Makalah Pneumonia
-
Upload
fitrawatiarifuddin -
Category
Documents
-
view
174 -
download
6
description
Transcript of Makalah Pneumonia
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pneumonia merupakan radang paru yang disebabkan
mikroorganisme(bakteri, virus, jamur, dan parasit). Proses peradangan akan
menyebabkan jaringan paru yang berupa aveoli (kantung udara) dapat
dipenuhi cairan ataupun nanah.
Salah satu penyebab utama pneumonia adalah Pneumococcus. Angka
kejadian tertinggi ditemukan pada usia kurang dari 4 tahun dan mengurang
dengan meningkatnya umur.
Di Indonesia, pneumonia merupakan penyebab kematian nomor tiga
setelah kardiovaskuler dan TBC. Faktor sosial ekonomi yang rendah
mempertinggi angka kematian. Kasus pneumonia ditemukan paling banyak
menyerang anak balita. Menurut laporan WHO, sekitar 800.000 hingga 1 juta
anak meninggal dunia tiap tahun akibat pneumonia. Bahkan UNICEF dan WHO
menyebutkan pneumonia sebagai penyebab kematian anak balita tertinggi,
melebihi penyakit-penyakit lain seperti campak, malaria, serta AIDS.
Faktor-faktor yang meningkatkan risiko kematian akibat pneumonia
adalah bayi di bawah umur dua bulan, tingkat sosioekonomi rendah, kurang
gizi, berat badan lahir rendah, tingkat pendidikan ibu rendah, tingkat
pelayanan kesehatan masih kurang, padatnya tempat tinggal, imunisasi yang
tidak memadai, dan adanya penyakit kronis pada bayi.
B. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum
Makalah ini dibuat untuk membandingkan antara teori dan praktik dalam
memberikan asuhan keperawatan terhadap pasien dengan pneumonia,
serta untuk mengetahui informasi-informasi mengenai pneumonia lebih
dalam.
1
2. Tujuan Khusus
Mengetahui pengertian pneumonia
Mengetahui penyebab dari pneumonia
Mengetahui bagaimana patofisiologi dari pneumonia
Mengetahui cara memberikan asuhan keperawatan terhadap pasien
dengan pneumonia.
Mengetahui penatalaksanaan medis dari pneumonia
C. SISTEMATIKA PENULISAN
Adapun sistematika penulisan pada laporan hasil studi kasus ini adalah:
Bab I, berisikan, Pendahuluan yang menjelaskan latar belakang masalah
terjadinya ASD, Tujuan Penulisan dan Sistematika Penulisan. Bab II, berisikan
konsep dasar tentang pengertian ASD, etiologi, insiden, anatomi fisiologi
sistem yang terganggu, patofisiologi, manifestasi klinik, tes diagnostic, dan
penatalaksanaan. Bab III, berisikan konsep proses keperawatan tentang
pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, tindakan
keperawatan, dan evaluasi. Bab IV, berisikan kesimpulan.
2
BAB II
KONSEP DASAR
A. PENGERTIAN
Pneumonia merupakan radang paru yang disebabkan
mikroorganisme(bakteri, virus, jamur, dan parasit). Proses peradangan akan
menyebabkan jaringan paru yang berupa aveoli (kantung udara) dapat
dipenuhi cairan ataupun nanah. Akibatnya kemampuan paru sebagai tempat
pertukaran gas (terutama oksigen) akan terganggu.
Kekurangan oksigen dalam sel-sel tubuh akan mengganggu proses
metabolisme tubuh. Bila pneumonia tidak ditangani dengan baik, proses
peradangan akan terus berlanjut dan menimbulkan berbagai komplikasi
seperti, selaput paru terisi cairan atau nanah (efusi pleura atau emfisema),
jaringan paru bernanah (abses paru), jaringan paru kempis (pneumotoraks)
dan lain-lain. Bahkan bila terus berlanjut dapat terjadi penyebaran infeksi
melalui darah (sepsis) ke seluruh tubuh sehingga dapat menyebabkan
kematian.
B. ETIOLOGI
Sebagian besar penyebab Pneumonia adalah mikroorganisme (virus,
bakteri). Dan sebagian kecil oleh penyebab lain seperti hidrokarbon (minyak
tanah, bensin, atau sejenisnya) dan masuknya makanan, minuman, susu, isi
lambung ke dalam saluran pernapasan (aspirasi).
Berbagai penyebab Pneumonia tersebut dikelompokkan berdasarkan
golongan umur, berat ringannya penyakit dan penyulit yang menyertainya
(komplikasi). Mikroorganisme tersering sebagai penyebab Pneumonia adalah
virus, terutama Respiratory Syncial Virus (RSV) yang mencapai 40%.
Sedangkan golongan bakteri yang ikut berperan terutama Streptococcus
pneumoniae dan Haemophilus influenzae type b (Hib).
3
Awalnya, mikroorganisme masuk melalui percikan ludah (droplet),
kemudian terjadi penyebaran mikroorganisme dari saluran napas bagian atas
ke jaringan (parenkim) paru dan sebagian kecil karena penyebaran melalui
aliran darah.
Sedangkan dari sudut pandang sosial penyebab pneumonia menurut
Depkes RI (2004) antara lain:
a. Status gizi bayi
Status gizi adalah ukuran keberhasilan dalam pemenuhan nutrisi untuk
anak yang diindikasikan oleh berat badan dan tinggi badan anak. Status gizi
juga didefinisikan sebagai status kesehatan yang dihasilkan oleh
keseimbangan antara kebutuhan dan masukan nutrient. Penelitian status
gizi merupakan pengukuran yang didasarkan pada data antropometri serta
biokimia dan riwayat diet.
b. Riwayat persalinan
Riwayat persalinan yang mempengaruhi terjadinya pneumonia adalah
ketuban pecah dini dan persalinan preterm.
c. Kondisi sosial ekonomi orang tua
Kemampuan orang tua dalam menyediakan lingkungan tumbuh yang sehat
pada bayi juga sangat mempengaruhi terhadap terjadinya pneumonia.
Klasifikasi kesejahteraan keluarga adalah :
1. Keluarga sejahtera yaitu keluarga yang dibentuk berdasarkan
perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan
material yang layak, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki
hubungan yang serasi, selaras. dan seimbang antar anggota, serta
antara keluarga dengan masyarakat dan lingkungannya.
2. Keluarga sejahtera I yaitu keluarga yang kondisi ekonominya baru bisa
memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, tetapi belum mampu
memenuhi kebutuhan sosial psikologisnya.
3. Keluarga pra sejahtera yaitu keluarga yang belum dapat memenuhi
kebutuhan dasarnya, belum mampu melaksanakan ibadah berdasarkan
4
agamanya masing-masing, memenuhi kebutuhan makan minimal dua
kali sehari, pakaian yang berbeda untuk di rumah, bekerja, sekolah, dan
bepergian, memiliki rumah yang bagian lantainya bukan dari tanah, dan
belum mampu untuk berobat di sarana kesehatan modern.
d. Lingkungan tumbuh bayi
Lingkunngan tumbuh bayi yang mempengaruhi terhadap terjadinya
pneumonia adalah kondisi sirkulasi udara dirumah, adanya pencemaran
udara di sekitar rumah dan lingkungan perumahan yang padat.
e. Konsumsi ASI
Jumlah konsumsi ASI bayi akan sangat mempengaruhi imunitas bayi, bayi
yang diberi ASI secara eksklusif akan memiliki daya tahan tubuh yang lebih
baik dibandingkan dengan bayi yang tidak diberi ASI secara eksklusif.
C. INSIDEN
Salah satu penyebab utama pneumonia adalah Pneumococcus.
Pneumococcus dengan serotipe 1 sampai 8 menyebabkan pneumonia pada
orang dewasa lebih dari 80%, sedangkan pada anak ditemukan tipe 14,1,6,dan
9. Angka kejadian tertinggi ditemukan pada usia kurang dari 4 tahun dan
mengurang dengan meningkatnya umur. Pneumonia lobaris hampir selalu
disebabkan oleh pneumococcus, ditemukan pada orang dewasa dan anak
besar, sedangkan bronchopneumonia lebih sering dijumpai pada anak kecil
dan bayi. Pneumonia sangat rentan terhadap bayi berumur di bawah dua
bulan, berjenis kelamin laki-laki, kurang gizi, berat badan lahir rendah, tidak
mendapatkan ASI yang memadai, polusi udara, kepadatan tempat tinggal,
imunisasi yang tidak memadai, dan defisiensi vitamin A. Faktor-faktor yang
meningkatkan risiko kematian akibat pneumonia adalah bayi di bawah umur
dua bulan, tingkat sosioekonomi rendah, kurang gizi, berat badan lahir
rendah, tingkat pendidikan ibu rendah, tingkat pelayanan kesehatan masih
kurang, padatnya tempat tinggal, imunisasi yang tidak memadai, dan adanya
penyakit kronis pada bayi.
5
D. ANATOMI FISIOLOGI SISTEM YANG TERGANGGU
1. Anatomi sistem pernapasan
a. Saluran Napas Bagian Atas (Upper Respiratory Airway).
Secara umum fungsi utama dari saluran nafas bagian atas adalah
sebagai berikut:
1) Air conduction kepada saluran napas bagian bawah untuk pertukaran
gas
2) Protection saluran nafas bagian bawah dari benda asing
3) Warming, filtration, humidification dari udara yang diinspirasi
Hidung (Cavum Nasalis)
Hidung dibentuk oleh tulang dan kartilago. Bagian yang kecil dibentuk
oleh tulang, sisanya terdiri atas kartilago dan jaringan ikta
(connective tissue). Bagian dalam hidung merupakan suatu lubang
yang dipisahkan menjadi lubang kiri dan kanan oleh septum. Rongga
hidung memounyai rambut (fimbriae) yang berfungsi sebagai
filter/penyaring kasar terhadap benda asing yang masuk. Pada
mukosa hidung terdapat epitel bersilia yang mengandung sel goblet
dimana sel tersebut mengeluarkan lendir sehingga dapat menangkap
benda asing yang masuk ke saluran pernafasan.
Fungsi hidung secara umum sebagai berikut:
1. Sebagai jalan nafas
2. Pengatur udara
3. Pengatur kelembapan udara
4. Pengatur suhu
5. Sebagai pelindung dan penyaring udara
6. Sebagai indera penciuman
7. Sebagai resonator suara
Sinus Paranasalis
Sinus paranasalis merupakan daerah yang terbuka pada tulang
kepala. Dinamakan sesuai dengan tulang dimana dia berada terdiri
6
atas sinus frontalis, sinus etmoidalis, sinus spenoidalis, dan sinus
maksilaris. Fungsi dari sinus adalah membantu menghangatkan dan
humidifikasi, meringankan berat tulang tengkorak, serta mengatur
bunyi suara manusia dengan ruang resonansi.
Faring
Faring merupakan pipa berotot berbentuk cerobong (13 cm) yang
berjalan dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan
esofagus pada ketinggian tulang rawan (kartilago) krikoid. Faring
digunakan pada saat menelan (digestion) seperti juga pada saat
bernafas. Faring berdasarkan letaknya dibagi menjadi tiga, yaitu
dibelakang hidung (nasofaring), dibelakang mulut (orofaring), dan
dibelakang laring (laringofaring).
Laring
Laring biasa disebut dengan voice box. Dibentuk oleh struktru
ephitelium-lined yang berhubungan dengan faring dan trakea.
Lokasinya berada dianterior tulang vertebra ke-4 dan ke-6.
Fungsi utama dari laring adalah untuk vocalization, selain itu juga
berfungsi sebagai proteksi jalan nafas bawah dari benda asing dan
memfasilitasi batuk.
Laring terdiri dari bagian-bagian seperti berikut:
1) Epiglotis: Merupakan katup kartilago yang menutup dan
membuka selama proses menelan
2) Glotis: Lubang antara pita suara dan laring
3) Tiroid kartilago: Kartilago terbesar pada trakea, bagiannya
membentuk jakun
4) Krikoid kartilago
5) Aritenoid kartilago
6) Pita suara
7
b. Saluran Pernafasan Bagian Bawah (Lower Airway)
Trakea
Trakea merupakan perpanjangan dari laring pada ketinggian tulang
vertebra torakal ke-7 yang mana bercabang menjadi dua bronkus
(primary bronchus). Ujung dari cabang trakea biasa disebut carina.
Trakea ini sangat fleksibel dan beroto, panjangnya 12 cm dengan C-
shaped cincin kartilago. Pada garis ini mengandung pseudostratified
ciliated columnar epithelium yang mengandung banyaksel goblet
(sekresi mucus).
Bronkus dan Bronkiolus
Cabang kanan bronkus lebih pendek dan lebih lebar serta cendrung
lebih vertical dari pada cabang yang kiri. Oleh karena itu, benda asing
lebih mudah masuk kedalam cabang sebelah kanan daripada cabang
bronkus sebelah kiri
Segmen dan subsegmental bercabang lagi membentuk seperti
ranting yang masuk kesetiap paru-paru. Bronkus ini disusun oleh
jaringan kartilago. Struktur ini berbeda dengan bronkioulus, yang
berakhir di alveoli. Alveoli merupakan bangian yang tidak
mengandung kartilago, oleh karena itu aveoli memiliki kemampuan
untuk menangkap udara dan dapat kolaps.
Alveoli
Parenkim paru merupakan area kerja dari jaringan paru, dimana pada
daerah tersebut mengandung berjuta-juta unit alveolar. Alveoli
bentuknya sangat kecil. Alveoli merupakan kantong udara pada akhir
bronkus respiratorius yang memungkinkan terjadinya pertukaran
oksigen dan karbon dioksida. Seluruh unit alveolar (zona respirasi)
terdiri atas bronkiolus respiratorius, duktus alveolar, dan kantong
alveoli.
Fungsi utama alveolar adalah pertukaran oksigen dan karbon
dioksida diantara kapiler pulmoner dan alveoli.
8
Paru-paru
Paru-paru terletak pada rongga torak, berbentuk kerucut dengan
apeks berada diatas tulang iga pertama dan dasarnya pada
diafragma. Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus, sedangkan paru-
paru kiri mempunyai dua lobus. Kelima lobus ini merupakan lobus
yang terlihat, setiap paru-paru dapat dibagi lagi menjadi bebrapa sub-
bagian menjadi sekitar sepuluh unit terkecil yang disebut
bronkopulmonari segmen.
Kedua paru-paru dipisahkan oleh ruang yang disebut mediastinum,
jantung, aorta, vena kava, pembuluh paru-paru, esofagus, bagian dari
trakea, bronkus, sdan kelenjar timus terdapat dimediastinum ini.
Torak, Diafragma, dan Pleura
Rongga torak berfungsi melindungi paru-paru, jantung, dan
pembuluh darah besar. Bagian luar rongga torak terdri dari 12 pasang
tulang iga. Pada bagian atas torak didaerah leher terdapat dua otot
tambahan inspirasi yaitu skaleneus dan sternokleidomastodeus. Otot
skaleneus menaikan tulang iga ke-1 dan ke-2 selama inspirasi untuk
mempeerluas rongga dada atas dan menstabilkan dinding dada. Otot
sternokleidmastoideus mengangkat sternum. Otot parasternal,
trapezius dan pektoralis juga merupakan otot tambahan inspirasi
yang berguna untuk meningkatkan kerja napas.
Diantara tulang iga terdapat otot interkosta. Otot interkosta
eksternus yang menggerakan tulang iga keatas dan kedepan,
sehingga dapat meningkatkan diameter anteroposterior dari dinding
dada.
Pleura merupakan membrane serosa yang menyelimuti paru.
Terdapat duan mavam pleura: pleura parietal dan pleura visceral
yang menutupi setiap paru-paru. Diantara kedua pleura terdapat
cairan pleura seperti selaput tipis yang memungkinkan kedua
permukaan tersebut bergesekan satu sama lain selama respirasi dan
9
mencegah pemisahan tprak dan paru-paru. Jika pleura bermasalah
sepertimengalami peradangan, maka udara atau cairan dapat masuk
kedalam rongga pleura, dan menyebabkan paru-paru tertekan dan
kolaps.
2. Fisiologi Pernapasan
Proses respirasi dapat dibagi dalam tiga proses mekanis utama yaitu
sebagai berikut:
a. Ventilasi pulmonal, yaitu keluar masuknya udara antara atmosfir dan
alveoli paru-paru
b. Difusi oksigen dan karbon dioksida antara alveoli dan darah
c. Transportasi oksigen dan karbon dioksida dalam darah dan cairan tubuh
ke dan dari sel-sel.
Proses fisiologis respirasi yang memindahkan oksigen dari udara ke dalam
jaringan dan karbon dioksida yang dikeluarkan ke udara dapat dibagi
menjadi tiga stadium, yaitu sebagai berikut:
a. Difusi gas-gas antara alveolus dan kapiler paru-paru (respirasi eksterna)
serta antara darah sisitemik dan sel-sel jaringan
b. Distribusi darah dalam sirkulasi pulmoner dan penyesuaianya dengan
distribusi udara dalam alveolus-alveolus
c. Reaksi kimia dan fisik dari oksigen dan karbon dioksida dengan darah
Pertukaran Oksigen dan Karbon dioksida
Agar pernapasan dapat berlangsung dengan normal, diperlukan beberapa
factor seperti berikut ini:
Suplai oksigen yang adekuat
Tempat yang tinggi tidak mengubah komposisi udara, tetapi
menyebabkan tekanan oksigen (PO2) menurun. Reaksi awal yang timbul
jika seseorang berada pada ketinggian adalah munculnya tanda dan
gejala seperti orang yang telihat pada setiap orang yang yang
mengalami kekurangan oksigen.
10
Saluran udaran yang utuh
Saluran udara yang utuh dari trakeobronkial sampai membran alveolar
menjadi factor penting dalam pertukaran O2 dan CO2.
Fungsi pergerakan dinding dada dan diafragma yang normal
Adanya alveoli dan kapiler yang bersama-sama membentuk unti
pernapasan terminal dalam jumlah yang cukup
Suatu sistem sirkulasi yang utuh dan pompa jantung yang efektif
Berfungsinya pusat pernapasan
E. PATOFISIOLOGI
Sebagian besar pneumonia didapat melalui aspirasi partikel infektif. Ada
beberapa mekanisma yang pada keadaan normal melindungi paru dari infeksi.
Partikel infeksius difiltrasi di hidung, atau terperangkap dan dibersihkan oleh
mukus dan epitel bersilia di saluran napas. Bila suatu partikel dapat mencapai
paru-paru, partikel tersebut akan berhadapan dengan makrofag alveoler, dan
juga dengan mekanisme imun sistemik, dan humoral. Reflek batuk
mengeluarkan benda asing mikroorganisme serta mengeluarkan mucus yang
terakumulasi. Apabila mikroorganisme dapat lolos dari mekanisme
pertahanan tersebut akan terjadi gangguan mekanisme pertahanan disistem
pernapasan/ mikroorganisme virulen dapat terjadi infeksi.
Setelah mencapai parenkim paru, respon inflamasi awal yang
berlangsung didaerah paru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan
peningkatan aliran darah dan permeablitas kapiler ditempat infeksi.
Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator inflamasi dari sel-sel mast
setelah mengaktifkan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator
tersebut antara lain histamine dan prostaglandin.
Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen
bekerja sama dengan histamine dan prostaglandin untuk memvasodilatasi
otot polos vaskuler paru, meningkatkan peningkatan aliran darah ke area
cedera, dan peningkatan permeabilitas kapiler. Hal ini menyebabkan
11
perpindahan eksudat plasma kedalam ruang interstisial sehingga terjadi
pembengkakan dan edema antara kapiler dan alveolus. Penimbuanan cairan
diantara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh
oksigen dan karbon dioksida untuk berdifusi, sehinggaterjadi penurunan
kecepatan difusi gas. Infeksi menyebar kejaringan sekitarnya akibat
peningkatan aliran darah dan rusaknya alveolus terdekat serta membrane
kapiler disekitar tempat infeksi seiring dengan berlanjutnya proses inflamasi.
Bakteri juga menyebabkan respons inflamasi akut yang meliputi eksudasi
cairan, deposit fibrin, dan infiltrasi leukosit polimorfonuklear di alveoli yang
diikuti infitrasi makrofag. Cairan eksudatif di alveoli menyebabkan konsolidasi
lobaris yang khas pada foto toraks. Virus, mikoplasma, dan klamidia
menyebabkan inflamasi dengan dominasi infiltrat mononuklear pada struktur
submukosa dan interstisial. Hal ini menyebabkan lepasnya sel-sel epitel ke
dalam saluran napas, seperti yang terjadi pada bronkiolitis.
Pneumococcus masuk ke dalam paru bayi melalui jalan pernafasan
secara percikan (droplet). Proses radang pneumonia dapat dibagi atas 4
stadia, yaitu : (1) stadium kongesti: kapiler melebar dan kongesti serta di
dalam alveolus terdapat eksudat jernih ,Bakteri dalam jumlah banyak,
beberapa neutrofil dan makrofag. (2) Stadium hepatisasi merah: lobus dan
lobulus yang terkena menjadi padat dan tidak menggabung udara, warna
mernjadi merah dan pada perabaan seperti hepar. Di dalam alveolus
didapatkam fibrin, leukosit neutrofil eksudat dan banyak sekali eritrosit dan
kuman. Stadium ini berlangsung sangat pendek. (3) stadium hepatsasi kelabu:
lobus masih tetap padat dan warna merah menjadi pucat kelabu. Permukaan
pleura suram karna diliputi oleh fibrin. Alveolus terisi fibrin dan leukosit,
tempat terjadi fagositosis Pneumococcus. Kapiler tidak lagi kongesif.(4)
stadium resolusi: eksudat berkurang. Dalam alveolus makrofag bertambah
dan leukosit menglami nekrosis dan degenarasi lemak. Fibrin diresorbsi dan
menghilang. Secara patologi anatomis bronkopneumonia berbeda dari
pneumonia lobaris dalam hal lokalisasi sebagai bercak-bercak dengan
12
distribusi yang tidak teratur. Dengan pengobatan antibiotika urutan stadium
khas ini tidak terlihat.
F. MANIFESTASI KLINIK
Secara umum dapat dibagi menjadi :
a. Manifestasi nonspesifik infeksi dan toksisitas berupa demam, sakit kepala,
iritabel, gelisah, malaise, nafsu makan kurang, keluhan gastrointestinal.
b. Gejala Umum saluran pernapasan bawah berupa batuk, takipnu,
ekspektorasi sputum, napas cuping hidung, sesak napas, air hunger,
merintih, dan sianosis. Anak yang lebih besar dengan pneumonia akan
lebih suka berbaring pada sisi yang sakit dengan lutut tertekuk karena nyeri
dada.
c. Tanda pneumonia berupa retraksi (penarikan dinding dada bagian bawah
ke dalam saat bernapas bersama dengan peningkatan frekuensi napas),
perkusi pekak, fremitus melemah, suara napas melemah dan ronki.
d. Tanda efusi pleura atau empiema berupa gerak ekskursi dada tertinggal di
daerah efusi, perkusi pekak, fremitus melemah, suara napas melemah,
suara napas tubuler tepat di atas batas cairan, friction rub, nyeri dada
karena iritasi pleura (nyeri berkurang bila efusi bertambah dan berubah
menjadi nyeri tumpul), kaku kuduk/meningismus(meningen tanpa
inflamasi) bila terdapat iritasi pleura lobus atas, nyeri abdomen(kadang
terjadi bila iritasi mengenai diafragma pada pneumonia lobus kanan
bawah). Pada neonatus dan bayi kecil tanda pneumonia tidak selalu
jelas.efusi pleura pada bayi akan menimbulkan pekak perkusi.
e. Tanda infeksi ekstrapulmonal.
G. TES DIAGNOSTIK
1. Foto polos : digunakan untuk melihat adanya infeksi di paru dan
status pulmoner
13
2. Nilai analisa gas darah: untuk mengetahui status kardiopulmoner yang
berhubungan dengan oksigenasi
3. Hitung darah lengkap dan hitung jenis: digunakan untuk menetapkan
adanya anemia, infeksi dan proses inflamasi
4. Pewarnaan gram: untuk seleksi awal anti mikroba
5. Tes kulit untuk tuberkulin: untuk mengesampingkan kemungkinan terjadi
tuberkulosis jika anak tidak berespon terhadap pengobatan
6. Jumlah lekosit: terjadi lekositosis pada pneumonia bakterial
7. Tes fungsi paru: digunakan untuk mengevaluasi fungsi paru, menetapkan
luas dan beratnya penyakit dan membantu memperbaiki keadaan.
8. Spirometri statik digunakan untuk mengkaji jumlah udara yang diinspirasi
9. Kultur darah spesimen darah untuk menetapkan agen penyebab seperti
10. Virus
H. PENATALAKSANAAN
1. Oksigen 1-2 L/menit
2. IVFD dekstrose 10% : NaCl 0,9% = 3 : 1 + KCl 10 mEq/500 ml cairan. Jumlah
cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu, dan status hidrasi
3. Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai makanan enteral bertahap
melalui selang nasogastrik dengan feading drip
4. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal
dan beta agonis untuk memperbaiki transpor mukosilier
5. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit
6. Antibiotik sesuai hasil biakan atau berikan:
Untuk kasus pneumonia community base:
Ampisilin 100 mg/kgBB/hari dalam 4 kali pemberian
Kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari dalam 4 kali pemberian
Untuk kasus pneumonia hospital base:
Sefotaksim 100 mg/kgBB/hari dalam 2 kali pemberian
Amikasin 10-15 mg/kgBB/hari dalam 2 kali pemberian
14
BAB III
KONSEP PROSES KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Riwayat Kesehatan :
Adanya riwayat infeksi saluran pernafasan sebelumnya/batuk, pilek,
takhipnea, demam.
Anoreksia, sukar menelan, muntah.
Riwayat penyakit yang berhubungan dengan imunitas, seperti ; morbili,
pertusis, malnutrisi, imunosupresi.
Anggota keluarga lain yang mengalami sakit saluran pernafasan.
Batuk produktif, pernafasan cuping hidung, pernafasan cepat dan
dangkal, gelisah, sianosis.
2. Pemeriksaan Fisik :
Demam, takhipnea, sianosis, cuping hidung.
Auskultasi paru à ronchi basah, stridor.
Laboratorium à lekositosis, AGD abnormal, LED meningkat.
Roentgen dada à abnormal (bercak konsolidasi yang tersebar pada
kedua paru).
3. Faktor Psikososial/Perkembangan :
Usia, tingkat perkembangan.
Toleransi/kemampuan memahami tindakan.
Koping.
Pengalaman berpisah dengan keluarga/orang tua.
Pengalaman infeksi saluran pernafasan sebelumnya.
4. Pengetahuan Keluarga, Psikososial :
Tingkat pengetahuan keluarga tentang penyakit bronchopneumonia.
Pengalaman keluarga dalam menangani penyakit saluran pernafasan.
Kesiapan/kemauan keluarga untuk belajar merawat anaknya.
Koping keluarga.
15
Tingkat kecemasan.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan peradangan,
penumpukan secret.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane
kapiler alveolus.
3. Berkurangnya volume cairan berhubungan dengan intake oral tidak
adekuat, demam, takipnea.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan menurunnya kadar oksigen
darah.
5. Perubahan rasa nyaman berhubungan dengan demam, dispnea, nyeri
dada.
6. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi.
7. Kurangnya pengetahuan orang tua tentang perawatan anak setelah
pulang dari rumah sakit.
8. Kecemasan berhubungan dengan dampak hospitalisasi.
C. INTERVENSI
a. Dx. : Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan peradangan,
penumpukan sekret.
Tujuan : Jalan nafas efektif, ventilasi paru adekuat dan tidak ada
penumpukan sekret.
Rencana tindakan :
1. Monitor status respiratori setiap 2 jam, kaji adanya peningkatan status
pernafasan dan bunyi nafas abnormal.
2. Lakukan perkusi, vibrasi dan postural drainage setiap 4 – 6 jam.
3. Beri terapi oksigen sesuai program.
4. Bantu membatukkan sekresi/pengisapan lendir.
5. Beri posisi yang nyaman yang memudahkan pasien bernafas.
16
6. Ciptakan lingkungan yang nyaman sehingga pasien dapat tidur tenang.
7. Monitor analisa gas darah untuk mengkaji status pernafasan.
8. Beri minum yang cukup.
9. Sediakan sputum untuk kultur/test sensitifitas.
10. Kelolaa pemberian antibiotic dan obat lain sesuai program.
b. Dx. : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan
membrane kapiler alveolus.
Tujuan : Pasien memperlihatkan perbaikan ventilasi, pertukaran gas secara
optimal dan oksigenasi jaringan secara adekuat.
Rencana Tindakan :
1. Observasi tingkat kesadaran, status pernafasan, tanda-tanda sianosis
setiap 2 jam.
2. Beri posisi fowler/semi fowler.
3. Beri oksigen sesuai program.
4. Monitor analisa gas darah.
5. Ciptakan lingkungan yang tenang dan kenyamanan pasien.
6. Cegah terjadinya kelelahan pada pasien.
c. Dx. : Berkurangnya volume cairan berhubungan dengan intake oral tidak
adekuat, demam, takipnea.
Tujuan : Pasien akan mempertahankan cairan tubuh yang normal.
Rencana Tindakan :
1. Catat intake dan out put cairan. Anjurkan ibu untuk tetaap memberi
cairan peroral à hindari milk yang kental/minum yang dingin à
merangsang batuk.
2. Monitor keseimbangan cairan à membrane mukosa, turgor kulit, nadi
cepat, kesadaran menurun, tanda-tyanda vital.
3. Pertahankan keakuratan tetesan infuse sesuai program.
4. Lakukan oral hygiene.
d. Dx. : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan menurunnya kadar oksigen
darah.
17
Tujuan : Pasien dapat melakukan aktivitas sesuai kondisi.
Rencana Tindakan :
1. Kaji toleransi fisik pasien.
2. Bantu pasien dalam aktifitas dari kegiatan sehari-hari.
3. Sediakan permainan yang sesuai usia pasien dengan aktivitas yang tidak
mengeluarkan energi banyak à sesuaikan aktifitas dengan kondisinya.
4. Beri O2 sesuai program.
5. Beri pemenuhan kebutuhan energi.
e. Dx. : Perubahan rasa nyaman berhubungan dengan demam, dispnea, nyeri
dada.
Tujuan : Pasien akan memperlihatkan sesak dan keluhan nyeri berkurang,
dapat batuk efektif dan suhu normal.
Rencana Tindakan :
1. Cek suhu setiap 4 jam, jika suhu naik beri kompres dingin.
2. Kelola pemberian antipiretik dan anlgesik serta antibiotic sesuai
program.
3. Bantu pasien pada posisi yang nyaman baginya.
4. Bantu menekan dada pakai bantal saat batuk.
5. Usahakan pasien dapat istirahat/tidur yang cukup.
f. Dx. : Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi.
Tujuan : Suhu tubuh dalam batas normal.
Rencana Tindakan :
1. Observasi tanda-tanda vital setiap 2 jam.
2. Beri kompres dingin.
3. Kelola pemberian antipiretik dan antibiotik.
4. Beri minum peroral secara hati-hati, monitor keakuratan tetesan infus.
g. Dx. : Kurangnya pengetahuan orang tua tentang perawatan anak setelah
pulang dari rumah sakit.
Tujuan : Anak dapat beraktifitas secara normal dan orang tua tahu tahap-
tahap yang harus diambil bila infeksi terjadi lagi.
18
Rencana Tindakan :
1. Kaji tingkat pengetahuan keluarga tentang perawatan anak dengan
bronchopneumonia.
2. Bantu orang tua untuk mengembangkan rencana asuhan di rumah ;
keseimbangan diit, istirahat dan aktifitas yang sesuai.
3. Tekankan perlunya melindungi anak kontak dengan anak lain sampai
dengan status RR kembali normal.
4. Ajarkan pemberian antibiotic sesuai program.
5. Ajarkan cara mendeteksi kambuhnya penyakit.
6. Beritahu tempat yang harus dihubungi bila kambuh.
7. Beri reinforcement untuk perilaku yang positif.
h. Dx. : Kecemasan berhubungan dengan dampak hospitalisasi.
Tujuan : Kecemasan teratasi.
Rencana Tindakan :
1. Kaji tingkat kecemasan anak.
2. Fasilitasi rasa aman dengan cara ibu berperan serta merawat anaknya.
3. Dorong ibu untuk selalu mensupport anaknya dengan cara ibu selalu
berada di dekat anaknya.
4. Jelaskan dengan bahasa sederhana tentang tindakan yang dilakukan à
tujuan, manfaat, bagaimana dia merasakannya.
5. Beri reinforcement untuk perilaku yang positif.
D. IMPLEMENTASI
Prinsip implementasi :
1. Observasi status pernafasan seperti bunyi nafas dan frekuensi setiap 2
jam, lakukan fisioterapi dada setiap 4 – 6 jam dan lakukan pengeluaran
secret melalui batuk atau pengisapan, beri O2 sesuai program.
2. Observasi status hidrasi untuk mengetahui keseimbangan intake dan out
put.
3. Monitor suhu tubuh.
19
4. Tingkatkan istirahat pasien dan aktifitas disesuaikan dengan kondisi
pasien.
5. Perlu partisipasi orang tua dalam merawat anaknya di RS.
6. Beri pengetahuan pada orang tua tentang bagaimana merawat anaknya
dengan bronchopneumonia.
E. EVALUASI
Hasil evaluasi yang ingin dicapai :
1. Jalan nafas efektif, fungsi pernafasan baik
2. Analisa gas darah normal.
20
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Setelah penguraian dan mebahas secara keseluruhan tentang
Pneumonia pada anak maka dapat di simpulkan bahwa pneumonia
merupakan radang pada paru yang Salah satu penyebab utamanya adalah
Pneumococcus. Untuk menegakkan diagnosa os dapat melakukan rontgen
dan hasil laboratorium.dan yang terpenting os juga harus segera di lakukan
pemeriksaan di puskesmas atau RS untuk tindak lanjut yang adekuat.
B. SARAN
Bagi para orang tua jagalah kesehatan anak anda. Perhatikan lingkungan
tempat tinggal anda, pola makan anak, Jauhkan dari asap rokok, asap sampah,
serta polusi kendaraan bermotor. Vaksinasi merupakan upaya terpenting
untuk menurunkan angka kematian dan angka kesakitan penyakit ini. Jangan
remehkan polusi udara berupa, asap rokok, asap knalpot, rumah lembab,
serta lingkungan rumah yang tidak sehat. Gangguan lingkungan semacam itu
bisa memicu pneumonia pada buah hati. Jadi mulai saat inilah sebaiknya anda
lebih menjaga kesehatan anak anda.
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim. 2007. Askep Anak dengan Pneumonia.
in www.stikmuh-ptk.medecinsmaroc.com.
2. Alimul Hidayat, Aziz. 2008. Pengantar Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba
Medika
3. Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II. Jakarta : Media
Aesculapius
4. Rahimul. 2008. Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Pneumonia.
in www.rahimul.wordpress.com
22