Makalah sirosis hepatis

18
OLEH : KELOMPOK I ASTUTI MUHRI NURITA IRIYANTI AYU NURMAYANTI TRI KUSUMAWARDHANI NURUL FATWAH PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN (PSIK) SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIK) MAKASSAR2012

Transcript of Makalah sirosis hepatis

OLEH :

KELOMPOK I

ASTUTI MUHRI

NURITA IRIYANTI

AYU NURMAYANTI

TRI KUSUMAWARDHANI

NURUL FATWAH

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN (PSIK)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIK) MAKASSAR2012

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat

dan karunia-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang

berjudul “SIROSIS HEPATIS”.

Tak lupa kami haturkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu

kami dalam menyelesaikan tugas ini. Begitupun kepada dosen yang membimbing kami

guna menyelesaikan makalah ini.

Meskipun masih banyak kekurangan yang terdapat di dalam makalah ini, tapi

kami selalu berusaha agar makalah yang kami buat bisa bermanfaat baik bagi kami

sendiri maupun orang lain.

Kami sangat berharap kepada siapa saja yang bisa memberikan kritik dan saran

agar kedepannya, kami bisa membuat makalah yang lebih baik lagi.

Makassar, Maret 2012

Kelompok I

DAFTAR ISI

Halaman Judul ............................................................................................................... i

Kata Pengantar ............................................................................................................. ii

Daftar Isi ...................................................................................................................... iii

BAB I : Pendahuluan ..................................................................................................... 1

BAB II : Pembahasan .................................................................................................... 3

A. Definisi ............................................................................................................... 3

B. Etiologi ............................................................................................................... 3

C. Patofisiologis ..................................................................................................... 4

D. Manifestasi Klinis............................................................................................... 5

E. Komplikasi ......................................................................................................... 5

F. Pemeriksaan Penunjang .................................................................................... 5

G. Penatalaksanaan ............................................................................................... 6

BAB III : Asuhan Keperawatan Sirosis Hepatis ............................................................. 8

A. Pengkajian ......................................................................................................... 8

B. Masalah Keperawatan yang Muncul ............................................................... 10

C. Intervensi ......................................................................................................... 10

BAB IV : Penutup ........................................................................................................ 14

A. Kesimpulan ...................................................................................................... 14

B. Saran ................................................................................................................ 14

Daftar Pustaka ............................................................................................................. iv

BAB I

PENDAHULUAN

Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia, mempunyai berat sekitar

1.5 kg. Walaupun berat hati hanya 2-3% dari berat tubuh, namun hati terlibat dalam 25-

30% pemakaian oksigen. Sekitar 300 milyar sel-sel hati terutama hepatosit yang

jumlahnya kurang lebih 80%, merupakan tempat utama metabolisme intermedier

(Koolman, J & Rohm K.H, 2001)

Hati manusia terletak pada bagian atas cavum abdominis, dibawah diafragma,

dikedua sisi kuadran atas, yang sebagian besar terdapat pada sebelah kanan. Beratnya

1200-1600 gram. Permukaan atas terletak bersentuhan di bawah diafragma, permukaan

bawah terletak bersentuhan di atas organ-organ abdomen. Hepar difiksasi secara erat

oleh tekanan intraabdominal dan dibungkus oleh peritonium kecuali di daerah

posterior-posterior yang berdekatan dengan vena cava inferior dan mengadakan kontak

langsung dengan diafragma.

Hepar dibungkus oleh simpai yang tebal, terdiri dari serabut kolagen dan

jaringan elastis yang disebut Kapsul Glisson. Simpai ini akan masuk ke dalam parenkim

hepar mengikuti pembuluh darah getah bening dan duktus biliaris. Massa dari hepar

seperti spons yang terdiri dari sel-sel yang disusun di dalam lempengan-lempengan/

plate dimana akan masuk ke dalamnya sistem pembuluh kapiler yang disebut sinusoid.

Sinusoid-sinusoid tersebut berbeda dengan kapiler-kapiler di bagian tubuh yang lain,

oleh karena lapisan endotel yang meliputinya terediri dari sel-sel fagosit yang disebut

sel kupfer. Sel kupfer lebih permeabel yang artinya mudah dilalui oleh sel-sel makro

dibandingkan kapiler-kapiler yang lain. Lempengan sel-sel hepar tersebut tebalnya 1 sel

dan punya hubungan erat dengan sinusoid. Pada pemantauan selanjutnya nampak

parenkim tersusun dalam lobuli-lobuli. Di tengah-tengah lobuli terdapat 1 vena sentralis

yang merupakan cabang dari vena-vena hepatika (vena yang menyalurkan darah keluar

dari hepar). Di bagian tepi di antara lobuli-lobuli terhadap tumpukan jaringan ikat yang

disebut traktus portalis / TRIAD yaitu traktus portalis yang mengandung cabang-cabang

V.porta, A.hepatika, ductus biliaris. Cabang dari vena porta dan A.hepatika akan

mengeluarkan isinya langsung ke dalam sinusoid setelah banyak percabangan Sistem

bilier dimulai dari canaliculi biliaris yang halus yang terletak di antara sel-sel hepar dan

bahkan turut membentuk dinding sel. Canaliculi akan mengeluarkan isinya ke dalam

intralobularis, dibawa ke dalam empedu yang lebih besar, air keluar dari saluran

empedu menuju kandung empedu.

Hati merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber

energi tubuh sebanyak 20% serta menggunakan 20 – 25% oksigen darah. Ada beberapa

fungsi hati yaitu :

Fungsi hati sebagai metabolisme karbohidrat

Fungsi hati sebagai metabolisme lemak

Fungsi hati sebagai metabolisme protein

Fungsi hati sehubungan dengan pembekuan darah

Fungsi hati sebagai metabolisme vitamin

Fungsi hati sebagai detoksifikasi

Fungsi hati sebagai fagositosis dan imunitas

Fungsi hemodinamik

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi

Sirosis hepatis adalah penyakit hati menahun yang ditandai dengan adanya

pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses

peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha

regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi

mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul

tersebut. (Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001)

Sirosis hepatis adalah penyakit hati kronik yang dicirikan dengan distorsi

arsitektur hati normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodul-nodul regenerasi

sel hati, yang tidak berkaitan dengan vaskulatur normal. (Price & Willson, 2005, hal :

493)

Sirosis hepatis adalah penyakit kronik hati yang dikarakteristikkan oleh gangguan

struktur dan perubahan degenerasi, gangguan fungsi seluler, dan selanjutnya aliran

darah ke hati. (Doenges, dkk, 2000, hal: 544)

B. Etiologi

1. Ada 3 tipe sirosis hepatis :

Sirosis portal laennec (alkoholik nutrisional), dimana jaringan parut secara

khas mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholis kronis.

Sirosis pasca nekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai

akibat lanjut dari virus hepatitis yang terjadi sebelumnya.

Sirosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi di dalam hati di

sekitar saluran empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi.

2. Etiologi yang diketahui penyebabnya :

Virus hepatitis B dan C.

Alcohol

Kolestasis kronik/sirosis siliar sekunder intra dan ekstra hepatic.

Obstruksi aliran vena hepatic.

Gangguan imunologis hepatitis lupoid, hepatitis kronik aktif.

Toksik dan obat INH, metilpoda.

Operasi pintas usus halus pada obesitas.

Malnutrisi, infeksi seperti malaria.

3. Etiologi tanpa diketahui penyebabnya :

Sirosis yang tidak dikethui penyebabnya dinamakan sirosis kriptogenik /

heterogenous.

C. Patofisiologis

Hati dapat terlukai oleh berbagai macam sebab dan kejadian. Kejadian tersebut

dapat terjadi dalam waktu yang singkat atau dalam keadaan yang kronis atau

perlukaan hati yang terus menerus yang terjadi pada peminum alkohol aktif. Hal ini

kemudian membuat hati merespon kerusakan sel tersebut dengan membentuk

ekstraselular matriks yang mengandung kolagen, glikoprotein, dan proteoglikans,

dimana sel yang berperan dalam proses pembentukan ini adalah sel stellata. Pada

cedera yang akut sel stellata membentuk kembali ekstraselular matriks ini dimana

akan memacu timbulnya jaringan parut disertai terbentuknya septa fibrosa difus

dan nodul sel hati sehingga ditemukan pembengkakan pada hati.

Peningkatan deposisi kolagen pada perisinusoidal dan berkurangnya ukuran dari

fenestra endotel hepatik menyebabkan kapilerisasi (ukuran pori seperti endotel

kapiler)dari sinusoid. Sel stellata dalam memproduksi kolagen mengalami kontraksi

yang cukup besar untuk menekan daerah perisinusoidal. Adanya kapilarisasi dan

kontraktilitas sel stellata inilah yang menyebabkan penekanan pada banyak vena di

hati sehingga mengganggu proses aliran darah ke sel hati dan pada akhirnya sel hati

mati. Kematian hepatocytes dalam jumlah yang besar akan menyebabkan

banyaknya fungsi hati yang rusak sehingga menyebabkan banyak gejala klinis.

Kompresi dari vena pada hati akan dapat menyebabkan hipertensi portal yang

merupakan keadaan utama penyebab terjadinya manifestasi klinis. Mekanisme

primer penyebab hipertensi portal adalah peningkatan resistensi terhadap aliran

darah melalui hati. Selain itu, biasanya terjadi peningkatan aliran arteriasplangnikus.

Kombinasi kedua faktor ini yaitu menurunnya aliran keluar melalui vena hepatika

dan meningkatnya aliran masuk bersama-sama yang menghasilkan

beban berlebihan pada sistem portal. Pembebanan sistem portal ini merangsang

timbulnya aliran kolateral guna menghindari obstruksi hepatik (varises). Hipertensi

portal ini mengakibatkan penurunan volume intravaskuler sehingga perfusi ginjal

pun menurun. Hal ini meningkatkan aktivitas plasma rennin sehingga aldosteron

juga meningkat. Aldosteron berperan dalam mengatur keseimbangan elektrolit

terutama natrium. Dengan peningkatan aldosteron maka terjadi retensi natrium

yang pada akhirnya menyebabkan retensi cairan dan lama-kelamaan menyebabkan

asites dan juga edema. Penjelasan diatas menunjukkan bahwa sirosis

hepatis merupakan penyakit hati menahun yang ditandai dengan pembentukan

jaringan ikat disertai nodul dimana terjadi pembengkakan hati. Etiologi sirosis

hepatis ada yang diketahui penyebabnya, misal dikarenakan alkohol, hepatitis virus,

malnutrisi, hemokromatis, penyakit Wilson dan juga ada yang tidak diketahui

penyebabnya yang disebut dengan sirosis kriptogenik. Patofisiologi sirosis hepatis

sendiri dimulai dengan proses peradangan, lalu nekrosis hati yang meluas yang

akhirnya menyebabkan pembentukan jaringan ikat yang disertai nodul.

D. Manifestasi Klinis

1. Penyakit sirosis hepatis mempunyai gejala seperti :

Ikterus dan febris yang intermiten.

Adanya pembesaran pada hati dan sel-selnya dipenuhi oleh lemak.

Hati menjadi keras dan memiliki tepi tajam yang dapat diketahui melalui

palpasi.

Nyeri abdomen dapat terjadi sebagai akibat dari pembesaran hati yang cepat.

Regangan pada selubung fibrosa hati (kapsula glisoni).

2. Pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut :

Ukuran hati akan berkurang setelah jaringan parut menyebabkan pengerutan

jaringan hati.

Apabila dapat dipalpasi, permukaan hati akan teraba benjol-benjol (noduler).

Obstruksi portal dan asites.

Semua darah dari organ-organ digestif praktis akan berkumpul dalam vena

portal dan dibawa ke hati.

Cenderung menderita dyspepsia kronis atau diare.

Berat badan pasien secara berangsur-angsur mengalami penurunan.

Cairan yang kaya protein dan menumpuk di rongga peritoneal akan

menyebabkan asites.

Splenomegali juga terjadi.

Jaring-jaring telangi ektasis, atau dilatasi arteri superfisial menyebabkan jaring

berwarna biru kemerahan, yang sering dapat dilihat melalui inspeksi terhadap

wajah dan keseluruhan tubuh.

Varises gastrointestinal.

Edema, gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh gagal hati

yang kronis.

E. Komplikasi

Asites.

Ensefalopati.

Peritonitis bacterial spontan.

Sindrom hepatorenal.

Transformasi kearah kanker hati primer (hepatoma).

F. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium

Pada darah dijumpai HB rendah, anemia normokrom normosister, hipokrom

mikrosister/hipokrom makrosister.

Kenaikan kadar enzim transaminase-SGOT, SGPT bukan merupakan petunjuk

berat ringannya kerusakan parenkim hati, kenaikan kadar ini timbul dalam

serum akibat kebocoran dari sel yang rusak, pemeriksaan billirubin,

transaminase dan gamma GT tidak meningkat pada sirosis inaktif.

Albumin akan merendah karena kemampuan sel hati yang berkurang, dan

juga globulin yang naik merupakan cerminan daya tahan sel hati yang kurang

dan menghadapi stress.

Pemeriksaan CHE (kolinesterasi). Ini penting karena bila kadar CHE turun,

kemampuan sel hati turun, tapi bila CHE normal/tambah turun akan

menunjukkan prognosis jelek.

Kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretic dan pembatasan garam

dalam diet, bila ensefalopati, kadar Na turun dari 4 meg/L menunjukkan

kemungkinan telah terjadi sindrom hepatorenal.

Pemeriksaan marker serologi seperti virus, HbsAg/HbsAb, HbcAg, HcvRNA,

untuk menentukan etiologi sirosis hati dan pemeriksaan AFP (Alfa Feto

Protein) penting dalam menentukan apakah telah terjadi transformasi ke arah

keganasan.

2. Pemeriksaan Penunjang Lainnya

Radiologi : dengan barium swallow dapat dilihat adanya varises esophagus

untuk konfirmasi hipertensi portal.

Esofagoskopi : dapat dilihat varises esophagus sebagai komplikasi sirosis

hati/hipertensi portal.

Ultrasonografi : pada saat pemeriksaan USG sudah mulai dilakukan sebagai

alat pemeriksaan rutin pada penyakit hati.

G. Penatalaksanaan

Terapi dan prognosis sirosis hati tergantung pada derajat komplikasi kegagalan

hati dan hipertensi portal. Dengan kontrol pasien yang teratur pada fase dini akan

dapat dipertahankan keadaan kompensasi dalam jangka panjang dan kita dapat

memperpanjang timbulnya komplikasi.

1. Pasien dalam keadaan kompensasi hati yang baik cukup dilakukan control yang

teratur, istirahat yang cukup, susunan TKTP.

2. Pasien sirosis hati dengan sebab yang diketahui, seperti : alcohol, dan obat-

obatan lain dianjurkan menghentikan penggunaannya. Alcohol akan mengurangi

pemasukan protein ke dalam tubuh. Hemokromatosis, dihentikan pemakaian

preparat yang mengandung besi atau terapi kelasi (desperioxamine). Dilakukan

venaseksi 2x seminggu sebanyak 500cc selama setahun. Pada penyakit wilson

(penyakit metabolic yang diturunkan) diberikan D-penicilamine 20 mg/kg BB/hari

yang akan mengikat kelebihan cuprum, dan menambah ekskresi melalui urine.

Pada hepatitis kronik autoimun diberikan kortikosteroid, pada keadaan lain

dilakukan terapi terhadap komplikasi yang timbul.

a. Untuk asites, diberikan diet rendah garam 0,5 g/hari dan total cairan 1,5

L/hari. Spirolakton dimulai dengan dosis awal 4 x 25 mg/hari dinaikkan

sampai total dosis 800 mg sehari, bila perlu dikombinasi dengan

furosemid.

b. Perdarahan varises esophagus. Pasien dirawat di RS sebagai kasus

perdarahan saluran cerna. Pertama melakukan pemasangan NGT,

disamping melakukan aspirasi cairan lambung. Bila perdarahan banyak,

tekanan sistolik 100 x/menit atau Hb 9 g% dilakukan pemberian

dekstrosa/salin dan transfusi darah secukupnya. Diberikan vasopresin 2

amp. 0,1 g dalam 500 cc cairan d 5 % atau salin pemberian selama 4 jam

dapat diulang 3 kali. Dilakukan pemasangan SB tube untuk menghentikan

perdarahan varises. Dapat dilakukan skleroterapi sesudah dilakukan

endoskopi kalau ternyata perdarahan berasal dari pecahnya varises.

Operasi pintas dilakukan pada child AB atau dilakukan transeksi

esophagus (operasi Tannerso). Bila tersedia fasilitas dapat dilakukan foto

koagulasi dengan laser dan heat probe. Bila tidak tersedia fasilitas diatas,

untuk mencegah rebleeding dapat diberikan propanolol.

c. Untuk ensefalopati dilakukan koreksi faktor pencetus seperti pemberian

KCL pada hipokalemia, aspirasi cairan lambung bagi pasien yang

mengalami perdarahan pada varises, dilakukan klisma, pemberian

neomisin per oral. Pada saat ini sudah mulai dikembangkan transplantasi

hati dengan menggunakan bahan Cadaveric Liver.

d. Terapi yang diberikan berupa antibiotic seperti cefotaxime 2 g/8 jam IV

amoxicillin, aminoglikosida.

e. Sindrom hepatorenal/nefropati hepatic, terapinya adalah imbangan air

dan garam diatur dengan ketat, atasi infeksi dengan pemberian antibiotic,

dicoba melakukan parasentesis abdominal dengan ekstra hati-hati untuk

memperbaiki aliran vena cava, sehingga timbul perbaikan pada curah

jantung dan fungsi ginjal.

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN SIROSIS HEPATIS

A. Pengkajian

1. Riwayat Kesehatan Sekarang

Mengapa pasien masuk Rumah Sakit dan apa keluhan utama pasien, sehingga

dapat ditegakkan prioritas masalah keperawatan yang dapat muncul.

2. Riwayat Kesehatan Sebelumnya

Apakah pasien pernah dirawat dengan penyakit yang sama atau penyakit lain

yang berhubungan dengan penyakit hati, sehingga menyebabkan penyakit

Sirosis hepatis. Apakah pernah sebagai pengguna alkohol dalam jangka waktu

yang lama disamping asupan makanan dan perubahan dalam status jasmani

serta rohani pasien.

3. Riwayat Kesehatan Keluarga

Adakah penyakit-penyakit yang dalam keluarga sehingga membawa dampak

berat pada keadaan atau yang menyebabkan Sirosis hepatis, seperti keadaan

sakit DM, hipertensi, ginjal yang ada dalam keluarga. Hal ini penting dilakukan

bila ada gejala-gejala yang memang bawaan dari keluarga pasien.

4. Riwayat Tumbuh Kembang

Kelainan-kelainan fisik atau kematangan dari perkembangan dan

pertumbuhan seseorang yang dapat mempengaruhi keadaan penyakit,

seperti ada riwayat pernah icterus saat lahir yang lama, atau lahir premature,

kelengkapan imunisasi, pada form yang tersedia tidak terdapat isian yang

berkaitan dengan riwayat tumbuh kembang.

5. Riwayat Sosial Ekonomi

Apakah pasien suka berkumpul dengan orang-orang sekitar yang pernah

mengalami penyakit hepatitis, berkumpul dengan orang-orang yang

dampaknya mempengaruhi perilaku pasien yaitu peminum alcohol, karena

keadaan lingkungan sekitar yang tidak sehat.

6. Riwayat Psikologi

Bagaimana pasien menghadapi penyakitnya saat ini apakah pasien dapat

menerima, ada tekanan psikologis berhubungan dengan sakitnya. Kita kaji

tingkah laku dan kepribadian, karena pada pasien dengan sirosis hepatis

dimungkinkan terjadi perubahan tingkah laku dan kepribadian, emosi labil,

menarik diri, dan depresi. Fatique dan letargi dapat muncul akibat perasaan

pasien akan sakitnya. Dapat juga terjadi gangguan body image akibat dari

edema, gangguan integument, dan terpasangnya alat-alat invasive (seperti

infuse, kateter). Terjadinya perubahan gaya hidup, perubahan peran dan

tanggungjawab keluarga, dan perubahan status financial (Lewis, Heitkemper,

& Dirksen, 2000).

7. Pemeriksaan Fisik

a. Kesadaran dan keadaan umum pasien

Perlu dikaji tingkat kesadaran pasien dari sadar - tidak sadar

(composmentis - coma) untuk mengetahui berat ringannya prognosis

penyakit pasien, kekacauan fungsi dari hepar salah satunya membawa

dampak yang tidak langsung terhadap penurunan kesadaran, salah satunya

dengan adanya anemia menyebabkan pasokan O2 ke jaringan kurang

termasuk pada otak.

b. Tanda - tanda vital dan pemeriksaan fisik Kepala – kaki

TD, Nadi, Respirasi, Temperatur yang merupakan tolak ukur dari keadaan

umum pasien / kondisi pasien dan termasuk pemeriksaan dari kepala

sampai kaki dan lebih focus pada pemeriksaan organ seperti hati, abdomen,

limpa dengan menggunakan prinsip-prinsip inspeksi, auskultasi, palpasi,

perkusi), disamping itu juga penimbangan BB dan pengukuran tinggi badan

dan LLA untuk mengetahui adanya penambahan BB karena retreksi cairan

dalam tubuh disamping juga untuk menentukan tingakat gangguan nutrisi

yanag terjadi, sehingga dapat dihitung kebutuhan Nutrisi yang dibutuhkan.

1) Hati : perkiraan besar hati, bila ditemukan hati membesar tanda awal

adanya cirosis hepatis, tapi bila hati mengecil prognosis kurang baik,

konsistensi biasanya kenyal / firm, pinggir hati tumpul dan ada nyeri

tekan pada perabaan hati. Sedangkan pada pasien Tn.MS ditemukan

adanya pembesaran walaupun minimal (USG hepar). Dan

menunjukkan sirosis hati dengan hipertensi portal.

2) Limpa: ada pembesaran limpa, dapat diukur dengan 2 cara :

a) Schuffner, hati membesar ke medial dan ke bawah menuju

umbilicus (S-I-IV) dan dari umbilicus ke SIAS kanan (S V-VIII)

b) Hacket, bila limpa membesar ke arah bawah saja.

3) Pada abdomen dan ekstra abdomen dapat diperhatikan adanya vena

kolateral dan acites, manifestasi diluar perut: perhatikan adanya

spinder nevi pada tubuh bagian atas, bahu, leher, dada, pinggang,

caput medussae dan tubuh bagian bawah, perlunya diperhatikan

adanya eritema palmaris, ginekomastia dan atropi testis pada pria,

bias juga ditemukan hemoroid.

B. Masalah Keperawatan yang Muncul

1. Perubahan status nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

anoreksia dan gangguan gastrointestinal.

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan penurunan berat

badan.

3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan pembentukan edema.

Intervensi

Diagnosa Keperawatan 1. :

Perubahan status nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

intake yang tidak adekuat (anoreksia, nausea, vomitus)

Tujuan : Status nutrisi baik

Intervensi :

o Kaji intake diet, Ukur pemasukan diit, timbang BB tiap minggu.

Rasional: Membantu dalam mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan diet.

Kondisi fisik umum, gejala uremik (mual, muntah, anoreksia, dan ganggguan

rasa) dan pembatasan diet dapat mempengaruhi intake makanan, setiap

kebutuhan nutrisi diperhitungan dengan tepat agar kebutuhan sesuai dengan

kondisi pasien, BB ditimbang untuk mengetahui penambahan dan

penuruanan BB secara periodik.

o Berikan makanan sedikit dan sering sesuai dengan diet.

Rasional: Meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan dengan status

uremik.

o Tawarkan perawatan mulut (berkumur/gosok gigi) dengan larutan asetat 25 %

sebelum makan. Berikan permen karet, penyegar mulut diantara makan.

Rasional: Membran mukosa menjadi kering dan pecah. Perawatan mulut

menyejukkan, dan membantu menyegarkan rasa mulut, yang sering tidak

nyaman pada uremia dan pembatasan oral. Pencucian dengan asam asetat

membantu menetralkan ammonia yang dibentuk oleh perubahan urea (Black,

& Hawk, 2005).

o Identifikasi makanan yang disukai termasuk kebutuhan kultural.

Rasional: Jika makanan yang disukai pasien dapat dimasukkan dalam

perencanaan makan, maka dapat meningkatkan nafsu makan pasien.

o Motivasi pasien untuk menghabiskan diet, anjurkan makan-makanan lunak.

Rasional: Membantu proses pencernaan dan mudah dalam penyerapan

makanan, karena pasien mengalami gangguan sistem pencernaan.

o Berikan bahan penganti garam pengganti garam yang tidak mengandung

amonium.

Rasional: Garam dapat meningkatkan tingkat absorsi dan retensi cairan,

sehingga perlu mencari alternatif pengganti garam yang tepat.

o Berikan diet 1700 kkal (sesuai terapi) dengan tinggi serat dan tinggi

karbohidrat.

Rasional: Pengendalian asupan kalori total untuk mencapai dan

mempertahankan berat badan sesuai dan pengendalian kadar glukosa darah

o Berikan obat sesuai dengan indikasi : Tambahan vitamin, thiamin, besi, asam

folat dan Enzim pencernaan.

Rasional: Hati yang rusak tidak dapat menyimpan Vitamin A, B kompleks, D

dan K, juga terjadi kekurangan besi dan asam folat yang menimbulkan anemia.

Dan meningkatkan pencernaan lemak dan dapat menurunkan diare.

o Kolaborasi pemberian antiemetik

Rasional: untuk menghilangkan mual / muntah dan dapat meningkatkan

pemasukan oral.

Diagnosa Keperawatan 2. :

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan penurunan berat badan.

Tujuan : Peningkatan energi dan partisipasi dalam aktivitas.

Intervensi :

o Tawarkan diet tinggi kalori, tinggi protein (TKTP).

Rasional : Memberikan kalori bagi tenaga dan protein bagi proses

penyembuhan.

o Berikan suplemen vitamin (A, B kompleks, C dan K)

Rasional : Memberikan nutrien tambahan.

o Motivasi pasien untuk melakukan latihan yang diselingi istirahat

Rasional : Menghemat tenaga pasien sambil mendorong pasien untuk

melakukan latihan dalam batas toleransi pasien.

o Motivasi dan bantu pasien untuk melakukan latihan dengan periode waktu

yang ditingkatkan secara bertahap.

Rasional : Memperbaiki perasaan sehat secara umum dan percaya diri.

Diagnosa Keperawatan 3. :

Gangguan integritas kulit berhubungan dengan pembentukan edema.

Tujuan : Integritas kulit baik

Intervensi :

o Batasi natrium seperti yang diresepkan.

Rasional : Meminimalkan pembentukan edema.

o Berikan perhatian dan perawatan yang cermat pada kulit.

Rasional : Jaringan dan kulit yang edematus mengganggu suplai nutrien dan

sangat rentan terhadap tekanan serta trauma.

o Ubah posisi tidur pasien dengan sering.

Rasional : Meminimalkan tekanan yang lama dan meningkatkan mobilisasi

edema.

o Timbang berat badan dan catat asupan serta haluaran cairan setiap hari.

Rasional : Memungkinkan perkiraan status cairan dan pemantauan terhadap

adanya retensi serta kehilangan cairan dengan cara yang paling baik.

o Lakukan latihan gerak secara pasif, tinggikan ekstremitas edematus.

Rasional : Meningkatkan mobilisasi edema.

o Letakkan bantalan busa yang kecil dibawah tumit, maleolus dan tonjolan

tulang lainnya.

Rasional : Melindungi tonjolan tulang dan meminimalkan trauma jika

dilakukan dengan benar.

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Mengingat pengobatan sirosis hati hanya merupakan simptomatik dan

mengobati penyulit, maka prognosa sirosis hepatis bisa jelek. Namun penemuan

sirosis hati yang masih terkompensasi mempunyai prognosa yang baik. Oleh karena

itu ketepatan diagnosa dan penanganan yang tepat sangat dibutuhkan dalam

penatalaksanaan sirosis hati

B. Saran

Saran penulis kepada pembaca, yaitu perbanyaklah membaca literature yang

berkaitan dengan penyakit dalam, khususnya yang membahas organ hepar agar

materi ini bisa lebih dipahami.

Jika ada kesalahan, Anda bisa memberi saran atau kritik agar penulis bisa

membuat makalah yang lebih baik lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. (2001). Keperawatan medikal bedah 2. (Ed

8).Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC).

Doenges, Marilynn E, Mary Frances Moorhouse dan Alice C. Geisser. (1999). Rencana

asuhan keperawatan : pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian

perawatan pasien. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC).

Tjokronegoro dan Hendra Utama. (1996). Ilmu penyakit dalam jilid 1. Jakarta: FKUI.

Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. (1994). Patofisiologi, konsep klinis proses-proses

penyakit. Jakarta: Penerbit EGC.

Soeparman. 1987. Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta : FKUI.