MAKALAH PSIKOLOGI ABNORMAL (SKIZOFRENIA)
description
Transcript of MAKALAH PSIKOLOGI ABNORMAL (SKIZOFRENIA)
MAKALAH
PSIKOLOGI ABNORMAL
GANGGUAN SKIZOFRENIA
OLEH KELOMPOK 5:
1. CHIKA AYU PUTRI (5A/10121.007)
2. DINA AYU PAMUNGKAS (5A/10121.015)
3. ELINA WATI (5A/10121.016)
4. QONIK KUS ARMANDA SARI (5A/10121.017)
5. HERU AGUS SAPUTRA (5A/10121280P)
PROGRAM STUDY BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
IKIP PGRI MADIUN
2012
1
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah berkat limpahan rahmat dan hidayah dari Allah SWT. kami
menyelesaikan tugas menyusun Makalah Gangguan Skizofrenia selesai tepat pada
waktunya. Berkenan dengan ini pula penyusun mengangkat tema tentang Makalah
Gangguan Skizofrenia. Penyusun bermaksud ikut menyumbangkan pengetahuan kami
tentang pemahaman Makalah Gangguan Skizofrenia dan menambah wawasan pembaca
pada umumnya.
Pada kesempatan ini penyusun juga ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Rischa. selaku dosen profesi Psikologi Abnormal dalam menyelesaikan
tugas ini dengan penuh kesabaran.
2. Teman-teman yang turut membantu dalam menyelesaikan Makalah
Gangguan Skizofrenia tepat pada waktunya.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena
itu kami berharap kritik dan saran dari pembaca.
Akhirnya semoga langkah dan usaha kami mendapat ridho dari Allah SWT. serta
bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Madiun, 29 September 2012
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................... ii
DAFTAR ISI...................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah........................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan...................................................................... 1
D. Manfaat Penulisan.................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Skizofrenia............................................................ 3
B. Gambaran Klinis Gangguan Skizofrenia................................. 3
C. Jenis Gangguan Skizofrenia.................................................. 5
D. Penyebab Munculnya Gangguan Skizofrenia.......................... 7
E. Gejala-gejala Munculnya Gangguan Skizofrenia.................... 12
F. Penanganan Gangguan Skizofrenia.......................................... 16
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.............................................................................. 18
B. Saran......................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 19
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap individu memiliki kemampuan menjalin hubungan sosial, mulai dari
hubungan intim biasa sampai hubungan saling ketergantungan . Hubungan social
tersebut diperlukan individu dalam rangka menghadapi dan mengatasi berbagai
kebutuhan hidup.Maka dari itu seorang manusia perlu membina hubungan
interpersonal yang memuaskan.Gangguan jiwa adalah penyakit non fisik,
seyogianya kedudukannya setara dengan penyakit fisik lainnya. Meskipun
gangguan jiwa tersebut tidak dianggap sebagai gangguan yang menyebabkan
kematian secara langsung, namun beratnya gangguan tersebut dalam arti ketidak
mampuan serta invalisasi baik secara individu maupun kelompok akan
menghambat pembangunan, karena tidak produktif dan tidak efisian (Kusumanto
Setjionegoro, 1981)
Menurut paham kesehatan jiwa seseorang dikatakan sakit apabila ia tidak
lagi mampu berfungsi secara wajar dalam kehidupannya sehari-hari, dirumah,
disekolah/kampus, ditempat kerja dan lingkungan sosialnya. Seseorang yang
mengalami gangguan jiwa akan mengalami ketidak mampuan berfungsi secara
optimal dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu faktor yang menyebabkan
seseorang mengalami gangguan jiwa adalah adanya stressor psikososial. Stressor
psikososial adalah setiap keadaan atau peristiwa yang menyebabkan perubahan
dalam kehidupan seseorang (anak, remaja, dewasa). Sehingga orang itu terpaksa
mengadakan adaptasi (penyesuaian diri) untuk menanggulangi stressor yang
timbul. Namun, tidak semua orang mampu mengadakan adaptasi dan mampu
menanggulanginya sehingga timbullah keluhan-keluahan dibidang kejiwaan berupa
gangguan jiwa dari ringan hingga yang berat.
B. Rumusan Masalah
Makalah ini membahas tentang Gangguan Skizofrenia. Pembahasan dalam
makalah ini memiliki beberapa rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa pengertian Skizofrenia?
4
2. Bagaimana gambaran klinis gangguan skizofrenia?
3. Apa saja macam gangguan skizofrenia?
4. Apa saja penyebab munculnya gangguan skizofrenia?
5. Apa saja gejala-gejala munculnya gangguan skizofrenia?
6. Bagaimana penanganan gangguan skizofrenia?
C. Tujuan Penulisan
Secara terperinci tujuan pembahasan dalam makalah Gangguan Skizofrenia
adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengertian pengertian Skizofrenia,
2. Untuk mengetahui gambaran klinis gangguan skizofrenia,
3. Untuk mengetahuimacam macam gangguan skizofrenia,
4. Untuk mengetahui penyebab munculnya gangguan skizofrenia,
5. Untuk mengetahui gejala-gejala munculnya gangguan skizofrenia,
6. Untuk mengetahui bagaimana penanganan gangguan skizofrenia.
D. Manfaat Penulisan
Pembahasan makalah ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai :
1. Bahan diskusi pada mata kuliah Psikologi Abnormal,
2. Bahan informasi dan telah yang berguna bagi pengembangan pengetahuan
dan wawasan tentang Gangguan Skizofrenia.
5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Skizofrenia
Skizofrenia merupakan kelompok gangguan psikiosis atau psikotik yang
ditandai terutama oleh distorsi-distorsi mengenai realitas, juga sering terlihat adanya
perilaku menarik diri dari interaksi social, serta disorganisasi dan fragmentasi
dalam hal persepsi, pikiran dan kognisi (Carson dan Butcher, 1992 dalam Sutardjo
A. Wiramihardja, 2005).
Skizofrenia berasal dari dua kata “Skizo” yang artinya retak atau pecah
(split), dan “frenia“ yang artinya jiwa. Dengan demikian seseorang yang menderita
gangguan jiwa Skizofrenia adalah orang yang mengalami keretakan jiwa atau
keretakan kepribadian (splitting of personality).
Skizofrenia merupakan gangguan yang sangat membingungkan atau
banyak menyimpan teka teki. Pada suatu saat, orang-orang dengan skizofrenia
berpikir dan berkomunikasi dengan sangat jelas, memiliki pandangan yang tepat
atas realita, dan berfungsi secara baik dalam kehidupan sehari-hari. Pada saat lain,
pemikiran dan kata-kata mereka terbalik-balik, mereka kehilangan sentuhan dengan
realita, dan mereka tidak mampu memelihara diri mereka sendiri.
Ada perbedaan tentang gejala-gejala skizofrenia pada anak-anak dengan
skizofrenia pada orang dewasa. Hal ini terjai karena pada anak-anak gejala-gejala itu
tidak tampak jelas, sedangkan pada orang dewasa gejala-gejala itu tampak lebih
jelas.
B. Gambaran Klinis Skizofrenia
Gangguan skizofrenia terkadang berkembang pelan-pelan dan tidak
Nampak dengan jelas. Dalam kasus-kasus tertentu, gambaran klinis didominasi oleh
seclusiveness (perasaan kurang hangat), minatnya makin lama makin lemah
terhadap dunia lingkungannya, dan melamun yang berlebihan serta blunting of affect
(tidak adanya responivitas emosional). Akhirnya, respon-respon yang tidak selaras
atau ringan saja tampil, misalnya tidak begitu peduli terhadap property social
(barang-barang umum milik masyarakat).
6
Pola-pola simtom ini secara tradisional mengacu pada proses-proses
skizofrenia, yaitu adanya perkembangan gradual dari waktu ke waktu dan tidak
muncul segera ketika terdapat ada stressor yang tiba-tiba, serta cenderung untuk
berjalan dengan jangka panjang. Hasil dari proses-proses skizofrenia secara umum
dinilai tidak baik, sangat meragukan, karena kebutuhan untuk mendapatkan
penangan (trearment) biasanya tidak ditemukan sampai pola-pola perilakunya
benar-benar tamapak sebagai perilaku sakit. Dalam keadaan lain simtom-simtom
skizofrenia bisa tiba-tiba dan dramatic serta ditandai oleh adanya goncangan
emosional yang kuat (intence) dan kebingungan yang sangat kuat.
1. Affective Flattening
Merupakan berbagai bentuk reduksi (penurunan atau pengurangan), atau bahkan
sama sekali hilangnya respon-respon afektif terhadap lingkungannya, terganggu
dalam menampilkan reaksi-reaksi emosionalnya. Sering juga disebut bluned
affect. Raut wajah mereka tetap tidak berubah untuk waktu yang lama, tidak
peduli apapun yang terjadi dan bahasa tubuhnya mungkin tidak responsible atas
apa yang terjadi di lingkungannya. Orang-orang dengan gangguan skizofrenia
tidak memperlihatkan adanya emosi, namun mungkin saja menghayati emosi
yang kuat, tetapi mereka tidak mampu mengekspresikannya.
2. Alogia
Merupakan pengurangan atau penurunan (reduksi) berbicara. Penderita tidak
berinisiatif untuk berbicara dengan orang lain, dan jika ditanya secara langsung
(direct question), ia menjawabnya dengan singkat dengan isi jawaban yang tidak
berbobot.
3. Avolition
Merupakan ketidakmampuan untuk bertahan pada saat-saat biasa, atas aktivitas
yang mengarah pada pencapaian tujuan, termasuk dalam bekerja, sekolah dan
dirumah.
Negatif simtom dari skizofrenia dapat menjadi sulit untuk didiagnosis
secara reliable. Alasan, pertama, meliputi ketidakhadiran perilaku, lebih banyak
daripada menghadirkan perilaku tertentu yang dapat didiagnosis. Kedua, negative
simtom terletak dalam kontinum antara normal dan abnormal, lebih sedikit
dibandingkan perilaku yang jelas-jelas ganjil. Ketiga, negative simtom dapat
disebabkan oleh factor dalam lainnya dari skizofrenia, seperti depresi atau isolasi
social, atau karena simtom negative mungkin menjadi bagian dari efek pengobatan.
7
C. Tipe-tipe Skizofrenia
Para ahli seringkali menyebut schizophrenia sebagai “keranjang sampah”.
Jika tanda-tanda sakit tidak jelas, maka akan disebut schizophrenia undifferentiated.
Ada lima tipe schizophrenia (dalam Sutardjo A. Wiramihardja, 2005:146) sebagai
berikut:
1. Tipe Undifferentiated
Merupakan tipe skizofrenia yang menampilkan perubahan pola simtom-
simtom yang cepat menyangkut semua indicator schizophrenia. Misalnya,
indikasi yang sangat ruwet, kebingungan (confusion), emosi yang tidak dapat
dipegang karena berubah-ubah (emotional tumoil), adanya delusi, referensi yang
berubah-ubah atau salah, adanya ketergugahan yang sangat besar, autism seperti
mimpi, depresi, dan sewaktu-waktu juga ada fase yang menunjukan ketakutan.
Umumnya, gambara ini terlihat pada pasien-pasien yang berada pada proses
yang sedang berada dalam keadaan melemah (breaking down) dan menuju
schizophrenia. Juga sering terjadi jika ada perubahan-perubahan yang besar
dalam memenuhi tuntutan-tuntutan penyesuaian diri yang tidak mampu
dihadapi.
Tipe ini cenderung memiliki serangan atau permulaan yang relative lebih
awal dalam kehidupan dan mnjadi kronis sehingga sulit untuk diobati (Susan
Nolen-Hoeksema, 2004).
2. Tipe Paranoid
Tipe ini mulai sesudah umur 30 tahun. Tipe ini ditandai oleh adanya
pikiran-pikiran yang absurd (tidak ada pegangan), tidak logis, dan delusi yang
berganti-ganti. Sering juga diikuti halusinasi, dengan akibat kelemahan penilaian
kritis (critical judgment)-nya dan aneh tidak menentu, tidak dapat diduga, dan
kadang-kadang berperilaku yang berbahaya. Pada kasus kritis biasanya
perilakunya lebih kurang terorganisasi jika dibandingkan dengan penderitaan
tipe skizofrenia lainnya dan dalam menarik diri dari interaksi social kurang
ekstrim.
Orang dengan tipe ini memiliki halusinasi dan delusi yang sangat
mencolok, yang melibatkan tema-tema tentang penyiksaan dan kebesaran.
Mereka bisa jadi jelas dan pandai dalam mengungkapkan pikirannya, dengan
teliti atau terperinci dalam bercerita mengenai bagaimana seseorang berkomplot
melawan mereka. Mereka bisa jadi juga mampu mengutarakan dengan jelas
8
nyeri yang mendalam (deep pain) dan kesedihan yang mendalam atau
penderitaan mereka yang berat (anguish) dari keyakinan bahwa mereka disiksa
(Torrey, 1995; Susan Nolen-Hoeksema, 2004).
Orang-orang dengan tipe ini secra tinggi melawan kepada argumen-
argumen yang melawan delusi mereka dan bias menjadi sangat mudah marah
terhadap setiap orang yang berdebat dengan mereka. Mereka mungkin tidak
bertindak arogan dan seolah-olah mereka superior terhadap orang lain, atau
mungkin tetap jauh dan mencurigai. Mereka memiliki kemungkinan yang lebih
besar untuk dapat hidup mandiri, mendapat pekerjaan dan selanjutnya
menunjukkan pemfungsian kognitif dan social yang lebih baik (Kendler dkk.,
1994).
3. Tipe Katatonik
Tipe ini ditandai dengan adanya withdrawl (penarikan diri) dari lingkungan
bersifat ekstrim, sehingga dia tidak kenal lagi dengan lingkungan dunianya. Tipe
skizofrenia yang timbulnya pertama kali antara umur 15-30 tahun
Orang yang dengan tipe ini menunjukkan berbagai perilaku motoric dan
cara-cara berbicara yang dianggap hamper secara penuh tidak reponsif terhadap
lingkungan mereka. Diagnosis untuk catatonic schizophrenia mensyaratkan dua
dari simtom-simtom berikut ini:
a. Catatonic stupor, tetap bergerak untuk periode yang lama;
b. Catatonic excitement atau kegembiraan, kegembaran (aktivitas motorik yang
berlebihan (eksesif) dan tidak memiliki tujua atau kegunaan (purposeless);
c. Menjaga atau memelihara postur yang kaku atau secara lengkap diam untuk
periode waktu yang lama;
d. Parangai atau lagak yang ganjil, seperti bertepuk-tepuk tangan;
e. Echolalia, menulang-ulang (repetition) kata-kata yang diucapkan oleh orang
lain atau echopraxia (meniru berulan-ulang gerakan-gerakan ari orang lain.
4. Tipe Disorganisasi
Carson dan Butcher, 1992, mengemukakan bahwa gangguan skizofrenia
tipe ini biasanya muncul pada usia muda dan lebih awal jika dibandingkan
dengan gangguan-gangguan skizofrenia lainnya; tampilannya pun berupa
disintegrasi kepribadian yang lebih parah. Tipe ini sebelum DSM III disebut tipe
skizofrenia hebefrenik.
9
Secara tipikal, individual yang terpengaruh emiliki sejarah keanehan, hati-
hati yang berlebihan mengenai hal-hal spele dan terpreoukupasi oleh masalah-
masalah religious dan filosofis.
Tidak seperti orang-orang denga tipe skizofrenia lainnya, orang-orang
dengan disorganized schizophrenia tidak memiliki bentuk delusi tau halusinasi
yang jelas. Pikiran dan tingkah lakunya tidak terorganisir. Orang dengan tipe ini
mungkin berbicara dalam kata-kata yang secara penuh tidak masuk akal bagi
orang lain. Mereka susah mandi dan tidak mampu berpakaian atau makan
sendiri. Pengalaman dan pengekspresian emosinya kacau atau tidak bereaksi
secara emosional sama sekali.
5. Tipe Residual
Yaitu jenis skizofrenia dengan gejala mengalami gangguan proses berpikir,
gangguan afek dan emosi, ganguan emosi serta gangguan psikomotor. Namun,
tidak ada gejala waham dan halusinasi. Keadaan ini timbul sesudah beberapa
kali serangan skizofrenia.Tak ada gejala parah yang menonjol, meski masih ada
perilaku gamang atau delusi/halusinasi namun sudah sangat jauh berkurang
dibanding masa-masa kritis terdahulu.
D. Penyebab Munculnya Gangguan Skizofrenia
Dalam Sutardjo A. Wiramihardja, 2005, penyebab skizofrenia telah menjadi
subyek dari banyak perdebatan, dengan berbagai faktor yang diusulkan dan diskon.
Meskipun tidak ada penyebab umum dari skizofrenia telah diidentifikasi dalam
semua individu didiagnosis dengan kondisi, saat ini banyak peneliti dan dokter
percaya hasil dari kombinasi keduanya kerentanan otak (baik warisan atau didapat)
dan peristiwa kehidupan. Penyebab gangguan skizofrenia dapat dilihat dari beberapa
factor, yaitu:
1. Faktor-faktor biologis
Dalam factor biologis terdapat empat factor yang penting, yaitu factor keturunan
(herediter), factor biokimiawi, factor faal syaraf, dan factor anatomi syaraf.
Factor herediter mendapatkan perhatian yang lebih besar, dimana sumber
gangguan dianggap cirri biologis keluarga. Factor biokimiawi, menunjuk pada
adanya enzim yang khas, factor faal syaraf menunjuk pada terjadinya
ketidakseimbangan antara proses eksoitatorik dan hambatan dan gugahan
otonimik yang tidak selaras. Factor atonomi syaraf dapat dilihat dalam struktur
10
dari otak melalui CT Scan. Terdapat beberapa teori biologis mengenai
schizophrenia. Pertama, adanya bukti-bukti terjadinya transmisi gen
schizophrenia, meskipun secara genetis tidak terlihat jelas siapa yang mendapat
gangguan ini. Kedua, bebrapa penderita schizophrenia menunjukan abnormalitas
struktur dan pemfungsian area-area khusus di otak, yang membeikan konstribusi
terhadap gangguan ini. Ketiga, banyak orang dengan gangguan schizophrenia
memiliki sejarah komplikasi melahirkan atau terjangkit virus selama prenatal,
yang dapat mempengaruhi perkembangan otak janin mereka. Keempat, teori
neurotransmitter mengenai skizofrenia berpendapat bahwa tingkat
neurotransmitter dopamine yang terlalu berlebihan memainkan peran penyebab
dalam skizofrenia.
a. Kontribusi Gen terhadap Skizofrenia
Studi terhadap keluarga, anak kembar, dan anak adopsi melengkapi
bukti-bukti bahwa gen terlibat dalam tranmisi skizofrenia (Lichtermann,
Karbe, & Maier, 2000). Adanya lebih banyak gen yang terganggu
meningkatkan kemungkinan berkembangnya skizofrenia dan meningkatkan
kerumitan gangguan tersebut. Individu yang lahir dengan beberapa gen,
tetapi tidak cukup untuk menjangkau ambang untuk membuat munculnya
skizofrenia mungkin tetap menunjukkan simtom-simtom bertaraf sedang
atau ringan skizofrenia, seperti keganjilan dalam pola bicara atau proses
berfikir dan keyakinan yang aneh.
Anak-anak yang memiliki kedua orang tuanya menderita skizofrenia
dan anak-anak kembar identik atau satu zigot dari orang tua dengan
skizofrenia mendapat sejumlah besar gen schizophrenia, memiliki resiko
yang sangat besar mendapatkan skizoprenia. Sebaliknya, penurunan
kesamaan gen dengan orang-orang skizofrenia, menurunkan risiko individu
mengembangkan gangguan ini.
b. Studi Anak Kembar
Beberapa studi anak kembar penderita skizofrenia membuktikan
bahwa indeks jumlah bagi monozigot kembar adalah 46 %, sedangkan
indeks jumlah bagi zigot kembar adalah 14%. Factor genetic mungkin
memainkan peran yang rata-rata sangat besar dalam lebih banyak macam
bentuk dari skizofrenia daripada dalam bentuk ringan (mild).
11
c. Struktur Otak Abnormal
Sejak dahulu para peneliti dan orang-orang klinis meyakini ada
sesuatu yang secara fundamental berbeda mengenai otak pada orang-orang
dengan skizofrenia. Kini perkembangan teknologi PET Scan, CAT Scan,
dan juga MRI, dapat menguji secara detal struktur dan pemfungsian otak.
Meskipun gambaran yang diperoleh dari teknologi-teknologi tersebut tetap
meningkatkan bukti bsgi penurunan fungsi dan struktur utama dalam otak
orang-orang skizofrenia (Andreasen, 2001).
d. Pembesaran ventrikel
Struktur utama otak yang abnormal sesuai dengan skizofrenia adalah
pembesaran ventrikel (enlarged vertical). Orang-orang skizofrenia dengan
pembesaran ventricular cenderung menunjukkan penurunan secara social,
dan perilaku, lama sebelum mereka mengembangkan simtom utama dari
skizofrenia. Perbedaan jenis kelamin mungkin juga berhubungan dengan
ukuran ventricular. Beberapa study menemukan bahwa laki=laki dengan
skizofrenia memiliki pelebaran ventricle yang lebih kuat (Nopoulos, Flaum,
& Andreson dkk., 1997).
e. Faktor anatomis neuron
Abnormalitas neuron secara anatomis pada skizofrenia memiliki bebrapa
penyebab, termasuk abnormalitas gen yang spesifik, cedera otak berkaitan
dengan cedera waktu kelahiran, cedera kepala, infeksi virus, defisiensi
dalam nutrisi, dan defensiasi dalam stimulus kognitif (Conklin & lacono,
2002).
f. Komplikasi kelahiran
Komplikasi serius selama prental dan masalah-masalah berkaitan dengan
kandungan (obstetrical) pada saat kelahiran merupakan hal yang lebih
sering dalam sejarah orang-orang dengan skizofrenia dan mungkin berperan
dalam membuat kesulitan-kesulitan secara neurologis (Cannon, 1998; Jones
& Cannon, 1998; Kendler dkk., 2000) komplikasi dalam pelepasan
berkombinasi dengan keluarga yang berisiko terhadap terjadinya karena
menambah derajat pembesaran ventricle.
g. Kejangkitan virus selama prenatal
Trimester kedua merupakan periode penting untuk berkembangnya pusat
sistem syaraf janin, dan gangguan pada fase perkembagan otak ini akan
12
menyebabkan deficit struktur utama, ditemukan dalam otak beberapa orang
dengan skizofrenia
2. Faktor Psikososial
Faktor psikososial meliputi adanya kerawanan herediter yang semakin lama
semakin kuat, adanya trauma yang bersifat kejiwaan, adanya hubungan orangtua-
anak yang patogenik, serta interaksi yang patogenik dalam keluarga. Perspektif
psikososial dalam melihat factor-faktor penyebab munculnya skizofrenia dapat
dirangkum sebagai berikut:
a. Teori psikodinamika
Para teori psikodinamika terdaulu menganggap bahwa skizofrenia adalah
hasil dari begitu berlimpahnya pengalaman negative pada masa awal anak-
anak antara seorang anak dengan pemberi kasih saying yang utama (biasanya
ibu). Freud (1942)beragumen bahwa jika ibu secara ekstrim atau berlebihan
kasar dan terus-menerus mendominasi, anak mengalami regresi dan kembali
ke taraf perkembangan bayi dalam hal pemfungsiannya, sehingga ego
kehilangan kemampuannya membedakan realita dari yang bukan realita.
Sekarang kebanyakan penelitian mengenai interaksi keluarga dan skizofrenia
memfokuskan pada berbagai stress keluarga dapat menyebabkan atau
mengurangi penderita skizofrenia. Keluarga dapat mendukung anggota
keluarga dengan skizofrenia dan menolong mereka berfungsi dalam
masyarakat meskipun gangguan itu membuat gangguan lebih buruk denga
terciptanya suasana yang merusak atau mengurangi kemampuan anggota
keluarga yang skizofrenia untuk mennganinya (Susan Nolen-Hoeksema,
2004).
b. Pola-pola komunikasi
Suatu teori awal mengenai keluarga yang menyangkut skizofrenia
dikemukakan oleh Gregory Bateson dan koleganya (Bateson dkk., 1956),
orang tua (khususnya ibu) anak-anak yang menjadi skizofrenia menempatkan
anak mereka dalam situasi ikatan ganda (doble binds) yang secara terus-
menerus mengkomunikasikan pesan-pesan yang bertentangan kepada anak.
Dengan demikian anak akan merasa bingung untuk mengikuti dua atau lebih
informasi, ikatan, nilai yang bertentangan atau berbeda itu. Selanjtnya ia akan
mengembangkan pendangan yang terdistorsi tehadap diri mereka sendiri,
orang lain, atau lingkungan mereka.
13
Margaret Singer dan Lyman Wyne (1965) memberikan penyimpangan
komunikasi dalam keluarga skizofrenia melibatkan komunikasi yang samar-
samar; salah persepsi (misperception) dan salah interpretasi
(misintelpretations); penggunaan kata-kata yang ganjil dan tidak tepat;
komunikasi yang terfragmentasi, terpecah-pecah atau tidak utuh, kacau, dan
kurang terintegrasi.
Pola komunikasi yang menyimpang semacam itu tidak harus tampil erius,
efek yang berjangka panjang trhadap anak yang tidak memiliki sejarah
keluarga skizofrenia. Bagaimanapun, diantara anak-anak yang beresiko
mengalami skizofrenia karena memiliki sejarah keluarga yang mengalami
gangguan ini, ialah mereka yang keluarganya memiliki taraf penyimpangan
komunikasi yang tinggi, tampaknya lebih mungkin mengembangkan
skizofrenia daripada mereka yang keluarganya memiliki penyimpangan
komunikasi yang rendah (Goldstein, 1987).
c. Tampilan emosi
Keluarga-keluarga yang pengekspresian emosinya kuat terlalu melibatkan diri
dengan setiap anggota keluarga lainnya, overprotective terhadap anggota
keluarganya terganggu, dan bersikap mengorbankan diri bagi anggota
keluarga yang terganggu. (Brown, Birky, & Wing, 1972; Vaughn & Leff,
1976). Meskipun anggota keluarga yang pengekspresiannya emosi tinggi
tidak meragukan keabsahan anggota keluarga skizofrenia, mereka berbicara
seolah-olah yakin bahwa anggota keluarga yang sakit dapatsedikit
mengendalikan simtom-simtomnya. Mereka sering memiliki banyak gagasan
mengenai apa yang dapat anggota keluarga lakukan untuk memperbaiki
simtom mereka.
d. Perubahan social dan kelahiran Urban
Dibandingkan orang-orang tanpa skizofrenia, orang-orang dengan skizofrenia
lebih memiliki kemungkinan besar untuk hidup dalam lingkungan yang
secara penuh dengan stress, seperti dalam lingkungan dalam kota yang miskin
dan status jabatan yang rendah atau pengangguran (Dohrenwend dkk., 1987).
Orang-orang dengan skizofrenia cenderung untuk berubah atau bergerak
kekelan social bawah, dibandingkan dengan keedaan awal keluarga mereka.
14
e. Stres dan kekambuhan
Keadaan sekitar atau lingkungan yang penuh stress mungkin tidak
menyebabkan seseorang terjangkit skizofrenia, tetapi keadaan tersebut dapat
memicu episode baru pada orang-orang yang mudah terkena serangan atau
rawan terhadap skizofrenia. Penting untuk tidak terlalu keras menekankan
mata rantai antara kejadian-kejadian penuh stres dalam kehidupan dengan
pisode skizofrenia yang baru. Berdasarkan penelitian, lebih dari 50% orang
yang mengalami kekambuhan skizofrenia adalah mereka yang dalam
kehidupannya telah mengalami kejadian-kejadian buruk sebelum mereka
kambuh(Ventura dkk., 1989).
E. Gejala-gejala Gangguan Skizofrenia
Ada banyak gejala-gejala skizofrenia. Gejala-gejala ini dirumuskan oleh
berbagai sumber. Menurut Diagnostic and Statistical Manual Of Mental Disorder
IV-TR, gejala khas skizofrenia berupa adanya:
1. Waham atau Delusi (keyakinan yang salah dan tidak bisa dikoreksi yang tidak
sesuai dengan kenyataan, maupun kepercayaan, agama, dan budaya pasien atau
masyarakat umum).
2. Halusinasi (persepsi panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar)
3. Pembicaraan kacau
4. Perilaku kacau
5. Gejala negatif (misalnya berkurangnya kemampuan mengekspresikan emosi,
kehilangan minat, penarikan diri dari pergaulan social).
Selain itu untuk menegakkan diagnosa skizofrenia menurut DSM IV-TR
(2008) adalah munculnya disfungsi sosial, durasi gejala khas paling sedikit 6 bulan,
tidak termasuk gangguan perasaan (mood), tidak termasuk gangguan karena zat atau
karena kondisi medis, dan bila ada riwayat Autistic Disorder atau gangguan
perkembangan pervasive lainnya, diagnosis skizofrenia dapat ditegakkan bila
ditemui halusinasi dan delusi yang menonjol selama paling tidak 1 bulan.
Menurut Bleuler, ada 2 kelompok gejala-gejala skizofrenia, yaitu:
1. Gejala Primer, yang meliputi:
a. Gangguan proses pikiran (bentuk, langkah dan isi pikiran). Pada skizofrenia
inti, gangguan memang terdapat pada proses pikiran.
b. Gangguan afek dan emosi. Gangguan ini pada skizofren berupa:
15
a) Parathimi, yaitu apa yang seharusnya menimbulkan rasa senang dan
gembira, pada penderita malah menimbulkan rasa sedih atau marah.
b) Paramimi, yaitu penderita merasa senang tetapi menangis
c. Gangguan kemauan, yaitu gangguan di mana banyak penderita skizofrenia
memiliki kelemahan kemauan. Mereka tidak dapat mengambil keputusan
dan tidak dapat bertindak dalam sebuah situasi menekan. Gangguan
kemauan yang timbul antara lain:
a) Negativisme, yaitu sikap atau perbuatan yang negatif atau berlawanan
terhadap suatu permintaan.
b) Ambivalensi, yaitu sikap yang menghendaki seseuatu yang berlawanan
pada waktu yang bersamaan.
c) Otomatisme, yaitu penderita merasa kemauannya dipengaruhi oleh
orang lain atau oleh tenaga dari luar, sehingga dia melakukannya
secara otomatis
d. Gejala psikomotor, disebut juga dengan gejala-gejala katatonik. Sebetulnya
gejala katatonik sering mencerminkan gangguan kemauan. Bila gangguan
hanya ringan saja, maka dapat dilihat gerakan-gerakan yang kurang luwes
atau agak kaku.
2. Gejala Sekunder, yang meliputi:
a. Waham.
Pada penderita skizofrenia waham sering tidak logis sama sekali dan sangat
bizar. Tetapi penderita tidak menginsafi hal ini dan untuk dia wahamnya
merupakan fakta dan tidak dapat diubah oleh siapapun.
b. Halusinasi.
Pada penderita skizfrenia, halusinasi timbul tanpa penurunan kesadaran dan
hal ini merupakan suatu gejala yang hampir tidak dijumpai pada keadaan
lain.
Menurut Bleuler, seseorang didioagnosa menderita skizofrenia apabila
terdapat gangguan-gangguan primer dan disharmoni pada unsur-unsur kepribadian
yang diperkuat dengan adanya gejala-gejala sekunder.
Menurut Kut Schneider, terdapat 11 gejala skizofrenia yang terdiri dari 2
kelompok, yaitu sebagai berikut:
1. Kelompok A, halusinasi pendengaran, yaitu:
a. Pikirannya dapat didengar sendiri
16
b. Suara-suara yang sedang bertengkar
c. Suara-suara yang mengomentari perilaku penderita
2. Kelompok B, gangguan batas ego, yang meliputi:
a. Tubuh dan gerakan penderita dipengaruhi oleh kekuatan dari luar
b. Pikirannya diambil keluar
c. Pikirannya dipengaruhi oleh orang lain
d. Pikirannya diketahui oleh orang lain
e. Perasaannya dibuat oleh orang lain
f. Kemauannya dipengaruhi orang lain
g. Dorongannya dikuasai orang lain
h. Persepsi yang dipengaruhi oleh waham
Menurut Kut Schneider, seseorang bisa didiagnosa penderita skizofrenia
bila ada gejala dari kelompok A dan Kelompok B, dengan syarat kesadaran
penderita tidak menurun.
Gejala lain yang diungkap adalah:
1. Gejala-Gejala Positif, yaitu penambahan fungsi dari batas normal, meliputi:
a. Halusinasi
Gejala-gejala psikotik dari gangguan perseptual dimana berbagai hal dilihat
didengar, atau diindera meskipun hal-hal itu tidak real (benar-benar ada).
b. Delusi.
Delusi adalah keyakinan yang oleh kebanyakan orang dianggap
misinterpretasi terhadap realitas. Delusi memiliki bermacam-macam
bentuk, yaitu delusion of grandeur (waham kebesaran) yaitu keyakinan
irasional mengenai nilai dirinya, delusion of persecution yaitu yakin dirinya
atau orang lain yang dekat dengannya diperlakukan dengan buruk oleh
orang lain dengan cara tertentu, delusion of erotomanic yaitu keyakinan
irasional bahwa penderita dicintai oleh seseorang yang lebih tinggi
statusnya, delusion of jealous yaitu yakin pasangan seksualnya tidak setia,
dan delusion of somatic yaitu merasa menderita cacat fisik atau kondisi
medis tertentu.
2. Gejala-Gejala Negatif, yaitu pengurangan fungsi dari batas normal, meliputi:
a. Avolisi
Yaitu apati atau ketidakmampuan untuk memulai atau mempertahankan
kegiatan-kegiatan penting.
17
b. Alogia
Yaitu pengurangan dalam jumlah atau isi pembicaraan.
c. Anhedonia
Yaitu ketidakmampuan untuk mengalami kesenangan yang terkaitu dengan
beberapa gangguan suasana perasaan dan gangguan skizofrenik.
d. Afek Datar
Yaitu tingkah laku yang tampak tanpa emosi.
3. Gejala Disorganisasi, yaitu ketidakharmonisan fungsi, meliputi:
a. Disorganisasi dalam pembicaraan (Disorganized Speech)
Gaya bicara yang sering terlihat pada penderita skizofrenia termasuk
inkoherensi dan ketiadaan pola logika yang wajar.
b. Afek yang tidak pas (inappropriate Affect) dan perilaku yang disorganisasi
Afek yang tidak pas merupakan ekspresi emosi yang tidak sesuai dengan
aslinya. Perilaku yang disorganisasi adalah perilaku yang tidak lazim.
Untuk mendiagnosa seseorang skizofrenia, seseorang harus menunjukkan 2
atau lebih gejala positif, negatif, atau disorganisasi dengan porsi yang besar selama
paling sedikit 1 bulan.
Tanda awal skizofrenia seringkali terlihat saat kanak-kanak. Tanda-tanda
tersebut perlu untuk diketahui untuk membedakan gejala skizofrenia pada anak
dengan proses belajar anak yang masih dalam bentuk bermain. Anak seringkali
berimajinasi tentang peran-peran baru dalam permainannya, namun hal tersebut
bukanlah sebuah gangguan. Indikator premorbid (pra-sakit) pada anak pre-
skizofrenia antara lain:
1. Ketidakmampuan anak mengekspresikan emosi (wajah dingin, jarang
tersenyum, tak acuh)
2. Penyimpangan komunikasi (anak sulit melakukan pembicaraan terarah)
3. Gangguan atensi (anak tidak mampu memfokuskan, mempertahankan, serta
memindahkan atensi)
Adapun gejala awal yang terlihat pada tahap-tahap tertentu dalam perkembangan
adalah sebagai berikut:
1. Pada anak perempuan, tampak sangat pemalu, tertutup, menarik diri secara
sosial, tidak bisa menikmati rasa senang, dan ekspresi wajah sangat terbatas,
2. Pada anak laki-laki, sering menantang tanpa alasan jelas, menggangu, dan tidak
disiplin,
18
3. Pada bayi, biasanya terdapat problem tidur makan, gangguan tidur kronis, tonus
otot lemah, apatis, dan ketakutan terhadap objek atau benda yang bergerak cepat,
4. Pada balita, terdapat ketakutan yang berlebihan terhadap hal-hal baru seperti
potong rambut, takut gelap, takut terhadap label pakaian, takut terhadap benda-
benda bergerak,
5. Pada anak usia 5-6 tahun, mengalami halusinasi suara seperti mendengar bunyi
letusan, bantingan pintu atau bisikan, juga halusinasi visual seperti melihat
adanya sesuatu yang bergerak meliuk-liuk, ular, bola-bola bergelindingan,
lintasan cahaya dengan latar belakang warna gelap. Anak terlihat bicara atau
tersenyum sendiri, menutup telinga, sering mengamuk tanpa sebab.
F. Penanganan Gangguan Skizofrenia
Penanganan gangguan skizofrenia pada umumnya meliputi suatu usaha yang
seharusnya bersifat komprehensif, ialah yang melibatkan pendekatan biologis
(medis), psikologis, dan sosiokultura yang mungkin dilakukan secara berurutan,
tetapi juga untuk sebagian bisa bersama-sama.
Sementara Carson dan Butcher, 1992 (dalam Sutardjo A. Wiramihardja,
2005:165) menyatakan bahwa pada tahap-tahap awal gangguan delusional,
penanganan dalam bentuk psikoterapi secara individual dan kelompok maupun
kombinasi dari keduanya dapat efektif, terutama jika penderita mempunyai
keinginan sendiri untuk mendapatkan pertolongan dari professional.
Secara biologis usaha-usahanya dmulai dari pemberian obat-obatan sampai
dengan bedah otak untuk menghambat perkembangan sampai menghilang bagian
otak yang menyebabkan halusinasi dan dlusi.
Obat-obatan antiseptic yang saat ini popular adalah khlopromazin, salah satu
bagian dari phenothiazines yang dapat meredakan agitasi dan mengurangi halusinasi
dan delusi pada pasien skizofrenia.
Secara psikologis dan sosial, penanganan penderita skizofrenia dinilai
bermanfaat karena dapat meningkatkan ketrampilan social dan mengurangi isolasi
dan imobilitas (bustilo dkk, 2001. Sutardjo A. Wiramihardja, 2005). Hasil
penanganan psikologis dan social sangat penting meningkatkan pengintegrasian
yang bersangkutan dengan masyarakatnya, antara lain dapat menunjangnya dalam
mencari nafkah dll. Psikolog, pekerja social, dan professional dibidang kesehatan
mental dapat membantu orang-orang dengan skizofrenia untuk memenuhi
19
kebutuhan dasarnya. Jenis penanganan dalam rangka psikologis social ini, yang saat
ini sedang popular adalah intervensi keperilakuaanya, kognitif, dan social.
Penggunaan penanganan ini melanjutkan penanganan biologis atau pemberian obat
dengan maksud meningkatkan fungsi sehari-hari dan mengurangi resiko terjadinya
kekambuhan secara signifikan (Spaulding dll, 2001).
Intervensi kognitif meliputi usaha menolong orang dengan skozofrenia
mengenal demoralisasi sikap-sikap yang mereka miliki dalam menghadapi
penyakitnya dan kemudian mengubah sikap tersebut, sehingga mereka mencari
bantuan kalau memerlukannya dan berpartisipasi dalam sosietas sepanjang yang
dapat mereka lakukan.
intervensi keperilakuan berdasar pada teori pembelajaran social termasuk
pengguanaan pembiasaan operan dan modeling untuk mengajarkan ketrampilan
kepada orang-orang dengan skizofrenia, termasuk bernisiasi dan memelihara
koversasi dengan orang-orang, meminta pertolongan atau keterangan kepada dokter,
dan tetap melanjutkan kalau melakukan suatu aktivitas, seperti memasak atau
bersih-bersih.
Intervensi social meningkatkan kontak antara orang-orang skizofrenia dan
orang-orang suportif, sering melalui kelompok pendukung menolong diri sendiri
(self-help). Kelompok ini bertemu untuk mendiskusikan dampak gangguan terhadap
kehidupan mereka, frustasi-frustasi dalam berusaha membuat orang mengerti
gangguan itu, kekhawatirannya akan kekambuhan, pengalaman-pengalaman dengan
berbagai macam obat, dan kesungguhannya untuk melaksanakan cara hidup sehari-
hari. Salah satu pendekatan yang makin penting dilaksanakan adalah terapi
keluarga. Oleh karena itu maka para ahli mengajukan terapi keluarga sebagai hal
yang penting dan saat ini makin terasa pentingnya, karena efektif mengurangi
kemungkinan kekambuhan atau mengurangi kekuatan kekambuhannya.
20
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Skizofrenia adalah gangguan jiwa serius yang bersifat psikosis sehingga
penderita kehilangan kontak dengan kenyataan dan mempengaruhi berbagai fungsi
individu, seperti afeksi dan kognitif. Penderita Skizofrenia juga dapat digolongkan
dalam beberapa jenis berdasarkan gejala khas yang paling dominan.
Tiap jenis selalu ditandai dengan gejala positif dan negatif yang berbeda
porsinya. Gejala positif adalah penambahan dari fungsi normal, contohnya
halusinasi yaitu persepsi panca indera yang tidak sesuai kenyataan. Sedangkan
gejala negatif berarti pengurangan dari fungsi normal seperti kehilangan minat dan
menarik diri dari lingkungan sosial.
Hingga saat ini penyebab utama Skizofrenia masih menjadi perdebatan di
kalangan ahli psikiatri maupun psikologi. Karna itu untuk dapat memahaminya
diperlukan multiperspekif yaitu dari sisi biologis, psikologis, sosial dan spiritual.
B. Saran
Mereka harus memilih antara menjalani atau mengurangi frekuensi pemikiran yang
berkaitan dengan kejadian-kejadian buruk yang telah mereka alami dan perlunya
dukungan dari orang-orang di sekelilingnya untuk bisa keluar dari kemelit masa
lalunya.
21
DAFTAR PUSTAKA
Wiramihardja, Sutardjo, A. 2005.“Pengantar Pikologi Abnormal”. Bandung: PT. Refika
Aditama
http://www.schizophreniahistory.com/types-of-schizophrenia.html diakses pada tanggal:
1 Oktober 2012. 10:20am
22