

    14

    sangat menekankan betapa perlunya para hakim memiliki wawasan pengetahuan yang

    luas, bukan sekedar ilmu hukum dogmatik belaka, tetapi seyogianya juga mendalammi

    ilmu-ilmu sosial lain seperti: sosiologi, antropologi, politik, ekonomi, dan sebagainya.

    (Achmad Ali, 2002:140).

    Seorang hakim seyogianya adalah orang yang memiliki wawasan ilmu dan

     pengetahuan yang cukup luas, bukan sekadar menguasai peraturan-peraturan hukum

    yang tertuang dalam berbagai perundang-undangan, melainkan juga menguasai ilmu

    ekonomi, sosiologi, politik, antropologi, dan lain-lain. Untuk memperoleh hakim yang

     berkualitas semacam itu, banyak ditentukan pula oleh “proses rekrutmen” calon hakim.

    Seyogianya yang diterima sebagai calon hakim adalah lulusan-lulusan terbaik dari

    fakultas-fakultas hukum serta yang memiliki mentalitas yang cukup baik. (Achmad Ali,

    2002:146).

    Peningkatan kualitas bagi para hakim sendiri juga harus senantiasa dilakukan,

     baik dengan penataran atau kursus-kursus, maupun dengan sering-sering mengikutkan

     para hakim dalam pertemuan-pertemuan ilmiah, seperti seminar, simposium, dan

    sebagainya. (Achmad Ali, 2002:141).

    Pengikut lain dari aliran ini diantaranya adalah: J. Valkhof (dalam

    karangannya: Een eeuw rechtsotwikkeling dan juga Grondwet en Maatschappij in

     Nederland), A. Auburtin (dalam karangannya: Amerik, Rechtsauffassung und die

    neueren Amerik. Theorien der Rechtssoziologie und des Rechtsrealismus), dan G.

    Gurvitch (dalam karnagannya: L’idee du Droit social) (Achmad Ali, 2002:141).

  • 8/18/2019 Makalah Teori Hukum Ok Dech

    15/33

    15

    Sudikno Mertokusumo (1993:45) menyatakan bahwa aliran sosiologis ini

    merupakan salah satu pecahan dari Freirechtslehre, dan pecahan lainnya adalah aliran

    Hukum Kodrat. Lebih lanjut dinyatakan: aliran sosiologis berpendapat bahwa

    menemukan hukum hakim harus mencarinya dalam kebiasaan-kebiasaan dalam

    masyarakat, sedangkan aliran Hukum Kodrat berpendapat bahwa untuk menemukan

    hukumnya harus dicari dalam hukum kodrat.

    d. Ajaran Paul Scholten

    Akhirnya semua aliran yang terdahulu dianggap berat sebelah oleh Prof. Paul

    Scholten, guru besar Universitas Amsterdam, ”dewa pemikiran hukum” dari Belanda, di

    mana Scholten mengemukakan pandangannya secara sangat terinci dalam bukunya yang

     berjudul: Mr. C. Asser’s Handleiding Tot De Beoefening van Het Nederlandsch

    Burgerlijk Recht: Algemeen Deel, tentang apa yang ia maksudkan sebagai penemuan

    hukum oleh hakim dan bagaimana permasalahannya (Achmad Ali, 2002:141).

    Bagi Scholten, hukum merupakan satu sistem, yang berarti semua aturan saling

     berkaitan, aturan-aturan itu dapat disusun secara mantik, dan untuk yang bersifat khusus

    dapat dicarikan aturan-aturan umumnya, sehingga tiba pada asas-asasnya. Namun

    tidaklah berarti bahwa hakim hanya bekerja secara mantik semata-mata. Hakim juga

    harus bekerja atas dasar penilaian, dan hasil dari penilaian itu menciptakan sesuatu yang

     baru. Paul Scholten melihat bahwa sistem hukum itu logis, tetapi tidak tertutup. Inilah

    ajarannya yang disebut open systeem van het recht. Sistem hukum itu tidak statis, karena

    sistem hukum itu membutuhkan putusan-putusan atau penetapan-penetapan yang

  • 8/18/2019 Makalah Teori Hukum Ok Dech

    16/33

    16

    senantiasa menambah luasnya sistem hukum tersebut. Karena itu lebih tepat jika kita

    menyatakan bahwa sistem hukum itu sifatnya terbuka (Achmad Ali, 2002:141).

    Paul Scholten melihat bahwa penilaian hakim itu dilakukan dalam wujud

    interprestasi dan kontruksi. Undang-undang mempunyai kebebasan yang lebih primer,

    sedangkan hakim mempunyai ”keadaan terikat” pada yang lebih primer itu. Pandangan

    Scholten pada beberapa segi memiliki kemiripan dengan ajaran Stufenbau des Rechts

     baik dari A. Merki maupun Hans Kelsen. Mirip tetapi tidak sama pada segi lainnya.

    Menurut Pitlo, Scholten menekankan setiap pengucapan putusan sekaligus merupakan

    sumbangan dalam pembentukan hukum, dan bahwa setiap putusan adalah menciptakan

    hukum”. (Achmad Ali, 2002:141).

    e. Penemuan Hukum Heteronom dan Otonom

    Dengan mengacu juga pada pandangan Knottenbelt (dalam karangannya:

    Inleiding in het Nederlandse Recht, hal. 98), Sudikno menuliskan bahwa yang dimaksud

    dengan penemuan hukum yang heteronom, adalah jika dalam penemuan hukum hakim

    sepenuhnya tunduk pada undang-undang. Penemuan hukum ini terjadi berdasarkan

     peraturan-peraturan di luar diri hakim. Pembentuk undang-undang membuat peraturan

    umumnya, sedangkan hakim hanya mengkonstatir bahwa undang-undang dapat

    diterapkan pada peristiwanya, kemudian hakim menerapkan menurut bunyi undang-

    undang. Dengan demikian, maka penemuan hukum yang heteronom ini tidak lain

    merupakan penerapan undang-undang yang terjadi secara logis terpaksa sebagai

    silogisme (Achmad Ali, 2002:142).

  • 8/18/2019 Makalah Teori Hukum Ok Dech

    17/33

    17

    Sedangkan yang dimaksud dengan penemuan hukum yang otonom, menurut

    Sudikno adalah jika hakim dalam menjatuhkan putusannya dibimbing oleh pandangan-

     pandangan atau pikirannya sendiri. Dalam penemuan hukum yang otonom ini hakim

    memutus menurut apresiasi pribadi. Di sini hakim menjalankan fungsi yang mandiri

    dalam penerapan undang-undang terhadap peristiwa hukum konkrit. Pandangan baru ini

    oleh van Eikema Hommes disebut pandangan yang materiil yuridis, di Jerman

    dipertahankan oleh Oskar Bullow dan Eugen Ehrlich. Di Prancis pandangan baru ini

    dikembangkan oleh Francois Geny. Dalam hal ini, Geny menentang penyalahgunaan

    cara berpikir yang abstrak-logis dalam pelaksanaan hukum dan terhadap fiksi bahwa

    undang-undang berisi hukum yang berlaku. Di Amerika Serikat Oliver Wendel Holmes

    dan Jerome Frank menentang pendapat bahwa hukum yang ada itu lengkap yang dapat

    dijadikan sumber bagi hakim untuk memutuskan dalam peristiwa yang konkrit. Menurut

     pendapat ini maka pelaksanaan undang-undang oleh hakim bukanlah semata-mata

    merupakan persoalan logika dan penggunaan pikiran yang tepat saja, tetapi lebih

    merupakan pemberian bentuk yuridis kepada asas-asas hukum materiil yang menurut

    sifatnya tidak logis dan lebih mendasar pada pengalaman dan penilaian yuridis dari pada

    mendasarkan pada akal yang abstrak. Undang-undang tidak mungkin lengkap. Undang-

    undang hanya merupakan satu tahap dalam proses pembentukan hukum dan terpaksa

    mencari kelengkapanny dalam praktik hukum dari hakim Tetapi Sudikno sendiri

     berpendapat bahwa: ”Tidak ada batasnya yang tajam antara penemuan hukum yang

    heteronom dan otonom. Kenyataannya di dalam praktik penemuan hukum mengandung

    kedua unsur tersebut” (Achmad Ali, 2002:141).

  • 8/18/2019 Makalah Teori Hukum Ok Dech

    18/33

    18

    B. Menemukan Hukum, suatu Kreativitas Seni dalam Keputusan Hakim

    1. Menemukan Hukum

    Keputusan Hakim, merupakan suatu proses dari upaya penemuan hukum,

    termasuk interpretasi dan konstruksi. Proses pemeriksaan perkara sampai dengan

    keputusan membutuhkan kreativitas hakim, yang tentunya berdasarkan pula

    intelektualitas dan pengalaman sang hakim dalam putusannya.

    Seni dalam putusan hakim bermula dari kegiatan penemuan hukum. Namun

     pertanyaan teoretis adalah apakah hakim selalu melakukan penemuan hukum? Ada dua

     pandangan yang berbeda untuk menjawab, apakah hakim selalu melakukan penemuan

    hukum atau tidak? Kedua pendapat itu masing-masing (Achmad Ali, 2002 :145) adalah:

    1). Penganut Doktrin ”Sens-clair (la doctrine du sensclair )

    Penganut aliran ini berpendapat bahwa ”penemuan hukum oleh hakim” hanya

    dibutuhkan jika:

    a. Peraturannya belum ada untuk suatu kasus in konkreto, atau

     b. Peraturannya sudah ada tetapi belum jelas.

    Menurut penganut pandangan ini, di luar dari keadaan pada dua hal di atas,

     penemuan hukum oleh hakim tidak ada.

    Michel van Kerckhove (Achmad Ali, 2002 :145) menyimpulkan

    ”sensclair” dalam 5 butir berikut:

    a. Ada teks undang-undang yang dimengerti maknanya sendiri dan berdasarkan

    setiap penjelasan sebelumnya serta tidak mungkin menimbulkan keraguan;

  • 8/18/2019 Makalah Teori Hukum Ok Dech

    19/33

    19

     b. Karena bahasa hukum berdasarkan pada bahasa percakapan sehari-hari maka

    dapat dianggap, semua istilah yang tidak ditentukan oleh pembuat undang-

    undang tetap saja sama artinya dengan yang dimilikinya dalam bahasa

     percakapan biasa atau sehari-hari.

    c. Kekaburan suatu teks undang-undang hanya mungkin terjadi karena

    mengandung kemenduaan arti (ambiguitas) atau karena kekurangan tetapan arti

    lazim dari istilah-istilah itu.

    d. Secara ideal, biasanya yang dijadikan pegangan bagi pembuat undang-undang

    adalah ia harus merumuskan teks undang-undangnya dengan sejelas-jelasnya.

    Kekaburan teks harus dihindari, demikian pula jangan sampai terjadi

     perumusan yang kurang baik.

    e. Untuk mengetahui adanya kekaburan ataupun tidak adanya kekaburan teks

    undang-undang, tidak diperlukan penafsiran. Sebaliknya pengakuan tentang

     jelas atau kaburnya teks menghasilkan kriteria yang memungkinkan untuk 

    menilai apakah suatu penafsiran atau penemuan hukum memang atau tidak 

    diperlukan; dan kalau diperlukan atau tidak diperlukan, hasilnya dalam

     penerapan hukum adalah sah.

    2). Penganut Penemuan Hukum selalu harus dilakukan

    Prof. Mr. Pitlo (Achmad Ali, 2002:147) antara lain mengemukakan bahwa

    kata-kata merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan untuk menyampaikan isi

     pikiran dari seseorang yang terpelajar. Berpikir merupakan pembicaraan yang

    dilakukan dengan dirinya sendiri, di mana berbicara dengan diri sendiri merupakan

  • 8/18/2019 Makalah Teori Hukum Ok Dech

    20/33

    20

    sesuatu yang tidak dapat diabaikan. Berpikir tajam adalah merumuskan secara

    tajam. Dengan demikian siapa saja yang mengatakan: ”saya tahu, tetapi saya tidak 

    dapat mengatakannya dengan baik”’ adalah merupakan omong kosong. Mengapa?

    Karena kalau seseorang mengatakan ia tahu, berarti ia telah menjelaskan pada

    dirinya sendiri dengan kata-kata. Jadi tepatlah kalau kita tiba pada kesimpulan

     bahwa bahasa senantiasa terlalu miskin bagi pikiran manusia yang sangat

     bernuansa. Satu kata sering mempunyai seratus makna. Apa yang dimaksud kalau

    kita mengatakan seseorang itu ”miskin”? 1001 arti bisa muncul. Apakah ”miskin

    secara ekonomis”? Ataukah ”miskin secara akhlak ”? Ataukah ”miskin secara

    ilmu”? dan seterusnya. Lantas miskin akan berkelanjutan, apa kriteria ”miskin

    secara ekonomis”? Apa kriteria ”miskin secara akhlak ”? Apa kriteria ”miskin

    secara ilmu”? dan seterusnya. Tampaklah bahwa bahasa merupakan alat yang

    sering telah menimbulkan kekacauan dalam pembicaraan yang dilakukan terhadap

    diri sendiri, karena sering kita mengakui bahwa kita, diluar kesadaran, telah

    menggunakan satu kata untuk menyatakan lebih dari satu pengertian, sehingga

     pikiran kita tetap saja keruh. Belum lagi kalau kita dengan perantaraan bahasa lisan

    maupun tulisan berusaha memindahkan pikiran kita kepada orang lain yang

    mungkin memberi nilai pada kata yang bersangkutan, yang ternyata bertentangan

    dengan apa yang dimaksudkan oleh pembicara atau penulis. Hal ini penulis sering

    saksikan bahkan alami ketika menyajikan makalah dalam forum yang pesertanya

    terdiri dari berbagai kalangan. Dengan satu kalimat yang sama yang penulis

    kemukakan, diartikan berbeda-beda oleh berbagai peserta (Achmad Ali,

    2002:145).

  • 8/18/2019 Makalah Teori Hukum Ok Dech

    21/33

    21

    Pitlo ( Evolutie in het Privantrecht , 1972: 12137) lebih jauh ia

    menjelaskan eksistensi bahasa ini, bahwa pikiran kita jauh lebih bernuansa dari

     pada bahasa. Bahasa adalah alat bantu utama untuk menggambarkan pikiran kita

    sebab berpikir tidak lain adalah pembicaraan yang kita lakukan dengan diri kita.

    Siapa yang merasa tidak puas dengan gagasan-gagasan yang masih samar-samar 

    dan bermaksud menjelaskan pikirannya sejelas-jelasnya, tentu tidak akan berhenti

    sebelum ia tiba pada fomulasi kata-kata yang setajam mungkin. Olehnya itu, Pitlo

    memandang bahwa bahasa bukan sekadar sarana untuk mengemukakan pikiran-

     pikiran kita, melainkan juga sarana satu-satunya untuk mempertajam pemikiran

    kita. Hubungan antara undang-undang dan teks undang-undang sama dengan

    hubungan antara pikiran kita dan penuangannya dalam kata-kata. Bahasa adalah

    kurang lengkap, olehnya itu teks itu tidak mungkin sempurna dan mampu

    menampung seluruh konteks. Olehnya itu tidak pernah penafsiran itu tidak 

    dilakukan. Semua pembacaan dan semua cara mendengarkan kata-kata yang

    diucapkan, semuanya membutuhkan penafsiran. Menafsirkan adalah kegiatan

    subjektif. Seorang yang jujur akan berusaha untuk melakukan kegiatan penafsiran

    itu subjektif mungkin, tetapi bagaimana pun selalu dan pasti unsur subjektivitasnya

    masuk, entah secara sadar ataupun tidak sadar. Pitlo memberi contoh: Willem de

    Zwijger, pahlawan Belanda yang memimpin perang kemerdekaan Belanda

    melawan Kerajaan Spanyol pada abad ke-16. ada yang memandang ia sebagai

    seorang pahlawan yang tekun dan ramah, tetapi sebagian orang memandang ia

    sebagai pengikut Machiavelli yang cerdas (Achmad Ali, 2002:146).

  • 8/18/2019 Makalah Teori Hukum Ok Dech

    22/33

    22

    2. Keputusan Hakim adalah Seni

    Keputusan hakim adalah seni, berkaitan erat dengan tugas hakim yang yang

    mengkonstatir, mengkualifikasi dan mengkonstituir suatu peristiwa dengan fakta hukum.

    Berkenaan dengan tugas hakim, Sudikno Mertokusumo (1993: 91-92) mengemukakan

    sebagai berikut:

    a.   tahap konstatir:  di sini hakim mengkonstatir benar atau tidaknya peristiwa yang

    diajukan. Misalnya benarkah si A telah memecahkan jendela rumah si B, sehinggasi B menderita kerugian? Di sini para pihak (dalam perkara perdata) dan penuntut

    umum (dalam perkara pidana) yang wajib untuk membuktikan melalui penggunaan

    alat-alat bukti. Dalam tahap konstatir ini kegiatan hakim bersifat logis. Penguasaanhukum pembuktian bagi hakim, sangat dibutuhkan dalam tahap ini.

     b.   tahap kualifikasi:   di sini hakim kemudian mengkualifikasir termasuk hubungan

    hukum apakah tindakan si A tadi? Dalam hal ini dikualifikasir sebagai perbuatan

    melawan hukum (Pasal 1365 BW).

    a.   tahap konstituir:   di sini hakim menetapkan hukumnya terhadap yang

     bersangkutan (para pihak atau terdakwa). Di sini hakim menggunakan sillogisme,

    yaitu menarik suatu simpulan dari premis mayor berupa aturan hukumnya (dalam

    contoh ini pasal 1365 BW) dan premis minor berupa tindakan si A memecahkankaca jendela si B.

    Proses penemuan hukum oleh hakim dimulai pada tahap kualifikasi dan berakhir 

     pada tahap konstituir. Hakim menemukan hukum melalui sumber-sumber hukum yang

    tersedia. Dalam hal ini tidak menganut pandangan legisme yang hanya menerima

    undang-undang saja sebagai satunya-satunya hukum dan sumber hukum. Sebaliknya di

    sini, hakim dapat menemukan hukum melalui sumber-sumber hukum: undang-undang,

    kebiasaan, traktat, yurisprudensi, putusan desa, doktrin, hukum agama, dan bahkan

    keyakinan hukum yang dianut oleh masyarakat.

    Dalam kaitan ini, Cardozo menyatakan bahwa:

    ”My duty as judge say be to objectify in law, not my own aspirations and 

    convictions and philosophies, but the aspirations and convictions and 

  • 8/18/2019 Makalah Teori Hukum Ok Dech

    23/33

    23

     philosophies of the men and women of my time. Hardly shall I do this well if  

    my own symphathies and beliefs and passionate devotions are with a time that is past”. Jadi bagi Cardozo, kewajibannya sebagai hakim untuk menegakkan

    objektivitas melalui putusan-putusannya. Bagi Cardozo, putusan-putusannya

    tidaklah merupakan perwujudan aspirasi pribadinya, tidak merupakan

    manifestasi dari pendirian pribadinya dan tidak merupakan penerapan falsafah

     pribadinya; malahan perwujudan dari aspirasi, pendirian dan falsafah warga

    masyarakat pada waktu dan di mana putusan itu dijatuhkan (Achmad Ali,2002:146)

    Kreativitas dalam melaksanakan tugas hakim, yang merupakan seni dalam

    mengkonstatir, mengkualifikasi dan mengkonstituir tidak hanya berdasarkan fakta dan

    keyakinan hakim semata, melainkan harus dapat diterima umum, yakni sesuai dengan

    living law. Di Republik ini banyak Putusan Hakim yang kontroversial. Misalnya

     bandingkan vonis Tomy Soeharto dengan Maulawarman dan Noval Hadad. Mereka

    yang hanya jadi eksekutor di ”lapangan”, diganjar pidana penjara seumur hidup oleh

    hakim yang sama. Mengapa Tommy Soeharto yang kejahatannya berakumulasi, hanya

    diganjar 15 tahun penjara, serta berbagai putusan hakim yang kontroversial mengenai

     pembalakan liar.

    Dalam memilih putusan mana yang akan dijatuhkan yang penting bukan

    sekedar dipenuhi tidaknya prosedur tertentu menurut undang-undang, tetapi yang

     penting menurut Apeldoorn ialah justru setelah putusan itu dijatuhkan yaitu dapat

    tidaknya putusan yang akan dijatuhkan itu diterima, baik menurut persyaratan keadilan

    maupun persyaratan konsistensi sistem. Pilihan itu ditentukan oleh pandangan pribadi

    hakim tentang pertanyaan putusan mana yang paling dapat diterima terutama oleh para

     pihak yang bersangkutan dan oleh masyarakat. (Sudikno Mertokusumo, 1996:91).

  • 8/18/2019 Makalah Teori Hukum Ok Dech

    24/33

  • 8/18/2019 Makalah Teori Hukum Ok Dech

    25/33

    25

    ”korupsi kelas kakap”, niscaya hanya kesia-sialah setiap hari segala pidato mengenai

     pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme.

    Lebih lanjut dinyatakan bahwa: Kalau ”wabah pandangan keliru” seperti yang

    telah menjangkiti semua penegak hukum itu, niscaya meskipun penguasa silih berganti,

    tetapi penegakan hukum di Indonesia pasti akan semakin terpuruk. Dan jangan lupa,

    suka atau tidak suka, keterpurukan hukum membawa dampak negatif terhadap sektor 

    kehidupan lain, termasuk sektor perekonomian. Semaksimal apapun yang diupayakan

    dalam sektor ekonomi oleh para pakar ekonomi kita, toh akan sia-sia saja. Kalau filosofi

    Hakim Amiruddin Zakaria yang dianut, maka menjadi kenyataanlah sinisme ayang

     berasal dari abab 1 SM :  ” L aws ar e spider webs; they h old the weak and deli cate who 

    are caugh in their meshes, but are torn in pieces by the rich and powerful”   (Hukum

    adalah jaringan laba-laba, yang hanya mampu menjerat yang lemah, tetapi akan robek 

     jika menjerat yang kaya dan kuat).

    Dalam rangka aktualisasi putusan hakim sebagai upaya kratifitas yang

    dikategorikan sebagai seni dalam membuat keputusan patut memperhatikan tugas

     pengadilan sebagaimana dikemukakan oleh Harry C. Bredemeier (Achmad Ali,

    1999:10) sebagai berikut:

    1.   Analisis tentang hubungan sebab akibat. Di mana pengadilan membutuhkan suatu

    cara untuk memastikan:

    a. ”hubungan masa lalu” antara tindakan yang diduga telah dilakukan oleh tergugat(terdakwa) dan kerugian yang diduga diderita oleh penggugat (penuntut).

     b. “kemungkinan di masa depan” hubungan antara putusan dan aktivitas-aktivitas

    tergugat dan penggugat(dan seluruh person dalam situasi yang serupa).

    2.   Pengadilan membutuhkan suatu konsep dari apa yang oleh”pembagian kerja” adalah

    apa tujuan dari sistem-sistem yang ada, apa usaha negara untuk menciptakan ataumempertahankan pelaksanaan kekuasaan. Dengan perkataan lain ada kebutuhan-

  • 8/18/2019 Makalah Teori Hukum Ok Dech

    26/33

    26

    kebutuhan standar untuk mengevaluasi tuntutan-tuntutan yang saling bertentangan

    dan mengantisipasi efek-efek dari suatu putusan terhadap struktur peran.3.   Adanya kemauan dari para pihak untuk menggunakan pengadilan sebagai

    mekanisme penyelesaian konflik mereka. Motivasi untuk menerima pengadilan dan

    menaati putusannya adalah suatu “masukan” dari sistem “pattern–maintenance”

    (mempertahankan pola) atau sistem sosial dan “keluaran balik” yang dilak ukan

    dengan segera oleh pengadilan adalah apa yang dinamakan “keadilan”.

    Sebenarnya putusan hakim itulah hukum dalam arti sebenarnya dalam perkara

    konkrit yang diperiksa hakim. Undang-undang, kebiasaan, dan seterusnya hanya

    ”pedoman” dan ”bahan inspirasi”bagi hakim untuk membentuk hukumnya sendiri. Hal

    ini selaras dengan apa yang pernah dikemukakan oleh hakim terkenal dari Amerika

    Serikat, Cardozo (dalam karangannya yang termasyhur: The Nature of judicial process)

     bahwa:  ”The law which is resulting product is not found but made. The process in its

    highest reaches is not discovery, but creation.”

    Hakim bekerja akan menghadapi antimoni antara “keadilan” dan “kepastian

    hukum”. Idealnya putusan hakim harus mengandung ketiga unsur “ idee des recht” yaitu

    keadilan (gerechtigheld), kemanfaatan (zweckmassigheld) dan kepastian hukum

    (rechtssicharheld) secara proporsional. Namun dalam praktek, umumnya hakim akan

    memberi titik berat terhadap salah satu unsur. Dalam hal ini teori hukum mendukung

    dimungkinkannya hakim mengambil keputusan secara otonom, karena ia bukan ”le

    bouche de la lois” (hakim adalah corong UU), melainkan juga ”la bouche de la societe”

    (hakim adalah corong masyarakat). Idee des recht tersebut merupakan teori yang di

    kemukakan oleh Gustav Radbruch yaitu suatu putusan pengadilan dikatakan ideal jika

     putusan tersebut mengandung unsur keadilan, kemanfaatan (bagi masyarakat dan yang

     bersangkutan) dan kepastian hukum secara proporsional. Untuk menciptakan

  • 8/18/2019 Makalah Teori Hukum Ok Dech

    27/33

    27

    keseimbangan antara ketiga unsur itu, merupakan seni tersendiri bagi hakim, apakah

    lebih memperhatikan unsur keadilan atau yang lain. Oleh karena itu hakim dalam

    memutuskan perkara dengan menggunakan rasional juga dengan kecerdasan

    emosionalnya. Seni yang digunakan tersebut didasarkan pada ilmu hukum, namun hasil

     putusannya bukan sebagai ilmu tetapi sebagaai hukum dan sumber hukum (Sudikno

    Mertokusumo, 2007:2)

    Kemampuan hakim menggunakan rasional dan kecerdasan emosional dalam

     penerapan undang-undang/hukum pada kasus konkret merupakan seni. Namun

    kemampuan hakim tentunya dipengaruhi oleh faktor-faktor non hukum, seperti latar 

     belakang, pendidikan, dan lain-lain yang menurut Satjipto Rahardjo bahwa putusan

    hakim ditentukan oleh sarapan paginya.

  • 8/18/2019 Makalah Teori Hukum Ok Dech

    28/33

    28

    BAB III

    KESIMPULAN DAN SARAN

    A. Kesimpulan

    Kreativitas hakim dalam menerapkan hukum dan tujuan hukum dalam suatu

    kasus konkret dalam Putusan, menggunakan rasional juga kecerdasan emosional

    merupakan seni yang didasarkan pada ilmu hukum, dengan demikian putusan hakim itu

    adalah hukum dan sumber hukum.

    B. Saran

    Agar kreativitas seni yang digunakan hakim dalam putusannya memiliki

    kualitas, maka seyogyanya hakim memperluas cakrawala wawasan dengan pemahaman

    teori hukum dan perundang-undangan secara memadai, guna menghindari berbagai

    kesalahan penerapan hukum dalam putusannya.

    28

  • 8/18/2019 Makalah Teori Hukum Ok Dech

    29/33

    29

    DAFTAR PUSTAKA

    Achmad Ali, 1999.  Pengadilan dan Masyarakat.  Hasanuddin University Press. Ujung

    Pandang.

    ----------------, 2002,   50 Tahun usia, karya pilihannya dan komentar berbagai 

    kalangan tentang Achmad Ali.  Lephas Makasar.

    ----------------, 2002  M enguak Tabir H ukum (Suatu kaji an F ilosofis dan sosiologi)  PT

    Toko Gunung Agung, Jakarta.

    Achmad Sanusi . 1977. Pengantar I lmu H ukum dan Pengantar Tata H ukum 

    Indonesia . Tarsito, Bandung.

    Apeldoorn, L.J. van, 2005  Pengantar Ilmu Hukum .Pradnya Paramita Jakarta.

    Sudikno Mertokusumo dan Pitlo, 1993   Bab-bab tentang Penemuan H ukum , Citra

    Aditya Bakti.

    Sudikno Mertokusumo, 1984, Bunga Rampai Ilmu Hukum , Liberty Yogyakarta.

    ------------------, 1996. Penemuan Hukum, Sebuah Pengantar . Liberty Yogyakarta.

    ------------------, 2007.  Teori dan Politik H ukum  (Catatan kuliah, pada magister hukum

     perdata 2007/2008) UGM Yogyakarta..

    Suriasumantri, Jujun. 2001.   Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer . Pustaka Sinar 

    Harapan. Jakarta.

    The Liang Gie. 2005. Filsafat Seni, Suatu Pengantar. PUBIB, Yogyakarta

    29

  • 8/18/2019 Makalah Teori Hukum Ok Dech

    30/33

    30

    KEPUTUSAN HAKIM DALAMPERSPEKTIF SENI

    Oleh:

    Nama : Roberth K.R. Hammar

    Nomor Mahasiswa : 07/259215/SHK/98

    Bidang Ilmu : HukumProgram : Doktor

    Makalah 

    Dalam M ata kuliah: Teori Hukum,

    Dosen : Prof. D r. RM. Sudikno M ertokusumo, SH 

    SEKOLAH PASCASARJANA

    UNIVERSITAS GADJAH MADA

    YOGYAKARTA

    2007

  • 8/18/2019 Makalah Teori Hukum Ok Dech

    31/33

    31

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL  .....................................................................................................i

    ABSTRAK   ................................................................................................................... ii

    PRAKATA  .................................................................................................................. iii

    DAFTAR ISI  ............................................................................................................... iv

    BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang ............................................................................................ 1

    B. Rumusan Masalah ....................................................................................... 3

    C. Tujuan Penulisan ......................................................................................... 3

    BAB II PEMBAHASAN

    A. Aliran Dalam Menemukan Hukum oleh Hakim ........................................ 4

    B. Menemukan Hukum suatu Kreativitas seni

    dalam Keputusan Hakim ..........................................................................17

    BAB III PENUTUP

    A. Kesimpulan ................................................................................................27

    B. Saran ..........................................................................................................27

    DAFTAR PUSTAKA

  • 8/18/2019 Makalah Teori Hukum Ok Dech

    32/33

  • 8/18/2019 Makalah Teori Hukum Ok Dech

    33/33

    33

    ABSTRAK 

    Roberth Kurniawan Ruslak Hammar. Keputusan Hakim Dalam Perspektif Seni.

    (Mata Kuliah: Teori Hukum, Dosen:  Prof. Dr. RM. Sudikno Mertokusumo, SH.

    Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui eksistensi putusan hakim dalam

    menuangkan kreativitasnya dalam menerapkan hukum dan tujuan hukum pada kasus

    konkret dan merupakan seni.tersendiri.

    Hasil kajian menunjukkan bahwa Kreativitas hakim dalam menerapkan hukum dantujuan hukum dalam suatu kasus konkret dalam Putusan, menggunakan rasional juga

    kecerdasan emosional merupakan seni yang didasarkan pada ilmu hukum, dengan

    demikian putusan hakim itu adalah hukum dan sumber hukum.

    Agar kreativitas seni yang digunakan hakim dalam putusannya memiliki kualitas, maka

    seyogyanya hakim memperluas cakrawala wawasan dengan pemahaman teori hukum

    dan perundang-undangan secara memadai, guna menghindari berbagai kesalahan

     penerapan hukum dalam putusannya.