makalah sumbar

18
I. SUMATERA BARAT MASA PRA SEJARAH Bukti-bukti arkeologis yang ditemukan, memberi indikasi bahwa daerah-daerah sekitar Kabu- paten Lima Puluh Kotayang menempati sebagian besar luhakLima puluh Koto merupakan daerah atau kawasan Minangkabau yang pertama dihuni oleh nenek moyang orang Sumatera Barat. Penafsiran ini rasanya beralasan, karena dari daerah Lima Puluh Koto ini mengalir beberapa sungai besar yang akhirnya bermuara di pantai timur pulau Sumatera. Sungai-sungai ini dapat dilayari dan memang menjadi sarana transportasi yang penting dari zaman dahulu hingga akhir abad yang lalu. Nenek moyang orang Minangkabau diduga datang melalui rute ini. Mereka berlayar dari daratan Asia (Indochina) mengarungi Laut Tiongkok Selatan, menyeberangi Selat Malaka dan kemudian memudiki sungai Kampar, Siak, dan Inderagiri (atau; Kuantan). Sebagian di antaranya tinggal dan mengembangkan kebudayaan serta peradaban mereka di sekitar Kabupaten 50 Koto sekarang. Percampuran dengan para pendatang pada masa-masa berikutnya menyebabkan tingkat kebudayaan mereka jadi berubah dan jumlah mereka jadi bertambah. Lokasi pemukiman mereka menjadi semakin sempit dan akhirnya mereka menyebar ke berbagai bagian Sumatera Barat yang lainnya. Sebagian pergi ke daerah kabupaten Agam dan sebagian lagi sampai ke Kabupaten Tanah Datar sekarang. Dari sini penyebaran dilanjutkan lagi, ada yang sampai ke utara daerah Agam, terutama ke daerah Lubuk Sikaping, Rao, dan Ophir. Banyak di antara mereka menyebar ke bagian barat terutama ke daerah pesisir dan tidak sedikit pula yang menyebar ke daerah selatan, ke daerah Solok, Selayo, sekitar Muara, dan sekitar daerah Sijunjung.

description

sejarah

Transcript of makalah sumbar

I. SUMATERA BARAT MASA PRA SEJARAH

Bukti-bukti arkeologis yang ditemukan,

memberi indikasi bahwa daerah-daerah sekitar Kabupaten Lima Puluh Kotayang menempati

sebagian besar luhakLima puluh Koto merupakan daerah atau kawasan Minangkabau yang

pertama dihuni oleh nenek moyang orang Sumatera Barat. Penafsiran ini rasanya beralasan,

karena dari daerah Lima Puluh Koto ini mengalir beberapa sungai besar yang akhirnya

bermuara di pantai timur pulau Sumatera. Sungai-sungai ini dapat dilayari dan memang

menjadi sarana transportasi yang penting dari zaman dahulu hingga akhir abad yang lalu.

Nenek moyang orang Minangkabau diduga datang melalui rute ini. Mereka berlayar dari

daratan Asia (Indochina) mengarungi Laut Tiongkok Selatan, menyeberangi Selat

Malaka dan kemudian memudiki sungai Kampar, Siak, dan Inderagiri (atau; Kuantan).

Sebagian di antaranya tinggal dan mengembangkan kebudayaan serta peradaban mereka di

sekitar Kabupaten 50 Koto sekarang.

Percampuran dengan para pendatang pada masa-masa berikutnya menyebabkan tingkat

kebudayaan mereka jadi berubah dan jumlah mereka jadi bertambah. Lokasi pemukiman

mereka menjadi semakin sempit dan akhirnya mereka menyebar ke berbagai bagian Sumatera

Barat yang lainnya. Sebagian pergi ke daerah kabupaten Agam dan sebagian lagi sampai

ke Kabupaten Tanah Datar sekarang. Dari sini penyebaran dilanjutkan lagi, ada yang sampai

ke utara daerah Agam, terutama ke daerah Lubuk Sikaping, Rao, dan Ophir. Banyak di antara

mereka menyebar ke bagian barat terutama ke daerah pesisir dan tidak sedikit pula yang

menyebar ke daerah selatan, ke daerah Solok, Selayo, sekitar Muara, dan sekitar

daerah Sijunjung.

II. BERDIRINYA KERAJAAN PAGARUYUNG

Sejarah daerah Propinsi Sumatera Barat menjadi lebih terbuka sejak masa pemerintahan Raja

Adityawarman. Ra¬ja ini cukup banyak meninggalkan prasasti mengenai dirinya, walaupun

dia tidak pernah mengatakan dirinya sebagai Raja Minangkabau.

Sejarah daerah Propinsi Sumatera Barat

menjadi lebih terbuka sejak masa pemerintahan Raja Adityawarman. Raja ini cukup banyak

meninggalkan prasastimengenai dirinya, walaupun dia tidak pernah mengatakan dirinya

sebagai Raja Minangkabau. Adityawarman memang pernah memerintah di Pagaruyung,

suatu negeri yang dipercayai warga Minangkabau sebagai pusat kerajaannya.

Adityawarman adalah tokoh penting dalam sejarah Minangkabau. Di samping

memperkenalkan sistem pemerintahan dalam bentuk kerajaan, dia juga membawa suatu

sumbangan yang besar bagi alam Minangkabau. Kontribusinya yang cukup penting itu adalah

penyebaran agama Buddha. Agama ini pernah punya pengaruh yang cukup kuat di

Minangkabau. Terbukti dari nama beberapa nagari di Sumatera Barat dewasa ini yang berbau

Budaya atau Jawa seperti Saruaso, Pariangan, Padang Barhalo, Candi, Biaro, Sumpur,

dan Selo.

Sejarah Sumatera Barat sepeninggal Adityawarman hingga pertengahan abad ke-17 terlihat

semakin kompleks. Pada masa ini hubungan Sumatera Barat dengan dunia luar, terutama

Aceh semakin intensif. Sumatera Barat waktu itu berada dalam dominasi politik Aceh yang

juga memonopoli kegiatan perekonomian di daerah ini. Seiring dengan semakin intensifnya

hubungan tersebut, suatu nilai baru mulai dimasukkan ke Sumatera Barat. Nilai baru itu

akhimya menjadi suatu fundamen yang begitu kukuh melandasi kehidupan sosial-budaya

masyarakat Sumatera Barat. Nilai baru tersebut adalah agama Islam.

Kota Tua Sumatera Barat

Kota Padang adalah salah satu Kota tertua di pantai barat Sumatera di Lautan Hindia.

Menurut sumber sejarah pada awalnya (sebelum abad ke-17) Kota Padang dihuni oleh para

nelayan, petani garam dan pedagang. Ketika itu Padang belum begitu penting karena arus

perdagangan orang Minang mengarah ke pantai timur melalui sungai-sungai besar. Namun

sejak Selat Malaka tidak lagi aman dari persaingan dagang yang keras oleh bangsa asing serta

banyaknya peperangan dan pembajakan, maka arus perdagangan berpindah ke pantai barat

Pulau Sumatera.

Suku Aceh adalah kelompok pertama yang datang setelah Malaka ditaklukkan oleh Portugis

pada akhir abad ke XVI. Sejak saat itu Pantai Tiku, Pariaman dan Inderapura yang dikuasai

oleh raja-raja muda wakil Pagaruyung berubah menjadi pelabuhan-pelabuhan penting karena

posisinya dekat dengan sumber-sumber komoditi seperti lada, cengkeh, pala dan emas.

Kemudian Belanda datang mengincar Padang karena muaranya yang bagus dan cukup besar

serta udaranya yang nyaman dan berhasil menguasainya pada Tahun 1660 melalui perjanjian

dengan raja-raja muda wakil dari Pagaruyung. Tahun 1667 Belanda membangun gudang-

gudang untuk menumpuk barang sebelum dikapalkan melalui pelabuhan Muara Padang yang

berada di muara Batang (sungai) Arau. Kawasan inilah yang merupakan kawasan awal Kota

Tua Padang. Batang Arau yang berhulu sekitar 25 kilometer ke pegunungan Bukit Barisan

merupakan salah satu dari lima sungai di Padang. Sungai ini sangat penting karena posisinya

sangat strategis dibanding Batang Kuranji, Batang Tarung, Batang Tandis dan Batang Lagan.

Status sebagai pusat perniagaan kemudian memacu pertumbuhan fisik kota dan semakin

berkembang pasca terbangunnya pelabuhan Emma Haven yang sekarang disebut sebagai

Teluk Bayur pada abad ke 19.

Menurut masyarakat setempat, kawasan kota ini dahulunya merupakan bagian dari kawasan

rantau yang didirikan oleh para perantau Minangkabau dari dataran tinggi (darek). Tempat

pemukiman pertama adalah perkampungan di pinggiran selatan Batang Arau di tempat yang

sekarang bernama Seberang Padang.Seperti kawasan rantau Minangkabau lainnya, pada

awalnya kawasan daerah pesisir pantai barat Sumatera berada di bawah pengaruh kerajaan

Pagaruyung. Namun pada awal abad ke-17 kawasan ini telah menjadi bagian dari kedaulatan

kesultanan Aceh.

Sungai Batang Arau di Padang, Sumatera Barat, mengalir di kawasan Kota Lama Padang.

Kawasan inilah yang menjadi pusat niaga Kota Padang ketika Belanda masih bercokol di

Sumatra Barat. Maka kawasan ini menjadi salah satu tujuan yang menarik bagi pendatang,

selain melihat berbagai bangunan tua bergaya kolonial, campuran Tionghoa, bahkan

perpaduan India Keling, juga menikmati pemandangan sekitar kota Padang.

Pertama kali menyusuri kota tua di Padang, saya memulai dari jl. Pasar Gadang, Kawasan

inilah yang merupakan kawasan awal Kota Tua Padang. Konon katanya  Belanda

membangun gudang-gudang untuk menumpuk barang sebelum dikapalkan melalui pelabuhan

Muara Padang yang berada di muara Batang Arau. Batang Arau yang berhulu sekitar 25

kilometer ke pegunungan Bukit Barisan merupakan salah satu dari lima sungai di Padang.

Sungai ini sangat penting karena posisinya sangat strategis dibanding Batang Kuranji, Batang

Tarung, Batang Tandis dan Batang Lagan. Status sebagai pusat perniagaan kemudian

memacu pertumbuhan fisik kota dan semakin berkembang pasca terbangunnya pelabuhan

Emma Haven yang sekarang disebut sebagai Teluk Bayur pada abad ke 19. Kota ini lebih

melesat lagi setelah ditemukannya tambang batubara di Umbilin, Sawah Lunto/Sijunjung,

oleh peneliti Belanda, De Greve. Namun sentra perdagangan tetap di Muaro.

Bangunan tua di jl. Pasar Mudik

 Bangunan tua di kawasan jl.Pasar Gadang

Bangunan tua di kawasan jl.Pasar Gadang

Bangunan tua di kawasan jl.Pasar Gadang

Saat menyusuri pasar lama di jl. Pasar Gadang saya tertarik dengan salah satu bangunan yang

bertuliskan 5 – 2 – 1918 kemungkinan besar gedung ini dibuat pada tanggal 2 Mei tahun

1918, kalau di lihat dari bentuk bangunannya dan tahun pembuatannya gedung tersebut

dibuat pada zaman pemerintahan Belanda.

Sangat disayangkan, kawasan yang dahulunya pernah ramai dan menjadi cikal-bakal kota

Padang ini, kurang terawat. Sepanjang Muaro, Pasar Gadang, Pasar Mudik dan Pasar Batipuh

saat ini hanya difungsikan sebagai gudang saja. Nilai estetikanya kurang diperhatikan

sebagian gedung-gedung tersebut dibiarkan begitu saja menghitam karena timbunan lumut.

Muaro masa kini memang masih menjadi daerah perniagaan tetapi tidak seramai jaman

dahulu.

Bangunan tua yang dibangun tanggal 5 – 2 – 1918 tampak tak terawat

Diujung jl. Pasar Padang saya menemukan bangunan yang tampak masih baru, tetapi sudah

berubah bentuk dari bentuk aslinya, menurut saya ini sangat disayangkan sekali karena nilai

history dari bangunan tersebut sudah hilang.

Bangunan tua yang sudah direnovasi

Selain bangunan di daerah Pondok, ada bangunan lama lainnya, antara lain Pasar

Batipuh yang dahulunya merupakan tempat transaksi dagang pada zaman penjajahan

Belanda, ada juga Museum Bank Indonesia yang dahulunya merupakan bekas De

Javasche Bank.

Bangunan tua yang tidak terawatt di jl. Pasar Batipuh

Rumah Adat Sumatera Barat

Rumah Gadang adalah rumah tradisional dari suku minangkabau. Menurut bentuknya, rumah adat ini disebut rumah gonjong atau rumah bagonjong (rumah bergonjong), karena bentuk atapnya yang bergonjong runcing menjulang. Jika menurut ukurannya, tergantung pada jumlah lanjarnya ( ruas dari depan ke belakang ). Sedangkan ruangan yang berjajar dari kiri ke kanan disebut ruang. Rumah yang berlanjar dua dinamakan lipek pandan (lipat pandan). Umumnya lipek pandan memakai dua gonjong. Rumah yang berlanjar tiga disebut balah bubuang (belah bubung). Atapnya bergonjong empat. Sedangkan yang berlanjar empat disebut gajah maharam (gajah terbenam). Biasanya gajah maharam memakai gonjong enam atau lebih.

Fungsi dari Rumah Gadang

Rumah Gadang kaya dengan makna yang merupakan gambaran umum dari kehidupan masyarakat minangkabau secara keseluruhan.Dalam kehidupan sehari-hari, rumah gadang memiliki fungsi-fungsi tersendiri, fungsi tersebut adalah:

1.Fungsi Adat Sebuah rumah gadang, merupakan rumah utama yang dimiliki oleh sekelompok masyarakat minangkabau yang diikat oleh suatu suku tertentu. Sebagai rumah utama, rumah gadang merupakan tempat untuk melangsungkan acara-acara adat dan acara-acara penting lain dari suku yang bersangkutan.Kegiatan-kegiatan adat pada masyarakat minangkabau dapat kita uraikan berdasarkan kepada siklus kehidupan mereka, yaitu:

1. Turun Mandi2. Khitan3. Perkawinan4. Batagak Gala (Pengangkatan Datuak)5. Kematian

Fungsi-fungsi di atas dapat disebut juga fungsi temporer yang berlangsung pada suatu rumah gadang, karena kegiatan tersebut tidak berlangsung setiap hari dan berlangsung pada waktu-waktu tertentu saja.

2.Fungsi Keseharian 

Rumah gadang merupakan wadah yang menampung kegiatan sehari-hari dari penghuninya. Rumah gadang adalah rumah yang dihuni oleh sebuah keluarga besar dengan segala aktifitas mereka setiap harinya. Pengertian dari keluarga besar disini adalah sebuah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu serta anak wanita, baik itu yang telah berkeluarga ataupun yang belum berkeluarga, sedangkan anak laki-laki tidak memiliki tempat di dalam rumah gadang.Fungsi inilah sebenarnya yang lebih dominan berlangsung pada suatu rumah gadang. Sebagaimana lazimnya rumah tinggal bagi masyarakat umumnya, disinilah interaksi antar anggota keluarga berlangsung. Aktifitas sehari-hari seperti makan, tidur, berkumpul bersama anggota keluarga dan lain sebagainya lebih dominan berlangsung disini, disamping kegiatan-kegiatan adat seperti yang telah diuraikan diatas.

Pembagian ruang didalam rumah gadang adalah:

Publik, yaitu ruang tamu atau ruang bersama yang merupakan sebuah ruangan lepas tanpa adanya pembatas apapun.

Semi Privat, yaitu ruang peralihan seperti bandua yang terdapat didepan kamar tidur serta anjuang (ruang khusus) yang terdapat pada bagian ujung-ujung rumah gadang yang dapat kita temukan pada beberapa jenis rumah gadang.

Privat, yaitu kamar-kamar tidur yang terdapat di dalam rumah gadang yang dahulunya berdasarkan kepada jumlah anak gadis yang dimiliki oleh sipemilik rumah.

Servis, yaitu dapur yang pada dahulunya merupakan dapur tradisional yang masih menggunkan kayu sebagai bahan bakarnya .

Beberapa karakteristik dari arsitektur rumah gadang dapat kita lihat,

1. Tingkat / derajat kespesifikan budaya atau tempat.Rumah gadang merupakan bangunan khas daerah Sumatera Barat, seperti yang tertulis pada buku Rumah Gadang Arsitektur Tradisional Minangkabau, bahwa arsitektur bangunan rumah gadang merupakan peninggalan tidak tertulis yang sampai pada kita, yang merupakan ciri dari kebesaran kebudayaan minangkabau masa lalu. Betapapun perubahan itu terjadi, namun arsitektur bangunan rumah gadang yang dapat kita saksikan sekarang adalah merupakan pengaruh langgam bangunan masa lampau.Seperti yang juga disebutkan oleh Turan dalam Vernacular Architecture, arsitektur vernakular adalah arsitektur yang tumbuh dan berkembang dari arsitektur rakyat yang lahir dari masyarakat etnik dan berjangkar pada tradisi etnik, jadi bangunan rumah gadang merupakan bangunan yang lahir pada masyarakat minangkabau dan memang berjangkar pada kebudayaan masyarakat minangkabau itu sendiri.

2. Tinjauan terhadap model, denah, morfologi dan spesifikasi bangunan, hubungan antar elemen serta kompleksitas bangunan berdasarkan tempat dimana sebuah bangunan tersebut berada.Secara garis besar model rumah gadang terbagi atas dua kelompok besar yang dibagi berdasarkan kepada dua kelarasan atau hukum adat yang berlaku didalam masyarakat minangkabau.Kedua sistem kelarasan itu adalah:•Sistem kelarasan Koto PiliangCiri dari model rumah gadang yang menggunakan sistem kelarasan Koto Piliang ini

adalah memiliki anjuang yang terdapat pada bagian kiri dan bangunan. Anjungan merupakan tempat terhormat didalam suatu rumah gadang yang ditinggikan beberapa puluh sentimeter dari permukaan lantai bangunan.•Sistem kelarasan Bodi Caniago.Sedangkan pada rumah gadang yang menggunakan sistem kelarasan Bodi Caniago tidak mengenal istilah anjuang. Jadi bagian lantai rumah gadang mulai dari bangian ujung sampai pangkal mempunyai ketinggian lantai yang sama.elemen-elemen bangunan dalam rumah gadang itu dapat juga kita bagi menjadi 2 bagian utama, yaitu:a. Halaman suatu rumah gadang merupakan sebuah rumah terbuka yang penting bagi suatu rumah gadang, biasanya sebuah halaman pada rumah gadang merupakan tempat untuk melangsungkan acara-acara pada sebuah kekerabatan.Elemen-elemen yang terdapat pada sebuah halaman rumah gadang adalah:

RangkiangRangkiang merupakan suatu bangunan yang terdapat dihalaman sebuah rumah gadang yang berbentuk bujur sangkar dan diberi atap ijuk bergonjong yang berfungsi sebagai lumbung tempat penyimpanan padi yang didirikan di depan rumah gadang.Menurut A.A. Navis (1984) terdapat beberapa jenis rangkiang pada suatu rumah gadang, diantaranya yaitu:

o Sitinjau lauik :: Rangkiang jenis ini merupakan rangkiang tempat penyimpanan padi yang akan dijual untuk membeli keperluan rumah tangga yang tidak dapat dibuat atau dikerjakan sendiri.

o Sibayau-bayau :: Rangkiang jenis ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan padi yang akan digunakan untuk keperluan sehari-hari.

o Sitangguang lapa :: Merupakan jenis rangkiang yang digunakan sebagai tempat penyimpanan padi yang akan dipergunakan sebagai cadangan pada masa paceklik tiba.

o Rangkiang kaciak :: Rangkiang yang digunakan sebagai tempat penyimpanan padi yang akan digunakan sebagai benih dan biaya pengerjaan penanaman sawah pada masa tanam berikutnya.

o Tabuah larangan :: Merupakan sebuah bangunan berbentuk persegi panjang, beratap ijuk dan bergonjong untuk menempatkan bedug yang terbuat dari kayu panjang. Biasa digunakan sebagai alat untuk memberikan tanda pada saat bahaya atau pemberitahuan pada saat ada suatu acara.

Lasuang dan alu.Merupakan alat kelengkapan suatu rumah gadang yang biasa digunakan sebagai alat untuk menumbuk padi.Dapur Daerah servis pada rumah gadang yang biasanya juga merupakan bagian dari rumah, tetapi pada sebagian rumah gadang dapur biasanya terpisah dari rumah gadang.

b. Elemen-elemen bangunan yang terdapat pada suatu rumah gadang adalah:

•Tanggatangga pada sebuah rumah gadang terbuat dari bahan material kayu dan biasanya diawali dengan sebuah batu alam yang datar, biasanya jumlah anak tangga ini berjumlah ganjil, seperti 5, 7 dan 9.

•TiangAda berbagai nama dan jenis tiang pada suatu rumah, pemberian nama pada setiap tiang pada suatu rumah gadang tersebut disesuaikan dengan fungsi dan letaknya pada rumah gadang.

•BalokMerupakan pengikat antara tiang dengan tiang pada suatu rumah gadang yang membujur pada bagian atas maupun pada bagian bawah tiang.

•RuangRuang atau space pada suatu rumah gadang merupakan ruangan yang terbentuk oleh deretan tiang-tiang yang membujur didalam rumah gadang tersebut

•BilikBilik merupakan daerah privat bagi penghuni suatu rumah gadang, bilik pada pangkal rumah gadang dihuni oleh orang tua dan anak-anak gadis yang belum menikah sedangkan bilik yang terdapat pada ujung rumah gadang dihuni oleh pasangan pengantin.

•DindingDinding pada rumah gadang terbagi atas tiga bagian, yaitu dinding depan, dinding sasak, serta dinding samping. Secara umum dinding pada rumah gadang tersebut terbuat dari anyaman bambu yang diikat oleh papan-papan sebagai tulangannya.

•AtapAtap sebuah rumah gadang biasanya terdiri dari ijuk, walaupun pada masa sekarang penggunaan bahan ijuk ini sudah marak diganti dengan penggunaan material seng.

•GonjongGonjong merupakan ciri khas dari rumah tinggal tradisional masyarakat minangkabau, sehingga rumah tinggal masyarakat minangkabau ini juga dikenal dengan istilah rumah bagonjong.

Prinsip dari pembangunan rumah gadang adalah menggunakan teknik dan material lokal serta merupakan jawaban atas setting lingkungan tempat bangunan tersebut berada. Material utama yang digunakan pada bangunan rumah gadang merupakan material kayu yang banyak terdapat disekitar lokasi dimana bangunan tersebut akan didirikan. Serta memunculkan warna-warna alami dalam pemakaiannya.

Masyarakat minangkabau merupakan masyarakat yang hidup secara komunal atau berkelompok, serta memiliki ikatan kekerabatan yang kuat. Hal ini tercermin dari terdapatnya open space atau ruang terbuka yang terdapat pada setiap kelompok atau group fasilitas hunian mereka (rumah gadang) yang merupakan wadah untuk tempat bersosialisasi bagi masyarakatnya.

Sebuah rumah gadang merupakan sebuah produk arsitektur yang muncul dan berkembang pada masyarakat minangkabau. Tidak ada bangunan lain yang terdapat di indonesia khususnya yang memiliki tipologi bangunan yang benar-benar identik dengan rumah gadang yang seperti terdapat pada rumah adat Sumatera Barat ini. Seperti halnya dalam penggunaan elemen atap, merupakan transformasi bentuk gonjong yang didesain bertingkat dan memiliki ratio tertentu dalam sudut dan ketinggiannya yang mana hal ini tidak akan ditemukan pada produk arsitektur daerah lain yang terdapat di indonesia.

Ragam Bentuk Rumah Adat Minangkabau

Gajah Maharam

Model bangunan Gajah Maharam bergonjong empat yang ada di Sehiliran Batang Bengkaweh atau kawasan Lareh Nan Panjang (LNP), dianggap bentuk asal bangunan tradisi Minangkabau.

Bangunan ini ada di Pariangan Padang Panjang, Kab. Tanah Datar dan kawasan lainnya. Ciri bangunan ini adalah pengakhiran pada kiri dan kanan bangunan yang lurus dan tidak diakhiridengan anjung (anjuang).

Gonjong Ampek Sibak Baju

Gonjong Ampek Sibak Baju RA suku Koto, Dt.Tampang, di Koto Pisang (koto Kaciak), desa Pariangan, 5 ruang. sumber foto. Penulis, 1996) Perhatikan dua gonjong yang ditengah, pengakhirannya dalam bentuk garis sibak baju,bentuk dasarnya adalah bangunan Gajah Maharam

Istana Ampang Tinggi (1861-1869), di Kuala Pilah, Negeri Sembilan Malaysia mirip dengan tipe bangunan Sibak Baju yang ada di Minangkabau, dan juga rumah adat Lontik atau Pancalang,di Kuok, Bangkinang, Kampar. Cuma penutup kolong atau (salangko, bhs.Minang) dihilangkan, dan mirip bangunan Melayu. Istana kedua adalah Istana Sri Menanti di Seremban, istana ini sering disebut mirip dengan RG Minangkabau, padahal tidak, sebab sudah mirip dg bangunan Melayu Pesisir.

Salangko (bhs Minang) adalah penutup kolong bagian depan rumah gadang. Kolong biasanya dipakai untuk kurungan ternak.

Gonjong Anam

Bangunan ini sebenarnya bentuk dasarnya adalah bangunan Gajah Maharam, yang telah dimodifikasi, kemudian di tempelkan ukiran, kesannya seperti bangunan beranjung, padahal tidak. Salangkonya memakai papan, bukan anyaman bambu, dan jendela dibuat lebih banyak agar cahaya lebih banyak masuk ke bangunan, jadi bangunan ini lebih maju (modern). Diperkirakan ini adalah bentuk transformasi bentuk Gajah Maharan ke bangunan Beranjung.Sumber foto http://www.geheugenvannederland.nl/

Rumah Gadang BatingkekModel bangunan bergonjong empat dan bertingkap, banyak ditemukan di sekitar Singkarak, Kab.Solok. (lihat peta Wikimapia) bentuk dasarnya adalah bangunan Gajah Maharam (Lihat denah. )Model Model bangunan Gajah Maharam bertingkap di desa Pasir, Singkarak, Kab. Solok (sumber foto penulis 1996). Tipe bangunan termasuk langka dan tidak banyak lagi bangunan ini ada di Sumatera Barat.

Bentuk Denah Rumah Gadang Batingkek

Surambi Aceh Bagonjong Ciek (Surambi Aceh Bergonjong Satu)

Menurut cerita asal bangunan serambi ini muncul dari kebutuhan penerima tamu yang bukan orang minang (kolonial) yg tidak diperbolehkan (tabu) masuk ke dalam rumah adat/gadang. Model bangunan Gajah Maharam bergonjong empat, berserambi di depan bangunan (Surambi Aceh) di sehiliran Batang Bengkawas, Kab.Tanah Datar,bentuk dasarnya adalah bangunan Gajah Maharam

Surambi Aceh Bagonjong Duo(Surambi Aceh Dengan dua  Gonjong)

Bentuk dasar bangunan adalah bangunan beranjung yang diberi serambi. Bangunan ini adalah istana Raja Yang Dipertuan Sutan Besar Daulat Tuanku Rajo Bagindo Raja Adat Alam Surambi Pagu, Pucuk Pimpinan Kampai Nan 24: Balun(Istano Rajo Balun), di Muara Labuh

Rumah Gadang Surambi Papek

Ciri bangunan ini adalah pengakhiran kiri dan kanan bangunan yang disebut “bapamokok” (papek) Bhs. Minang. Umumnya pintu masuk dari belakang dan ada pula yang membuatnya dari depan.(lihat denah)