Makalah struktur dan organisasi sosial novi catur muspita
-
Upload
novi-muspita -
Category
Education
-
view
10.549 -
download
2
Embed Size (px)
description
Transcript of Makalah struktur dan organisasi sosial novi catur muspita

” Diskripsi Struktur dan Organisasi Sosial di Desa Tlumpu
Kelurahan Tlumpu Kota Blitar “
Untuk memenuhi tugas mata kuliah STRUKTUR DAN ORGANISASI SOSIAL
Yang dibimbing oleh Prof.Dr.Kliwon Hidayat,MS
Oleh:
Novi Catur Muspita
Nim: 116040400111001
JURUSAN SOSIOLOGI
PASCASARJANA FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2011

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
BAB III KESIMPULAN
Pustaka

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk individu yang tidak dapat melepaskan diri dari hubungan
dengan manusia lain. Sebagai akibat dari hubungan yang terjadi di antara individu-individu
(manusia) kemudian lahirlah kelompok-kelompok sosial (social group) yang dilandasi oleh
kesamaan-kesamaan kepentingan bersama. Namun bukan berarti semua himpunan manusia
dapat dikatakan kelompok sosial. Untuk dikatakan kelompok sosial terdapat persyaratan-
persyaratan tertentu. Dalam kelompok social yang telah tersusun susunan masyarakatnya
akan terjadinya sebuah perubahan dalam susunan tersebut merupakan sebuah keniscayaan.
Karena perubahan merupakan hal yang mutlak terjadi dimanapun tempatnya.
Perubahan sosial adalah perubahan dalam hubungan interaksi antar orang, organisasi
atau komunitas, ia dapat menyangkut “struktur sosial” atau “pola nilai dan norma” serta
“pran”. Dengan demikina, istilah yang lebih lengkap mestinya adalah “perubahan sosial-
kebudayaan” karena memang antara manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat dipisahkan
dengan kebudayaan itu sendiri. Cara yang paling sederhana untuk mengerti perubahan sosial
(masyarakat) dan kebudayaan itu, adalah dengan membuat rekapitulasi dari semua perubahan
yang terjadi di dalam masyarakat itu sendiri, bahkan jika ingin mendapatkan gambaran yang
lebih jelas lagi mengenai perubahan mayarakat dan kebudayaan itu, maka suatu hal yang
paling baik dilakukan adalah mencoba mengungkap semua kejadian yang sedang berlangsung
di tengah-tengah masyarakat itu sendiri. Kenyataan mengenai perubahan-perubahan dalam
masyarakat dapat dianalisa dari berbagai segi diantaranya: ke “arah” mana perubahan dalam
masyarakat itu “bergerak” (direction of change)”, yang jelas adalah bahwa perubahan itu
bergerak meninggalkan faktor yang diubah. Akan tetapi setelah meninggalkan faktor itu
mungkin perubahan itu bergerak kepada sesuatu bentuk yang baru sama sekali, akan tetapi
boleh pula bergerak kepada suatu bentuk yang sudah ada di dalam waktu yang lampau.
Di dalam masyarakat terdapat Struktur sosial ialah jalinan unsur-unsur sosial yang pokok
dalam masyarakat. Unsur-unsur sosial yang pokok meliputi antara lain:Kelompok social,

Kebudayaan, Lembaga sosial atau institusi social, Pelapisan sosial atau stratifikasi social,
dan Kekuasaan dan wewenang. Unsur-unsur sosial itu dapat berubah bentuknya.
Untuk itu penulis tertarik untuk mengkaji tentang struktur dan organisasi social di Desa
Tlumpu Kelurahan Tlumpu Kota Blitar.
B. Perumusan Masalah
Beberapa rumusan masalah yang dapat dikaji dari uraian-uraian di atas antara lain:
1. Bagaimana profil Desa Tlumpu Kelurahan Tlumpu Kota Blitar?
2. Bagaimana pelapisan sosial, kelompok dan organisasi social serta lembaga institusi/
pranata serta system budaya di Desa Tlumpu Keluarahan Tlumpu Kota Blitar?
C. Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk:
1. Mendiskripsikan profil Desa Tlumpu Kelurahan Tlumpu Kota Blitar?
2. Mendiskripsikan pelapisan social, kelompok dan organisasi social serta lembaga
institusi/ pranata serta system budaya di Desa Tlumpu Keluarahan Tlumpu Kota
Blitar.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Profil
.Desa Tlumpu merupakan salah satu Desa yang termasuk di Kelurahan Tlumpu
Kecamatan Sukorejo Kota Blitar. Secara geografis, Kota Blitar terletak di sebelah selatan
Provinsi Jawa Timur, berada di kaki Gunung Kelud dengan ketinggian 156 meter dari
permukaan laut. Kota Blitar terdiri dari 3 Kecamatan dan 21 Kelurahan. Di Desa Tlumpu
memiliki terdapat Kelurahan Tlumpu yang dipimpin oleh Lurah yaitu Bapak Muheni.
Secara geografis Desa Tlumpu terletak pada posisi yang sebelah timurnya adalah
Desa Purworejo Kecamatan Sanankulon Kabupaten Blitar, sebelah baratnya adalah Desa
Rembang Kelurahan Sananwetan Kecamatan Sananwetan Kota Blitar, sebelah utaranya Desa
Balapan Kelurahan Sukorejo Kecamatan Sukorejo Kota Blitar, sebelah selatannya Desa
Bendowulung Kelurahan Sanan Kulon Kabupaten Blitar. Dalam kegiatan masyarakatnya, di
Bidang sarana terdapat fasilitas lapangan olah raga, tempat ibadah berupa masjid sejumlah 1,
mushola sejumlah 3 buah, pertokoan besar ada 1 milik orang china, serta toko-toko penyedia
kebutuhan sehari-hari ada sekitar 12 buah. Di Bidang Sosial dan Agama Ada sejumlah
kelompok Yasinan, tahlil, yang tiap malam Jumat, malam Rabu dilaksanakan secara rutin, di
Bidang Pendidikan ada SDN Tlumpu, TK Al Hidayah, TK Dharma Wanita, Paud Al
Mukarromah, dan POS PAUD yg satu koordinasi dengan POSYANDU, ada Madrasah
Diniyah, di bidang Struktur Sosial. Masyarakat sebagian besar adalah muslim sebagian
selebihnya adalah beragama kristen.
Masyarakat Desa Tlumpu terlihat perhatian terhadap kegiatan religi, masjid, mushola
selalu penuh dalam setiap kegiatan ibadah, anak-anak, remaja banyak yang ikut pendidikan
non formal di Madrasah Diniyah, termasuk yang belajar di TK dan Paud juga banyak selain
itu juga kelompok pengajian, yasinan, dan tahlil juga banyak diikuti oleh masyarakat, baik
pada tingkat remaja putra dan putri juga pada tingkat dewasa bapak-bapak dan ibu-ibu.

B. Analisa Pelapisan sosial, kelompok dan organisasi social serta lembaga institusi/
pranata serta system budaya
Di Desa Tlumpu terdapat Kelompok Sosial seperti Kelompok Yasinan, Tahlilan baik
pada tingkat remaja putra dan putri serta pada tingkat dewasa bapak-bapak dan ibu-ibu, Club
Sepak Bola Tlumpu. Pada Kelompok social tersebut terdiri dari kelompok yang memiliki
kesamaan tujuan dan agama, seperti pada Kelompok Yasinan dan Tahlil baik pada tingkat
remaja putra dan putri serta pada tingkat dewasa bapak-bapak dan ibu-ibu yang memiliki
kesamaan Agama yaitu Islam untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Alloh
SWT dan meningkatkan hubungan silaturokhim antar tetangga karena ini dilaksanakan
dengan “anjang sana” berpindah-pindah dari rumah jaamaah ke rumah jamaah lainnya.
Adapun pada Club Sepak Bola adalah suatu kelompok yang memiliki satu kesamaan hobi
dan kegemaran yaitu sepak bola. Terdapat juga Budaya berupa Budaya “terbangan”
memukul alat musik berupa yang namanya terbangan untuk menyambut dan merayakan
Aqiqoh bayi. Di sana juga terdapat intitusi sosial yang mengatur tentang pernikahan,
perdagangan, dan hubungan atau berinteraksi sesama masyarakat, pelapisan sosial juga
terdapat yaitu masyarakat terdiri dari masyarakat petani, pegawai negeri, pengusaha/ swasta,
pada kekuasaan dan wewenang terdapat Kantor Kelurahan yang memiliki wewenang dan
kekuasaan secara hukum dalam mengelola dan mengatur masyarakat di kelurahannya. Hal ini
sesuai dengan yang telah disampaikan oleh Soejono Soekamto dan para sosiolog lainnya,
adalah sebagai berikut: Struktur sosial ialah jalinan unsur-unsur sosial yang pokok dalam
masyarakat. Unsur-unsur sosial yang pokok menurut Soerjono Soekanto (1988: 8-9) meliputi
antara lain:
1. Kelompok sosial.
2. Kebudayaan.
3. Lembaga sosial atau institusi sosial.
4. Pelapisan sosial atau stratifikasi sosial.
5. Kekuasaan dan wewenang.
Unsur-unsur sosial itu dapat berubah bentuknya. Proses perubahan unsur sosial tersebut
biasanya berjalan lambat, dapat mendadak berubah dengan cepat jika terjadi peristiwa-
peristiwa seperti perang atau revolusi.

Unsur-unsur struktur social menurut James W Vander (1983) ,
komponen utama stuktur social adalah: (1) Status, (2) Peranan , (3)
kelompok, (4) Institusi/ lembaga social. Dan (5) Masyarakat (society).
Adapun menurut Alvin L Belttrand (1972) unsur-unsur struktur social
adalah; (1) Norma, (2) Peranan, (3) Status/ Posisi, (4) Kelompok social, (5)
organisasi social, (6) komunitas (community), (7) Masyarakat (society)
Apabila digambarkan dalam skema adalah sebagai berikut:
Unsure-unsur struktur social
1. Norm is way of life or rule of game, Norma adalah kaidah yang
mengatur masyarakat yang seharusnya dilakukan oleh individu dalam
kelompok atau masyarakat dan tidak tertulis.
1. A role is the behavior generally expected of one who accupies a
particular status, Peranan adalah adalah perilaku umumnya
diharapkan dari orang yang menempati status tertentu.
2. A Status is a socially recognized position in a social system. Status
adalah posisi sosial yang diakui dalam sistem social.
3. Social Groups is relatively small number of people who interact with
one another over time and there by establish patterns of interaction.
Kelompok social adalah sekelompok kecil orang yang saling
berinteraksi satu dengan lainnya dan membentuk suatu pola
interaksi tertentu.
4. Organisasi social adalah satu set kelompok dan organisasi dengan
norma dan nilai-nilai yang-pusat di sekitar kebutuhan paling
mendasar dari masyarakat. Lembaga-lembaga utama adalah
keluarga, pendidikan, ekonomi, kesehatan dan obat-obatan, dan
Negara
5. Community adalah a groub a people having in a contiguous
geographic area, having common centers interest and activities and
functioning together in the chief concern of life.
6. Masyarakat (society ) adalah masyarakat yang tinggal di suatu
wilayah tertentu, dengan struktur sosial, dan berbagi budaya.

Kaitan antara unsur-unsur social adalah
1) Norma merupakan satu yang unsur yang biasa disimbolkan
dengan simbol segitiga
2) Role/ Peranaan dibangun oleh kumpulan norma-norma, yang
disimbulkan sebagai kumpulan segitiga.
3) Status merupakan kumpulan dari role/ peran
4) Group merupakan kumpulan dari status
5) Organisasi merupakan kumpulan dari beberapa group
6, Community merupakan kumpulan dari beberapa organisasi
7) Society merupakan kumpulan dari beberapa community.
2. Unsur system social menurut Beltrand
1, Keyakinan (pengetahuan)
2, Perasaan (sentiment)
3.Tujuan, Sasaran, dan cita-cita
4. Norma
5.Kedudukan dan peranan (status dan role)
6.Tingkatan atau pangkat (rank)
7.Kekuasaaan/ pengaruh (power)
8.Sanksi
9. Sarana/ fasilitas
10. Tekanan ketegangan (strees strain)
keterkaitan antar unsur-unsur sosial tersebut dalam kehidupan social
yang menggambarkan suatu sistem adalah: misalnya dalam kehidupan
keluarga, seseorang yang membangun kehidupan keluarga agar
berlangsung secara integratif, maka: (a) harus mendasarkan pada sistem
keyakinan atau pengetahuan yang baik tentang syarat-syarat
membangun keluarga bahagia (integratif); (b) proses sosialisasi dan
interaksi antar anggota keluarga (ayah, ibu dan anak) tersebut harus
berdasarkan ikatan batin yang kuat, satu keyakinan, satu perasaan atau

didasarkan pada tindakan afektif; (c) semua anggota keluarga dalam
menjalin interaksi dan sosialisasi harus berdasarkan
pada tujuan atau sasaran atau cita-cita yang telah disepakati dalam
keluarga, yaitu mencapai keluarga bahagia (keluarga yang integratif); (d)
dalam membangun keyakinan, interaksi dan untuk mewujudkan cita-cita
atau tujuan keluarga, harus mendasarkan pada nilai dan norma yang
telah disepakati dalam keluarga; (e) dalam upaya mewujudkan peran atau
fungsi anggota keluarga di atas, maka harus diperhatikan keberagaman
kedudukan (status) atau lapisan status dan peranan (role) masing-masing
angggota dalam keluarga; (f) dalam upaya merealisasikan tujuan
terwujudkan integrasi keluarga, maka diperlukan figus orang tua yang
melaksanakan wewenang atau kekuasaan dalam keluarga secara
demokrasi; dan (g) agar pelaksanaan pemberian layanan pendidikan pada
anaka dan anggota keluarga secara baik maka diperlukan sarana dan
prasarana dengan baik dan adanya sistem control yang tegas tetapi
mendidik.
Kaitan antara system social dengan struktur social, bahwa dalam setiap
struktur social terdapat system social yang mengatur dan membingkai
anggota masyarakat untuk menaati semua aturan atau system social
yang memaksa dan mengikat seluruh struktur social yang ada di
masyarakat guna untuk mencukupi dan memenuhi kebutuhan bersama
masyarakat.
C. Kelompok Sosial
Kelompok Yasinan, Tahlilan baik pada tingkat remaja putra dan putri serta pada
tingkat dewasa bapak-bapak dan ibu-ibu, Club Sepak Bola Tlumpu. Pada Kelompok
social tersebut terdiri dari kelompok yang memiliki kesamaan tujuan dan agama, seperti
pada Kelompok Yasinan dan Tahlil baik pada tingkat remaja putra dan putri serta pada
tingkat dewasa bapak-bapak dan ibu-ibu termasuk kelompok sosial karena terdiri dari
lebih satu individu yang memiliki rasa solidaritas, saling mempengaruhi, dan

berhubungan, dan memberikan bermanfaat bagi anggotanya. Hal ini sesuai dengan
definisi sebagai berikut:
1. Batasan Kelompok Sosial
Kelompok sosial atau social group adalah himpunan atau kesatuan manusia yang terdiri dari
dua atau lebih individu yang hidup bersama saling berhubungan, saling mempengaruhi
dengan suatu kesadaran untuk saling tolong menolong.
2. Persyaratan Kelompok Sosial
Setiap himpunan manusia belum tentu dapat disebut sebagai kelompok sosial, baru dapat
disebut kelompok sosial apabila telah memenuhi beberapa persyaratan tertentu, yaitu:
a. Setiap anggota kelompok tersebut harus sadar bahwa dia merupakan sebagian dari
kelompok yang bersangkutan.
b. Ada hubungan timbal balik antara anggota yang satu dengan anggota yang lainnya, dalam
kelompok itu.
c. Ada suatu faktor yang dimiliki bersama oleh anggota-anggota kelompok itu, sehingga
hubungan antara mereka bertambah erat. Faktor tadi dapat merupakan nasib yang sama,
kepentingan yang sama, tujuan yang sama, ideologi politik yang sama, dan lain
sebagainya. Mempunyai musuh yang sama dapat pula menjadi faktor
pengingat/pemersatu.
d. Berstruktur, berkaidah, dan mempunyai pola perilaku. (Soerjono Soekanto, 1982: 111)
3.Terbentuknya Kelompok Sosial dan Masyarakat Luas
Terbentuk atau terjadinya perpecahan kelompok sosial sebagai akibat dari interaksi
sosial melalui komunikasi. Terjadinya interaksi yang demikian disebabkan
karenasejakdilahirkan, manusiatelah memiliki keinginan untuk menjadi satu dengan manusia
yang lain di sekelilingnya, yaitu masyarakat dan keinginan untuk menjadi satu dengan

suasana alam sekelilingnya. Hal ini juga terjadi pada kelompok social di desa Tlumpu bahwa
individu-individu menjalin interaksi yang mana ada suatu kesamaan tujuan daalam
pemenuhan kebutuhan, bias kebutuhan spiritual, psikologis, maupun fisik/ kesehatan juga ada
kebutuhan eksistensi.
Untuk dapat menghadapi dan menyesuaikan diri dengan lingkungan tersebut, manusia
mempergunakan pikiran, perasaan, dan kehendaknya. Di dalam menghadapi alam
sekelilingnya seperti udara yang dingin, alam yang kejam dan lain sebagainya, manusia
menciptakan rumah, pakaian, dan lain sebagainya. Agar fisiknya tetap sehat manusia hams
makan, untuk dapat mengambil makanan sebagai hasil dari alam di sekitarnya ia
mempergunakan akalnya, di laut manusia menjadi nelayan penangkap ikan, di hutan ia
berburu, dan sebagainya. Semua itu menimbulkan kelompok-kelompok sosial karena pada
hakikatnya manusia tidaklah mungkin hidup sendiri terisolir, karena itu ia memerlukan
kelompoknya. Dengan jalan komunikasi terjadilah stimulasi dan respons yang mendekati
tujuan, dengan menggunakan ikatan-ikatan yang dibentuknya, kebutuhan hidupnya akan
terpenuhi. Hal demikian disebutkan bahwa kelompok sosial terbentuk karena adanya
kebutuhan sosial manusia karena ia mempunyai kebutuhan pribadi. Dalam kehidupan sehari-
hari, manusia dapat menyesuaikan dirinya dengan keadaan, sehingga perbedaan antara
kepentingan pribadi dan kepentingan sosial hampir bahkan kadang, sama sekali- tidak
tampak. Karena manusia yang bekerja adalah manusia yang sekurang-kurangnya berusaha
untuk mempertahankan hidupnya, sedangkan jumlah terbesar kebutuhannya terletak di luar
dirinya, maka manusia menjadi makluk sosial dan karenanya berkomunikasi. Sebagai
konsentrasinya, maka terjadilalah integrasi atau pembentukan kelompok sosial dengan
kehidupan yang lebih langgeng.
Emile Durkehim melihat pengelompokan manusia dari segi organisatorik fungsional.
Bentuk mekanik merupakan bentuk yang naluriah ditentukan oleh pengaruh-pengaruh
pertama terhadap manusia, yaitu ditentukan oleh ikatan geografik, biogenetik, dan keturunan
lebih lanjut. Ikatan pengelompokan dalam bentuk ini hanya mencapai taraf solidaritas
mekanik. Berbeda halnya dengan ikatan pengelompokan bentuk kedua, yaitu bentuk
organisatorik fungsional yang merupakan hasil dari kesadaran manusia, hasil dari keinginan
yang rasional. Dalam bentuk pertama ditemukan integrasi normatif (berdasarkan ikatan
norma); dalam bentuk kedua terbentuk integrasi yang merupakan hasil dari disiplin,

peraturan-peraturan resmi bahkan undang-undang. Ferdinand Toennies menyebutkan bentuk
pertama Geminschaft dan bentuk yang kedua Gesellscaft (Doyle Paul Johnson, 1988:181).
Selain daripada bentuk kelompok sesuai dengan ikatan naluriah otomatik dan organisatorik
fungsional, masih dikenal bentuk-bentuk kelompok yang etnosenthk dan xenosentrik.
Kelompok etnosentrik dimaksudkan adalah kelompok yang memegang teguh norma-
normanya, mengusahakan penjauhan dari kelompok-kelompok lain agar interpenetrasi dari
kebudayaan dapat dihindari sebanyak mungkin. Biasanya kelompok yang etnosentrik,
merupakan kelompok yang statis dan hidup dalam isolasi. sebaliknya kelompok xenosentrik
ialah kelompok lawan ekstrim dari kelompok etnosentrik, sehingga lebih menyukai
kebudayaan dari luar kelompok daripada dari kelompoknya sendiri. Keadaan hidup pada
umumnya menunjukkan keadaan kelompok di antara kedua kutub ekstrim ini.
Alvin Boskoff (1962: 3) melihat kelompok terutama dalam ikatan kehidupan kota,
berpendapat bahwa setiap bentuk ikatan ditentukan oleh keadaan lingkungan serta
penyesuaian diri manusia dengan lingkungan hidup ini. Dengan demikian, setiap
pembentukan kelompok merupakan hasil eksperimen masyarakat/kelompok yang
bersangkutan, yaitu hasil dari pengalaman yang dapat digolongkan kedalam bidang-bidang
praktikal, intelektual, dan emosi. Terbentuknya masyarakat luas atau komunitas dapat terjadi
karena adanya interaksi sosial antara anggota atau kelompok sosial melalui beberapa hal,
antara lain:
a. Melalui pertukaran pengalaman tentang pengetahuan, keterampilan teknikal,
organisasi sosial dan mengenai wilayah mereka masing-masing.
b. Melalui adanya kebutuhan yang sama dalam bentuk biologi, nilai-nilai, dan tujuan
yang diajarkan oleh kebudayaan.
Sehubungan dengan faktor pertukaran pengalaman yang dapat membentuk masyarakat luas
atau komunitas. Alvin Boskoff (1962: 4) menyebutkan bahwa setiap interaksi akan berjalan
sesuai dengan sifat karakter dari kelompok asalnya. Di lihat dari proses pembentuka
masyarakat luas ini, dari kelopok aslinya terjadilah bentuk-bentuk dan fase perluasan
kelompok, yaitu:
a. Tingkat kelompok kecil {=group level).
b. Tingkat community level (=regional level).

c. Tingkat regional {=regional level).
d. Tingkat nasional (=societal level).
4.Intra-planetery society (=masyarakat dunia).
Klasifikasi tentang tahap-tahap terbentuknya masyarakat luas atau komunitas melalui
proses pembentukan kelompok-kelompok dan sub kelompok, Mc Iver dalam bukunya The
elements of Social Sciences (1956) menyebutkan bahwa perkembangan yang dilalui oleh
setiap masyarakat (luas) adalah melalui tahap pembentukan kebudayaan. Sebagai tahap
terendah adalah masyarakat desa (village community) yang telah melalui suatu tahap proses
pematangan dan mencapai tingkat kebudayaan yang cukup tinggi. Pada fase berikutnya, ialah
fase pembentukan ikatan kota (city community) dan fase pembentukan masyarakat bangsa
(nation community) yang memudahkan pengertian dalam ikatan-ikatan internasional (Astrid
Susanto, 1985:46). Menurut Mc Iver (Astrid Susanto, 1985: 47) ciri-ciri khas dari ikatan
hidup pedesaan sebagai tahap terendah dari perkembangan yang dilalui suatu masyarakat luas
atau koinunitas adalah:
Bentuk kesatuan lebih jelas apabila diadakan perbedaan antara hak milik (apa yang ada dalam
rumah seseorang) pribadi dan milik penggunaan (biasanya tanah). Walaupun tanah sering
merupakan milik desa, akan tetapi kepada penduduknya diberikan hak pakai, selama
dipergunakan. Selanjutnya dalam ikatan desa anggota masyarakat sudah dapat mengharapkan
adanya perlindungan dari sesama anggota masyarakatnya, dan inilah permulaan dari awal
prinsip kegotong-royongan sebagaimana dikenal di Indonesia yang terjadi dari adanya hak
pakai atas tanah/milik desa.
Mulai adanya ikatan politik (dalam arti luas) dimana dalam ikatan desa biasanya
kepala keluarga menjadi anggota dari rapat desa. Dalam masyarakat desa pemerintahannya
memiliki batas-batas tertentu yang berusaha untuk memenuhi kebutuhan anggotanya secara
mandiri. Kemudian adat ditentukan oleh sesepuh setempat, demikian pula tentang hal-hal
yang diperlukan para anggota masyarakat sehari-harinya.
Struktur ekonomi desa biasanya terisolasi dari lingkungan ekonomisekitarnya
walaupun gejala ini semakin hari semakin berkurang. Desa yang satu secara ekonomik
biasanya terpisahkan dari desa yang lain tetapi tetap merupakan satu kesatuan. Mengenai
pembagian pekerjaan sedikit sekali, kecuali pekerjaan bertani, sehingga terbanyak pekerjaan

yang dilakukan adalah di rumah sendiri. Kesadaran akan nilai uang masih minim, biasanya
yang terjadi adalah sifat barter, sistem perkreditan kurang dipahami oleh penduduk desa;
peningkatan taraf hidup desa biasanya terjadi apabila suatu desa dengan mendadak
dihubungkan dan menikmati kemajuan teknologi melalui hubungan transportasi dan
kemunikasi dengan kota-kota terdekat.
Berdasarkan penilaian historik, sosiologik, ekonomik, dan politik diketahui bahwa
pembentukan masyarakat dengan kelompoknya terjadi secara bertahap, yaitu:
(a) Ikatan darah, (b) Ikatan desa, (c) Ikatan feudal, (d) Ikatan kota, (e) Ikatan
bangsa/Negara. Hal tersebut juga berlaku pada kelompok social yang ada di Desa Tlumpu
individu-individu bersama dalam suatu kelompok social dengan ikatan desa, ikatan se agama,
ikatan memiliki hobi/ kegemaran yang sama seperti club sepak bola.
Pembagian (perkembangan) ikatan ini tidak begitu berbeda dengan Plato yang melihat
masyarakat serta perkembangannya melalui tahap-tahap:
a) Masyarakat pengembara
b) Masyarakat ikatan desa
c) Masyarakat ikatan negara-kota
Menurut Plato ikatan masyarakat negara-kota (dahulu negara hanya terbatas pada satu kota
perdagangan saja), mencerminkan tingkat kebudayaan manusia yang tinggi, tersempurna dan
yang paling mungkin dicapai di dunia ini. Berbeda dengan Mac Iver yang hidup dalam abad
ke-20, Plato berpendapat bahwa tujuan negara ialah mendekatkan manusia dengan Eidos,
sedangkan Mac Iver melihatnya dari segi ekonomi dan politik.
Sehubungan dengan pembentukan masyarakat di atas, berikutnya Mac Iver dalam tulisannya
The Elements of Social Sciences (1956) menjelaskan bahwa pada masyarakat modern, ikatan
masyarakatnya terbagi pada:
a) Ikatan komunitas (kelompok kecil).
b) Ikatan asosiasi.

c) Ikatan institusi (lembaga). (Astrid Susanto, 1985: 50)
Ikatan komunitas ialah ikatan berdasarkan hal-hal yang mencakup dan memenuhi sebuah
kehidupan dan kebutuhan sosial manusia; ikatan asosiasi merupakan suatu ikatan
yangdifokuskan pada beberapa/satu tujuan tertentu.
Ikatan institusi merupakan ikatan yang terjadi karena peraturan-peraturan yang telah
dilembagakan, hal mana berarti bahwa mungkin saja perangkat peraturan dibuat oleh suatu
lembaga ataupun karena suatu kebiasaan menjadi suatu lembaga/kebiasaan.
Dengan demikian, ikatan komunitas merupakan ikatan utama manusia dan unsur
kehidupan manusia. Dalam masyarakat/komunitas manusia merasa diri sebagai integral
daripadanya. Berbeda dengan ikatan komunitas, katan asosiasi merupakan suatu ikatan
dengan usaha memenuhi kebutuhan-kebutuhan tertentu (dan terbatas) dalam masyarakat.
Tanpa asosiasi kebutuhan-kebutuhan ini serta tujuan biasanya kurang jelas dan disadari
manusia atau sukar direalisasikan oleh komunitas, justru karena sifatnya yang terlalu umum
dan mencakupi segala-galanya. Sehubungan dengan ini, ikatan institusi merupakan ikatan-
ikatan berdasarkan peraturan-peraturan tertentu, peraturan mana biasanya sudah melembaga
(kebiasaan) karena telah lama berlaku dan ditaati suatu masyarakat. Lembaga biasanya
merupakan alat untuk memberi wewenang kepada seseorang atau suatu badan untuk
menjalankan atau mengawai suatu kegiatan, khususnya untuk menjamin agar tujuan dari
asosiasi atau komunitas terjamin.
Dengan demikian, institusi merupakan kumpulan peraturan atau badan yang mengurusi
pelaksanaan dan usaha realisasi tujuan yang telah ditentukan oleh kelompok/komunitas
maupun asosiasi. Inilah pembagian yang dewasa ini biasanya dianut sebagai bentuk
pengelompokan dan ikatan dalam suatu masyarakat luas yang modern.
5.Berakhir dan Berlangsungnya Kelompok Sosial
Hal yang dapat menyebabkan berakhirnya kelompok sosial dapat disebutkan apabila telah
berakhirnya interaksi mental di antara anggota-anggota kelompok sosial tersebut. Interaksi
yang demikian dapat terjadi karena semakin besarnya perbedaan daripada persamaan tujuan
dan kepentingan anggota-anggota kelompok sosial. Demikian pula sebaliknya, bahwa

kelompok sosial dapat terns berlangsung apabila terdapat ikatan tujuan dan kepentingan yang
lebih besar daripada perbedaan yang terjadi di antara anggota kelompok sosial.
Interaksi mental bukan berarti masing-masing anggota kelompok harus selalu dalam
keseragaman pendapat atau persesuaian di antara mereka, tetapi yang pokok adalah antara
ketidaksepahaman dengan persamaan pendapat di antara mereka masih terdapat adanya
keseimbangan. Pada umumnya para ahli berpendapat bahwa dasarnya ialah interaksi sosial.
Harold Lasswell (1969) menyebutkan bahwa unsur-unsur integritas anggota kelompok
terhadap kelompoknya dapat diukur menurut derajat keterlibatannya dalam kelompok melalui
perasaannya terhadap kelompoknya. Dalam suatu organisasi dengan kesadaran kelompoknya
yang tinggi terdapat perasaan kerjasama, berpikir dan rasa kebersamaan di antara masing-
masing anggota kelompoknya. Perasaan akan persatuan di antara masing-masing anggota
kelompok timbul apabila anggota kelompok masing-masing mempunyai pandangan yang
sama tentang masa depan bersama, dengan sadar mengetahui bahwa dalam mewujudkannya
mereka memiliki tugas demi merealisasikan tujuan dan kepentingan bersama. Oleh karena
itu, dasar pembentukan kelompok tersebut didasarkan pada adanya keyakinan bersama,
harapan bersama, tujuan yang sama yang dihayati masing-masing dari anggota kelompok
tersebut serta adanya ideologi bersama yang mengikat semua anggota kelompok. Karena itu
pula, akhirnya, masing-masing akan sadar untuk turut berpartisipasi dalam mencapai harapan
bersama dalam kelompok.
Munculnya partisipasi anggota kelompok dalam aktivitasnya pada kehidupan kelompok
sosial dimulai dari adanya kebiasaan bekerja sama di antara masing-masing anggota
kelompok serta adanya rasa solidaritas. Derajat partisipasi ini merupakan derajat intensitas
kesediaan mereka bekerja sama dalam kelompok sosial ini. Kemudian, moral kerja kelompok
secara keseluruhan merupakan derajat totalitas partisipasi dari masing-masing anggota
kelompoknya. Oleh kerena itu, beberapa para ahli mendefinisikan partisipasi secara aktif
sebagai adanya aktivitas atau kegiatan. Untuk jelasnya dapat terlihat dalam urian berikut:
a. Gordon W. Allport (R.A. Santoso Sastropoetro, 1988:12) menyebutkan bahwa
partisipasi adalah keterlibatan ego atau diri sendiri/ pribadi/ personalitas kejiwaan lebih
daripada hanya jasmaniah/ fisik saja.

b. Keith Davis (R.A. Santoso Sastropoetro, 1988:51) menyebutkan bahwa partisipasi adalah
keterlibatan mental dan emosional yang mendorong untuk memberikan sumbangan
kepada tujuan/cita-cita kelompok dan turut bertanggung jawab terhadapnya.
c. R. A. Santoso Sastropoetro (1988: 52) menyebutkan bahwa partisipasi adalah
keterlibatan spontan dengan kesadaran disertai tanggung jawab terhadap kepentingan
kelompok untuk mencapai tujuan bersama.
d. Margono Slamet (1980:1) menyebutkan bahwa partisipasi adalah ikut serta mengambil
bagian dalam suatu kegiatan dan ikut memanfaatkan serta menikmati hasil yang dicapai
dengan persyaratan, meskipun seseorang itu memiliki suatu kemampuan dan adanya
suatu kesempatan. Penekanan segi manfaat dan menikmati hasil dimaksudkan adalah
mengerjakan sesuatu ikutterlibat, menikmati hasil sebagai hasil dari satu partisipasi
apakah dalam bentuk fisik ataupun non fisik.
Berdasarkan batasan-batasan di atas, jelaslah bahwa partisipasi itu memiliki empat unsur
pokok, yaitu adanya keterlibatan mental dan perasaan, menikmati hasil partisipasi, kesediaan
memberikan sumbangan dan adanya rasa tanggung jawab.
Jenis partisipasi ini meliputi pikiran, tenaga, keahlian, barang, dan uang. Turut
berpartisipasinya seseorang dalam suatu kegiatan, dapatterjadi karena kegiatan tersebut
mengandung ide-ide baru yang dirasakan berguna bagi dirinya. Ide-ide baru sebagai inovasi
merupakan gagasan, tindakan atau barang yang dianggap baru oleh seorang yang dapat
menjadi pangkal terjadinya perubahan sosial yang merupakan inti dalam pembangunan
masyarakat. Ide baru itu menyebar ke dalam masyarakat karena terjadinyaproses komunkasi,
yaitu proses dimana pesan-pesan dioperasikan dari sumber ke penerima. Oleh karena itu,
partisipasi dapat terjadi didahului oleh adanya proses komunikasi melalui interaksi antara
individu dalam masyarakat yang bersangkutan.
6. Teori dan Gagasan tentang Kelompok Sosial, Sifat, serta Klasifikasi
Tipe kelompok-kelompok sosial dapat diklasifikasikan clari beberapa sudut atau dasar
kriteria ukuran yaitu:
a) Berdasarkan besar kecilnya jumlah anggota kelompok, bagaimana individu
mempengaruhi kelompoknya serta interaksi sosial dalam kelompok tersebut. Ukuran yang

demikian ini dikemukakan oleh sosiolog Jerman, yaitu Georg Simmel. Dalam analisisnya
mengenai kelompok-kelompok sosial, Simmel mulai dengan bentuk terkecil yang terdiri dari
satu orang sebagai fokus hubungan sosial yang dinamakannya “monand” kemudian
dikembangkan dengan meneliti kelompok-kelompok yang terdiri dari dua atau tiga orang,
yaitu “dyad” serta “triad” dan kelompok-kelompok kecil lainnya. Di samping itu sebagai
perbandingan, ditelaahnya kelompok-kelompok yang lebih besar.
b) Berdasarkan derajat interaksi sosial dalam kelompok sosial. Beberapa sosiolog dalam hal
ini memperhatikan pembagian atas dasar kelompok-kelompok yang anggota-anggotanya sal
ing kenal mengenal seperti keluarga, rukun keluarga dan desa. Begitu pula sebaliknya
kelompok-kelompok sosial seperti di kota-kota, korporasi, dan negara, yang anggota-
anggotanya tidak memiliki pertalian hubungan yang erat. Ukuran ini kemudian oleh para
sosiolog di antaranya F. Stuart Chapin dikembangkan dengan memperhatikan tinggi
rendahnya derajat keeratan hubungan antara anggota-anggota kelompok tersebut.
c) Berdasarkan ukuran kepentingan dan wilayah. Misalnya, suatu community (masyarakat
setempat) yang merupakan kelompok-kelompok atau kesatuan-kesatuan sosial atas dasar
wilayah yang anggotanya tidak mempunyai kepentingan-kepentingan yang khusus/ tertentu.
Berlangsungnya suatu kepentingan, merupakan ukuran lain bagi klasifikasi tipe-tipe sosial.
Suatu kerumunan misalnya merupakan kelompok yang hidupnya sebentar, oleh karena
kepentingannya pun tidak berlangsung dengan lama. Lain halnya dengan community yang
kepentingannya secara relatif bersifat permanen.
d) Berdasarkan ukuran derajat organisasi. Dalam hal ini kelompok sosial terdiri dari
kelompok-kelompok yang terorganisir. Kelompok sosial yang terorganisir dengan baik,
adalah negara, sedangkan kelompok sosial yang tidak terorganisir misalnya adalah suatu
kerumunan.
Berikutnya Soerjono Soekanto (1982: 117) menambahkan bahwa tipe-tipe umum dari
kelornpok-kelompok sosial dalam pula disebutkan, yaitu berdasarkan:
a. Kategori statistik
Kategori statistik adalah pengelompokan oleh ilmuwan atas dasar ciri tertentu yang sama,
seperti misalnya, kelompok umur.

b. Kategori sosial
Kategori sosial merupakan kelompok individu-individu yang sadar akan ciri-ciri yang
dimiliki bersama, misalnya Ikatan Dokter Indonesia.
D. Kebudayaan
Dalam kehidupan sehari-hari orang begitu sering membicarakan tentang kebudayaan dan tak
mungkin orang menghidar dan” kebudayaan, karena tak seorang pun yang tidak berurusan
dengan hasil-hasil kebudayaan. Setiap orang melihat, mempergunakan atau merusak
kebudayaan. Beberapa definisi tentang kebudayaan dapat dilihat di bawah ini.
Dalam karya berjudul The Reality of Culture, Milville J. Herskovits (1955) menyatakan
bahwa ada lebih dari seratus enam puluh definisi tentang kebudayaan. Pengertian kebudayaan
meliputi bidang yang luasnya seolah-olah tidak berbatas, sehingga sukarsekali mendapatkan
suatu definisi yang tegas dan terperinci mencakup segala sesuatu yang termasuk dalam
pengertian itu.
Dalam pengertian umum, istilah kebudayaan sering diartikan sama dengan kesenian, terutama
istilah kebudayaan diartikan menurut ilmu-ilmu pengetahuan kemasyarakatan maka kesenian
merupakan hanya salah satu bagian dari kebudayaan.
Apabila pengertian kebudayaan hendak dirumuskan dengan istilah-istilah dalam
bahasa Indonesia, Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi (1964: 113) mengusulkan
rumusan definisi kebudayaan adalah semua hasil dari karya, rasa, dan cipta masyarakat.
Karya masyarakat menghasilkan terknologi dan kebudayaan kebendaan {material culture)
yang diperlukan oleh masyarakat untuk menguasai alam di sekitarnya agar kekuatan serta
hasilnya dapat diabdikan bagi keperluan masyarakat. Rasa yang meliputi jiwa manusia
mewujudkan segala norma-norma dan nilai-nilai kemasyarakatan yang perlu untuk mengatur
masalah-masalah kemasyarakatan dalam arti luas. Di dalamnya termasuk misalnya saja
agama, ideologi, kebatinan, kesenian, dan semua unsur yang merupakan hasil ekspresi jiwa
manusia yang hidup sebagai anggota masyarakat.

Selanjutnya, cipta merupakan kemampuan mental, kemampun berpikir dari orang-orang yang
hidup bermasyarakat dan antara lain menghasilkan filsafat serta ilmu-ilmu pengetahuan, baik
yang berwujud teori murni maupun yang telah disusun untuk diamalkan dalam kehidupan
masyarakat. Semua karya, rasa, dan cipta dikuasai oleh karsa dari orang orang yang
menentukan kegunaannya agar sesuai dengan kepentingan sebagian besar atau seluruh
masyarakat.
Kebudayaan yang diberi arti demikian dimiliki oleh setiap masyarakat Tidak ada
suatu masyarakat pun yang masih hidup tidak mempunyai kebudayaan. Perbedaannya bahwa
kebudayaan masyarakat yang satu lebih sempurna dari kebudayaan masyarakat lain dalam
perkembangannya untuk memenuhi segala kepentingan. Dalam hubungan ini, maka biasa
diberikan nama “peradaban” (civilization) kepada kebudayaan yang telah mencapai taraf
perkembangan yang tinggi.
Tiga definisi tentang kebudayaan akan lebih memperjelas yang dimaksudkan dengan
kebudayaan, yaitu:Definisi klasik kebudayaan yang disusun oleh Sir Edwar Taylor (1871
menyebutkan bahwa kebudayaan adalah komplek keseluruhan dari pengetahuan, keyakinan,
kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan semua kemampuan serta kebiasaan yang lain
diperoleh seseorang sebagai anggota masyarakat (Paul B. Horton dan Chester L. Hunt,
1987:58).
William A. Haviland (1988: 331) menyebutkan bahwa kebudayaan terdiri dari nilai-nilai,
kepercayaan, dan persepsi abstrak tentang jagat raya yang berada di balik perilaku manusia
dan yang tercermin dalam perilaku. Semua itu adalah milik bersama para anggota
masyarakat, apabila orang berbuat sesuai dengan itu, maka perilaku mereka dianggap dapat
diterima di dalam masyarakat. Kebudayaan dipelajari melalui sarana bahasa bukan
diwariskan secara biologis dan unsur-unsur kebudayaan yang berfungsi sebagai suatu
keseluruhan yang terpadu.
Robert L. Sutherland (1961: 30-31) menyebutkan bahwa kebudayaan terdiri dari segala
sesuatu yang dipelajari dari pola-pola perikelakuan yang normatif mencakup semua cara atau
pola-pola berpikir,merasakan, dan bertindak. Sesuai dengan konsep dan definisi tentang
budaya oleh sejumlah pakar maka di Desa Tlumpu juga dapat kita jumpai budaya yang
merupakan hasil cipta, kreasi, adat, seperti budaya musik terbangan pada saat menyambut

aqiqoh kelahiran anak sambil membaca sholawat nabi ini menjadli budaya di masyarakat
Tlumpu.
E. Lembaga Sosial atau Institusi Sosial
Dalam Kamus Bahasa Indonesia sampai sekarang belum terdapat istilah yang mendapat
pengakuan umum dari kalangan para sarjana sosiologi untuk menerjemahkan istilah Inggris,
“Social Institution”. Ada yang mencoba menerjemahkannya dengan istilah “pranata” dengan
alasan bahwa “Social Institution” mengandung unsur-umof yang mengatur perikelakuan para
anggota masyarakat. Adapulayang menggunakan istilah “Bangunan Sosial”, istilah ini diduga
merupakan terjemahan dari istilah “Sociale Gebilde” dalam bahasa Jerman yang lebih jelas
menggambarkan bentuk serta susunan dari “Social Institution”. Selo Soemardjan dan
Soelaeman Soemardi (1964: 61) menggunakan istilah “Lembaga Kemasyarakatan” sebagai
terjemahan dari “Social Institution”. Bukan karena terjemahan itu yang dianggap paling tepat,
tetapi istilah lembaga selain menunjuk pada suatu bentuk, juga mengadung pengertian yang
abstrak tentang adanya norma-norma dan peraturan-peraturan tertentu yang menjadi ciri dari
suatu lembaga.
Di Desa Tlumpu ada lembaga sosial yang telah terbingkai dalam dalam kehidupan
masyarakat, baik itu norma kesusilaan, norma hukum, dan yang sangat kental adalah norma
religius ajaran agama Islam. Kontrol social di Desa Tlumpu termasuk ketat ketika ada
anggota masyarakatnya yang melanggar norma langsung ada perhatian dan peringatan dari
tetangga atau anggota masyarakat lainnya, biasanya juga peran Ketua RT, Ketua Rw sangat
besar tarkala ada pelanggaran norma, akan ada perhatian, peringatan, dan sanksi. Adapau
ketentuan yang terbaru adalah Ketua RW bekerja sama dengan Polsek dalam hal penanganan
ketertiban dan keamanan masyarakat.
Seperti tersebut di atas, Koentjaraningrat (1964: 113) menggunakan istilah “Pranata
Sosial” untuk terjemahan istilah “Social Institution” dengan alasan menunjuk kepada adanya
unsur-unsur yang mengatur perikelakuan para anggota masyarakat. Pranata sosial adalah
suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat pada aktivitas-aktivitas untuk
memenuhi kompleks-kompleks kebutuhan khusus dalam kehidupan masyarakat.

Para ahli memberikan beberapa batasan mengenai lembaga sosial dalam uraian berikut:
Alvin L. Bertrand (1980: 120) menyatakan bahwa, institusi-institusi sosial pada
hakikatnya adalah kumpulan-kumpulan dari norma-norma sosial (struktur-struktur sosial)
yang telah diciptakan untuk dapat melaksanakan fungsi masyarakat. Institusi-institusi ini
meliputi kumpulan-kumpulan norma-norma dan bukan norma-norma yang berdiri sendiri-
sendiri.
Menurut Joseph S. Roucek dan Roland L. Waren (1984: 93) institusi adalah pola-pola
{patterns) yang telah mempunyai kedudukan tetap atau pasti untuk mempertemukan
bermacam-macam kebutuhan manusia yang muncul dari kebiasaan-kebiasaan dengan
mendapatkan persetujuan dari cara-cara yang sudah tidak dipungkiri lagi, untuk memenuhi
konsep kesejahtaran masyarakat dan menghasilkan suatu struktur.
Paul B. Horton dan Chester L. Hunt (1987: 224-245) menyebutkan bahwa lembaga yang
digunakan dalam konsep sosiologi berbeda dengan yang digunakan oleh konsep umum
lainnya. Sebuah lembaga bukanlah sebuah bangunan, bukan sekelompok orang dan juga
bukan sebuah organisasi. Lembaga (institusi) adalah suatu sistem norma untuk mencapai
suatu tujuan atau kegiatan yang oleh masyarakat dipandang penting, atau secara formal,
lembaga adalah sekumpulan kebiasaan dan tata kelakuan yang berkisar pada suatu kegiatan
pokok manusia. Lembaga adalah proses-proses terstruktur (tersusun) untuk melaksanakan
berbagai kegiatan tertentu.
J.B.A.F. Mayor Polak (1966: 253) memberikan batasan tentang lembaga sosial yaitu
suatu kompleks atau sistem peraturan-peraturan dan adat istiadat yang mempertahankan nilai-
nilai yang penting, sedangkan lembaga mempunyai tujuan untuk mengatur antar-hubungan
yang diadakan untuk memenuhi kebutuhan manusia yang paling penting.
Robert Mac Iver dan Charles H. Page (1965: 19) mengartikan lembaga sosial sebagai tata
cara atau prosedur yang telah diciptakan untuk mengatur hubungan antar-manusia yang
berkelompok dalam suatu kelompok kemasyarakatan yang dinamakan association.
Leopold von Wiese dan Howard Becker (Soerjono Soekanto, 1982: 193) melihat lembaga
sosial dari sudut fungsinya yang menyebutkan bahwa lembaga sosial adalah suatu jaringan
proses-proses hubungan antar manusia dan antar-kelompok manusia yang berfungsi untuk

memelihara hubungan-hubungan tersebut serta pola-polanya sesuai dengan kepentingan-
kepentingan manusia dan kelompoknya.
Soerjono Soekanto (1982: 192) menyatakan bahwa lembaga sosial adalah merupakan
himpunan daripada norma-norma dari segala tingkatan yang berkisar pada suatu kebutuhan
pokok di dalam kehidupan masyarakat. wujud yang konkret dari lembaga sosial ini adalah
asosiasi. Sebagai contoh, universitas merupakan lembaga sosial atau lembaga
kemasyarakatan, sedangkan Universitas Indonesia, Universitas Padjadjaran, Universitas
Gadjah Mada, Universitas Airlangga dan Iain-Iain adalah contoh-contoh asosiasi.
E. STRATIFIKASI SOSIAL
1.Pengertian
Stratifikasi sosial merupakan suatu konsep dalam sosiologi yang melihat bagaimana
anggota masyarakat dibedakan berdasarkan status yang dimilikinya. Status yang dimiliki oleh
setiap anggota masyarakat ada yang didapat dengan suatu usaha (achievement status) dan ada
yang didapat tanpa suatu usaha (ascribed status). Stratifikasi berasal dari kata stratum yang
berarti strata atau lapisan dalam bentuk jamak.
Pitirim A. Sorokin ( Soekanto, 2006; 197) mengatakan bahwa sistem lapisan sosial
merupakan ciri yang tetap dan umum dalam setiap masyarakat yang hidup teratur. Barang
siapa yang memiliki sesuatu yang berharga dalam jumlah yang sangat banyak dianggap
masyarakat memiliki kedudukan dalam lapisan atas. Mereka hanya memiliki sedikit sekali
atau tidak memiliki sesuatu yang berharga dalam pandangan masyarakat mempunyai
kedudukan yang rendah. Menurut Pitirim A. Sorokin (Soekanto, 2006:198) stratifikasi
berasal dari kata stratum yang berari lapisan. Lebih lanjut Sorokin menjelaskan bahwa
stratifikasi sosial adalah pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara
bertingkat/ hierarkis. Dasar dari pembedaan ini adalah tidak adanya keseimbangan dalam
distribusi hak dan kewajiban. Sedangkan menurut Bruce J. Cohen sistem stratifikasi akan
menempatkan setiap individu pada kelas sosial yang sesuai berdasarkan kualitas yang
dimiliki.Stratifikasi dapat terjadi dengan sendirinya sebagai bagian dari proses pertumbuhan
masyarakat, juga dapat dibentuk untuk tercapainya tujuan bersama. Faktor yang
menyebabkan stratifikasi sosial dapat tumbuh dengan sendirinya adalah kepandaian, usia,
sistem kekerabatan, dan harta dalam batas-batas tertentu.

Mobilitas sosial merupakan perubahan status individu atau kelompok dalam
stratifikasi sosial. Mobilitas dapat terbagi atas mobilitas vertikal dan mobilitas horizontal.
Mobilitas vertikal juga dapat terbagi dua, mobilitas vertikal intragenerasi, dan mobilitas
antargenerasi. Berkaitan dengan mobilitas ini maka stratifikasi sosial memiliki dua sifat, yaitu
stratifikasi terbuka dan stratifikasi tertutup. Pada stratifikasi terbuka kemungkinan terjadinya
mobilitas sosial cukup besar, sedangkan pada stratifikasi tertutup kemungkinan terjadinya
mobilitas sosial sangat kecil.
Mobilitas stratifikasi social di Masyarakat Tlumpu terbuka bagi siapa saja yang
mampu memilki dan mencapai symbol-simbol kekayaan maupun mencapai posisi jabatan
strategis .
2.Dimensi Stratifikasi Sosial
Untuk menjelaskan stratifikasi sosial ada tiga dimensi yang dapat dipergunakan
yaitu : privilege, prestise, dan power. Ketiga dimensi ini dapat dipergunakan sendiri-sendiri,
namun juga dapat didigunakan secara bersama. Karl Marx menggunakan satu dimensi, yaitu
privilege atau ekonomi untuk membagi masyarakat industri menjadi dua kelas, yaitu kelas
Borjuis dan Proletar. Sedangkan Max Weber, Peter Berger, Jeffries dan Ransford
mempergunakan ketiga dimensi tersebut. Dari penggunaan ketiga dimensi tersebut Max
Weber memperkenalkan konsep : kelas, kelompok status, dan partai. Kelas sosial merupakan
suatu pembedaan individu atau kelompok berdasarkan kriteria ekonomi.
Untuk mendalami kelas sosial ini Soerjono Soekanto memberikan 6 kriteria
tradisional. Menurut Horton and Hunt keberadaan kelas sosial dalam masyarakat berpengaruh
terhadap beberapa hal, diantaranya adalah identifikasi diri dan kesadaran kelas sosial, pola-
pola keluarga, dan munculnya simbol status dalam masyarakat. Bentuk stratifikasi dapat
dibedakan menjadi bentuk lapisan bersusun yang diantaranya dapat berbentuk piramida,
piramida terbalik, dan intan. Selain lapisan bersusun bentuk stratifikasi dapat juga
diperlihatkan dalam bentuk melingkar. Bentuk stratifikasi melingkar ini terutama berkaitan
dengan dimensi kekuasaan.
Ada tiga cara yang dapat kita lakukan untuk bisa mengetahui bentuk dari stratifikasi sosial.
Ketiga cara tersebut adalah dengan pendekatan objektif, pendekatan subyektif, dan
pendekatan reputasional.

Stratifikasi merupakan suatu fenomena sosial yang telah menjadi ciri dari setiap masyarakat
di manapun dan dari dulu sampai sekarang. Plato (Russell, 2004:147) seorang filsuf klasik
Yunani misalnya membagi warga negara menjadi tiga kelas yakni rakyat biasa, kaum serdadu
dan golongan para pemimpin. Golongan para pemimpin memiliki kekuasaan politik.
Jumlahnya lebih sediri dari dua golongan di bawahnya. Golongan para pemimpin ini pada
mulanya dipilih oleh legislator, tetapi kemudian diganti berdasarkan keturunan. Seorang
filsuf yang lain – masih dari Yunani – Aristoteles (Russell, 2004; 236) menagatakan bahwa
setiap orang harus dicintai sesuai dengan kelebihannya, yang lebih rendah harus mencintai
yang lebih tinggi dari pada yang tinggi mencintai yang lebih rendah; para isteri, anak-anak,
rakyat, harus memberikan cinta kepada suami, orang tua, monarkhi secara lebih dari pada
suami, orang tua, monarkhi berikan kepada mereka.
Bahwa Masyarakat Desa Tlumpu memiliki stratifikasi kelas yang beragam, apabila kita
melihat berdasarkan kekayaaan, ada 3 golongan masyarakat, 1. Masyarakat yang tergolong
kaya, 2. Masyarakat yang tergolong sedang, 3. Masyarakat yang tergolong miskin. Ini bias
dilihat dari bentuk rumah, kelengkapan sarana di rumah, kepemilikan mobil, serta gaya hidup
. Hak tersebut yang bias membedakan stratifikasi social di masyarakat. Selain itu juga bias
dilihat dari jenis pekerjaannya, orang pegawai bank, pengusaha besar, pemiliki toko besar,
pemiliki sawah yang luas, mendapat posisi tertinggi atau golongan orang kaya, sedangkan
PNS, wiraswasta menempati posisi ke dua yaitu pada golongan sedang, adapun para buruh
tani, pembantu di rumah orang, tukang menempati posisi terbawah.
3. Sifat Stratifikasi Sosial
Sifat dalam stratifikasi sosial dapat bersifat tertutup dan terbuka (Soekanto, 2006:202).
Lapisan tertutup membatasi kemungkinan pindahnya seseorang dari satu lapisan ke lapisan
yang lain baik yang perpindahan horisontal maupun vertikal. Sebaliknya dalam lapisan yang
terbuka setiap masyarakat mempunyai kesempatan untuk berusaha sesuai dengan
kecakapannya sendiri untuk naik ke lapisan atas. Lapisan tertutup lebih didasarkan pada
faktor-faktor yang bersifat ascribed, suatu lapisan yang terjadi bukan karena usaha atau
kegagalan seseorang melainkan karena berdasarkan kelahiran. Menjadi putra mahkota di
Jepang, pangeran di Inggris atau di kerajaan Yogyakarta bukan karena pendidikan, melainkan
karena kelahiran berdasarkan tradisi masyarakat itu sendiri. Ini berarti bahwa tidak setiap
warga negara Inggris dapat menjadi pangeran Inggris, dan tidak setiap warga Jepang akan
dapat menjadi putra mahkota Jepang. Lapisan sosial yang tertutup ini banyak dijumpai dalam

sistem kasta. Lapisan terbuka lebih didasarkan oleh faktor-faktor prestasi atau usaha
seseorang. Lapisan terbuka dianuti oleh hampir semua masyarakat modern dewasa ini.
4. Kelas-Kelas Dalam Masyarakat
Kelas sosial (Soekanto, 2006:207) adalah semua orang dan keluarga yang sadar akan
kedudukannya di dalam suatu lapisan, dan kedudukan mereka itu diketahui serta diakui oleh
masyarakat umum. Kelas sosial ini bisa didasari oleh ukuran kekayaan, ukuran kekuasaan,
kehormatan dan penguasaan terhadap ilmu pengetahuan. Ada pula yang menggunakan istilah
kelas hanya untuk lapisan yang berdasarkan atas unsur ekonomis. Sementara itu, lapisan yang
berdasarkan atas kehormatan dinamakan kelompok kedudukan (status group). Menurut
Joseph Schumpeter, kelas-kelas dalam masyarakat terbentuk karena diperlukan untuk
menyesuaikan masyarakat dengan keperluan-keperluan yang nyata.
Berdasarkan hal tersebut di atas, kelas memberikan fasilitas-fasilitas hidup yang tertentu bagi
anggotanya. Misalnya, keselematan atas hidup dan harta benda, kebebasan, standar hidup
yang tinggi sesuai dengan kedudukan yang dalam arti tertentu tidak dipunyai oleh warga
kelas yang lainnya.
Selain itu, kelas juga memengaruhi gaya dan tingkah laku hidup masing-masing
warganya karena kelas-kelas yang ada dalam masyarakat mempunyai perbedaan dalam
kesempatan-kesempatan menjalani jenis pendidikan atau rekreasi tertentu
5. Kriteria Menggolongkan Anggota Masyarakat Dalam Suatu Lapisan
a. Ukuran Kekayaan
Barang siapa yang memiliki kekayaan paling banyak termasuk dalam lapisan atas. Kekayaan
tersebut dapat dilihat pada bentuk rumah, mobil pribadi, cara menggunakan pakaian dan
kebiasaan-kebiasaan lainnya.
b. Ukuran Kekuasaan
Barang siapa memiliki kekuasaan atau mempunyai wewenang terbesar menempati lapisan
atas.
c. Ukuran Khormatan

Ukuran kehormatan tersebut mungkin terlepas dari ukuran kekayaan dan kekuasaan. Orang
yang paling disegani dan dihormati, mendapat tempat teratas. Ukuran ini banyak dijumpai
dalam masyarakat-masyarakat tradisional. Biasanya mereka adalah golongan tua atau yang
pernah berjasa.
Sesuai dengan definisi diatas bahwa dalam stratifikasi social ada yang berdasarkan
kehormatan menempati posisi stratifikasi yang tertinggi seperti kyai, sesepuh desa, tokoh
masyarakat, tokoh pemuda yang aktif mengelola desa dan banyak berjasa dalam
pengembangan desanya. Seperti halnya berdasarkan kekuasaannya maka siapa yang memiliki
kewenangan dan pangkat atau memiliki kedudukan d Desa mendapat posisi teratas, seperti
Kepala Kelurahan, Anggota DPR, Kepala Sekolah.
6. Prinsip-prinsip Umum Stratifikasi Sosial
1. Stratifikasi sosial merupakan karakter dari setiap komunitas masyarakat.
2. Stratifikasi sosial bersifat universal dan berubah-ubah
3. Stratifikasi sosial akan selalu ada pada setia generasi
4. Stratifikasi sosial didukung oleh pola-pola kepercayaan.
7, Distribusi Kekuasaan
Hak-Hak Istimewa dan Prestise yang Tidak Merata. Kekuasaan didefenisikan sebagai
kemungkinan individu atau kelompok untuk memaksakan keinginan meraka kepada yang
lainnya, bahkan bila mendapat penolakan dan pertentangan dari orang lain. Pada saat anda
memaksakan keinginan anda terhadap orang lain yang tidak ingin dikontrol oleh anda, anda
berarti memiliki kekuasaan. Penggunaan paksaan merupakan manifenstasi yang paling nyata
dari kepemilikan kekuasaan
a.Privilege
Privilege mengacu pada hak, keuntungan dan kekebalan yang diasosiasikan dengan suatu
posisi hirarki. Distribusi privilege membagi masyarakat ke dalam kelompok yang memiliki
dan yang tidak memiliki. Kelompok strata atas memiliki kekebalan, pendapatan, dan hak-hak

prerogatif, kebebasan, dan pilihan-pilihan yang kurang sesuai dengan strata bawah. Privilege
memiliki dua aspek utama yakni ekonomi dan kultural.
1. Beberapa privilege secara langsung dihubungkan dengan posisi ekonomi individual.
Orang-orang dengan kesejahteraan yang lebih besar dapat memperoleh banyak
keuntungan seperti pelayanan kesehatan yang baik dan dapat menghindari setiap
kesulitan hidup.
2. Norma-norma budaya dapat meberikan keuntungan atau ketidakberuntungan kepada
orang-orang tertentu
b.Prestige
Prestige mengacu pada distribusi kehormatan dan status sosial. Dalam masyarakat pada
umumnya ada kelompok yang memiliki prestige yang tinggi, namun ada pula kelompok
masyarakat dengan prestige yang rendah.
8.Macam-macam / Jenis-jenis Status Sosial
1. Ascribed Status
Ascribed status adalah tipe status yang didapat sejak lahir seperti jenis kelamin, ras,
kasta, golongan, keturunan, suku, usia, dan lain sebagainya.
2. Achieved Status
Achieved status adalah status sosial yang didapat sesorang karena kerja keras dan
usaha yang dilakukannya. Contoh achieved status yaitu seperti harta kekayaan, tingkat
pendidikan, pekerjaan, dll.
3. Assigned Status
Assigned status adalah status sosial yang diperoleh seseorang di dalam lingkungan
masyarakat yang bukan didapat sejak lahir tetapi diberikan karena usaha dan
kepercayaan masyarakat. Contohnya seperti seseorang yang dijadikan kepala suku,
ketua adat, sesepuh, dan sebagainya.
9.Sifat Stratifikasi Sosial
a.Stratifikasi Sosial Tertutup

Stratifikasi tertutup adalah stratifikasi di mana tiap-tiap anggota masyarakat tersebut tidak
dapat pindah ke strata atau tingkatan sosial yang lebih tinggi atau lebih rendah.
Contoh stratifikasi sosial tertutup yaitu seperti sistem kasta di India dan Bali serta di Jawa ada
golongan darah biru dan golongan rakyat biasa. Tidak mungkin anak keturunan orang biasa
seperti petani miskin bisa menjadi keturunan ningrat / bangsawan darah biru
b.Stratifikasi Sosial Terbuka
Stratifikasi sosial terbuka adalah sistem stratifikasi di mana setiap anggota masyarakatnya
dapat berpindah-pindah dari satu strata / tingkatan yang satu ke tingkatan yang lain.
Misalnya seperti tingkat pendidikan, kekayaan, jabatan, kekuasaan dan sebagainya.
Seseorang yang tadinya miskin dan bodoh bisa merubah penampilan serta strata sosialnya
menjadi lebih tinggi karena berupaya sekuat tenaga untuk mengubah diri menjadi lebih baik
dengan sekolah, kuliah, kursus dan menguasai banyak keterampilan sehingga dia
mendapatkan pekerjaan tingkat tinggi dengan bayaran / penghasilan yang tinggi.
c.Stratifikasi Sosial Campuran
Hal ini bisa terjadi bila stratifikasi sosial terbuka bertemu dengan stratifikasi sosial tertutup.
Anggotanya kemudian menjadi anggota dua stratifikasi sekaligus. Ia harus menyesuaikan diri
terhadap dua stratifikasi yang ia anut
10.Bentuk-bentuk Mobilitas Sosial:
a.Mobilitas Sosial Horizontal
Di sini, perpindahan yang terjadi tidak mengakibatkan berubahnya status dan kedudukan
individu yang melakukan mobilitas.
b.Mobilitas Sosial Vertikal
Mobilitas sosial yang terjadi mengakibatkan terjadinya perubahan status dan kedudukan
individu. Mobilitas sosial vertikal terbagi menjadi
a.Vertikal naik

Status dan kedudukan individu naik setelah terjadinya mobilitas sosial tipe ini.
b.Vertikal turun
Status dan kedudukan individu turun setelah terjadinya mobilitas sosial tipe ini.
c.Mobilitas antar generasi
Ini bisa terjadi bila melibatkan dua individu yang berasal dari dua generasi yang berbeda.
BAB III
KESIMPULAN
1. Profil
.Desa Tlumpu merupakan salah satu Desa yang termasuk di Kelurahan Tlumpu
Kecamatan Sukorejo Kota Blitar. Secara geografis, Kota Blitar terletak di sebelah selatan
Provinsi Jawa Timur, berada di kaki Gunung Kelud dengan ketinggian 156 meter dari

permukaan laut. Kota Blitar terdiri dari 3 Kecamatan dan 21 Kelurahan. Di Desa Tlumpu
memiliki terdapat Kelurahan Tlumpu yang dipimpin oleh Lurah yaitu Bapak Muheni.
2. Kelompok Sosial
Kelompok Yasinan, Tahlilan baik pada tingkat remaja putra dan putri serta pada tingkat
dewasa bapak-bapak dan ibu-ibu, Club Sepak Bola Tlumpu. Pada Kelompok social tersebut
terdiri dari kelompok yang memiliki kesamaan tujuan dan agama, seperti pada Kelompok
Yasinan dan Tahlil baik pada tingkat remaja putra dan putri serta pada tingkat dewasa bapak-
bapak dan ibu-ibu termasuk kelompok sosial karena terdiri dari lebih satu individu yang
memiliki rasa solidaritas, saling mempengaruhi, dan berhubungan, dan memberikan
bermanfaat bagi anggotanya.
3. Budaya
di Desa Tlumpu juga dapat kita jumpai budaya yang merupakan hasil cipta, kreasi, adat,
seperti budaya musik terbangan pada saat menyambut aqiqoh kelahiran anak sambil
membaca sholawat nabi ini menjadli budaya di masyarakat Tlumpu.
4. Lembaga Sosial/ institusi sosial
Di Desa Tlumpu ada lembaga sosial yang telah terbingkai dalam dalam kehidupan
masyarakat, baik itu norma kesusilaan, norma hukum, dan yang sangat kental adalah norma
religius ajaran agama Islam. Kontrol social di Desa Tlumpu termasuk ketat ketika ada
anggota masyarakatnya yang melanggar norma langsung ada perhatian dan peringatan dari
tetangga atau anggota masyarakat lainnya, biasanya juga peran Ketua RT, Ketua Rw sangat
besar tarkala ada pelanggaran norma, akan ada perhatian, peringatan, dan sanksi
5. Stratifikasi Sosial
Bahwa Masyarakat Desa Tlumpu memiliki stratifikasi kelas yang beragam, apabila kita
melihat berdasarkan kekayaaan, ada 3 golongan masyarakat, 1. Masyarakat yang tergolong
kaya, 2. Masyarakat yang tergolong sedang, 3. Masyarakat yang tergolong miskin. Ini bias
dilihat dari bentuk rumah, kelengkapan sarana di rumah, kepemilikan mobil, serta gaya hidup
. Hak tersebut yang bias membedakan stratifikasi social di masyarakat. Selain itu juga bias
dilihat dari jenis pekerjaannya, orang pegawai bank, pengusaha besar, pemiliki toko besar,

pemiliki sawah yang luas, mendapat posisi tertinggi atau golongan orang kaya, sedangkan
PNS, wiraswasta menempati posisi ke dua yaitu pada golongan sedang, adapun para buruh
tani, pembantu di rumah orang, tukang menempati posisi terbawah.
PUSTAKA
Soekanto, S. 2010. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Grafindo.
———-. Struktur dan Stratifikasi Sosial. http:// www.g-excess.com/id/pages/strukturdanstratifikasisosiall.html [10 September 2011]
Suwarno, 1994. Perubahan Sosial dan Pembangunan. Jakarta.LP3ES
