Makalah Seminar Daya Saing

download Makalah Seminar Daya Saing

of 20

description

Sebuah hasil penlitian Pusat Pengkajian Kebijakan Teknologi Pengembangan Wilayah tahun 2001

Transcript of Makalah Seminar Daya Saing

  • DAYA SAING WILAYAH DALAM PERSPEKTIF TEKNOLOGI

    PEMERINGKATAN DAYA SAING 119 KABUPATEN/KOTA DI PULAU JAWA DAN BALI1

    Yudi Widayanto2

    1. PENDAHULUAN

    Memasuki era otonomi daerah sekarang ini intensitas persaingan antarwilayah (Interregional

    Competition) semakin tinggi. Hal ini juga merupakan fenomena yang akan menjadi ciri utama

    dinamika perekonomian abad ke-21. Eksistensi suatu wilayah pada saat ini akan sangat ditentukan

    oleh kemampuannya menciptakan basis-basis keunggulan dalam persaingan ekonomi antar

    wilayah.

    Untuk meningkatkan keunggulan daya saingnya wilayah-wilayah tersebut berusaha untuk

    meningkatkan aksesibilitasnya terhadap perubahan teknologi yang diyakini sebagai motor utama

    terciptanya daya saing. Upaya ini menuntut adanya suatu perubahan paradigma dalam

    membangun suatu wilayah, sehingga muncul pendekatan baru yang disebut technology based

    regional development3 (Pengembangan Wilayah Berbasis Teknologi).

    Perubahan paradigma tersebut berkaitan dengan tantangan yang dihadapi, baik internal

    maupun eksternal. Dari sisi internal perubahan besar yang dihadapi adalah bergulirnya

    desentralisasi kewenangan dari pusat ke daerah. Dengan kewenangan yang lebih besar berada pada

    pemerintah daerah diharapkan pendekatan ini menghasilkan pola pengembangan wilayah yang

    sesuai dengan karakteristik sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan teknologi yang dimiliki,

    sehingga pengembangan wilayah dapat berlangsung dalam situasi persaingan yang sehat.

    Namun demikian, meskipun sudah mendapat kewenangan yang cukup luas dalam

    membangun wilayahnya sendiri diperkirakan masih banyak kabupaten/kota yang belum mampu

    merumuskan visi, misi, strategi, kebijakan, maupun program yang akan ditempuh untuk

    meningkatkan daya saingnya, baik dalam percaturan persaingan domestik maupun global. Apabila

    keadaan ini tidak segera diatasi maka cepat atau lambat akan banyak kabupaten/kota yang

    terancam tenggelam di dalam ketidakberdayaan.

    Dalam rangka mengembangkan konsep daya saing wilayah yang berbasis teknologi, maka

    perlu dilakukan kajian-kajian yang mampu memadukan antara konsep daya saing secara umum

    dengan manajemen teknologi. Dari paduan kedua konsep tersebut selanjutnya dapat dirumuskan

    indikator-indikator daya saing wilayah ditinjau dari perspektif teknologi.

    1 Makalah ini telah diterbitkan pada Kumpulan Makalah Teknologi untuk Negeri BPPT, 2003 2 Penulis adalah Perencana pada Pusat Pengkajian Kebijakan Teknologi Pengembangan Wilayah. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Tim Daya Saing Wilayah P2KTPW yang telah membantu terselesainya tulisan ini. 3 Lihat dalam Alkadri, dkk, 2001, Manajemen Teknologi untuk Pengembangan Wilayah (Ed. Revisi), P2KTPW BPPT, Jakarta.

    1/23

  • Dengan melakukan pengumpulan dan pengolahan data, kemudian dapat dihasilkan suatu

    indeks daya saing wilayah. Indeks ini berguna untuk :

    Membuat peta daya saing wilayah kabupaten dan kota ditinjau dari perspektif teknologi yang

    akan menjadi masukan berharga bagi studi/kajian lain dalam memilih lokasi kegiatan.

    Sebagai indikasi awal bagi kajian lain di bidang teknologiDapat menjadi bahan acuan sekaligus

    evaluasi bagi pembuatan k ebijakan di bidang kebijakan teknologi baik makro maupun

    mikro.RUANG LINGKUP

    Mengingat berbagai keterbatasan, studi ini hanya mencakup 119 kabupaten/kota di Pulau

    Jawa dan Bali, dengan perincian 90 kabupaten dan 29 kota. Berkaitan dengan tugas pokok dan

    fungsi BPPT sebagai lembaga pengkajian dan penerapan teknologi, maka fokus daya saing wilayah

    yang dikaji adalah ditinjau dari perspektif teknologi.

    3. BAHAN DAN METODE

    Penelitian ini mempergunakan metoda penelitian desk research, yaitu melakukan kajian-

    kajian referensi yang relevan dengan objek penelitian dengan menggunakan data existing suatu

    wilayah dan informasi yang diperlukan dalam analisis masalah.

    Ada beberapa pendekatan konsep tentang daya saing wilayah, diantaranya adalah

    pengembangan konsep keunggulan bersaing Model Berlian (Porter, 1994), Manajemen Teknologi

    (Escap, 1990), International Institute for Management Development (IMD, 2001), Asian

    Productivity Organization (APO, 2001), Saka Sakti (Prof. Martani, 2000), keunggulan bersaing

    Model Sembilan Faktor (Dong-Sung Cho, 1996).

    Dari konsep-konsep tersebut beberapa definisi tentang daya saing yang telah banyak

    dikemukakan antara lain :

    Daya Saing Negara versi Michael Porter (1990):

    Daya saing pada level nasional adalah produktivitas

    Daya Saing Negara versi Bank Dunia :

    Daya saing mengacu pada besaran serta laju perubahan nilai tambah per unit input yang

    dicapai oleh perusahaan

    Daya Saing Daerah versi Bank Indonesia :

    Kemampuan perekonomian daerah dalam mencapai pertumbuhan tingkat kesejahteraan yang

    tinggi dan berkelanjutan dengan tetap terbuka pada persaingan domestik dan internasional

    Daya Saing Negara versi IMD (Institute of Management Development) :

    2/23

  • Kemampuan suatu negara dalam menciptakan nilai tambah dalam rangka menambah kekayaan

    nasional dengan cara mengelola aset dan proses, daya tarik dan agresivitas, globality dan

    proximity, serta dengan mengintegrasikan hubungan-hubungan tersebut kedalam suatu model

    ekonomi dan sosial

    Daya Saing Negara versi WEF (World Economic Forum):

    Kemampuan perekonomian nasional untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan

    berkelanjutan

    Daya saing daerah versi UK-DTI (Departemen Perdagangan dan Industri Inggris) Regional

    Competitiveness Indicators:

    Kemampuan suatu wilayah dalam menghasilkan pendapatan dan kesempatan kerja yang tinggi

    dengan tetap terbuka terhadap persaingan domestik maupun internasional

    Daya Saing Daerah versi CURDS (Centre for Urban and Regional Studies, Inggris):

    Kemampuan sektor bisnis atau perusahaan pada suatu daerah dalam menghasilkan pendapatan

    yang tinggi serta tingkat kekayaan yang lebih merata untuk penduduknya

    Pada penelitian ini digunakan konsep manajemen teknologi terkait dengan pengembangan

    wilayah4. Penjabaran konsep daya saing dalam perspektif teknologi dilakukan untuk melakukan

    identifikasi indikator-indikator yang menentukan daya saing suatu wilayah.

    Hasil dari kajian ini menunjukkan terdapat dua kelompok indikator utama yang

    mempengaruhi daya saing wilayah dalam perspektif teknologi, yaitu kemampuan teknologi dan

    iklim teknologi. Dari masing-masing kelompok indikator tersebut selanjutnya dijabarkan ke dalam

    indikator-indikator seperti disajikan pada tabel berikut.

    KELOMPOK INDIKATOR KEMAMPUAN TEKNOLOGI

    Tabel 1. Profil Sumber Daya Alam

    Variabel Keterangan Var 001 Rasio Luas Sawah Per Luas Wilayah Var 002 Rasio Non Sawah Utk Perta Per Luas Wil Var 003 Rasio Luas Lahan Kritis Per Luas Wilayah Var 004 Rasio Hasil Produksi Perkebunan Per Luas Lahan Perkebunan Var 005 Jumlah Lokasi Tambang Golongan C

    4 Ibid 1.

    3/23

  • Tabel 2. Profil Sumber Daya Manusia

    Variabel Keterangan Var 006 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (%) Var 007 Years Of Schooling (th) Var 008 Rasio Jumlah Guru Per 10000 Penduduk Var 009 Rasio Jumlah Tenaga Kerja Industri Manufaktur Per TK Total (%)

    Tabel 3. Profil Infrastruktur Teknologi

    Variabel Keterangan Var 010 Rasio Jumlah Wartel Per Jumlah Penduduk Var 011 Jumlah Satuan Sambungan Telepon (sst) Var 012 Rasio Anggaran Iptek Per Pengeluaran Pembangunan Var 013 Jumlah Produksi Pulsa Perkapita Var 014 Satuan Sambungan Telepon Terpasang Per 1000 Penduduk

    KELOMPOK INDIKATOR IKLIM TEKNOLOGI

    Tabel 4. Perkembangan Sosial Ekonomi Wilayah

    Variabel Keterangan Var 015 Jumlah PDRB Perkapita Menurut Harga Konstan Var 016 Invers- Rasio RT Yang Memiliki Surat Miskin Per RT Total Var 017 Angka Harapan Hidup (th) Var 018 Persentase Desa Yang Tidak Berkasus Kriminal (%)

    Tabel 5. Keadaan Prasarana Fisik dan Jasa Pendukung

    Variabel Keterangan Var 019 Jumlah Rata2 Energi Listrik Terjual Var 020 Jumlah Produksi Pulsa Perkapita Var 021 Satuan Sambungan Telepon Terpasang Per 1000 Penduduk Var 022 Rasio Panjang Jalan Per Luas Wilayah

    Tabel 6. Ketersediaan Personil Iptek dan Pengeluaran untuk Litbang

    Variabel Keterangan Var 023 Rasio Anggaran Iptek Per Pengeluaran Total

    Var 024 Rasio Jumlah Rumah Tangga Yang Menyekolahkan Keluarganya Ke Perguruan Tinggi Per Jumlah Rumah Tangga Total

    Tabel 7. Skenario Iptek dalam sistem produksi

    Variabel Keterangan Var 025 Rasio PAD Perpengeluaran Rutin Var 026 Persentase Biaya Litbang Dan Rekayasa Produksi Dari Total Pengeluaran Var 027 Persentase Pengeluaran Untuk Peningkatan Sdm Per Pengeluaran Total

    Var 028 Persentase Ekspor Komoditas Industri Ringan Terhadap Komoditas Total

    4/23

  • Tabel 8. Tingkat Inovasi di industri dan Komitmen Makro dalam Pengembangan Iptek

    Variabel Keterangan Var 029 Rasio Penjualan Barang Tanpa Modifikasi Per Total Penjualan Barang Var 030 Rasio Anggaran Pendidikan Per Total Pengeluaran Pembangunan

    Selanjutnya data diolah menggunakan metoda analisis faktor di masing-masing kelompok

    indikator utama. Tujuannya adalah mereduksi (mengurangi) jumlah observasi yang banyak dengan

    cara mengelompokkan observasi berdasarkan kesamaan informasi variabel yang dikandung oleh

    observasi tersebut. Selain itu juga mereduksi perbedaan satuan pengukuran antarvariabel. Hasil

    akhir dari analisis ini adalah urutan dari observasi yang memiliki nilai tertinggi sampai terendah.

    Sebuah observasi memiliki nilai tertinggi dianggap lebih banyak memiliki informasi di dalam

    peubah-peubahnya, dibandingkan dengan observasi lainnya.

    Metoda analisis faktor merupakan suatu teknik untuk menstrukturkan data. Penstrukturan data

    tersebut dilakukan dengan cara mengelompokkan data asli berdasarkan keeratan hubungan

    masing-masing variabelnya dalam kelompok yang sama. Keeratan hubungan tersebut didasarkan

    pada korelasi antara satu variabel dengan variabel yang lain.

    Metoda analisis faktor juga berfungsi untuk menghilangkan pengulangan dari sekumpulan

    variabel yang saling berkorelasi dengan menunjukkan atau mengganti variabel-variabel tersebut

    dengan sekumpulan variabel yang lebih kecil yang dihasilkan. Sekumpulan variabel yang lebih

    kecil tersebut disebut sebagai faktor.

    Selanjutnya diperoleh hasil nilai loading factor yang dipakai untuk menentukan indeks atau peta

    peringkat daya saing antar kabupaten/kota. Peta peringkat ini memperlihatkan posisi daya saing

    suatu daerah relatif terhadap daerah lainnya, berdasarkan dua kelompok indikator utama dengan

    variabel-variabel pembentuknya.

    Untuk memperoleh indkator daya saing wilayah secara keseluruhan adalah dengan menjumlah

    nilai dari masing-masing loading factor dibagi 2, dengan asumsi bahwa bobot dari kedua indikator

    utama adalah sama besar.

    Dengan demikian akan diperoleh peta peringkat daya saing wilayah dalam perspektif teknologi

    untuk kabupaten dan kota se Jawa-Bali, berupa peta peringkat daya saing wilayah secara

    keseluruhan dan peta peringkat daya saing wilayah dari masing-masing kelompok indikator utama.

    3. HASIL DAN PEMBAHASAN

    Peringkat daya saing wilayah dalam perspektif teknologi secara keseluruhan bisa dilihat sebagai

    berikut: Pertama, akan dibahas pemeringkatan secara keseluruhan; Kedua, pemeringkatan setiap

    provinsi.

    5/23

  • Pemeringkatan Keseluruhan (119 kab/kota)

    Dari 119 kabupaten/kota yang diteliti, secara umum rata-rata indeks daya saing kota lebih

    tinggi daripada kabupaten. Hal ini juga ditunjukkan oleh masing-masing indeks kemampuan

    teknologi maupun indeks iklim teknologi. Perbedaan antara wilayah kabupaten dan kota dapat

    dilihat pada tabel 9.

    Tabel 9. Statistik Indeks Daya Saing Wilayah

    Kab/Kota IKT IIT IDSW Mean 0.42 0.42 0.42

    N 90 90 90 Kabupaten Std dev 0.107 0.109 0.087 Mean 0.71 0.72 0.71

    N 29 29 29 Kota Std dev 0.135 0.152 0.132 Mean 0.49 0.49 0.49

    N 119 119 119 Total Std dev 0.168 0.176 0.160

    Keterrangan

    IKT = Indeks Kemampuan Teknologi

    IIT = Indeks Iklim Teknologi

    IDSW = Indeks Daya Saing Wilayah dalam Perspektif Teknologi

    Dari tabel statistik di atas, ukuran penyebaran (standart deviasi) indeks daya saing wilayah kota

    ternyata lebih besar daripada kabupaten. Hal ini menunjukkan meskipun kota memiliki rata-rata

    indeks daya saing wilayah yang lebih tinggi tetapi juga memiliki disparitas yang tinggi pula.

    Posisi daya saing 10 teratas seluruhnya ditempati oleh daerah dengan status kota, yaitu Jakarta

    Utara, Jakarta Selatan, Kota Denpasar, Kota Magelang, Jakarta Pusat, Jakarta Barat, Kota Bandung,

    Kota Surabaya, dan Kota Malang. Hal ini karena baik kemampuan maupun iklim daerah tersebut

    menunjukkan indeks yang tinggi jauh di atas rata-rata keseluruhan.

    0.00 0.50 1.00 1.50 2.00

    KOTA JAKUTKOTA JAKSEL

    KOTA. DENPASARKOTA MAGELANG

    KOTA JAKTIMKOTA JAKPUSKOTA JAKBAR

    KOTA BANDUNGKOTA SURABAYA

    KOTA MALANG

    Indeks Kemampuan Teknologi Indeks Iklim Teknologi

    Gambar 1. Peringkat Daya Saing Wilayah 10 Kabupaten/Kota Terbaik

    6/23

  • Dari 10 peringkat terbaik Indeks Daya Saing Wilayah di atas, terlihat bahwa kota Denpasar dan

    Kota Magelang berhasil menerobos di antara kota-kota di provinsi DKI Jakarta. Kota Magelang

    dapat meraih posisi ini karena salah satu indikator pada kelompok iklim teknologi yaitu variabel

    Rasio rumah tangga yang menyekolahkan keluarganya ke Perguruan Tinggi terhadap Jumlah

    rumah tangga bernilai paling besar, yaitu 29,31%. Artinya 29,31% rumah tangga di Kota

    Magelang dapat menyekolahkan anggota keluarganya ke Perguruan Tinggi.

    Pemeringkatan Setiap Provinsi

    Provinsi DKI Jakarta

    Tidak dapat dipungkiri bahwa DKI Jakarta sebagai ibukota negara Indonesia merupakan

    barometer perkembangan dan kemajuan teknologi di Indonesia. Oleh karena itu seluruh kota di

    provinsi DKI Jakarta termasuk dalam 10 besar peringkat teratas IDSW. Baik faktor kemampuan

    maupun iklim teknologi kota-kota di DKI Jakarta menunjukkan daya saing yang tinggi (lihat

    lampiran 1).

    Bila ditinjau lebih dalam di antara kelima kota di DKI Jakarta, maka terlihat Jakarta Utara yang

    menduduki posisi puncak di provinsi sekaligus pada level nasional. Hal ini karena kemampuan

    teknologinya yang terbaik di Indonesia, sedangkan untuk iklim teknologi sebenarnya Jakarta Utara

    masih di bawah Jakarta Selatan, Jakarta Timur dan Jakarta Pusat.

    Namun demikian untuk kasus provinsi DKI Jakarta ini sebenarnya banyak indikator yang sulit

    dibedakan antar level pemerintahan kota, mengingat secara administrasi DKI Jakarta merupakan

    satu kesatuan wilayah khusus (ibukota negara).

    Dari skema posisi daya saing (lampiran 2) terlihat Kota-kota di DKI Jakarta semuanya berada

    pada kuadran 1 yang menunjukkan baik indeks kemampuan maupun iklim teknologi daerah

    tersebut berdaya saing tinggi.

    Provinsi Jawa Barat

    Dari 28 kabupaten/kota di Jawa Barat5, lima posisi tertinggi ditempati oleh Kota Bandung. Kota

    Bogor, Kota Bekasi, Kota Depok dan Kota Tengerang.

    Bila di dalami pada masing-masing kelompok indikatornya terlihat bahwa ternyata memang kota

    Bandung mempunyai Iklim teknologi yang terbaik, sedangkan Kota Bekasi adalah daerah dengan

    kemampuan teknologi terbaik di Jawa Barat.

    Untuk lima posisi terendah ditempati oleh Kab. Karawang, Kab. Kuningan, Kab. Cirebon, Kab.

    Indramayu dan Kab. Tasikmalaya. Menyimak posisi terendah ini ada yang menarik yaitu Kab.

    5 Data yang digunakan dalam studi ini adalah data tahun 2000 sehingga belum terjadi pemecahan Provinsi Banten dari Jawa Barat.

    7/23

  • Tasikmalaya yang menduduki posisi terendah di Jawa Barat, ternyata mempunyai indeks

    kemampuan teknologi yang cukup tinggi yaitu 0,56, sejajar dengan Kab. Bogor, maupun Kota

    Cirebon. Namun karena indeks iklim teknologi daerah ini sangat rendah, maka mendudukkan

    kabupaten ini pada posisi terendah pada rangking IDSW secara keseluruhan. Hal ini karena pada

    variabel tingkat inovasi industri, yaitu rasio tingkat penjualan barang tanpa modifikasi sangat

    besar, dan rasio pengeluaran untuk pendidikan terhadap pengeluaran pembangunan Kab.

    Tasikmalaya sangat kecil (7%).

    Dari skema posisi daya saing (lampiran 2) terlihat Kabupaten/Kota di Jawa Barat tersebar pada

    semua kuadran.

    Tabel 10. Posisi Kab/kota di Provinsi Jawa Barat pada Kuadran Daya Saing

    Kuadran Kabupaten/Kota N

    1 Kota Bandung, Kota Bekasi, Kota Bogor, Kota Depok, Kota Tangerang, Kota Cirebon dan Kota Sukabumi.

    7

    2 Kab. Tangerang 1

    3 Kab. Indramayu, Kab. Cirebon, Kab. Karawang, Kab. Subang, Kab.Kuningan, Kab. Majalengka, Kab. Cianjur, Kab. Sumedang, Kab. Pandeglang, Kab. Serang, Kab.Ciamis, Kab. Bekasi, Kab. Purwakerta, Kab. Sukabumi, Kab. Garut

    15

    4 Kab. Bandung, Kab. Bogor, Kota Cilegon, Kab. Lebak, Kab. Tasikmalaya 5

    Provinsi Jawa Tengah

    Dari 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah , lima posisi tertinggi ditempati oleh Kota Magelang,

    Kota Semarang, Kota Salatiga, Kota Surakarta dan Kota Pekalongan.

    Bila di dalami pada masing-masing kelompok indikatornya terlihat bahwa ternyata memang kota

    Magelang mempunyai kemampuan dan Iklim teknologi yang terbaik, sedangkan empat Kota

    lainnya memiliki indeks yang hampir sama.

    Untuk lima posisi terendah ditempati oleh Kab. Pemalang, Kab. Magelang, Kab. Sragen, Kab.

    Pekalongan, dan Kab. Brebes. Kelima kabupaten tersebut mempunyai komposisi kemampuan dan

    iklim teknologi yang rendah.

    Dari skema posisi daya saing (lampiran 2) terlihat Kabupaten/Kota di Jawa Tengah tersebar

    pada 3 kuadran seperti terlihat pada tabel berikut.

    Tabel 11. Posisi Kab/kota di Provinsi Jawa Tengah pada Kuadran Daya Saing

    Kuadran Kabupaten/Kota N

    1 Kota Pekalongan, Kota Semarang, Kota Surakarta, Kota Salatiga, Kota Magelang,

    5

    2 Kab. Tegal, Kab. Semarang, Kab. Wonogiri 1 3 0 4 Kab. Demak, Kab. Brebes, Kab. Blora, Kab. Seragen, Kab. Grobogan, Kab. 29

    8/23

  • Pemalang, Kab. Pekalongan, Kab. Batang, Kab. Pati, Kab. Kebumen, Kab. Cilacap, Kab. Boyolali, Kab. Kendal, Kab. Rembang, Kab. Magelang, Kab. Temanggung, Kab Purbalingga, Kab. Karanganyar, Kab. Sukoharjo, Kab. Kudus, Kab. Wonosobo, Kab. Jepara Kab. Kelaten, Kab. Banjarnegara, Kota Tegal, Kab. Purworejo, Kab. Banyumas

    Provinsi D.I. Yogyakarta

    Dari 5 kabupaten/kota di D.I. Yogyakarta, terlihat Kota Yogyakarta mempunyai indeks

    kemampuan dan iklim teknologi yang paling menonjol dibandingkan yang lainnya. Salah satu

    faktor penyebabnya adalah posisi Kota Yogyakarta sebagai Ibukota provinsi, sekaligus pusat

    aktivitas ekonomi di Provinsi D.I. Yogyakarta.

    Posisi selanjutnya ditempati oleh Kab. Gunung Kidul, Kab. Kulon Progo, Kab. Sleman, dan

    terakhir Kab. Bantul. Dari empat Kabupaten di DIY ini sebenarnya Kab. Sleman mempunyai iklim

    teknologi yang paling baik. Namun kemampuan teknologi yang cukup rendah menempatkannya

    pada rangking ke 4 IDSW total.

    Dari skema posisi daya saing (lampiran 2) terlihat Kabupaten/Kota di D.I. Yogyakarta tersebar

    pada semua kuadran seperti terlihat pada tabel berikut.

    Tabel 12. Posisi Kab/kota di Provinsi DI Yogyakarta pada Kuadran Daya Saing

    Kuadran Kabupaten/Kota N 1 Kota Yogyakarta 1 2 Kab. Bantul 1 3 Kab. Sleman, Kab.Kulon Progo 2 4 Kab. Gunung Kidul 1

    Provinsi Jawa Timur

    Jawa Timur adalah Provinsi dengan jumlah kabupaten/kota terbanyak di Jawa-Bali yaitu 37.

    Lima posisi IDSW tertinggi ditempati oleh Kota Surabaya, Kota Malang, Kota Kediri, Kab.

    Mojokerto, dan Kab. Gresik.

    Kota Surabaya yang pada posisi keseluruhan menempati rangking ke-9, di Jawa Timur

    menduduki posisi tertinggi. Namun bila ditinjau pada setiap kelompok indikatornya sebenarnya

    Kota Surabaya bukanlah yang tertinggi. Untuk indeks kemampuan teknologi ternyata Kota Malang

    yang paling tinggi di Jawa Timur. Sedangkan dari sisi iklim teknologi Kota Kediri adalah kota yang

    terbaik. Hal lain yang menarik adalah posisi Kab. Pacitan yang mempunyai kemampuan teknologi

    cukup tinggi bahkan mengungguli Kota Kediripada perhitungan akhirnya menempati rangking

    ke-12. Hal itu disebabkan oleh iklim teknologi di Kab. Pacitan ini relatif rendah.

    9/23

  • Untuk lima posisi terendah IDSW Jawa Timur ditempati oleh Kab. Magetan, Kab.

    Bondowoso, Kab. Probolinggo, Kab. Nganjuk, dan Kab. Bojonegoro. Kelima kabupaten tersebut

    mempunyai komposisi kemampuan dan iklim teknologi yang relatif rendah.

    Dari skema posisi daya saing (lampiran 2) terlihat Kabupaten/Kota di Jawa Timur tersebar

    pada semua kuadran seperti terlihat pada tabel berikut.

    Tabel 13. Posisi Kab/kota di Provinsi Jawa Timur pada Kuadran Daya Saing

    Kuadran Kabupaten/Kota N

    1 Kota Probolinggo, Kota Madiun, Kota Blitar, Kota Pasuruan, Kab. Gresik Kota Kediri, Kota Mojokerto, Kab. Sidoarjo, Kab. Mojokerto, Kota Surabaya, Kota Malang

    11

    2 Kab. Bangkalan 1

    3

    Kab. Magetan, Kab. Lamongan, Kab. Ngawi, Kab. Bojonegoro, Kab. Nganjuk Kab. Tuban, Kab. Sampang, Kab. Probolinggo, Kab.Kediri, Kab. Situbondo Kab. Trenggalek, Kab. Jombang, Kab. Jember, Kab. Madiun, Kab. Bondowoso Kab. Sumenep, Kab. Tulungagung, Kab. Ponorogo, Kab. Blitar, Kab. Pamekasan Kab. Pasuruan, Kab. Lumajang, Kab. Banyuwangi, Kab. Malang

    23

    4 Kab. Pacitan 1

    Provinsi Bali

    Provinsi Bali yang terkenal dengan pariwisatanya telah berhasil menempatkan salah satu

    daerahnya yaitu Kota Denpasar pada posisi ke-3 pada IDSW Jawa Bali. Keberhasilan Kota Denpasar

    ini didukung oleh indeks iklim teknologi yang menempati urutan pertama.

    Posisi selanjutnya ditempati oleh Kab. Badung, Kab. Tabanan, Kab. Klungkung, Kab. Gianyar,

    Kab. Karang Asem, Kab. Jembrana, Kab. Buleleng, dan terakhir Kab. Bangli.

    Dari sisi indeks kemampuan teknologi sebenarnya antara Kota Denpasar, Kab. Tabanan dan

    Kab. Klungkung tidak jauh berbeda. Sedangkan Kab. Badung menempati posisi ke-2 di Provinsi

    Bali karena Iklim teknologi yang relatif lebih baik.

    Dari skema posisi daya saing (lampiran 2) terlihat Kabupaten/Kota di Provinsi Bali tersebar pada

    semua kuadran seperti terlihat pada tabel berikut.

    Tabel 14. Posisi Kab/kota di Provinsi Bali pada Kuadran Daya Saing

    Kuadran Kabupaten/Kota N 1 Kota Denpasar, Kab. Tabanan, Kab. Badung 3 2 Kab. Gianyar, Kab. Jembrana 2 3 Kab. Bangli 1 4 Kab. Klungkung, Kab. Karangasem, Kab. Buleleng 3

    10/23

  • 4. STRATEGI

    Bagian strategi ini akan sedikit mengulas bagimana memanfaatkan hasil studi ini dalam

    implementasi pengembangan wilayah berbasis teknologi. Pertama berupa strategi umum, dan

    kedua khusus mengenai strategi terkait dengan pengelompokan daerah berdasarkan kwadran daya

    saing.

    4.1. Strategi Umum

    Seperti telah disampaikan di depan bahwa hasil pemeringkatan daya saing ini berguna untuk

    melihat posisi daya saing (kemampuan dan iklim teknologi) di tiap daerah dalam konstelasi

    provinsi maupun antardaerah di beberapa provinsi.

    Bagi pihak pembuat maupun pelaksana kebijakan teknologi berskala nasional maupun regional,

    pemeringkatan yang dihasilkan studi ini akan sangat berguna sebagai indikasi umum untuk

    pembuatan kebijakan yang lebih mendalam. Beberapa hal yang bisa dilakukan antara lain:

    melakukan pengklasifikasian daerah berdasarkan indikator atau kelompok indikator yang

    dikehendaki.

    menganalisis perilaku atau variasi indikator pada setiap kelompok

    membuat kesimpulan umum mengenai pola kelompok, dan

    merencanakan kebijakan terkait untuk peningkatan daya saing suatu wilayah.

    Bagi pihak daerah (kab/kota) strategi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya saingnya

    antara lain dengan kembali melihat pada indikator mana daerah yang bersangkutan mengalami

    kelemahan.

    Untuk meningkatkan kemampuan teknologi suatu wilayah, pada dasarnya dipengaruhi langsung

    atau tidak langsung oleh adanya lembaga pengembang teknologi di tingkat yang lebih tinggi,

    kekuatan pengembangan lembaga tersebut, serta sejauh mana keterkaitan lembaga tersebut dalam

    sistem produksi di wilayah tersebut. Dalam mengkaji kemampuan teknologi, studi ini tidak

    mencakup indikator yang lengkap mengenai kemampuan teknologi, sehingga diharapkan indikasi

    yang ditunjukkan studi ini dapat ditindaklanjuti dengan pengkajian yang lebih mendalam. Bahkan

    idealnya pengkajian harus dilakukan pada tataran yang lebih kecil/detail yaitu di tingkat industri

    maupun perusahaan di suatu wilayah.6

    Untuk Mengkaji kemampuan dan iklim teknologi ini perlu dilakukan pada masing-masing

    kabupaten/kota.

    6 Lihat contoh kasus dalam buku Manajemen Teknologi untuk Pengembangan Wilayah hal 157-167 pada kasus industri Kelapa Sawit di Provinsi Kalimantan Barat.

    11/23

  • 4.2. Strategi Khusus

    Strategi khusus yang seharusnya dilakukan daerah dalam upaya meningkatkan daya saing

    wilayahnya adalah dengan menggeser atau memindahkan posisi suatu daerah dari kuadran 2, 3

    atau 4 ke kuadran 1.

    Gambaran kuadran 1 ini adalah suatu daerah yang mempunyai kemampuan teknologi yang baik

    dan iklim teknologi yang kondusif bagi perkembangan teknologi di daerah tersebut.

    KUADRAN 4

    KUADRAN

    3

    KUADRAN 1

    KUADRAN

    2

    Gambar 2. Pergeseran Posisi Daya Saing

    Secara umum pergeseran kuadran daya saing ini dapat dilakukan dengan melihat kembali

    indikator mana yang mengalami kelemahan, kemudian ditindaklanjuti dengan strategi peningkatan

    nilai indikator tersebut.

    5. KESIMPULAN

    Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil analisis adalah bahwa secara umum daya saing

    daerah kota lebih baik dari kabupaten.

    Dengan dilakukannya penelitian ini telah memberikan gambaran kepada kita tentang posisi

    masing-masing kabupaten/kota relatif terhadap kabupaten/kota lainnya, dari beberapa indikator

    yang sudah di tentukan.

    Selain itu juga bisa memberikan informasi sumber-sumber kekuatan dan kelemahan dari

    masing-masing kabupaten/kota dari 2 kelompok indikator utama. Dengan memperbaiki kinerja

    pada indikator yang lemah akan dapat meningkatkan indeks daya saingnya secara keseluruhan.

    Dalam era otonomi daerah, berbagai gambaran dan informasi tersebut diyakini akan sangat

    bermanfaat bagi peningkatan kualitas kebijakan pembangunan baik nasional maupun daerah.

    Gambaran tersebut tidak akan memiliki arti penting bagi upaya peningkatan kemakmuran

    daerah tanpa adanya tindak lanjut dari masing-masing pemerintah daerah.

    12/23

  • Sementara itu disadari bahwa konsep dan pengukuran peringkat daya saing ini masih banyak

    mengandung kelemahan.

    Beberapa perbaikan masih sangat diperlukan untuk mendapatkan konsep dan pengukuran

    yang dapat mendekati kesempurnaan, walaupun telah menggunakan banyak ukuran (data)

    beberapa data penting masih luput dari perhitungan, hal ini disebabkan oleh ketersediaan data

    (terutama data yang terkait dengan teknologi) dan kesulitan mencari proxy yang dimiliki oleh

    semua daerah.

    DAFTAR PUSTAKA

    1 Tim Studi, Laporan Studi Kebijakan Teknologi untuk Peningkatan Daya Saing Wilayah, Kasus

    Provinsi Kalimantan Selatan, tahun 2000.

    2 Tim Studi P2KTPW, Laporan Studi Kebijakan Teknologi untuk Peningkatan Daya Saing

    Wilayah Provinsi, tahun 2001.

    3 Michael E. Porter, Hirotaka Takeuchi dan Mariko Sakakibara, Can Japan Compete ? , 2000.

    4 Michael E. Porter, The Competitive Advantange of Nations, 1990.

    5 BPS, terbitan Provinsi dalam angka 1999 dari 26 Provinsi, 2000.

    6 BPS, terbitan Kabupaten dan Kota dalam angka 2000 dari 26 Provinsi, 2001.

    7 BPS, terbitan Keuangan Daerah tahun 2000 dari 26 Provinsi, 2000.

    8 Pusat Pengkajian Kebijakan Teknologi Pengembangan Wilayah (P2KTPW), BPPT Manajemen

    Teknologi untuk Pengembangan Wilayah : Konsep Dasar,Contoh Kasus dan Implikasi

    Kebijakan, 2001

    9 PPSK- Bank Indonesia, Daya Saing Daerah, Konsep dan Pengukurannya di Indonesia, 2002,

    BPFE, Yogyakarta.

    13/23

  • LAMPIRAN 1 : Peringkat Daya Saing Wilayah dalam Perspektif Teknologi

    Keterangan :

    Indeks Kemampuan Teknologi

    Indeks Iklim Teknologi

    1. Provinsi DKI Jakarta

    0.00 0.50 1.00 1.50 2.00

    JAKARTA UTARA

    JAKARTA SELATAN

    JAKARTA TIMUR

    JAKARTA PUSAT

    JAKARTA BARAT

    2. Provinsi Jawa Barat

    0.00 0.50 1.00 1.50 2.00

    KOTA BANDUNG

    KOTA BOGOR

    KOTA BEKASI

    KOTA DEPOK

    KOTA TANGERANG

    KOTA CIREBON

    KOTA SUKABUMI

    KAB. TANGERANG

    KAB. BOGOR

    KOTA CILEGON

    KAB. BEKASI

    KAB. BANDUNG

    KAB. SERANG

    KAB. PURWAKERTA

    KAB. PANDEGLANG

    KAB. LEBAK

    KAB. GARUT

    KAB.CIAMIS

    KAB. SUMEDANG

    KAB. CIANJUR

    KAB. SUKABUMI

    KAB. SUBANG

    KAB. MAJALENGKA

    KAB. KARAWANG

    KAB.KUNINGAN

    KAB. CIREBON

    KAB. INDRAMAYU

    KAB. TASIKMALAYA

    14/23

  • 3. Provinsi Jawa Tengah

    0.00 0.50 1.00 1.50 2.00

    KOTA MAGELANG

    KOTA SEMARANG

    KOTA SALATIGA

    KOTA SURAKARTA

    KOTA PEKALONGAN

    KAB. WONOGIRI

    KAB. SEMARANG

    KAB. PURWOREJO

    KAB. BANYUMAS

    KAB. TEGAL

    KAB. JEPARA

    KAB. SUKOHARJO

    KAB. KELATEN

    KAB. BANJARNEGARA

    KAB. KUDUS

    KOTA TEGAL

    KAB. KARANGANYAR

    KAB. CILACAP

    KAB. PURBALINGGA

    KAB. TEMANGGUNG

    KAB. KENDAL

    KAB. PATI

    KAB. WONOSOBO

    KAB. DEMAK

    KAB. BATANG

    KAB. BLORA

    KAB. BOYOLALI

    KAB. KEBUMEN

    KAB. GROBOGAN

    KAB. REMBANG

    KAB. PEMALANG

    KAB. MAGELANG

    KAB. SERAGEN

    KAB. PEKALONGAN

    KAB. BREBES

    4. Provinsi DI Yogyakarta

    0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 1.40 1.60

    KOTA YOGYAKARTA

    KAB. GUNUNG KIDUL

    KAB.KULON PROGO

    KAB. SLEMAN

    KAB. BANTUL

    15/23

  • 5. Provinsi Jawa Timur

    0.00 0.50 1.00 1.50 2.00

    KOTA SURABAYA

    KOTA MALANG

    KOTA KEDIRI

    KAB. MOJOKERTO

    KAB. GRESIK

    KOTA BLITAR

    KOTA PROBOLINGGO

    KOTA MOJOKERTO

    KAB. SIDOARJO

    KOTA MADIUN

    KOTA PASURUAN

    KAB. PACITAN

    KAB. BANYUWANGI

    KAB. MALANG

    KAB. LUMAJANG

    KAB. PAMEKASAN

    KAB. BANGKALAN

    KAB. BLITAR

    KAB. PASURUAN

    KAB.KEDIRI

    KAB. PONOROGO

    KAB. TULUNGAGUNG

    KAB. SAMPANG

    KAB. SUMENEP

    KAB. TRENGGALEK

    KAB. MADIUN

    KAB. JEMBER

    KAB. JOMBANG

    KAB. NGAWI

    KAB. LAMONGAN

    KAB. SITUBONDO

    KAB. TUBAN

    KAB. MAGETAN

    KAB. BONDOWOSO

    KAB. PROBOLINGGO

    KAB. NGANJUK

    KAB. BOJONEGORO

    6. Provinsi Bali

    0.00 0.50 1.00 1.50 2.00

    KOTA. DENPASAR

    KAB. BADUNG

    KAB. TABANAN

    KAB. KLUNGKUNG

    KAB. GIANYAR

    KAB. KARANG ASEM

    KAB. JEMBRANA

    KAB. BULELENG

    KAB. BANGLI

    16/23

  • LAMPIRAN 2: Posisi Keunggulan Daya Saing Wilayah Kabupaten/kota setiap Provinsi

    Keterangan :

    Sumbu Horisontal (x) = Indeks Iklim Teknologi

    Sumbu Vertikal (y) = Indeks Kemampuan Teknologi

    Keterangan Kuadran

    Y

    Kuadran

    4

    Kuadran

    1

    Kuadran

    3

    Kuadran

    2

    x

    DKI Jakarta

    1.50.0-1.5

    1.5

    0.0

    -1.5

    KOTA JAKBARKOTA JAKPUS

    KOTA JAKTIMKOTA JAKSKOTA JAKBAR

    KOTA JAKPUS

    KOTA JAKTIMKOTA JAKS

    Jawa Barat

    2.00.0-2.0

    1.0

    0.0

    -1.0

    KOTA CILEGON

    KOTA DEPOK

    KOTA BEKASI

    KOTA TANGERANG

    KOTA CIREBON

    KOTA BANDUNG

    KOTA SUKABUMI

    KOTA BOGOR

    KAB. SERANG

    KAB. TANGERANGKAB. BEKASI

    KAB. KARAWANG

    KAB. PURWAKERTA

    KAB. SUBANG

    KAB. INDRAMAYU

    KAB. SUMEDANG

    KAB. MAJALENGKA

    KAB. CIREBON

    KAB.KUNINGAN

    KAB.CIAMIS

    KAB. TASIKMALAY

    KAB. GARUT

    KAB. BANDUNG

    KAB. CIANJUR

    KAB. SUKABUMI

    KAB. BOGOR

    KAB. LEBAK

    KAB. PANDEGLANG

    KOTA CILEGON

    KOTA DEPOK

    KOTA BEKASI

    KOTA TANGERANG

    KOTA CIREBON

    KOTA BANDUNG

    KOTA SUKABUMI

    KOTA BOGOR

    KAB. SERANG

    KAB. TANGERANGKAB. BEKASI

    KAB. KARAWANG

    KAB. PURWAKERTA

    KAB. SUBANG

    KAB. INDRAMAYU

    KAB. SUMEDANG

    KAB. MAJALENGKA

    KAB. CIREBON

    KAB.KUNINGAN

    KAB.CIAMIS

    KAB. TASIKMALAY

    KAB. GARUT

    KAB. BANDUNG

    KAB. CIANJUR

    KAB. SUKABUMI

    KAB. BOGOR

    KAB. LEBAK

    KAB. PANDEGLANG

    17/23

  • Jawa Tengah

    1.50.0-1.5

    1.5

    0.0

    -1.5

    KOTA TEGALKOTA PEKALONGAN

    KOTA SEMARANG

    KOTA SALATIGA

    KOTA SURAKARTA

    KOTA MAGELANG

    KAB. BREBES

    KAB. TEGALKAB. PEMALANGKAB. PEKALONGAN

    KAB. BATANGKAB. KENDAL

    KAB. TEMANGGUNG

    KAB. SEMARANG

    KAB. DEMAK

    KAB. JEPARAKAB. KUDUS

    KAB. PATIKAB. REMBANG

    KAB. BLORAKAB. GROBOGANKAB. SERAGEN

    KAB. KARANGANYAKAB. WONOGIRI

    KAB. SUKOHARJOKAB. KELATEN

    KAB. BOYOLALIKAB. MAGELANG

    KAB. WONOSOBO

    KAB. PURWOREJO

    KAB. KEBUMEN

    KAB. BANJARNEGA

    KAB. PURBALINGG

    KAB. BANYUMAS

    KAB. CILACAP

    KOTA TEGALKOTA PEKALONGAN

    KOTA SEMARANG

    KOTA SALATIGA

    KOTA SURAKARTA

    KOTA MAGELANG

    KAB. BREBES

    KAB. TEGALKAB. PEMALANGKAB. PEKALONGAN

    KAB. BATANGKAB. KENDAL

    KAB. TEMANGGUNG

    KAB. SEMARANG

    KAB. DEMAK

    KAB. JEPARAKAB. KUDUS

    KAB. PATIKAB. REMBANG

    KAB. BLORAKAB. GROBOGANKAB. SERAGEN

    KAB. KARANGANYAKAB. WONOGIRI

    KAB. SUKOHARJOKAB. KELATEN

    KAB. BOYOLALIKAB. MAGELANG

    KAB. WONOSOBO

    KAB. PURWOREJO

    KAB. KEBUMEN

    KAB. BANJARNEGA

    KAB. PURBALINGG

    KAB. BANYUMAS

    KAB. CILACAP

    DI Yogyakarta

    .80.0-.8

    .5

    0.0

    -.5

    KOTA YOGYAKARTA

    KAB. SLEMAN

    KAB. GUNUNG KID

    KAB. BANTUL

    KAB.KULON PROGO

    KOTA YOGYAKARTA

    KAB. SLEMAN

    KAB. GUNUNG KID

    KAB. BANTUL

    KAB.KULON PROGO

    Jawa Timur

    1.00.0-1.0

    1.5

    0.0

    -1.5

    KOTA SURABAYA

    KOTA MADIUN

    KOTA MOJOKERTOKOTA PASURUAN

    KOTA PROBOLINGG

    KOTA MALANG

    KOTA BLITARKOTA KEDIRI

    KAB. SUMENEPKAB. PAMEKASAN

    KAB. SAMPANGKAB. BANGKALAN

    KAB. GRESIK

    KAB. LAMONGAN

    KAB. TUBANKAB. BOJONEGORO KAB. NGAWI

    KAB. MAGETAN

    KAB. MADIUN

    KAB. NGANJUK

    KAB. JOMBANG

    KAB. MOJOKERTO

    KAB. SIDOARJO

    KAB. PASURUAN

    KAB. PROBOLINGGKAB. SITUBONDO

    KAB. BONDOWOSO

    KAB. BANYUWANGI

    KAB. JEMBER

    KAB. LUMAJANGKAB. MALANG

    KAB.KEDIRI

    KAB. BLITARKAB. TULUNGAGUN

    KAB. TRENGGALEK

    KAB. PONOROGO

    KAB. PACITAN

    KOTA SURABAYA

    KOTA MADIUN

    KOTA MOJOKERTOKOTA PASURUAN

    KOTA PROBOLINGG

    KOTA MALANG

    KOTA BLITARKOTA KEDIRI

    KAB. SUMENEPKAB. PAMEKASAN

    KAB. SAMPANGKAB. BANGKALAN

    KAB. GRESIK

    KAB. LAMONGAN

    KAB. TUBANKAB. BOJONEGORO KAB. NGAWI

    KAB. MAGETAN

    KAB. MADIUN

    KAB. NGANJUK

    KAB. JOMBANG

    KAB. MOJOKERTO

    KAB. SIDOARJO

    KAB. PASURUAN

    KAB. PROBOLINGGKAB. SITUBONDO

    KAB. BONDOWOSO

    KAB. BANYUWANGI

    KAB. JEMBER

    KAB. LUMAJANGKAB. MALANG

    KAB.KEDIRI

    KAB. BLITARKAB. TULUNGAGUN

    KAB. TRENGGALEK

    KAB. PONOROGO

    KAB. PACITAN

    18/23

  • Bali

    2.00.0-2.0

    .8

    0.0

    -.8

    KOTA. DENPASA

    KAB. BULELENG

    KAB. KARANG ASE

    KAB. BANGLI

    KAB. KLUNGKUNG

    KAB. GIANYAR

    KAB. BADUNG

    KAB. TABANAN

    KAB. JEMBRANA

    KOTA. DENPASA

    KAB. BULELENG

    KAB. KARANG ASE

    KAB. BANGLI

    KAB. KLUNGKUNG

    KAB. GIANYAR

    KAB. BADUNG

    KAB. TABANAN

    KAB. JEMBRANA

    19/23

  • LAMPIRAN 3 : PETA DAYA SAING WILAYAH DALAM PERSPEKTIF TEKNOLOGI

    (DAYA SAING TOTAL JAWA BALI)

    Kab. Malang

    Kab. Cianjur

    Kab. Lebak Kab. Bogor

    Kab. Garut

    Kab. Sukabumi

    Kab. Jember

    Kab. Bandung

    Kab. Ciamis

    Kab. Banyuwangi

    Kab. Blora

    Kab. Cilacap

    Kab. TubanKab. Pati

    Kab. Subang

    Kab. Blitar

    Kab. Tasikmalaya

    Kab. Pandeglang

    Kab. Kediri

    Kab. Bojonegoro

    Kab. Brebes

    Kab. Serang

    Kab. Wonogiri

    Kab. Indramayu

    Kab. Grobogan

    Kab. Karawang

    Kab. Lumajang

    Kab. Ngawi

    Kab. Bekasi

    Kab. Lamongan

    Kab. Pacitan

    Kab. SitubondoKab. Pasuruan

    Kab. Probolinggo

    Kab. Kebumen

    Kab. Sumedang

    Kab. Nganjuk

    Kab. Bondowoso

    Kab. Madiun

    Kab. Buleleng

    Kab. TegalKab. Banyumas Kab. Gresik

    Kab. Sampang

    Kab. Boyolali

    Kab. Bangkalan

    Kab. Cirebon

    Kab. Kuningan Kab. Kendal

    Kab. Gunung Kidul

    Kab. Jepara

    Kab. Sumenep

    Kab. Tangerang

    Kab. Trenggalek

    Kab. JombangKab. Magelang

    Kab. DemakKab. PemalangKab. Rembang

    Kab. Semarang

    Kab. Tulungagung

    Kab. Tabanan

    Kab. Banjarnegara

    Kab. Klaten

    Kab. Bangli

    Kab. Pamekasan

    Kab. Karanganyar

    Kab. Kulon Progo

    Kab. Klungkung

    Kod. SerangWil. Jakarta Utara

    Kod. Pasuruan

    Kod. Sukabumi

    Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi

    20/23

    PEMERINGKATAN DAYA SAING 119 KABUPATEN/KOTA DI PULAU JAWA DAN BALIRUANG LINGKUP3. BAHAN DAN METODEKELOMPOK INDIKATOR KEMAMPUAN TEKNOLOGI

    Variabel

    KeteranganVariabel

    KeteranganVariabel

    KeteranganKELOMPOK INDIKATOR IKLIM TEKNOLOGI

    Variabel

    KeteranganVariabel

    KeteranganVariabel

    KeteranganVariabel

    KeteranganVariabel

    Keterangan

    HASIL DAN PEMBAHASANSTRATEGIKESIMPULANDAFTAR PUSTAKALAMPIRAN 1 : Peringkat Daya Saing Wilayah dalam Perspektif Teknologi1. Provinsi DKI Jakarta3. Provinsi Jawa Tengah5. Provinsi Jawa Timur

    LAMPIRAN 2: Posisi Keunggulan Daya Saing Wilayah Kabupaten/kota setiap ProvinsiKeterangan :KuadranKuadranKuadranKuadranDKI Jakarta

    Jawa BaratJawa Timur