makalah pht jeruk (1)

50
A. Pendahuluan 1. Latar Belakang Jeruk merupakan salah satu komoditi buah- buahan penting yang mendapat prioritas utama untuk dikembangkan secara nasional. Hal ini disebabkan antara lain, usahataninya dapat memberikan sumbangan besar dalam peningkatan pendapatan petani, disukai oleh konsumen karena kandungan gizi yang tinggi, dan permintaan pasar (domestik dan luar negeri) yang makin meningkat dari tahun ke tahun. Menurut Abuhaerah (1987), dengan pengelolaan yang baik, usahatani jeruk memberikan nilai hasil di atas Rp. 10 juta per ha per tahun. Peningkatan permintaan yang makin besar mengharuskan upaya yang lebih serius dalam peningkatan produksi jeruk, baik melalui peningkatan luas panen maupun peningkatan produktivitas tanaman. Namun upaya tersebut dihadap-kan kepada beberapa kendala utama antara lain tingkat produktivitas jeruk selama ini masih rendah. Salah satu penyebabnya karena adanya serangan hama dan penyakit pada jeruk. Sebagaimana umumnya tanaman buah-buahan, sejak awal pertumbuhan hingga fase perkembangan dewasa, tanaman jeruk selalu terancam serangan 1

Transcript of makalah pht jeruk (1)

A. Pendahuluan

1. Latar Belakang

Jeruk merupakan salah satu komoditi buah-buahan penting yang

mendapat prioritas utama untuk dikembangkan secara nasional. Hal ini

disebabkan antara lain, usahataninya dapat memberikan sumbangan besar

dalam peningkatan pendapatan petani, disukai oleh konsumen karena

kandungan gizi yang tinggi, dan permintaan pasar (domestik dan luar

negeri) yang makin meningkat dari tahun ke tahun. Menurut Abuhaerah

(1987), dengan pengelolaan yang baik, usahatani jeruk memberikan nilai

hasil di atas Rp. 10 juta per ha per tahun.

Peningkatan permintaan yang makin besar mengharuskan upaya

yang lebih serius dalam peningkatan produksi jeruk, baik melalui

peningkatan luas panen maupun peningkatan produktivitas tanaman.

Namun upaya tersebut dihadap-kan kepada beberapa kendala utama

antara lain tingkat produktivitas jeruk selama ini masih rendah. Salah

satu penyebabnya karena adanya serangan hama dan penyakit pada jeruk.

Sebagaimana umumnya tanaman buah-buahan, sejak awal

pertumbuhan hingga fase perkembangan dewasa, tanaman jeruk selalu

terancam serangan hama dan penyakit. Tercatat sejumlah 43 species dari

20 famili yang umumnya hadir di kompleks agroekosistem jeruk dan

menyerang bagian-bagian tanaman mulai dari akar, batang, cabang, daun,

bunga sampai buah (Nurhadi dan Djatmiadi 2002). Dari sekian banyak

hama tersebut terdapat beberapa hama dan penyakit yang dominan dan

menyerang tanaman jeruk yaitu hama Thrips (Scirtothrips citri), kutu

daun hitam (Toxoptera aurantii) dan Kutu daun coklat (Toxoptera

citricidus), tungau karat (Phyllocoptura oleivera Ashmed), kutu loncat

jeruk (Diphorina citri Kuw.), lalat buah (bactrocera spp.), penyakit

Citrus Vein Phloem Degeneration (VCPD), penyakit tristeza (Quich

Decline), penyakit busuk pangkal batang (Phytophthora spp), penyakit

1

diplodia (Botryodiplodia theobromae Pat) dan penyakit embun jelaga

(Capnodium citri Berk. & Desm).

Adanya serangan hama dan penyakit yang menyerang tanaman

jeruk tersebut, maka diperlukan suatu upaya pengendalian yang tepat.

Pengendalian ini dimulai dari cara budidaya yang dilakukan. Teknik-

teknik budidaya yang dilakukan harus tepat, mulai dari pemilihan sampai

dengan pasca panennya.

2. Tujuan

Tujuan dilakukan perencanaan budidaya tanaman jeruk ini adalah

agar kita bisa mengelola dan mengendalikan serta mengantisipasi hama

dan penyakit yang akan menyerang tanaman jeruk ini. Hal ini agar tidak

menurunkan produksi tanaman jeruk.

2

B. Pembahasan

1. Hama Penting Tanaman Jeruk

a. Hama Thrips (Scirtothrips citri)

Populasi hama Thrips dijumpai cukup tinggi mencapai 40-50

ekor per batang tanaman (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Sumatera Barat). Hal ini dapat membahayakan pertanaman jeruk,

mulai dari daun sampai buahnya. Keberadaan dan serangan hama

Thrips jarang diketahui secara baik oleh petani karena ukurannya

relatif kecil dan bersembunyi dibalik helaian daun, kelopak bunga,

putik dan buah.

Hama thrips sangat cepat berkembang biak. Pada kondisi

yang menguntungkan satu thrips betina mampu bertelur 200-250

butir. Telur berukuran sangat kecil, biasanya diletakkan pada

jaringan daun muda, tangkai kuncup dan buah.

Nimfa instar pertama berbentuk seperti kumparan, berwarna

putih jernih dan mempunyai 2 mata yang sangat jelas berwarna

merah, aktif bergerak memakan jaringan tanaman, mendekati

perubahan ke instar 2 warnanya berubah menjadi kuning kehijauan

dengan ukuran 0,4 mm. Pada instar kedua thrips aktif bergerak

mencari tempat yang terlindung dekat urat daun, lekukan-lekukan di

permukaan bawah daun.

Pada instar terakhir thrips biasanya mencari tempat di tanah

atau serasah dibawah kanopi tanaman sampai membentuk pre pupa

dan pupa. Ukuran thrips betina berkisar 0,7-0,9 mm, sedangkan

thrips jantan lebih pendek. Perkembangan dalam 1 tahun mencapai

8-12 generasi. Pada musim kemarau, perkembangan telur sampai

dewasa berlangsung 13-15 hari dan lama hidup thrips dewasa

berkisar 15-20 hari.

Fase kritis tanaman dan saat pemantauan populasi adalah

pada saat tanaman berbunga sampai berbuah hingga umur buah 2-3

3

bulan. Disamping itu perlu juga dilakukan pemantauan pada tunas,

daun muda dan tangkai daun. Hal ini karena pada fase kritis ini,

tangkai, daun muda dan buah muda merupakan sasaran dari hama

ini, apabila suhu disekitar tanaman meningkat, sehingga

perkembangan populasi hama semakin cepat.

Gejala serangan terlihat penebalan pada daun yang terserang,

kedua sisi daun agak menggulung (melengkung) ke atas dan

pertumbuhannya tidak normal. Serangan pada buah terjadi pada fase

bunga, pada putik terlihat bekas luka berwarna coklat keabu-abuan

yang disertai dengan garis nekrotis di sekeliling luka, tampak di

permukaan kulit buah di sekeliling tangkai atau melingkar pada

sekeliling kulit buah. Berdasarkan hasil penelitian kerusakan hama

ini dapat menurunkan kualitas hasil mencapai 30-60%.

b. Kutu daun hitam (Toxoptera aurantii) dan Kutu daun coklat

(Toxoptera citricidus)

Populasi kutu daun hitam (Toxoptera aurantii) relatif tinggi

mencapai 50-100 ekor per batang tanaman (Balai Pengkajian

Teknologi Pertanian Sumatera Barat). Keadaan ini dapat

menyebabakan daun-daun muda dan kuncup daun maupun bunga

menjadi kering akibat dihisapnya, sehingga pembentukan daun-daun

baru terhalang dan akan mengganggu serta mengurangi foto sintesa.

Daun yang terserang akan tertutup oleh embun jelaga dan berakibat

buruk terhadap kelangsungan proses fotosintesa dan berpengaruh

negatif terhadap mutu buah yang dihasilkan.

Kutu daun coklat (Toxoptera citricidus) tidak menyebabkan

kerusakan berarti pada tanaman jeruk, tetapi perannya sebagai vektor

virus tristeza jauh lebih berbahaya, karena virus ini menyebabkan

kerugian ekonomis yang tinggi. Kutu daun coklat merupakan penular

virus penyebab penyakit tristeza yang paling efektif.

Bentuk dan ukuran kedua kutu daun ini serupa, perbedaanya

terlihat pada pembuluh sayap bagian depan dimana kutu daun hitam

4

(Toxoptera aurantii) tidak bercabang, sedangkan kutu daun coklat

(Toxoptera citricidus) bercabang. Secara umum kutu daun ini

berukuran 1-6 mm, tubuh lunak seperti buah per, mobilitas rendah

dan pada umumnya hidup berkoloni. Perkembangan optimum terjadi

pada saat tanaman bertunas. Siklus hidup satu generasi berlangsung

selama 6-8 hari pada suhu 250C dan 3 minggu pada suhu 150C.

Bentuk kutu kadang-kadang bersayap, kadang-kadang tidak (sesuai

dengan ketersediaan makanan, apabila makanan kurang tersedia

maka sering bersayap untuk mempermudah mobilitasnya,

perkembangbiakan bisa secara seksual atau aseksual, menetap atau

berpindah-pindah tempat. Pada daerah tropis yang perbedaan

musimnya kurang tegas, kutu ini tinggal pada inangnya selama

setahun sebagai betina-betina yang vivivar partenogenesis. Kutu

dewasa biasanya berpindah tempat untuk menghasilkan keturunan

baru dan membentuk koloni baru.

Gejala serangan dijumpai adanya embun madu yang

dihasilkan kutu melapisi permukaan daun dan dapat meransang

peretumbuhan jamur (embun jelaga), disamping itu kutu juga

mengeluarkan toksin melalui salivanya sehingga menimbulkan

gejala kerdil, deformasi dan terbentuk puru pada helaian daun.

Keberadaan kutu daun juga berpotensi sebagai vektor virus

penyebab penyakit Virus.

c. Tungau Karat (Phyllocoptura oleivera Ashmed)

Hama tungau yang dijumpai menyerang tanaman jeruk

adalah tungau karat (Phyllocoptura oleivera Ashmed). Tungau karat

merusak dengan cara memasukkan cheliceral stylet dalam sel

tanaman dan mengisap cairan tanaman. Imago berwarna kuning

sampai orange, ukuran panjang ± 0,2 mm. Telur diletakkan pada

permukaan daun dan buah, lama siklus hidup dari telur sampai

imago 7-10 hari pada musim panas atau 14 hari pada kondisi dingin.

5

Imago betina hidup kurang dari 20 hari dan selama masa hidupnya

mampu bertelur sebanyak 20 butir.

Serangan terutama terjadi pada buah muda, mulai dari buah

yang sebesar kacang dan kerusakan akan tampak setelah buah

berukuran sebesar kelereng. Lapisan epidermis kulit buah ikut rusak

dan seiring dengan membesarnya buah maka akan tampak gejala

bekas tusukan pada buah, walaupun hama tungaunya sudah tidak

ada. Pada tingkat serangan berat (parah) selain cabang, daun dan

buah muda, buah yang masak bisa juga terserang. Serangan awal

pada buah menimbulkan gejala warna buah keperakkan.

Pada fase selanjutnya buah yang terserang warnanya berubah

menjadi coklat sampai ungu kehitaman. Serangan berat dapat

berpengaruh terhadap pertumbuhan diameter, bobot dan kandungan

nutrisi buah serta mengakibatkan terjadinya keguguran buah lebih

dini. Pada populasi hama yang tinggi dapat menimbulkan kerusakan

buah yang parah mencapai 90%, dan menurunkan harga jual hingga

50%. Khloropil daun yang dihisap oleh tungau menimbulkan bintik-

bintik kelabu dan keperakan. Serangan lebih parah dapat terjadi pada

musim kering dimana kelembaban dalam tanaman menurun. Pada

kondisi tersebut kombinasi dari efek serangan tungau, iklim dan

faktor fisiologis dapat mengakibatkan gugurnya buah dan daun serta

dapat mengakibatkan ranting muda mati.

d. Kutu Loncat Jeruk (Diphorina citri Kuw.)

Kutu loncat jeruk mempunyai 3 stadia hidup, yaitu telur,

nimpfa dan dewasa. Siklus hidupnya mulai dari telur sampai dewasa

berlangsung antara 16-18 hari pada kondisi panas, sedangkan pada

kondisi dingin sampai 45 hari, serangga ini dapat mencapai 9-10

generasi dalam setahun. Telur berbentuk lonjong dan agak

menyerupai buah adpokat, warna kuning terang. Cara meletakkan

telurnya tidak teratur, kadang- kadang berkelompok atau terpisah

sendiri-sendiri. Bagian yang menjadi tempat meletakkan telur adalah

6

tunas-tunas daun atau jaringan tanaman yang masih muda, seperti

tangkai tunas dan permukaan daun bagian atas dan bawah yang

belum membuka, telur menetas menjadi nimfa setelah 3 hari.

Nimfa yang telah menetas hidup berkelompok pada jaringan

tanaman muda dan menghisap cairan tanaman. Setelah nimfa

berumur 2-3 hari, menyebar dan mencari makanan pada daun muda

di sekitarnya. Periode nimfa berlangsung 12-17 hari, selama terjadi 5

kali penggantian kulit yang disertai bertambahnya kativitaas

makanannya. Kelima instar tersebut dapat dibedakan oleh adanya

perbedaan ukuran, bentuk awal perkembangan bentuknya sayap dan

penyusunan sklerit pada thorax bagian dorsal. Warna nimfa kuning

sampai kuning kecoklatan.

Stadia dewasa ditandai dengan terbentuknya sayap dan kutu

ini dapat terbang atau meloncat, berwarna coklat muda sampai coklat

tua, matanya berwarna kelabu dan bercak-bercak coklat, bagian

abdomen berwarna hijau terang kebiruan dan orange, panjang tubuh

2-3 mm, pada saat makan posisi tubuhnya menunggingatau

membentuk sudut. Kopulasi segera terbentuk setelah serangga

menjadi dewasa, selanjutnya serangga betina mencari ranting yang

bertunas dan meletakan telurnya mulai berlangsung setelah 8-20 jam

setelah kopulasi. Masa bertelur bervariasi antar 10-40 hari,

sedangkan jumlah telurnya dapat mencapai 800 butir.

Gejala Serangan, daun jeruk menjadi berkerut-kerut,

menggulung atau kering dan pertumbuhannya menjadi terhambat

serta tidak sempurna. Selain menyerang daun muda, dengan

styletnya diphorina citri menusuk dan menghisap cairan sel pada

tangkai daun, tunas muda atau jaringan lainnya yang masih muda.

Hasil sekresi atau kotorannya berupa benang yang berwarna putih

dan bentuknya menyerupai sepriral.

Apabila serangan berat, bagian tanaman yang terserang

menjadi layu, kering dan menjadi mati. Apabila Diphorina citri ini

7

menyerang satu tanaman dengan merata, maka pertumbuhan bunga

menjadi terhampat dan produksi akan berkurang. Diphorina citri ini

selain menjadi OPT hama, juga dapat menularkan OPT menyerupai

bakteri (BLO), yakni pathogen dari Citrus Vein Phloem

Degeneration (CVPD).

Fase Kritis Tanaman, vektor kutu loncat (Diphorina citri)

tertarik pada tunas muda sebagai tempat pelekatan telur, sehingga

pertunasan tanaman merupakan faktor penting dalam

perkembangbiakannya. Di Garut, tanaman jeruk bertunas 5 kali

dalam setahun, sehingga terdapat 5 periode kritis dimana diphorina

citri mencapai jumlah yang sangat tinggi. Untuk mengetahui

populasi jumlah populasi diphorina citri perlu diamati kuncup dan

tunas.

e. Lalat buah (bactrocera spp.)

Lalat buah mempunyai 4 stadia metamorphosis, yaitu telur,

larva, pupa dan imago (serangga dewasa). Telur lalat buah berbentuk

bulat panjang, berwarna putih dan diletakkan berkelompok 2-15

butir pada buah yang agak tersembunyi atau tidak terkena sinar

matahari langsung serta pada buah yang agak lunak dan pemukannya

agak kasar. Seekor lalat buah dewasa dapat meletakkan telur 1-40

butir/ hari dengan jumlah 1.200-1.500 butir, telur akan menetas

menjadi larva 2 hari setelah diletakkan di dalam buah.

Siklus hidup dari telur sampai lalat dewasa di daerah tropis

berlangsung ± 25 hari. Fase kritis tanaman, pada saat tanaman mulai

memproduksi buah terutama pada saat buah menjelang masak.

Gejala serangan, sifat khas lalat buah adalah meletakkan

telurnya di dalam buah, tempat peletakkan telur di tandai dengan

adanya noda/titik kecil hitam yang tidak terlalu jelas. Noda/ titik

kecil bekas tusukan ovipositor ini merupakan gejala awal serangan

lalat buah, dimana telur menetas dan menjadi larva (belalang). Buah

yang gugur, apabila tidak segera dikumpulkan dan dimusnahka akan

8

menjadi sumber infeksi atau perkembangan lalat buah generasi

selanjutnya.

2. Penyakit Penting Tanaman Jeruk

a. Penyakit Citrus Vein Phloem Degeneration (CVPD)

Penyakit CVPD merupakan penyakit cukup gawat yang

timbul dan menyerang tanaman jeruk. Penyakit ini menyerang

bagian daun tanaman jeruk dimana pada serangan lanjut tanaman

akan menghasilkan buah yang kecil, buah tidak dapat berkembang

lagi dan akhirnya gugur (Dirjen Tanaman Pangan 1992).

Infeksi pada tanaman muda ditandai dengan kuncup

berkembang lambat, pertumbuhannya menjulang keatas, daun

menebal, ukuran menjadi lebih kecil dengan gejala khas blotching,

mottle, belang-belang kuning tidak teratur. Gejala pada tanaman

dewasa sering bervariasi. Pada tanaman yang sudah berproduksi

menyebabkan ukuran buah menjadi kecil hingga sebesar kelereng

dan rasanya asam.

Gejala penyakit CVPD ini dapat digolongkan menjadi 2

kelompok yaitu gejala luar dangejala dalam.

1) Gejala luar

Tanaman jeruk yang terjangkit penyakit ganas ini

menunjukkan gejala kekuning-kuningan pada daun dewasa,

seperti halnya kekurangan unsur Zn, Mn dan Fe. Tulang-tulang

daun halus berwarna lebih hijau daripada jaringan helaian

daunnya. Apabila penyakit telah sampai pada stadium lanjut

daun menjadi lebih kecil, kaku, lebih tebal, menjadi kuning pada

sebagian atau seluruh tajuk dan sering pula berbercak-bercak

klorosis. Gejala ini mirip dengan gejala kelaparan seng (Zn).

Pada daun-daun dewasa yang mengalami pertumbuhan yang

cukup pesat, tulang-tulang daun yang halus berwarna lebih gelap

sehingga kontras dengan daging daun yang berwarna kuning.

9

2) Gejala dalam

Gejala dalam penyakit CVPD ini, apabila dibuat irisan

melintang dari ibu tulang daun/ tangkai daun yang helaian

daunnya memperlihatkan gejala, akan terlihat kelainan pada

floemnya. Jaringan floem daun dewasa memperlihatkan gejala

yang khas yaitu jauh lebih tebal daripada jaringan floem daun

yang berwarna hijau. Disamping itu terjadi pengempisan

pembuluh-pembuluh tapis dalam floem sehingga seolah-olah

terjadi penebalan dinding-dinding sel. Penebalan ini merupakan

jalur-jalur putih mulai di dekat sklerenkim sampai xilem terjadi

dari dinding-dinding sel yang berdempet-dempetan karena

rongga sel telah hilang/ tinggal sedikit. Sel-sel parenkim yang

masih berongga biasanya penuh berisi butir-butir pati

(Semangun 1991, Departemen Ilmu Hama dan Penyakit

Tumbuhan 1981, Sarwono 1986).

b. Penyakit Tristeza (Quich Decline)

Kutu daun ini sudah dapat menularkan virus jika menghisap

tanaman sakit selama 5 detik masa inkubasi 5 detik dan hanya dapat

menularkan secara efektif bila 27 ekor kutu daun dalam waktu

singkat. Gejala Serangan, gejala infeksi pada tanaman adalah

kerusakan pada jarigan tapis (floem). Lekukan atau celah-celah pada

jaringan kayu pada batang, tetapi tetap merupakan sumber infeksi

bagi varietas yang peka.

Pertumbuhan tanaman menjadi terhambat, merana, kerdil,

daun kaku dan berukuran lebih kecil dengan tepinya melengkung ke

atas, bunga yang dihasilkan berlebihan, tetapi tidak berkembang

menjadi buah yang masak. Menurut Tirtawidjaya 1964 diketahui

bahwa CVPD berbeda dengan Tristeza. CVPD men yebabkan

tulang-tulang daun berwarna hijau tua sedangkan Tristeza

menyebabkan tulang-tulang daun menjadi pucat (Vein Clearing).

10

c. Penyakit Busuk pangkal batang (Phytophthora spp)

Serangan penyakit busuk pangkal batang yang disebabkan

oleh jamur Phytophthora spp tergolong kategori serangan rendah,

dengan intensitas serangan berkisar 5-10% (Balai Pengkajian

Teknologi Pertanian Sumatera Barat). Penyakit busuk pangkal

batang dapat dikenali dengan adanya gejala busuk akar dan

gummosis encer pada permukaan kulit pangkal batang. Pembusukan

dimulai dari pangkal batang dekat permukaan tanah sampai setinggi

40 cm. Jaringan yang terserang akan berubah warna, lama-lama kulit

tersebut terkelupas dan akan jatuh sehingga menyebabkan luka lebar.

Pada keadaan serangan yang parah, luka terjadi disekeliling

pangkal batang, akhirnya tanaman akan mati. Menurut Mutia et

al.2004, jamur Phytophthora spp bersifat polyfag dan dapat bertahan

di dalam tanah dalam bentuk sporangium dan spora kembara

(Klamidiospora). Jamur dipecahkan oleh terpaan air hujan dan

menginfeksi melalui luka alami, luka karena alat pertanian ataupun

luka karena serangga. Perkembangan penyakit lebih cepat pada

temperatur tanah yang tinggi, pH tanah yang agak masam (6,0-6,5),

tanah yang lembab dan pada curah hujan yang tinggi.

d. Penyakit Diplodia (Botryodiplodia theobromae Pat)

Intensitas serangan penyakit Diplodia (Botryodiplodia

theobromae Pat) mencapai 20% dengan kategori serangan sedang

(Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat). Jenis

diplodia yang dijumpai adalah diplodia kering dengan tanda-tanda

serangan kulit batang atau cabang tanaman yang terserang tidak

mengeluarkan blendok/ gummosis, kulit yang terserang mudah

terkelupas. Kulit mongering, jika dipotong kulit dan kayu

dibawahnya berwarna hitam kehijauan. Biasanya infeksibaru

diketahui jika daun telah menguning, sehingga terlambat untuk

melakukan pengendalian. Bila kondisi tidak menguntungkan, maka

pathogen penyakit dapat membentuk struktur tahan. Pada kondisi

11

kelembaban, nutrisi, dan suhu tinggi, pathogen akan segera

berkecambah dan melakukan penetrasi kedalam jaringan tanaman.

Perbedaan kondisi suhu lingkungan yang sangat tinggi antara siang

dan malam terutama pada musim kemarau akan memperlemah

tanaman sehingga mudah terserang penyakit Diplodia.

Pada Diplodia basah, tanaman yang terserang tampak adanya

luka-luka pada batang atau cabang-cabang yang sering disertai getah

(gum) yang berwarna kuning emas. Kulit yang sakit mengelupas dan

mudah jatuh. Jaringan kayu di bawahnya juga terinfeksi. Pada

stadium lanjut, timbul piknidia jamur. Akibatnya daun-daun

menguning, kering dan terjadi mati ranting. Penyakit ini biasanya

ditemukan di kebun-kebun yang tidak dikelola dengan baik.

e. Penyakit Embun jelaga (Capnodium citri Berk. & Desm)

Serangan penyakit embun jelaga mencapai intensitas 25,0 %

dengan kategori serangan sedang (Balai Pengkajian Teknologi

Pertanian Sumatera Barat). Penyakit ini dapat menyerang daun,

ranting dan buah sehingga bagian tanaman yang terserang kelihatan

dilapisi oleh kumpulan jamur berwarna hitam. Pada musim kering

kumpulan jamur mudah terkelupas dan diterbangkan oleh angin

kepada tanaman yang sehat. Buah yang terserang ditutupi oleh

lapisan jamur, biasanya ukurannya lebih kecil dan terlambat matang.

Jamur Capnodium citri lebih cepat berkembangnya dengan adanya

sekresi embun madu yang dihasilkan oleh hama kutu daun sebagai

medium pertumbuhannya.

3. Langkah Budidaya

a. Pemilihan Lokasi Tanam

Tanaman jeruk ditanam diberbagai jenis tanah, dari tanah

pasir kasar sampai tanah liat berat. Tanah tidak boleh tergenang air.

Pada daerah yang tergenang air harus segera dikeringkan, atau

menanamnya pada tanah yang ditinggikan. Drainase yang baik

sangat perlu untuk memperoleh hasil yang tinggi. Tanah yang baik

12

untuk tanaman jeruk yaitu bila berasal dari endapat yang subur,

cukup dalam dan tidak beragam. Walaupun tanaman jeruk bisa

ditanam ditanah berat, tetapi lebih baik bila ditanam di tanah ringan

sampai sedang, yang erasi (peredaran udara) cukup baik, gembur,

cukup dalam, air bisa merembes, dan cukup bahan organik.

Tanaman jeruk tidak mempunyai banyak akar rambut atau

boleh dikatakan tidak mempunyai akar rambut. Oleh karena itu,

tanah tempat tumbuhnya harus cukup humus atau bahan organik

(kompos, pupuk kandang, pupuk hijau).Struktur fisik tanah sangat

penting, tanah harus bisa mengikat dan merembeskan air, jangan

sampai tanah tergenang. Akar tanaman jeruk memerlukan cukup

oksigen, maka erasi tanah sangat penting.

Tanaman jeruk manis yang ditanam pada tanah yang cukup

bahan organik sampai lapisan dalam lebih dari 50 cm, akan lebih

cepat besar pertumbuhannya. Tanaman jeruk sangat sensitif bila

tanah banyak mengandung garam. Di Indonesia tanaman jeruk bisa

hidup baik pada pH 5-6. Bila pH terlalu rendah, tanah ditambah

kapur atau dolomit (dolomit yaitu campuran karbonat dan

magnesium karbonat).

b. Pengolahan Tanah

Bila tempat tanam telah ditetapkan dan syarat-syarat yang

diperlukan telah terpenuhi bisa dimulai mengadakan persiapan

sebagai berikut :

1) Tanah dibersihkan dari tanaman-tanaman penggangu. Semak,

alang-alang, rumput, dan gulma.

2) Selanjutnya buatlah batasan-batasan dengan sebilah bambu

(patok) untuk menentukan tempat tanam. Pada pembagian ini

diperhitungkan juga pembagian jalan kontrol (bila luas areal

tanah 1 ha dibagi menjadi 4). Bila pembuangan air tidak lancar,

buatlah selokan-selokan pembuangan air. Ini penting, terutama

untuk tempat-tempat yang cekung dan keadaaan tanahnya liat.

13

3) Bila bibit yang digunakan berakar panjang, usahkan agar tanah

digembur-gemburkan lebih dalam. Tapi bila bibit yang

digunakan berakar dangkal (cangkokan, stek), usahakan agar

tanah digemburkan secara meluas.

4) Pada tanah yang letaknya tinggi serta sedang sebaiknya ditanam

bibit okulasi, sedang pada areal yang air tanahnya tidak dalam

penggunaan bibit cangkokan adalah sangat tepat.

5) Bila tanah tempat areal tanam tidak banyak mengandung humus,

kondisi tanah terlalu kurus dan liar, sebaiknya ditanami dulu

dengan tanaman pupuk hijau selama 1-2 tahun. Setelah itu

batang dan daun dibenamkan, agar tanah menjadi lebih subur.

6) Setelah tanah selesai dikerjakan, mulailah diajir. Pada tempat

yang akan ditanami pohon ditancapkan sebuah diperlukan. Cara-

cara memasang yang terpenting harus sama jaraknya dan harus

berderet lurus. Aturannya ada dua macam, yaitu bujur sangkar

atau segitiga.

7) Setelah jalan induk, jalan kontrol, dan tempat air rampung

diatur, dimulailah pembuatan lubang-lubang tempat penanaman.

Lubang dibuat 3-4 minggu sebelum bibit ditanam.

c. Pembuatan lubang penanaman

Saat tanam yang baik untuk menanam bibit jeruk adalah pada

permulaan musim hujan. Bisa juga penanaman dilakukan menjelang

akhir musim hujan, tetapi resikonya orang harus rajin menyirami

bibit mudah setiap hari agar tidak mati kekurangan air pada musim

kemarau. Waktu terbaik untuk mulai mengerjakan tanah adalah pada

bulan Juni-Agustus. Besarnya lubang minimal 60 x 60 x 60 cm.

Lebih besar lebih baik, umpamanya 80 x 80 x 70 cm atau 1 x 1 x 0,5

m. Penggalian lubang jangan terlalu dalam, pengaruhnya kurang

baik (merugikan), karena akan tanaman akan mengumpul di lapisan

yang dalam dan lapisan atas kurang.

14

Sedangkan perakaran di lapisan atas sangat diperlukan

peredaran hawa di lapisan ini lancar, serta pemupukan pun bisa di-

kerjakan lebih mudah. Selain itu lubang penanaman yang terlalu

dalam sering menarik air dari tanah sekelilingnya, hal itu akan

merusak akar tanaman dan menghambat pertumbuhannya. Lubang

tanaman dibuat dengan cara menggali lubang. Tanah bagian atas

yang subur (berwarna kehitam-hitaman) dipisahkan dari tanah

bawah. Tanah atas dibuang disebelah kiri, tanah bawah ke sebelah

kanan. Selanjutnya lubang dibiarkan menganga terjemur matahari 2-

4 minggu lamanya.

Tanah bagian bawah dimasukkan dalam lubang, letaknya

tetap dibawah seperti semula. Sedangkan tanah bagian atas, sebelum

dimasukkan dalam lubang dicampur dulu dengan 2-3 kaleng pupuk

kandang/kompos ditambah 1,5 kg pupuk fosfat. Pada keadaan serupa

ini bibit jeruk belum boleh ditanam. Setelah tanah turun kembali,

hingga muka tanah diatas lubang sedikit lebih tinggi dari pada tanah

disekelilingnya, barulah bibit pohon ditanam.

Saat tanam yang baik untuk menanam bibit jeruk adalah pada

permulaan musim hujan. Sebelum bibit ditanam, tanah dalam lubang

hartus betul-betul basah dari atas sampai kebawah. Lubang digali

yang lebar dan dalamnya sesuai dengan akar seluruhnya. Bila bibit

terletak dalam keranjang persemaian. Keranjangnya harus dilepas

terlebih dahulu, dan selain itu perakarannya juga harus diperiksa.

Bibit yang akarnya berbelit-belit dan melingkar-lingkar jangan

smapai dipakai. Sebab akan menggangu pertumbuhan tanaman

nantinya. Tetapi kalau hendaknya dipakai, letak akar dibenarkan dan

diluruskan arah pertumbuhannya. Bila ada akar yang panjangnya

melelbihi batas lubang akar, sebaiknya dipotong saja kelebihannya.

Janganlah menanam terlalu dalam, tapi jangan pula terlalu

dangkal. Batas akar dengan batas sama tinggi dengan permukaan

tanah. Labih-lebih untuk bibit okulasi. Jangan sampai tanah

15

melampaui tatau menutupi batang okulasinya. Untuk menghindari

adanya rongga-rongga antar akar dan tanah, siramlah tanah dengan

air sebanyak mungkin. adanya rongga dalam tanah akan

mengakibatkan akar mengering (akar jeruk sangat halus), sehingga

seluruh pohon bisa mati sebelum tumbuh. Setelah itu tanah

dipadatkan dengan tangan.

Setelah selesai menanam, sekitar bibit tanaman diberi jerami

kering guna melindungi tanah agar tidak kering oleh panas sinar

matahari atau mengeras padat karena terkena siraman air hujan.

Lebih bagus lagi kalau jauh sebelumnya telah disiapkan bahan

perlindungan yang terbuat dari bumbu dengan atap alang-alang, daun

nipah atau kelapa.

d. Pengairan

Selain sinar matahari yang cukup, tanaman jeruk juga

memerlukan air yang cukup selama pertumbuhannya. Penyiraman

tanaman jeruk dalam pot harus diklakukan secara tepat dan teratur.

Pada awal masa pertumbuhan atau musim kemarau, penyiraman

perlu dilakaukan dua kali sehari, yakni pada pagidan sore hari.

Pasalnya, kekurangan airdapat mengakibatkan tanaman jeruk jadi

stresdan sulit berbuah.

Penyiraman jangan berlebih. Tanaman diairi sedikitnya satu

kali dalam seminggu pada musim kemarau. Jika air kurang tersedia,

tanah di sekitar tanaman digemburkan dan ditutup mulsa. Tanaman

akan menjadi layu bahkan mati, jika mengalami kekurangan air yang

berlangsung lama. Namun, penyiraman yang berlebihan juga tidak

disarankan karena dapat menyebabkan penyakit busuk pada akar

akibat serangan cendawan apabila keadaan media tanam selalu

lembap. Selain itu, unsur hara dalam media pun juga akan larut

bersama siraman air.

Air yang digunakan untuk menyiram jeruk dalam pot

sebaiknya menggunakan air sumur atau yang bersasal dari mata air.

16

Penyiraman dilakukan menggunakan slang plastik atau gembor.

Penyiraman yang terus-menerus akan menyebabakan pemadatan

pada media tanam dalam pot. Hal ini dapat menghambat sirkulasi

udara dan peresapan air oleh media tanam. Karena itu, media tanam

harus digemburkan setiap 2-3 minggu sekali.

e. Pemupukan

Pemupukan bertujuan  menambah unsur hara tertentu di alam

tanah yang tidak cukup bagi kebutuhan tanaman. Terdapat

kecenderungan peningkatan jumlah (dosis) dan jenis (macam

unsurhara) pupuk yang harus diberikan seiring dengan semakin

lamanya budidaya tanaman pada sebidang lahan.

Pemupukan sebaiknya dilakukan berdasarkan asas

keseimbangan. Pem-berian pupuk yang mengandung unsur hara

tertentu secara berlebihan akan mengganggu penyerapan unsur hara

lainnya. Hasil maksimal dari suatu upaya pemupukan akan diperoleh

jika dilakukan dengan tepat meliputi dosis, jenis, waktu, dan cara

pemberiannya.

Pusat penelitian dan pengembangan Hortikultura

menggunakan metode penentuan dosis pupuk berdasarkan jumlah

buah yang dipanen tahun sebelumnya, yaitu 3 % dari toral bobot

buah tiap pohon dalam bentuk NPK (3:1:2)  diberikan dua kali per

tahun bersama pupuk kandang. Tetapi secara umum Puslitbanghort

juga masih menganjurkan penentuan kebutuhan pupuk pada jeruk

berdasarkan umur tanaman dan status hara dalam tanah. Berikut

tabel takaran pupuk pada tanaman jeruk.

Umur Tanaman (tahun)

Urea (g/ph) TSP (g/ph) ZK (g/ph) Pupuk kandang

(kg/ph)

1 250 25 100 20

2 400 50 200 40

3 600 75 300 60

4 800 100 400 80

5 1000 125 500 100

17

6 1200 150 600 120

7 1400 175 700 140

8 1600 200 800 160

9 1600-2000 200 800 200

Sumber: Puslitbanghort 2003

f. Pengelolaan Hama dan Penyakit pada Jeruk

1) Hama Thrips (Scirtothrips citri)

Tindakan pengendalian lebih diarahkan kepada

penerapan pengendalian hama terpadu (PHT) yaitu

mengkombinasikan beberapa komponen teknologi yang

sinergis, seperti pemanfaatan musuh alami Coccinellidedan

melaksanakan pengelolaan terpadu kebun jeruk sehat (PTKJS)

secara berkelompok. Pengendalian dengan kultur teknis,

menjaga agar lingkungan tajuk tanaman tidak terlalu rapat,

sehingga cahaya matahari bisa menerobos sampai kebagian

dalam tajuk.

Pengendalian dengan kimiawi, menggunakan insektisida

efektif, dilakukan terutama pada saat tanaman sedang bertunas,

berbunga dan pembentukan buah pada musim kemarau cukup

efektif mengendalikan populasi thrips. Tindakan pengendalian

dengan insektisida kimia dianjurkan kepada penggunaan

insektisida selektif seperti Imidakloprid.

2) Kutu daun hitam (Toxoptera aurantii) dan Kutu daun coklat

(Toxoptera citricidus)

Tindakan utama yang harus dilakukan terhadap populasi

hama kutu daun ini adalah monitoring pada tunas-tunas muda.

Pengendalian dilakukan apabila populasi hama dinilai sudah

menghambat atau merusak pertunasan tunas. Ambang kendali ±

25-30 ekor viruliverous. Secara alami kutu ini dikendalikan oleh

predator-predator dari famili Syrphidae, Coccinellidae,

Chrysopidae. Secara kimiawi, dengan menggunakan insektisida

18

berbahan aktif Dimathoate, Alfametrin, Abamectin dan

Sipermetrin secara penyemprotan terbatas pada tunas-tunas yang

terserang atau dengan sistim saputan batang dengan insektisida

Imidakloprid.

3) Tungau Karat (Phyllocoptura oleivera Ashmed)

Tindakan utama yang harus dilakukan terhadap populasi

hama tungau adalah monitoring pada permukaan daun bagian

tas dan bawah serta pada permukaan kulit buah. Secara alami

populasi tungau dikendalikan oleh musuh alami seperti predator

Amblyseius citri,agensia hayati seperti entomopatogen

Hirsutellasp. Hasil penelitian menunjukkan bahwa apabila

pengendalian penyakit pada tanaman jeruk dengan fungisida

berbahan aktif sulfur seperti Maneb, Mankozeb, Zineb ataupun

bubur California dapat mengendalikan populasi hama tungau.

4) Kutu Loncat Jeruk (Diphorina citri Kuw.)

Cara pengendalian hama kutu loncat jeruk ini, dengan

kultur Teknis yaitu dengan menggunakan bibit sehat yang

berasal dari induk dan daerah yang sehat dan pada fase

pembibitan, gunakan mulsa plastik menghambat perkembangan

populasi kutu daun. Secara biologi, dengan pemanfaatan

predator dari family Syrphidaeseperti menochilus sp.

(Coccinellidae), Crysophidae, Scrymnus sp. Dan Lycosidae.

Pemanfaatan parasitoid Aphytis sp. Entomooatogen yang telah

diketahui dapat menginfeksi diphoma citri adalah Fusarium

coccophilum. Kimiawi, pengendalian memanfaatkan insektisida

selektif hendaknya dilakukan segera setelah gejala koloni kutu

daun terlihat pada tunas, dengan insektisida berbahan aktif

dimethoate, methidatiom, malathion, phosphamidon, diazinon

dan monocrotophos yang diaplikasikan secara ldquo, Ispot spray

dan rdquo; pada daun atau tunas yang terserang dengan

bijaksana dan sesuai anjuran

19

5) Lalat buah (bactrocera spp.)

Cara pengendalian lalat buah, dengan karantina

(Peraturan) yaitu pencegahan terhadap serangan lalat buah

dengan penerapan peraturan karantina yang ketat untuk

mencegah masuknya lalat buah dari wilayah atau Negara yagn

diketahui mempunyai masalah lalat. Kultur teknis, dengan

penggunaan tanaman perangkap. Tanaman yang memiliki nilai

ekonomi rendah dapat dijadikan tanaman perangkap, seperti

selasih, sehingga lalat buah akan berkumpul disekitar pohon

selasih, kemudian dijaring. Fisik/ Mekanik, dengan

pengerodongan buah keuntungan dari cara ini adalah buah

terhindar dari serangan lalat buah, mulus, bersih tanpa

pencemaran bahan kimia, tetapi untuk areal yang luas tidak

praktis. Penggunaan perangkap dan attraktan perangkap yang

terbuat dari plastik atau botol air mineral yang sudah dipasang

attraktan (methyleugenol, cuelure, med-lure, protein hidrosila,

ekstrak daun selasih dan daun melaleuca ). Attraktan dapat

dicampur dengan pestisida dan diteteskan pada kapas.

Perangkap ini dipasang pada ranting atau cabang pohon setinggi

2-3 m dari permukaan tanah. Pemasangan efektif ± 16 buah/ha

secara terus menerus dalam areal yang luas.

Pengendalian secara biologi dapat dilakukan dengan

memanfaatkan musuh alami berupa predator, seperti semut,

laba-laba kumbang stafilinid dan cocopet dapat menekan

populasi lalat buah dan parasitoid, seperti Biosteres sp. Dan

Opius sp. (family Braconidae). Teknik jantan mandul teknik ini

pada prinsipnya mengendalikan lalat buah dengan cara melepas

lalat buah jantan mandul dikebun agar bersaing kawin dengan

lalat normal. Secara kimiawi, penggunaan pektisida bisa

dilakukan dengan cara penyemprotan,pengabutan, pencelupan

dan pencampuran dengan attraktan adalah cara mudah dan

20

efektif. Pengendalian pasca panen bisa dilakukan dengan

perlakuan uap/ udara panas, udara dingin, dan fungsi.

6) Penyakit Citrus Vein Phloem Degeneration (VCPD)

Agar pengendalian vector CVPD lebih tepat sasaran,

dinamika populasi perlu dipahami berdasarkan monitoring.

Monitoring dapat dilakukan menggunakan perangkap kuning

“yellow trap” yang dipasang di antara pon jeruk setinggi sekitar

setengah tajuk tanaman.

Pengendalian vektor CVPD dapat dikendalikan secara

efektif dengan metode saputan batang dengan insektisida

sistemik berbahan aktif imidakloprid. Penyaputan batang dapat

diulang setiap 2-4 minggu. Penyaputan batang di atas bidang

tempelan dengan kuas yang sudah dicelupkan ke dalam

insektisida murni tersebut (tidak dilarutkan) sebanyak 10-15 ml

(untuk lingkar batrang 18-20 cm) dengan tinggi saputan selebar

diameter batang  (Lolit Jeruk, 2003)

7) Penyakit Tristeza (Quich Decline)

Cara Pengendalian dengan kultur teknis, penggunaan

bibit sehat, penggunaan mata temple yang bebas penyakit dan

batang bawah tahan terhadap virus Tristeza serta eradikasi

terhadap tanaman sakit dan tanaman inang serangga penular,

kemudian di bakar. Kimiawi, pengendalian dengan

menggunakan insektisida efektif secara bijaksana sesuai anjuran.

8) Penyakit Busuk pangkal batang (Phytophthora spp)

Pengendalian secara terpadu lebih diutamakan guna

memperoleh hasil yang maksimal seperti memakai batang

bawah yang tahan, misalnya Cleopatra mandarin, menjaga

sanitasi kebun, pemantauan dini (bila ada gejala serangan kulit

terinfeksi dikelupaskan dengan pisau dan dioles dengan

Mankozeb), memperbaiki drainase kebun dan pelaburan bubur

California.

21

Cara Pengendalian dengan kultur teknis yaitu sanitasi

tanaman dari gulma dan inang alternative, tinggi sambungan

okulasi sebaiknya berada ± 60 cm di atas permukaan tanah,

penanaman jeruk dilakukan diatas gundukan setinggi 15-20 cm

dan tidak dibumbun, mengurangi kelembaban kebun dengan

mengatur jarak tanam dan melakukan pemangkasan. Fisik/

Mekanis yaitu membuang bagian (kulit) yang sakit sampai

paling sedikit 1 cm mengenai kulit yang sehat, bekas luka di

tutup/ dilabor dengan fungsida, mengumpulkan sisa tanaman

dan tanaman yang mati terserang penyakit, di cakut dan di

bakar. Biologi, penggunaan benih jeruk dengan batang bawah

yang tahan terhadap phytophthora spp., penggunaan bahan

organik/ pupuk kompos/kandang mengandung Trichoderma

harzianum, T. viride , T.hamantum, T.koningli dan lainnya.

Kimiawi, setelah kulit di buang pada perlakuan-perlakuan, luka

ditutup dengan bubur bordok atau fungsida yang efektif dan

terdaftar fungsida yang telah terdaftar antara lain berbahan aktif

benomil, tiabendazola, metal tiofanat, tembaga oksiklorida dan

mankozeb dengan cara aplikasi yang bijaksan sesuai anjuran.

9) Penyakit Diplodia (Botryodiplodia theobromae Pat)

Penyakit busuk Diplodia juga menjadi masalah utama

dalam usahatani jeruk. Penyakit ini dapat dikendalikan dengan

kombinasi sayatan batang dengan mengikutkan 1-2 cm bagian

kulit yang sehat dan pengolesan fungisida carbendazim +

mancozeb dan benomyl konsentrasi 0,3%. Luas luka pada

batang yang disebabkan oleh jamur Diplodia tidak bertambah

secara nyata setelah dilakukan pengendalian.

Beberapa teknologi pengendalian yang dapat dilakukan

adalah menjaga kebersihan kebun, memangkas bagian tanaman

yang sakit, menjaga kebersihan alat-alat pertanian dengan

22

alkohol 70% atau Sodium hipoklorit 10%, pelaburan batang dan

dahan tanaman jeruk dengan residu bubur California.

10) Penyakit Embun jelaga (Capnodium citri Berk. & Desm)

Pengendalian dengan penyemptotan dengan fungisida

anjuran serta melakukan pemangkasan dapat mengurangi tingkat

serangan. Tingkat serangan pada saat sebelum aplikasi Bubur

California adalah 9.83-22 % daun per pohon dan sesudah

perlakuan menurun menjadi 7.81-17 % daun per pohon.

Penyemprotan Bubur California dapat menggantikan fungisida

oleh karena mengandung bahan aktif belerang. Tindakan

pengendalian penyakit jamur Capnodium citri dapat dilakukan

dengan cara mengendalikan populasi hama kutu-kutu daun

(aphis) dan penyemprotan detergen 5% sebanyak dua kali

sebulan.

g. Pengolahan Panen dan Pasca Panen

1) Panen

Umur buah/tingkat kematangan buah yang dipanen, kondisi

saat panen, dan cara panen merupakan faktor terpenting yang

mempengaruhi mutu jeruk.  Umur buah yang optimum untuk

dipanen adalah sekitar 8 bulan dari saat bunga mekar.  Ciri-ciri

buah yang siap dipanen: jika dipijit tidak terlalu keras; bagian

bawah  buah jika dipijit terasa lunak dan jika dijentik dengan jari

tidak berbunyi nyaring, warnanya menarik (muncul warna

kuning untuk jeruk siam), dan kadar gula (PTT) minimal 10%. 

Kadar gula dapat ditentukan dengan alat hand refraktometer di

kebun.  Dalam satu pohon, buah jeruk tidak semuanya dapat

dipanen sekaligus, tergantung pada kematangannya. Jeruk

termasuk buah yang kandungan patinya rendah sehingga bila

dipanen masih muda tidak akan menjadi masak seperti mangga.

Jika panen dilakukan setelah melampaui tingkat kematangan

optimum atau buah dibiarkan terlalu lama pada pohon, sari buah

23

akan berkurang dan akan banyak energi yang dikuras dari pohon

sehingga mengganggu kesehatan tanaman dan produksi musim

berikutnya. Panen yang tepat adalah pada saat buah telah masak

dan belum memasuki fase akhir pemasakan buah.  Dalam

penyimpanan, rasa asam akan berkurang karena terjadi

penguraian persenyawaan asam lebih cepat dari pada peruraian

gula.

Kerusakan mekanis selama panen bisa menjadi masalah

yang serius, karena kerusakan tersebut menentukan kecepatan

produk untuk membusuk, meningkatnya kehilangan cairan dan

meningkatnya laju respirasi serta produksi etilen yang berakibat

pada cepatnya kemunduran produk. Panen dapat dilakukan

dengan tangan maupun gunting. Hal-hal yang harus diperhatikan

dalam panen jeruk:

a) Jangan melakukan panen sebelum embun pagi lenyap

b) Tangkai buah yang terlalu panjang akan melukai buah jeruk

yang lain sehingga harus di potong di sisakan sekitar 2 mm

dari buah

c) Panen buah di pohon yang tinggi harus menggunakan

tangga, agar cabang dan ranting tidak rusak

d) Jangan memanen buah dengan cara memanjat pohon,

karena kaki kotor dapat menyebarkan penyakit pada pohon

e) Pemanen buah dilengkapi dengan keranjang yang dilapisi

karung plastik atau kantong yang dapat digantungkan pada

leher

f) Wadah penampung buah terbuat dari bahan yang lunak,

bersih, dan buah diletakkan secara perlahan.  Krat walau

biaya awalnya mahal, bisa ditumpuk, bertahan lama, dapat

dipakai berulang-ulang dan mudah dibersihkan.

24

2. Sortasi dan Pencucian

Sortasi atau seleksi merupakan salah satu rangkaian dari

kegiatan setelah panen yang umumnya dikerjakan di bangsal

pengemasan atau di kebun dengan tujuan memisahkan buah

yang layak dan tidak layak  untuk dipasarkan (busuk, terserang

penyakit, cacat, terlalu muda/tua dan lain-lain).  Sortasi juga

dilakukan untuk memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan

oleh pemerintah atau pasar.  Setelah sortasi, buah jeruk dicuci

untuk membersihkan kotoran dan pestisida yang masih

menempel pada permukaan kulit buah.  Buah direndam dalam

air yang dicampur deterjen atau cairan pembersih 0,5-1 %,

kemudian digosok pelan-pelan menggunakan lap halus atau

sikat lunak jangan sampai merusak kulit.  Selanjutnya buah

dibilas dengan air bersih, dikeringkan menggunakan lap lunak

dan bersih atau ditiriskan.

3.   Pemutuan

Pemutuan atau grading dilakukan setelah sortasi dan

pencucian untuk mengelompokan buah berdasarkan mutu yaitu,

ukuran, berat, warna, bentuk, tekstur, dan kebebasan buah dari

kotoran atau bahan asing. Peranan penerintah tidak hanya

terbatas pada bidang pemasaran saja. Tetapi yang paling penting

ialah penetapan standarisasi buah, yang mencakup kualitas

buah.Sehubumgan dengan standarisasi buah tersebut, Standar

Nasional Indonesia (SNI) menggolongkan buah jeruk kedalam 4

kelas berdasarkan bobot atau diameter buah (Tabel 1).

Tabel 1.  Kriteria Jeruk (SNI  01-3165-1992)

Kelas Bobot (g) Diameter (cm)

A ≥ 151 ≥ 71

B 101 – 150 61 -70

C 51 – 100 51 - 60

25

D ≤ 50 40  – 50

4. Pelilinan

Beberapaa jenis buah secara alami dilapisi oleh lilin yang

berfungsi sebagai pelindung terhadap serangan fisik, mekanik,

dan mikrobiologis. Pelapisan lilin pada buah-buahan sebenarnya

adalah menggantikan dan menambah lapisan lilin alami yang

terdapat pada buah yang sebagian besar hilang selama

penanganan karena lapisan lilin yang menutupi pori-pori buah

dapat menekan respirasi dan transpirasi sehingga daya simpan

buah lebih lama dan nilai jualnya lebih baik.  Manfaat lainnya

adalah meningkatkan kilau dan menutupi luka atau goresan pada

permukaan kulit buah sehingga penampilannya menjadi lebih

baik. Pelilinan terhadap buah jeruk segar pertama kali dikenal

sejak abad 12-13 oleh bangsa Cina, tetapi pada saat itu tanpa

memperhatikan adanya efek-efek respirasi dan tranpirasi sehingga

lapisan lilin yang terbentuk terlalu tebal, mengakibatkan respirasi

anaerob (fermentasi) dan menghasilkan jeruk yang masam dan

busuk. Oleh karena itu, pelilinan harus diupayakan agar pori-pori

kulit buah tidak tertutupi sama sekali agar tidak terjadi kondisi

anaerob di dalam buah.  Sebaliknya, jika lapisan lilin terlalu tipis

hasilnya kurang efektif mengurangi laju respirasi dan

transpirasi. Dibandingkan dengan pendinginan.aplikasi lilin

kurang efektif dalam menurunkan laju respirasi sehingga pelilinan

banyak dilakukan untuk melengkapi penyipanan dalam suhu

dingin.

Lilin yang digunakan dapat berasal dari berbagai sumber

seperti tanaman, hewan, mineral maupun sintetis. Kebanyakan

formula lilin dipersiapkan dengan satu atau lebih bahan seprti

beeswax, parafin wax, carnauba wax (secara alami didapat dari

carnauba palm) dan shellac (lilin dari insekta). Syarat lilin yang

digunakan : tidak mempengaruhi bau dan rasa buah, cepat kering,

26

tidak lengket, tidak mudah pecah, mengkilap dan licin, tipis, tidak

mengandung racun.

Syarat komoditi yang dilapisi adalah segar (baru dipanen)

dan bersih, sehat (tidak terserang hama/penyakit), dan ketuaan

cukup. Lilin yang banyak digunakan adalah lilin lebah yang

diemulsikan dengan konsentrasi 4 – 12%.Air yang digunakan

tidak boleh menggunakan air sadah karena garam-garam yang

terkandung dalam air tersebut dapat merusak emulsi lilin. 

Aplikasinya dapat dilakukan dengan, penyemprotan, pencelupan,

atau pengolesan. Sebenarnya pelilinan buah-buahan itu tidak

mengandung racun karena menggunakan lilin lebah dan

konsentrasinya pelilinannya sedikit sekali. Hal yang paling

dikuatirkan buah-buahan itu rawan kandungan pestisida kemudian

terlapisi lilin sehingga pestisidanya masih menempel pada buah.

Kandungan pestisida inilah yang sangat berbahaya bila sampai

termakan, bisa menyebabkan banyak penyakit diantaranya

kanker, leukimia, tumor, neoplasma indung telur dll.

5. Labeling dan Pengemasan

Pengemasan buah bertujuan melindungi buah dari luka,

memudahkan pengelolaan (penyimpanan, pengangkutan,

distribusi), mempertahankan mutu, mempermudah perlakuan

khusus, dan memberikan estetika yang menarik konsumen. 

Kemasan dan lebel jeruk perlu di desain sebaik mungkin baik

warna dan dekorasinya karena kemasan yang bagus dapat menjadi

daya daya tarik bagi konsumen.

6. Penyimpanan

Penyimpanan buah jeruk bertujuan: memperpanjang

kegunaan, menampung hasil panen yang melimpah, menyediakan

buah jeruk sepanjang tahun, membantu pengaturan pemasaran,

meningkatkan keuntungan financial,  mempertahankan kualitas

jeruk yang disimpan.  Prinsip dari perlakuan penyimpanan:

27

mengendalikan laju respirasi dan transpirasi, mengendalikan atau

mencegah penyakit dan perubahan-perubahan yang tidak

dikehendaki oleh konsumen.

Penyimpanan di ruang dingin dapat mengurangi aktivitas

respirasi dan metabolisme, pelunakan, kehilangan air dan

pelayuan, kerusakan karena aktivitas mikroba (bakteri,

kapang/cendawan).Jeruk yang disimpan hendaknya bebas dari

lecet kulit, memar, busuk dan kerusakan lainnya.Untuk

mendapatkan hasil yang baik, suhu ruang penyimpanan dijaga

agar stabil.Suhu optimum untuk penyimpanan buah jeruk adalah

5 – 10oC.Jika suhu terlalu rendah dapat menyebabkan kerusakan

buah (chiling injury).  Jika kelembaban rendah akan terjadi

pelayuan atau pengkeriputan dan jika terlalu tinggi akan

merangsang proses pembusukan, terutama apabila ada variasi

suhu dalam ruangan. Kelembaban nisbi antara 85-90% diperlukan

untuk menghindari pelayuan dan pelunakan pada beberapa jenis

sayuran. Beberapa produk bahkan memerlukan kelembaban

sekitar 90-95%. Kelembaban udara dalam ruangan pendinginan

dapat dipertinggi antara lain dengan cara menyemprot lantai

dengan air. Kelembaban yang tepat akan menjamin tingkat

keamanan bahan yang disimpan terhadap pertumbuhan mikroba.

Sirkulasi udara diperlukan secukupnya untuk membuang panas

yang berasal dari hasil respirasi atau panas yang masuk dari luar.

28

C. Penutup

1. Kesimpulan

Kesimpulan dari makalah Pengelolahan Hama Terpadu pada

Budidaya Tanaman Jeruk sebagai berikut:

a. Hama Penting Tanaman Jeruk : Hama Thrips (Scirtothrips citri),

Kutu daun hitam (Toxoptera aurantii) dan Kutu daun coklat

(Toxoptera citricidus), Tungau Karat (Phyllocoptura oleivera

Ashmed), Kutu Loncat Jeruk (Diphorina citri Kuw.), Lalat buah

(bactrocera spp.).

b. Penyakit Penting Tanaman Jeruk: Penyakit Citrus Vein Phloem

Degeneration (VCPD), Penyakit Tristeza (Quich Decline), Penyakit

Busuk pangkal batang (Phytophthora spp), Penyakit Diplodia

(Botryodiplodia theobromae Pat), Penyakit Embun jelaga

(Capnodium citri Berk. & Desm).

c. Pengendalian hama dan penyakit masing-masing spesies berbeda-

beda tergantung kerusakan yang ditimbulkan.

d. Langkah Budidaya: Pemilihan lokasi tanam, pengolahan tanah,

pembuatan lubang penanaman, pengairan, pemupukan, pengelolaan

hama dan penyakit pada jeruk, pengolahan panen dan pasca panen.

2. Saran

Teknik budidaya yang dilakukan harus tepat yaitu selain dapat

meningkatkan produksi dengan pengendalian hama dan penyakit, juga

sebisa mungkin pengelolaan hama dan penyakit yang dilakukan dapat

memperhatikan kondisi lingkungan.

29

DAFTAR PUSTAKA

Abuhaerah 1987. Strategi Pengembangan Jeruk di Indonesia. Risalah Lokakarya Implementasi Rehabilitasi Jeruk. Sub Balithorti Tlekung dan UNDP/FAO

BP4K 2012. OPT Tanaman Jeruk. http://bp4kkabsukabumi.net. Diakses pada 23 November 2013.

BPTP 2007. Rekomendasi Teknologi Budidaya Jeruk dan Mangga. Buletin Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan 1 (1).

Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan 1981. Penyakit Pada Tanaman Jeruk dan Usaha Pengendaliannya. Fak. Pertanian IPB. Bogor.

Loka Penelitian Jeruk dan Hortikultura Subtropik 2003. Pengelolaan Terpadu Kebun Jeruk Sehat, Strategi Pengendalian Penyakit CVPD. Puslitbang Hortikultura.

Muhammad H dan Idaryani 2005. Metode Penentuan Kebutuhan Hara pada Tanaman Jeruk. Buletin Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan 1 (1).

Nainggolan P, Delima N dan Loso W 2004. Pengendalian Hama Penyakit Penting Tanaman Jeruk Siam Madu dengan Menggunakan Bubur California. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Utara.

Nurhadi dan D Djatmiadi 2002. Manajemen Hama dan Penyakit Tanaman Jeruk : Hasil Penelitian dan Implementasi. Makalah disampaikan pada Semiloka Nasional Pengembangan Jeruk dan Pameran Buah Jeruk Unggulan di Bogor.

Puslitbang Hortikultura 2003. Pedoman Umum Penelitian dan Pengkajian Penerapan Perbaikan Pengelolaan Tanaman (PTT) Jeruk. Puslitbang Hortikultura.

Sarwono B 1986. Jeruk Dan Kerabatnya. PT. Penebar Swadaya. Jakarta.

Semangun H 1991. Penyakit-Penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Syafril 2006. Jenis Hama dan Penyakit Penting Menyerang Jeruk Koto Tinggi Kabupaten Lima Puluh Kota. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat.

Tandisau P 2006. Lahan untuk Usaha Tani Tanaman Jeruk. Buletin Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan1 (1).

30