Makalah Teori Belajar Menurut Jerome S. Bruner

download Makalah Teori Belajar Menurut Jerome S. Bruner

of 15

description

Makalah Teori Belajar Menurut Jerome S. Bruner

Transcript of Makalah Teori Belajar Menurut Jerome S. Bruner

BAB IPENDAHULUANMatematika merupakan ilmu dasar yang sangat diperlukan untuk landasan bagi teknologi dan pengetahuan modern. Matematika berkenaan dengan ide (gagasan-gagasan), aturan-aturan, hubungan-hubungan yang diatur secara logis sehingga matematika berkaitan dengan konsep-konsep abstrak, (Hudoyo, 1990:3). Matematika itu sendiri sebenarnya lebih menekankan kegiatan dalam dunia rasio (penalaran), bukan menekankan dari hasil eksperimen atau hasil observasi matematika terbentuk karena pikiran-pikiran manusia, yang berhubungan dengan idea, proses, dan penalaran (Russeffendi ET, 1980 :148). Disamping itu, Matematika memberikan keterampilan yang tinggi pada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi sebagai bekal peserta didik dalam kemampuan membantu dalam hal daya abstaksi, analisis permasalahan, penalaran logika, serta kemampuan bekerjasama.Matematika terbentuk dari pengalaman manusia dalam dunianya secara empiris. Kemudian pengalaman itu diproses di dalam dunia rasio, diolah secara analisis dengan penalaran di dalam struktur kognitif sehingga sampai terbentuk konsep-konsep matematika supaya konsep-konsep matematika yang terbentuk itu mudah dipahami oleh orang lain dan dapat dimanipulasi secara tepat, maka digunakan bahasa matematika atua notasi matematika yang bernilai global (universal). Konsep matematika didapat karena proses berpikir, karena itu logika adalah dasar terbentuknya matematika. Selain penguasaan materi, dalam pembelajaran matematika kepada anak didiknya nanti, seorang guru dituntut agar memahami tentang hakekat anak didik dan teori pembelajaran. Pemahaman terhadap kedua aspek tersebut diperlukan agar guru mampu mengajarkan matematika dengan baik melalui metode atau strategi yang tepat dalam pembelajaran matematika.Guru perlu mengetahui berbagai teori belajar matematika. Unsur pokok dalam pembelajaran matematika adalah guru sebagai salah satu perancang proses. Proses yang sengaja dirancang selanjutnya disebut proses pembelajaran, siswa sebagai pelaksanaan kegiatan belajar, dan matematika sekolah sebagai objek yang dipelajari dalam hal ini sebagai salah satu bidang studi dalam pelajaran.Dalam makalah ini penulis menjelaskan teori belajar dari para ahli yakni teori belajar Bruner kemudian bagaimana penerapannya dalam pembelajaran matematika, sehingga asumsi dari siswa bahwa mata pelajaran matematika adalah pelajaran yang paling sulit sedikit demi sedikit akan terkikis dengan digunakannya teori teori belajar yang tepat.BAB II

ISI1.1. Biografi J. BrunerJerome Seymour Bruner dilahirkan pada tanggal 1 Oktober 1915 di New York City. Jerome S. Bruner adalah seorang ahli psikologi kognitif (1915) yang memberi dorongan agar pendidikan memberi perhatian pada pentingnya pengembangan berpikir.

Bruner tidak mengembangakan teori belajar yang sistematis. Dasar pemikiran teorinya memandang bahwa manusia adalah sebagai pemroses, pemikir, dan pencipta informasi. Oleh karenanya yang terpenting dalam belajar adalah cara-cara bagaimana seseorang memilih, mempertahankan dan mentransformasikan informasi yang diterimanya secara aktif. Sehubungan dengan itu Bruner sangat memberi perhatian pada masalah apa yang dilakukan manusia dengan informasi yang diterima itu untuk mencapai pemahaman dan membentuk kemampuan berpikir pada siswa (Panen, 2004: 3.11-3.12).1.2. Proses Belajar MengajarBruner mengatakan bahwa belajar terjadi lebih ditentukan oleh cara seseorang mengatur pesan atau informasi dan bukan ditentukan oleh umur. Asumsi teori ini adalah bahwa setiap orang telah memiliki pengetahuan dan pengalaman yang telah tertata dalam bentuk struktur kognitif yang telah dimilikinya. Proses belajar akan berjalan dengan baik jika materi pelajaran atau informasi baru beradaptasi dengan struktur kognitif yang dimilikinya. Proses belajar akan berjalan dengan baik jika materi pelajaran atau informasi baru beradaptasi dengan struktur kognitif yang telah dimiliki dan telah terbentuk didalam pikiran seseorang berdasarkan pemahaman dan pengalaman-pengalaman sebelumnya (Budiningsih, 2005: 51).

Teori belajar kognitif lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajarnya. Para penganut aliran kognitif mengatakan bahwa belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon. Namun lebih dari itu, belajar melibatkan proses berfikir yang sangat kompleks (Hamzah, 2006: 10).1.2.1. Perkembangan Intelektual AnakPendirian yang terkenal yang dikemukakan oleh J. Bruner ialah, bahwa setiap mata pelajaran dapat diajarkan dengan efektif dalam bentuk yang jujur secara intelektual kepada setiap anak dalam setiap tingkat perkembangannya. Pendiriannya ini didasarkan sebagian besar atas penelitian Jean Piaget tentang perkembangan intelektual anak. Menurut penelitian J. Piaget, perkembangan intelektual anak dapat dibagi menjadi tiga taraf.

1. Fase pra-operasional, sampai usia 5-6 tahun, masa pra sekolah, jadi tidak berkenaan dengan anak sekolah. Pada taraf ini ia belum dapat mengadakan perbedaan yang tegas antara perasaan dan motif pribadinya dengan realitas dunia luar. Karena itu ia belum dapat memahami dasar matematikan dan fisika yang fundamental, bahwa suatu jumlah tidak berubah bila bentuknya berubah. Pada taraf ini kemungkinan untuk menyampaikan konsep-konsep tertentu kepada anak sangat terbatas.

2. Fase operasi kongkrit, pada taraf ke-2 ini operasi itu internalized, artinya dalam menghadapi suatu masalah ia tidak perlu memecahkannya dengan percobaan dan perbuatan yang nyata; ia telah dapat melakukannya dalam pikirannya. Namun pada taraf operasi kongkrit ini ia hanya dapat memecahkan masalah yang langsung dihadapinya secara nyata. Ia belum mampu memecahkan masalah yang tidak dihadapinya secara nyata atau kongkrit atau yang belum pernah dialami sebelumnya.3. Fase operasi formal, pada taraf ini anak itu telah sanggup beroperasi berdasarkan kemungkinan hipotesis dan tidak lagi dibatasi oleh apa yang berlangsung dihadapinya sebelumnya (Nasution, 2000: 7-8).1.2.2. Teori BelajarBruner mengusulkan teorinya yang disebut free discovery learning. Menurut teori ini, proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika dosen memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk menemukan suatu aturan (termasu konsep, teori, definisi, dan sebagainya) melalui contoh-contoh yang menggambarkan (mewakili) aturan yang menjadi sumbernya (Suciati, 2001: 14).

Belajar penemuan (discovery learning) merupakan salah satu model pembelajaran belajar kognitif yang dikembangkan oleh Bruner (1966). Belajar bermakna hanya dapat terjadi melalui belajar penemuan (Panen, 2004: 3.14). Belajar bermakna adalah belajar yang disertai pengertian. Belajar bermakna ini akan terjadi apabila informasi baru yang diterimanya mempunyai hubungan dengan konsep yang sudah ada dan diterima oleh siswa dalam struktur kognitifnya (Panen, 2004: 3.23). Agar belajar bermakna siswa memiliki struktur informasi yang kuat, si belajar harus aktif dimana dia harus mengidentifikasi prinsip-prinsip kunci yang ditemukannya sendiri pada penjelasan dai guru-guru (Panen, 2004: 3.14).Saat ini model belajar penemuan menduduki peringkat tertinggi dalam dunia pendidikan modern. Salah satu yang banyak diterapkan dalam pembelajaran di Indonesia adalah konsep belajar siswa aktif atau Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA). Dalam menerapkan model Belajar penemuan ini, seorang guru dianjurkan untuk tidak memberikan materi pelajaran secara utuh. Siswa cukup diberikan konsep utama atau khusus, untuk selanjutnya dibimbing agar dapat menemukan sendiri sampai akhirnya dapat mengorganisasikan konsep tersebut secara utuh. Untuk itu guru perlu memberikan kesempatan seluas-luasnya pada siswa untuk mendapatkan konsep-konsep yang belum disampaikan oleh guru dengan pendekatan belajar problem solving (Panen, 2004: 3.15).Menurut Bruner (dalam Ruseffendi, 1988), terdapat empat dalil yang berkaitan dengan pembelajaran matematika. Keempat dalil tersebut adalah (1) dalil penyusunan, (2) dalil notasi, (3) dalil pengkontrasan dan keanekaragaman dan (4) dalil pengaitan.1. Dalil Penyusunan (Construction Theorem)

Dalil penyusunan menyatakan bahwa cara terbaik bagi siswa untuk memulai belajar konsep dan prinsip dalam matematika adalah dengan mengkonstruksi sendiri konsep dan prinsip yang dipelajari itu. Ketika siswa mengalami kesulitan mendefinisikan suatu konsep, seyogyanya guru memberikan bantuan secara tidak final sehingga bentuk akhir dari konsep ditemukan oleh siswa sendiri. Misalkan seorang guru akan menyampaikan konsep daerah hasil fungsi kuadrat. Jika guru tersebut berpedoman pada dalill penyusunan dari Bruner, maka guru tersebut akan memberikan masalah-masalah khusus yang berkaitan dengan daerah hasil fungsi kuadrat. Masalah-masalah khusus tersebut kemudian diselesaikan oleh anak dengan bantuan secara tidak langsung dan tidak final. Selanjutnya dengan menggunakan cara-cara yang sama, anak dimotivasi untuk menemukan daerah hasil fungsi kuadrat dalam bentuk umum.2. Dalil Notasi (Notation Theorem)Dalil notasi menyatakan bahwa notasi matematika yang digunakan harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan mental anak (enaktif, ikonik, dan simbolik). Kita dapat memilih notasi y = 2x + 3 untuk anak SMP dari pada notasi f(x) = 2x + 3 dan notasi = 2 + 3.3. Dalil Pengkontrasan dan Keaneragaman (Contrast and Variation Theorem)

Dalil pengkontrasan dan keaneragaman menyatakan bahwa suatu konsep harus dikontraskan dengan konsep lain dan harus disajikan dengan contoh-contoh yang bervariasi. Misalnya, konsep bilangan ganjil dikontraskan dengan bilangan genap, penyajian lingkaran senggunakan roda sepeda, permukaan piring dan sebagainya. 4. Dalil Pengaitan (Conectivity Theorem)Dalil pengaitan menyatakan bahwa agar anak berhasil dalam belajar matematika, anak tersebut harus diberikan kesempatan untuk mengaitkan antara suatu konsep dengan konsep lain, antara suatu topik dengan topik lain, antara suatu cabang matematika dengan cabangan cabang matematika lain. Misalnya, terdapat kaitan antara konsep fungsi kuadrat dengan konsep jarak dari sebuah titik ke sebuah garis. Jarak dari sebuah titik ke sebuah garis secara analitik dapat dicari dengan menggunakan konsep fungsi kuadrat.1.2.3. Tahapan dalam Proses Belajar MengajarDalam teori belajar, Jerome S. Bruner berpendapat bahwa kegiatan belajar akan berjalan baik dan kreatif jika siswa dapat menemukan sendiri suatu aturan atau kesimpulan tertentu (Tadjab, 1994: 78). Bruner mengemukakan bahwa belajar melibatkan tiga proses yang berlangsung hampir bersamaan. Ketiga proses itu adalah (1) memperoleh informasi baru, (2) transformasi informasi dan (3) mengevaluasi atau menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan:

1. Tahap Informasi (Tahap Penerimaan Materi)Bahwa dalam tiap pelajaran kita memperoleh sejumlah informasi, ada yang menambah pengetahuan yang telah kita miliki, ada yang memperhalus dan memperdalamnya, adapula informasi itu yang bertentangan dengan apa yang telah kita ketahui sebelumnyas.

2. Tahap Transformasi (Tahap Pengubahan Materi)

Kita menganalisa berbagai informasi yang kita pelajari itu dan mengubah atau mentransformasikannya kedalam bentuk-bentuk informasi yang lebih abstrak atau konseptual, agar dapat digunakan untuk hal-hal yang lebih luas.3. Tahap EvaluasiKita menilai hingga manakah pengetahuan yang kita peroleh dan transformasikan itu dapat digunakan untuk memahami gejala-gejala lain atau memecahkan permasalahan yang kita hadapi (Tadjab, 1994: 78).Di dalam belajar, Bruner hampir selalu memulai dengan memusatkan manipulasi material. Peserta didik harus menemukan keteraturan dengan cara pertama-tama memanipulasi mateial yang berhubungan dengan keteraturan intuisi yang sudah dimiliki peserta didik itu. Ini berarti peserta didik dalam belajar haruslah terlihat aktif mentalnya dan dapat diperlihatkan keaktifan fisiknya (Sunardi, 2012: 32).

Hampir semua orang dewasa melalui penggunaan tiga sistem keterampilan untuk menyatakan kemampuannya secara sempurna. Seperti halnya dengan Piaget, bruner melukiskan anak-anak berkembang melalui tiga tahap perkembangan mental. Ketiga sistem keterampilan itu adalah yang disebut tiga cara penyajian (modes of presentation) oleh Bruner (1966). Ketiga cara itu ialah: cara enaktif, cara ikonik dan cara simbolik.a. Enaktif

Dalam tahap ini, anak-anak di dalam belajarnya menggunakan manipulasi obyek-obyek secara langsung.

b. Ikonik

Tahap ini menyatakan bahwa kegiatan anak-anak mulai menyangkut mental yang merupakan gambaran dari obyek-obyek. Dalam tahap ini, anak tidak memanipulasi langsung obyek-obyek seperti dalam tahap enaktif, melainkan sudah dapat memanipulasi dengan menggunakan gambaran dar obyek.

c. Simbolik

Tahap terakhir ini, menurut Bruner merupakan tahap memanipulasi simbol-simbol secara langsung dan tidak lagi ada kaitannya dengan obyek-obyek (Sunardi, 2012: 32).

1.2.4. Kurikulum Spiral

Penerapan teori Bruner yang terkenal dalam dunia pendidikan adalah kurikulum spiral dimana materi pelajaran yang sama dapat diberikan mulai dari Sekolah Dasar sampai Perguruan tinggi disesuaikan dengan tingkap perkembangan kognitif mereka. Cara belajar yang terbaik menurut Bruner ini adalah dengan memahami konsep, arti dan hubungan melalui proses intuitif kemudian dapat dihasilkan suatu kesimpulan (discovery learning).J. S. Bruner dalam belajar matematika menekankan pendekatan dengan bentuk spiral. Pendekatan spiral dalam belajar mengajar matematika adalah menanamkan konsep dan dimulai dengan benda kongkrit secara intuitif, kemudian pada tahap-tahap yang lebih tinggi (sesuai dengan kemampuan siswa) konsep ini diajarkan dalam bentuk yang abstrak dengan menggunakan notasi yang lebih umum dipakai dalam matematika. Penggunaan konsep Bruner dimulai dari cara intuitif ke analisis dari eksplorasi kepenguasaan. Misalnya, jika ingin menunjukkan angka 3 (tiga) supaya menunjukkan sebuah himpunan dengan tiga anggotanya. Contoh himpunan tiga buah mangga. Untuk menanamkan pengertian 3 diberikan 3 contoh himpunan mangga. Tiga mangga sama dengan 3 mangga (Simanjutak, 1993: 70-71).

Selanjutnya agar proses belajar berjalan lancar menurut Bruner di dalam bukunya Process of Education. Ada tiga faktor-faktor yang sangat ditekankan dan harus menjadi perhatian para guru di dalam menyelenggarakan pembelajaran yaitu (a) pentingnya memahami struktur mata pelajaran, (b) pentingnya belajar aktif supaya seorang dapat menemukan sendiri konsep-kosep sebagai dasar untuk memahami dengan benar dan, (c) pentingnya nilai dari berpikir induktif. Berdasarkan pandangan bruner ini maka ada empat aspek utama yang harus menjadi perhatian dalam pembelajaran yaitu pentignya struktur mata pelajaran, kesiapan, intuisi, dan motivasi (Panen, 2004: 3.11-3.12).1.3. Alat MengajarJerome S. Bruner membagi alat instruksional dalam 4 macam menurut fungsinya (Lisnawaty, 1993: 70-71).1.3.1. Alat untuk menyampaikan pengalaman vicariousAlat ini menyajikan bahan-bahan kepada murid-murid yang sedianya tidak dapat mereka peroleh dengan pengalaman langsung yang lazim di sekolah. Ini dapat dilakukan melalui film, TV, rekaman suara dll.

1.3.2. Alat modelAlat model yang dapat memberikan pengertian tentang struktur atau prinsip suatu gejala, misalnya model molekul atau alat pernafasan, tetapi juga eksperimen atau demonstrasi, juga program yang memberikan langkah-langkah untuk memahami suatu prinsip atau struktur pokok.1.3.3. Alat dramatisasiAlat ini dapat mendramatisasikan sejarah suatu peristiwa atau tokoh, film tentang alam yang memperlihatkan perjuangan untuk hidup, untuk memberi pengertian tentang suatu ide atau gejala.1.3.4. Alat automatisasiAlat automatisasi seperti teaching machine atau pelajaran berprogram, yang menyajikan suatu masalah dalam urutan yang teratur dan memberi balikan atau feedback tentang respon murid.1.4. Aplikasi Teori Bruner dalam Pembelajaran MatematikaPenerapan teori belajar Bruner dalam pembelajaran dapat dilakukan dengan:

1. Sajikan contoh dan bukan contoh dari konsep-konsep yang anda ajarkan. Misal : untuk contoh mau mengajarkan bentuk bangun datar segiempat, sedangkan bukan contoh adalah berikan bangun datar segitiga, segi lima atau lingkaran.

2. Bantu si belajar untuk melihat adanya hubungan antara konsep-konsep. Misalnya berikan pertanyaan kepada si belajar seperti berikut ini Apakah nama bentuk ubin yang sering digunakan untuk menutupi lantai rumah? Berapa cm ukuran ubin-ubin yang dapat digunakan? .3. Berikan satu pertanyaan dan biarkan biarkan siswa untuk mencari jawabannya sendiri. Misalnya, Jelaskan ciri-ciri atau sifat-sifat dari bangun Ubin tersebut! .

4. Ajak dan beri semangat si belajar untuk memberikan pendapat berdasarkan intuisinya. Jangan dikomentari dahulu atas jawaban siswa, kemudian gunakan pertanyaan yang dapat memandu si belajar untuk berpikir dan mencari jawaban yang sebenarnya (Anita,1995 dalam Paulina, 2003: 3.16).

Berikut ini disajikan contoh penerapan teori belajar Bruner dalam pembelajaran matematika di sekolah dasar :I. Menemukan jaring-jaring kubus

1. Pada awal pembelajaran guru dapat meminta siswa untuk membuat kubus dengan ukuran yang berbeda-beda. Untuk membuat kubus, guru dapat meminta siswa untuk mengerjakan di rumah. Jika di kelas terdapat alat peraga yang dapat digunakan sebagai media menentuka jaring-jaring kubus, maka alat peraga itu dapat digunakan.2. Tahap enaktif, siswa diminta untuk memoton 4 buah rusuk tegak pada kubus dan 3 buah rusuk atas dara kubus sehingga diperoleh rebahan dari kubus.

Melalui cara ini, siswa langsung memperoleh dan memperhatikan jarring-jaring kubus yang telah dipotong berdasarkan rusuk tegak dan rusuk atas. Setelah diberikan satu contoh siswa diminta untuk menemukan cara memotong rusuk sehingga jika rebahannya dilipat akan kembali membentuk bangun ruang kubus. Melalui cara ini tidak menutup kemungkinan ada siswa yang salah memotong rusuk sehingga jika dilipat kembali tidak membentuk bangun ruang kubus.

3. Guru dapat melakukan pembimbingan kepada siswa untuk mengidentifikasi dari rebahan kubus sehingga hasil potongan pada rusuk jika dilipat kembali dapat terbentuk bangun ruang kubus. Setelah itu, guru dapat menginformasikan kepada siswa bahwa rebahan kubus disebut sebagai jaring-jaring kubus. Jaring-jaring kubus adalah rangkaian bangun yang diperoleh dari rangkaian enam buah persegi yang sebagun dalam susunan tertentu.

4. Tahap ikonik, berdasakan hasil kerja siswa memotong rusuk-rusuk tertentu pada kubus kemudian siswa diminta untuk menggambar hasil rebahan kubus pada kertas berpetak. Pada tahap ini dapat juga dilakukan dengan meminta siswa untuk menggambarkan jaring-jaring kubus lain yang dapat ditemukan. Jaring-jaring kubus ada 8 yang dapat digambarkan pada kertas berpetak sebagai berikut :

5. Tahap simbolis, pada tahap ini guru dapat meminta siswa untuk membuat jaring-jaring kubus dengan ukuran yang berbeda-beda sehingga siswa dapat menyimpan dalam memori jangka panjangnya.II. Menemukan rumus luas daerah persegi panjang.1. Untuk tahap contoh berikan bangun persegi dengan berbagai ukuran, sedangkan bukan contohnya berikan bentuk-bentuk bangun datar lainnya seperti, persegi panjang, jajar genjang, trapesium, segitiga, segi lima, segi enam, lingkaran. a) Tahap Enaktif.

Dalam tahap ini penyajian yang dilakukan melalui tindakan anak secara langsung terlihat dalam memanipulasi (mengotak atik) objek.

Untuk gambar :(a) Ukurannya : Panjang = 20 satuan , Lebar = 1 satuan

(b) Ukurannya : Panjang = 10 satuan , Lebar = 2 satuan

(c) Ukurannya : Panjang = 5 satuan , Lebar = 4 satuan

b) Tahap Ikonik

Dalam tahap ini kegiatan penyajian dilakukan berdasarkan pada pikiran internal dimana pengetahuan disajikan melalui serangkaian gambar-gambar atau grafik yang dilakukan anak, berhubungan dengan mental yang merupakan gambaran dari objek-objek yang dimanipulasinya.

Penyajian pada tahap ini apat diberikan gambar-gambar dan Anda dapat berikan sebagai berikut :

c) Tahap Simbolis

Dalam tahap ini bahasa adalah pola dasar simbolik, anak memanipulasi simbol-simbol atau lambang-lambang objek tertentu.Siswa diminta untuk mengeneralisasikan untuk menenukan rumus luas daerah persegi panjang. Jika simbolis ukuran panjang p, ukuran lebarnya l , dan luas daerah persegi panjang L,

maka jawaban yang diharapkan L = p x l satuan luas.Jadi luas persegi panjang adalah ukuran panjang dikali dengan ukuran lebar.

BAB IIIKESIMPULANTeori Bruner mempunyai ciri khas daripada teori belajar yang lain yaitu tentang discovery yaitu belajar dengan menemukan konsep sendiri. Disamping itu, karena teori Bruner ini banyak menuntut pengulangan-pengulangan, maka desain yang berulang-ulang itu disebut kurikulum spiral kurikulum. Secara singkat, kurikulum spiral menuntut guru untuk memberi materi pelajaran setahap demi setahap dari yang sederhana ke yang kompleks, dimana materi yang sebelumnya sudah diberikan suatu saat muncul kembali secara terintegrasi di dalam suatu materi baru yang lebih kompleks. Demikian seterusnya sehingga siswa telah mempelajari suatu ilmu pengetahuan secara utuh.

Bruner berpendapat bahwa seseorang murid belajar dengan cara menemui struktur konsep-konsep yang dipelajari. Anak-anak membentuk konsep dengan melihat benda-benda berdasarkan ciri-ciri persamaan dan perbedaan. Selain itu, pembelajaran didasarkan kepada merangsang siswa menemukan konsep yang baru dengan menghubungkan kepada konsep yang lama melalui pembelajaran penemuan.

(a)

1