Makalah Psikoum Fantasi
-
Upload
febriana-dian-nugraheni -
Category
Documents
-
view
7.540 -
download
5
Transcript of Makalah Psikoum Fantasi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Pendahuluan
Siapa yang tidak pernah berfantasi? Fantasi sopan? Fantasi nakal? Fantasi
yang membuat anda bergerak maju dan berkembang menjadi baik? Atau fantasi
yang malah meninabobokan anda dalam jurang alam tidak nyata? Semua orang
pernah berfantasi, baik dalam masa kecilnya ataupun usia dewasa. Fantasi bebas
untuk dilakukan siapa saja. Hanya saja yang masalah apabila fantasi terjadi bukan
semestinya. Misalnya terjadi di usia yang tidak wajar, atau digunakan bukan
untuk tujuan yang baik.
Makalah ini akan membahas mengenai fantasi yang terjadi pada manusia,
baik anak-anak maupun dewasa. Selain itu juga akan dibahas akibat yang
mungkin timbul dari fantasi. Serta manfaat dari fantasi dalam program bimbingan
konseling.
1.2 Permasalahan
Setiap orang mempunyai dan mengalami fantasi yang berbeda-beda.
Bahkan pada satu objek yang sama, tiap individu akan memiliki fantasi yang
berbeda-beda. Misalnya sekelompok anak dihadapkan pada bola. Si A akan
membayangkan bola itu sebagai dunia, sedangkan anak yang lain akan
menfantasikan sebagai makanan. Fantasi juga menolong orang untuk memikirkan
cara atau strategi menghadapi sesuatu hal yang akan datang. Misalnya, seorang
siswa diminta membayangkan apa yang akan terjadi jika ia lulus atau tidak.
1
Fantasi memiliki dampak baik positif maupun negatif dalam
penggunaannya. Oleh karena itu makalah ini akan mengangkat permasalahan
dampak fantasi pada anak-anak. Terlebih kepada dampak sahabat imajinasi bagi
anak-anak. Serta fantasi pada orang dewasa
2
BAB II
ISI
2.1 Tinjauan Pustaka
2.2.1 Pengertian Fantasi
Fantasi menurut Yanto Subiyanto (1980, hal.18) adalah kemampuan jiwa
untuk membentuk tanggapan-tanggapan atau bayangan-bayangan baru. Hal
senada juga dijelaskan oleh Bimo Walgito (1983, hal 99). Dengan fantasi manusia
dapat melepaskan diri dari keadaan yang dihadapinya dan menjangkau ke depan,
ke keadaan yang akan mendatang. Sedangkan menurut Julianto Simanjuntak
(2007, hal. 108), fantasi (imajinasi) adalah kemampuan jiwa yang dapat
membentuk satu tanggapan baru dengan pertolongan tanggapan yang lama.
Fantasi dapat terjadi secara sadar ataupun tidak sadar. Fantasi secara sadar
misalnya pada seorang pemahat arca yang membentuk arca berdasarkan
fantasinya. Sedang fantasi tidak sadar biasanya dilakukan oleh anak kecil yang
bercerita tidak sesuai dengan kenyataan, walau tanpa ada maksud untuk
berbohong (Walgito, 1983, hal. 99).
2.2.2 Macam-macam Fantasi
Jenis-jenis fantasi menurut Bimo Walgito dalam bukunya dapat diuraikan
sebagai berikut : Fantasi umumnya merupakan aktivitas yang menciptakan. Tetapi
sekalipun demikian orang sering membedakan antara fantasi yang menciptakan
dan fantasi yang dipimpin. Fantasi yang menciptakan yaitu merupakan bentuk
atau jenis fantasi yang menciptakan sesuatu, misalnya seorang pelukis
menciptakan lukisan berdasarkan atas daya fantasinya. Fantasi yang dipimpin
3
yaitu bentuk atau jenis fantasi yang dituntun oleh pihak yang lain. Misalnya
seseorang yang melihat film, orang ini dapat mengikuti apa yang dilihatnya dan
dapat berfantasi tentang keadaan atau tempat-tempat yang lain dengan perantaraan
film itu, sehingga fantasinya dituntun berdasarkan film.
Fantasi dibagi menurut caranya orang berfantasi :
1. Fantasi yang mengabstraksi
Cara orang berfantasi dengan mengabstraksikan beberapa bagian sehingga ada
bagian-bagian yang dihilangkan. Misal ada anak yang belum pernah melihat
gurun pasir, maka untuk menjelaskan digunakan lapangan.
2. Fantasi yang mendeterminasi
Yaitu cara orang berfantasi dengan mendeterminasi terlebih dahulu. Misalnya
seorang anak belum pernah melihat harimau, kemudian dikenalkan bahwa
harimau adalah kucing yang besar. Maka dalam fantasinya akan muncul gambaran
kucing besar sebagai harimau.
3. Fantasi yang mengkombinasi
Yaitu cara orang berfantasi di mana orang mengkombinasikan pengertian-
pengertian atau bayangan-bayang yang ada pada individu yang bersangkutan.
Misal fantasi tentang ikan duyung, yaitu makhluk yang memiliki kepala wanita
dan berbadan ikan (Walgito, 1983, hal. 100).
Fantasi bisa dibedakan juga atas fantasi aktif, pasif, dan kombinasi
keduanya. Yang aktif secara sadar dibimbing akal dan kemampuan. Misalnya
kemampuan untuk mengabstraksikan kemampuan yang diterninatif (kemampuan
yang menentukan). Fantasi pasif bisa sadar bisa juga tidak. Fantasi pasif yang
4
tidak sadar kita sebut melamun. Fantasi pasif yang sadar menjadi sesuatu yang
tidak terbimbing (Simanjuntak, 2007, hal. 108).
2.2.3 Tes Fantasi
Ada berbagai macam test yang dapat digunakan untuk mengukur
kemampuan individu dalam berfantasi. Macam-macam test itu adalah (Walgito,
1983, hal. 101) :
1. Test TAT yaitu test yang berwujud gambar-gambar dan testee disuruh
bercerita tentang gambar itu.
2. Test kemustahilan yaitu test yang berbentuk gambar-gambar atau cerita-
cerita yang mustahil terjadi dan testee disuruh mencari kemustahilannya
itu.
3. Heilbronner Wirsma Test yaitu test yang berwujud suatu seri gambar yang
makin lama makin sempurna.
4. Test Rorschach yaitu test yang berwujud gambar-gambar dan testee
diminta untuk menginterpretasikan gambar tersebut.
2.2 Analisa
Setiap anak akan mengalami masa kemedan atau masa dimana anak-anak
akan banyak hidup dalam fantasinya. Jika anak ditanya atau diminta bercerita
tentang sesuatu hal. Ia akan lebih banyak memasukkan tentang fantasinya.
Misalnya seorang anak yang tiba-tiba bercerita bahwa sepedanya bisa terbang,
atau ia memiliki anjing yang bisa menari. Hal-hal seperti itu adalah fantasi.
Berkaitan dengan masa kemedan itu, anak-anak dikatakan memasuki saat
itu jika ia mulai berbicara sendiri (seolah-olah ada orang lain, padahal tidak) dan
5
melakukan kegiatan seolah-olah bermain peran. Hal ini wajar dan akan dialami
oleh setiap anak. Menjadi di luar batas kewajaran saat anak asyik sendiri dengan
dunianya, sehingga ia mulai sulit membedakan antara dunia nyata dengan
khayalan.
Reni Akbar dan Hawadi (2001, hal.9) menuliskan bahwa pada
perkembangan sosial anak usia 3-6 tahun kebutuhan berteman akan diganti oleh
anak sesuai umurnya. Pada anak prasekolah, teman penggantinya adalah
imaginary playmates. Teman khayal anak sebagaimana layaknya teman di dunia
memiliki nama, ciri-ciri fisik dan kemampuan yang normal yang dimiliki anak
sebaya. Biasanya anak cenderung senang dengan teman khayal ini. Usia yang
biasa untuk teman khayal adalah tiga-empat tahun. Di atas usia itu, sahabat
imajinasi anak seharusnya sudah berganti dengan binatang peliharaan. Walaupun
tidak bisa dipungkiri sering kita mendapati anak seolah-olah terlihat bermain
dengan teman sebayanya, namun ternyata dia sedang asyik sendiri dengan
mainannya atau dunianya.
Menjelang usia 2 tahun, anak memerlukan kerjasama sosial. Kerja sama
sosial melalui bermain apabila dilakukan antara anak dengan orang dewasa akan
sangat menyenangkan bagi anak. Tetapi hal ini tidak akan berjalan baik jika
dilakukan dengan teman sebaya, karena teman sebayanya juga mempunyai
keinginan yang berbeda dan tidak mau kalah. Akan tetapi jika orang tua atau
orang dewasa di sekitar anak terlalu sibuk, anak akan beralih kepada sahabat
imajiner. Dengan sahabat imajinasi ini anak akan mendapat kepuasan hati dan
diri.
6
Bersama dengan sahabat imajinasinya, anak akan menghidupkan
kehidupannya. Mungkin saja saat bermain plastisin anak berfantasi mengenai
sesuatu hal. Misal bulatan dianggapnya sebagai robot pintar. Saat ini terjadi
jangan cela anak anda. Karena anak yang selalu dicela fantasinya akan mengalami
creativity drop (Wanei, 2003, hal. 87). Walau fantasi juga akan meningkatkan
kreativitas anak, namun perlu diwaspadai beberapa hal yang mungkin menimpa
anak jika tidak dibiasakan untuk bergaul dengan sahabat nyata. Hal-hal yang
mungkin terjadi antara lain :
1. Rasa rendah diri
Jika rendah diri sering timbul, anak akan memandang dirinya rendah dan
karenanya akan menjadi landasan tumbuhnya rasa rendah diri.
2. Cemburu pada teman sebaya
Cemburu berkembang apabila anak kaku bergaul dan cemburu terhadap
keberhasilan prestasi teman. Cemburu membuat anak tidak bahagia dan
juga membuat anak lain menolak dia sebagai teman bermain.
3. Kecewa
Anak yang acapkali cemburu akan kaku dalam pergaulan. Anak kaku
sering menyalahkan orang lain. Kemungkinannya anak akan berusaha
mencari penyebab timbulnya rasa kecewa. Mungkin yang dipersalahkan
adalah kakaknya atau orang tuanya. Anak yang sering kecewa kurang
termotivasi untuk melakukan interaksi sosial.
4. Malu
7
Sikap kaku karena interaksi sosial yang kurang menimbulkan rasa malu
untuk bergerak maju. Malu akan mengarah pada prestasi yangjauh di
bawah kemampuan.
5. Jemu
Anak yang malu dan kaku akan menarik diri dari pergaulan sosial teman
sebaya. Aktivitas permainan dan kegiatannya tidak berkembang karena si
anak resah dan jemu. Akibatnya aktivitas sosial akan terhambat.
6. Agresi
Tindakan atau ancaman baik lisan atau tulisan yang bersifat destruktif.
7. Egosentris
Anak selalu ingin menang sendiri.
Menilik banyaknya dampak dari kehidupan fantasi yang tidak sehat dalam
diri anak (terlalu lama). Perlu bagi anak dikenalkan dengan kegiatan sosial dan
sikap sosial. Orang dewasa dalam hal ini orang tua berperan penting untuk
mengenalkan beberapa sikap sosial, seperti : empati, ramah, simpati, kerjasama,
persaingan, murah hati (Wanei, 2003, hal. 89-90). Berbagai sikap sosial tadi dapat
dikenalkan pada anak melalui permainan.
Bagaimana jika fantasi ini dilakukan oleh orang dewasa? Simanjuntak
(2007, hal.109) menegaskan bahwa fantasi sering menjadi tidak realistis dan
berbahaya. Misalnya saat kita merencanakan masa depan. Seringkali kita kurang
mampu menganalisa kemampuan diri sendiri. Fantasi ini akan menghambat
kemajuan kita. Fantasi yang berlebihan juga berbahaya, sebab terlalu optimis
kurang memperhatikan atau mengantisipasi kegagalan/bahaya di depan. Orang
8
yang dikuasai fantasi besar bisa jadi sering bohong. Ini terjadi karena kita sudah
terlanjur bicara, sulit menarik kata-kata kita, lalu kita menutupi kebohongan kita
dengan suatu defense mechanism. Akhirnya sering terjadi, kita menghalalkan
segala cara untuk mencapai keinginan (fantasi) kita. Fantasi mempunyai
hubungan dengan proses berpikir. Namun berkebalikan degan fantasi, berpikir
berarti mewujudkan tahap abstrak menjadi nyata (konkret).
2.3 Implikasi Konseling
Apakah fantasi itu semata-mata berbahaya dan tidak berguna bagi para
konselor dalam mengkonseling siswa (pasien). Saya berpendapat fantasi yang
diarahkan dan fantasi yang aktif bisa menolong dalam proses konseling, karena
fantasi aktif secara sadar dibimbing akal dan kemampuan.
Misalnya dalam kasus menghadapi ujian nasional, saat anak memasuki
jenjang kelas 6 atau 9 atau 12, anak langsung berfantasi mengenai pendidikan
lanjutan setelah dia lulus. Sebagai guru, kita harus tanggap terhadap fantasi anak
ini. Jangan sampai dibiarkan fantasi anak tertalu tinggi hingga tidak melihat
kemampuan sendiri. Namun jangan sampai pula kita mencela fantasi anak.
Saat kita mengetahui anak didik berfantasi mengenai yang akan dia
lakukan setelah lulus, yang pertama dilakukan adalah beri dukungan (asal
fantasinya positif), kemudian ajak dia untuk melihat kondisi dia, dalam hal ini
kemampuannya. Jika didapati kemampuan dan keinginan bertolak belakang, beri
solusi kepada anak didik untuk meningkatkan kemampuan atau menurunkan
sedikit standar keinginannya. Ajak anak untuk lebih banyak melihat realita,
jangan sampai dia terlena dalam fantasinya.
9
Fantasi sendiri juga berguna bagi konselor. Menurut Patty dkk (1982, hal
113), fantasi memungkinkan kita mengikuti seorang pengarang atau pencerita,
merasakan apa yang dirasakannya. Dengan demikian empati dan simpati kita juga
turut kepada apa yang dialami pencerita. Fantasi juga menolong seseorang untuk
kadang melarikan diri sejenak dari kehidupan nyata yang sulit.
10
BAB III
PENUTUP
Fantasi adalah kemampuan jiwa yang dapat membentuk satu tanggapan
baru dengan pertolongan tanggapan yang lama. Fantasi memiliki sisi negatif dan
positif. Jika kita bisa mengarahkan fantasi ini menjadi hal yang positif, maka yang
terjadijuga hal positif. Demikian juga sebaliknya. Namun, ada hal-hal yang harus
diwaspadai, bahwa fase berfantasi anak harus berakhir pada usia tertentu.
Sedangkan pada orang dewasa sekalipun fantasi juga harus dikembalikan kepada
keadaan nyata dirinya, berikut kemampuannya.
11
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, Rani dan Hawadi. (2001). Psikologi Perkembangan Anak : Mengenal Sifat, Bakat, dan Kemampuan Anak. Jakarta : Grasindo
Simanjuntak, Julianto. (2007). Perlengkapan Seorang Konselor : Catatan Kuliah dan Refleksi Pembelajar Konseling. Tangerang : LK3
Subiyanto, Yanto dan Dedi Suryadi. (1980). Tanya Jawab Pengantar Psikologi. Bandung: Armico
Wanei, Geraldine K. (2003). Perilaku Anak Usia Dini Kasus dan pemecahannya :
Sahabat Imajiner. Jakarta : Kanisius
Walgito, Bimo. (1983). Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi UGM
12