Makalah Sk2 Blok 9

download Makalah Sk2 Blok 9

of 60

description

Makalah tentang crossbite anterior, crowded, dan discolorasi

Transcript of Makalah Sk2 Blok 9

BAB 1

MAKALAH SGD 4BLOK 9 SKENARIO 2Kenapa gigi Kakak tidak rapi dan berwarna coklat ya, Ma ?

PEMBIMBING:

drg. Retno KusniatiDisusun Oleh:

M. Prigel Nashrullah

(Ketua)

J2A014046Ayu Puji Lestari

(Scrable 1)

J2A014040

Arinanda Sekar Palupi (Scrable 2)

J2A014023M Ghozy El Yussa

J2A014025Dian Utari Puspitaningtyas

J2A014027Nisrina Afif Diah Sari

J2A014031Lovina Julia Kuswandi

J2A014033Ivan Febiyanto

J2A014035Bachtiar Dwi Nugroho

J2A014037Erlita Nindya Gushyana

J2A014039Tyas Nur Fadlillah

J2A014042Syafira Adera Putri

J2A014045FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

2016

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karuniaNya kami dapat menyelesaikan laporan beserta makalah skenario yang berjudul Kenapa gigi Kakak tidak rapi dan berwarna coklat ya, Ma ?Laporan dan makalah skenario ini kami susun karena merupakan sebagian tugas yang telah diberikan dan pada kesempatan ini kami ucapkan terimakasih kepada beberapa pihak media dan drg. Retno Kusniati selaku dosen tutorial blok sembilan yang senantiasa membantu dan membimbing dalam pembuatan laporan skenario kedua ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik.

Laporan ini pula kami susun untuk memperluas dan menambah wawasan para pembaca khususnya mahasiswa. Untuk menunjang pemahaman dan melatih keterampilan mahasiswa, kami lampirkan beberapa jurnal dan buku. Dalam pembuatan laporan ini telah disadari terdapat beberapa kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, kami mengharapkan kepada semua pembaca agar dapat menyampaikan saran dan kritik guna penyempurnaan laporan tutorial ini.

Semarang, 8 Januari 2016Tim Penyusun

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................................... 1

Daftar Isi ........................................................................................................... 2

BAB I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang .................................................................................................4

1.2 Skenario ............................................................................................................6

1.3 Rumusan Masalah .............................................................................................6

1.4 Tujuan Pembelajaran ........................................................................................7

BAB II Tinjauan Pustaka

2.1 Crossbite Anterior.............................................................................................82.1.1 Definisi Crossbite Anterior.....................................................................82.1.2 Etilogi Crossbite Anterior.......................................................................82.1.3 Klasifikasi Crossbite Anterior.................................................................92.1.4 Patofisiologi Crossbite Anterior............................................................112.1.5 Penatalaksanaan Crossbite Anterior......................................................112.2 Crowded...........................................................................................................132.1.1 Definisi Crowded...................................................................................132.1.2 Etilogi Crowded.....................................................................................132.1.3 Klasifikasi Crowded..............................................................................142.1.4 Patofisiologi Crowded...........................................................................142.1.5 Penatalaksanaan Crowded.....................................................................202.3 Discolorisasi...................................................................................................212.1.1 Definisi Discolorisasi...........................................................................212.1.2 Etilogi Discolorisasi.............................................................................212.1.3 Klasifikasi Discolorisasi.......................................................................282.1.4 Patofisiologi Discolorisasi....................................................................292.1.5 Penatalaksanaan Discolorisasi..............................................................292.4 Maloklusi.........................................................................................................312.4.1 Definisi Maloklusi.................................................................................312.4.2 Klasifikasi Maloklusi............................................................................32BAB III Pembahasan

3.1 Skenario...........................................................................................................38

3.2 Mapping...........................................................................................................38

3.3 Analisis Masalah.............................................................................................39

3.4 Penatalaksanaan/Treatment.............................................................................45

3.5 Hadits...............................................................................................................48

BAB IV Penutup

4.1 Kesimpulan......................................................................................................50

Daftar Pustaka.....................................................................................................51BAB IPENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Maloklusi merupakan salah satu masalah di bidang kedokteran gigi. Maloklusi adalah ketidakteraturan letak gigi geligi sehingga menyimpang dari hubungan antara gigi geligi di dalam suatu lengkung gigi maupun hubungan lengkung gigi atas dan lengkung gigi bawah (Fauziah dan Pinandi, 2006). Penyimpangan oklusi tersebut sangat bervariasi baik pada tiap-tiap individu maupun sekelompok populasi. Posisi gigi geligi di rahang dan cara oklusi ditentukan oleh proses perkembangan gigi dan struktur jaringan sekitarnya yang terjadi selama masa pembentukan, pertumbuhan dan perubahan pasca kelahiran. Oklusi pada setiap orang berbeda menurut besar dan bentuk gigi, posisi gigi terhadap rahang, waktu dan urutan erupsi gigi, besar dan bentuk lengkung gigi serta pola pertumbuhan kraniofasial (Harkati-Dewanto, 1993).

Jenis maloklusi yang dapat dijumpai antara lain protrusi, intrusi dan ekstrusi, crossbite, deepbite, openbite, gigi berjejal, dan diastema. Prevalensi maloklusi tertinggi di kedokteran gigi adalah gigi berjejal (Ngan dkk., 1999). Bishara (1996) menyatakan bahwa peningkatan keberjejalan gigi seiring dengan pertambahan umur. Suku Jawa mempunyai pola gigi geligi dengan insisivus atas rotasi dan gigi insisivus bawah cenderung berjejal (Harkati-Dewanto, 1987).

Tingkat keparahan maloklusi sangat dipengaruhi oleh genetik dan lingkungan (Hassan dan Rahimah, 2007). Pengaruh lingkungan memungkinkan peningkatan insidensi maloklusi, seperti trauma, kebiasaan oral (bad habit), nutrisi, premature loss gigi decidui dan karies proksimal. Faktor genetik penyebab ukuran dan bentuk gigi yang abnormal (Premkumar, 2011), dapat menyebabkan gigi berjejal atau diastema yang menyeluruh (multiple diastema), sedangkan posisi dan bentuk rahang atas dan bawah dapat menyebabkan relasi rahang tidak harmonis (Fauziah dan Pinandi, 2006).

Beberapa metode telah dikembangkan oleh para ortodontis untuk menilai keparahan maloklusi. Occlusion Feature Index (OFI) merupakan salah satu metode sederhana yang dapat mengukur derajat maloklusi secara objektif tanpa memerlukan alat yang rumit (Fauziah dan Pinandi, 2006). Status oklusi penting sebagai studi epidemiologi informasi dasar klinisi dalam menentukan rencana perawatan ortodontik (Kassis dkk., 2011).

Kebanyakan pasien dengan maloklusi memiliki perubahan dimensi bentuk lengkung gigi yang berbeda dari normal (Trivino dkk., 2008). Budiman dkk. (2009) menyatakan variasi bentuk lengkung gigi anterior secara kualitatif adalah ovoid, tapered, atau square, sedangkan secara kuantitatif bentuk lengkung gigi dipengaruhi oleh jarak interkaninus, jarak intermolar, tinggi interkaninus, dan tinggi intermolar. Bentuk lengkung dipengaruhi oleh inklinasi gigi, tinggi dan lebar lengkung (Othman dkk., 2012). Nelson (1922 sit. Rai, 2010) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara susunan letak gigi anterior dan bentuk lengkung gigi rahang atas. Jarak interkaninus penting dalam menentukan bentuk kurva lengkung gigi karena akan bertambah seiring dengan pertambahan umur (Dalijan,dkk., 1995). Bentuk lengkung gigi ovoid, tapered dan square berbeda dalam jarak interkaninus sedangkan bagian posterior hampir sama (Raberin, 1993). Rasio antara jarak interkaninus dan tinggi interkaninus dapat digunakan untuk menentukan ketiga bentuk lengkung gigi tersebut pada rahang atas (Rai, 2010). Barrow dan White (1952) menyatakan bahwa terjadi perubahan bentuk lengkung gigi dari ovoid menjadi trapezoid atau menjadi tapered pada transisi periode gigi decidui ke awal gigi permanen.

Beberapa penelitian tentang hubungan pengukuran lengkung gigi dan maloklusi telah dilakukan. Howe (1983) menyatakan lebar lengkung gigi pada orang dengan gigi berjejal lebih sempit dibandingkan dengan yang tidak berjejal dan tidak terdapat perbedaan ukuran gigi diantara keduanya. Kemudian Braun (1998, sit. Bayome dkk., 2011) pada maloklusi Klas II terjadi penurunan ukuran lebar dan panjang lengkung dibandingkan maloklusi Klas I.

Banyak variasi pola pertumbuhan lengkung gigi yang perlu dipertimbangkan antara individu yang satu dengan yang lain. Variasi tersebut tidak hanya terdapat pada lengkung gigi di antara kelompok etnik yang berbeda, tetapi juga dari sampel yang berbeda pada kelompok etnik yang sama. Harris dan Smith (1980), menyatakan bahwa sekitar 80% variasi ukuran dan bentuk lengkung gigi diakibatkan oleh faktor herediter. Hal ini berlainan dengan pernyataan Cassidy (1998) yang menyatakan bahwa faktor lingkungan lebih berpengaruh terhadap ukuran dan bentuk lengkung gigi daripada faktor genetik. Perubahan bentuk lengkung mengakibatkan ketidakstabilan berupa kerusakan jaringan periodontal, gigi berjejal dan peningkatan gigi berjejal di segmen labial khususnya interkaninus (Arthadini dkk., 2008). Gigi berjejal dapat diakibatkan karena diskrepansi ukuran gigi dan dimensi lengkung (Poosti dan Jalali, 2007).

1.2Skenario

Seorang anak perempuan berumur 9 tahun datang ke dokter gigi bersama dengan ibunya dengan keluhan rahang anaknya yang mencakil serta gigi anaknya yang tidak rapi dan berwarna kecoklatan. Anaknya merasa kurang percaya diri karena kondisi tersebut, senhingga ibunya bermaksud ingin merapikan gigi anaknya. Ibunya bercerita bahwa anaknya sering mengkonsumsi obat dari dokter karena sewaktu kecil sering sakit. Dari hasil pemeriksaan menunjukan bahwa letak dari gigi insisivus satu atas lebih kedalam dari pada gigi insisivus satu bawah dan ada dua caninus, besar dan gigi kecil tumpang tindih dengan satu besar yang keluar dari garis lengkung gigi.

1.3Rumusan Masalah

Mahasiswa mampu menjelaskan definisi crossbite anterior, crowded, discoloration

Mahasiswa mampu menjelaskan etiologi crossbite anterior, crowded, discoloration

Mahasiswa mampu menjelaskan klasifikasi crossbite anterior, crowded, discoloration

Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi crossbite anterior, crowded, discoloration

Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan crossbite anterior, crowded, discoloration

Mahasiswa mampu menjelaskan definisi maloklusi

Mahasiswa mampu menjelaskan klasifikasi maloklusi

Mahasiswa mampu menjelaskan hadits yang berhubungan

1.4Tujuan Pembelajaran

Pembuatan makalah ini bertujuan untuk menjelaskan kasus crossbite anterior, crowded dan discolorasi pada kasus skenario diatas.BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Crossbite Anterior2.1.1 Definisi Crossbite Anterior

Suatu Keadaan di mana gigi insisivi atas terdapat di sebelah lingual gigi insisivi bawah. Suatu keadaan rahang dalam relasi sentrik, namun terdapat satu atau beberapa gigi anterior maksila yang posisinya terletak di sebelah lingual dari gigi anterior mandibula. Istilah ini digunakan ketika gigi depan pasien menutup dengan cara yang salah dengan incisivus atas berada dibelakang incisivus bawah dimana seharusnya berada didepan. Keadaan ini kadang-kadang terlihat seperti scissors bite. Gigi atas seharusnya berada bersesuaian (atau didepan) gigi bawah. Ketika terjadi sebaliknya, maka akan muncul masalah. Anterior crossbite melibatkan satu atau lebih gigi bagian depan. Pada pasien dengan anterior crossbite seringkali menggeser rahang bawahnya pada posisi yang tidak biasanya namun lebih nyaman ketika mereka menutup giginya secara bersamaan. Inilah yang disebut dengan pergerseran mandibular. Anterior crossbite dapat dikoreksi dengan peralatan yang difiksasi ataupun yang removable. Crossbite juga dapat dikoreksi dengan braces (kawat gigi). Biasanya waktu terbaik untuk mengkoreksi crossbite ini adalah secepat yang memungkinkan. 2.1.2 Etiologi Crossbite AnteriorDalam keadaan normal relasi gigi rahang atas dan rahang bawah dalam posisi sebagai berikut:

gigi anterior atas terletak disebelah luar lengkung gigi anterior bawah.

tonjol bukal gigi molar bawah terletak dalam fosa oklusal gigi molar rahang atas, demikian pula dengan gigi premolarnya.

Jarak dari tepi insisal gigi insisvus atas sampai pada bidang labial gigi insisivus bawah pada saat gigi dalam keadaan okiusi disebut overjet, sedangkan jarak dan tepi insisal gigi insisivus rahang bawah sampai dengan tepi insisal gigi insisivus rahang atas dalam keadaan oklusi dinamakan over bite. Dan yang terakhir mi dikenal hubungan yaig deep over bite, open bite dan cross bite. Cross bite disebut pula gigitan terbalik atau gigitan silang, dapat mengenai gigi anterior maupun gigi posterior.

Untuk gigitan silang gigi anterior penyebabnya adalah:

inklinasi aksial gigi insisivus yang abnormal. Inklinasi yang abnormal mi disebabkan oleh faktor keturunan atau heriditer, habit, panjang lengkung yang kurang. prolong retensi atau persistensi gigi anterior desidui, trauma pada gigi desidui dan supernumerary atau gigi tambahan.

pergeseran rahang bawah kedepan kanena ada prematur kontak saat rahang akan mencapai oklusi sentral.

Anomali Angle kelas III

2.1.3 Klasifikasi Crossbite Anterior

Crossbite anterior dapat diklasifikasikan atas 3 macam, yaitu:

Dental crossbite anterior

Dental crossbite anterior disebut juga gigitan silang sederhana (simple crossbite) yang melibatkan satu atau dua gigi insisivus maksila, dengan profil wajah lurus pada oklusi sentrik. Analisa sefalometri menunjukkan hubungan skeletal yang baik. Kelainan ini terlihat pada overbite dan ovejetnya dan masih dalam hubungan molar 1 dan pasien dapat menutup mulut tanpa adanya hambatan.

Dental crossbite anterior dapat terjadi karena adanya inklinasi abnormal dari satu atau lebih gigi geligi di rahang atas sehingga posisinya lebih ke lingual. Inklinasi ini dapat terjadi karena traumatic injury pada gigi desiduinya. Dapat mengakibatkan sebagian atau seluruh gigi sulung masuk kedalam tulang alveolar dan mendorong benih gigi permanene yang ada dibawahnya. Keadaan ini menyebabkan perubahan arah pertumbuhan gigi tetap ke palatal. Gigi desidui yang persistensi dapat menghambat jalan erupsi gigi permanen penggantinya sehingga menyebabkan arah pertumbuhan gigi permanen kearah palatinal. Panjang lengkung rahang yang tidak sesuai dengan ukuran mesio distal dari gigi geligi. Keadaan yang dipengaruhi oleh factor genetic ini mengakibatkan tidak tersedianya yang cukup untuk pertumbuhan gigi sehingga arah pertumbuhan arah gigi tetap kearah palatinal.

Gigi berlebih (supernumerary teeth). Mesiodens tumbuh diantara gigi insisivus sentralis dan berada dalam lengkung gigi menyebabkan gigi insisivus sentralis kekurangan tempat untuk erupsi. Adanya celah bibir.

Kebiasaan jelek menggigit bibir atas. Dapat menekan gigi anterior rahang atas ke palatal dan gigi anterior rahang bawah ke labial.

Fungsional crossbite anterior

Keadaan ini dapat terjadi karena adanya pergeseran mandibular yang diakibatkan oleh gangguan oklusi sehingga menyebabkan crossbite anterior. Profil wajah dapat lurus maupun konkaf, hal ini dapat terjadi karena adnya perubahan arah pergerakan rahang bawah karena adanya hambatan atau kebiasaan buruk seperti bernafas melalui mulut dan menggigit bibir atas.

Skeletal crossbite anterior

Kejadian ini disebabkan karena pertumbuhan rahang atas dan rahang bawah yang tidak proporsional. Seperti rahang bawah lebih besar (prognatik) atau rahang atas yang retraksi. Kelainan ini merupakan maloklusi kelas III dengan profil wajah konkaf. Umumnya kelainan ini disebabkan oleh factor keturunan atau perkembangan dari crossbite dental yang tidak dirawat. Crossbite anterior ini umumnya terjadi akibat adanya pertumbuhan mandibular yang berlebihan.

Tipe malokusi ini disebabkan factor genetic yang diwariskan dan biasanya mempunyai tanda karakteristik mandibular prognasi (berlebih), hubungan molar kaninus kelas III, serta gigi insisivus mandibular yang posisinya lebih ke labial terhadap gigi insisivus maksila. Bila maloklusi kelas III dijumpai pada masa gigi bercampur atau pada masa gigi permanen sebaiknya dirujuk ke ahli ortodontik sesegera mungkin.

2.1.4 Patofisiologi Crossbite Anterior

Dental crossbite anterior dapat terjadikarena adanya inklinasi abnormal dari satu atau lebih gigi geligi RA, sehingga posisinya lebih ke lingual. Inklinasi dapat terjadi karena traumatic injury pada gigi desiduinya. Dapat mengakibatkan sebagian atau seluruh gigi sulung masuk ke dalam tulang alveolar dan mendorong benih gigi permanen yang ada di bawahnya. Keadaan ini menyebabkan perubahan arah pertumbuhan gigi tetap ke palatal.

Gigi desidui yang persistensi juga dapat menghambat jalan erupsi gigi permanen penggantinya sehingga menyebabkan arah pertumbuhan gigi tetap/permanen ke palatal. Selain itu, panjang lengkung rahang yang tidak sesuai dengan ukuran mesio distal dari gigi geligi (factor genetic) mengakibatkan tidak tersedianya ruang yang cukup untuk pertumbuhan gigi sehingga gigi tetap kea rah palatal.

2.1.5 Penatalaksanaan Crossbite Anterior

Terdapat beberapa pendekatan yang memungkinkan dan direkomendasikan untuk perawatan simple anterior dental crossbite yaitu :

Terapi tongue blade.

Dental crossbite sederhana yang hanya melibatkan 1 gigi dapat dikoreksi dgn cara ini. Prognosis dan keberhasilan prosedur ini sangat tergantung pada kooperatif pasien dan pengawasan orang tua.Tidak ada control yang tepat terhadap jumlah dan arah gaya yang diberikan.

Lower incline plane.

Perawatan anterior dental crossbite yang melibatkan 1 atau lebih gigi dapat dilakukan dengan menggunakan akrilik inkline plane yang disemenkan.Teknik ini memungkinkan pembukaan gigitan jika dipakai lebih dari 3 minggu.

Mahkota komposit atau stainless steel.

Metode dengan sementasi mahkota stainless steel terbalik pada insisivus yang tertahan pada posisi lingual dengan sudut 45 terhadap oklusal plane. Metode ini untuk mengatasi kelemahan pada metode inkline plane dan sulit untuk diterapkan pada kasus gigi insisivus maksila yang sedang partial erupsi.

(4)Hawley retainer dengan auxiliary spring.

Alat ini digunakan pada kasus dengan pergerakan gigi yang ringan pada pediatric dentistry.Pada prosedur ini prognosis tegantung pada kooperatif pasien dan pengawasan orang tua.

(5) Labial dan lingual arch wires.

Penggunaan labial dan atau lingual arch wire telah terbukti sukses. Kelemahan dari penggunaan alat ini adalah biaya yang mahal dan pelatihan tambahan diperlukan untuk dapat menggunakan alat ini secara efisien.

SSC

SSC juga dapat dipergunakan untuk kasus semacam ini. SSC dipasang pada gigi yang mengalami gigitan silang dan panjangnya melebihi gigi ybs supaya insisalnya melewati tepi insisal gigi antagonisnya sehingga secara otomatis menggeser gigi itu ke labial melewati gigi antagonis. Cara ini jarang dipakai karena kebanyakan anak menjadi malu dengan penampilannya.

2.2 Crowded

2.2.1 Definisi Crowded

Gigi berjejal merupakan keadaan berjejalnya gigi di luar susunan gigi yang normal. Menurut Nance, gigi berjejal adalah suatu keadaan dimana terdapat perbedaan antara ruang yang diperlukan di dalam lengkung gigi dengan ruang yang tersedia di dalam lengkung gigi.

2.2.2 Etiologi Crowded

Etiologi gigi berjejal masih belum diketahui secara pasti. Hooton menyatakan bahwa gigi berjejal mungkin merupakan hasil evolusi dari manusia modern dengan terjadinya pengurangan ukuran skeletal wajah tanpa koresponden dengan pengurangan ukuran gigi. Brash mengatakan bahwa penyebab gigi berjejal adalah faktor herediter (keturunan). Akan tetapi, peneliti lain seperti Barber, Moore, Lavelle, dan Spence mengatakan bahwa faktor lingkungan (misalnya makanan lunak dan kehilangan panjang lengkung yang disebabkan karies) lebih berpengaruh daripada faktor herediter terutama pada kedua kelompok etnik yang dibandingkan. Faktor-faktor lingkungan yang menyebabkan gigi berjejal yaitu :

a. Kelainan dalam pola dan urutan erupsi gigi permanen

b. Gigi yang transposisi

c. Gigi desidui yang tidak mengalami resorpsi

d. Gigi desidui yang premature loss yang menyebabkan pengurangan

panjang lengkung yang dihubungkan dengan miringnya (drifting) gigi permanen

e. Pengurangan panjang lengkung yang dihubungkan dengan karies

interproksimal pada gigi desidui f. Gigi desidui yang persisten. Ukuran gigi dan dimensi lengkung gigi yang akan dibahas termasuk di dalam faktor herediter yang berperan di dalam terjadinya gigi berjejal.2.2.3 Klasifikasi Crowded

Menurut Proffit, derajat keparahan gigi berjejal dikategorikan sebagai berikut: Ideal, yaitu kekurangan ruangan sebesar 0-1 mm. Gigi berjejal ringan (mild crowded), yaitu kekurangan ruangan sebesar 2-3 mm. Gigi berjejal sedang (moderate crowded), yaitu kekurangan ruangan sebesar 4-6 mm. Gigi berjejal berat (severe crowded), yaitu kekurangan ruangan sebesar 7-10 mm. Gigi berjejal ekstrim (extreme crowded), yaitu kekurangan ruangan di atas 10 mm.

2.2.4 Patofisiologi Crowded

Patofisiologi dari gigi crowded tergantung pada penyebab yang menimbulkan crowded itu sendiri. Faktor-faktor yang menyebabkan gigi berdesakan pada rongga mulut dibagi menjadi 2 antara lain adalah sebagai berikut:

A. Penyebab tidak langsung

1. Faktor genetik.

Gigi berjejalan berhubungan erat dengan genetika karena banyaknya maloklusi yang disebabkan oleh faktor keturunan. Misalnya : pada pria yang mempunyai gigi dan rahang besar menikah dengan wanita yang gigi dan rahangnya kecil, maka anaknya memiliki gigi yang berjejal-jejal. Hal ini disebabkan gigi dari ayahnya dan lengkung rahang dari ibunya tidak serasi (Salzman, J. A, 1957).

2. Faktor skeletal

Faktor skeletal yaitu bentuk tulang di rahang atas dan rahang bawah yang mempengaruhi bentuk wajah, seperti bentuk rahang atas yang menonjol ke depan sehingga gigi-gigi tampak maju dan bentuk wajah menjadi cembung. Atau sebaliknya rahang bawah yang lebih pesat pertumbuhannya dibandingkan rahang atas, sehingga bentuk wajah menjadi cekung, dan terjadi gigitan terbalik.

3. Faktor kongenital

Pertumbuhan dan perkembangan juga mempengaruhi keadaan gigi anak sejak dalam kandungan yang disebut kelainan congenital. Dengan kata lain kelainan congenial adalah kelainan yang disebabkan oleh gangguan yang dialami bayi sewaktu masa kehamilan. Kelainan congenital ini disebabkan karena : Faktor keturunan, Gangguan nutrisi, missal gangguan nutrisi pada ibu, Kelainan endokrin, Gangguan nutrisi pada bayi dalam kandungan, Penyakit(Salzman, J. A, 1957).

Gangguan mekanik, misalnya truma sewaktuibu hamil yang bersifat fisik misalnya terjatuh. Hal ini bisa terjadi pada kehamilan ketiga dimana procesus maksilaris kiri dan kanan belum bertemu dan kemudian terjadi trauma, pada saat ini maka si anak yang lahir akan mengalami cacad sepert cleft lip dan palatoschisis (Salzman, J. A, 1957).

Radiasi yang berlebihan pada wanita hamil, misalnya terkana sinar-X atau sinar inframerah lainnya. Sinar-sinar ini mempunyai efek terhadap sel-sel yang masih muda.(Salzman, J. A, 1957)

4.Gangguan keseimbangan kelenjar endokrin

Kelenjar endokrin berfungsi menghasilkan hormon dalam tubuh untuk mengatur pertumbuhan dan perkembangan. Termasuk ini adalah kelenjar pituitary, thyroid dan parathyroid. Apabila ada kelainan pada kelenjar-kelenjar tersebut, maka dapat terjadi gangguan pada pertumbuhan dan perkembangan tubuh termasuk rahang dan gigi. .(Salzman, J. A, 1957)

5. Penyakit

Misalnya penyakit thalasemia.anak talasemia mengalami hambatan tumbuh kembang fisik (berat dan tinggi badan kurang) serta hambatan pertumbuhan tulang penyangga gigi. Rahang bawah pendek sehingga muka bagian atas tampak maju. Pertumbuhan vertikal juga terganggu sehingga tampak divergen, muka lebih cembung. Wajah tidak proporsional, pipi lebih tinggi, jarak kedua mata lebih lebar.

B. Penyebab langsung

1. Gigi susu yang tanggal sebelum waktunya

Gigi sulung tanggal sebelum waktunya yang disebabkan oleh karies . Kemudian pada usia 6 tahun, molar pertama sudah mulai tumbuh. Jika molar kedua sulung sudah mulai tumbuh. Jika molar kedua sulung sudah hilang karena terpaksa dicabut sehingga tempatnya akan terisi molar pertama tetap dan inklinasi. Molar pertama tetap miring kemesial, maka gigi premolarpertama dan kedua yang akan tumbuh tidak mempunyai tempat karena sudah terisi oleh molar pertama tetap, akibatnya gigi premolar pertama dan kedua akan bereupsi diluar lengkung gigi. Maka oleh karena itu penting mencegah tanggalnya gigi sulung sebelum waktunya(Houston, W. J. B,1989).

2. Gigi yang tidak tumbuh/tidak ada.

Molar ketiga biasanya tidak ada tetapi tidak selalu menimbulkan maloklus. Premolar kedua atau insisivus kedua atas pada 5 % anak tidak terbentuk. Tentu saja keadaan ini penting secara ortodontidan harus diputuskan apakah ruang harus diganti atau diganti dengan protesa. Apabila memang gigi tidak terbentuk, maka lengkung gigi dan rongga mulutnya terdapat ruangan kosong sehingga tampak celah antara gigi (diastema) (Houston, W. J. B,1989).

3. Gigi yang berlebih (supernumeri teeth)

Gigi supernumeri sering ditemukan didekat garis tengah rahang atas atau dikenal dengan sebutan mesiodens. Gigi ini dapat menghalangi erupsi atau menggeser insisivus pertama tetap. Gigi mesioden tersebut timbul dalam lengkung gigi, akan menyebabkan gigi berjejal (crowding) (Houston, W. J. B,1989).

4. Tanggalnya gigi tetap

Tanggalnya gigi tetap karena trauma,karies atau penyakit periodontal berakibat buruk terhadap oklusi.keadaan ini dapat menimbulkan kelainan oklusi jika gigi-gigi tersebut dicabut setelah usia 10 tahun. Penutupan ruang teutama pada rahang bawah yang tidak memuaskan akan mengakibatkan gigi-gigi di sekitar daerah pencabutan akan tumbuh miring (Houston, W. J. B,1989).

5. Gigi susu tidak tanggal walaupun gigi tetap penggantinya telah tumbuh (persistens)

Gigi persistensi yaitu gigi sulung yang belum tanggal pada waktunya sehingga gigi tetap yang akan bereupsi mulai muncul keluar kemudian gigi tetap yang akan bererupsi mulai muncul keluar kemudian gigi tetap ini akan mencari arah dicabut, karena kalau tidak dicabut karena kalau tidak dicabut akan menimbulkan maloklusi pada gigi penggantiannya.

6. Bentuk gigi tetap tidak normal

Bentuk gigi tetap tidak normal.maksudnya bentuknya gigi tidak teratur yaitu ada yang besar dan ada yang kecil. Jika gigi yang tumbuh besar dan rahangnya kecil maka gigi tumbuh berdesakan, kemudian apabila gigi yang tumbuh kecil rahangnya besar maka akan mengakibatkan gigi tersusun diastema (Houston, W. J. B,1989).

7. Kebiasaan-kebiasaan buruk.

Ini biasanya terjadi pada masa pertumbuhan dan biasanya ini sulit sekali dihindari, kebiasakan buruk itu antara lain :

o Menghisap jari

Kebiasaan ini biasanya erjadi pada seseorang anak yang disebabkan oleh adanya rasa tidak puas, karena anak mendapatkan makanan atau minuman yangselalu terlambat atau anak sering dimarahi orang tuanya , sehingga mencari kompensasi lain seperti mengisap jari. Akibat yang ditumbulkan adalah timbulnya tekanan pada daerah palatum bagian anterior sehingga merangsang pertumbuhan prosesus alveolaris ke anterior sehingga akan mengakibatkan inklinasi daripada gigi insisi condong kedepan (labial atau protusif). Kebiasaan menghisap jari ini juga dapat mengakibatkan berbagai maloklusi, yaitu klas I Angle dengan open bite, maloklusi klas II Angle divisi 1, dan klas III Angle dimana mandibulatertarik kedepan oleh jari-jari yang dihisap (Salzman, J. A, 1957).

o Kebiasaan meletakkan lidah di antara gigi rahang atas dan gigi rahang bawah.

Hal ini diakibatkan oleh karena penderita mempunyai kebiasaan menelan yang salah. Juga dapat terjadi akibat adanya kelainan dari lidahnya sendiri, misalnya terjadi makroglosi sehingga gigi terdorong ke anterior. (Salzman, J. A, 1957)

o Menggigit pensil atau membuka jepit rambut dengan gigi.

Terkadang anak-anak di saat belajar mempunyai kebiasaan menggigit pensil atau pulpen, hal ini dapat menyebabkan gigi yang dipakai menggigit tadi akan keluar dari lengkung gigi yang benar. Juga dapat terlihat terjadinya keausan pada salah satu gigi anterior yang sering terkena benda keras tersebut sehingga menyebabkan terjadi rotasi atau labioversi gigi tersebut. Keadaan yang sama bisa terjadi pada keadaan menggigit kuku. Bila kita melihat pasien dengan pada salah satu gigi anterior yang sering terjadi rotasi atau labioversi gigi tersebut. Maka kita bisa menerka secara langsung penyebabnya ialah pasien senang menggigit benda keras (Houston, W. J. B,1989).

o Kebiasaan ngedot yang sulit dihentikan

Misalnya sampai usia sekolah dasar masih ngedot, hal ini cenderung akan mempengaruhi bentuk rahang si anak. Susu dari botol yang diminum oleh bayi melaui cara mengisap ini kan memproduksi akibat yang negative yaitu dapat mengkerutkan pipi dan menekan rahang. Kemudian efek dari hal tersebut akan mengakibatkan rahang atas tertarik kedepan, membuat tinggi palatum dan septum nasal dan dapat mengakibatkan pengurangan ukuran lateral dari palatum(Houston, W. J. B,1989).

o Kebiasaan bernafas melalui mulut

Hal ini umumnya disebabkan oleh karena :

a. Anomali dari perkembangan dan morfologi pernapasan melalui hidung.

b. Infeksi, tumor pada hidung serta terjadi polip.

c. Terjadi trauma pada hidung.

d. Kurangnya udara yang masuk melalui hidung membuat penting untuk

bernapas melalui mulut.

o cara menelan yang salah.

Akibat dari umumnya menimbulkan kebiasaan mendorong dengan lidah sehingga terlihat pada gigi pasien adalah labioversi dan kadang-kadang terjadi openbite.

o Kebiasaan menggigit bibir

Umumnya terjadi akibat defek psikologis pada seseorang anak sehingga ia mencari suatu kompensasi lain yaitu denan menggigit bibir atas atau bawah. Akibat dari menggigit bibir atas yaitu maka terlihat pada gigi incisive condong kelabial. Akibat menggigit bibirbawah maka terlihat gigi rahang atas condong kelabial.

2.2.5 Penatalaksanaan Crowded

Perawatan Crowding teeth tidak lepas dari perawatan ortodonsi. Perawatan orthodonsi ini menggunakan semacam kawat. Kawat ortodonsi ini adalah suatu alat atau piranti yang digunakan untuk memperbaiki susunan gigi yang crowded, sesak, atau tidak teratur, agar didapatkan susunan gigi yang baik atau normal kembali. Tujuan perawatan ortodonsi adalah untuk mendapatkan oklusi (hubungan antara gigi-gigi di rahang atas dan rahang bawah) yang tepat atau baik, yang sehat secara fungsional, estetik memuaskan dan stabil. Perawatan orthodonti ini pastinya menggunakan alat alat (pesawat) yang mendukung prosesnya agar berjalan lancar.

Macam-macam pesawat orthodonti dapat dilakukan dengan menggunakan dua macam alat :1. Pesawat lepasan (removable appliance) terdiri dari pelat akrilik dengan kawat retensi (cangkolan) serta spring-spring dan kadang-kadang dilenkapi dengan sekrup.2. Pesawat tetap (fixed appliance), tidak seperti halnya pesawat lepasan dapat dibuka atau dilepas oleh pasien, pesawat tetap tidak dapat dilepas atau dipasang sendiri oleh pasien tetapi harus oleh operator atau dokter gigi.

Pesawat ortodonti tetap ini terdiri atas :1. Band yang bersifat stainless teel yang dilekatkan pada masing-masing gigi dan dipatri. Melekatnya pada gigi adalah dengan cara disemen pada setiap gigi2. brecket, alat ini ditempelkan pada Band dengan cara disolder yang gunanya adalah dilewati oleh kawat labial atau dengan yang lebih kecil.3. Kawat yang dilengkungkan dengan ideal yang dinamakan busur labial. Sifat kawat ini elastic sehingga menimbulkan tekanan terhadap gigi yang malposisi. (Hambali, Tono, 1986)

Selain perawatan orthodonsi menghilangkan crowding teeth ini juga bisa dengan cara pencabutan yang disebut pencabutan serial. Pencabutan serial merupakan teknik dimana dengan mencabut gigi susu dan gigi tetap tertentu (pada waktu tertentu) dapat mengurangi crowding dengan mmanfaatkan pergerakan gigi spontan sehingga tidak diperlukan perawatan ortho. Prosedur keseluruhan harus dibatasi pada maloklusi kelas 1 dengan crowding dan seluruh gigi ada, sehat serta berada dalam posisi menguntungkan. .(Houston, W. J. B,1989)

2.3 Discolorasi

2.3.1 Definisi Discolorasi

Suatu perubahan warna pada gigi, yang dapat disebabkan oleh faktor eksternal (luar), internal (dalam) atau kedua-duanya (Gursoy dkk., 2008). Perubahan warna gigi menjadi masalah karena membuat banyak orang merasa tidak nyaman ketika berbicara atau tersenyum, karena mereka berkeyakinan bahwa gigi putih mampu membuat orang merasa lebih cantik dan percaya diri (Vanable dan LoPresti, 2004).

2.3.2 Etiologi Discolorasi

Penyebab perubahan warna gigi berdasarkan sumbernya dibagi menjadi eksogen dan endogen.7,18 Diskolorasi eksogen disebabkan oleh substansi dari luar gigi dan sering disebabkan kebiasaan minum minuman berwarna yang berkepanjangan seperti teh, kopi, sirup dan merokok. Tar dari asap rokok dapat menyebabkan perubahan warna dari coklat sampai hitam. Diskolorasi endogen sumbernya berasal dari dalam gigi, didapat dari sumber lokal maupun sistemik. Faktor lokal dapat disebabkan karena pedarahan akibat trauma, kesalahan prosedur perawatan gigi, dekomposisi jaringan pulpa, pengaruh obat-obatan dan pasta pengisi saluran akar, dan pengaruh bahan-bahan restorasi. Perubahan warna yang terjadi mengenai bagian dalam struktur gigi selama masa pertumbuhan gigi dan umumnya perubahan warna terjadi di dalam dentin sehingga relatif sulit dirawat secara eksternal.

Diskolorasi gigi berdasarkan lokasi

Perubahan warna gigi menurut lokasinya dibagi menjadi intrinsik dan ekstrinsik. Perubahan warna intrinsik adalah perubahan yang masuk ke dalam dentin selama masa pertumbuhan gigi. Disebabkan karena penumpukan bahan - bahan dalam struktur gigi.

Beberapa hal yang menyebabkan terjadinya diskolorasi intrinsik :

1) Dekomposisi jaringan pulpa atau sisa makanan. Gas yang dihasilkan oleh pulpa nekrosis dapat membentuk ion sulfida berwarna hitam.

2) Pemakaian antibiotik, misalnya tetrasiklin. Tetrasiklin merupakan penyebab paling sering dari perubahan warna gigi intrinsik. Pemakaian obat golongan tetrasiklin selama proses pertumbuhan gigi dapat menyebabkan perubahan warna gigi permanen.

Periode waktu pemberian tetrasiklin yang menyebabkan perubahan warna pada gigi :

1) Semasa dalam kandungan, pada usia kehamilan ibu lebih dari 4 bulan, molekul tetrasiklin dapat melewati barier plasenta mengenai gigi sulung yang sudah terbentuk.

2) Masa bayi sesudah lahir sampai usia 5 tahun, pada periode ini terjadi pembentukan mahkota gigi seri permanen.

Mekanismenya adalah tetrasiklin akan terikat dengan kalsium dan membentuk senyawa kompleks berupa tetrasiklin kalsium ortofosfat. Jaringan gigi yang sedang dalam proses mineralisasi itu tidak hanya memperoleh kalsium, tetapi juga molekul tetrasiklin yang kemudian tertimbun di dalam jaringan dentin dan email.

Penyakit metabolik berat selama fase pertumbuhan gigi, misalnya alkaptonuria menyebabkan warna coklat, endemik fluorosis menyebabkan bercak coklat pada gigi.

Perubahan warna ekstrinsik terdapat pada enamel dan biasanya bersifat lokal. Mayoritas diskolorasi yang terjadi pada gigi permanen bersifat ekstrinsik. Berdasarkan penyebabnya stain ekstrinsik dibagi menjadi 2 kategori :

1) Diskolorasi non metalik, disebabkan oleh kromogen organik melekat pada pelikel. Warnanya berasal dari warna asli kromogen tersebut. Diketahui dapat menyebabkan stain langsung adalah merokok, mengunyah tembakau, teh, dan kopi. Pada gigi terlihat warna berasal dari komponen polyphenol yang memberikan warna makanan.

2) Diskolorasi metalik, dihasilkan dari interaksi kimia antara komponen penyebab perubahan warna dengan permukaan gigi. Berhubungan dengan antiseptik kationik dan garam metal. Beberapa macam diskolorasi ekstrinsik antara lain coklat, hitam, jingga, hijau, metalik, kuning kecoklatan, kuning, emas kecoklatan, dan merah hitam. Diskolorasi coklat dihasilkan dari perubahan kimia pada pelikel, tanin, kopi, teh, bakteri kromogenik, jarang menggosok gigi, dan pasta gigi yang kurang bagus. Terjadi pada permukaan bukal gigi molar atas dan permukaan lingual gigi insisivus bawah.

Gambar 1. Diskolorasi coklat

Diskolorasi hitam terjadi karena deposisi pigmen bakter kromogen, terdapat pada pelikel pelapis gigi. Terjadi pada keadaan rongga mulut yang bersih, dengan sedikit karang gigi, dan frekuensi karies rendah. Disebabkan oleh suplemen besi, paparan besi, mangan dan perak. Diskolorasi hitam biasa terlihat pada permukaan lingual dekat tepi gingiva dan permukaan proksimal, pada gigi susu maksila. Pada orang dewasa ditemukan pada gigi dekat kelenjar saliva.

Gambar 2. Diskolorasi hitam.

Diskolorasi oranye disebabkan oleh bakteri kromogenik Serratia marcescens, Flavobactraium lutes, terjadi pada pekerja pabrik terpapar uap yang mengandung asam kromat. Biasa mengenai gigi bagian anterior pada permukaan lingual.

Gambar 3. Diskolorasi oranye.

Diskolorasi hijau banyak terjadi pada anak - anak yang jarang membersihkan plak gigi dan adanya bakteri kromogenik, bisa terjadi karena bakteri Penicillium, jamur Aspergillus, anak-anak dengan penyakit tuberkulosis, dan paparan tembaga dan nikel pada pekerja pabrik. Gambaran klinisnya berupa garis berwarna kuning muda hingga hijau melingkari sepertiga servikal permukaan labial, dapat pula menutupi setengah permukaan gigi. Biasanya mengenai gigi bagian maksila.

Gambar 4. Diskolorasi hijau.

Diskolorasi metalik disebabkan oleh metal dan garam metal. Metal akan masuk ke dalam substansi gigi atau menempel pada pelikel dan menyebabkan stain pada permukaan gigi. Proses tersebut dapat terjadi karena pekerja industri menghirup debu industri melalui mulut sehingga menyebabkan substansi logam berkontak dengan gigi. Perubahan warna gigi yang terjadi akan berbeda bergantung pada bahan logam kontaminan, contoh : tembaga (hijau), besi (coklat), magnesium (hitam), perak (hitam), iodine (hitam), dan nikel (hijau). Penetrasi metal ke dalam substansi gigi menyebabkan perubahan warna gigi bersifat permanen dan bisa terjadi pada seluruh bagian gigi.

Gambar 5. Diskolorasi metalik.Diskolorasi gigi menurut teori lain

Perubahan warna alami atau didapat adalah perubahan warna setelah gigi erupsi. Terjadi pada permukaan atau di dalam struktur gigi. Disebabkan oleh cacat pada email atau cedera trauma. Beberapa hal yang dapat menyebabkan perubahan warna alami antara lain :

1) Nekrosis pulpa

Iritasi pada pulpa karena bakteri, mekanik atau kimia yang bisa mengakibatkan nekrosis. Keadaan ini menyebabkan pelepasan produk disintegrasi jaringan. Senyawa - senyawa tersebut merembes ke tubulus sehingga mewarnai sekeliling dentin. Derajat perubahan warnanya berkaitan dengan berapa lama nekrosis pulpa terjadi. Semakin lama senyawa ini berada dalam kamar pulpa, maka semakin parah perubahan warnanya.

2) Perdarahan Intrapulpa

Pada umumnya berhubungan dengan cedera tumbukan pada gigi sehingga pembuluh darah di mahkota putus dan terjadi perdarahan serta lisisnya eritrosit. Produk disintegrasi darah berupa besisulfida memasuki tubulus dan mewarnai sekeliling dentin. Apabila keadaan ini dibiarkan akan semakin parah. Jika pulpa menjadi nekrosis, perubahan warna akan menetap, namun apabila pulpa dapat bertahan perubahan warna bisa membaik dan kembali ke warna asalnya. Biasanya pada pasien muda, perubahan warna tetap ada.

Calcific Metamorphosis

Calcific Metamorphosis adalah pembentukan dentin tersier (dentin sekunder ireguler) yang sangat luas dalam kamar pulpa atau dinding saluran akar. Fenomena ini terjadi setelah cedera tumbukan yang tidak mengakibatkan nekrosis pulpa. Pada keadaan ini, pasokan darah terputus sementara dan disertai kerusakan sebagian dari odontoblas. Odontoblas yang rusak akan diganti oleh sel - sel yang secara cepat membentuk dentin ireguler di dinding ruang pulpa. Akibatnya, mahkota gigi secara berangsur-angsur menurun translusensinya dan bisa menjadi berwarna kekuningkuningan atau coklat-kuning.

4) Usia

Pasien usia tua, perubahan warna mahkota gigi terjadi secara fisiologis sebagai akibat aposisi dentin secara berlebihan, selain itu juga terjadi penipisan dan perubahan optik di dalam email. Makanan dan minuman juga memberikan efek pewarnaan kumulatif karena terjadi keretakan yang tidak dapat dihindari dan perubahan lain pada email serta dentin di bawahnya. Restorasi yang sudah mengalami degadrasi akan menambah perubahan warna.

5) Defek perkembangan

Perubahan warna dapat terjadi karena kerusakan saat perkembangan gigi atau karena zat-zat yang masuk ke dalam email atau dentin saat pembentukan gigi. Bisa karena fluorosis endemik, obat-obatan sistemik, defek dalam pembentukan gigi, dan kelainan darah. Perubahan warna iatrogenik adalah perubahan warna yang timbul akibat prosedur perawatan gigi, biasanya tergabung dalam struktur gigi dan sebenarnya merupakan kejadian yang bisa dicegah.

Beberapa hal mengakibatkan perubahan warna iatrogenik antara lain :

1) Material obsturasi

Material obsturasi paling sering menyebabkan perubahan perubahan warna yang cukup parah pada satu gigi. Pembuangan material yang tidak bersih dari kamar pulpa saat menyelesaikan perawatan saluran akar dapat menimbulkan warna kehitaman pada gigi. Material penyebab utamanya adalah sisa semen pada saluran akar.

2) Sisa - sisa jaringan pulpa

Fragmen pulpa yang tertinggal di dalam mahkota dapat mengakibatkan perubahan warna secara perlahan.

3) Medikamentosa intrakanal

Obat - obatan dapat menyebabkan perubahan warna interna pada dentin. Obat intrakanal golongan fenil atau iodoform yang biasa dimasukkan dalam ruang saluran akar, berkontak langsung dengan dentin, kadang dalam waktu lama, sehingga memungkinkan terjadinya penetrasi obat dan terjadi oksidasi. Material ini cenderung mewarnai dentin secara perlahan.

4) Restorasi korona

Ada 2 tipe, logam dan komposit. Amalgam merupakan penyebab tersering pada restorasi logam karena warnanya gelap sehingga dapat mengubah dentin menjadi abu-abu gelap. Pada restorasi komposit penyebab perubahan warnanya adalah kebocoran mikro pada tumpatan komposit. Tepi tumpatan yang terbuka merupakan tempat masuknya bahan kimia di antara restorasi dan struktur gigi kemudian akan mewarnai dentin di bagian bawah. Semakin lama komposit dapat berubah warna dan mengubah warna mahkotanya. Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk menghilangkan diskolorisasi gigi, antara lain dengan skeling, pemolesan, dan pemutihan gigi. Skeling adalah prosedur untuk menghilangkan kalkulus. Permukaan kalkulus berporus dapat terdiskolorisasi oleh substansi makanan dan tembakau. Tingkat keparahan kalkulus terjadi dalam waktu enam bulan. Stain ekstrinsik akan ikut terbuang saat dilakukan skeling.2.3.3 Klasifikasi Discolorasi

Menurut Grossman (1995) Perubahan warna dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Perubahan warna ekstrinsik ditemukan pada permukaan luar gigi dan biasanya berasal dari lokal, misalnya noda tembakau yang menyebabkan warna gigi menjadi coklat ke kuning-kuningan sampai hitam, pewarnaan karena makanan dan minuman menyebabkan gigi menjadi gelap, pewarnaan karena nitrat perak, bercak kehijauan yang dihubungkan dengan membran nasmyth pada anakanak. Perubahan warna intrinsic adalah pewarnaan gigi yang diakibatkan oleh noda yang terdapat didalam email dan dentin, penyebabnya adalah penumpukan atau penggabungan bahan-bahan didalam struktur gigi misalnya stain tetrasiklin, yang bila masuk kedalam dentin akan terlihat dari luar karena transluensi email. Perubahan warna gigi dapat dihubungkan dengan periode perkembangan gigi misalnya pada dentiogenesis imperfekta atau setelah selesai perkembangan gigi yang disebabkan oleh pulpanekrosis.2.3.4 Patofisiologi Discolorasi

Pewarnaan pada gigi dapat digolongkan menjadi pewarnaan ekstrinsik dan pewarnaan intrinsik. Pewarnaan ekstrinsik adalah pewarnaan superfisial dan memengaruhi hanya permukaan luar email. Proses terjadinya pewarnaan gigi karena kromogen makanan/minuman (kopi, teh, wine) diserap kedalam plak atau acquired pellicle atau deposit kromogen ke permukaan gigi sehingga dapat menghasilkan suatu warna karena adanya ikatan ganda yang saling berhubungan dengan permukaan gigi melalui suatu pertukaran ion. Pewarnaan tembakau diakibatkan oleh deposisi produk tar pada permukaan gigi dan menembus email. Sedangkan pewarnaan Chlorhexidine karena ikatan kation dari antiseptik tersebut dengan anion permukaan gigi. Pewarnaan intrinsik diakibatkan oleh persatuan dari material kromogenik di dalam email dan dentin, baik selama odontogenesis maupun setelah erupsi. Pewarnaan intrinsik setelah erupsi terjadi sebagai hasil trauma gigi yang mendorong ke arah perdarahan pulpa dan/atau nekrosis. Hemolisis melepaskan hemoglobin, yang mana mendapatkan degradasi untuk melepaskan besi. Besi berkombinasi dengan sulfida hidrogen untuk menjadi besi sulfida yang menyebar ke dalam tubulus dentin dan menghasilkan suatu pewarnaan bluish/hitam. Kegagalan untuk mengambil semua sisa-sisa pulpa selama terapi endodontik juga menyebabkan pewarnaan. Warna kotor atau coklat pada gigi adalah karakteristik degradasi pulpa tanpa perdarahan yang memberikan degradasi protein atau nekrose jaringan.

2.3.5 Penatalaksanaan Discolorasi

Cara atau metode yang tersedia untuk mencerahkan gigi adalah metode pemutihan gigi (bleaching), veneer, dan pembuatan mahkota jaket.

Bleaching adalah pembuangan noda atau warna dengan suatu bahan kimia. Perawatan bleaching pada para perokok berat, peminum teh, dan kopi akan memberi prognosis baik apabila menghentikan kebiasaan selama proses perawatan, dan juga menyikat gigi secara teratur dengan bahan yang mengandung abrasif. Perawatan bleaching tidak akan dapat mencerahkan warna gigi yang hitam, cokelat, atau putih akibat proses pembusukan. Perawatan bleaching juga tidak dapat mencerahkan warna gigi yang gelap akibat tumpatan amalgam yang telah menahun.

Beberapa teknik yang dilakukan dalam pemutihan gigi:

1.Pemutihan gigi dengan gel

Pemutihan dengan menggunakan gel merupakan pemutihan yang bisa dilakukan di rumah. Yang harus kita perhatikan sebelum melakukan pemutihan adalah memeriksakan gigi pada dokter untuk dilihat keadaannya. Jika kita memiliki gigi berlubang,maka gigi-gigi tersebut akan ditambal lebih dulu untuk menghindari iritasi. Gel yang masuk ke dalam sela gigi dan gusi akan menyebabkan rasa linu yang cukup berat.

2. Pemutihan dengan Laser

Pemutihan dengan cara ini biasanya dilakukan untuk kasus yang cukup parah. Tidak seperti gel, cara pemutihan gigi ini harus dilakukan di klinik dengan bantuan dokter gigi. Ini disebabkan kandungan pemutih giginya lebih tinggi sampai 35 mili, sementara komposisi dalam gel pemutih hanya 10-15 mili. Sehingga jika tidak dilakukan hati-hati, akan mengakibatkan rasa ngilu yang cukup berat.

Karena bisa mengakibatkan iritasi pada gusi, dokter biasanya akan memberikan pengamanan terlebih dahulu pada gusi. Setelah itu, pada proses pemutihannya gusi akan disinari sinar yang cukup tinggi, kemudian dibilas dan disinari lagi.Perubahan akan terlihat hanya dalam waktu 0,5-1 jam. Untuk hasil yang baik, pasien harus melakukan perawatan gigi seperti biasa dengan baik, misalnya teratur menggosok gigi dan lebih selektif mengonsumsi makanan atau minuman.

3.Pemutihan dengan selotip pemutih

Ini adalah pemutihan gigi paling cepat, hanya butuh waktu setengah jam. Namun, hasilnya tidak awet. Jika pemutihan lain bisa bertahan tiga tahun, dengan selotip hanya bertahan beberapa hari. Pada proses pemutihannya, selotip pemutih ditempelkan pada gigi selama setengah jam. Dan setelah dilepaskan, gigi akan tampak menjadi lebih putih. Cara ini juga merupakan cara sekali pakai. Jika pada kesempatan lain warna gigi sudah berubah, pemasangan selotip bisa digunakan kembali. Biasanya, satu paket selotip pemutih memiliki masa kedaluwarsa dua tahun.2.4 Maloklusi

2.4.1 Definisi Maloklusi

Maloklusi adalah bentuk rahang ata sdan rahang bawah yang menyimpang dari bentuk normal.Menurut Salzmann (1957),maloklusi adalah susunan gigi dalam lengkung gigi ,ataupunhubungan geligi dalam suatu susunan lengkung gigi dengan gigi antagonis yang tidak sesuai dengan morfologi normal pada komplesk maksilodentofasial.

Menurut Dewanto tahun 1993, maloklusi adalah oklusi abnormal yang ditandai dengan tidak benarnya hubungan antar lengkung di setiap bidang atau anomali di setiap bidang atau anomali abnormal dalam posisi gigi. Maloklusi merupakan kondisi oklusi interkuspal dalam pertumbuhan gigi yang diamsusikan sebagai kondisi yang tidak reguler.

2.4.2 Klasifikasi Maloklusi1. Sistem Klasifikasi Angle.

Edward Angle memperkenalkan sistem klasifikasi maloklusi ini pada tahun 1899. Klasifikasi Angle ini masih digunakan dikarenakan kemudahan dalam penggunaannya.

Menurut Angle, kunci oklusi terletak pada molar permanen pertama maksila. Berdasarkan hubungan antara molar permanen pertama maksila dan mandibula, Angle mengklasifikasikan maloklusi ke dalam tiga klas, yaitu :

a. Klas I

Klas I maloklusi menurut Angle dikarakteristikkan dengan adanya hubungan normal antar-lengkung rahang. Cusp mesio-buccal dari molar permanen pertama maksila beroklusi pada groove buccal dari molar permanen pertama mandibula. Pasien dapat menunjukkan ketidakteraturan pada giginya, seperti crowding, spacing, rotasi, dan sebagainya. Maloklusi lain yang sering dikategorikan ke dalam Klas I adalah bimaxilary protusion dimana pasien menunjukkan hubungan molar Klas I yang normal namun gigi-geligi baik pada rahang atas maupun rahang bawah terletak lebih ke depan terhadap profil muka.

b. Klas II

Klas II maloklusi menurut Angle dikarakteristikkan dengan hubungan molar dimana cusp disto-buccal dari molar permanen pertama maksila beroklusi pada groove buccal molar permanen pertama mandibula.

- Klas II, divisi 1.

Klas II divisi 1 dikarakteristikkan dengan proklinasi insisiv maksila dengan hasil meningkatnya overjet. Overbite yang dalam dapat terjadi pada region anterior. Tampilan karakteristik dari maloklusi ini adalah adanya aktivitas otot yang abnormal.

- Klas II, divisi 2.

Seperti pada maloklusi divisi 1, divisi 2 juga menunjukkan hubungan molar Klas II. Tampilan klasik dari maloklusi ini adalah adanya insisiv sentral maksila yang berinklinasi ke lingual sehingga insisiv lateral yang lebih ke labial daripada insisiv sentral. Pasien menunjukkan overbite yang dalam pada anterior.

c. Klas III

Maloklusi ini menunjukkan hubungan molar Klas III dengan cusp mesio-buccal dari molar permanen pertama maksila beroklusi pada interdental antara molar pertama dan molar kedua mandibula.

1. True Class III (sejati)Maloklusi ini merupakan maloklusi skeletal Klas III yang dikarenakan genetic yang dapat disebabkan karena :

Mandibula yang sangat besar.

Mandibula yang terletak lebih ke depan.

Maksila yang lebih kecil daripada normal.

Maksila yang retroposisi.

Kombinasi penyebab diatas.

2. Pseudo Class III (postural)Tipe maloklusi ini dihasilkan dengan pergerakan ke depan dari mandibula ketika rahang menutup, karenya maloklusi ini juga disebut dengan maloklusi habitual Klas III. Beberapa penyebab terjadinya maloklusi Klas III adalah :

Adanya premature kontak yang menyebabkan mandibula bergerak ke

depan.

Ketika terjadi kehilangan gigi desidui posterior dini, anak cenderung

menggerakkan mandibula ke depan untuk mendapatkan kontak pada

region anterior.

2. Modifikasi Dewey dari Klasifikasi Angle.

Dewey memperkenalkan modifikasi dari klasifikasi maloklusi Angle. Dewey membagi Klas I Angle ke dalam lima tipe, dan Klas III Angle ke dalam 3 tipe.

a. Modifikasi Dewey Klas I.

Tipe 1 : maloklusi Klas I dengan gigi anterior yang crowded.

Tipe 2 : maloklusi Klas I dengan insisiv maksila yang protrusif.

Tipe 3 : maloklusi Klas I dengan anterior crossbite.

Tipe 4 : maloklusi Klas I dengan posterior crossbite.

Tipe 5 : maloklusi Klas I dengan molar permanen telah bergerak ke mesial.

b. Modifikasi Dewey Klas III.

Tipe 1 : maloklusi Klas III, dengan rahang atas dan bawah yang jika dilihat secara terpisah terlihat normal. Namun, ketika rahang beroklusi pasien menunjukkan insisiv yang edge to edge, yang kemudian menyebabkan mandibula bergerak ke depan.

Tipe 2 : maloklusi Klas III, dengan insisiv mandibula crowded dan memiliki lingual relation terhadap insisiv maksila.

Tipe 3 : maloklusi Klas III, dengan insisiv maksila crowded dan crossbite dengan gigi anterior mandibula.

3. Modifikasi Lischer dari Klasifikasi Angle.

Lischer memberikan istilah neutrocclusion, distocclusion, dan mesiocclusion pada Klas I, Klas II, dan Klas III Angle. Sebagai tambahan, Lischer juga memberikan beberapa istilah lain, yaitu :

Neutrocclusion : sama dengan maloklusi Klas I Angle.

Distocclusion : sama dengan maloklusi Klas II Angle.

Mesiocclusion : sama dengan maloklusi Klas III Angle.

Buccocclusion : sekelompok gigi atau satu gigi yang terletak lebih ke buccal.

Linguocclusion : sekelompok gigi atau satu gigi yang terletak lebih ke

lingual.

Supraocclusion : ketika satu gigi atau sekelompok gigi erupsi diatas batas

normal.

Infraocclusion : ketika satu gigi atau sekelompok gigi erupsi dibawah batas

normal.

Mesioversion : lebih ke mesial daripada posisi normal.

Distoversion : lebih ke distal daripada posisi normal.

Transversion : transposisi dari dua gigi.

Axiversion : inklinasi aksial yang abnormal dari sebuah gigi.

Torsiversion : rotasi gigi pada sumbu panjang.

4. Klasifikasi Bennet.

Norman Bennet mengklasifikasikan maloklusi berdasarkan etiologinya.

Klas I : posisi abnormal satu gigi atau lebih dikarenakan faktor lokal.

Klas II : formasi abnormal baik satu maupun kedua rahang dikarenakan defek

perkembangan pada tulang.

Klas III : hubungan abnormal antara lengkung rahang atas dan bawah, dan

antar kedua rahang dengan kontur facial dan berhubungan dengan

formasi abnorla dari kedua rahang.

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Skenario

Seorang anak perempuan berumur 9 tahun datang ke dokter gigi bersama dengan ibunya dengan keluhan rahang anaknya yang mencakil serta gigi anaknya yang tidak rapi dan berwarna kecoklatan. Anaknya merasa kurang percaya diri karena kondisi tersebut, senhingga ibunya bermaksud ingin merapikan gigi anaknya. Ibunya bercerita bahwa anaknya sering mengkonsumsi obat dari dokter karena sewaktu kecil sering sakit. Dari hasil pemeriksaan menunjukan bahwa letak dari gigi insisivus satu atas lebih kedalam dari pada gigi insisivus satu bawah dan ada dua caninus, besar dan gigi kecil tumpang tindih dengan satu besar yang keluar dari garis lengkung gigi.

3.2 Mapping

3.3 Analisis Masalah

Pada kasus skenario ini dijelaskan bahwa gigi pada anak tersebut mencakil yang artinya anak tersebut mengalami maloklusi termasuk jenis crossbite anterior yang menurut kelompok tutorial kami termasuk dalam Maloklusi tipe I yang etiologinya disebabkan oleh dental.

Maloklusi tipe I dikarakteristikkan dengan adanya hubungan normal antar-lengkung rahang. Cusp mesio-buccal dari molar permanen pertama maksila beroklusi pada groove buccal dari molar permanen pertama mandibula. Pasien dapat menunjukkan ketidakteraturan pada giginya, seperti crowding, spacing, rotasi, dan sebagainya. Maloklusi lain yang sering dikategorikan ke dalam Klas I adalah bimaxilary protusion dimana pasien menunjukkan hubungan molar Klas I yang normal namun gigi-geligi baik pada rahang atas maupun rahang bawah terletak lebih ke depan terhadap profil muka.

Yang etiologinya disebabkan oleh faktor dental. Dental crossbite anterior disebut juga gigitan silang sederhana (simple crossbite) yang melibatkan satu atau dua gigi insisivus maksila, dengan profil wajah lurus pada oklusi sentrik. Analisa sefalometri menunjukkan hubungan skeletal yang baik. Kelainan ini terlihat pada overbite dan ovejetnya dan masih dalam hubungan molar 1 dan pasien dapat menutup mulut tanpa adanya hambatan.

Dental crossbite anterior dapat terjadi karena adanya inklinasi abnormal dari satu atau lebih gigi geligi di rahang atas sehingga posisinya lebih ke lingual. Inklinasi ini dapat terjadi karena traumatic injury pada gigi desiduinya. Dapat mengakibatkan sebagian atau seluruh gigi sulung masuk kedalam tulang alveolar dan mendorong benih gigi permanene yang ada dibawahnya. Keadaan ini menyebabkan perubahan arah pertumbuhan gigi tetap ke palatal. Gigi desidui yang persistensi dapat menghambat jalan erupsi gigi permanen penggantinya sehingga menyebabkan arah pertumbuhan gigi permanen kearah palatinal. Panjang lengkung rahang yang tidak sesuai dengan ukuran mesio distal dari gigi geligi. Keadaan yang dipengaruhi oleh factor genetic ini mengakibatkan tidak tersedianya yang cukup untuk pertumbuhan gigi sehingga arah pertumbuhan arah gigi tetap kearah palatinal.

Gigi berlebih (supernumerary teeth). Mesiodens tumbuh diantara gigi insisivus sentralis dan berada dalam lengkung gigi menyebabkan gigi insisivus sentralis kekurangan tempat untuk erupsi. Adanya celah bibir. Kebiasaan jelek menggigit bibir atas. Dapat menekan gigi anterior rahang atas ke palatal dan gigi anterior rahang bawah ke labial. Di skenario juga disebutkan gigi anak tersebut tidak rapi dan berwarna kecoklatan. Yang berarti selain mengalami crossbite anterior, anak tersebut juga mengalami crowded (gigi berjejal) dan discolorasi.

Crowded pada anak tersebut etiologinya berasal dari faktor langsung karena dalam skenario tidak dijelaskan bahwa orang tua dari anak tersebut tidak mengalami kasus yang sama dengan anaknya. Yang mana faktor langsung itu antara lain :1. Gigi susu yang tanggal sebelum waktunya

Gigi sulung tanggal sebelum waktunya yang disebabkan oleh karies . Kemudian pada usia 6 tahun, molar pertama sudah mulai tumbuh. Jika molar kedua sulung sudah mulai tumbuh. Jika molar kedua sulung sudah hilang karena terpaksa dicabut sehingga tempatnya akan terisi molar pertama tetap dan inklinasi. Molar pertama tetap miring kemesial, maka gigi premolarpertama dan kedua yang akan tumbuh tidak mempunyai tempat karena sudah terisi oleh molar pertama tetap, akibatnya gigi premolar pertama dan kedua akan bereupsi diluar lengkung gigi. Maka oleh karena itu penting mencegah tanggalnya gigi sulung sebelum waktunya(Houston, W. J. B,1989).

2. Gigi yang tidak tumbuh/tidak ada.

Molar ketiga biasanya tidak ada tetapi tidak selalu menimbulkan maloklus. Premolar kedua atau insisivus kedua atas pada 5 % anak tidak terbentuk. Tentu saja keadaan ini penting secara ortodontidan harus diputuskan apakah ruang harus diganti atau diganti dengan protesa. Apabila memang gigi tidak terbentuk, maka lengkung gigi dan rongga mulutnya terdapat ruangan kosong sehingga tampak celah antara gigi (diastema) (Houston, W. J. B,1989).

3. Gigi yang berlebih (supernumeri teeth)

Gigi supernumeri sering ditemukan didekat garis tengah rahang atas atau dikenal dengan sebutan mesiodens. Gigi ini dapat menghalangi erupsi atau menggeser insisivus pertama tetap. Gigi mesioden tersebut timbul dalam lengkung gigi, akan menyebabkan gigi berjejal (crowding) (Houston, W. J. B,1989).

4. Tanggalnya gigi tetap

Tanggalnya gigi tetap karena trauma,karies atau penyakit periodontal berakibat buruk terhadap oklusi.keadaan ini dapat menimbulkan kelainan oklusi jika gigi-gigi tersebut dicabut setelah usia 10 tahun. Penutupan ruang teutama pada rahang bawah yang tidak memuaskan akan mengakibatkan gigi-gigi di sekitar daerah pencabutan akan tumbuh miring (Houston, W. J. B,1989).

5. Gigi susu tidak tanggal walaupun gigi tetap penggantinya telah tumbuh (persistens)

Gigi persistensi yaitu gigi sulung yang belum tanggal pada waktunya sehingga gigi tetap yang akan bereupsi mulai muncul keluar kemudian gigi tetap yang akan bererupsi mulai muncul keluar kemudian gigi tetap ini akan mencari arah dicabut, karena kalau tidak dicabut karena kalau tidak dicabut akan menimbulkan maloklusi pada gigi penggantiannya.

6. Bentuk gigi tetap tidak normal

Bentuk gigi tetap tidak normal.maksudnya bentuknya gigi tidak teratur yaitu ada yang besar dan ada yang kecil. Jika gigi yang tumbuh besar dan rahangnya kecil maka gigi tumbuh berdesakan, kemudian apabila gigi yang tumbuh kecil rahangnya besar maka akan mengakibatkan gigi tersusun diastema (Houston, W. J. B,1989).

7. Kebiasaan-kebiasaan buruk.

Ini biasanya terjadi pada masa pertumbuhan dan biasanya ini sulit sekali dihindari, kebiasakan buruk itu antara lain:

o Menghisap jari

Kebiasaan ini biasanya erjadi pada seseorang anak yang disebabkan oleh adanya rasa tidak puas, karena anak mendapatkan makanan atau minuman yangselalu terlambat atau anak sering dimarahi orang tuanya , sehingga mencari kompensasi lain seperti mengisap jari. Akibat yang ditumbulkan adalah timbulnya tekanan pada daerah palatum bagian anterior sehingga merangsang pertumbuhan prosesus alveolaris ke anterior sehingga akan mengakibatkan inklinasi daripada gigi insisi condong kedepan (labial atau protusif). Kebiasaan menghisap jari ini juga dapat mengakibatkan berbagai maloklusi, yaitu klas I Angle dengan open bite, maloklusi klas II Angle divisi 1, dan klas III Angle dimana mandibulatertarik kedepan oleh jari-jari yang dihisap (Salzman, J. A, 1957).

o Kebiasaan meletakkan lidah di antara gigi rahang atas dan gigi rahang bawah.

Hal ini diakibatkan oleh karena penderita mempunyai kebiasaan menelan yang salah. Juga dapat terjadi akibat adanya kelainan dari lidahnya sendiri, misalnya terjadi makroglosi sehingga gigi terdorong ke anterior. (Salzman, J. A, 1957)

o Menggigit pensil atau membuka jepit rambut dengan gigi.

Terkadang anak-anak di saat belajar mempunyai kebiasaan menggigit pensil atau pulpen, hal ini dapat menyebabkan gigi yang dipakai menggigit tadi akan keluar dari lengkung gigi yang benar. Juga dapat terlihat terjadinya keausan pada salah satu gigi anterior yang sering terkena benda keras tersebut sehingga menyebabkan terjadi rotasi atau labioversi gigi tersebut. Keadaan yang sama bisa terjadi pada keadaan menggigit kuku. Bila kita melihat pasien dengan pada salah satu gigi anterior yang sering terjadi rotasi atau labioversi gigi tersebut. Maka kita bisa menerka secara langsung penyebabnya ialah pasien senang menggigit benda keras (Houston, W. J. B,1989).

o Kebiasaan ngedot yang sulit dihentikan

Misalnya sampai usia sekolah dasar masih ngedot, hal ini cenderung akan mempengaruhi bentuk rahang si anak. Susu dari botol yang diminum oleh bayi melaui cara mengisap ini kan memproduksi akibat yang negative yaitu dapat mengkerutkan pipi dan menekan rahang. Kemudian efek dari hal tersebut akan mengakibatkan rahang atas tertarik kedepan, membuat tinggi palatum dan septum nasal dan dapat mengakibatkan pengurangan ukuran lateral dari palatum(Houston, W. J. B,1989).

o Kebiasaan bernafas melalui mulut

Hal ini umumnya disebabkan oleh karena :

a. Anomali dari perkembangan dan morfologi pernapasan melalui hidung.

b. Infeksi, tumor pada hidung serta terjadi polip.

c. Terjadi trauma pada hidung.

d. Kurangnya udara yang masuk melalui hidung membuat penting untuk

bernapas melalui mulut.

o cara menelan yang salah.

Akibat dari umumnya menimbulkan kebiasaan mendorong dengan lidah sehingga terlihat pada gigi pasien adalah labioversi dan kadang-kadang terjadi openbite.

o Kebiasaan menggigit bibir

Umumnya terjadi akibat defek psikologis pada seseorang anak sehingga ia mencari suatu kompensasi lain yaitu denan menggigit bibir atas atau bawah. Akibat dari menggigit bibir atas yaitu maka terlihat pada gigi incisive condong kelabial. Akibat menggigit bibirbawah maka terlihat gigi rahang atas condong kelabial.

Sedangkan untuk etiologi discolorasi gigi anak tersebut disebabkan pada waktu perkembangan dan pertumbuhan yang disebut perubahan warna formatif. Kemungkinan saat kecil anak tersebut sering mengkonsumsi antibiotik golongan tetrasiklin. Mekanismenya adalah tetrasiklin akan terikat dengan kalsium dan membentuk senyawa kompleks berupa tetrasiklin kalsium ortofosfat. Jaringan gigi yang sedang dalam proses mineralisasi itu tidak hanya memperoleh kalsium, tetapi juga molekul tetrasiklin yang kemudian tertimbun di dalam jaringan dentin dan email.

3.4 Penatalaksanaan / Treatment

Untuk kasus ini, treatment untuk crossbite anterior dan crowded dapat menggunakan alat lepasan Hawley appliance yang dilengkapi dengan Z springs dapat dijadikan pilihan jika pasien kooperatif dan sudah mampu memakai alat lepasan di dalam mulut terutama pada pasien anak-anak usia remaja 6-13 tahun.

Sedangkan untuk masalah discolorasi, pasien dianjurkan menggunakan treatment veneer atau bisa juga memasang mahkota jaket.

Veneer

Veneer gigi adalah lapisan tipis material yang ditempel permanen di permukaan gigi. Analogi mudahnya seperti pemasangan kuku palsu tapi di gigi.

Veneer sendiri ada 2 macam:

Direct Veneer (Composite Veneer), veneer yang langsung dikerjakan dan dibentuk di gigi dengan menggunakan bahan resin komposit. Veneer ini lebih ekonomis dan praktis karena dengan sekali kunjungan ke dokter gigi ahli estetis, veneer langsung terpasang hingga selesai. Kekurangannya adalah bahan composite mudah menyerap warna dan ketahanannya tidak selama yang porcelain.

2. Indirect Veneer (Porcelain Veneer), veneer yang terbuat dari bahan porcelain. Veneer ini membutuhkan minimal 2x kunjungan ke dokter gigi. Yang pertama kali gigi dikecilkan dan dicetak. Veneer kemudian dibuat di Laboratorium minimal seminggu. Dan kunjungan keduanya, dipasang di gigi. Porcelain veneer lebih mahal dibandingkan composite veneer tapi ketahananannya lebih baik dan lebih stabil warnanya.

Mahkota Jaket/ Mahkota Selubung

Mahkota selubung adalah mahkota yang menyelubungi seluruh permukaan gigi dan dapat dibuat pada gigi posterior maupun anterior, baik pada gigi yang vital maupun nonvital (post endodontic treatment)

Macam Macam Mahkota Selubung :

1. Mahkota Tuangan Penuh (Full Cast Crown)

Adalah restorasi yang menyelubungi seluruh permukaan mahkota klinis gigi dan terbuat dari logam campur secara tuang

Indikasi : Sebagai restorasi single unit / sebagai restorasi penyangga suatu jembatan gigi. Pada gigi posterior yang tidak membutuhkan estetik Gigi dengan karies cervikal, dekalsifikasi, enamel hipoplasi / untuk memperbaiki fungsi kunyah.

Kontraindikasi : Sisa mahkota gigi tidak cukup untuk menerima beban daya kunyah terutama pada gigi dengan pulpa vital, bila restorasi untuk kepentingan estetik, pada pasien yang memiliki OH buruk sehingga restorasi mudah korosi / tarnish Gusi sensitif terhadap logam.2. Mahkota Pigura (dengan Facing Akrilik)

Adalah suatu restorasi yang menyelubungi seluruh permukaan klinis gigi dan terbuat dari logam campur, di mana bagian labial/bukal dilapisi dengan bahan sewarna gigi (akrilik, porselen, resin komposit)

Indikasi : Bila dibutuhkan mahkota tuangan, tetapi memerlukan estetik. Misalnya : pada anterior dengan gigitan dalam, premolar atau molar pertama (molar kedua tidak dibutuhkan estetik) Bila ruang pulpa tidak terlalu besar, karena dibutuhkan pengambilan pada bidang labial/bukal lebih banyak untuk tempat pigura

Kontraindikasi : Gigi dengan mahkota klinis pendek karena sulit dipakai untuk retensi dan kekuatannya pun sangat kurang terutama di bagian oklusal, sehingga mudah pecah/mudah lepas.

3. Mahkota Jaket (Jacket Crown)

Adalah suatu restorasi yang meliputi seluruh permukaan gigi anterior, dibuat dari bahan akrilik atau porselen sesuai dengan warna gigi

Indikasi : Pada gigi anterior yang fraktur, pada kasus perubahan warna gigi, hipoplasi enamel, atau dekalsifikasi, kasus perubahan bentuk gigi, atrisi, atau rotasi gigi yang terbatas, menutup diastema yang terbatas, sebagai retainer suatu jembatan

Kontraindikasi : Mahkota klinis yang terlalu pendek dan tidak mempunyai cingulum, pada gigitan anterior yang dalam (deep bite), kerusakan gigi sedemikian rupa Gigi non-vital dengan perubahan warna yang sangat gelap

4. Mahkota Pasak

Indikasi : Gigi non vital yang fraktur melebihi setengah mahkota klinis,

memperbaiki iklinasi gigi dengan batas-batas atau ketentuan tertentu, gigi yang telah dirawat endodontik, sedangkan sisa gigi tidak mungkin dilakukan penumpatan langsung.Kontraindikasi : Gigi dengan kelainan periapikal menetap, jaringan yang mendukung gigi tidak cukup,oral hygiene buruk.

3.5 Hadits

"Sesungguhnya yang halal itu jelas, yang haram itu jelas dan diantara keduanya ada yang syubhat dimana kebanyakan orang tidak tahu. Siapa yang menjaga diri dari yang syubhat maka ia telah menjaga agama dan kehormatannya dan siapa yang jatuh pada yang syubhat maka jatuh pada yang haram"

(HR Bukhari dan Muslim)

Maksudnya :

Allah SWT telah menciptakan alam semesta termasuk manusia dalam keadaan seimbang, baik dan indah. Oleh karenanya Islam melarang (mengharamkan) merubah ciptaan Allah, khususnya pada manusia. Apalagi perubahan tersebut berdampak pada kerusakan. Khusus pada manusia, berusaha merubah dirinya yang tidak ada alasan yang kuat merupakan bentuk ketidak ridha-an dia kepada Allah. Dan merubah ciptaan Allah merupakan salah satu cara syetan untuk menyuruh manusia agar mereka bermaksiat. Sehingga merubah ciptaan Allah adalah kemaksiatan yang diharamkan Allah.

sesungguhnya Allah Swt itu Maha-Indah dan menyekai keindahan.

(HR Muslimin)

Maksudnya :

Memutihkan gigi dengan cara menyikat gigi dengan pasta, siwak, scalling hukumnya halal asal bersifat tidak merubah bentuk yang bertujuan mempercantik diri hingga menghamburkan uang dan masih berfungsi untuk kesehatan dan keindahan.

BAB IV

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Pada kasus skenario ini, pasien mengalami masalah crossbite anterior, crowded (gigi berjejal), dan discolorasi (perubahan warna). Pasien mengalami maloklusi tipe I dengan crossbite anterior dan crowded yang etiologinya disebabkan oleh faktor dental. Sedangkan yang menyebabkan discolorasi gigi pasien yaitu pada saat pasien kecil yang sering mengkonsumsi obat karena pasien tersebut sering sakit. Kemungkinan besar obat yang dikonsumsi pasien adalah obat antibiotik golongan tetrasiklin yang dapat menyebabkan perubahan warna pada gigi. Etiologi tersebut termasuk dalam perubahan warna formatif karena terjadi saat pasien tumbuh kembang. Untuk treatment kasus ini yaitu dapat menggunakan alat lepasan Hawley appliance yang dilengkapi dengan Z springs dan disertai melakukan veneer atau juga bisa mahkota jaket.DAFTAR PUSTAKA

BagianOrtodonsiaFakultasKedokteranGiginUniversitas Mahasaraswati

DenpasarMoyers RE. 1973. Handbooks of orthodontics for the

student and generalpractitioner, 3ed. Chicago: Year BookMedical

Publisher.

Bayrak S dan Tunc ES. Treatment of anterior dental crossbite using bonded

resin-composite slopes: case reports, European Journal of

Dentistry2008; 2: 303307Bhalaji Sundaresa Iyyer.Orthodontics The Art and Science. New Delhi : Arya

(MEDI) Publishing House. 2006. P.69-78

Dwijendra KS, Doifode D dan Nagfal D. Treatment option for a Peg lateral in

crossbite : A Case report, IJCD, 2011; 2 (2): 25-27.

Giancotti A, Masselli A, Mampieri G dan Spano E. Pseudo Class III

Malocclusion Treatmenth with Balters Bionator. JO, 2003; 30: 203-215.Harsono, Ganung. 2007. Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol. XXIII, No.3,Desember 2007 Korespondensi: Bagian Anak, RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

Jirgensone I, Liepa A, dan Abeltins A. Anterior Crossbite Correction in Primary

and Mixed Dentition with Removable Inclined Plane (Bruckl Appliance).

Nakasima A, Ichinose M dan Nakata S. Hereditary Factors in The Craniofacial

Morphology of Angle Class II and Class III Malocclusion. Am J Orthod

Denthofac Ortho, 1982; 82:150-156.

Rabie ABM, Gu Y. Diagnostic Criteria for Pseudo Class III Malocclusion. Am J

Orthod Denthofac Ortho, 2000: 11: 1-9.

Rostina T. Penuntun Kuliah Ortodonti I : Oklusi, Maloklusi, dan Etiologi

Maloklusi. Medan; Bagian Ortodonsia FKG USU, 1997:17

Salzmann ,MJ 1977,principle of orthodontics ,7th ed.CV Mosby

Co.London

Stomatologija, BDMJ, 2008; 10 (4), 140-144.

Tambayong, Jan. 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Valentine F dan Howitt JW. Implications of early anterior crossbite correction,

Journal of Dentistry for Children, 1970; 37 (5) :420427.

Walton, Richard E. Torabinejad, M. Prinsip dan Praktik Ilmu Endodonsia. Edisi 3.

Jakarta: EGC. 2008. P. 455-8