Makalah penyelenggaraan jenazah

29
MAKALAH Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas matakuliah study islam Tata Cara Penyelenggaraan Jenazah Oleh : Kelompok 3 Ardiansyah Putra Gita Aprilonia Husna Kholida M. Ridho Akbar Rika Aprianti Rini Puspita Sari Weni Sri Wahyuni Kelas : III A S1 Keperawatan Dosen Pembimbing : Yosi Aryanti M.Ag

description

studi islam

Transcript of Makalah penyelenggaraan jenazah

MAKALAHDiajukan untuk memenuhi salah satu tugas matakuliah study islam

Tata Cara Penyelenggaraan Jenazah

Oleh :

Kelompok 3

Ardiansyah Putra

Gita Aprilonia

Husna Kholida

M. Ridho Akbar

Rika Aprianti

Rini Puspita Sari

Weni Sri Wahyuni

Kelas : III A S1 Keperawatan

Dosen Pembimbing : Yosi Aryanti M.Ag

STIKes Yarsi Sumbar Bukittinggi

TA : 2015

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah

melimpahkan rahmat-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini

dengan judul Tata Cara Penyelenggaraan Jenazah. Makalah ini di buat untuk memenuhi

salah satu tugas matakuliah Study Islam.

Dalam menyelesaikan makalah ini penulis banyak mendapatkan bantuan dari

beberapa pihak untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada

semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini sehingga berhasil, terutama

kepada dosen pembimbing.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan karena keterbatasan

buku pegangan dan ilmu yang penulis miliki. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan

saran yang sifatnya menbangun demi kepentingan makalah penulis di masa mendatang.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga dengan adannya makalah ini dapat

memberikan manfaat kepada pembaca pada umumnya dan khususnya pada penulis sendiri.

Bukittinggi, 13 November April 2015

Penulis

i

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................... i

DAFTAR ISI..............................................................................................................ii

BAB I : PENDAHULUAAN.....................................................................................1

A. Latar Belakang Masalah.................................................................................1

B. Rumusan Masalah..........................................................................................1

BAB II : PEMBAHASAN.........................................................................................2

A. Pengertian Jenazah.........................................................................................2

B. Pengertian Penyelenggaraan Jenazah.............................................................2

C. Tata Cara Memandikan Jenazah....................................................................3

D. Tata Cara Mengkafani Jenazah......................................................................5

E. Tata Mensholatkan Jenazah...........................................................................7

F. Tata Cara Pemakaman Jenazah......................................................................10

G. Ta’ziyah .........................................................................................................15

BAB III : PENUTUP.................................................................................................18

A. Kesimpulan ...................................................................................................18

B. Saran ..............................................................................................................18

ii

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Syariat Islam mengajarkan bahwa setiap manusia pasti akan mengalami kematian

yang tidak pernah diketahui kapan waktunya. Sebagai makhluk sebaik-baik ciptaan Allah

SWT dan ditempatkan pada derajat yang tinggi, maka Islam sangat menghormati orang

muslim yang telah meninggal dunia. Oleh sebab itu, menjelang menghadapi kehariban Allah

SWT orang yang telah meninggal dunia mendapatkan perhatian khusus dari muslim lainnya

yang masih hidup.

Dalam ketentuan hukum Islam jika seorang muslim meninggal dunia maka hukumnya

fardhu kifayah atas orang-orang muslim yang masih hidup untuk menyelenggarakan 4

perkara, yaitu memandikan, mengkafani, menshalatkan dan menguburkan orang yang telah

meninggal tersebut. Untuk lebih jelasnya 4 persoalan tersebut, pemakalah akan mencoba

menguraikan dalam penjelasan berikut ini.

B. Rumusan masalah

1. Apa pengertian jenazah?

2. Apa pengertian penyelenggaran jenazah ?

3. bagaimana tata cara memandikan jenazah?

4. Bagaimana tata cara mengkafani jenazah?

5. Bagaimana tata cara menshalatkan jenazah?

6. Bagaimana tata cara menguburkan jenazah?

7. Apa itu ta’ziyah ?

8. Kapan takziyah dilakukan ?

  

1

BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN JENAZAH

Kata jenazah diambil dari bahasa Arab ( ذح (جن yang berarti tubuh mayat dan

kata  ذ yang berarti menutupi. Jadi, secara umum kata jenazah memiliki arti tubuh mayat   جن

yang tertutup

B. PENGERTIAN PENYELENGGARAAN JENAZAH

Penyelenggaraan Jenazah adalah prosesi pengurusan jenazah yang dilakukan mulai

dari memandikan, mengkafani, menyolatkan hingga menguburkan mayit berdasarkan

tuntunan syariat

Hukum penyelengaraan jenazah

Hukum menyelenggarakan jenazah adalah Fardhu Kifayah, artinya apabila disuatu

daerah telah ada orang yang telah menguasainya maka gugurlah kewajiban atas yang lain,

namun bila disuatu daerah tidak ada yang menguasainya maka wajib atas semua orang untuk

melaksanakannya, bila tidak ada yang melakukannya maka semua orang yang berada di

daerah tersebut berdosa.

Islam telah mengingatkan kita semua bahwa setiap insan yang bernyawa pasti

mengalami kematian. Allah SWT telah berfirman :“Setiap yang bernyawa akan merasakan

mati. Dan hanya pada hari kiamat sajalah diberikan dengan sempurna balasanmu............

(Q.S. Ali ‘Imran/3 : 185)

C. MEMANDIKAN JENAZAH

Setiap orang muslim yang meninggal dunia harus dimandikan, dikafani dan

dishalatkan terlebih dahulu sebelum dikuburkan terkecuali bagi orang-orang yang mati

syahid. Hukum memandikan jenazah orang muslim menurut jumhur ulama adalah fardhu

kifayah. Artinya, kewajiban ini dibebankan kepada seluruh mukallaf di tempat itu, tetapi jika

telah dilakukan oleh sebagian orang maka gugurlah kewajiban seluruh mukallaf.  Adapun

dalil yang menjelaskan kewajiban memandikan jenazah ini terdapat dalam sebuah hadist

Rasulullah SAW, yakninya:

2

Artinya: “Dari Ibnu Abbas, bahwasanya Nabi SAW telah bersabda tentang orang yang jatuh

dari kendaraannya lalu mati, “mandikanlah ia dengan air dan daun bidara.” (H.R Bukhari

dan Muslim)

Adapun beberapa hal penting yang berkaitan dengan memandikan jenazah yang perlu

diperhatikan yaitu:

1. Orang yang utama memandikan jenazah

a. Untuk mayat laki-laki

Orang yang utama memandikan dan mengkafani mayat laki-laki adalah orang yang

diwasiatkannya, kemudian bapak, kakek, keluarga terdekat, muhrimnya dan istrinya.

b. Untuk mayat perempuan

Orang yang utama memandikan mayat perempuan adalah ibunya, neneknya, keluarga

terdekat dari pihak wanita serta suaminya.

c. Untuk mayat anak laki-laki dan anak perempuan

Untuk mayat anak laki-laki boleh perempuan yang memandikannya dan sebaliknya

untuk mayat anak perempuan boleh laki-laki yang memandikannya.

d. Jika seorang perempuan meninggal sedangkan yang masih hidup semuanya hanya laki-

laki dan dia tidak mempunyai suami, atau sebaliknya seorang laki-laki meninggal

sementara yang masih hidup hanya perempuan saja dan dia tidak mempunyai istri, maka

mayat tersebut tidak dimandikan tetapi cukup ditayamumkan oleh salah seorang dari

mereka dengan memakai lapis tangan.[3] Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW,

yakninya:

اArtinya: “Jika seorang perempuan meninggal di tempat laki-laki dan tidak ada perempuan

lain atau laki-laki meninggal di tempat perempuan-perempuan dan tidak ada laki-laki

selainnya maka kedua mayat itu ditayamumkan, lalu dikuburkan, karena kedudukannya sama

seperti tidak mendapat air.” (H.R Abu Daud dan Baihaqi)

2. Syarat bagi orang yang memandikan jenazah

a. Muslim, berakal, dan baligh

b. Berniat memandikan jenazah

c. Jujur dan sholeh

d. Terpercaya, amanah, mengetahui hukum memandikan mayat dan memandikannya

sebagaimana yang diajarkan sunnah serta mampu menutupi aib si mayat.

3

3. Mayat yang wajib untuk dimandikan

a. Mayat seorang muslim dan bukan kafir

b. Bukan bayi yang keguguran dan jika lahir dalam keadaan sudah meninggal tidak

dimandikan

c. Ada sebahagian tubuh mayat yang dapat dimandikan

d. Bukan mayat yang mati syahid 

4. Tata cara memandikan jenazah

Berikut beberapa cara memandiakan jenazah orang muslim, yaitu:

a. sebelum mayat dimandikan siapkan terlebih dahulu segala sesuatu yang dibutuhkan

untuk keperluan mandinya, seperti:

1. Tempat memandikan pada ruangan yang tertutup.

2. Air secukupnya.

3. Sabun, air kapur barus dan wangi-wangian.

4. Sarung tangan untuk memandikan.

5. Potongan atau gulungan kain kecil-kecil.

6. Kain basahan, handuk, dll.

b. Ambil kain penutup dan gantikan kain basahan sehingga aurat utamanya tidak kelihatan.

c. Mandikan jenazah pada tempat yang tertutup.

d. Pakailah sarung tangan dan bersihkan jenazah dari segala kotoran.

e. Ganti sarung tangan yang baru, lalu bersihkan seluruh badannya dan tekan perutnya

perlahan-lahan.

f. Tinggikan kepala jenazah agar air tidak mengalir kearah kepala.

g. Masukkan jari tangan yang telah dibalut dengan kain basah ke mulut jenazah, gosok

giginya dan bersihkan hidungnya, kemudiankan wudhukan.

h. Siramkan air kesebelah kanan dahulu kemudian kesebelah kiri tubuh jenazah.

i. Mandikan jenazah dengan air sabun dan air mandinya yang terakhir dicampur dengan

wangi-wangian.

j. Perlakukan jenazah dengan lembut ketika membalik dan menggosok anggota tubuhnya.

k. Memandikan jenazah satu kali jika dapat membasuh ke seluruh tubuhnya itulah yang

wajib. Disunnahkan mengulanginya beberapa kali dalam bilangan ganjil.

4

l. Jika keluar dari jenazah itu najis setelah dimandikan dan mengenai badannya, wajid

dibuang dan dimandikan lagi. Jika keluar najis setelah di atas kafan tidak perlu diulangi

mandinya, cukup hanya dengan membuang najis itu saja.

m. Bagi jenazah wanita, sanggul rambutnya harus dilepaskan dan dibiarkan menyulur

kebelakang, setelah disirim dan dibersihkan lalu dikeringkan dengan handuk dan

dikepang.

n. Keringkan tubuh jenazah setelah dimandikan dengan kain sehingga tidak membasahi

kain kafannya.

o. Selesai mandi, sebelum dikafani berilah wangi-wangian yang tidak mengandung alkohol.

D. MENGKAFANI JENAZAH

Mengkafani jenazah adalah menutupi atau membungkus jenazah dengan sesuatu yang

dapat menutupi tubuhnya walau hanya sehelai kain. Hukum mengkafani jenazah muslim dan

bukan mati syahid adalah fardhu kifayah. Dalam sebuah hadist diriwayatkan sebagai berikut:

Artinya: “Kami hijrah bersama Rasulullah SAW dengan mengharapkan keridhaan Allah

SWT, maka tentulah akan kami terima pahalanya dari Allah, karena diantara kami ada yang

meninggal sebelum memperoleh hasil duniawi sedikit pun juga. Misalnya, Mash’ab bin

Umair dia tewas terbunuh diperang Uhud dan tidak ada buat kain kafannya kecuali selembar

kain burdah. Jika kepalanya ditutup, akan terbukalah kakinya dan jika kakinya tertutup,

maka tersembul kepalanya. Maka Nabi SAW menyuruh kami untuk menutupi kepalanya dan

menaruh rumput izhir pada kedua kakinya.” (H.R Bukhari)

Hal-hal yang disunnahkan dalam mengkafani jenazah adalah:

1. Kain kafan yang digunakan hendaknya kain kafan yang bagus, bersih dan menutupi

seluruh tubuh mayat.

2. Kain kafan hendaknya berwarna putih.

3. Jumlah kain kafan untuk mayat laki-laki hendaknya 3 lapis, sedangkan bagi mayat

perempuan 5 lapis.

4. Sebelum kain kafan digunakan untuk membungkus atau mengkafani jenazah, kain kafan

hendaknya diberi wangi-wangian terlebih dahulu.

5. Tidak berlebih-lebihan dalam mengkafani jenazah.

Adapun tata cara mengkafani jenazah adalah sebagai berikut:

1.      Untuk mayat laki-laki

5

a. Bentangkan kain kafan sehelai demi sehelai, yang paling bawah lebih lebar dan luas serta

setiap lapisan diberi kapur barus.

b. Angkatlah jenazah dalam keadaan tertutup dengan kain dan letakkan diatas kain kafan

memanjang lalu ditaburi wangi-wangian.

c. Tutuplah lubang-lubang (hidung, telinga, mulut, kubul dan dubur) yang mungkin masih

mengeluarkan kotoran dengan kapas.

d. Selimutkan kain kafan sebelah kanan yang paling atas, kemudian ujung lembar sebelah

kiri. Selanjutnya, lakukan seperti ini selembar demi selembar dengan cara yang lembut.

e. Ikatlah dengan tali yang sudah disiapkan sebelumnya di bawah kain kafan tiga atau lima

ikatan.

f. Jika kain  kafan tidak cukup untuk menutupi seluruh badan mayat maka tutuplah bagian

kepalanya dan bagian kakinya yang terbuka boleh ditutup dengan daun kayu, rumput atau

kertas. Jika seandainya tidak ada kain kafan kecuali sekedar menutup auratnya saja, maka

tutuplah dengan apa saja yang ada.

2.      Untuk mayat perempuan

Kain kafan untuk mayat perempuan terdiri dari 5 lemabar kain putih, yang terdiri dari:

a. Lembar pertama berfungsi untuk menutupi seluruh badan.

b. Lembar kedua berfungsi sebagai kerudung kepala.

c. Lembar ketiga berfungsi sebagai baju kurung.

d. Lembar keempat berfungsi untuk menutup pinggang hingga kaki.

e. Lembar kelima berfungsi untuk menutup pinggul dan paha.

Adapun tata cara mengkafani mayat perempuan yaitu:

a. Susunlah kain kafan yang sudah dipotong-potong untuk masing-masing bagian dengan

tertib. Kemudian, angkatlah jenazah dalam keadaan tertutup dengan kain dan letakkan

diatas kain kafan sejajar, serta taburi dengan wangi-wangian atau dengan kapur barus.

b. Tutuplah lubang-lubang yang mungkin masih mengeluarkan kotoran dengan kapas.

c. Tutupkan kain pembungkus pada kedua pahanya.

d. Pakaikan sarung.

e. Pakaikan baju kurung.

f. Dandani rambutnya dengan tiga dandanan, lalu julurkan kebelakang.

g. Pakaikan kerudung.

6

h. Membungkus dengan lembar kain terakhir dengan cara menemukan kedua ujung kain kiri

dan kanan lalu digulungkan kedalam.

i. Ikat dengan tali pengikat yang telah disiapkan.

     

E.  MENSHALATKAN JENAZAH

Menurut ijma ulama hukum penyelenggaraan shalat jenazah adalah fardhu kifayah.

Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW, yang berbunyi:

Artinya: “Shalatilah orang yang meninggal dunia diantara kamu”

Orang paling utana untuk melaksanakan shalat jenazah yaitu:

a. Orang yang diwasiatkan si mayat dengan syarat tidak fasik atau tidak ahli bid’ah.

b. Ulama atau pemimpin terkemuka ditempat itu.

c. Orang tua si mayat dan seterusnya ke atas.

d. Anak-anak si mayat dan seterusnya ke bawah.

e. Keluarga terdekat.

f. Kaum muslimim seluruhnya.

Rukun shalat jenazah ialah:

a. Berniat menshalatkan jenazah.

b. Takbir empat kali.

c. Berdiri bagi yang kuasa.

Adapun tata cara melakukan shalat jenazah adalah sebagai berikut:

1. Niat shalat jenazah

Niat shalat jenazah dilakukan dalam hati serta ikhlas karena Allah SWT. Sebelum shalat

jenazah dilakukan maka kepada imam dan seluruh makmum hendaknya berwudhu dan

menutup aurat. Untuk menyalatkan mayat laki-laki imam berdiri sejajar dengan kepala si

mayat, sedangkan untuk mayat perempuan, imam berdiri di tengah-tengah sejajar pusat si

mayat.

7

Lafal niat shalat jenazah:

a. Untuk mayat laki-laki

“Sengaja aku berniat shalat atas mayat laki-laki empat takbir fardhu kifayah menjadi

makmun/imam karena Allah ta’ala”

b. Untuk mayat perempuan

ا“Sengaja aku berniat shalat atas mayat perempuan empat takbir fardhu kifayah menjadi

makmun/imam karena Allah ta’ala”

2. Takbir 4 kali

a. Takbir pertama dimulai dengan mengangkat tangan dan membaca Al-Fatihah.

b. Takbir kedua dan membaca shalawat

Artinya: “Ya Allah berikanlah kesejahteraan kepada Muhammad dan keluarganya,

sebagaimana engkau telah memberikan kesejahteraan kepada Ibrahim dan keluarganya.

Berkatilah Muhammad dan keluarganya, sebagaimana engkau telah memberkati Ibrahim

dan keluarganya, sesungguhnya Engkau Maha terpuji lagi bijaksana”

8

c. Takbir ketiga  dan membaca do’a untuk si mayat

Artinya: “Ya Allah, ampunilah dia, kasihilah dia, maafkanlah dia dan sentosakanlah dia,

muliakan tempatnya, lapangkanlah kuburnya, sucikanlah dia dengan air embun dan es,

sucikanlah dia dari kesalahannya, sebagaimana sucinya kain putih dari kotoran.

Gantikanlah rumahnya dengan rumah yang lebih baik daripada rumahnya, dan gantikan

keluarganya dengan keluarga yang lebih baik, masukkan ia kedalam syurga, dan jauhkan ia

dari siksa kubur dan siksa neraka.”

d. Takbir keempat lalu diam sejenak dan membaca do’a

Artinya: “  Ya Allah janganlah Engkau tahan untuk kami pahalanya dan janganlah engkau

tinggalkan fitnah untuk kami setelah kepergiannya”

e. Salam ke kiri dan ke kanan

9

*catatan :

Doa diatas adalah doa untuk jenazah laki laki satu, jika jenazahnya ada du orang laki

laki atau perempuan, maka HU diganti dengan HUMA.

Sedangkan untuk perempuan satu orang, diganti dengan HA.

Jika jenazahnya berjumlah banyak dan berkelamin pria maka diganti HUM.

Jika banyak mayit wanita maka diganti dengan HUNNA.

Untuk campuran laki laki maupun perempuan yang digabung sehingga jumlahnya

banyak maka , bisa pakai HUM.

Misal "Allahummaghfir lahum warhamhum, wa’aafihi wa’fu ‘anhum .... "

F. MENGUBURKAN JENAZAH

Disunnahkan membawa jenazah dengan usungan jenazah yang di panggul di atas

pundak dari keempat sudut usungan.

Disunnahkan menyegerakan mengusungnya ke pemakaman tanpa harus tergesa-gesa.

Bagi para pengiring, boleh berjalan di depan jenazah, di belakangnya, di samping kanan atau

kirinya. Semua cara ada tuntunannya dalam sunnah Nabi.

Para pengiring tidak dibenarkan untuk duduk sebelum jenazah diletakkan, sebab Rasulullah

shallallahu ‘alaihi wassalam telah melarangnya.

10

Disunnahkan mendalamkan lubang kubur, agar jasad si mayit terjaga dari jangkauan

binatang buas, dan agar baunya tidak merebak keluar.

Lubang kubur yang dilengkapi liang lahad lebih baik daripada syaq. Dalam masalah ini

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda:

“Liang lahad itu adalah bagi kita (kaum muslimin), sedangkan syaq bagi selain kita

(non muslim).” (HR. Abu Dawud dan dinyatakan shahih oleh Syaikh Al-Albani dalam

“Ahkamul Janaaiz” hal. 145)

Lahad adalah liang (membentuk huruf U memanjang) yang dibuat khusus di dasar

kubur pada bagian arah kiblat untuk meletakkan jenazah di dalamnya.

Syaq adalah liang yang dibuat khusus di dasar kubur pada bagian tengahnya

(membentuk huruf U memanjang).

- Jenazah siap untuk dikubur. Allahul musta’an.

11

- Jenazah diangkat di atas tangan untuk diletakkan di dalam kubur.

- Jenazah dimasukkan ke dalam kubur. Disunnahkan memasukkan jenazah ke liang lahat dari

arah kaki kuburan lalu diturunkan ke dalam liang kubur secara perlahan. Jika tidak

memungkinkan, boleh menurunkannya dari arah kiblat.

- Petugas yang memasukkan jenazah ke lubang kubur hendaklah

mengucapkan: “BISMILLAHI WA ‘ALA MILLATI RASULILLAHI (Dengan menyebut

Asma Allah dan berjalan di atas millah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam).” ketika

menurunkan jenazah ke lubang kubur. Demikianlah yang dilakukan Rasulullah shallallahu

‘alaihi wassalam.

Disunnahkan membaringkan jenazah dengan bertumpu pada sisi kanan jasadnya

12

(dalam posisi miring) dan menghadap kiblat sambil dilepas tali-talinya selain tali kepala dan

kedua kaki.

- Tidak perlu meletakkan bantalan dari tanah ataupun batu di bawah kepalanya, sebab tidak

ada dalil shahih yang menyebutkannya. Dan tidak perlu menyingkap wajahnya, kecuali bila si

mayit meninggal dunia saat mengenakan kain ihram sebagaimana yang telah dijelaskan.

- Setelah jenazah diletakkan di dalam rongga liang lahad dan tali-tali selain kepala dan kaki

dilepas, maka rongga liang lahad tersebut ditutup dengan batu bata atau papan kayu/bambu

dari atasnya (agak samping).

- Lalu sela-sela batu bata-batu bata itu ditutup dengan tanah liat agar menghalangi sesuatu

yang masuk sekaligus untuk menguatkannya.

13

- Disunnahkan bagi para pengiring untuk menabur tiga genggaman tanah ke dalam liang

kubur setelah jenazah diletakkan di dalamnya. Demikianlah yang dilakukan Rasulullah

shallallahu ‘alaihi wassalam. Setelah itu ditumpahkan (diuruk) tanah ke atas jenazah tersebut.

- Hendaklah meninggikan makam kira-kira sejengkal sebagai tanda agar tidak dilanggar

kehormatannya, dibuat gundukan seperti punuk unta, demikianlah bentuk makam Rasulullah

shallallahu ‘alaihi wassalam (HR. Bukhari).

- Kemudian ditaburi dengan batu kerikil sebagai tanda sebuah makam dan diperciki air,

berdasarkan tuntunan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam (dalam masalah ini terdapat

riwayat-riwayat mursal yang shahih, silakan lihat “Irwa’ul Ghalil” II/206). Lalu diletakkan

batu pada makam bagian kepalanya agar mudah dikenali.

- Haram hukumnya menyemen dan membangun kuburan. Demikian pula menulisi batu nisan.

Dan diharamkan juga duduk di atas kuburan, menginjaknya serta bersandar padanya. Karena

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam telah melarang dari hal tersebut. (HR. Muslim)

- Kemudian pengiring jenazah mendoakan keteguhan bagi si mayit (dalam menjawab

pertanyaan dua malaikat yang disebut dengan fitnah kubur). Karena ketika itu ruhnya

dikembalikan dan ia ditanya di dalam kuburnya. Maka disunnahkan agar setelah selesai

menguburkannya orang-orang itu berhenti sebentar untuk mendoakan kebaikan bagi si mayit

14

(dan doa ini tidak dilakukan secara berjamaah, tetapi sendiri-sendiri!). Sesungguhnya mayit

bisa mendapatkan manfaat dari doa mereka.

Wallahu a’lam bish-shawab.

G. TA’ZIYAH

Definisi Ta’ziyah

Kata “ta`ziyah”, secara etimologis merupakan bentuk mashdar (kata benda turunan) dari kata

kerja ‘aza. Maknanya sama dengan al aza’u. Yaitu sabar menghadapi musibah kehilangan.

Penulis kitab Radd al Mukhtar mengatakan : “Berta’ziyah kepada ahlul mayyit (keluarga

yang ditinggal mati) maksudnya ialah, menghibur mereka supaya bisa bersabar, dan sekaligus

mendo’akannya”.

Imam al Khirasyi di dalam syarahnya menulis: “Ta’ziyah, yaitu menghibur orang yang

tertimpa musibah dengan pahala-pahala yang dijanjikan oleh Allah, sekaligus mendo’akan

mereka dan mayitnya”.

Imam Nawawi rahimahullah mengatakan : “Yaitu memotivasi orang yang tertimpa musibah

agar bisa lebih bersabar, dan menghiburnya supaya bisa melupakannya, meringankan tekanan

kesedihan dan himpitan musibah yang menimpanya”.

Hukum Fikih Ta’ziyah

Berdasarkan kesepakatan para ulama, seperti yang disebutkan oleh Ibnu Qudamah,

hukumnya adalah sunnah. Hal ini diperkuatkan oleh hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa

sallam, di antaranya : 

Sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Barangsiapa yang berta’ziyah kepada orang yang tertimpa musibah, maka baginya pahala

seperti pahala yang didapat orang tersebut. [HR Tirmidzi 2/268. Kata beliau: “Hadits ini

gharib. Sepanjang yang saya ketahui, hadits ini tidak marfu’ kecuali dari jalur ‘Adi bin

‘Ashim”; Ibnu Majah

Dalil lainnya, ‘Abdullah bin ‘Amr bin al Ash menceritakan, bahwa pada suatu ketika

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya kepada Fathimah Radhiyallahu 'anha :

15

“Wahai, Fathimah! Apa yang membuatmu keluar rumah?” Fathimah menjawab,”Aku

berta’ziyah kepada keluarga yang ditinggal mati ini.” [HR Abu Dawud, 3/192].

WAKTU TA’ZIYAH

Jumhur ulama memandang bahwa ta’ziyah diperbolehkan sebelum dan sesudah mayit

dikebumikan.

Pendapat lainnya, sebagaimana yang diriwayatkan dari Imam Tsauri, bahwa beliau

memandang makruh ta’ziyah setelah mayitnya dikuburkan. Alasannya, setelah mayitnya

dikuburkan, berarti masalahnya juga selesai. Sedangkan ta’ziyah itu sendiri disyari’atkan

guna menghibur agar orang yang tertimpa musibah bisa melupakannya. Oleh karena itu,

hendaknya ta’ziyah dilakukan pada waktu terjadinya musibah. Kala itu, orang yang tertimpa

musibah benar-benar dituntut untuk bersabar.

Pendapat yang rajih, yaitu pendapat jumhur ulama. Alasannya, orang yang tertimpa musibah

memerlukan penghibur untuk mengurangi beban musibah yang menghimpitnya. Penglipur ini

tentu saja diperlukan, sekalipun mayitnya sudah dikuburkan, sebagaimana ia memerlukannya

sebelum dikuburkan. Bahkan ta’ziyah setelah mayit dikuburkan hukumnya lebih utama.

Sebab, sebelumnya ia sibuk mengurus mayit. Dan orang yang tertimpa musibah merasa lebih

kesepian dan sengsara karena betul-betul berpisah dengan si mayit.

Jangka Waktu Ta’ziyah

Ta’ziyah disyari’atkan dalam jangka waktu tiga hari setelah mayitnya dikebumikan. Jumlah

tiga hari ini bukan pembatasan yang final, tetapi perkiraan saja (kurang lebihnya saja). Dan

jumhur ulama menghukumi makruh, apabila ta’ziyah dilakukan lebih dari tiga hari. Ini

berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Tidaklah dihalalkan bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari Kiamat, untuk

berkabung lebih dari tiga hari, terkecuali berkabung karena (ditinggal mati) suaminya, yaitu

selama empat bulan sepuluh hari. [HR Bukhari, 2/78; Muslim, 4/202].

Alasan lainnya, setelah tiga hari, biasanya orang yang ditinggal mati, bisa kembali tenang.

Maka, tidak perlu lagi untuk dibangkitkan kesedihannya dengan dilayat. Kendatipun begitu,

jumhur ulama membuat pengecualian. Yaitu apabila orang yang hendak melayatnya, atau

orang yang hendah dilayatnya (keluarga yang ditinggal mati) tidak ada dalam jangka waktu

16

tiga hari tersebut. 

Sebagian ulama mazhab Syafi’iyah dan Hanabilah membebaskannya begitu saja. Sampai

kapan saja, tak ada pembatasan waktunya. Sebab, menurut mereka, tujuan dari ta’ziyah ini

untuk mendo’akan, memotivasinya agar bersabar dan tidak melakukan ratapan, dan lain

sebagainya. Tujuan ini tentu saja berlaku untuk jangka waktu yang lama.

17

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sepanjang uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwasanya manusia sebagi

makhluk yang mulia di sisi Allah SWT dan untuk menghormati kemuliannya itu perlu

mendapat perhatian khusus dalam hal penyelenggaraan jenazahnya. Dimana, penyelengaraan

jenazah seorang muslim itu hukumnya adalah fardhu kifayah. Artinya, kewajiban ini

dibebankan kepada seluruh mukallaf di tempat itu, tetapi jika telah dilakukan oleh sebagian

orang maka gugurlah kewajiban seluruh mukallaf.

Adapun 4 perkara yang menjadi kewajiban itu ialah:

1. Memandikan

2. Mengkafani

3. Menshalatkan

4. Menguburkan

Adapun hikmah yang dapat diambil dari tata cara pengurusan jenazah, antara lain:

a. Memperoleh pahala yang besar.

b. Menunjukkan rasa solidaritas yang tinggi diantara sesame muslim.

c. Membantu meringankan beban kelurga jenazah dan sebagai ungkapan belasungkawa atas

musibah yang dideritanya.

d. Mengingatkan dan menyadarkan manusia bahwa setiap manusia akan mati dan masing-

masing supaya mempersiapkan bekal untuk hidup setelah mati.

e. Sebagai bukti bahwa manusia adalah makhluk yang paling mulia, sehingga apabila salah

seorang manusia meninggal dihormati dan diurus dengan sebaik-baiknya menurut aturan

Allah SWT dan RasulNya.

B. SARAN

Dengan adanya pembahasan tentang tata cara pengurusan jenazah ini, pemakalah

berharap kepada kita semua agar selalu ingat akan kematian dan mempersiapkan diri untuk

menyambut kematian itu. Selain itu, pemakalah juga berharap agar pembahasan ini dapat

menambah wawasan dan pengetahuan kita semua serta dapat mengajarkannya dengan baik

ketika telah menjadi seorang guru di masa yang akan datang.

18

DAFTAR PUSTAKA

http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=5070080328265217955#_ftn2

Abdul Karim. 2004. Petunjuk Merawat Jenazah Dan Shalat Jenazah.Jakarta: Amzah

Abd. Ghoni Asyukur. 1989.  Shalat Dan Merawat Jenazah. Bandung: Sayyidah

M. Rizal Qasim. 2000. Pengamalan Fikih I.  Jakarta: Tiga Serangkai

19