makalah SNI
-
Upload
abdul-hakim -
Category
Documents
-
view
797 -
download
8
Transcript of makalah SNI
KABINET HATTA
DISUSUN OLEH
ABDUL HAKIM
4415083312
PENDIDIKAN SEJARAH REGULER 08
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
Pendahuluan
Indonesia pada masa 1945-1949 dimulai dengan masuknya Sekutu diboncengi
oleh Belanda (NICA) ke berbagai wilayah Indonesia setelah kekalahan Jepang, dan
diakhiri dengan penyerahan kedaulatan kepada Indonesia pada tanggal 27 Desember
1949. Terdapat banyak sekali peristiwa sejarah pada masa itu, pergantian berbagai posisi
kabinet, Aksi Polisionil oleh Belanda, berbagai perundingan, dan peristiwa-peristiwa
sejarah lainnya.
Memasuki tahun 1948, kondisi Indonesia terpuruk baik dalam bidang politik,
ekonomi, dan sosial. Jatuh bangunnya Kabinet Sjahrir dan Amir lebih banyak
diakibatkan oleh oposisi diluar parlemen membuat Presiden Soekarno mencari figure
pemimpin yang kuat untuk menyelamatkan bangsa. Hatta dipandang memiliki kedudukan
yang kuat baik ke luar dalam bidang diplomasi maupun ke dalam untuk menyatukan
berbagai pertikaian partai politik. Kebijakan Hatta terbukti mampu menyatukan partai-
partai politik sehingga Kabinet Hatta merupakan kabinet yang tidak dapat dijatuhkan oleh
kekuatan-kekuatan diluar parlemen meskipun kabinet ini mendapat oposisi yang hebat
dari Sayap Kiri.
Hatta memberi pengaruh yang cukup besar dalam setiap pengambilan kebijakan
politiknya. Hatta dalam menentukan kebijakan politiknya juga memperhatikan kondisi
intern dan ekstern Indonesia, sehingga kebijakan politik Hatta merupakan usaha untuk
memperkuat Indonesia baik ke dalam maupun ke luar. Kebijakan ini terlihat dari tiga
masalah penting yaitu diplomasi, rasionalisasi dan pembangunan. Pada masa
pemerintahannya, Hatta berusaha untuk berdiri di atas semua golongan tetapi Kabinet
Hatta mendapat oposisi yang hebat dari Sayap Kiri yang tidak menyetujui kabinet
presidensil dan kebijakan-kebijakan Kabinet Hatta. Namun, Kabinet Hatta menunjukkan
diri sebagai kabinet yang cukup kuat, terbukti Kabinet Hatta tidak dapat dijatuhkan oleh
kekuatan oposisi yang digalang Sayap Kiri dengan Pemberontakan Madiun 1948 sebagai
puncaknya. Kuatnya Kabinet Hatta tidak dapat dilepaskan dari keberhasilan Hatta
merangkul Masyumi dan PNI sebagai partai besar saat itu, Hatta juga berhasil merangkul
partai Kristen, Katolik dan militer kelompok Nasution sebagai penyokong kekuatan
kabinetnya. Kebijakan Kabinet Hatta tidak semuanya dapat terlaksana dengan baik,
karena kondisi politik yang tidak stabil di dalam negeri akibat Pemberontakan
Madiun 1948 dan Agresi Militer Belanda II (AMB II). Tetapi, Hatta berhasil
menyelesaikan pertikaian Indonesia-Belanda dan menghasilkan Piagam Penyerahan dan
Pengakuan Kedaulatan bagi Indonesia melalui persetujuan Konferensi Meja Bundar
(KMB) yang dapat dikatakan sebagai karya monumental Hatta dalam bidang diplomasi.
Pada kebijakan rasionalisasi Hatta telah meletakkan dasar-dasar untuk mengefektifkan
susunan dan administrasi negara dan Angkatan Perang, meskipun usaha ini sedikit
terhalang dengan terjadinya Pemberontakan Madiun 1948. Kebijakan pembangunan
Hatta telah berhasil meletakkan dasar-dasar bagi program transmigrasi, penyempurnaan
pengairan dan pembukaan lahan-lahan baru untuk meningkatkan produksi pangan.
Tetapi, kondisi ekonomi belum sepenuhnya stabil karena harga kebutuhan pokok dan
inflasi masih tinggi. Pada bidang pendidikan Hatta berhasil mengupayakan
pemberantasan buta huruf dan pembangunan sekolah-sekolah keterampilan untuk
para pemuda yang pulang dari front. Setelah Hatta tidak lagi menjadi Perdana Menteri,
kiprah Hatta dalam panggung politik lebih banyak dilakukan dibalik layar. Hatta lebih
banyak memberi masukan pada para pemimpin-pemimpin partai politik dalam
mengambil kebijakan, hingga akhirnya memutuskan mengundurkan diri dari kursi Wakil
Presiden. Pada penelitian selanjutnya dapat mengulas bagaimana kebijakan politik Hatta
dari sudut pandang lain, seperti ekonomi untuk semakin dapat melengkapi data-data
perkembangan pembangunan pada tahun 1948-1950. Penelitian lain yang juga dapat
diangkat adalah kebijakan politik Hatta pada masa demokrasi parlementer (1950-1957)
sampai pengunduran diri Hatta sebagai Wakil Presiden.
Isi
Penandatangan persetujuan Renville menimbulkan suatu gejolak pada Kabinet
Amir Syarifudin, Masyumi yang merupakan partai politik terbesar, telah mengundurkan
diri dari Kabinet pada tanggal 16 Januari.1 Meskipun menetang persetujuan Renville,
Masjumi mau mematuhinya karena sudah ditandatangani oleh Pemerintah.2 Setelah
persetujuan Renville ditandatangani Masjumi dan PNI memberikan sebuah pernyataan
bahwa mereka tidak dapat mendukung Amir Syarifuddin sebagai perdana menteri dan
bahwa dukungan mereka kepada setiap Pemerintah pada masa yang akan datang akan
tergantung pada apakah mereka mempunyai posisi dominant di dalamnya.3 PNI dan
Masjumi menunjukkan sikap bahwa mereka tidak dapat mendukung sebuah perjanjian
tanpa disetujui oleh mereka.4 Dengan pngunduran diri kedua partai tersebut dukungan
terhada Amir Syarifudin semakin berkurang, Amir Syarifudin hanya mendapatkan
dukungan dari sayap kiri, karena hal tersebut Amir Syarifudin mengundurkan diri dari
Perdana Menteri.5 Setelah pengunduran diri Amir Syarifudin, Presiden Soekarno
menunjuk Drs. Mohammad Hatta, sebagai wakil Presiden yang berdiri diluar partai untuk
membentuk suatu Kabinet Presidensil. Tujuan awal yang dilakukan Hatta dalam
membentuk Kabinet Presidensil adalah membentuk suatu Pemerintah Nasional yang
mengikutsertakan semua partai besar. Namun tujuan dari Hatta tidak dapat terlaksana
karena Hatta tidak mampu mendamaikan sayap kiri. Sayap kiri menuntut minimum
empat jabatan Kabinet, dengan amir Syarifudin sebagai menteri pertahanan. Keinginan
sayap kiri mendapat reaksi keras dari Masjumi yang menentang Amir Syarifudin sebagai
menteri pertahanan, karena dengan pertimbangan kejadian-kejadian pada waktu Amir
menjadi Perdana Menteri, Amir telah memakai dana dari jabatannya untuk membina
kelompok pengikut pribadi.
1 Antara 16 Januari 1948. pada tanggal 13 November 1947. Masyumi setuju mendukung dan ikut dalam cabinet Amir Syarifudin. Oleh karena itu, Syamsudin dari Masyumi menggantikan A.K. Gani (PNI) debagai wakil perdana menteri, Gani menjadi wakil Perdana Menteri ketiga dan Setiadjit (Partai Buruh) menjadi wakil perdan menteri keempat.2 Merdeka (Surat Kabar Republik yang berpengaruh, terbit di Jakarta), 19 Januari 19463 Dari sumber (Surat Kabar Republik yang dicetak di Batavia) 30 Januari 19484 Perihal PNI dan Masjumi menetang persetujuan Renville secara dramatis ditunjukkan hanya tiga hari setelah penandatanganan. 5 Antara, 24 Januari 1948. Dukungan terhadap Amir hanya tinggal dari suatu minoritas kecil di dalam badan pekerja KNIP yang sebagian besar terdiri dari wakil-wakil dari sayap kiri (koalisi Partai Sosialis, Buruh, PKI, dan Pesindo, dikurangi yang termasuk kelompok Syahrir dari Partai Sosialis.
Susunan Kabinet Hatta
Menteri Nama Partai
Perdana Menteri Drs. Mohammad Hatta Non-partai
Pertahanan Drs. Mohammad Hatta Non-partai
Dalam Negeri Dr. Sukiman Wiryosandjojo Masjumi
Luar Negeri Hadji Agoes Salim Non-partai
Kehakiman Mr. Susanto Tirtoprodjo PNI
Keuangan Mr. A.A. Maramis PNI
Perekonomian Mr. Sjafrudin Prawiranegara Masjumi
Pangan Kasimo Partai Katholik
Pendidikan dan Kebudayaan Me. Ali Sastroamidjojo PNI
Kesehatan Dr. Jaohannes Leimena Partai Kristen
Agama KH. Maskoer Masjumi
Sosial Koesnan PGRI
Pembangunan dan Kepemudaan Supeno Partai Sosialis
Perhubungan Ir. Djuanda Non-Partai
Pekerjaan Umum Ir. Laoh PNI
Penerangan Mohammad natsir Masjumi
Tanpa Postfolio Hamengkubuwono IX Non-partai
Program-program kerja yang akan dilakukan oleh Hatta meliputi empat butir program
kerja
1. Pelaksanaan Persetujuan Renville tentang gencatan senjata dan prinsip-prinsip
politik serta melanjutkan perundingan dengan Belanda melalui komisi jasa-jasa.
2. Mempercepat pembentukan suatu Republik Indonesia Serikat yang demokratis
dan berdaulat.
3. Rasionalisasi dan Rekonstruksi ekonomi dan angkatan perang Republik.
4. Perbaikan kerusakan yang ditimbulkan oleh perang dan pendudukan Jepang.
Program-program kerja tersebut mulai dilaksanakan oleh Hatta dengan melakukan
penarikan pasukan TNI ke luar garis Van Mook.sebelum tanggal 26 Februari 1948,
semua Tentara Republik telah meninggalkan kantong-kantong gerilya dan menyeberangi
garis van Mook menuju daerah yang diuasai oleh Republik. Namun tidak semua tentara
meninggalkan daerah-daerah gerilya mereka, sekitar 400 tentara masih bertahan di daerah
mereka, kebanyakan dari mereka termasuk pasukan Hizbullah yang masuk ke dalam TNI.
Pada rapat umum di Surakarta tanggal 26 februari, sayap kiri yang menetang
Kabinet Hatta melakukan reorganisasi dan muncul sebagai Front Demokrasi Rakyat
(FDR). Program yang diumumkan oleh Amir Syarifudin lebih menekankan kepentingan
buruh dan kepentingan petani, tetapi dilain pihak hamper identik dengan program sayap
kiri yang diumumkan pada teanggal 21 februari.6 Dalm jangka waktu dua minggu partai
pendukung FDR (Partai Sosialis, Partai Buruh dan Pesindo) serta perkumpulan SOBSI
(Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia) yang juga berkaitan erat dengan FDR
menginginkaan dibatalkannya Perjanjian Renville, tidak mengadakn perundingan dengan
Belanda sebelum mereka mengundurkan diri dari Indonesia, nasionalisasi harta kekayaan
Belanda dan harta kekayaan orang asing lainnya tanpa ada ganti rugi.
Permusuhan antar FDR dengan Pemerintah semakin bertambah, permusuhan itu
diawali dengan ditolaknya Amir menjadi menteri pertahanan dalam Kabinet Hatta.
Tujuan FDR untuk jangka panjang adalah mendominasi kekuasaan pemerintah dengan
mendapatkan posisi-posisi penting seperti menteri pertahanan dan menteri dalam negeri.
Untuk mewujudkan tujuan tersebut FDR saip menjalancan cara Revolusioner. Kekuatan
utama FDR terletak pada angkatan perang dan pada kalangan tingkatan-tingkatan buruh.
Pada masaa pemerintahannnya, Amir Syarifudin telah berhasil membina suatu kedudukan
pribadi yang kuat dalam angkatan perang. Kekuasaannya untuk menunjuk dan
mengeluarkan dana telah membuat sejumlah besar perwira angkatan perang TNI yang
tetap setia padanya. Yang lebih penting lagi adalah kedudukan kuat yang telah dibina
Amir dalam organisasi pembantu utama angkatan perang, yaitu TNI masyarakat.7
Organisasi TNI masyrakat bertujuan untuk mengorganisir pertahanan rakyat setempat
untuk membantu angkatan perang yang tetap. Selain itu FDR juga memegang kedudukan
penting dalam SOBSI.
Untuk menanggulangi masalah-masalh ekonomi, militer dan politik yang muncul
akibat situasi pada saat itu, Hatta dan kabinetnya segera memulai suatu program
“Rasionalisasi”. Sehubungan dengan hal itu dalam pidatonya di depan Badan Pekerja
Parlemen pada tanggal 16 Februari 1948, Hatta mengatakan:
6 Antara, 26 Februari 19487 Secara harafiah : Masyarakat TNI
”Bahwasannya tidak usah berani jika penghasilan Negara tidak dapat menutup
pengeluaran. Akan tetapi, perbedaan itu dapat diperkecil dengan rasionalisasi yang
bijaksana dengan memindahkan buruh dari perkerjaan yang tidak prodktif ke bidang
aktivitas yang produktif. Pemindahan buruh ini tidak akan segera menunjukkan
penurunan dalm pengeluaran Negara, bahkan pada permulaan kemungkinan yang terjadi
adalah sebaliknya karena untuk menciptakan perusahaan-perusahaan yang produktif
dibutuhkan npersiapan sebelumnya dan penanaman modal untuk menjalankannya. Akan
tetapi setelah persiaapan selesai buruh produktif akan mulai mengahasilkan keuntungan
dan pendapatan Negara akan meningkat. Terutama berhubungan dengan ankatan
bersenjata kita, proyek rasionalisasi itu harus dilaksanakn sepanjang garis yang jelas dan
sudah ditentukan, karena dalam pasukan-pasukan bersenjata itu ada tenaga kerja tidak
terampil yang tidak produktif paada masa mendatang. Bila kita tidak mengadakan
rasionalisasi, tahu-tahu Negara ini berada dalam cengkeraman inflansi yang proporsi-
proporsinya sangat membahayakan bahakan melumpuhkan……………karena setiap
pekerja yang harus deikeluarkan karena kelebihan pegawai, harus diberi pekerjaan lain
yang menjamin kehidupan yang layak baginya”.
Reorganisasi angkatan perang mengharapkan suatu demobilisasi permulaan
membuata keanggotaannya dari 160.000 menjadi 57.000 orang. Direncanakn agar
angkatan perang tetap terlatih baik dan cukup dipersenjatai ini, akan disiapkan untuk
menjalankan kekuatan batalyon dalam suatu perang gerilya yang mobil dan keras
serangan melawan Belanda apabila menyerang lagi. “Pertahanan mobil” dari pergantian
kantong-kantong gerilya yang tidak dapat dibersihkan.8 Kebijaksanaan awal yang
dilakukan oleh kabinet Hatta ialah mensterilkan TNI dari pengaruh komunis. Kebijakan
ini terkenal dengan nama reorganisasi dan rasionalisasi angkatan perang, disingkat ReRa.
Kebijakan ini tentu sangat merugikan kepentingan PKI, sehingga di bawah
kepemimpinan Mr Amir Syarifuddin tergalang berbagai kekuatan komunis untuk
menentang ReRa. Kekuatan massa yang digalang antara lain Partai Sosialis sayap kiri,
Partai Buruh, Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo), Sentral Organisasi Buruh Seluruh
Indonesia (SOBSI), dan Barisan Tani Indonesia (BTI), semua digabung dalam Front
Demokrasi Rakyat (FDR). Agitasi yang dilakukan oleh komunis ternyata berpengaruh 8 Kol. A.H.. Nasution, “Rasionalisasi dan Pembangunan”, Merah Putih. 15:23
pula di kalangan militer. Kol Sutarto, Komandan Divisi IV Panembahan Senopati
Surakarta ikut bergabung dengan Front Demokrasi Rakyat. Tapi akhirnya Kol Sutarto
dibunuh oleh PKI karena tidak setuju rencana PKI untuk berontak. Demikian juga dr
Muwardi, tokoh masyarakat Solo, dibunuh karena mengetahui rencana PKI untuk
berontak. Terjadilah kekacauan di Kota Solo. Di tengah-tengah kekacauan tersebut,
Muso, gembong PKI kembali ke Tanah Air, yang sejak 1936 melarikan diri ke Moskow
dan mengambil alih kepemimpinan PKI dari Amir Syarifuddin.
Pada 17 September 1948, pasukan militer yang dihasut oleh PKI melakukan
serangan terbuka di kota Solo. Esok harinya, 18 September 1948 pukul 03.00 dini hari,
kota Madiun digemparkan oleh tembakan gencar yang menghantam markas-markas
militer, kantor pemerintah, dan rumah-rumah penduduk yang tidak sepaham dengan
ideologi komunis. Malam itu juga dilakukan penculikan dan pembunuhan terhadap
pejabat pemerintah, tokoh masyarakat, kiai, ulama pondok pesantren, dan tokoh agama.
Ratusan bahkan mungkin ribuan rakyat tidak berdosa menjadi korban kebiadaban
komunis. Untuk kali kesekian republik yang baru berusia tiga tahun berduka akibat
kebiadaban manusia tidak bertuhan. Tujuan pemberontakan Madiun ialah membentuk
pemerintah tandingan seperti di Cina. Mereka mengistilahkan Formal Fase Nonparlemen.
Tokoh-tokoh mereka melalui Radio Madiun memproklamasikan berdirinya Pemerintah
Revolusioner Soviet Indonesia serta menegaskan untuk menguasai seluruh Indonesia.
Muso dan kawan-kawan hanya dapat bertahan sebelas hari, tepatnya 30 September 1948,
pemberontakan ini dapat ditumpas. Muso tertembak mati, sedangkan tokoh-tokoh lain
seperti Amir Syarifuddin, Maruto, Darusman, dan Suripto ditangkap dan dieksekusi.
Adapun tokoh lain berhasil melarikan diri, antara lain Alimin, Abdul Majid, dan DN
Aidit. Dalam pemberontakan Madiun yang gagal ini, ribuan kader PKI ditangkap dan
sebagian dieksekusi massa, sehingga regenerasi komunis mendapat pukulan berat.
Dari kejadian pemberontaka Madiun terlihan program rasionalisasi ternyata
mendapat penolakan yang cukup kuat terutama dari FDR dan para anggota angkatan
bersenjata yang khawatir tidak akan mendapatkan pekerjaan yang mereka sukai.
Mengetahui adanya penolakan dari angkatan bersenjata mengenai program Rasionalisasi
dari kabinet Hatta, FDR yang oposisi terhadap cabinet Hatta memanfaatkan hal tersebut
untuk mendapatkan dukungan yang lebih kuat. Cara tersebut tidak sepenuhnya berhasil
karena FDR hanya dapat mempengaruhi dua dari dua puluh titik sentral dalam angkatan
perang. Puncak dari oposisi FDR adalah pemberontakan PKI Madiun pada bulan
September 1948 yang digalang oleh Musso dan Amir serta kawan-kawan, namun
pemberontakan itu berhasil dipatahkan dan Kabinet Hatta tetap berdiri tanpa adanya
reshuffle Kabinet yang diinginkan oleh FDR dengan “Program Nasional”. Kabinet Hatta
tetap kuat dan akhirnya berhasil menyelasaikan konflik dengan Belanda melalui
Konferensi Meja Bundar.
Kesimpulan
Dalam dunia politik usaha untuk mendapatkan kekuasaan dan pengaruh sudah
sangat umum terjadi. Para pemegang kekuasaan berusaha mempertahankan kekuasaanya
dari pihak oposisi. Hal tersebut juga terlihat pada masa 1945-1947, hal itu terlihat dari
usaha Amir Syarifudin yang berusaha keras menjatuhkan Kabinet Hatta dengan
membentuk Front Demokrasi Rakyat.
Pada masa 1945-1947 Indonesia sedang berusaha untuk mempertahankan
kemerdekaan yang telah dicapai. Usaha-usaha untuk mempertahankan kemerdekaan
mengalami masalah yang cukup sulit dan kompleks. Pergantian Kabinet terjadi di
Indonesia, diawali dengan naiknya Syahrir sebagai perdana Menteri yang akhirnya turn
setelah perjanjian Linggarjati, kemudian digantikan oleh Amir Syarifudin yang dipaksa
turun akibat menandatangani Perjanjian Renville. Setelah Amir Syarifudin
Mengundurkan diri, Drs Mohammad Hatta yang juga wakil Presiden ditunjuk oleh
Soekarno untuk mebentuk sebuah Kabinet Nasional yang dapat merangkul semua partai
politik. Namun Hatta juga tidak berhasil mewujudkan Kabinet Nasional karena pihak kiri
tidak mau mendukung Kabinet Hatta. Pihak kiri pada akhirnya menjadi pihak oposisi
yang selalu menginginkan Kabinet Hatta mundur. Namun usaha dari sayap kiri untuk
menjgal Kabinet Hatta tidak berhasil karena Kabinet Hatta merupakan cabinet yang kuat
dan juga didukung oleh partai-partai besar (PNI dan Masyumi). Kebijakan-kebijakan
Kabinet Hatta tidak dapat terlaksan secara keseluruhan karena terbentur oleh keadaan
kondisi Negara. Namun Kabinet Hatta mempunyai sebuah andil yang besar dalam
menyelesaikan konflik dengan Belanda dengan dihasilkannya Konferensi Meja Bundar.
Daftar Pustaka
Kol. A.H.. Nasution, “Rasionalisasi dan Pembangunan”, Merah Putih.
Salean, Maulwi, Dari Revolusi 45 Sampai Kudeta 66. Jakarta: Visimedia, 2001
Suara Merdeka Perekat komunitas Jawa Tengah