Makalah Sagu
-
Upload
dimsekoprasetyo -
Category
Documents
-
view
1.361 -
download
4
description
Transcript of Makalah Sagu
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perkembangan dalam bidang pertanian dan industri pertanian
seringkali menimbulkan peningkatan limbah pertanian yang sebagian besar
merupakan limbah berlignoselulosa. Secara kimia limbah berlignoselulosa
kaya akan selulosa yang dapat diolah menjadi produk-produk yang bernilai
ekonomi. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
(iptek) terutama mengenai bahan penyerap, maka limbah lignoselulosa dapat
lebih efiseien digunakan dengan modifikasi, salah satunya untuk proses
produksi Na-CMC sebagai bahan baku pembuatan hidrogel.
Na-CMC adalah turunan dari selulosa yang bersifat hidrofilik
sehingga dapat menyerap air dan apabila direaksikan dengan akrilamide
pada kondisi tertentu dapat mempunyai struktur lebih kuat sehingga dapat
diproduksi dalam bentuk hidrogel. Hidrogel merupakan polimer hirofilik
yang mempunyai kemampuan mengembang (swelling) dalam air, tetapi
tidak larut dalam air, serta mempunyai kemampuan mempertahankan bentuk
asalnya (Rosiak JM, 1991). Hidrogel bersifat biokompatible dalam darah,
cairan tubuh, dan jaringan hidup. Disamping itu, hidrogel juga memiliki
permeabilitas air yang cukup tinggi sehingga dapat digunakan sebagai
matriks untuk pengendalian pelepasan obat, pembalut luka bakar, membran
hemodialisis, super absorbant, dan sebagainya (Anonim, 1989). Sifat
hidrofilik dari hidrogel dipengaruhi oleh adanya gugus hidroksil, gugus
karboksil, gugus amida, atau gugus hidrosulfit, sedangkan ketidaklarutan
dalam air dipengaruhi oleh struktur tiga dimensi dari hidrogel. Kemampuan
hidrogel untuk mengembang dalam air merupakan hasil dari keseimbangan
antara kekuatan sebar pada rantai hidrat dengan kekuatan kohesi yang tidak
2
mencegah penetrasi air ke dalam hidrogel. Derajat dan ikatan silang dari
polimer juga ikut menentukan sifat mengembang hidrogel.
Indonesia merupakan salah satu negara utama penghasil sagu di
dunia. Tanaman sagu tumbuh secara komersial untuk produksi pati sagu.
Pati sagu tidak dapat langsung digunakan sebagai bahan untuk membuat
hidrogel karena sifat fungsionalnya yang tidak memungkinkan sehingga
perlu dikombinasikan terlebih dahulu. Pati merupakan suatu bahan baku
alternatif untuk bahan dasar hidrogel yang berfungsi sebagai absorber.
Sebuah campuran pati dan akrilamide mempunyai potensi untuk membentuk
biopolimer komponen unik karena dapat memproduksi gel. Limbah sagu
yang dihasilkan dari industri pengolahan pati belum banyak dimanfaatkan
secara optimal. Padahal, limbah sagu merupakan biomassa lignoselulosa.
Oleh karena itu, limbah sagu dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar untuk
bahan penyerap dalam proses produksi hidrogel sehingga dapat mengurangi
pencemaran lingkungan dan meningkatkan pendapatan negara karena dapat
memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi bila dikembangkan secara
aplikatif.
1.2. Perumusan Masalah
Meningkatnya limbah pertanian akibat perkembangan industri
pertanian menimbulkan pengaruh pencemaran lingkungan. Limbah
pertanian merupakan hasil samping industri pengolahan pertanian. Salah
satu limbah pertanian dari hasil samping industri adalah limbah sagu.
Limbah sagu merupakan biomassa lignoselulosa yang mengandung
komponen penting, seperti pati dan selulosa. Namun, limbah sagu belum
banyak dimanfaatkan sehingga belum memiliki nilai ekonomi. Padahal,
biomassa lignoselulosa limbah sagu berpotensi sebagai bahan untuk
membuat hidrogel.
3
1.3. Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk:
(1) mengetengahkan kondisi limbah sagu di Indonesia,
(2) mengestimasi tingkat kebutuhan masyarakat dunia terhadap hidrogel
serta keuntungannya,
(3) memanfaatkan potensi yang terkandung pada limbah sagu sebagai bahan
baku pembuatan hidrogel,
(4) menyarankan metode dalam produksi biomassa lignoselulosa dari limbah
sagu, dan
(5) melihat keuntungan hidrogel yang dihasilkan dari limbah sagu.
1.4. Manfaat
Manfaat makalah ini adalah diperolehnya informasi mengenai
(1) kondisi limbah sagu di Indonesia,
(2) sumber-sumber bahan baku hidrogel dengan berbagai kelebihannya,
(3)kandungan limbah sagu dalam peranannya sebagai bahan baku
pembuatan hidrogel,
(4) perbandingan keuntungan hidrogel limbah sagu dibandingkan dengan
sumber lainnya, dan
(5) disosialisasikannya mengenai metode produksi biomassa lignoselulosa
dari limbah sagu.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Potensi Limbah Sagu
Indonesia merupakan negara agraris dengan kekayaan sumber daya
hayati pertanian, baik jenis maupun jumlah yang sangat melimpah. Salah
satu sumber daya hayati tersebut adalah sagu. Indonesia merupakan negara
utama penghasil sagu di dunia. Indonesia memiliki hutan sagu liar yang luas
(>700.000 ha). Beberapa daerah penghasil sagu, di antaranya Irian Jaya
terdapat sekitar 6 juta dan daerah Pidie di pantai timur Aceh memiliki 2012
ha lahan untuk produksi sagu dengan kapasitas produksi 527 ton sagu
(McClatchey et al. 2006).
Sagu (Metroxylon sagu) memiliki kandungan pati yang lebih tinggi
dibandingkan dengan jenis Metroxylon lainnya, sehingga sagu banyak
dimanfaatkan dalam berbagai industri termasuk pertanian. Saat ini,
pemanfaatan sagu hanya terfokus pada pati yang terkandung di dalamya.
Perkembangan industri pengolahan pati menyebabkan peningkatan hasil
sampingan berupa limbah sagu, diantaranya kulit batang dan ampas sagu.
Limbah ikutan pengolahan sagu berupa kulit batang batang sagu sekitar 17-
25% dari serat batang, sedangkan ampas sekitar 75-83% . Namun, limbah
tersebut belum dimanfaatkan secara optimal (McClatchey et al. 2006).
Padahal limbah merupakan biomassa lignoselulosa yang kaya akan selulosa,
sehingga dapat dimanfaatkan secara optimal sebagai sumber karbon.
Kandungan pati dan selulosa pada limbah sagu adalah salah satu
alasan yang menjadikannya sebagai sumber karbon. Kiat (2006) meyatakan
bahwa limbah sagu berupa kulit batang biasanya dikeringkan dan digunakan
5
untuk kayu bakar, sedangkan ampas sagu dicampur dengan bahan makanan
tambahan dan digunakan sebagai makanan hewan. Hal ini disebabkan ampas
sagu mengandung karbohidrat (selulosa) yang dapat dimanfaatkan sebagai
pakan ternak sehingga menjadi sumber energi bagi ternak. Selulosa limbah
sagu dapat dimanfaatkan oleh ternak karena ternak memiliki enzim khusus
(selulase) yang dapat menguraikan selulosa menjadi komponen yang lebih
sederhana yang berguna sebagai sumber energi. Selain itu, kulit batang sagu
dan ampas sagu juga digunakan sebagai pengisi dalam pembuatan papan
partikel.
Baru-baru ini, Kiat (2006) memanfaatkan limbah sagu dengan
melakukan karakterisasi karboksimetil limbah sagu untuk dijadikan sebagai
hidrogel. Selain itu, Aziz (2002) dalam Kiat (2006) melaporkan bahwa serat
sagu digunakan sebagai ruahan fermentasi rumen dan pelepah sagu dalam
industri pulp dan kertas.
Limbah sagu dari hasil samping industri pengolahan pati berupa kulit
batang dan ampas sagu mengandung pati, serat kasar, protein kasar, lemak,
dan abu. Namun, pati terdapat dalam jumlah terbesar. Ampas mengandung
65,7% pati yang terdiri atas residu lignin sebesar 20,67%, sedangkan
kandungan selulosa di dalamnya sebesar 19,55% dan sisanya merupakan zat
ekstraktif dan abu. Di sisi lain, kulit batang sagu mengandung selulosa
(56,86%) dan lignin yang lebih banyak (37,70%) daripada ampas sagu (Kiat
2006).
2.2. Pemanfaatan Limbah Sagu
Biomassa secara sempit didefinisikan sebagai bahan (material) yang
berasal dari tumbuhan terestrial (darat). Biomassa tumbuhan sebagian besar
berupa biomassa lignoselulosa yang tersusun dari selulosa, hemiselulosa,
6
dan lignin. Selain itu pektin, protein, zat ekstraktif, dan abu juga terdapat
dalam jumlah kecil. Salah satu biomassa lignoselulosa adalah limbah sagu.
Biomassa secara sempit didefinisikan sebagai bahan (material) yang
berasal dari tumbuhan terestrial (darat). Biomassa tumbuhan sebagian besar
berupa biomassa lignoselulosa yang tersusun dari selulosa, hemiselulosa,
dan lignin. Selain itu pektin, protein, zat ekstraktif, dan abu juga terdapat
dalam jumlah kecil. Salah satu biomassa lignoselulosa adalah limbah sagu.
Limbah sagu merupakan hasil samping industri pengolahan pati.
Industri ekstraksi pati sagu menghasilkan tiga jenis limbah, yaitu residu
selular empulur sagu berserat (ampas), kulit batang sagu, dan air buangan.
Jumlah kulit batang sagu dan ampas sagu adalah sekitar 26% dan 14%
berdasar bobot total balak sagu (Singhal et al. 2008).
Biasanya kulit batang sagu dikeringkan dan digunakan untuk kayu
bakar, sedangkan ampas sagu dicampur dengan bahan makanan tambahan
dan digunakan sebagai makanan hewan. Kulit batang sagu dan ampas sagu
juga digunakan sebagai pengisi dalam pembuatan papan partikel (Kiat
2006).
Kiat (2006) melaporkan bahwa limbah sagu mengandung komponen
penting seperti pati dan selulosa. Jumlah limbah kulit batang sagu mendekati
26%, sedangkan ampas sagu sekitar 14% dari total bobot balak sagu. Ampas
mengandung 65,7% pati dan dan sisanya merupakan serat kasar, protein
kasar, lemak, dan abu. Dari persentase tersebut ampas mengandung residu
lignin sebesar 21%, sedangkan kandungan selulosa di dalamnya sebesar
20% dan sisanya merupakan zat ekstraktif dan abu. Di sisi lain, kulit batang
sagu mengandung selulosa (57%) dan lignin yang lebih banyak (38%)
daripada ampas sagu.
7
2.3. Na-CMC Sebagai Bahan Baku Pembuatan Hidrogel
Na-CMC adalah turunan dari selulosa dan sering dipakai dalam
industri pangan, atau digunakan dalam bahan makanan untuk mencegah
terjadinya retrogradasi. Pembuatan CMC adalah dengan cara mereaksikan
NaOH dengan selulosa murni, kemudian ditambahkan Na-kloro asetat
(Fennema, Karen and Lund, 1996).
Reaksi :
R OH + NaOH → RONa + H2O
R ONa + ClCH2COONa → O CH2COONa + NaCl
Na-CMC merupakan zat dengan warna putih atau sedikit
kekuningan, tidak berbau dan tidak berasa, berbentuk granula yang halus
atau bubuk yang bersifat higroskopis (Inchem, 2002). Menurut Tranggono
dkk. (1991), CMC ini mudah larut dalam air panas maupun air dingin. Pada
pemanasan dapat terjadi pengurangan viskositas yang bersifat dapat balik
(reversible). Viskositas larutan CMC dipengaruhi oleh pH larutan, kisaran
pH Na-CMC adalah 5-11 sedangkan pH optimum adalah 5, dan jika pH
terlalu rendah (<3), Na-CMC akan mengendap (Anonymous. 2004).
Na-CMC akan terdispersi dalam air, kemudian butir-butir Na-CMC
yang bersifat hidrofilik akan menyerap air dan terjadi pembengkakan. Air
yang sebelumnya ada di luar granula dan bebas bergerak, tidak dapat
bergerak lagi dengan bebas sehingga keadaan larutan lebih mantap dan
terjadi peningkatan viskositas (Fennema, Karen andLund, 1996). Hal ini
akan menyebabkan partikel-partikel terperangkap dalam sistem tersebut dan
memperlambat proses pengendapan karena adanya pengaruh gaya gravitasi.
Menurut Fardiaz, dkk. (1987), ada empat sifat fungsional yang
penting dari Na-CMC yaitu untuk pengental, stabilisator, pembentuk gel dan
beberapa hal sebagai pengemulsi. Didalam sistem emulsi hidrokoloid (Na-
8
CMC) tidak berfungsi sebagai pengemulsi tetapi lebih sebagai senyawa yang
memberikan kestabilan. Dengan adanya Na-CMC ini maka partikel-partikel
yang tersuspensi akan terperangkap dalam sistem tersebut atau tetap tinggal
ditempatnya dan tidak mengendap oleh pengaruh gaya gravitasi (Potter,
1986).
Mekanisme bahan pengental dari Na-CMC mengikuti bentuk
konformasi extended atau streched Ribbon (tipe pita). Tipe tersebut
terbentuk dari 1,4 –D glukopiranosil yaitu dari rantai selulosa. Bentuk
konformasi pita tersebut karena bergabungnya ikatan geometri zig-zag
monomer denga jembatan hydrogen dengan 1,4 -Dglukopiranosil lain,
sehingga menyebabkan susunannya menjadi stabil. Na-CMC yang
merupakan derivat dari selulosa memberikan kestabilan pada produk dengan
memerangkap air dengan membentuk jembatan hydrogen dengan molekul
Na-CMC yang lain (Belitz and Grosch, 1986).
Secara garis besar, proses pembuatan karboksi metil selulosa melalui
2 (dua) tahap reaksi, yaitu pertama reaksi alkalisasi dan kedua reaksi
eterifikasi. Pada reaksi tahap pertama, yaitu alkalisasi merupakan reaksi
antara selulosa dengan larutan soda (basa) menjadi alkali selulosa (selulosa
bersifat larut dalam larutan soda). Sedangkan tahap kedua, yaitu eterifikasi
merupakan reaksi antara alkali selulosa dengan senyawa natrium kloro asetat
menjadi natrium karboksi metil selulosa (Na-CMC) yang membentuk
larutan kental (viskous). Reaksi berlangsung dalam temperatur antara 60-
800C dan waktu operasi antara 2-3 jam dan dilakukan pengadukan (mixing).
2.4. Analisis Substansi Hidrogel
Hidrogel merupakan polimer superabsorben yang mempunyai sifat
mampu menahan pengeluaran air dan mengatur penyerapan. Hidrogel juga
bersifat hidrofilik dan memiliki permeabilitas air yang tinggi. Sifat hidrofilik
9
hidrogel dipengaruhi oleh gugus -OH, -COOH, -CONH2, NH2 dan -SO3H.
Ikatan utama gugus hidrofilik karena terdiri dari gugus asam karboksilat (-
COOH) yang mudah menyerap air sehingga ketika dimasukkan dalam air
atau pelarut akan terjadi interaksi antara polimer dengan molekul air
(Herdiyanto et al., 2007). Interaksi yang terjadi adalah hidrasi. Mekanisme
hidrasi yang terjadi adalah ion dari zat terlarut dalam polimer seperti COO-
dan Na+ akan tertarik dengan molekul polar air seperti pada Gambar 1.
Gambar 1. Mekanisme Hidrasi Polimer Superabsorben
2.5. Kemampuan Hidrogel Menahan Air
Penggunaan hidrogel dapat dimanfaatkan sebagai bahan polimer
superabsorben. Kelebihan penggunaan hidrogel jika dibandingkan dengan
bahan absorben lain seperti kertas, selulosa dan kapas adalah kemampuan
absorpsinya beberapa kali lipat dibandingkan beratnya, tahan terhadap
tekanan dan 90 % bahannya dapat diuraikan sehingga ramah lingkungan.
Polimer superabsorben merupakan suatu bahan yang dapat mengabsorpsi
dan atau menyimpan cairan lebih dari berat bahan tersebut dan tidak
melepas cairan tersebut. Penggunaan polimer superabsorben sangat banyak
diantaranya digunakan sebagai bahan pengolahan limbah, media tumbuh
tanaman, bahan untuk mengurangi friksi dalam pipa, bahan pelapis anti
bocor, pelindung jaringan kabel bawah tanah, bahan pembuatan kemasan
barang dan bahan pemadam kebakaran.
10
Polimer superabsorben dari bahan organik memiliki beberapa
kelemahan diantaranya kapasitas absorpsi yang terbatas, karakteristik fisik
yang kurang kuat, tidak stabil terhadap perubahan suhu dan pH.
Banyak penelitian yang dilakukan untuk memodifikasi polimer
dengan bahan lain untuk meningkatkan kemampuan absorpsi dan ketahanan
sifat fisiknya dengan memanfaatkan radiasi diantaranya pembuatan polimer
superabsorben yang dimodifikasi dengan menggunakan radiasi gamma.
Polimer yang dihasilkan mempunyai kapasitas absorpsi air dan uap yang
lebih baik yaitu 200 g air/g polimer, ketahanan fisik terhadap suhu dan
keasaman yang cukup tinggi. Di samping itu, polimer yang dihasilkan dapat
mengabsorpsi larutan urea dengan kapasitas absorpsi antara 935 sampai
5212 g/g polimer serta dapat menyerap lebih dari 20 persen massa air.
2.6. Akrilamide Sebagai Campuran Na-CMC Dalam Sintesis Hidrogel
Akrilamida (atau amida akrilat) adalah senyawa organik sederhana
dengan rumus kimia C3H5N O dan berpotensi berbahaya bagi kesehatan
(menyebabkan kanker atau karsinogenik) sehingga harus hati-hati dalam
penggunaanya. Nama IUPAC-nya adalah 2-propenamida. Dalam bentuk
murni ia berwujud padatan kristal putih dan tidak berbau. Pada suhu ruang,
akrilamida larut dalam air, etanol, eter, dan kloroform. Ia tidak kompatibel
dengan asam, basa, agen pengoksidasi, dan besi (dan garamnya). Dalam
keadaan normal ia akan terdekomposisi menjadi amonia tanpa pemanasan,
atau menjadi karbon dioksida, karbon monoksida, dan oksida nitrogen
dengan pemanasan.
Akrilamida dapat membentuk rantai polimer panjang yang dikenal
sebagai poliakrilamida, yang juga karsinogenik. Polimer ini dipakai dalam
pengental karena ia akan membentuk gel bila tercampur air. Dalam
laboratorium biokimia poliakrilamida dipakai sebagai fase diam dalam
elektroforesis gel (PAGE atau SDS-PAGE). Ia dipakai pula dalam
11
penanganan limbah cair, pembuatan kertas, pengolahan bijih besi, dan dalam
pembuatan bahan pengepres. Beberapa akrilamida dipakai dalam pembuatan
zat pewarna, atau untuk membentuk monomer lain.
2.7. Kelebihan Limbah Sagu sebagai Bahan Dasar Pembuatan Hidrogel
Potensi sagu di Indonesia saat ini seluas 1,128 juta ha atau 51,3%
dari 2,201 juta ha areal sagu dunia dan pemanfaatan tanaman sagu sejauh ini
cenderung terfokus pada pati yang dihasilkannya. Pengolahan batang sagu
menjadi pati hanya 16-28%. Hasil ikutan pengolahan sagu berupa kulit
batang dan ampas sekitar 72% merupakan biomassa limbah sagu hasil
industri pengolahan sagu yang masih sangat kurang pemanfaatannya (Asben
2005). Kiat (2006) melaporkan bahwa jumlah ampas sagu dan pati yang
besar di dalam air limbah praolah berkontribusi terhadap BOD dan COD air
limbah secara signifikan. Limbah ini akan menjadi masalah lingkungan yang
serius bila tidak di perlakukan untuk tujuan tertentu atau dibuang dengan
cara yang benar. Dengan demikian, limbah sagu dapat menjadi alternatif
sebagai bahan baku pembuatan hidrogel.
Mulai
Gagasan dan Kreativitas
Kajian Pustaka
Pengumpulan Data dan Informasi
Analisis dan Sintesis
Penulisan
Penarikan Simpulan
Selesai
12
BAB III
METODE PENULISAN
Penyusunan makalah ini dimulai dengan cara penggalian ide dan
pengembangan kreativitas dilanjutkan studi pustaka kemudian dilakukan
pengumpulan data dan informasi. Metode penulisan makalah yang lebih
terstruktur disajikan pada Gambar 2.
13
BAB IV
METODE PENELITIAN
Alat :
1. Gelas beker
2. Viscometer
3. Alat ukur berat jenis (density)
4. Termometer
5. Botol semprot
6. Motor pengaduk
7. Magnetic stirrer
8. Condenser (lengkap)
9. Reaktor berpengaduk
10. Mesin Berkas Elektron
Bahan :
1. Larutan NaOH / NaOH flake
2. Monokloroasetat (Na-kloroasetat)
3. Etanol 95 %
4. S e l u l o s a (pati sagu)
5. Monokloroasetat (Na-kloroasetat)
6. Aquades
7. Akrilamide
Cara Kerja :
Pembuatan Na-CMC Secara Eterifikasi
1. Pasang reaktor berpengaduk.
2. Pastikan air pendingin (cooler) melalui condensor dalam keadaan mengalir.
3. Timbang sejumlah tertentu selulosa (pati sagu), NaOH dan Na-kloroasetat.
4. Buat larutan NaOH dengan konsentrasi tertentu (3-10 %) dan diaduk,
kemudian dimasukkan ke dalam gelas kimia.
14
5. Masukkan selulosa ke dalam larutan NaOH dan diaduk.
6. Masukkan larutan selulosa dalam NaOH tadi ke dalam reaktor berpengaduk.
7. Nyalakan water/oil bath dan di set pada temperature 110 oC .
8. Atur temperatur operasi (Top) antara 70-100 oC dan waktu operasi antara 1-
2 jam (setelah temperatur operasi dicapai).
9. Selama operasi berlangsung, amati dan catat apa yang terjadi di dalam
reaktor tersebut (pH, temperatur, warna larutan, kekentalan).
10. Kemudian tambahkan senyawa larutan Na-Kloroaestat ke dalam reaktor.
11. Selama operasi berlangsung, amati dan catat apa yang terjadi di dalam
reaktor tersebut (pH, temperatur, warna laruran, kekentalan).
12. Setelah beberapa waktu tertentu (0,5-1 jam), hentikan proses eterifikasi.
13. Setelah agak dingin, produk (yang berupa larutan kental) dikeluarkan dari
reaktor, kemudian ditimbang.
14. Lakukan analisa larutan produk yang diperoleh meliputi :
a. Viskositas (cp) dalam larutan 10 %
b. Densitas (gram/cm3) dalam larutan 10 %
c. pH larutan
15. Agar diperoleh Na-CMC dalam bentuk padat, tambahkan etanol 96 %
secukupnya ke dalam produk tersebut.
16. Keringkan pada temperatur antara 60-70 oC dan timbang hasilnya.
Grafting
1. Rendam Na-CMC dengan larutan akrilamide selama waktu tertentu.
2. Diradiasi kemudian disaring agar terpisah dengan larutannya.
3. Segel agar tidak berhubungan dgn udara luar.
4. Cuci hasil grafting dengan aquadest kemudian keringkan pada suhu 550C.
5. Hasilnya berupa gumpalan atau bubuk.
NB: Selanjutnya dapat dilakukan analisis dengan termogravimetri analisis, FTIR, uji swelling, dan atau SEM.
15
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
Proses pembuatan karboksi metil selulosa dapat dilakukan secara
alkilasi maupun eterifikasi. Namun yang dipilih disini pada proses eterifikasi
yang menghasilkan reaksi:
R OH + NaOH → RONa + H2O
R ONa + ClCH2COONa → O CH2COONa + NaCl
Reaksi tersebut disebut reaksi eterifikasi dikarenakan dalam proses
pembuatannya, selulosa (pati sagu) direaksikan dengan natrium kloro asetat
menjadi natrium karboksi metil selulosa (Na-CMC) yang membentuk
larutan kental (viskous).
Na-CMC stabil walaupun bahannya higroskopis. Dibawah kondisi
basa yang tinggi, Na-CMC mampu menyerap air secara besar kuantitasnya.
Solut cairan stabil pada pH 2 – 10, namun dapat stabil di bawah pH 2, dan
kekentalan solut menurun dengan cepat diatas pH 10. Umumnya, solut
menunjukan kekentalan maksimal dan stabil pada pH 7 – 9.
Na-CMC kemungkinan steril dalam keadaan kering oleh keutamaan
Na-CMC saat temperatur ±100o C dalam satu jam. Beberapa bahan
materialnya dipersiapkan untuk sterilisasi, Meskipun viskositasnya menurun
secara signifikan.
Larutan solut dapat disterilisasi dalam keadaan panas. Dengan
demikian larutan solut juga menghasilkan viskositas yang dapat tereduksi.
Setelah kesemuanya, viskositas tereduksi sekitar 25%, tetapi hal ini
mereduksi sedikit daripada material yang steril pada `keadaan yang kering.
16
Luasnya reduksi sama dengan berat molekuler dan menurun ketika
substitusi.
Dalam hal ini, Na-CMC sudah dapat digunakan sebagai absorber
karena telah memiliki sifat hidrofilik namun untuk meningkatkan nilai
ekonomis yang lebih tinggi, maka perlu dilakukan pencangkokan untuk
mengubah ketahanan fisiknya dikarenakan ketahanan fisik Na-CMC
terbilang belum cukup kuat.
Untuk memberikan ketahanan struktur fisik yang lebih kuat, maka
dilakukan pencangkokan Na-CMC dengan akrilamide yang hasilnya nanti
disebut sebagai hidrogel. Hasil dari pencangkokan ini, yaitu:
1. Rendaman dengan waktu 2 jam menghasilkan akrilamide yang
diabsobsi sekitar 62 dan 68 %.
2. Perendaman lebih lama akan menurunkan efektivitas karena
semakin lama, ikatan Na dengan CMC akan digantikan dengan H
dari akrilamide.
3. Rendaman yg lama mengakibatkan Na terektraksi ke dalam
monomer sementara CMC tidak bisa mengembang lagi menyerap
akrilamide.
Perlu diketahui, untuk karakterisasi dapat dilakukan empat cara,
yaitu dengan termogravimetri analisis, FTIR, uji swelling, dan atau SEM.
Termografi Analisis
Termografi analisis dikenal sebagai termografi inframerah yang
merupakan alat ukur temperature berdasarkan deteksi gelombang radiasi
termal dalam bentuk hasil gambar (termogram). Visualisasi hasil termogram
membantu dalam memprediksikan kondisi ketebalan suatu bahan atau
polimer melalui analisa distribusi temperatur. Beberapa parameter yang
17
diperlukan dalam analisis adalah temperature permukaan dalam dan luar
bahan, parameter pengukuran temperature serta dimensi bahan. Selain
prediksi kuantitative, teknik pengukuran termografi inframerah ini juga
dapat secara langsung mengetahui lokasi terjadinya kegagalan fungsi sistem
pencangkokan bahan.
Caranya adalah sampel dimasukkan ke dalam crus alumina
kemudian dipanaskan dari suhu 25-6000C dngn mngalirkan gas N2.
FTIR (Fourier Tranform Infra Red)
Spektroskopi Infra Red (IR) merupakan teknik analisis kimia yang
metodenya berdasarkan pada penyerapan sinar infra merah oleh molekulsenyawa.
Panjang gelombangm IR tergolong pendek, yakni 0,78 – 1000 μm, sehingga tidak
mampu mentransisikan elektron, melainkan hanya menyebabkan molekul bergetar atau
bervibrasi. Spektrokopi IR digunakan untuk penentuan struktur, yakni informasi penting
tentang gugus fungsional suatu molekul. Penentuan struktur inidilakukan dengan melihat
plot apektrum IR yang terdeteksi oleh alatspektrofotometer IR. Spektrum ini menyatakan
jumlah radiasi IR yangditeruskan melalui cuplikan sebagai fungsi frekuensi atau bilangan.
Spektrofotometer IR digunakan dalam penelitian ini untuk mengetahui
karakteristik padatan yang dihasilkan, seperti struktur ikatan dan gugus fungsi yang
dikandungnya.
Uji Swelling (Uji Pengembangan)
Merupakan teknik untuk menguji kemampuan serap hidrogel terhadap air, yaitu
dengan caa merendam sampel dalam air.
18
SEM (Scanning Electron Microscope)
Mikroskop pemindai elektron atau SEM adalah sebuah mikroskop yang
mampu melakukan pembesaran objek sampai 2 juta kali, yang menggunakanelektro
statik dan elektro magnetik untuk mengontrol pencahayaan dan tampilan gambar serta
memiliki kemampuan pembesaran objek serta resolusi yang jauh lebih bagus daripada
mikroskop cahaya.
Prosedur kerja analisis SEM yaitu pertama-tama dilakukan suatuupaya untuk
menghilangkan penumpukan elektron (charging) di permukaan obyek, dengan
membuat suasana dalam ruang sampel tidak vakum tetapi diisi dengan sedikit gas yang
akan mengantarkan muatan positif ke permukaan obyek, sehingga penumpukan elektron
dapat dihindari.
SEM ini dapat digunakan untuk menentukan bentuk kristal dari hidrogel.
19
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Peningkatan limbah pertanian dari hasil samping industri dapat
dimanfaatkan sebagai Natrium CMC yang merupakan bahan baku dalam
pembuatan hidrogel. Oleh sebab itu, hal ini dapat dijadikan solusi
sebagai penanggulangan terhadap limbah pertanian khususnya limbah
sagu.
2. Limbah sagu sebagai hasil samping industri pengolahan pati memiliki
potensi sebagai penghasil bahan baku produksi hidrogel. Selama ini,
limbah sagu hanya digunakan sebagai kayu bakar atau pakan ternak.
Limbah sagu mengandung lignoselulosa yang kaya akan selulosa
sehingga dapat dijadikan sebagai bahan baku produksi hidrogel.
3. Metode tahapan yang dapat dilakukan dalam produksi hidrogel dari
limbah sagu adalah pembuatan Na-CMC, pencangkokan dengan
akrilamid menggunakan mesin berkas elektron, dan analisis hasil.
4. Limbah sagu sebagai bahan baku pembuatan hidrogel memiliki
keuntungan yaitu meningkatkan nilai guna limbah sagu, hidrogel, dan
mengurangi pencemaran lingkungan.
Saran
Potensi limbah sagu sebagai Na-CMC yang notabene dijadikan
sebagai bahan baku pembuatan hidrogel perlu mendapatkan perhatian
khusus untuk dikembangkan. Sebaiknya ada kerjasama antara pemerintah,
20
perguruan tinggi, dan industri hasil pertanian. Promosi produk hidrogel dari
limbah sagu sebaiknya dilakukan lebih intensif. Kemudian perlunya
penelitian lebih lanjut agar hidrogel yang dihasilkan dapat dikembangkan
lebih luas dalam segi pemanfaatannya.
21
DAFTAR PUSTAKA
Belitz, H. D. and W. Grosch. 1986. Food Chemistry. New York: Springer
Veralag Berlin Heldenberg
Fardiaz, Srikandi, Ratih Dewanti, Slamet Budijanto. 1987. Risalah
Seminar ; Bahan Tambahan Kimiawi (Food Additive). Bogor:
Institut Pertanian Bogor
Fennema,O.R. 1986. Principle of Food Science. Marcel Dekker Inc. New
York and Basel
Fennema, O. R., M. Karen, and D. B. Lund. 1996. Principle of Food
Science. The AVI Publishing, Connecticut
Potter, N. Norman. 1986. Food Science. The AVI Publishing. Inc. Westport,
Connecticut
Tranggono, S., Haryadi, Suparmo, A. Murdiati, S. Sudarmadji, K. Rahayu,
S. Naruki, dan M. Astuti.1991. Bahan Tambahan Makanan (Food
Additive). PAU Pangan dan Gizi.Yogyakarta: UGM
Herdiyanto, Erizal, dan Tamat, S.R. 2007. Pengaruh Iradiasi Gamma dan
Konsentrasi Polivinilpirolidon Pada Pembuatan Hidrogel serta
Kemampuan Imobilisasi dan Pelepasan Kembali Propanolol
HC.Jurnal Sains dan Teknologi Nuklir
Indonesia.Tangerang.Vol.VII:1-16
Swasono,R.Tamat,dkk.2008.Sintesis Hidrogel Poli(N-Vinil-2-Pirolidon-
Asam Tartrat).pdf
22
Rosiak JM.1991.Hydrogel Dressing HDR, Radiation Effect on Polymer.
Washington D.C: ACS (page 118-20)
Anonym.1989.Hydrogel:Speciality Plastic for Biomedical And
Pharmaceutical Application.New York: Academid Press (page 17-
47)
Kiat LJ.2006.Preparation and characterization of carboxymethyl sago waste
and its hydrogel [tesis]. Malaysia: Universiti Putra Malaysia.
McClatchey W, Manner HI, dan Elevitch CR. 2006. Metroxylon amicarum,
M. paulcoxii, M. sagu, M. salomonense, M. vitiense, and M.
warburgii (sago palm) Arecaceae (palm family). Species Profiles for
Pacific Island Agroforestry. www.traditionaltree.org
Singhal RS, Kennedy JF, Gopalakrishnan SM, Kaczmarek Agnieszka, Knill
CJ, dan Akmar PF. 2008. Industrial production, processing, and
utilization of sago palm-derived products. Carbohydr Polym 72: 1-
20.
http://soulkeeper28.files.wordpress.com/2009/01/na-cmc.pdf
http://yprawira.wordpress.com/polimer-polimer-semi-sintetik/
Anonymous. 2004. Cellulose. http://en.wikipedia.org/wiki/Cellulose
http://id.wikipedia.org/wiki/Akrilamida
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/20836/Bagian
%2520II.doc+kelebihan+pati+sagu+sebagai+bahan+baku+hidrogel
23
http://www.ccitonline.com/mekanikal/tiki-view_blog.php?blogId=306
http://www.scribd.com/doc/50782215/21/Analisis-Gugus-Fungsi-pada-
Bentonit-dengan-Spektra-Infrared-IR
24
LAMPIRAN
Carboymethylcellulose Sodium (Na – CMC)
1. Nama Lokal
BP : Carmllose sodium
JP : Carmllose sodium
USPNF : Carmllosum natricum
PhEur : Carboxymethylcellulose sodium
2. Sinonim
Akuacell; Aquasorb;Blanose; cellulose gum; CMC sodium; E466;
Finnfix; nymcel;SCMC; sodium carboxymethylcellulose; sodium
cellulose glycolate; sodium CMC;Tylose CB
3. Nama Kimia dan Nomer Registrasi CAS
Cellulose, carboxymethyl ether, sodium salt [9004-32-4]
4. Rumus Empiris dan Berat Molekul
USP mendeskripsikan sodium karboksimetilselulosa merupakan garam
sodium yang berasal dari sebuah polikarboksimetil eter selulosa. Berat
molekulnya adalah 90000-700000.
5. Kategori Fungsional
Sebagai agen penyalut, agen stabilitas, suspending agen, tablet dan
kapsul disintegran tablet pengikat, agen pengabsorbsi air.
25
6. Pemerian
Ketebalan : 0.52 g/cm3
Konstanta Disosiasi : pKa = 4.30
Titik Cair : kecoklatan pada kira – kira 227o C
Muatan Cairan : Dapat dianggap sebagai cirinya berisi air kurang dari 10
%. Tetapi Sodium CMC meupakan higroskopik dan artinya menyerap
air sebanyak temperatur diatas 37o C yang relatif basah sekitar 80 %.
Kelarutan : praktis larut dalam aseton, etanol 95%, eter dan toluen. Air
mudah didispersi pada semua suhu, pada bentuk yang murni, pada solut
koloid. Kelarutan caiaran bermacam – macam tergantung derajat
substitusi (DS)
Viskositas : Tingkatan atau Sodium CMC yang tersedia dalam
perdagangan memiliki perbedaan kekentalan cairan, solut cairan 1 % b/v
dengan kekentalan 5 – 13000 mPas (5 – 13000 cP) kemungkinan mampu
tercapai. Sebuah peningkatan konsentrasi menghasilkan peningkatan
pada kekentalan solut cairan, memperpanjang pemanasan pada
temperatur tinggi mampu mempermanen penurunan kekentalan.
Viskositas solut Sodium CMC dapat stabil dengan baik pada rentang pH
4 – 10. Jauhnya pH optimum adalah netral.
7. Inkompatibilitas
Sodium CMC inkompatibilitas dengan kuat pada larutan asam dengan
beberapa garam besi dan beberapa logam atau baja, beberapa aluminium,
merkuri dan besi. Namun dapat terjadi pada pH kurang dari 2 dan juga
ketika dikocok dengan etanol 95%
26
Sodium CMC berbentuk kompleks dengan gelatin dan pektin. Sodium
CMC juga dapat kompleks dengan kolagen dan mengandung beberapa
protein.
AKRILAMIDA
Akrilamida
Nama IUPAC [sembunyikan] prop-2-enamide
Identifikasi
Nomor CAS [79-06-1]PubChem 6579SMILES O=C(\C=C)N
InChI 1/C3H5NO/c1-2-3(4)5/h2H,1H2,(H2,4,5)
Sifat
Rumus kimia C3H5NOMassa molar 71.08 g mol−1
Densitas 1.13 g/cm³Titik leleh 84.5 °CTitik didih - (polymerization)Kelarutan dalam air 204 g/100 ml (25 °C)
Bahaya
MSDS ICSC 0091
Klasifikasi EU
Toxic (T)Templat:Carc2Templat:Muta2Templat:Repr3
Indeks EU 616-003-00-0
27
NFPA 704 232
Frasa-RR45, R46, Templat:R20/21,Templat:R25, R36/38, R43,R48/23/24/25, Templat:R62
Frasa-S S53, S45Titik nyala 138 °CSuhu swanyala 424 °C
Kecuali dinyatakan sebaliknya, data di atas berlakupada temperatur dan tekanan standar (25°C, 100 kPa)
Sangkalan dan referensi
Gambar Hidrogel dalam Bidang Pertanian
28
Gambar Hidrogel dalam Bidang Medis
Gambar Hidrogel dalam Bidang Kecantikan