Makalah SSJ Tren Isu

37
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sindrom Stevens Johnson (SSJ) akhir-akhir ini sering diberitakan di media massa. Penyakit ini adalah penyakit yang mengakibatkan kulit terbakar hebat yang biasanya disebabkan karena efek dari hipersensitivitas terhadap obat tertentu. Meskipun nama penyakit ini sudah lama dikenal di kalangan medis, namun karena penderitanya jarang sehingga kurang diketahui masyarakat. SJS bisa terjadi karena adanya kompleks imun di dalam tubuh. Ketika terjadi ikatan antara antigen dan antibodi yang disebut sebagai kompleks imun, kompleks imun tersebut menimbulkan reaksi pada tempat dimana dia mengendap sehingga menimbulkan kerusakan jaringan. SJS ini secara khusus melibatkan kulit dan membran mukosa atau selaput lendir organ tertentu. Di kalangan medis nama penyakit ini dikenal juga dengan sebutan Ektodermosis erosiva pluriorifisialis, eritema multiformis tipe Hebra, eritema bulosa maligna, sindrom mukokutaneaokular, serta minor form of TEN (toxic epidermal necrolysis). SSJ merupakan suatu kumpulan gejala klinis erupsi mukokutaneus yang ditandai oleh trias kelainan pada kulit vesikulobulosa, mukosa orifisium, serta mata disertai gejala umum berat. ( Black, 2001 ) Sinonimnya antara lain: sindrom de Friessinger-Rendu, eritema eksudativum 1

description

pada

Transcript of Makalah SSJ Tren Isu

Page 1: Makalah SSJ Tren Isu

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sindrom Stevens Johnson (SSJ) akhir-akhir ini sering diberitakan di media

massa. Penyakit ini adalah penyakit yang mengakibatkan kulit terbakar hebat yang

biasanya disebabkan karena efek dari hipersensitivitas terhadap obat tertentu.

Meskipun nama penyakit ini sudah lama dikenal di kalangan medis, namun karena

penderitanya jarang sehingga kurang diketahui masyarakat. SJS bisa terjadi

karena adanya kompleks imun di dalam tubuh. Ketika terjadi ikatan antara antigen

dan antibodi yang disebut sebagai kompleks imun, kompleks imun tersebut

menimbulkan reaksi pada tempat dimana dia mengendap sehingga menimbulkan

kerusakan jaringan. SJS ini secara khusus melibatkan kulit dan membran mukosa

atau selaput lendir organ tertentu. Di kalangan medis nama penyakit ini dikenal

juga dengan sebutan Ektodermosis erosiva pluriorifisialis, eritema multiformis

tipe Hebra, eritema bulosa maligna, sindrom mukokutaneaokular, serta minor

form of TEN (toxic epidermal necrolysis).

SSJ merupakan suatu kumpulan gejala klinis erupsi mukokutaneus yang

ditandai oleh trias kelainan pada kulit vesikulobulosa, mukosa orifisium, serta

mata disertai gejala umum berat. ( Black, 2001 ) Sinonimnya antara lain: sindrom

de Friessinger-Rendu, eritema eksudativum multiform mayor, eritema poliform

bulosa, sindrom muko-kutaneo-okular, dermatostomatitis, dan lain-lain. Nama ini

berasal dari Dr. Albert Mason Stevens dan Dr. Frank Chambliss Johnson, dokter

anak di Amerika yang mempublikasikan kumpulan gejala ini di tahun 1922.

Sindrom Steven Johnson ialah penyakit kulit akut dan berat yang terdiri dari

erupsi di kulit, kelainan di mukosa dan konjungtivitis etiologi yang belum

diketahui dengan pasti.

Beberapa faktor yang dapat dianggap sebagai penyebab ialah : infeksi oleh

microorganisme seperti virus dan bakteri, obat-obatan, alergi yang hebat, faktor

endokrin dan faktor fisik seperti sinar matahari, hawa dingin, dan sinar-X. Ciri-

ciri penyakit SSJ meliputi gatal-gatal pada kulit dan badan kemerah-merahan dan

syndrom ini bervariasi ada yang berat dan ada yang ringan.

1

Page 2: Makalah SSJ Tren Isu

Angka kejadian SSJ sebenarnya tidak tinggi hanya sekitar 1-14 per 1 juta

penduduk. Syndrom ini tidak menyerang anak dibawah 3 tahun, karena pada usia

anak dibawah 3 tahun masih mendapatkan imunisasi oleh karena itu daya tahan

tubuhnya masih kuat. Gejala SSJ dapat timbul sebagai gatal-gatal hebat pada

mulanya, diikuti dengan bengkak dan kemerahan pada kulit. Setelah beberapa

waktu, bila obat yang menyebabkan tidak dihentikan, dapat timbul demam,

sariawan pada mulut, mata, anus, dan kemaluan serta dapat terjadi luka-luka

seperti koreng pada kulit. Namun pada keadaan-keadaan kelainan sistem imun

seperti HIV dan AIDS serta lupus angka kejadiannya dapat meningkat secara

tajam. Mengingat morbiditas dan mortalitas SSJ maka, perawat sangat berperan

dalam membantu proses kesembuhan diri pasien, baik fisik maupun psikis,

mengayomi, memberi motivasi dan menjaga pasien.

2.1 Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui tren dan isu tentang penyakit Syndrom Steven

Johnson.

2. Tujuan Khusus

Secara khusus '' Asuhan Keperawatan Klien dengan Syndrom Steven

Johnson '', ini disusun supaya :

a. Mahasiswa dapat mengetahui tentang pengertian, penyebab,

klasifikasi, tanda dan gejala, patofisiologi, pathway, pemeriksaan

penunjang, penatalaksanaan, serta komplikasi dari Syndrom Steven

Johnson.

b. Mahasiswa dapat mengidentifikasi asuhan keperawatan pada klien

dengan Syndrom Steven Johnson.

c. Mahasiswa dapat mengidentifikasi pendidikan kesehatan yang

diperlukan pada pasien yang dirawat dengan keluhan Steven Johnson.

2

Page 3: Makalah SSJ Tren Isu

BAB II

KONSEP DASAR

2.1 Konsep Dasar Sindrom Steven Johnson

1. Pengertian

SSJ adalah syndrom penyakit kulit akut dan berat (Junadi, 1982), berupa

eritema, vesikel atau bula dapat disertai purpura (Djuanda, 1993), dengan keadaan

umum bervariasi dari baik sampai buruk. (Mansjoer, A, 2000).

2.2 Etiologi

Penyebab yang pasti belum diketahui. Namun dari berbagai kasus yang

terjadi salah satu penyebabnya adalah alergi obat, biasanya obat yang diberikan

secara sistemik (langsung melalui aliran darah/disuntik.

1. Alergi obat secara sistemik (misalnya penisilin, analgetik, anti-peuritik).

Penisilline dan semisintetiknya. Sterptomecine, Sulfonamida, Tetrasiklin

Anti piretik/analgetik (dentat, salisil/perazolon, metamizol, metampiron, dan

paracetamol).Kloepromazin, Karbamazepin, Kirin antipirin, Tegretol.

2. Inspeksi mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, dan parasit).

3. Neoplasma dan faktor endoktrin.

4. Faktor fisik (sinar matahari, radiasi, sinar-X).

5. Makanan. Untuk kasus yang belum diketahui penyebabnya ada 25-50% kasus.

Penyakit SJS ini kebanyakan timbul pada anak-anak dan laki-laki muda.

Perbandingan laki-laki dengan perempuan adalah 2:1. Namun jarang dijumpai

pada anak usia 3 tahun ke bawah.

2.3 Gejala dan Tanda-tanda

Gejala penyakit SJS ini sangat bervariasi mulai dari yang ringan sampai

yang berat. Pada yang berat penderita dapat mengalami koma. Mulainya penyakit

akut dapat disertai gejala berupa demam tinggi 39-40°C, malaise, nyeri kepala,

batuk, pilek dan nyeri tenggorok.

Dengan segera gejala tersebut dapat menjadi berat. Stomatitis (radang

mulut) merupakan gejala awal dan paling mudah terlihat Pada sindrom ini terlihat

adanya 3 gejala kelainan berupa: 1. Kelainan kulit, kelainan kulit terdiri atas

eritema (kemerahan pada kulit), vesikel (gelembung berisi cairan) dan bula

3

Page 4: Makalah SSJ Tren Isu

(seperti vesikel namun ukurannya lebih besar). Vesikel dan bula kemudian pecah

sehingga terjadi erosi yang luas.

Di samping itu dapat juga terjadi purpura. Pada bentuk yang berat kelainan

tersebut terjadi di seluruh tubuh. 2. Kelainan selaput lendir di orifisium, yang

tersering adalah di selaput lendir mulut (100 persen) kemudian disusul oleh

kelainan di lubang alat genital (50 persen), di lubang hidung dan anus jarang.

Vesikel dan bula yang pecah menjadi erosi dan ekskoriasi dan krusta kehitaman.

Kelainan yang tampak di bibir adalah krusta berwarna hitam yang tebal.

2.4 Manifestasi Klinis

Syndrom ini jarang dijumpai pada usia 8 tahun kebawah. Keadaan

umumnya bervariasi dari ringan sampai berat. Pada syndrom ini terlihat adanya

trias kelainan, berupa :

1. Kelainan kulit.

Kelainan kulit terdiri dari eritema, vesikeldan bula. Vesikel dan bula

kemudian memecah sehingga terjadi erosi yang luas. Disamping itu juga dapat

terjadi purpura, pada bentuk yang berat kelainannya generalisata.

2. Kelainan selaput lendir

Kelainan selaput lendir yang tersering ialah pada mukosa mulut (100 %)

kemudian disusul oleh kelainan alat dilubang genetol (50 %), sedangkan dilubang

hidung dan anus jarang (masing-masing 8 % dan 4 %).

3. Kelainan mata.

Kelainan mata merupakan 80 % diantara semua kasus yang tersering telah

konjungtivitis kataralis. Selain itu juga dapat berupa konjungtivitis parulen,

peradarahan, alkus korena, iritis dan iridosiklitis. Disamping trias kelainan

tersebut dapat pula dapat pula terdapat kelainan lain, misalnya : notritis, dan

onikolisis.

Kelainan dapat juga menyerang saluran pencernaan bagian atas (faring dan

esofagus) dan saluran nafas atas. Keadaan ini dapat menyebabkan penderita

sukar/tidak dapat menelan dan juga sukar bernafas. 3. Kelainan mata, kelainan

mata merupakan 80 persen diantara semua kasus, yang tersering adalah

konjungtivitis kataralis (radang konjungtiva). Dan yang terparah menyebabkan

4

Page 5: Makalah SSJ Tren Isu

kebutaan. Disamping kelainan tersebut terdapat juga kelainan lain seperti radang

ginjal, dan kelainan pada kuku.

Penderita yang mengalami SJS ini bisa mengalami komplikasi berupa

kelainan pada paru yaitu bronkopneumonia. Komplikasi lain yaitu kehilangan

cairan dan darah, gangguan keseimbangan elektrolit dan syok. Dapat pula terjadi

kebutaan.

2.5 Patofisiologi

Patogenesisnya belum jelas, disangka disebabkan oleh reaksi hipersensitif

tipe III dan IV. Reaksi tipe III dan IV. Reaksi tipe III terjadi akibat terbentuknya

komplek antigen antibody yang mikro presitipasi sehingga terjadi aktifitas sistem

komlemen.

Akibatnya terjadi akumulasi neutrofil yang kemudian melepaskan leozim

dan menyebab kerusakan jaringan pada organ sasaran (target- organ). Reaksi

hipersensitifitas tipe IV terjadi akibat limfosit T yang tersintesisasi berkontak

kembali dengan antigen yang sama kemudian limtokin dilepaskan sebagai reaksi

radang.

Reaksi hipersensitif tipe III

Hal ini terjadi sewaktu komplek antigen antibody yang bersikulasi dalam

darah mengendap didalam pembuluh darah atau jaringan sebelah bitir.

Antibiotik tidak ditujukan kepada jaringan tersebut, tetapi terperangkap dalam

jaringan kapilernya. Pada beberapa kasus antigen asing dapat melekat ke jaringan

menyebabkan terbentuknya komplek antigen antibodi ditempat tersebut. Reaksi

tipe ini mengaktifkan komplemen dan degranulasi sel mast sehingga terjadi

kerusakan jaringan atau kapiler ditempat terjadinya reaksi tersebut. Neutrofil

tertarik ke daerah tersebut dan mulai memtagositosis sel-sel yang rusak sehingga

terjadi pelepasan enzim-enzim sel, serta penimbunan sisa sel. Hal ini

menyebabkan siklus peradangan berlanjut.

Reaksi hipersensitif tipe IV

Pada reaksi ini diperantarai oleh sel T, terjadi pengaktifan sel T. Penghasil

limfokin atau sitotoksik atau suatu antigen sehingga terjadi penghancuran sel-sel

yang bersangkutan. Reaksi yang diperantarai oleh sel ini bersifat lambat (elayed)

memerlukan waktu 14 jam sampai 27 jam untuk terbentuknya.

5

Page 6: Makalah SSJ Tren Isu

2.6 Komplikasi

Komplikasi yang tersering ialah bronkopneumia yang didapati sejumlah

80 % diantara seluruh kasus yang ada. Komplikasi yang lain ialah kehilangan

cairan atau darah, gangguan keseimbangan cairan elektrolit dan syoek pada mata

dapat terjadi kebutaan karena gangguan laksimasi.

2.7 Pemeriksaan Penunjang

Tidak didapatkan pemeriksaan laboratorium yang dapat membeku dalam

menegakkan diagnosis.

1. CBC (complek blood count) bisa didapatkan sel darah putih yang normal

atau leukositosis non spesifik, peningkatan jumlah leukosit kemungkinan

disebabkan karena infusi bakteri.

2. Kultur darah, urin dan luka merupakan indikasi bila dicurigai, penyebab

infeksi.

Tes lainya : Biopsi kulit memperlihatkan luka superiderma. Adanya

mikrosis sel epidermis

Infiltrasi limposit pada daerah ferifaskulator

1. Penatalaksanaan

1. Kortikosteroid

Bila keadaan umum baik dan lesi tidak menyeluruh sukup diobati dengan

predisone 30–40 mg sehari. Namun bila keadaan umumnya burukdan lesi

menyeluruh harus diobati secara tepat dan cepat.Kartikosteroid merupakan

tindakan file-saving dan digunakan deksamate dan intravena dengan dosis

permulaan 4–6 x 5 mg sehari.

Umumnya masa kritis diatasi dalam beberapa hari. Pasienstevenjohnson

berat harus segera dirawat dan berikan deksametason 6x5 mg intravena setelah

masa kritisteratasi, kedaan umum membaik, tidak timbul lesi baru, lesi lama

mengalami involusi, dosis diturunkan secara cepat, tiap hari diturunkan 5 mg.

Setelah dosis mencapai 5 mg sehari, deksametason intravena diganti dengan table

kortikosteroid, misalnya prendnisone yang diberikan keesokan harinya dengan

dosis 20 mg sehari, sehari kemudian diturunkan lagi menjadi 10 mg kemudian

obat tersebut dihentikan. Lama pengobatan kira-kira 10 hari.

Seminggu setelah pemberian kortikosteroid dilakuakn pemeriksaan elektrolit (K,

6

Page 7: Makalah SSJ Tren Isu

Na dan CI) bila ada gangguan harus diatasi, misalnya bila terjadi hipokalemia

diberikan KCL 3x500 mg/hari dan diet rendah garam bila terjadi hipermatremia.

Untuk mengatasi efek katabolik dari kortikosteroid diberikan diet tinggi

protein/anabolik seperti nandroklok dekanoat dan nanadrolon fenilpropionat dosis

25-50 mg untuk devasa (dosis untuk anak tergantung berat badan).

2. Antibiotik

Untuk mencegah terjadinya infeksi misalnya bronkopneumia yang dapat

menyebabkan kematian, dapat di beri antibiotik yang jarang menyebabkan alergi,

berspektrom luas dan bersifat sakteriosidal misalnya gentamisin dengan dosis 2 x

80 mg. Infus dan transfusi darah. Pengaturan keseimbangan cairan/elektrolit dan

nutrisi penting karena pasien sukaratau tidak dapat menelan akibat lesi dimulut

dan tenggorokan serta kesadaran dapat menurun. Untuk itu dapat diberikan infus

misalnya glukosa 5 % dan larutan darrow. Bila terapi tidak memberi perbaikan

dalam 2 3 hari, maka daapt diberikan transfusi darah banyak 300 cc selama 2 hari

berturut-turut, terutama pada kasus yang disertai purpura yang luas. Pada kasus

dengan purpura yang luas dapat pula ditambahkan vitamin C 500 mg atau 1000

mg intravena sehari dan hemostatik.

3. Topikal

Terapi topikal untuk lesi dimulut dapat berupa kanalog in orabase. Untuk

lesi di kulit yang erosif dapat diberikan sutratulle atau krim sulfadiazine perak.

2. Asuhan Keperawatan Sindrom Steven Johnson

Proses Keperawatan adalah pendekatan penyelesaian masalah yang

sistematik untuk merencanakan dan memberikan asuhan keperawatan yang

melibatkan lima fase berikut ini : pengkajian, identifikasi masalah, perencanaan,

implementasi, evaluasi ( Jos dan Kate, 2006 : 256 dalam Evi Agustini, 2006).

Proses Asuhan Keperawatan terdiri dari beberapa tahap :

1. Pengkajian

Pengkajian adalah fase pertama proses keperawatan (Jos dan Kate,

2006:270 dalam Evi Agustini,2006).

Data yang dikumpulkan meliputi :

1. Identitas

7

Page 8: Makalah SSJ Tren Isu

1. Identitas klien

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama,

pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor register,

diagnosa medik, alamat, semua data mengenai identitaas klien tersebut

untuk menentukan tindakan selanjutnya.

2. Identitas penanggung jawab

Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan

dan jadi penanggung jawab klien selama perawatan, data yang terkumpul

meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan

alamat.

2. Riwayat Kesehatan

1. Keluhan utama

Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien

saat pengkajian.

2. Riwayat kesehatan sekarang

Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui metode

PQRST, paliatif atau provokatif (P) yaitu focus utama keluhan klien,

quality atau kualitas (Q) yaitu bagaimana nyeri dirasakan oleh klien,

regional (R) yaitu nyeri menjalar kemana, Safety (S) yaitu posisi yang

bagaimana yang dapat mengurangi nyeri atau klien merasa nyaman dan

Time (T) yaitu sejak kapan klien merasakan nyeri tersebut.

3. Riwayat kesehatan yang lalu

Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau

pernah di riwayat sebelumnya.

4. Riwayat kesehatan keluarga

Mengkaji ada atau tidaknya keluarga klien pernah menderita

penyakit sindrom steven Johnson.

3. Pemeriksaan fisik

1. Keadaan Umum

1. Penampilan Umum

Mengkaji tentang berat badan dan tinggi badan klien

8

Page 9: Makalah SSJ Tren Isu

2. Kesadaran

Kesadaran mencakup tentagn kualitas dan kuantitas keadaan klien.

3. Tanda-tanda Vital

Mengkaji mengenai tekanan darah, suhu, nadi dan respirasi (TPRS)

2. Sistem integument

Mengkaji tentang keadaan kulit

3. Sensori

1. Mata

Mengkaji tentang penglihatan, dan keadaan konjungtiva

2. Mulut

Mengkaji tentang mukosa bibir, fungsi menelan, dan fungsi bicara

4. Pola aktivitas

1. Nutrisi

Dikaji tentang porsi makan, nafsu makan

2. Aktivitas

Dikaji tentang aktivitas sehari-hari, kesulitan melakukan

aktivitas dan anjuran bedrest

3. Aspek Psikologis

Kaji tentang emosi, Pengetahuan terhadap penyakit, dan

suasana hati

1. Aspek penunjang

1. Hasil pemeriksaan Laboratorium

2. Obat-obatan satu terapi sesuai dengan anjuran dokter.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien Sindrom Steven

Johnson

1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan inflamasi dermis dan

epidermis

2. Risiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kesulitan

menelan

3. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan inflamasi pada kulit

9

Page 10: Makalah SSJ Tren Isu

4. Intoleransi aktivitas terganggu berhubungan dengan kelemahan fisik

5. Gangguan persepsi sensori: Kurang penglihatan berhubungan dengan

konjungtivitas

6. Risiko infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan kulit

3. Perencanaan

Perencanaan merupakan akativitas berorientasi tujuan dan sistemik dimana

rancangan intervensi keperawatan dituangkan dalam rencana

keperaawatan.

Perencanaan pada klien Sindrom Steven Johnson yaitu :

1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan inflamasi dermis dan

epidermis

Tujuan : Mempertahankan integritas kulit dalam 3 x 24

Kriteria Hasil :

1. Eritema dan bula tidak timbul

2. Mukosa bibir tidak tampak stomatitis ulseratif spectrum luas

3. Edema kemerahan tidak tampak

Intervensi keperawatan :

1. Cuci area kemerahan dengan lembut

Rasional : untuk mencegah terjadinya pecahnya bula

2. Masase dengan lembut kulit sehat di sekitar area yang sakit

Rasional : untuk merangsang sirkulasi

2. Risiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kesulitan

menelan

Tujuan : Memenuhi kebutuhan nutrisi dalam 3 x 24 jam

Kriteria Hasil :

1. Klien dapat menelan tanpa rasa nyeri

2. BB meningkat

3. Mukosa bibir tidak tampak stomatitis ulseratif spectrum luas

Intervensi keperawatan :

1) Kaji kebiasaan makanan yang disukai/tidak disukai

10

Page 11: Makalah SSJ Tren Isu

Rasional : memberikan klien/orang terdekat rasa kontrol,

meningkatkan partisipasi dalam perawatan dan dapat memperbaiki

pemasukan

2) Berikan makanan dalam porsi sedikit tapi sering

Rasional : membantu mencegah distensi gaster/ketidaknyamanan

3) Hidangkan makanan dalam keadaan hangat

Rasional : meningkatkan nafsu makan

3. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan inflamasi pada kulit

Tujuan : Memperoleh rasa nyaman dalam 3 x 24 jam

Kriteria Hasil :

o Klien sudah tidak merasa Nyeri,pegal

Intervensi Keperawatan :

1) Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi dan intensitasnya

Rasional : Mengetahui derajat nyeri

2) Berikan tindakan kenyamanan dasar ex: pijatan pada area yang sakit

Rasional : meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan otot dan kelelahan

umum

3) Pantau TTV

Rasional : untuk memaksimalkan efek obat

4. Intoleransi aktivitas terganggu berhubungan dengan kelemahan fisik

Tujuan : Intorelansi aktivitas terpenuhi dalam 3 x 24 jam

Kriteria Hasil :

o Klien tampak segar

Intervensi Keperawatan :

1) Kaji respon individu terhadap aktivitas

Rasional : mengetahui tingkat kemampuan individu dalam pemenuhan

aktivitas sehari-hari

2) Bantu klien dalam memenuhi aktivitas sehari-hari dengan tingkat keterbatasan

yang dimiliki klien

Rasional : energi yang dikeluarkan lebih optimal

3) Libatkan keluarga dalam pemenuhan aktivitas klien

Rasional : klien mendapat dukungan psikologi dari keluarga

11

Page 12: Makalah SSJ Tren Isu

5. Gangguan persepsi sensori: Kurang penglihatan berhubungan dengan

konjungtivitas

Tujuan : Meningkatnya persepsi sensori penglihatan dalam 3 x 24

Kriteria Hasil :

o Konjungtivitas dan edema kemerahan tidak terdapat pada mata

Intervensi Keperawatan :

1) Kaji dan catat ketajaman pengelihatan

Rasional : Menetukan kemampuan visual

2) Kaji deskripsi fungsional apa yang dapat dilihat/tidak.

Rasional : Memberikan keakuratan thd pengelihatan dan perawatan.

3) Sesuaikan lingkungan dengan kemampuan pengelihatan

Rasional : Meningkatkan self care dan mengurangi ketergantungan

6. Risiko infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan kulit

Tujuan : Mencegah terjadinya infeksi dalam 2 x 24 jam

Kriteria Hasil :

- Suhu 36-37 C

- Tidak terdapat pemasangan NGT dan IVFD Nacl

- Tidak timbul eritema dan bula

Intervensi Keperawatan :

1) Gunakan pakaian tipis dan alat tenun yang lembut untuk klien

Rasional: meningkat proses penyembuhan dan menurunkan resiko infeksi

2) Jaga kebersihan alat tenun

Rasional : untuk mencegah infeksi

4. Implementasi

Implementasi adalah fase ketika perawat melakukan proses asuhan

keperawatan yang sesuai dengan tujuan yang spesifik (Jos dan

Kate,2006:320 dalam Evi Agustini,2006).

Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai

tujuan yang spesifik (Nursalam, 2001 :63 dalam Evi Agustini,2006).

12

Page 13: Makalah SSJ Tren Isu

5. Evaluasi

Perawat dapat melakukan evaluasi terhadap respon klien dari tindakan

keperawatan yang dilaksanakan pada klien unutk mendapatkan kasus sebagai data

dalam melaksanakan asuhan keperawatan yang dilaksanakan pada klien untuk

mendapatkan kasus sebagai data dalam melaksanakan asuhan keperawatan yang

berkesinambingan.

Evaluasi adalah proses yang terus menerus kerena setiap intervensi dikaji

efektivitasnya dan intervensi alternative digunakan sesuai kebutuhan (Bobak,

2005 :195,Evi Agustini,2006).

Evaluasi adalah tindakan intelektual unutk melengkapi proses keperawatan yang

menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rnecana tindakan dan

pelaksanaannya sudah berhasil dicapai (Nursalam,2001:71 dalam Evi

Agustini,2006)

Evaluasi adalah fase akhir proses keperawatan (Jos dan Kate,2006:330

dalam Evi Agustini, 2006). Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan

pendekatan SOAP sebagai pola pikirnya (Keliat,1999:15 dalam Evi

Agustini,2006).

S : respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan

O : Respon Objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan

A : analisa ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah

masalah masih tetap atau muncul masalah baru atau ada data yang kontradiksi

dengan masalah yang ada.

P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa respon klien

EVALUASI PADA KLIEN SSJ

Dx : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan inflamasi dermis dan

epidermis

Evaluasi :

S : -

O :

- Hampir seluruh permukaaan tubuhnya timbul eritema dan bula

- Mukosa bibir tampak stomatitis ulseratif spectrum luas

13

Page 14: Makalah SSJ Tren Isu

A : Masalah belum teratasi

P : Lajutkan intervensi

Dx : Risiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

kesulitan menelan

Evaluasi :

S : Klien mengeluh nyeri ketika menelan

O :

- BB = 55 kg

- Mukosa bibir tampak stomatitis ulseratif spectrum luas

A : Masalah belum teratasi

P : Lajutkan intervensi

Dx : Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan inflamasi pada kulit

Evaluasi :

S : -

O :

TTV : 20/80 cmHg

N : 100x/menit

R : 24x/menit

A : Masalah belum teratasi

P : Lajutkan intervensi

DX : Intoleransi aktivitas terganggu berhubungan dengan kelemahan fisik

Evaluasi :

S : -

O: Terdapat pemasangan NGT dan IVFD

A : Masalah belum teratasi

P : Lajutkan intervensi

Dx : Gangguan persepsi sensori: Kurang penglihatan berhubungan dengan

konjungtivitas

14

Page 15: Makalah SSJ Tren Isu

Evaluasi :

S :-

O: Mata terdapat konjuntivitas dan tampak edema kemerahan sehingga klien sulit

membuka mata

A : Masalah belum teratasi

P : Lajutkan intervensi

Dx : Risiko infeksi berhubungan dengan Kerusakan Jaringan Kulit

Evaluasi :

S : -

O : Tanda tanda infeksi tidak ada

A : Masalah teratasi.

15

Page 16: Makalah SSJ Tren Isu

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 TREN dan ISU

3.1.1 Sindrom Steven Johnson, Sebuah Malpraktek ?

Ratna Ningsih, warga Jakarta Timur tubuhnya melepuh setelah menjalani

pengobatan di Puskesmas Ciracas. Kadinkes DKI Dien Emawati menyebut

penyakit Ratna adalah Sindrom Steven Johnson (SSJ). Seperti biasa bila kasus

SSJ timbul pada seorang pasien, maka saat ini opini masyarakat dan media masa

terlalu mudah memvonis suatu kesalahan dokter atau malpraktek. Bila dicermati

sebenarnya kasus SSJ bukanlah sekedar sebuah malpraktek. Tampaknya tidak ada

seorang dokterpun bahkan seorang dokter yang paling ahli atau berpengalaman

dapat menghindarinya.

SSJ merupakan suatu kumpulan gejala klinis kulit melepuh kemerahan

pada seluruh bagian kulit, bagian lunak seperti bibir, mata dan daerah kelamin.

Penyakit SSJ sebenarnya bukan sekedar penyakit alergi obat biasa. Banyak faktor

dan kondisi yang mempengaruhinya. Penyebab atau faktor yang mempengaruhi

SSJ sangat rumit dan sukar ditentukan dengan pasti karena dapat disebabkan oleh

berbagai faktor, walaupun pada umumnya sering dikaitkan dengan respons imun

terhadap obat. Beberapa faktor penyebab timbulnya SSJ biasanya diawali adanya

infeksi virus, jamur, bakteri, parasit yang ditambah adanya alergi obat, makanan

tertentu, penyakit kolagen, keganasan, kehamilan.

Keterlibatan obat yang diberikan sebelum masa awal setiap gejala klinis

yang dicurigai dapat sampai 21 hari. Bila pemberian obat diteruskan dan gejala

klinis membaik maka hubungan kausal dinyatakan negatif. Bila obat yang

diberikan lebih dari satu macam maka semua obat tersebut harus dicurigai

mempunyai hubungan kausal. Obat tersering yang dilaporkan sebagai penyebab

adalah golongan salisilat, sulfa, penisilin, antikonvulsan, etambutol, tegretol,

tetrasiklin, digitalis, kontraseptif dan obat antiinflamasi non-steroid. Sindrom ini

dapat muncul dengan episode tunggal namun dapat terjadi berulang dengan

keadaan yang lebih buruk setelah paparan ulang terhadap obat-obatan penyebab.

16

Page 17: Makalah SSJ Tren Isu

Pada beberapa kasus yang dilakukan biopsi kulit dapat ditemukan endapan

IgM, IgA, C3, dan fibrin, serta kompleks imun beredar dalam sirkulasi.

Antigen penyebab berupa hapten akan berikatan dengan karier yang dapat

merangsang respons imun spesifik sehingga terbentuk kompleks imun beredar.

Hapten atau karier tersebut dapat berupa faktor penyebab seperti virus, partikel

obat atau metabolitnya atau produk yang timbul akibat aktivitas faktor penyebab

struktur sel atau jaringan sel yang rusak dan terbebas akibat infeksi, inflamasi,

atau proses metabolik. Kompleks imun beredar dapat mengendap di daerah kulit

dan mukosa, serta menimbulkan kerusakan jaringan akibat aktivasi komplemen

dan reaksi inflamasi yang terjadi. Kerusakan jaringan dapat pula terjadi akibat

aktivitas sel T serta mediator yang dihasilkannya. Kerusakan jaringan yang

terlihat sebagai kelainan klinis lokal di kulit dan mukosa dapat pula disertai gejala

sistemik akibat aktivitas mediator serta produk inflamasi lainnya.

Gejala awal berkisar antara 1-14 hari berupa demam, lemas, batuk, mata

merah, sakit menelan, nyeri dada, muntah, pegal otot dan atralgia yang sangat

bervariasi dalam derajat berat dan kombinasi gejala tersebut. Kulit berupa

kemerahan, bercah merah, bintil air yang melebar , pecah dan seperti melepuh

seperti luka bakar meluas secara cepat secara simetris pada hampir seluruh tubuh.

Pada mata bisa terjadi iritasi dan peradangan berupa konjungtivitas kataralis,

blefarokonjungtivitis, iritis, iridosiklitis, kelopak mata edema dan sulit dibuka,

pada kasus berat terjadi rusaknya kornea yang dapat menyebabkan kebutaan.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan

laboratorium. Anamnesis dan pemeriksaan fisis ditujukan terhadap kelainan yang

dapat sesuai dengan trias kelainan kulit, mukosa, mata, serta hubungannya dengan

faktor penyebab.

Penanganan penderita SSJ adalah terapi suportif dengan pemberian cairan

dan elektrolit, serta kebutuhan kalori dan protein yang sesuai secara parenteral.

Pemberian cairan tergantung dari luasnya kelainan kulit dan mukosa yang terlibat.

Pemberian nutrisi melalui pipa nasogastrik dilakukan sampai mukosa oral kembali

normal. Luka di mukosa mulut diberikan obat pencuci mulut dan salep gliserin.

Untuk infeksi, diberikana antibiotika spektrum luas,  Pada kasus yang tidak berat

biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu 2-3 minggu. Kematian berkisar antara

17

Page 18: Makalah SSJ Tren Isu

5-15% pada kasus berat dengan berbagai komplikasi atau pengobatan terlambat

dan tidak memadai. Keadaan lebih berat bila luka melepuh lebih luas. Kematian

biasanya disebabkan oleh gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, pnemoni

(infeksi paru) atau sepsis (infeksi berat).

Benarkah Malpraktek ?

Penyakit SSJ pada umumnya sering dianggap malpraktek justru

sebenarnya jarang merupakan kesalahan dokter. SSJ bukan sekedar alergi obat

biasa tetapi banyak faktor yang mempengaruhinya. Tidak ada seorang dokterpun

yang dapat menduga hal ini akan terjadi. Meski seorang dokter telah mengikuti

prosedur pengabatan yang benar juga tidak bisa menjamin mencegah terjadinya

kejadian SSJ. Dokter hanya bisa berhati-hati dan waspada saat penderita terdapat

riwayat alergi obat. Namun, tidak setiap alergi obat dapat terjadi seperti kasus

SSJ. Bahkan seorang yang tidak pernah mengalami alergi obat seperti kasus Ratna

Ningsih tetapi akhirnya dapat terkena SSJ. Tiada seorang profesor atau dokter

yang paling ahlipun dapat memprediksi dapat mencegah dan menghindari

terjadinya SSJ.

Sehebat apapun seorang dokter tiada yang bisa memprediksi akan

terjadinya SSJ. Bahkan tidak ada sebuah pemeriksaan laboratorium atau tes yang

dapat mencegah untuk terjadinya SSJ. Tes alergi obatpun kalaupun dilakukan dan

hasilnya negatif belum tentu dapat mencegah kasus SSJ karena penyebabnya

multifaktorial.

Bukan hanya kasus SSJ berbagai kasus yang merupakan dampak suatu

pengobatan dan penyakit, seringkali masyarakat bahkan media masa terlalu

mudah memvonis sebagai malpraltek. Memang kasus malpraktek dokter juga

harus diakui masih banyak terjadi. Tetapi hal ini bukan alasan untuk selalu

memvonis malpraktek bila terjadi sebuah masalah dalam tindakan kedokteran. Hal

ini bisa dimaklumi bahwa harapan masyarakat terhadap penyembuhan terhadap

penyakit pasien demikian tinggi. Dan hal ini juga menyangkut biaya dan resiko

nyawa yang dipertaruhkan saat terserang penyakit. Bila harapan sembuh, biaya

yang sudah dikeluarkan sangat besar dan komunikasi antara pasien dengan dokter

tidak terjalin baik maka label malpraktek itu akan terlalu sering dan terlalu mudah

diucapkan oleh media dan masyarakat.

18

Page 19: Makalah SSJ Tren Isu

3.1.2 Dokter Spesialis Kulit Rumah Puan

dr. Amaranila Lalita Drijono, Sp.KK, dokter spesialis kulit Rumah Puan –

Perempuan Clinic menjelaskan bahwa Steven-Johnson Syndrome (SJS) adalah

kondisi kulit di mana sel epidermis terpisah dari sel dermis (kulit mengelupas).

Tak hanya kulit, SJS juga menyerang membran mukosa yang antara lain terdapat

pada mata, mulut, hidung, telinga, daerah kemaluan, dan anus.

"SJS bukan sindrom langka. Namun, tingkat keparahannya sangat ekstrem

dan darurat, dengan kemungkinan kematian yang cukup tinggi. Padahal, dengan

penanganan dini dan tepat, SJS bisa hilang sepenuhnya. Pada kasus yang sampai

menyebabkan kematian, sering kali pasien terlambat ke dokter, yaitu setelah

kulitnya sudah melepuh atau mengelupas parah," ujar dr Amaranila.

Menurut dr Amaranila, SJS bisa disebabkan oleh infeksi dan kanker.

Namun, penyebab terbesarnya adalah alergi obat-obatan. Semua jenis obat

berpotensi menimbulkan alergi. Antibiotik adalah salah satu jenis obat yang dapat

menimbulkan alergi. Selain itu, jenis obat penghilang nyeri atau analgesik (nama

obat-obat yang berakhiran –gin) juga dapat menimbulkan reaksi alergi.

"Pasien yang menderita alergi saat mengonsumsi beberapa jenis atau

kombinasi obat biasanya lebih sulit untuk ditangani. Sebab, dokter harus

mengidentifikasi obat mana yang menjadi penyebab alerginya (alergen), sebelum

memberi penanganan yang tepat. Reaksi alergi pun dapat berbeda-beda pada tiap

individu. Antara lain, gatal, bengkak, sesak napas, demam, mual, pusing, atau

buang-buang air," tuturnya.

Seseorang yang memiliki alergi terhadap obat tertentu tidak akan

mengalami reaksi alergi jika tidak mengonsumsi obat tersebut. Namun, dengan

kemajuan masyarakat yang makin pesat, kemungkinan orang untuk mengonsumsi

obat-obatan jadi lebih tinggi. Sehingga, kemungkinan timbulnya reaksi alergi pun

juga makin besar.

Hal ini bisa dicegah dengan beberapa langkah edukatif. Setiap kali pergi

ke dokter dan menerima resep, sebaiknya pasien mengetahui jenis-jenis obat yang

akan diminum atau disuntikkan. Terlebih lagi, jika seseorang memiliki ayah atau

ibu yang memiliki riwayat alergi obat tertentu, sebaiknya ia tidak mengonsumsi

obat tersebut.(PRIMARITA S.SMITA)

19

Page 20: Makalah SSJ Tren Isu

3.1.3 Waspada Konsumsi Obat, Hindari Steven-Johnson Syndrome

Penyebabnya terkadang obat yang sering digunakan sehari-hari seperti

obat turun panas parasetamol, obat penghilang rasa sakit golongan non-steroid,

juga antibiotika seperti golongan sulfa dan penisili. Satu kasus Steven Johnson

Syndrome (SJS) yang pernah terjadi: seorang pasien terserang penyakit SJS.

Dokter yang merawatnya bilang bahwa pasien tersebut keracunan obat. Menurut

pengakuan keluarga, pasien memnag mengonsumsi obat berupa jamu yang berasal

dari China.

Gejala awalnya berupa sariawan pada bibir kemudian telapak tangan dan

kaki tumbuh gelembung air seperti cacar dan sangat sakit, setelah itu baru timbul

kemerahan di sekujur badan hingga badannya mirip orang yang terluka bakar.

Mungkin sebagian masih asing dengan istilah penyakit ini. Penyakit ini

sebenarnya memang jarang terjadi, namun nyatanya sesekali bisa dijumpai di

sekitar kita. Gangguan ini sulit diprediksi sebelumnya.

Yang lebih penting lagi, penyebabnya kadang adalah obat yang sering

digunakan sehari-hari seperti obat turun panas parasetamol, obat penghilang rasa

sakit golongan non-steroid, seperti diklofenak, piroksikam, juga antibiotika (yang

paling sering golongan sulfa dan penisilin), dan lain-lain. Tak kurang, FDA di

Amerika pun telah memberi edaran peringatan untuk berhati-hati terhadap risiko

terjadinya SJS oleh parasetamol/asetaminofen.

Bisa dikatakan ini adalah salah satu bentuk “alergi” obat yang berat,

namun berbeda dengan alergi yang biasa. Sindrom sendiri artinya adalah

sekumpulan gejala (symptom), di mana pada penyakit ini terdapat aneka gejala,

mulai dari lesi merah di kulit, sariawan di rongga mulut, sampai luka lepuh di

kulit dan alat genital, dan lain-lain.

Manisfestasi klinis gangguan SJS ini sangat bervariasi antar-pasien, dari

yang ringan sampai berat. Yang berat bisa cukup fatal dan mengakibatkan

kematian, terutama jika terjadi komplikasi. Nama Steven-Johnson merujuk pada

nama dua orang dokter, Steven dan Johnson yang pertama kalinya

mengidentifikasikan adanya sindrom ini.

20

Page 21: Makalah SSJ Tren Isu

Penyebab

Penyebab pada umumnya tidak diketahui dan sulit diprediksikan

sebelumnya, namun umumnya merupakan respons imun tubuh yang berlebihan

terhadap zat asing. Hampir seperti reaksi alergi, tapi bentuknya khas dan lebih

berat. Secara patofisiologi, mekanisme terjadinya alergi tidak sama dengan

mekanisme SJS, dalam hal antibodi yang terlibat dan mediatornya. Jika reaksi

alergi biasa melibatkan antibodi imunoglobulin E (IgE), SJS melibatkan IgG dan

IgM dan merupakan reaksi imun yang kompleks.

Beberapa obat dilaporkan dapat menyebabkan reaksi SJS, terutama adalah

obat-obat anti inflamasi non-steroid (NSAID) dan obat antibiotik golongan sulfa.

Selain itu unsur makanan, cuaca, infeksi (jamur, virus, bakteri) juga diduga dapat

merupakan faktor penyebab. Susahnya, reaksi ini sulit untuk diprediksi

sebelumnya jika belum kejadian.

Penanganan

Tidak ada obat yang spesifik untuk mengatasi SJS, sehingga

pengobatannya adalah berdasarkan gejala yang ada. Istilahnya diberi terapi

suportif, untuk mendukung dan memperbaiki kondisi pasien. Jika keadaan umum

pasien cukup berat, maka perlu diberi cairan dan elektrolit, serta kalori dan protein

secara parenteral melalui infus. Karena infeksi juga merupakan salah satu

penyebab SJS terutama pada anak-anak, maka diberi pula antibiotik dengan

spektrum luas, yang kemudian dilanjutkan dengan antibiotik yang sesuai dengan

kuman penyebab.

Untuk menekan sistem imun, digunakan pula kortikosteroid, walaupun

penggunaannya masih kontroversial, terutama bentuk sistemik. Contohnya adalah

deksametason dengan dosis awal 1mg/kg BB bolus, kemudian selama 3 hari 0,2-

0,5 mg/kg BB tiap 6 jam. Untuk gatalnya bisa diberi anti histamin jika perlu.

Untuk perawatan lesi pada mata diberi antibiotika topikal. Kulit yang melepuh

ditangani seperti menangani luka bakar. Lesi kulit yang terbuka dikompres

dengan larutan saline atau Burowi. Lesi di mulut bisa dirawat dengan antiseptik

mulut. Dan jika ada rasa nyeri bisa diberikan anestesi topikal.

21

Page 22: Makalah SSJ Tren Isu

Semua terapi ini akan diberikan oleh dokter sesuai dengan kondisi dan

kebutuhan pasien. Kesembuhan pasien sangat tergantung dari berat ringannya

gejala yang muncul.

Pencegahan

Pencegahannya? Jika belum pernah terjadi, sulit untuk mencegahnya

karena tidak bisa diprediksikan.

Jika sudah pernah terjadi sekali saja, maka upayakan untuk mengenali

faktor penyebab, dan sebisa mungkin menghindar dari faktor penyebab

tersebut.

Jika disebabkan karena obat, perlu dipastikan nama obat tersebut dalam

nama generik, dan hindarkan penggunaan obat yang sama dalam berbagai

nama paten yang ada.

Jika perlu, tanyakan kepada apoteker macam-macam obat yang ada pada

resep Anda. Contoh nama generik adalah parasetamol, dan obat ini bisa

dijumpai dalam berbagai merek dagang, seperti: Panadol, Sanmol,

Tempra, Thermorex, Paramex, Bodrex, dan lain-lain. Kadang masyarakat

tidak mengetahui nama generik obat dan hanya mengenal nama patennya

sehingga hanya menghindari obat dengan nama paten tersebut, padahal

bisa jadi obat pemicu SJS tersebut terdapat pula pada merek obat yang

lain.

Jika Anda berobat ke dokter untuk suatu penyakit, sampaikan kepada

dokter bahwa Anda sensitif dan pernah mengalami SJS dengan obat

tertentu (sebut nama obatnya), agar dokter tidak meresepkan obat tersebut.

SJS bisa saja terulang lagi jika terkena paparan bahan yang menjadi

pemicu.

22

Page 23: Makalah SSJ Tren Isu

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Syndrom steven johnson (SSJ) merupakan syndrom yang mengenai kulit,

selaput lendir, di orifisum dan mata dengan keadaan umum bervariasi dan ringan

sampai berat. Kelainan pada kulit berupa edema, vesikel atau bula dapat disertai

purpura.Beberapa faktor yang dapat dianggap sebagai penyebab, yaitu meliputi

alergi obat (misalnya, penisilin, analgetik, anti peuritik). Infeksi mikroorganisme

(bakteri, virus, jamur, parasit). Neoplasma dan faktor endoktrin, faktor fisik, dan

makanan.

Pada syndrom ini terlihat adanya kelainan, berupa : kelainan kulit yang

terdiri daribatuk eritema, vesikel dan bula, kelainan selaput lendir di orivisium,

dan kelainan mata yang ditemukan konjungtivitis kornea. SSJ juga dilaporkan

sebagai akibat pemakaian obat herbal yang tidak umum yang mengandung

ginseng.

SSJ dapat juga disebabkan pemakaian cocaine. Seandainya anda

mengalami alergi obat, makanan, paparan sinar matahari, dan perubahan udara,

maka seharusnya anda mencatat dan memberikan informasi kepada tenaga

kesehatan, perawat, dokter untuk menghindari SSJ.

4.2 Saran

1 Bagi Rumah Sakit

Rumah sakit mampu memberikan pelajaran yang baik pada klien

Rumah sakit membantu klien dan keluarga dalam membuat keputusan

2 Bagi sesama profesi/perawat

1. Perawat selalu melakukan pengawasan 1x24 jam pada klien

2. Perawat harus mengetahui sejauh mana perkembangan kesehatan klien

3. Bagi keluarga/klien

1. Keluarga harus mengawasi dan membatasi aktivitas klien

2. Keluarga hasur memberikan nutrisi yang adekuat kepada klien agar

kesehatan klien cepat membaik

23

Page 24: Makalah SSJ Tren Isu

DAFTAR PUSTAKA

No Name, (1982). Kapita Selekta Kedokteran edisi ke 2. Jakarta FKUI : Media

Aesculapius

Doenges (2001). Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3. Jakarta: EGC Penerbit

Buku Kedokteran

Levere, G.M (2005). Penyakit Kulit. Jakarta : ESIS

Grabe, Mark ( 2006 ). Buku Saku Dokter Keluarga edisi ke 3. Jakarta: EGC

Siregar, Charles ( 2004 ). Farmasi Klinik. Bandung: EGC

http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2011/08/07/sindrom-steven-johnson-

sebuah-malpraktek-386213.html. diakses pada tanggal 17 September 2014

http://www.femina.co.id/isu.wanita/kesehatan/stevenjohnson.syndrome/

005/005/261. diakses pada tanggal 17 September 2014

http://sinarharapan.co/sehat/read/20158/waspada-konsumsi-obat-hindari

stevenjohnson-syndrome. diakses pada tanggal 17 September 2014

24