Makalah Solusio Plasenta

29
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Plasenta merupakan bagian yang sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan janin. Plasenta memiliki peran sebagai tempat pertukaran zat, penghasil hormon yang berguna selama kehamilan, dan sebagai barier. Melihat pentingnya peranan plasenta, maka bila terjadi kelainan pada plasenta akan menyebabkan gangguan pertumbuhan janin ataupun mengganggu proses persalinan. Kelainan pada plasenta dapat berupa gangguan fungsi dari plasenta, gangguan implantasi plasenta, maupun pelepasan plasenta sebelum waktunya yang disebut solusio plasenta. Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau seluruh permukaan maternal plasenta dari tempat implantasinya yang normal pada lapisan desidua endometrium sebelum waktunya yakni antara minggu 22 dan lahirnya anak. Insidensi solusio plasenta bervariasi di seluruh dunia. Frekuensi solusio plasenta di Amerika Serikat dan di seluruh dunia mendekati 1%. Saat ini kematian maternal akibat solusio plasenta mendekati 6%. Solusio plasenta merupakan salah satu penyebab perdarahan antepartum yang memberikan kontribusi terhadap kematian 1

description

obstetri

Transcript of Makalah Solusio Plasenta

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Plasenta merupakan bagian yang sangat penting bagi pertumbuhan dan

perkembangan janin. Plasenta memiliki peran sebagai tempat pertukaran zat,

penghasil hormon yang berguna selama kehamilan, dan sebagai barier. Melihat

pentingnya peranan plasenta, maka bila terjadi kelainan pada plasenta akan

menyebabkan gangguan pertumbuhan janin ataupun mengganggu proses

persalinan. Kelainan pada plasenta dapat berupa gangguan fungsi dari plasenta,

gangguan implantasi plasenta, maupun pelepasan plasenta sebelum waktunya

yang disebut solusio plasenta.

Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau seluruh permukaan

maternal plasenta dari tempat implantasinya yang normal pada lapisan desidua

endometrium sebelum waktunya yakni antara minggu 22 dan lahirnya anak.

Insidensi solusio plasenta bervariasi di seluruh dunia. Frekuensi solusio

plasenta di Amerika Serikat dan di seluruh dunia mendekati 1%. Saat ini

kematian maternal akibat solusio plasenta mendekati 6%. Solusio plasenta

merupakan salah satu penyebab perdarahan antepartum yang memberikan

kontribusi terhadap kematian maternal dan perinatal di Indonesia. Pada tahun

1988 kematian maternal di Indonesia diperkirakan 450 per 100.000 kelahiran

hidup. Angka tersebut tertinggi di ASEAN (5-142 per 100.000) dan 50-100 kali

lebih tinggi dari angka kematian maternal di negara maju. Di negara berkembang,

penyebab kematian yang disebabkan oleh komplikasi kehamilan, persalinan, nifas

adalah perdarahan, infeksi, pre-eklamsi/eklamsi. Selain itu kematian maternal juga

dipengaruhi oleh pelayanan kesehatan, sosioekonomi, usia ibu hamil, dan paritas.

1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Solusio Plasenta

2.1.1 Definisi

Terlepasnya sebagian atau seluruh permukaan maternal plasenta dari

tempat implantasinya yang normal pada sebelum waktunya yakni antara minggu

20 dan lahirnya anak. Plasenta secara normal terlepas setelah bayi lahir.

Nama lain yang sering dipergunakan, yaitu abruptio placentae, ablatio

placentae, accidental haemorrhage, premature separation of the normally

implanted placenta.

Gambar 2.1 Solusio Plasenta

2

2.1.2 Klasifikasi

Plasenta dapat terlepas hanya pada pinggirnya saja (ruptura sinus

marginalis), dapat pula terlepas lebih luas (solusio plasenta parsialis), atau bisa

seluruh permukaan maternal plasenta terlepas (solusio plasenta totalis).

Perdarahan yang terjadi akan merembes antara plasenta dan miometrium untuk

seterusnya menyelinap di bawah selaput ketuban dan akhirnya memperoleh jalan

ke kanalis servikalis dan keluar melalui vagina, menyebabkan perdarahan

eksternal (revealed hemorrhage)2 (Gambar 2.2).

Gambar 2.2 Solusio Plasenta Dengan Perdarahan Eksternal

Yang lebih jarang, jika bagian plasenta sekitar perdarahan masih melekat

pada dinding rahim, darah tidak keluar dari uterus, tetapi tertahan di antara

plasenta yang terlepas dan uterus sehingga menyebabkan perdarahan tersembunyi

(concealed hemorrhage) yang dapat terjadi parsial (Gambar 2.3) atau total

(Gambar 2.4)4,5.

3

Gambar 2.3 Solusio Plasenta Parsial Disertai Perdarahan Tersembunyi

Solusio plasenta dengan perdarahan tertutup terjadi jika.

1. Bagian plasenta sekitar perdarahan masih melekat pada dinding rahim

2. Selaput ketuban masih melekat pada dinding rahim

3. Perdarahan masuk ke dalam kantong ketuban setelah selaput ketuban pecah

4. Bagian terbawah janin, umumnya kepala, menempel ketat pada segmen bawah

rahim.

Perdarahan yang tersembunyi biasanya menimbulkan bahaya yang lebih

besar bagi ibu, tidak saja karena kemungkinan koagulopati konsumptif tetapi juga

karena jumlah darah yang keluar sulit diperkirakan.

4

Gambar 2.4 Solusio Plasenta Total Disertai Perdarahan Tersembunyi

Secara klinis solusio plasenta dibagi ke dalam berat ringannya

gambaran klinik sesuai dengan luasnya permukaan plasneta yang terlepas, yaitu

solusio plasenta ringan, sedang, dan berat.

a. Solusio plasenta ringan

Luas plasenta yang terlepas tidak sampai 25% atau ada yang menyebutkan

kurang dari 1/6 bagian. Jumlah darah yang keluar biasanya kurang dari 250 ml.

Gejala-gejala sukar dibedakan dari plasenta previa kecuali warna darah yang

kehitamam. Komplikasi terhadap ibu dan janin belum ada.

b. Solusio Plasenta Sedang

Luas plasenta yang terlepas telah melebihi 25%, namun belum mencapai

separuhnya (50%). Jumlah darah yang keluar lebih banyak dari 250 ml tetapi

belum mencapai 1000 ml. Gejala-gejala dan tanda-tanda sudah jelas seperti nyeri

pada perut yang terus-menerus, denyut janin menjadi cepat, hipotensi, dan

takikardi.

5

c. Solusio Plasenta Berat

Luas plasenta yang terlepas sudah melebihi 50%, dan jumlah darah yang

keluar melebihi 1000 ml. Gejala dan tanda klinik jelas, keadaan umum disertai

syok, dan hampir semua janinnya telah meninggal. Komplikasi koagulopati dan

gagal ginjal yang ditandai pada oligouri biasanya telah ada.

2.1.3 Prevalensi

Insidensi solusio plasenta bervariasi di seluruh dunia. Kejadiannya

bervariasi dari 1 di antara 75 sampai 830 persalinan. Frekuensi solusio plasenta di

Amerika Serikat dan di seluruh dunia mendekati 1%. Solusio plasenta merupakan

salah satu penyebab perdarahan antepartum yang memberikan kontribusi terhadap

kematian maternal dan perinatal di Indonesia. Saat ini kematian maternal akibat

solusio plasenta mendekati 6%. Solusio plasenta merupakan penyebab 20-35%

kematian perinatal3,4.

Pada tahun 1988 kematian maternal di Indonesia diperkirakan 450 per

100.000 kelahiran hidup. Angka tersebut tertinggi di ASEAN (5-142 per 100.000)

dan 50-100 kali lebih tinggi dari angka kematian maternal di negara maju. Di

negara berkembang, penyebab kematian yang disebabkan oleh komplikasi

kehamilan, persalinan, nifas adalah perdarahan, infeksi, pre-eklamsi/eklamsi.

Selain itu kematian maternal juga dipengaruhi oleh pelayanan kesehatan,

sosioekonomi, usia ibu hamil, dan paritas3.

Solusio plasenta sering berulang pada kehamilan berikutnya. Kejadiannya

tercatat sebesar 1 di antara 8 kehamilan3. Namun, insidensi solusio plasenta

cenderung menurun dengan semakin baiknya perawatan antenatal sejalan dengan

semakin menurunnya jumlah ibu hamil usia dan paritas tinggi dan membaiknya

kesadaran masyarakat berperilaku lebih higienis2.

6

2.1.4 Etiologi

Sebab primer dari solusio plasenta tidak diketahui , tetapi terdapat

beberapa keadaan patologik yang terlihat lebih sering bersama dengan atau

menyertai solusio plasenta dan dianggap sebagai faktor risiko (Tabel 2.1), seperti

hipertensi, riwayat trauma, kebiasaan merokok, usia ibu, dan paritas yang tinggi.

Faktor Risiko Hubungan dengan risiko

Meningkatnya usia dan paritas 1.3–1.5

Preeklampsia 2.1–4.0

Hipertensi kronik 1.8–3.0

Ketuban pecah dini 2.4–4.9

Kehamilan ganda 2.1

Hidroamnion 2.0

Wanita perokok 1.4–1.9

Trombofilia 3–7

Penggunaan kokain NA

Riwayat solusio plasenta 10–25

Mioma dibelakang plasenta 8 dari 14

Trauma abdomen dalam kehamilan Jarang

Tabel 2.1 Faktor Risiko Solusio Plasenta

7

Seperti diperlihatkan di Grafik 2.1, insidensinya meningkat seiring dengan

usia ibu. Meski Prtichard dkk. (1991) juga memperlihatkan bahwa insiden lebih

tinggi pada wanita dengan paritas tinggi, Toohey dkk. (1995) tidak mendapatkan

hal ini pada wanita yang memiliki 5 anak atau lebih.

Grafik 2.1 Insidensi Solusio Plasenta dan Plasenta Previa

2.1.5 Patofisiologi

Solusio plasenta merupakan hasil akhir dari suatu proses yang bermula

dari suatu keadaan yang mampu memisahkan vili-vili korialis plasenta dari tempat

implantasinya pada desidua basalis sehingga terjadi perdarahan. Oleh karena itu

patofisiologinya bergantung pada etiologi. Pada trauma abdomen etiologinya jelas

karena robeknya pembuluh darah desidua.

Dalam banyak kejadian perdarahan berasal dari kematian sel (apoptosis)

yang disebabkan oleh iskemia dan hipoksia. Semua penyakit ibu yang dapat

menyebabkan pembentukan trombosis dalam pembuluh darah desidua atau dalam

vaskular vili dapat berujung kepada iskemia dan hipoksia setempat yang

menyebabkan kematian sejumlah sel dan mengakibatkan perdarahan sebagai hasil

8

akhir. Perdarahan tersebut menyebabkan desidua basalis terlepas kecuali selapisan

tipis yang tetap melekat pada miometrium. Dengan demikian, pada tingkat

permulaan sekali dari proses terdiri atas pembentukan hematom yang bisa

menyebabkan pelepasan yang lebih luas, kompresi dan kerusakan pada bagian

plasenta yang berdekatan. Pada awalnya mungkin belum ada gejala kecuali

terdapat hematom pada bagian belakang plasenta yang baru lahir. Dalam

beberapa kejadian pembentukan hematom retroplasenta disebabkan oleh

putusnya arteria spiralis dalam desidua. Hematoma retroplasenta mempengaruhi

penyampaian nutrisi dan oksigen dari sirkulasi maternal/plasenta ke sirkulasi

janin. Hematoma yang terbentuk dengan cepat meluas dan melepaskan plasenta

lebih luas/banyak sampai ke pinggirnya sehingga darah yang keluar merembes

antara selaput ketuban dan miometrium dan selanjutnya keluar melalui serviks ke

vagina (revealed hemorrhage). Perdarahan tidak bisa berhenti karena uterus yang

lagi mengandung tidak mampu berkontraksi untuk menjepit pembuluh arteria

spiralis yang terputus. Walaupun jarang terdapat perdarahan tinggal terperangkap

di dalam uterus (concealed hemorrhage)2,4.

Nikotin dan kokain keduanya dapat menyebabkan vasokonstriksi yang

bisa menyebabkan iskemia dan pada plasenta sering dijumpai bermacam lesi

seperti infark, oksidatif stres, apoptosis, dan nekrosis, yang kesemuanya ini

berpotensi merusak hubungan uterus dengan plasenta yang berujung kepada

solusio plasenta. Dilaporkan merokok berperan pada 15% sampai 25% dari

insidensi solusio plasenta. Merokok satu bungkus perhari menaikkan insiden

menjadi 40%2.

2.1.6 Gejala Klinik

Gejala dan tanda klinis yang klasik dari solusio plasenta adalah terjadinya

perdarahan yang berwarna tua keluar melalui vagina (80% kasus), nyeri perut dan

uterus tegang terus-menerus mirip his partus prematurus2.

Kurang lebih 30% penderita solusio plasenta ringan tidak atau sedikit yang

menunjukkan gejala. Pada keadaaan yang sangat ringan tidak ada gejala kecuali

hematom yang berukuran beberapa sentimeter terdapat pada permukaan maternal

9

plasenta. Rasa nyeri pada perut masih ringan dan darah yang keluar masih sedikit,

sehingga belum keluar dari vagina. Nyeri yang belum terasa menyulitkan

membedakannya dengan plasenta previa kecuali darah yang keluar berwarna

merah segar pada plasenta previa. Tanda vital ibu dan janin masih baik. Pada

inspeksi dan auskultasi tidak dijumpai kelainan kecuali pada palpasi sedikit terasa

nyeri lokal pada tempat terbentuknya hematom. Kadar fibrinogen darah dalam

batas normal yaitu 350 mg%. Walaupun belum memerlukan intervensi segera

keadaan ringan ini perlu dimonitor terus sebagai upaya mendeteksi keadaan

bertambah berat. Pemeriksaan ultrasonografi berguna untuk menyingkirkan

plasenta previa dan mungkin bisa mendeteksi luasnya solusio terutama pada

solusio plasenta sedang atau berat.

Gejala dan tanda pada solusio plasenta sedang seperti rasa nyeri pada perut

yang terus-menerus, denyut jantung janin biasanya telah menunjukkan gawat

janin, perdarahan yang keluar tampak lebih banyak, takikardia, hipotensi, kulit

dingin, oliguria mulai ada, kadar fibrinogen berkurang antara 150-250 mg/100 ml,

dan mungkin kelainan pembekuan darah dan gangguan fungsi ginjal sudah mulai

ada. Rasa nyeri bersifat menetap, tidak hilang timbul seperti pada his yang

normal. Perdarahan pervaginam jelas dan berwarna kehitaman. Pada pemantauan

keadaan janin dengan kardiotokografi bisa jadi telah ada deselerasi lambat. Perlu

dilakukan tes gangguan pembekuan darah.

Pada solusio plasenta berat perut sangat nyeri dan tegang serta keras

seperti papan (defence musculare) disertai perdarahan berwarna hitam. Oleh

karena itu, palpasi bagian-bagian janin tidak mungkin dilakukan. Fundus uteri

lebih tinggi daripada yang seharusnya karena telah terjadi penumpukan darah di

dalam uterus pada kategori concealed hemorrhage. Jika dalam masa observasi

tinggi fundus bertambah lagi berarti perdarahan baru masih berlangsung. Pada

inspeksi rahim terlihat membulat dan kulit di atasnya kencang. Pada auskultasi

denyut jantung janin tidak terdengar lagi akibat gangguan anatomik dan fungsi

plasenta. Keadaan umum menjadi buruk disertai syok. Adakalanya keadaan umum

ibu jauh lebih buruk dibandingkan perdarahan yang tidak seberapa keluar dari

vagina. Kadar fibrinogen darah rendah yaitu kurang dari 150 mg% dan telah ada

tromobositopenia.

10

2.1.7 Diagnosis Klinik

Dalam banyak hal diagnosis bisa ditegakkan berdasarkan gejala dan tanda

klinik yaitu perdarahan melalui vagina, nyeri pada uterus, dan pada solusio

plasenta yang berat terdapat kelainan denyut jantung janin pada pemeriksaan

dengan KTG. Namun kadang pasien datang dengan gejala perdarahan tidak

banyak dengan perut tegangan tetapi janin telah meninggal. Diagnosis pasti

hanya bisa ditegakkan dengan melihat adanya perdarahan retroplasenta setelah

partus (Gambar 2.6)5.

Gambar 2.5 Perdarahan Retroplasenta

Ditekankan bahwa tanda dan gejala pada solusio plasenta dapat sangat

bervariasi. Sebagai contoh, pedarahan eksternal dapat deras, namun plasenta yang

terlepas tidak terlalu luas sehingga belum membahayakan janin secara langsung.

Walaupun jarang, mungkin tidak terjadi perdarahan eksternal tetapi plasenta

terlepas total dan sebagai akibatnya janin meninggal. Hurd dkk. (1983) dalam

sebuah penelitian prospektif yang relatif kecil tentang solusio plasenta,

mengidentifikasi frekuensi berbagai gejala dan tanda yang berhubungan (Tabel

2.2). Perdarahan dan nyeri abdomen adalah temuan tersering. Temuan lain yang

11

didapatkan adalah perdarahan serius, nyeri punggung, nyeri tekan uterus,

kontraksi uterus yang sering5.

Pada penelitian-penelitian lama, USG jarang mengkonfirmasi diagnosis

solusio plasenta. Sebagai contoh, Sholl (1987) memastikan diagnosis secara

sonografis hanya pada 25% wanita. Hal yang sama dikemukakan oleh Glantz dan

Purnell (2002), yang mengkalkulasi hanya 24% dari 149 wanita yang melakukan

USG dapat menyingkirkan kemungkinan adanya solusio plasenta. Yang penting,

temuan negatif pada pemeriksaan USG tidak menyingkirkan solusio plasenta5.

Gejala dan Tanda Frekuensi (%)

Perdarahan pervaginam 78

Uterus tegang atau nyeri pinggang 66

Gawat janin 60

Partus prematurus 22

Kontraksi yang terus menerus tinggi 17

Hipertonus 17

Kematian janin 15

Tabel 2.2 Gejala dan Tanda yang Terdapat pada 59 Wanita Solusio Plasenta5

2.1.8 Diagnosis Banding

12

Pada kasus solusio plasenta yang parah, diagnosis biasanya jelas. Bentuk-

bentuk solusio yang lebih ringan dan lebih sering terjadi sulit diketahui dengan

pasti dan diagnosis sering ditegakkan berdasarkan eksklusi. Karena itu, pada

kehamilan variabel dengan penyulit perdarahan pervaginam, perlu menyingkirkan

plasenta previa dan penyebab lain perdarahan dengan pemeriksaan klinis dan

evaluasi USG. Telah lama diajarkan, mungkin dengan beberapa pembenaran,

bahwa perdarahan uterus yang nyeri adalah solusio plasenta sementara perdarahan

uterus yang tidak nyeri mengindikasikan plasenta previa. Sayangnya, diagnosis

banding tidak sesederhana itu. Persalinan yang menyertai plasenta previa dapat

menimbulkan nyeri yang mengisyaratkan solusio plasenta5. Perbedaan solusio

plasenta dengan plasenta previa dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut.

Kriteria Solusio Plasenta Plasenta Previa

Perdarahan

Uterus

Syok/Anemia

Fetus

Pemeriksaan

dalam

Merah tua s/d coklat hitam

Terus menerus

Disertai nyeri

Tegang, Bagian janin tak

teraba, Nyeri tekan

Lebih sering

Tidak sesuai dengan jumlah

darah yang keluar

40% fetus sudah mati

Tidak disertai kelainan letak

Ketuban menonjol

Merah segar, Berulang ,

Tidak nyeri

Tak tegang

Tak nyeri tekan

Jarang

Sesuai dengan jumlah darah

yang keluar

Biasanya fetus hidup

Disertai kelainan letak

Teraba plasenta atau

perabaan fornik ada bantalan 13

walaupun tidak his antara bagian janin dengan

jari pemeriksaan

Tabel 2.3 Perbedaan Solusio Placenta dan Placenta Previa6

2.1.9 Komplikasi

Komplikasi solusio plasenta berasal dari perdarahan retroplasenta yang

terus berlangsung sehingga menimbulkan berbagai akibat pada ibu seperti anemia,

syok hipovolemik, insufisiensi fungsi plasenta, gangguan pembekuan darah, gagal

ginjal. Sindroma Sheehan terdapat pada beberapa penderita yang terhindar dari

kematian setelah menderita syok yang berlangsung lama yang menyebabkan

iskemia dan nekrosis adenohipofisis sebagai akibat solusio plasenta2.

Kematian janin, kelahiran prematur dan kematian perinatal merupakan

komplikasi yang paling sering terjadi pada solusio plasenta. Solusio plasenta

berulang dilaporkan juga bisa terjadi pada 25% perempuan yang pernah menderita

solusio plasenta sebelumnya. Solusio plasenta kronik dilaporkan juga sering

terjadi di mana proses pembentukan hematom retroplasenta berhenti tanpa

dijelang oleh persalinan. Komplikasi koagulopati dijelaskan sebagai berikut.

Hematoma retroplasenta yang terbentuk mengakibatkan pelepasan retroplasenta

berhenti ke dalam peredaran darah. Tromboplastin bekerja mempercepat

perombakan protrombin menjadi trombin. Trombin yang terbentuk dipakai untuk

mengubah fibrinogen menjadi fibrin untuk membentuk lebih banyak bekuan

utama pada solusio plasenta berat. Melalui mekanisme ini apabila pelepasan

tromboplastin cukup banyak dapat menyebabkan terjadi pembekuan darah

intravaskular yang luas (disseminated intravascular coagulation) yang semakin

menguras persediaan fibrinogen dan faktor-faktor pembekuan lain2.

Curah jantung yang menurun dan kekakuan pembuluh darah ginjal akibat

tekanan intrauterina yang meninggi menyebabkan perfusi ginjal sangat menurun

dan menyebabkan anoksia. Keadaan umum yang terjadi adalah nekrosis tubulus-

tubulus ginjal secara akut menyebabkan kegagalan fungsi ginjal2.

14

Mungkin terjadi ekstravasasi luas darah ke dalam otot uterus dan di bawah

lapisan serosa uterus yang disebut sebagai apopleksio uteroplasental ini, yang

pertama kalinya dilaporkan oleh Couvelaire pada awal tahun 1900-an, sekarang

sering disebut sebagai uterus couvelaire. Pada keadaan ini perdarahan

retroplasenta menyebabkan darah menerobos melalui sela-sela serabut

miometrium dan bahkan bisa sampai ke bawah perimetrium dan ke dalam jaringan

pengikat ligamentum latum, ke dalam ovarium bahkan bisa mengalir sampai ke

rongga pernitonei. Perdarahan miometrium ini jarang sampai mengganggu

kontraksi uterus sehingga terjadi perdarahan postpartum berat dan bukan

merupakan indikasi untuk histerektomi2,5.

2.1.10 Penanganan

Terapi solusio plasenta akan berbeda-beda tergantung pada usia kehamilan

serta status ibu dan janin. Pada janin yang hidup dan matur, dan apabila persalinan

pervaginam tidak terjadi dalam waktu dekat, sebagian besar akan memilih seksio

sesaria darurat.

2.1.10.1 Solusio Plasenta Ringan

Solusio plasenta ringan jarang ditemukan di RS. Pada umumnya

didiagnosis secara kebetulan pada pemeriksaaan USG oleh karena tidak

memberikan gejala klinik yang khas. Apabila kehamilannya kurang dari 36

minggu dan perdarahan kemudian berhenti, perut tidak menjadi nyeri, dna uterus

tidak tegang, maka penderita harus diobservasi dengan ketat. Apabila perdarahan

berlangsung terus dan gejala solusio plasenta bertambah jelas atau dengan

pemeriksaan USG daerah solusio plasenta bertambah luas maka dilakukan

terminasi kehamilan

2.1.10.2 Solusio Plasenta Sedang dan Berat

Pada solusio plasenta sedang sampai berat dilakukan perbaikan keadaan

umum terlebih dahulu dengan resusitasi cairan dan transfusi darah. Bila janin

masih hidup biasanya dalam keadaan gawat janin, dilakukan seksio sesarea,

15

kecuali bila pembukaan telah lengkap. Pada keadaan ini dilakukan amniotomi,

drip oksitosin, dan bayi dilahirkan dengan ekstraksi forcep. Apabila janin telah

mati dilakukan persalinan pervaginam dengan cara melakukan amniotomi, drip

oksitosin. Bila bayi belum lahir dalam waktu 6 jam, dilakukan tindakan seksio

sesarea.

2.1.10.3 Tokolitik

Hurd dkk. (1983) mendapatkan bahwa solusio berlangsung dalam waktu

yang lama dan membahayakan apabila diberikan tokolitik. Towers dkk. (1999)

memberikan magnesium sulfat, terbutalin, atau keduanya kepada 95 di antara 131

wanita dengan solusio plasenta yang didiagnosis sebelum minggu ke-36. Angka

kematian perinatal sebesar 5% dan tidak berbeda dari kelompok yang tidak

diterapi. Namun, penggunaan tokolitik pada penatalaksanaan solusio plasenta

masih kontroversial4.

2.1.10.4 Seksio Sesarea

Pelahiran secara cepat janin yang hidup tetapi mengalami gawat janin

hampir selalu berarti seksio sesarea. Kayani dkk. (2003) meneliti hubungan antara

cepatnya persalinan dan prognosis janinnya pada 33 wanita hamil dengan gejala

klinis berupa solusio plasenta dan bradikardi janin. 22 bayi secara neurologis

dapat selamat, 15 bayi dilahirkan dalam waktu 20 menit setelah keputusan akan

dilakukan operasi. 11 bayi meninggal atau berkembang menjadi Cerebral Palsy, 8

bayi dilahirkan di bawah 20 menit setelah pertimbangan waktu, sehingga cepatnya

respons adalah faktor yang penting bagi prognosis bayi ke depannya6. Seksio

sesarea pada saat ini besar kemungkinan dapat membahayakan ibu karena

mengalami hipovolemia berat dan koagulopati konsumtif yang parah2.

2.1.10.5 Persalinan Pervaginam

Apabila terlepasnya plasenta sedemikian parah sehingga menyebabkan

janin meninggal, lebih dianjurkan persalinan pervaginam kecuali apabila

perdarahannya sedemikian deras sehingga tidak dapat diatasi bahkan dengan

16

penggantian darah secara agresif, atau terdapat penyulit obstetri yang

menghambat persalinan pervaginam. Defek koagulasi berat kemungkinan besar

dapat menimbulkan kesulitan pada seksio sesarea. Insisi abdomen dan uterus

rentan terhadap perdarahan hebat apabila koagulasi terganggu. Dengan demikian,

pada persalinan pervaginam, stimulasi miometrium secara farmakologis atau

dengan massage uterus akan menyebabkan pembuluh-pembuluh darah

berkontraksi sehingga perdarahan serius dapat dihindari walaupun defek

koagulasinya masih ada. Lebih lanjut, perdarahan yang sudah terjadi akan

dikeluarkan melalui vagina.

2.1.10.6 Amniotomi

Pemecahan selaput ketuban sedini mungkin telah lama dianggap penting

dalam penatalaksanaan solusio plasenta. Alasan dilakukannya amniotomi ini

adalah bahwa keluarnnya cairan amnion dapat mengurangi perdarahan dari tempat

implantasi dan mengurangi masuknya tromboplastin dan mungkin faktor-faktor

pembekuan aktif dari bekuan retroplasenta ke dalam sirkulasi ibu. Namun, tidak

ada bukti keduanya tercapai dengan amniotomi. Apabila janin sudah cukup matur,

pemecahan selaput ketuban dengan mempercepat persalinan. Apabila janin

imatur, ketuban yang utuh mungkin lebih efisien untuk mendorong pembukaan

serviks daripada tekanan yang ditimbulkan bagian tubuh janin yang berukuran

kecil dan kurang menekan serviks5.

2.1.10.7 Oksitosin

Walaupun pada sebagian besar kasus solusio plasenta berat terjadi

hipertonisitas yang mencirikan kerja miometrium, apabila tidak terjadi kontraksi

uterus yang ritmik, pasien diberi oksitosin dengan dosis standar. Stimulasi uterus

untuk menimbulkan persalinan pervaginam memberikan manfaat yang lebih besar

daripada risiko yang didapat. Pemakaian oksitosin pernah dipertanyakan

berdasarkan anggapan bahwa tindakan ini dapat meningkatkan masuknya

tromboplastin ke dalam sirkulasi ibu sehingga memacu atau memperparah

kaogulopati konsumtif atau sindroma emboli cairan amnion5.

17

2.1.11 Prognosis

Solusio plasenta mempunyai prognosis yang buruk baik bagi ibu hamil

dan lebih buruk lagi bagi janin jika dibandingkan dengan plasenta previa. Solusio

plasenta ringan masih mempunyai prognosis yang baik bagi ibu dan janin karena

tidak ada kematian dan morbiditasnya rendah. Solusio plasenta sedang

mempunyai prognosis yang lebih buruk terutama terhadap janinnya karena

mortalitas dan morbiditas perinatal yang tinggi. Solusio plasenta berat mempunyai

prognosis yang paling buruk baik terhadap ibu terlebih terhadap janinnya2.

BAB III

KESIMPULAN

Perdarahan akibat solusio plasenta berhubungan erat dengan angka

kematian bayi dan mempunyai risiko lebih tinggi untuk terjadinya prematuritas

18

dan pertumbuhan janin terhambat. Penanganan dan prognosis solusio plasenta

tergantung dari derajat solusio plasenta.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sulaiman Sastrawinata. 1985. Obstetri Fisiologi. Bandung : Eleman. Hal

102-122.

19

2. Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Perdarahan Pada Kehamilan Lanjut dan

Persalinan; Bagian Ketiga: Patologi Kehamilan, Persalinan, Nifas, dan

Bayi Baru Lahir (Masalah Ibu); Dalam: Ilmu Kebidanan, edisi ke-4.

Jakarta: Penerbit P.T. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. h. 492-513.

3. Mose, Johanes C. 2004. Penyulit Kehamilan; Perdarahan Antepartum;

Dalam: Obstetri Patologi, edisi ke-2. Editor: Prof. Sulaiman Sastrawinata,

dr, SpOG(K), Prof. Dr. Djamhoer Martaadisoebrata, dr, MPSH, SpOG(K),

Prof. Dr. Firman F. Wirakusumah, dr, SpOG(K). Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC dan Padjadjaran Medical Press. h. 91-96

4. Suyono,Lulu,Gita,Harum,Endang. 2007. Hubungan Antara Umur Ibu

Hamil Dengan Frekuensi Solusio Plasenta di RSUD Dr. Moewardi

Surakarta; Dalam: Cermin Dunia Kedokteran vol.34 no.5.h 233-238

5. Leveno, Kenneth J. MD; Cunningham, F. Gary MD; Alexander, James M.

MD; Bloom, Steven L. MD; Casey, Brian M. MD; Dashe, Jodi. S MD; et

al. 2007. Obstetrical Complications Section VII, Chapter 35. Obstetrical

Hemorrhage. In: Williams, 22nd edition. Editor: Anne Sydor, Marsha Loeb,

Peter J. Boyle. United States of America: McGraw-Hill Companies, Inc.

6. Miller David A.. Obstretric Hemmorhage. February, 2009. from

http//www.obfocus.com/.../bleeding/hemorrhagepa.htm. Accessed

December 28, 2009

20