Makalah Perilaku Organisasi
-
Upload
syukri-muhammad -
Category
Documents
-
view
80 -
download
7
Embed Size (px)
Transcript of Makalah Perilaku Organisasi

Makalah Perilaku Organisasi: Manajemen Konflik Dalam Organisasi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Kemajuan-kemajuan di bidang teknologi dan sosial budaya mendorong perkembangan
berbagai aspek kehidupan manusia diantaranya dalam berkumpul dan hidu berkelompok.
Sebagai suatu bentuk kumpulan manusia dengan ikatan-ikatan tertentu atau syarat-syarat
tertentu, maka organisasi telah pula berkembang dalam berbagai aspek termasuk ukuran dan
kompleksitas. Semakin besar ukuran suatu organisasi semakin cenderung menjadi kompleks
keadaannya. Kompleksitas ini menyangkut berbagai hal seperti kompleksitas alur informasi,
kompleksitas komunikasi, kompleksitas pembuat keputusan, kompleksitas
pendelegasian wewenang dan sebagainya. Kompleksitas lain adalah sehubungan dengan sumber
daya manusia. Seperti kita ketahui bahwa sehubungan dengan sumber da manusia ini dapat
diidentifikasi pula berbagai kompleksitas seperti kompleksitas jabatan, kompleksitas tugas,
kompleksitas kedudukan dan status, kompleksitas hak dan wewenang dan lain-lain.
Kompleksitas ini dapat merupakan sumber potensial untuk timbulnya konflik dalam organisasi,
terutama konflik yang berasal dari sumber daya manusia, dimana dengan berbagai latar belakang
yang berbeda tentu mempunyai tujuan yang berbeda pula dalam tujuan dan motivasi mereka
dalam bekerja.
Seorang pimpinan yang ingin memajukan organisasinya, harus memahami faktor-faktor
apa saja yang menyebabkan timbulnya konflik, baik konflik di dalam individu maupun konflik
antar perorangan dan konflik di dalam kelompok dan konflik antar kelompok. Pemahaman
faktor-faktor tersebut akan lebih memudahkan tugasnya dalam hal menyelesaikan konflik-
konflik yang terjadi dan menyalurkannya ke arah perkembangan yang positif.
1.2 PEMBATASAN MASALAH
Berbicara mengenai birokrasi mungkin tidak akan ada habisnya, karena organisasi memang
sangat dekat dengan kehidupan kita, dan bahkan kita pasti tidak lepas dengan organisasi atau

kelompok, baik dalam skala kecil maupun besar, sehingga timbul berbagai permasalahan
mengenai organisasi itu sendiri.
Untuk itu penulis merasa perlu melakukan pembatasan masalah dalam makalah ini, yaitu
“Manajemen Konflik dalam Organisasi”
1.3 TUJUAN
Adapun tujuan dari tulisan ini adalah ingin mengetahui dan memahami apa itu konflik dan
bagaimana cara mengatasi konflik yang terjadi dalam organisasi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian dan Konsepsi Konflik
Robbins (1996) dalam “Organization Behavior” menjelaskan bahwa konflik adalah
suatu proses interaksi yang terjadi akibat adanya ketidaksesuaian antara dua pendapat
(sudut pandang) yang berpengaruh atas pihak-pihak yang terlibat baik pengaruh positif
maupun pengaruh negatif. Sedang menurut Luthans (1981) konflik adalah kondisi yang
ditimbulkan oleh adanya kekuatan yang saling bertentengan. Kekuatan-kekuatan ini
bersumber pada keinginan manusia. Istilah konflik sendiri diterjemahkan dalam beberapa
istilah yaitu perbedaan pendapat, persaingan dan permusuhan.
Perbedaan pendapat tidak selalu berarti perbedaan keinginan. Oleh karena konflik
bersumber pada keinginan, maka perbedaan pendapat tidak selalu berarti konflik.
Persaingan sangat erat hubungannya denga konflik karena dalam persaingan beberapa
pihak menginginkan hal yang sama tetapi hanya satu yang mungkin mendapatkannya.
Persaingan tidak sama dengan konflik namun mudah menjurus ke arah konflik, terutuma
bila ada persaingan yang menggunakan cara-cara yang bertentengan dengan aturan yang
disepakati. Permusuhan bukanlah konflik karena orang yang terlibat konflik bisa saja

tidak memiliki rasa permusuhan. Sebaliknya orang yang saling bermusuhan bisa saja
tidak berada dalam keadaan konflik. Konflik sendiri tidak selalu harus dihindari karena
tidak selalu negatif akibatnya. Berbagai konflik yang ringan dan dapat dikendalikan
(dikenal dan ditanggulangi) dapat berakibat positif bagi mereka yang terlibat maupun
bagi organisasi.
2.2 Jenis-jenis Konflik
Menurut James A.F. Stoner dan Charles Wankel dikenal ada lima jenis konflik
yaitu konflik intrapersonal, konflik interpersonal, konflik antar individu dan kelompok,
konflik antar kelompok dan konflik antar organisasi.
2.2.1 Konflik Intrapersonal
Konflik intrapersonal adalah konflikseseorang dengan dirinya sendiri. Konflik terjadi
bila pada waktu yang sama seseorang memiliki dua keinginan yang tidak mungkin
dipenuhi sekaligus. Sebagaimana diketahui bahwa dalam diri seseorang itu biasanya
terdapat hal-hal sebagai berikut:
Sejumlah kebutuhan-kebutuhan dan peranan-peranan yang bersaing
Beraneka macam cara yang berbeda yang mendorong peranan-peranan dan kebutuhan-
kebutuhan itu terlahirkan.
Banyaknya bentuk halangan-halangan yang bisa terjadi di antara dorongan dan tujuan.
Terdapatnya baik aspek yang positif maupun negatif yang menghalangi tujuantujuan
yang diinginkan.
Hal-hal di atas dalam proses adaptasi seseorang terhadap lingkungannya acapkali
menimbulkan konflik. Kalau konflik dibiarkan maka akan menimbulkan keadaan yang
tidak menyenangkan.
Ada tiga macam bentuk konflik intrapersonal yaitu :
Konflik pendekatan-pendekatan, contohnya orang yang dihadapkan pada dua pilihan
yang sama-sama menarik.
Konflik pendekatan – penghindaran, contohnya orang yang dihadapkan pada dua pilihan
yang sama menyulitkan.
Konflik penghindaran-penghindaran, contohnya orang yang dihadapkan pada satu hal

yang mempunyai nilai positif dan negatif sekaligus.
2.2.2 Konflik Interpersonal
Konflik Interpersonal adalah pertentangan antar seseorang dengan orang lain karena
pertentengan kepentingan atau keinginan. Hal ini sering terjadi antara dua orang yang
berbeda status, jabatan, bidang kerja dan lain-lain. Konflik interpersonal ini merupakan
suatu dinamika yang amat penting dalam perilaku organisasi. Karena konflik semacam
ini akan melibatkan beberapa peranan dari beberapa anggota organisasi yang tidak bisa
tidak akan mempengaruhi proses pencapaian tujuan organisasi tersebut.
2.2.3 Konflik antar individu-individu dan kelompok-kelompok
Hal ini seringkali berhubungan dengan cara individu menghadapi tekanan-tekanan
untuk mencapai konformitas, yang ditekankan kepada mereka oleh kelompok kerja
mereka. Sebagai contoh dapat dikatakan bahwa seseorang individu dapat dihukum oleh
kelompok kerjanya karena ia tidak dapat mencapai norma-norma produktivitas kelompok
dimana ia berada.
2.2.4 Konflik antara kelompok dalam organisasi yang sama
Konflik ini merupakan tipe konflik yang banyak terjadi di dalam organisasi -
organisasi. Konflik antar lini dan staf, pekerja dan pekerja - manajemen merupakan dua
macam bidang konflik antar kelompok.
2.2.5 Konflik antara organisasi
Contoh seperti di bidang ekonomi dimana Amerika Serikat dan negara-negar lain
dianggap sebagai bentuk konflik, dan konflik ini biasanya disebut dengan
persaingan.Konflik ini berdasarkan pengalaman ternyata telah menyebabkan timbulnya
pengembangan produk-produk baru, teknologi baru dan servis baru, harga lebih rendah
dan pemanfaatan sumber daya secara lebih efisien.
2.3 Peranan Konflik
Ada berbagai pandangan mengenai konflik dalam organisasi. Pandangan tradisional

mengatakan bahwa konflik hanyalah merupakan gejala abnormal yang mempunyai akibat
akibat negatif sehingga perlu dilenyapkan. Pendapat tradisional ini dapat diuraikan
sebagai berikut :
Konflik hanya merugikan organisasi, karena itu harus dihindarkan dan ditiadakan.
Konflik ditimbulka karena perbedaan kepribadian dan karena kegagalan dalam
kepemimpinan.
Konflik diselesaikan melalui pemisahan fisik atau dengan intervensi manajemen tingkat
yang lebih tinggi.
Sedangkan pandangan yang lebih maju menganggap bahwa konflik dapat berakibat baik
maupun buruk. Usaha penanganannya harus berupaya untuk menarik hal-ha yang baik
dan mengurangi hal-hal yang buruk. Pandangan ini dapat diuraikan sebagai berikut :
Konflik adalah suatu akibat yang tidak dapat dihindarkan dari interaksi organisasional
dan dapat diatasi dengan mengenali sumber-sumber konflik.
Konflik pada umumnya adalah hasil dari kemajemukan sistem organisasi
Konflik diselesaikan dengan cara pengenalan sebab dan pemecahan masalah.
Konflik dapat merupakan kekuatan untuk pengubahan positif di dalam suatu organisasi.
Dalam padangan modern ini konflik sebenarnya dapat memberikan manfaat yang banyak
bagi organisasi. Sebagai contoh pengembangan konflik yang positif dapat digunakan
sebagai ajang adu pendapat, sehingga organisasi bisa memperoleh pendapat-pendapat
yang sudah tersaring. Seorang pimpinan suatu organisasi pernah menerapkan apa yang
disebutnya dengan “mitra tinju” Pada saat ada suatu kebijakan yang hendak
diterapkannya di organisasi yang dipimpinnya ia mencoba untuk mencari “mitra yang
beroposisi dengannya”.
Hal ini sejalan dengan pendapat yang ditulis oleh Robbins (1996) yang membahas
konflik dari segi human relations and interactionist perspective. Dijelaskan bahwa konflik
itu adalah hal yang alamiah dan selalu akan terjadi. Konflik merupakan bagian dari
pengalaman hubungan antar pribadi (interpersonal experience) Karena itu bisa dihindari
maka sebaiknya konflik dikelola dengan efektif, sehingga dapat bermanfaat dan dapat
menciptakan perbedaan serta pembaharuan ke arah yang lebih baik dalam organisasi.
Kesimpulannya konflik tidak selalu merugikan organisasi selama bisa ditangani dengan
baik sehingga dapat :

mengarah ke inovasi dan perubahan
memberi tenaga kepada orang bertindak
menyumbangkan perlindungan untuk hal-hal dalam organisasi
merupakan unsur penting dalam analisis sistem organisasi
2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi Konflik
Faktor-faktor yang mempengaruhi Konflik Dapat dikelompokkan ke dalam dua
kelompok besar yaitu faktor intern dan faktor ekstern.
2.4.1 Faktor Intern
Kemantapan organisasi
Organisasi yang telah mantap lebih mampu menyesuaikan diri sehingga tidak mudah
terlibat konflik dan mampu menyelesaikannya. Analoginya dalah seseorang yang matang
mempunyai pandangan hidup luas, mengenal dan menghargai perbedaan nilai dan lain-
lain.
Sistem nilai
Sistem nilai suatu organisasi ialah sekumpulan batasan yang meliputi landasan maksud
dan cara berinteraksi suatu organisasi, apakah sesuatu itu baik, buruk, salah atau benar.
Tujuan
Tujuan suatu organisasi dapat menjadi dasar tingkah laku organisasi itu serta para
anggotanya.
Sistem lain dalam organisasi
Seperti sistem komunikasi, sistem kepemimpinan, sistem pengambilan keputusan, sisitem
imbalan dan lain-lain. Dalam hal sistem komunikasi misalnya ternyata persepsi dan
penyampaian pesan bukanlah soal yang mudah.
2.4.2 Faktor Ekstern
Keterbatasan sumber daya
Kelangkaan suatu hal yang dapat menumbuhkan persaingan dan seterusnya dapat
berakhir menjadi konflik.
Kekaburan aturan/norma di masyarakat
Hal ini memperbesar peluang perbedaan persepsi dan pola bertindak.

Derajat ketergantungan dengan pihak lain
Semakin tergantung satu pihak dengan pihak lain semakin mudah konflik terjadi.
Pola interaksi dengan pihak lain
Pola yang bebas memudahkan pemamparan dengan nilai-nilai ain sedangkan pola
tertutup menimbulkan sikap kabur dan kesulitan penyesuaian diri.
2.5 Penanganan Konflik
Untuk menangani konflik dengan efektif, kita harus mengetahui kemampuan diri
sendiri dan juga pihak-pihak yang mempunyai konflik. Ada beberapa cara untuk
menangani konflik antara lain :
Introspeksi diri
Bagaiman kita biasanya menghadapi konflik ? Gaya apa yang biasanya digunakan? Apa
saja yang menjadi dasar dan persepsi kita. Hal ini penting untuk dilakukan sehingga kita
dapat mengukur kekuatan kita.
Mengevaluasi pihak-pihak yang terlibat.
Sangat penting bagi kita untuk mengetahui pihak-pihak yang terlibat. Kita dapat
mengidentifikasi kepentingan apa saja yang mereka miliki, bagaimana nilai dan sikap
mereka atas konflik tersebut dan apa perasaan mereka atas terjadinya konflik.
Kesempatan kita untuk sukses dalam menangani konflik semakin besar jika kita meliha
konflik yang terjadi dari semua sudut pandang.
Identifikasi sumber konflik
Seperti dituliskan di atas, konflik tidak muncul begitu saja. Sumber konflik sebaiknya
dapat teridentifikasi sehingga sasaran penanganannya lebih terarah kepada sebab konflik.
Mengetahui pilihan penyelesaian atau penanganan konflik yang ada dan memilih yang
tepat.
Spiegel (1994) menjelaskan ada lima tindakan yang dapat kita lakukan dalam
penanganan konflik :
Berkompetisi
Tindakan ini dilakukan jika kita mencoba memaksakan kepentingan sendiri di atas
kepentingan pihak lain. Pilihan tindakan ini bisa sukses dilakukan jika situasi saat itu

membutuhkan keputusan yang cepat, kepentingan salah satu pihak lebih utama dan
pilihan kita sangat vital. Hanya perlu diperhatikan situasi menang – kalah (win-win
solution) akan terjadi disini. Pihak yang kalah akan merasa dirugikan dan dapat menjadi
konflik yang berkepanjangan. Tindakan ini bisa dilakukan dalam hubungan atasan –
bawahan, dimana atasan menempatkan kepentingannya (kepentingan organisasi) di atas
kepentingan bawahan.
Menghindari konflik
Tindakan ini dilakukan jika salah satu pihak menghindari dari situsasi tersebut
secara fisik ataupun psikologis. Sifat tindakan ini hanyalah menunda konflik yang terjadi.
Situasi menag kalah terjadi lagi disini. Menghindari konflik bisa dilakukan jika masing-
masing pihak mencoba untuk mendinginkan suasana, mebekukan konflik untuk
sementara. Dampak kurang
baik bisa terjadi jika pada saat yang kurang tepat konflik meletus kembali, ditambah lagi
jika salah satu pihak menjadi stres karena merasa masih memiliki hutang menyelesaikan
persoalan tersebut.
Akomodasi
Yaitu jika kita mengalah dan mengorbankan beberapa kepentingan sendiri agar pihak
lain mendapat keuntungan dari situasi konflik itu. Disebut juga sebagai self sacrifying
behaviour. Hal ini dilakukan jika kita merasa bahwa kepentingan pihak lain lebih utama
atau kita ingin tetap menjaga hubungan baik dengan pihak tersebut. Pertimbangan antara
kepentingan pribadi dan hubungan baik menjadi hal yang utama di sini.
Kompromi
Tindakan ini dapat dilakukan jika ke dua belah pihak merasa bahwa kedua hal
tersebut sama –sama penting dan hubungan baik menjadi yang uatama. Masing-masing
pihak akan mengorbankan sebagian kepentingannya untuk mendapatkan situasi menang-
menang (win-win solution)
Berkolaborasi
Menciptakan situasi menang-menag dengan saling bekerja sama. Pilihan tindakan ada
pada diri kita sendiri dengan konsekuensi dari masing-masing tindakan. Jika terjadi
konflik pada lingkungan kerja, kepentingan dan hubungan antar pribadi menjadai hal
yang harus kita pertimbangkan.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kemampuan menangani konflik tentang terutama yang menduduki jabatan pimpinan. Yang
terpenting adalah mengembangkan pengetahuan yang cukup dan sikap yang positif terhadap
konflik, karena peran konflik yang tidak selalu negatif terhadap organisasi. Dengan
pengembalian yang cukup senang, pimpinan dapat cepat mengenal, mengidentifikasi dan
mengukur besarnya konflik serta akibatnya dengan sikap positif dan kemampuan
kepemimpianannya, seorang pimpinan akan dapat mengendalikan konflik yang akan selalu ada,
dan bila mungkin menggunakannya untuk keterbukaan organisasi dan anggota organisasi yang
dipimpinnya. Tentu manfaatnya pun dapat dirasakan oleh dirinya sendiri.
3.2 Saran
Secara pribadi penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak
terdapat kekurangan atau pun kejanggalan. Untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat
penulis harapkan demi kelancaran dalam pembuatan makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
http://riyandari.blogspot.com/2010/02/manajemen-konflik-dalam-organisasi.html
Miftah Thoha. Kepemimpinan dalam Manajemen. PT.Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 1993
Munandar AS. Manajemen Konflik dalam Organisasi , dalam Seminar Strategi
Pengendalian Konflik dalam Organisasi, Fakultas Psikologi Universitas
Indonesia, Jakarta, 987
Winardi. Manajemen Konflik (Konflik Perubhan dan Pengembangan), Mandar
Maju, 1994
Definisi Manajemen Konflik
Manajemen konflik merupakan serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku maupun pihak
luar dalam suatu konflik. Manajemen konflik termasuk pada suatu pendekatan yang berorientasi
pada proses yang mengarahkan pada bentuk komunikasi (termasuk tingkah laku) dari pelaku

maupun pihak luar dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan dan interpretasi. Bagi
pihak luar (di luar yang berkonflik) sebagai pihak ketiga, yang diperlukan adalah informasi yang
akurat tentang situasi konflik. Hal ini karena komunikasi efektif di antara pelaku dapat terjadi
jika ada kepercayaan terhadap pihak ketiga.
Menurut Ross (1993) bahwa manajemen konflik merupakan langkah-langkah yang diambil
para pelaku atau pihak ketiga dalam rangka mengarahkan perselisihan ke arah hasil tertentu yang
mungkin atau tidak mungkin menghasilkan suatu akhir berupa penyelesaian konflik dan
mungkin atau tidak mungkin menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif, bermufakat, atau
agresif. Manajemen konflik dapat melibatkan bantuan diri sendiri, kerjasama dalam memecahkan
masalah (dengan atau tanpa bantuan pihak ketiga) atau pengambilan keputusan oleh pihak
ketiga. Suatu pendekatan yang berorientasi pada proses manajemen konflik menunjuk pada pola
komunikasi (termasuk perilaku) para pelaku dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan
dan penafsiran terhadap konflik.
Sementara Minnery (1980: 220) menyatakan bahwa manajemen konflik merupakan proses,
sama halnya dengan perencanaan kota merupakan proses. Minnery (1980: 220) juga berpendapat
bahwa proses manajemen konflik perencanaan kota merupakan bagian yang rasional dan bersifat
kreatif, artinya bahwa pendekatan model manajemen konflik perencanaan kota secara terus
menerus mengalami penyempurnaan sampai mencapai model yang representative dan ideal.
B. Teori-teori Konflik
Teori-teori utama mengenai sebab-sebab konflik adalah:
1. Teori Hubungan Masyarakat
Menganggap bahwa konflik disebabkan oleh polarisasi yang terus terjadi,
ketidakpercayaan dan permusuhan di antara kelompok yang berbeda dalam suatu masyarakat.
Sasaran: meningkatkan komunikasi dan saling pengertian antara kelompok yang
mengalami konflik, serta mengusahakan toleransi dan agar masyarakat lebih bisa saling
menerima keragaman yang ada di dalamnya.
2. Teori Kebutuhan Manusia

Menganggap bahwa konflik yang berakar disebabkan oleh kebutuhan dasar manusia (fisik,
mental dan sosial) yang tidak dipenuhi atau dihalangi. Hal yang sering menjadi inti pembicaraan
adalah keamanan, identitas, pengakuan, partisipasi, dan otonomi.
Sasaran: mengidentifikasi dan mengupayakan bersama kebutuhan mereka yang tidak
terpenuhi, serta menghasilkan pilihan-pilihan untuk memenuhi kebutuhan itu.
3. Teori Negosiasi Prinsip
Menganggap bahwa konflik disebabkan oleh posisi-posisi yang tidak selaras dan
perbedaan pandangan tentang konflik oleh pihak-pihak yang mengalami konflik.
Sasaran: membantu pihak yang berkonflik untuk Memisahkan perasaan pribadi dengan
berbagai masalah dan isu dan memampukan mereka untuk melakukan negosiasi berdasarkan
kepentingan mereka daripada posisi tertentu yang sudah tetap. Kemudian melancarkan proses
kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak atau semua pihak.
4. Teori Identitas
Berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh identitas yang terancam, yang sering berakar
pada hilangnya sesuatu atau penderitaan di masa lalu yang tidak diselesaikan.
Sasaran: melalui fasilitas lokakarya dan dialog antara pihak-pihak yang mengalami konflik,
sehingga dapat mengidentifikasi ancaman dan ketakutan di antara pihak tersebut dan
membangun empati dan rekonsiliasi di antara mereka.
5. Teori Kesalahpahaman Antarbudaya
Berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh ketidakcocokan dalam acara-acara komunikasi
berbagai budaya yang berbeda.
Sasaran: menambah pengetahuan kepada pihak yang berkonflik mengenai budaya pihak
lain, mengurangi streotip negatif yang mereka miliki tentang pihak lain, meningkatkan
keefektifan komunikasi antarbudaya.
6. Teori Transformasi Konflik
Berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh masalah-masalah ketidaksetaraan dan
ketidakadilan yang muncul sebagai masalah sosial, budaya dan ekonomi.

Sasaran: mengubah struktur dan kerangka kerja yang menyebabkan ketidaksetaraan dan
ketidakadilan termasuk kesenjangan ekonomi, meningkatkan jalinan hubungan dan sikap jangka
panjang di antara pihak yang berkonflik, mengembangkan proses dan sistem untuk
mempromosikan pemberdayaan, keadilan, perdamaian, pengampunan, rekonsiliasi, pengakuan.
C. Kebijakan Impelementasi Manajemen Konflik di Sekolah
Implementasi manajemen konflik dalam pendidikan dilakukan dengan beberapa
pendekatan. Menurut Donna Crawford dan Richard dalam laporannya, menyebutkan bahwa
memiliki empat pendekatan dalam melakukan implementasi manajemen konflik dalam bidang
pendidikan yaitu:
a. Proses Curriculum
Yaitu dalam menyusun kurikulum selalu melibatkan seluruh elemen yang berkepentingan.
Di samping terus melakukan pelatihan-pelatihan untuk guru dan kalau memungkinkan selalu
melibatkan masyarakat dalam proses penyusunan kurikulum, proses pengembangan dan selalu
melakukan follow up terhadap gejala-gejala konflik dalam pendidikan.
b. Mediation Program
Yaitu menyiapkan training/pelatihan untuk guru supaya mampu memediasi persoalan-
persoalan di sekolah. Di samping menyiapkan modul untuk para guru.
c. Peaceable Classroom
Yaitu semua guru yang mengajarkan di sekolah mampu melakukan kerjasama dengan
sesama guru dan pihak manajemen sekolah. Di samping memberi pemahaman kepada siswa
sebagai peace maker.
d. Peaceable School
Yaitu menerapkan manajemen konflik di sekolah secara komprehensif dalam sistem
pendidikan. Dengan terus mengembangkan proses pembelajaran untuk siswa, guru, dan
masyarakat. Guru terus dikembangkan menjadi profesional, murid diharapkan punya informasi
tentang konflik dan masyarakat harus punya inisiatif untuk pemahaman (Donna Crawford dan
Richard Bodine, 1996).

D. Dampak Konflik yang Positif dan Negatif
a. Dampak Positif dari Konflik
1)Memungkinkan ketidakpuasan yang tersembunyi muncul ke permukaan, sehingga sekolah sebagai
suatu organisasi dapat melakukan penyesuaian.
2)Mendinamiskan suatu organisasi sekolah, sehingga tidak berjalan rutin dan statis.
b. Dampak Negatif dari Sekolah
Menimbulkan perasaan “tidak enak” sehingga menghambat komunikasi dan bahkan
menimbulkan ketegangan.
Menimbulkan perpecahan dalam sekolah yang dapat mengganggu perhatian guru dan staf
dari program sekolah.
Jadi, yang terpenting bagi kepala sekolah bukan mengelak terhadap adanya konflik, tetapi
mengelolanya agar dapat mendorong sekolah menjadi dinamis dan konflik tidak melampaui titik
patah yang mengakibatkan terhambatnya program sekolah.
E. Strategi Menyelesaikan Konflik
Ada empat strategi untuk menyelesaikan konflik yang efektif di sekolah, yaitu: (a) teknik
konfrontasi, (b) menggunakan gaya tertentu, (c) perbaikan praktik organisasi, dan (d) perubahan
peran dan struktur organisasi.
a. Teknik konfrontasi digunakan jika diinginkan penyelesaian yang sama menguntungkan
(win-win). Pendapat/konsep yang menyebabkan konflik didiskusikan untuk mendapatkan
solusinya. Untuk itu dapat digunakan teknik bargaining (negosiasi), dengan bantuan mediasi
pihak ketiga, atau menggunakan keputusan integratif.
b. Gaya penyelesaian tertentu diharapkan jika diinginkan penyelesaian secara alamiah.
Pada pokoknya konflik dibiarkan sehingga terjadi penyelesaian mengikuti lima kecenderungan.
c. Perbaikan praktik organisasi diterapkan jika dari evaluasi ditemukan bahwa konflik
terjadi akibat praktik organisasi sekolah yang kurang tepat. Untuk itu, perlu dilakukan langkah-
langkah, antara lain: perbaikan tujuan/sub tujuan sekolah, klarifikasi tugas/wewenang setiap

personel, penyempurnaan kebijakan, rotasi personel, dan melakukan pelatihan jika memang
diperlukan.
d. Perubahan struktur organisasi diterapkan jika konflik diakibatkan oleh struktur
organisasi yang kurang baik (bukan sekedar praktiknya yang salah).
F. Tahapan dalam Mengelola Konflik
Ada tiga tahapan dalam mengelola konflik, yaitu:
a. Perencanaan analisis konflik. Pada tahap ini dilakukan identifikasi konflik yang terjadi, untuk
menentukan sumber penyebab dan pihak-pihak yang terlibat dalam konflik tersebut. Jika konflik
sudah dalam tahap terbuka akan dapat mudah dikenal, tetapi jika masih dalam tahap potensi
(tersembunyi) perlu diberi stimulus akan menjadi terbuka dan dapat dikenal.
b. Evaluasi konflik. Pada tahap ini dilakukan evaluasi apakah konflik tersebut sudah mendekati titik
patah, sehingga perlu diredam agar tidak menimbulkan dampak negatif. Atau konflik tersebut
masih berada ada sekitar titik kritis yang justru menimbulkan dampak positif. Atau justru baru
dalam tahap tersembunyi, sehingga perlu diberi stimulus agar mendekati titik kritis dan
memberikan dampak positif.
c. Memecahkan konflik. Pada tahap ini kepala sekolah mengambil tindakan untuk mengatasi
konflik yang terjadi, termasuk memberi stimulus jika memang konflik masih dalam tahap
tersembunyi dan perlu dibuka.
A. Kesimpulan
Manajemen konflik merupakan serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku maupun pihak
luar dalam suatu konflik. Pada prinsipnya, konflik yang timbul dalam penyelenggaraan satuan
pendidikan adalah sebagai suatu yang wajar dan dominan. Selain itu, konflik merupakan
dinamisator organisasi. Pandanglah bahwa organisasi tanpa konflik bermakna diam, statis, dan
tidak mencapai kemajuan yang diharapkan. Implementasi manajemen konflik dan pendidikan
dilakukan dengan beberapa pendekatan. Konflik sebenarnya sesuatu ilmiah, yang dalam batas
tertentu dapat bernilai positif.
B. Saran

Pimpinan satuan pendidikan harus memiliki kekuatan dan otoritas sebagai pimpinan
pendidikan. Ia harus dapat mendayagunakan kekuatan yang ada pada dirinya dan mampu
memanfaatkan otoritas yang ada pada dirinya untuk mengarahkan sikap dan perilaku bawahan.
Dengan demikian konflik yang ada harus dikoordinir agar dinamika yang terjadi benar-benar
dapat menjadi sesuatu yang positif untuk menghasilkan perubahan sekaligus mendukung
perkembangan dan pencapaian tujuan pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Hendyat Soetoyo dan Achmad Supriyanto. 1997. Manajemen Konflik. Bahan Pelatihan
Kepala Sekolah. Jakarta: Dit. Dikmenum.
Master Broek, Willen. 1987. Conflict Management and Organization Development.
Chichester: John Wiley & Sons.
Label: Manajemen Pendidikan Islam
MANAJEMEN KONFLIK DALAM SEKOLAH
A. Definisi Manajemen Konflik
Manajemen konflik merupakan serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku maupun pihak
luar dalam suatu konflik. Manajemen konflik termasuk pada suatu pendekatan yang berorientasi
pada proses yang mengarahkan pada bentuk komunikasi (termasuk tingkah laku) dari pelaku
maupun pihak luar dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan dan interpretasi. Bagi
pihak luar (di luar yang berkonflik) sebagai pihak ketiga, yang diperlukan adalah informasi yang
akurat tentang situasi konflik. Hal ini karena komunikasi efektif di antara pelaku dapat terjadi
jika ada kepercayaan terhadap pihak ketiga.
Menurut Ross (1993) bahwa manajemen konflik merupakan langkah-langkah yang diambil
para pelaku atau pihak ketiga dalam rangka mengarahkan perselisihan ke arah hasil tertentu yang
mungkin atau tidak mungkin menghasilkan suatu akhir berupa penyelesaian konflik dan
mungkin atau tidak mungkin menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif, bermufakat, atau
agresif. Manajemen konflik dapat melibatkan bantuan diri sendiri, kerjasama dalam memecahkan
masalah (dengan atau tanpa bantuan pihak ketiga) atau pengambilan keputusan oleh pihak
ketiga. Suatu pendekatan yang berorientasi pada proses manajemen konflik menunjuk pada pola

komunikasi (termasuk perilaku) para pelaku dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan
dan penafsiran terhadap konflik.
Sementara Minnery (1980: 220) menyatakan bahwa manajemen konflik merupakan proses,
sama halnya dengan perencanaan kota merupakan proses. Minnery (1980: 220) juga berpendapat
bahwa proses manajemen konflik perencanaan kota merupakan bagian yang rasional dan bersifat
kreatif, artinya bahwa pendekatan model manajemen konflik perencanaan kota secara terus
menerus mengalami penyempurnaan sampai mencapai model yang representative dan ideal.
B. Teori-teori Konflik
Teori-teori utama mengenai sebab-sebab konflik adalah:
1. Teori Hubungan Masyarakat
Menganggap bahwa konflik disebabkan oleh polarisasi yang terus terjadi,
ketidakpercayaan dan permusuhan di antara kelompok yang berbeda dalam suatu masyarakat.
Sasaran: meningkatkan komunikasi dan saling pengertian antara kelompok yang
mengalami konflik, serta mengusahakan toleransi dan agar masyarakat lebih bisa saling
menerima keragaman yang ada di dalamnya.
2. Teori Kebutuhan Manusia
Menganggap bahwa konflik yang berakar disebabkan oleh kebutuhan dasar manusia (fisik,
mental dan sosial) yang tidak dipenuhi atau dihalangi. Hal yang sering menjadi inti pembicaraan
adalah keamanan, identitas, pengakuan, partisipasi, dan otonomi.
Sasaran: mengidentifikasi dan mengupayakan bersama kebutuhan mereka yang tidak
terpenuhi, serta menghasilkan pilihan-pilihan untuk memenuhi kebutuhan itu.
3. Teori Negosiasi Prinsip
Menganggap bahwa konflik disebabkan oleh posisi-posisi yang tidak selaras dan
perbedaan pandangan tentang konflik oleh pihak-pihak yang mengalami konflik.
Sasaran: membantu pihak yang berkonflik untuk Memisahkan perasaan pribadi dengan
berbagai masalah dan isu dan memampukan mereka untuk melakukan negosiasi berdasarkan
kepentingan mereka daripada posisi tertentu yang sudah tetap. Kemudian melancarkan proses
kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak atau semua pihak.

4. Teori Identitas
Berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh identitas yang terancam, yang sering berakar
pada hilangnya sesuatu atau penderitaan di masa lalu yang tidak diselesaikan.
Sasaran: melalui fasilitas lokakarya dan dialog antara pihak-pihak yang mengalami konflik,
sehingga dapat mengidentifikasi ancaman dan ketakutan di antara pihak tersebut dan
membangun empati dan rekonsiliasi di antara mereka.
5. Teori Kesalahpahaman Antarbudaya
Berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh ketidakcocokan dalam acara-acara komunikasi
berbagai budaya yang berbeda.
Sasaran: menambah pengetahuan kepada pihak yang berkonflik mengenai budaya pihak
lain, mengurangi streotip negatif yang mereka miliki tentang pihak lain, meningkatkan
keefektifan komunikasi antarbudaya.
6. Teori Transformasi Konflik
Berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh masalah-masalah ketidaksetaraan dan
ketidakadilan yang muncul sebagai masalah sosial, budaya dan ekonomi.
Sasaran: mengubah struktur dan kerangka kerja yang menyebabkan ketidaksetaraan dan
ketidakadilan termasuk kesenjangan ekonomi, meningkatkan jalinan hubungan dan sikap jangka
panjang di antara pihak yang berkonflik, mengembangkan proses dan sistem untuk
mempromosikan pemberdayaan, keadilan, perdamaian, pengampunan, rekonsiliasi, pengakuan.
C. Kebijakan Impelementasi Manajemen Konflik di Sekolah
Implementasi manajemen konflik dalam pendidikan dilakukan dengan beberapa
pendekatan. Menurut Donna Crawford dan Richard dalam laporannya, menyebutkan bahwa
memiliki empat pendekatan dalam melakukan implementasi manajemen konflik dalam bidang
pendidikan yaitu:

a. Proses Curriculum
Yaitu dalam menyusun kurikulum selalu melibatkan seluruh elemen yang berkepentingan.
Di samping terus melakukan pelatihan-pelatihan untuk guru dan kalau memungkinkan selalu
melibatkan masyarakat dalam proses penyusunan kurikulum, proses pengembangan dan selalu
melakukan follow up terhadap gejala-gejala konflik dalam pendidikan.
b. Mediation Program
Yaitu menyiapkan training/pelatihan untuk guru supaya mampu memediasi persoalan-
persoalan di sekolah. Di samping menyiapkan modul untuk para guru.
c. Peaceable Classroom
Yaitu semua guru yang mengajarkan di sekolah mampu melakukan kerjasama dengan
sesama guru dan pihak manajemen sekolah. Di samping memberi pemahaman kepada siswa
sebagai peace maker.
d. Peaceable School
Yaitu menerapkan manajemen konflik di sekolah secara komprehensif dalam sistem
pendidikan. Dengan terus mengembangkan proses pembelajaran untuk siswa, guru, dan
masyarakat. Guru terus dikembangkan menjadi profesional, murid diharapkan punya informasi
tentang konflik dan masyarakat harus punya inisiatif untuk pemahaman (Donna Crawford dan
Richard Bodine, 1996).
D. Dampak Konflik yang Positif dan Negatif
a. Dampak Positif dari Konflik
1)Memungkinkan ketidakpuasan yang tersembunyi muncul ke permukaan, sehingga sekolah sebagai
suatu organisasi dapat melakukan penyesuaian.
2)Mendinamiskan suatu organisasi sekolah, sehingga tidak berjalan rutin dan statis.
b. Dampak Negatif dari Sekolah
Menimbulkan perasaan “tidak enak” sehingga menghambat komunikasi dan bahkan
menimbulkan ketegangan.

Menimbulkan perpecahan dalam sekolah yang dapat mengganggu perhatian guru dan staf
dari program sekolah.
Jadi, yang terpenting bagi kepala sekolah bukan mengelak terhadap adanya konflik, tetapi
mengelolanya agar dapat mendorong sekolah menjadi dinamis dan konflik tidak melampaui titik
patah yang mengakibatkan terhambatnya program sekolah.
Referensi
Hendyat Soetoyo dan Achmad Supriyanto. 1997. Manajemen Konflik. Bahan Pelatihan
Kepala Sekolah. Jakarta: Dit. Dikmenum.
Master Broek, Willen. 1987. Conflict Management and Organization Development.
Chichester: John Wiley & Sons.
Diposkan oleh Humam Syaharuddin di 3/22/2012 11:42:00 PM