Makalah Pengajaran Drama

50
PENGAJARAN DRAMA: PENGELOLAAN KENDALA DAN POTENSI DALAM PENGAJARAN DRAMA UNTUK TERCAPAINYA SUATU KEBERHASILAN PENGAJARAN SASTRA DI SEKOLAH MAKALAH Oleh: KELOMPOK 1. SUSANNA MULYANI NPM. 09.311.260 / P 2. SUPRAPTI NPM. 09.311.261 / P 3. SUNARTI NPM. 09.311.262 / P 4. EFI NOVIKA DWI A NPM. 09.311.276 / P

Transcript of Makalah Pengajaran Drama

Page 1: Makalah Pengajaran Drama

PENGAJARAN DRAMA: PENGELOLAAN KENDALA DAN POTENSI

DALAM PENGAJARAN DRAMA UNTUK TERCAPAINYA SUATU

KEBERHASILAN PENGAJARAN SASTRA DI SEKOLAH

MAKALAH

Oleh:

KELOMPOK

1. SUSANNA MULYANI NPM. 09.311.260 / P2. SUPRAPTI NPM. 09.311.261 / P3. SUNARTI NPM. 09.311.262 / P4. EFI NOVIKA DWI A NPM. 09.311.276 / P

FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI INDONESIAIKIP PGRI MADIUN

2010

Page 2: Makalah Pengajaran Drama

KATA PENGANTAR

Penulis memanjatkan puji syukur kehadlirat Tuhan Yang Maha Esa, yang

telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyusun

makalah dengan judul: “Pengajaran Drama: Pengelolaan Kendala dan Potensi

dalam Pengajaran Drama Untuk Tercapainya Suatu Keberhasilan Pengajaran

Sastra di Sekolah” ini dengan baik.

Terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada berbagai pihak

yang telah membantu penulis dalam penyusunan makalah ini, baik bantuan yang

berupa bimbingan, semangat, dan penyampaian berbagai informasi sehingga

makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk

itu segala kritik dan saran yang membangun selalu penulis harapkan. Selanjutnya,

penulis berharap makalah ini mampu memberikan manfaat kepada semua pihak.

Terima kasih.

Madiun, Oktober 2010

Penulis

Page 3: Makalah Pengajaran Drama

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL.................................................................................... i

KATA PENGANTAR................................................................................. ii

DAFTAR ISI................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................ 1

A. Latar Belakang Masalah.......................................................... 1

B. Rumusan Masalah................................................................... 4

BAB II PEMBAHASAN........................................................................... 5

A. Kajian tentang Drama............................................................. 5

1. Pengertian Drama.............................................................. 5

2. Unsur-Unsur Drama.......................................................... 6

3. Manfaat Drama................................................................. 9

4. Pengajaran Drama di Sekolah........................................... 12

B. Strategi Pengajaran Drama...................................................... 14

C. Pengajaran Drama di Sekolah................................................. 22

BAB III SIMPULAN.................................................................................. 27

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 29

Page 4: Makalah Pengajaran Drama

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan drama di Indonesia akhir-akhir ini begitu pesat. Ha1 ini

terlihat dari banyaknya pertunjukan drama di televisi, drama radio, drama

kaset, dan juga drama pentas. Organisasi remaja, baik di sekolah, universitas,

karang taruna, maupun gelanggang remaja mempunyai seksi teater. Demam

drama sudah begitu meluas, sehingga jika televisi menyajikan drama,

masyarakat pasti antusias menyaksikannya.

Pada dasarnya, drama merupakan jenis seni yang sangat terkenal

dalam kehidupan umat manusia. Dengan bantuan alat informasi dan hiburan

yang canggih seperti televisi dan siaran radio, drama semakin terkenal dan

telah menjadi suatu keharusan dalam acara-acara televisi. Tayangan dan film

yang beraneka ragam telah menjadi alat hiburan yang sangat diminati oleh

banyak orang dan para pemirsa. Karena drama begitu terkenal maka sangat

baik bila drama digunakan sebagai alat untuk menyampaikan nilai-nilai fisik

dan ajaran tentang moral.

Selain fungsi utamanya sebagai alat hiburan, drama juga dapat

digunakan dengan tujuan untuk mendidik dan melatih orang secara fisik dan

mental. Jika kita melihat drama lebih dalam, kita bisa menemukan bahwa

cabang seni ini dapat berfungsi sebagai alat serbaguna bagi kedua belah pihak

antara pemirsa atau penonton dan pemain atau seniman.

Page 5: Makalah Pengajaran Drama

Berkaitan dengan semakin pesatnya perkembangan drama sebagai seni

pertunjukan, diperlukan suatu pembelajaran seni drama di sekolah, termasuk

sekolah dasar. Pembelajaran seni drama di sekolah dasar, baik sebagai mata

pelajaran tersendiri sebagai muatan lokal maupun sebagai bagian dari mata

pelajaran bahasa Indonesia perlu mendapatkan penanganan yang lebih serius.

Penanganan tersebut selain berkaitan dengan metodologis juga pembekalan

keterampilan bagi guru, dan pemanfaatan model-model serta teknik-teknik

tertentu yang relevan dengan pembelajaran seni drama.

Dari beberapa pengamatan di sekolah dasar-sekolah dasar yang ada di

wilayah Kabupaten Magetan, diketahui bahwa pembelajaran seni drama

sebagai bagian dari pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia belum

dilaksanakan secara memadai. Pembelajaran apresiasi drama yang telah

dilaksanakan oleh beberapa sekolah dasar selama ini masih dapat dikatakan

belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Rendahnya kualitas pembelajaran

tentunya disebabkan oleh beberapa faktor, seperti penyajian yang tidak

mengenai sasaran, saran belajar yang kurang menunjang dalam proses

pembelajaran, atau guru yang kurang menguasai materi sastra. Selain itu, juga

dapat diketahui bahwa kebanyakan sekolah belum mengupayakan suatu

pembelajaran tentang drama secara maksimal.

Hal ini perlu mendapat perhatian serius karena selain berkaitan dengan

materi, pengajaran drama di sekolah ternyata lebih banyak mendatangkan

keuntungan bagi siswa. Selain melatih mental, jika dikelola dengan baik,

pemain drama yang berbakat dikemudian hari diharapkan dapat menjadi

Page 6: Makalah Pengajaran Drama

pekerja seni, khususnya pemain drama atau pemain film (aktor/aktris)

profesional.

Herman J. Waluyo (2006: 165) menyatakan bahwa pengajaran drama

sebagai penunjang pemahaman bahasa berarti untuk melatih keterampilan

membaca (teks drama) dan menyimak atau mendengarkan (dialog dalam

drama, mendengarkan drama radio, televisi, dan sebagainya). Sementara

sebagai penunjang latihan penggunaan bahasa dengan maksud yaitu melatih

keterampilan menulis (teks drama, resensi drama, dan sebagainya) dan wicara

(dialog-dialog dalam pementasan drama).

Menurut Imam Syafe’i (2005: 16), tujuan pengajaran drama adalah

untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam mengapresiasi drama. Ini

berarti bahwa setelah selesai mengikuti kegiatan belajar mengajar drama

diharapkan siswa dapat meningkatkan kemampuannya dalam mengapresiasi

drama, yaitu mampu mengenal, menghayati, dan menghargai drama sebagai

karya sastra secara kreatif. Selain itu, diharapkan pula mereka mampu

mengomunikasikan hasil kegiatan mengapresiasi bentuk sastra itu kepada

orang lain, baik secara lisan maupun tulis. Kemampuan mengapresiasi drama

secara kreatif itu diharapkan pula dapat mendorong siswa untuk berani

menuangkan pengalaman, gagasan, dan perasaannya dalam bentuk drama.

Selain dari pertimbangan adanya keuntungan dalam pengajaran drama

di sekolah dasar, dalam kurikulum sekolah pun juga telah dinyatakan bahwa

dalam pembelajaran bahasa Indonesia salah satunya terdapat pengajaran

Page 7: Makalah Pengajaran Drama

drama. Untuk itu, sudah bukan hal yang istimewa jika di sekolah dasar-

sekolah dasar perlu disampaikan pengajaran tentang drama.

Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut di atas, pada

kesempatan ini akan disampaikan suatu penulisan makalah tentang pengajaran

drama di sekolah, khususnya sekolah dasar. Dalam hal ini, akan dilakukan

pembahasan mengenai materi tentang drama dan konsep pengajaran drama di

sekolah yang relevan dengan kondisi siswa serta sesuai dengan materi

kurikulum.

B. Rumusan Masalah

Dari adanya berbagai permasalahan yang dapat ditemukan dalam

pengajaran drama selama ini dan dengan adanya berbagai keuntungan yang

dapat diperoleh dalam pengajaran drama, pada makalah ini dapat dirumuskan

suatu permasalahan sebagai berikut: “Bagaimanakah konsep pengajaran drama

di sekolah yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi objektif siswa,

khusunya berkaitan dengan materi dan teknik pengajaran yang tepat dan

sesuai dengan kurikulum?”

Page 8: Makalah Pengajaran Drama

BAB II

PEMBAHASAN

A. Kajian tentang Drama

1. Pengertian Drama

Menurut Dwi Hariningsih (2005: 3) kata “drama” berasal dari

bahasa Yunani, dramoai yang berarti berbuat, berlaku, bertindak atau

beraksi. Agustinus Suyoto (2006: 1) memberikan batasan pengertian

drama sebagai berikut, drama adalah kisah kehidupan manusia yang

dikemukakan di pentas berdasarkan naskah, menggunakan percakapan,

gerak laku, unsur-unsur pembantu (dekor, kostum, rias, lampu, musik),

serta disaksikan oleh penonton. Herman J. Waluyo (2006: 1),

mengungkapkan bahwa drama merupakan tiruan kehidupan manusia yang

diproyeksikan di atas pentas.

Drama adalah potret kehidupan manusia, potret duka, pahit manis,

hitam putih kehidupan manusia. Drama adalah sebuah genre sastra yang

penampilan fisiknya memperlihatkan secara verbal adanya dialog atau

cakapan di antara tokoh-tokoh yang ada (Melani Budianta, 2002: 95).

Atar Semi (2000: 156) mengemukakan bahwa drama cerita atau

tiruan perilaku manusia yang dipentaskan. Di mana kita dapat melakukan

tiruan dengan mudah tentang sesuatu hal dalam kehidupan sehari-hari dan

sesuai dengan cerita, hal tersebut akan menimbulkan kesan atau reaksi dari

penonton. Drama adalah salah satu jenis karya yang ditulis dalam bentuk

Page 9: Makalah Pengajaran Drama

dialog yang didasarkan atas konflik batin dan mempunyai kemungkinan

untuk dipentaskan, sedangkan Panuti Sudjiman (2000: 22) berpendapat

bahwa drama adalah karya sastra yang bertujuan menggambarkan

kehidupan dengan mengemukakan tikaian dan emosi lewat lakuan dan

dialog, dan lazimnya dirancang untuk pementasan panggung. Drama

merupakan salah satu bentuk karya sastra yang memiliki ciri tersendiri

yang membedakan dengan karya sastra yang lain. yaitu dalam naskahnya

didominasi dengan dialog-dialog antar pemeran atau tokoh. Drama adalah

sebuah karya sastra yang ditulis dalam bentuk dialog dengan maksud

untuk dipentaskan para aktor.

2. Unsur-Unsur Drama

Menurut Asul Wiyanto (2002: 14), terdapat beberapa hal yang

merupakan unsur-unsur dalam drama, yaitu:

a. Naskah

Naskah diartikan sebagai bentuk tertulis dari suatu drama. Sebuah

naskah walaupun telah dimainkan berkali-kali, dalam bentuk yang

berbeda-beda, naskah tersebut tidak akan berubah mutunya.

Sebaliknya sebuah atau beberapa drama yang dipentaskan berdasarkan

naskah yang sama dapat berbeda mutunya. Hal ini tergantung pada

penggarapan dan situasi, kondisi, serta tempat dimana dimainkan

naskah tersebut. Selain dialog, sebuah naskah yang baik harus

memiliki tema, tokoh dan plot atau rangka cerita.

Page 10: Makalah Pengajaran Drama

b. Tema

Tema adalah rumusan inti sari cerita yang dipergunakan dalam

menentukan arah dan tujuan cerita. Dari tema inilah kemudian

ditentukan tokoh-tokohnya.

c. Tokoh

Dalam cerita drama tokoh merupakan unsur yang paling aktif yang

menjadi penggerak cerita.oleh karena itu seorang tokoh haruslah

memiliki karakter, agar dapat berfungsi sebagai penggerak cerita yang

baik. Disamping itu dalam naskah akan ditentukan dimensi-dimensi

sang tokoh. Biasanya ada 3 dimensi yang ditentukan yaitu:

1) Dimensi fisiologi  (ciri-ciri badani) antara lain usia, jenis kelamin,

keadaan tubuh, cirri-ciri muka, dan lain-lain.

2) Dimensi sosiologi (latar belakang) kemasyarakatan misalnya status

sosial, pendidikan, pekerjaan, peranan dalam masyarakat,

kehidupan pribadi, pandangan hidup, agama, hobi, dan sebagainya.

3) Dimensi psikologis (latar belakang kejiwaan),

misalnya temperamen, mentalitas, sifat, sikap dan kelakuan, tingkat

kecerdasan, keahlian dalam bidang tertentu, kecakapan, dan lain

sebagainya.

Apabila kita mengabaikan salah satu saja dari ketiga dimensi diatas,

maka tokoh yang akan kita perankan akan menjadi tokoh yang kaku,

timpang, bahkan cenderung menjadi tokoh yang mati.

Page 11: Makalah Pengajaran Drama

d. Plot

Plot adalah alur atau kerangka cerita. Plot merupakan suatu

keseluruhan peristiwa didalam naskah. Secara garis besar, plot drama

dapat dibagi menjadi beberapa bagian yaitu:

1) Pemaparan (eksposisi)

Bagian pertama dari suatu pementasan drama adalah pemaparan

atau eksposisi. Pada bagian ini diceritakan mengenai tempat, waktu

dan segala situasi dari para pelakunya. Kepada penonton disajikan

sketsa cerita sehingga penonton dapat meraba dari mana cerita ini

dimulai. Jadi eksposisi berfungsi sebagai pengantar cerita. Pada

umumnya bagian ini disajikan dalam bentuk sinopsis.

2) Komplikasi awal atau konflik awal

Kalau pada bagian pertama tadi situasi cerita masih dalam keadaan

seimbang maka pada bagian ini mulai timbul suatu perselisihan

atau komplikasi. Konflik merupakan kekuatan penggerak drama.

3) Klimaks dan krisis

Klimaks dibangun melewati krisis demi krisis. Krisis adalah

puncak plot dalam adegan. Konflik adalah satu komplikasi yang

bergerak dalam suatu klimaks.

4) Penyelesaian (denouement)

Drama terdiri dari sekian adegan yang di dalamnya terdapat krisis-

krisis yang memunculkan beberapa klimaks. Satu klimaks terbesar

dibagian akhir selanjutnya diikuti adegan penyelesaian.

Page 12: Makalah Pengajaran Drama

e. Dialog

Dialog berisikan kata-kata. Dalam drama para tokoh harus berbicara

dan apa yang diutarakan mesti sesuai dengan perannya, dengan tingkat

kecerdasannya, pendidikannya, dan sebagainya. Dialog berfungsi

untuk mengemukakan persoalan, menjelaskan perihal tokoh,

menggerakkan plot maju, dan membukakan fakta.

3. Manfaat Drama

Menurut Wahyu Prasetyo (2009), terdapat beberapa nilai

kehidupan yang dapat diambil dari bermain drama.

Pertama, para siswa mulai mengenal talenta mereka sendiri dan

bisa memposisikan diri mereka masing-masing dalam proses

penyelenggaraan pentas drama itu. Bahkan mereka juga dengan jujur mau

mengakui kemampuan teman lain. Ada yang bakat dan mampu menjadi

seorang pemimpin sehingga dia dipercaya oleh teman-teman di kelas

sebagai ketua pelaksana pertunjukan yang mengatur semua proses

persiapan sampai pelaksanaan secara detail. Bahkan ada juga yang

dipercaya menjadi sutradara drama karena dirasa dia mampu mengarahkan

teman-temannya dalam bermain peran.

Ada siswa yang memiliki talenta khusus seperti musik, menulis,

atau membaca novel maka dipercaya oleh teman-temannya untuk menjadi

peñata musik, penulis dialog dan skenario. Bahkan mereka pun mulai

mempertimbangkan teman-teman yang cocok sebagai pemain drama, baik

pemain inti maupun figuran. Selain itu, siswa yang biasa-biasa saja dan

Page 13: Makalah Pengajaran Drama

merasa tidak memiliki talenta khusus untuk pementasan itu dengan

sendirinya menawarkan diri sebagai panitia kelas, seperti seksi konsumsi,

dekorasi, perlengkapan, dan masih banyak lagi.

Pada tataran ini sangat menarik melihat anak-anak berusaha

memahami kemampuannya dan juga menghargai kemampuan teman yang

lain. Inilah satu proses penting dalam pendidikan bahwa setiap orang itu

berbeda dan perbedaan itu bukanlah menjadi alasan mereka untuk saling

mempermasalahkan. Sebuah kesadaran justru telah dibangun oleh anak-

anak bahwa perbedaan malah harus dijadikan sebagai kekayaan dan

kekuatan yang berharga untuk kepentingan kelompok.

Celakanya, pendidikan Indonesia terlalu condong untuk

menyeragamkan apa yang harus dilakukan oleh anak didik. Tidak

mempertimbangkan learning style mereka, apakah mereka auditif, visual,

atau kinestetik. Hal ini tampak dari metode mengajar seorang guru yang

hanya menguntungkan satu kelompok siswa dengan gaya belajar tertentu.

Sebagai contoh, guru hanya maenggunakan metode ceramah di kelas maka

anak dengan gaya belajar auditif sangat terbantu tetapi anak dengan gaya

belajar visual dan kinestetik akan merasa tidak nyaman dan cenderung

bosan yang berakibat pada prestasi belajar menurun karena mereka tidak

biasa belajar dengan mendengarkan.

Kedua, para siswa mulai belajar tentang tanggung jawab dalam

hidup bersama. Jika tanggung jawab itu tidak dilaksanakan maka tidak

hanya berimbas pada dirinya sendiri tetapi akan menyebabkan orang lain

Page 14: Makalah Pengajaran Drama

juga dihadapkan pada masalah. Sebagai contoh, ketika ada anak yang

menjadi penulis naskah drama tidak melakukan tugasnya dengan baik

maka ini bisa mengacaukan proses latihan yang sudah dijadwalkan. Lebih

dari itu, bisa-bisa pentas drama batal dilakukan.

Dengan demikian anak-anak belajar untuk melakukan tanggung

jawabnya dengan disiplin dan cara yang efektif. Sebuah pelajaran tentang

kehidupan mulai dibangun melalui dinamika pentas drama ini, yakni

tentang bagaimana mereka harus menempatkan diri dan berlaku dalam

sebuah komunitas kerja yang melibatkan banyak orang.

Ketiga, para siswa pun mulai belajar akan arti sebuah perjuangan.

Mereka mulai merasakan secara nyata bahwa kesuksesan itu bukanlah

sebuah berkah yang turun begitu saja dari langit. Kesuksesan itu

membutuhkan perjuangan. Di dalam perjuangan itu, kebersamaan dan

persaudaraan satu sama lain menjadikan semuanya berjalan mengalir

karena di sana ada dukungan satu sama lain.

Keempat, para siswa belajar tentang pentingnya kreativitas dan

inovasi dalam hidup karena hidup itu sesungguhnya sebuah seni. Hal ini

tampak nyata dalam desain pementasan drama mereka yang merupakan

buah kreativitas dan inovasi. Usaha keras yang mereka lakukan untuk

membuat drama itu menarik patut diacungi jempol. Sebuah kesadaran

telah dibangun dalam kelompok bahwa mereka pentas bukan hanya untuk

diri mereka sendiri.

Page 15: Makalah Pengajaran Drama

Sedangkan dengan pementasan drama, akan diperoleh beberapa

keuntungan sebagai berikut.

a. Membangun rasa percaya diri. Mereka merasa lebih berhasil dalam

hidup dan bergembira dalam waktu yang bersamaan.

b. Menciptakan hubungan yang lebih akrab dengan sesama teman-teman.

c. Belajar mengendalikan diri dalam menghadapi perbedaan, misalnya

tentang penentuan tema yang akan disampaikan kepada penonton.

d. Memiliki daya kreatif dan kritis dalam memecahkan masalah yang

dihadapi.

e. Memiliki mental yang kuat dalam menghadapi hidup.

f. Merasa senang ketika belajar.

g. Memiliki sikap toleransi dan bersemangat, untuk tena berjuang mela

lui pengungkapan ide cerita dalam drama.

h. Mengubah perilaku seni yang sebelumnya hanya sebagai penikmat

atau penonton, sekarang jadi pelaku langsung. Hal ini memunculkan

kepuasan tersendiri.

i. Meningkatkan kecerdasan berpikir dalam menuangkan ide kreatifnya.

4. Pengajaran Drama di Sekolah

Menurut Herman J. Waluyo (2006:159) pengajaran drama di

sekolah dapat ditafsirkan dua macam, yaitu pengajaran teori drama atau

pengajaran apresiasi drama. Masing-masing terdiri atas dua jenis, yaitu

pengajaran teori, tentang teks (naskah drama), dan pengajaran tentang teori

Page 16: Makalah Pengajaran Drama

pementasan drama. Apabila teori-teori termasuk dalam kawasan kognitif,

maka apresiasi menitikberatkan kawasan afektif.

Pada pengajaran drama, pementasan drama memasuki kawasan

psikomotorik, akan tetapi juga dijiwai oleh aspek kognitif dan afektif.

Pada saat berkesenian yang dalam hal ini ber-acting dalam drama, terjadi

peleburan kawasan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ketiga hal itu

menyatu dalam diri actor yang sedang beracting. Dalam pembacaan drama

juga terlibat aspek psikomotorik, tetapi tidak total seperti dalam

pementasan drama. Kesimpulan dari penjabaran tersebut adalah bahwa

pembelajaran drama mencakup tiga kawasan yaitu aspek kognitif, afektif

dan psikomotor.

Pengajaran drama di sekolah dapat diklasifikasikan ke dalam dua

golongan, yaitu: (1) pengajaran teks drama yang termasuk sastra, dan (2)

pementasan drama yang termasuk bidang teater. Dalam pementasan drama

di kelas (untuk demonstrasi) dan pementasan untuk sekolah yang

ditontonkan oleh seluruh siswa di sekolah itu. Pementasan drama di

sekolah dasar dalam kaitannya dengan pembelajaran bahasa Indonesia

aspek sastra yaitu bermain drama pendek. Tahap-tahap pementasan drama

tergantung pada teks drama yang disediakan oleh guru dan peran

disesuaikan dengan anggota kelompok.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran

drama di sekolah dasar adalah memerankan tokoh drama dengan lafal,

Page 17: Makalah Pengajaran Drama

intonasi, dan ekspresi. Pembelajaran drama yang baik mencakup aspek

kognitif, afektif, serta psikomotorik.

B. Strategi Pengajaran Drama

W. S. Rendra (2002) menyampaikan bahwa mengacu pada konsep

ajaran teknik bermain drama Boleslaysky, dapat disampaikan beberapa hal

yang termasuk dalam konsep teknik bermain drama, yaitu:

1. Konsentrasi

Konsentrasi, yaitu pemusatan perhatian pada berbagai aspek guna

mendukung kegiatan seni perannya. Pemusatan perhatian ini amat perlu

dilakukan, karena jika tidak, pemain akan tetap hadir sebagai dirinya

sendiri dan bukan sebagai tokoh yang diperankannya. Pemusatan perhatian

yang baik akan menyebabkan penghayatan semakin mendalam.

Penghayatan yang mendalam akan menyebabkan pemain larut

dalam tuntunan yang seharusnya ia lakukan. Pemusatan pikiran ini

setidak-tidaknya melibatkan paling tidak pada faktor-faktor; (a) fisik,

anggota tubuh, seluruh anggota tubuh dapat “diperintahkan” guna

kepentingan berperan; (b) mental, kesiapan psikologis pemain di dalam

memerankan sesuatu, ia harus melepaskan dirinya untuk segera menjadi

orang lain yang mungkin saja merupakan sesuatu yang amat asing bagi

dirinya sebelumnya; (c) emosional, kesigapan pada hal-hal yang lebih

bersifat ekspresi jiwa, seperti rasa humor, kepekaan, sensitifitas pada hal-

hal yang mengandung unsur humanis, rasa haru, sedih, terhina, tertekan,

muak, benci, dan lain-lain.

Page 18: Makalah Pengajaran Drama

2. Kemampuan mendayagunakan emosional

Kemampuan ini berkaitan dengan kemampuan seorang pemain

untuk menumbuhkan bermacam-macam bentuk emosional dengan

kemampuan dan kualitas yang sama baiknya, di dalam berbagai situasi.

Bermain peran, menurut seorang pemain (aktor) untuk menguasai banyak

aspek emosional tertentu, tidak terlihat canggung dan kaku. Semua ragam

emosional yang dituntut, dapat dilakukannya dengan penuh kewajaran

sebagaimana tuntutan yang diberikan kepada pemain. Harus diingat oleh

para pemain, bahwa untuk menumbuhkan kesiapan melahirkan bentuk

emosional tertentu, para pemain harus mempunyai penghayatan yang baik

dan sempurna. Untuk mendapatkan kemampuan menguasai beragam

bentuk emosional, latihan merupakan hal yang wajib. Pengungkapan

emosional yang baik akan terekspresikan pada wajah, bahkan gerak

anggota tubuh.

3. Kemampuan laku dramatik

Kemampuan ini berkaitan dengan kesanggupan pemain di dalam

melakukan sikap, tindakan, serta perilaku yang merupakan ekspresi dari

tuntutan emosi. Kemampuan laku dramatik inilah yang merupakan faktor

utama seni peran. Pemain, bagaimanapun, di atas pentas melakukan

tuntutan laku dramatik. Tanpa menguasai hal ini, tidak mungkin

melakukan apa-apa di atas pentas. Sebenarnya, laku dramatik yang baik

adalah laku dramatik yang dapat mendukung ujaran dan emosional tokoh

secara “wajar”. Pengertian “wajar” di sini memang relatif, tetapi dengan

Page 19: Makalah Pengajaran Drama

pengertian bukanlah suatu yang berlebih-lebihan. Justru untuk dapat

menyerasikan antara laku dramatik dengan tuntutan emosional dan ujaran

merupakan hal yang rumit. Laku dramatik hendaknya harus terus disiasati

dengan kreatif. Pemain dapat melakukan improvisasi dan eksperimen

untuk menciptakan laku dramatik yang menarik dan artistik.

4. Kemampuan membangun karakter

Kemampuan ini berkaitan dengan kesanggupan pemain untuk lebur

ke dalam suatu pribadi lain dan keluar dari dirinya sendiri selama bermain

peran. Tokoh yang diperankan oleh pemain, dapat merupakan tokoh yang

berkarakter sama atau mungkin mirip dengan pribadi dan karakter pemain.

Hal ini mengharuskan pemain “meninggalkan” diri pribadinya

untuk kemudian hadir sebagai diri pribadi tokoh yang diperankannya

(menjadi orang lain). Jika tampil di atas pentas, penonton dapat

menangkap bahwa yang di atas pentas itu tetap merupakan diri pemain

sebagaimana tidak di pentas, maka kemampuan membangun karakter

pemain dapat disebutkan sebagai sesuatu yang buruk, pemain dapat

disebutkan sebagai pemain yang buruk. Untuk dapat membangun karakter,

pemain harus mengenal dirinya sendiri dan mengenal tokoh yang akan

diperankannya.

Pengenalan ini dapat dilakukan pemain dengan

mengidentifikasikan hal-hal yang menyangkut profil: sikap hidup,

orientasi terhadap nilai-nilai tertentu, gerak anggota tubuh (performance),

karakter yang dominan dan sering kali muncul serta mewarnai sikap dan

Page 20: Makalah Pengajaran Drama

tindakan. Jika pemain telah berhasil mengidentifikasi hal-hal tersebut, baik

pada dirinya maupun pada tokoh yang akan diperaninya, sudah merupakan

langkah awal yang baik, selanjutnya taraf pengembangan membangun

karakter yang berbagai ragam itu. Untuk kegunaan mengekspresikan

berbagai karakter, pemain sebaiknya juga menguasai hal-hal yang

berhubungan kemampuan menguasai berbagai jenis warna suara,

kemampuan pantomimik, dan lain-lain.

5. Kemampuan melakukan observasi

Kemampuan ini berkaitan dengan kesanggupan pemain untuk

melakukan pengamatan terhadap sikap aktivitas manusia di dalam

kehidupan sehari-hari.

Bermacam-macam pekerjaan yang dilakukan manusia setiap

harinya menarik untuk diperhatikan dan diamati. Setelah tahap

pengamatan, tahap selanjutnya adalah tahap meniru. Latihan meniru

dengan sikap seolah-olah melakukan hal yang sebenarnya, merupakan

latihan dari kemampuan mengobservasi. Semakin banyak hal yang dapat

diobservasi, semakin banyak pula latihan, maka akan semakin banyak

kemampuan laku dramatik yang mampu dilakukan oleh seorang pemain.

6. Kemampuan menguasai irama

Kemampuan ini berkaitan dengan kesanggupan pemain untuk

menguasai tempo permainan, sehingga pementasan memberikan suspense

kepada penonton. Untuk memperoleh insting tentang irama ini, pemain

dapat melatih dirinya dengan mendengarkan berbagai jenis musik dan

Page 21: Makalah Pengajaran Drama

dengan mendengarkan berbagai jenis musik dan dengan mendengarkan

berbagai jenis musik dan dengan mendengar bunyi-bunyi alam, misalnya

gemuruh air tedun, bunyi meluncurnya kereta api di rel, bunyi kicauan

burung pagi hari, bunyi gemericik air sungai yang berbenturan dengan

batu-batuan, bunyi desauan pepohonan yang ditiup angin, dan lain-lain.

Keenam teknik bermain drama tersebut menunjukkan bahwa untuk

menjadi pemain drama (para aktor) bukanlah hal yang mudah. Konsep ini

berorientasi pada terciptanya pemain yang kuat dan berwatak. Dengan begitu,

sewaktu mereka melakukan pementasan drama, pemain dapat menciptakan

ilusi yang benar bagi penontonnya. Penonton merasa bahwa mereka tidak

sedang menyaksikan sesuatu yang pura-pura belaka. Pemain harus menyadari

bahwa permainan perannya bukan bertujuan untuk menipu dan membohongi

penonton, melainkan menampilkan simbol-simbol yang dapat

diinterpretasikan oleh para penontonnya yang mungkin saja berguna bagi para

penonton untuk mengantisipasi kehidupannya secara artistic dan estetis.

Kemampuan dasar yang harus dimiliki pemain harus ditunjang oleh

kemampuan pemain menguasai perangkat-perangkat yang berhubungan

dengan pementasan. Sarana pementasan utama yang harus dikuasainya adalah

pentas. Pentas sebagai sarana pendukung utama, tempat di mana pemain harus

berekspresi melakukan kerja laku dramatik, harus dikuasai sepenuhnya.

Pemain yang tidak mengenali pentas, meskipun mempunyai kemampuan

akting yang tinggi, dapat saja gagal jadinya. Berjenis-jenis pentas haruslah

dikuasainya. Dengan begitu, pemain akan dapat memanfaatkan kelemahan dan

Page 22: Makalah Pengajaran Drama

keunggulan pentas untuk membantu permainan perannya. Di samping itu,

kelemahan dan keunggulan pentas dapat memancingnya untuk melakukan

eksperimen dan improvisasi laku dramatik.

Herman J. Waluyo (2006:122-125) menyebutkan tujuh langkah dalam

ber-acting, yaitu sebagai berikut:

1. Latihan Tubuh

Maksud latihan tubuh adalah latihan ekspresi secara fisik. Kita berusaha

agar fisik kita bergerak secara fleksibel, disiplin dan ekspresif. Artinya

gerak-gerik kita dapat luwes, tetapi disiplin terhadap peran kita dan

ekspresif sesuai sesuai dengan watak dan perasaan aktor yang dibawakan.

2. Latihan Suara

Latihan suara ini dapat diartikan latihan mengucapkan suara secara jelas

dan nyaring (vokal), berarti juga latihan penjiwaan suara. Warna suara

bagaimana yang tepat, harus disesuaikan dengan watak peran, umur peran

dan keadaan sosial peran itu. Aktor tidak dibenarkan mengubah suara

tanpa alasan. Nada suara juga harus diatur, agar mampu membedakan

peran satu dan peran yang lainnya. Semua ini hendaklah dikuasai secara

cermat dan konsisten oleh seorang aktor.

3. Latihan Observasi dan Imajinasi

Untuk menampilkan tokoh yang diperankan, aktor secara sungguh-

sungguh harus berusaha memahami bagaimana memanifestasikan secara

eksternal. Aktor mulai dengan belajar mengobservasi setiap watak, tingkah

laku dan motivasi orang-orang yang dijumpainya. Jika ia harus

Page 23: Makalah Pengajaran Drama

memerankan watak dan tokoh tertentu, maka observasi difokuskan pada

tokoh yang mirip atau sama. Jika mungkin, observasi ini dalam waktu

yang cukup, sehingga gerak-gerik tokoh itu lebih mendetail diamati. Hasil

observasi sifatnya eksternal ini dihidupkan melalui ingatan emosi, dengan

daya imajinasi aktor, sehingga dapat ditampilkan secara meyakinkan.

Kekuatan imajinasi berfungsi untuk mengisi dimensi kejiwaan dalam

akting. Setelah diadakan observasi tersebut, acting bukan sekedar meniru

apa yang diperoleh dalam observasi, tetapi harus dapat menghidupinya,

memberi nilai estetis.

4. Latihan Konsentrasi

Konsentrasi diarahkan untuk melatih aktor dalam kemampuan

memperankan dirinya sendiri ke dalam watak dan pribadi tokoh yang

dibawakan dan kedalam lakon itu. Konsentrasi memegang peranan penting

dalam penjiwaan peran dan dalam gerak yakin jika pikirannya terganggu

akan hal lain, dengan kekuatan konsentrasinya, aktor bisa memusatkan diri

pada pentas. Dan seharusnya aktor harus merasa bahwa dunianya di situ.

Konsentrasi ini harus mulai sejak latihan pertama. Terlebih menjelang

masuk pentas dan selama dalam pementasan. Selalu menghadapi naskah

sebagai pemimpin konsentrasi harus pula diekspresikan melalui ucapan,

gesture dan intonasi ucapannya.

5. Latihan Teknik

Latihan teknik ini adalah latihan masuk, memberi isi, memberi tekanan,

mengembangkan permainan, penonjolan, ritme, timming yang tepat.

Page 24: Makalah Pengajaran Drama

Dalam bermain drama hal yang harus mendapat perhatian seperti

diungkapkan di atas meliputi penjiwaan, ekspresi wajah, vokal, serta

gerakan anggota tubuh harus sesuai dengan karakter yang dibawakan.

Dalam latihan acting (berperan) pada bermain drama dapat dilakukan

melalui latihan suara, ucapan, latihan mimik, latihan blocking

(pengelompokan), latihan penghayatan dan imajinasi dan latihan

pencapaian mood, serta latihan akhir (general rehesial). Dalam latihan

suara dan ucapan perlu pelatihan cermat dan cukup. Vokal harus

diucapkan jelas. Konsonan-konsonan tidak boleh dihafalkan setengah-

setengah. Dalam latihan suara disamping latihan olah vokal, juga latihan

pernafasan, latihan letupan suara, latihan diksi (gaya pengucapan), latihan

tekanan, latihan bangunan cepat dan latihan menciptakan puncak lakon

(klimaks).

6. Sistem Acting

Sistem berakting salah satu langkah dalam bermain drama. Menjadi

seorang actor harus berlatih dalam berakting baik dalam hal internal

maupun dalam hal eksternal, baik melalui pendekatan metode maupun

teknik.

7. Memperlancar Skill dan Latihan

Dalam hal ini, peranan imajinasi sangatlah penting. Dengan imajinasi

semua latihan yang sifatnya seperti menghafal menjadi lancar dan tampak

seperti kejadian yang sebenarnya. Fungsi motivasi, sifat, dan fungsi

karakter sangat penting dalam imajinasinya.

Page 25: Makalah Pengajaran Drama

C. Pengajaran Drama di Sekolah

Sebagai materi kurikulum maupun pengembangan muatan lokal,

pengajaran drama di sekolah sudah selayaknya segera mendapatkan perhatian

yang lebih serius. Bagi pihak pengelola sekolah, termasuk kepala sekolah dan

guru, perlu dilakukan penggalian potensi-potensi yang ada dalam pelaksanaan

pengajaran drama tersebut. Hal ini dapat berupa pemanfaatan media

pengajaran, misalnya buku-buku cerita, metode pengajaran, antara lain teknik

bermain peran (role playing), maupun sumber daya yang dimiliki, yaitu guru

dan siswa yang berbakat dan berkemampuan dalam melaksanakan pengajaran

drama itu sendiri.

Dari berbagai manfaat yang diperoleh dari pengajaran drama, sudah

sepatutunya jika pihak sekolah segera mengupayakan pengajaran drama

kepada para siswanya. Tetapi, hal ini juga tidak terlepas dari kesiapan pihak

sekolah untuk menyiapkan guru yang berkompeten dalam pengajaran drama.

Bila perlu, sekolah sudah mempersiapkan dari awal seorang atau beberapa

guru bahasa Indonesia yang memiliki keterampilan khusus selain mengajar

bahasa, yaitu keterampilan bermain drama.

Pengajaran drama di sekolah ini sebaiknya diarahkan agar siswa

mampu membaca drama, dan gemar membaca drama. Pokok-pokok bahasan

pengajaran drama meliputi: (1) membaca teks drama dengan lancar dan penuh

pemahaman; (2) membaca drama untuk menambah pengetahuan; (3)

membaca drama untuk menikmati nilai-nilai yang terkandung di dalamnya;

Page 26: Makalah Pengajaran Drama

(4) membaca sastra (drama) terjemahan untuk menambah pengetahuan dan

mengetahui nilai-nilai adat istiadat dalam masyarakat.

Pengajaran drama harus ditekankan pada aspek apresiasi reseptis dan

aspek apresiasi ekspresif. Aspek apresiasi reseptif ini antara lain melalui

kegiatan siswa dalam mendengarkan dan menonton drama, membaca dan

menganalisis berbagai teks drama. Sementara itu aspek apresiasi ekspresif

dapat diwujudkan melalui kegiatan siswa dalam mengungkapakan pikiran,

pendapat, gagasan, dan perasan dan bentuk lisan maupun tulis tentang drama,

seperti membuat teks drama, yang sederhana, menyusun resensi teks drama,

dan bermain drama.

Para siswa sebaiknya dilibatkan dalam permainan drama. Dengan cara

ini menjadikan kegiatan lebih aktif dalam bentuk kerja sama/kolaborasi,

dialog dan pemecahan solusi sebab dengan pelaksanaan yang aktip dapat

membangun proyek mereka. Dengan permainan siswa dapat saling menerima

gagasan di dalam kelas. Lebih dari itu, siswa mempunyai andil dalam

pelaksanaannya. Kegiatan yang dinamis ini menghasilkan pembelajaran yang

baik bagi mereka sendiri. Penggunaan dongeng masa lampau, solusi

permainan drama yang pendek/singkat mempunyai maksud dan bermakna

bagi siswa (dan para guru).

Dalam pengajaran drama di sekolah, pembelajaran apresiasi drama

juga harus menitikberatkan pada apresiasi siswa yaitu kegiatan atau aktivitas

siswa dalam pengajaran drama di sekolah. Apresiasi siswa itu mencakup tiga

hal, yakni kreasi, resepsi, dan kreasi siswa terjadap drama. Adapun kegiatan

Page 27: Makalah Pengajaran Drama

siswa yang berupa kreasi yaitu kegiatan siswa ketika menulis naskah drama

secara individu atau kelompok yang berupa resepsi yaitu kegiatan siswa ketika

membaca dan menghafalkan naskah drama yang telah dibuat, sedangkan yang

berupa ekspresi yaitu ketika siswa mementaskan drama berdasarkan naskah

drama tersebut.

Setiap siswa yang kita hadapi, selain merupakan individu, juga suatu

totalitas yang kompleks. Pada diri siswa dapat dikenali sejumlah kecakapan,

yang biasanya terwujud dalam bentuk kekurangan ataupun kelebihannya.

Dalam kegiatan pembelajaran, kecakapan-kecakapan inilah yang harus dilatih.

Bagi siswa yang lemah perlu dicermati, yang memiliki kelebihan perlu

diarahkan dan dikembangkan lagi. Kecakapan-kecakapan tersebut antara lain:

(a) kecakapan yang bersifat indrawi, (b) kecakapan nalar, (c) kecakapan

afektif, (d) kecakapan sosial, dan (e) kecakapan religius. Seluruh kecakapan

tersebut mewakili aspek personal kehidupan manusia (a—c), dan  sejajar

dengan apa yang disajikan karya sastra pada umumnya (a—e).

Pada pengajaran drama, pengembangan kecakapan-kecakapan

dilaksanakan secara terpadu melalui sebuah proses penggarapan drama dari

awal pelatihan hingga sebuah cerita drama usia dipentaskan. Kecakapan-

kecakapan tersebut hendaknya dikembangkan dengan mempertimbangkan

berbagai aspek sesuai dengan tingkat perkembangan siswa. Peran guru tidak

semata sebagai orang yang serba tahu, melainkan sebagai mediator dalam

memberikan arahan pemeranan terhadap siswanya.

Page 28: Makalah Pengajaran Drama

Efektivitas pengajaran drama, terutama ditentukan oleh corak jalinan

komunikasi antara guru dengan siswanya. Jika upaya untuk menjalin

komunikasi tersebut berhasil (positif), maka terbukalah kepercayaan siswa

terhadap guru, yang selanjutnya siswa akan membuka diri secara lugas. Inilah

yang dapat dipakai sebagai modal berharga dalam pengajaran drama.

Berdasarkan berbagai uraian di atas, dapat ditarik suatu benang merah

bahwa pengajaran drama di sekolah, khususnya sekolah dasar sudah perlu

segera dipertimbangkan mengingat perkembangan dari drama itu sendiri

sebagai suatu seni pertunjukan yang telah banyak memasuki kehidupan

masyarakat, dalam arti drama sebagai seni pertunjukan suadah menjadi suatu

kebutuhan untuk hiburan masyarakat. Melalui pengajaran drama, diharapkan

akan diperoleh bibit-bibit unggul dari siswa yang memiliki potensi besar untuk

menjadi pemain drama yang profesional di kemudian hari.

Pengajaran drama di sekolah juga bukan suatu hal yang keluar dari

kurikulum. Hal ini perlu disampaikan karena ada anggapan dari beberapa

sekolah bahwa pengajaran drama tidak perlu dilakukan dalam pelaksanaan

materi pelajaran, tetapi harus disampaikan sebagai bentuk kegiatan ekstra

kurikuler. Pada beberapa kurikulum pengajaran bahasa Indonesia di sekolah

dasar, pengajaran drama sudah diberikan. Untuk itu, pengajaran drama di

kelas adalah suatu prosedur yang sudah tepat dan sesuai dengan kurikulum.

Pihak sekolah tinggal menyesuaikan alokasi waktu pengajarannya saja.

Selain pemikiran akan suatu drama sebagai kebutuhan dan adanya

kurikulum yang memastikan bahwa pengajaran drama di kelas diperbolehkan,

Page 29: Makalah Pengajaran Drama

terdapat permasalahan serius yang diperlukan sekolah dalam melaksanakan

pengajaran drama tersebut. Permasalahan itu adalah berkaitan dengan

pemenuhan guru atau sumber daya yang akan mengajarkan seni drama kepada

siswa dan media serta metode yang relevan dengan pengajaran drama. Untuk

itu, sudah saatnya pihak sekolah dan pihak-pihak yang bertanggung jawab

terhadap perkembangan dunia pendidikan di Indonesia untuk memikirkan

solusi-solusi atas permasalahan tersebut, misalnya dengan mengharuskan

seorang guru bahasa Indonesia untuk menguasai teknik pengajaran drama di

kelas. Selain itu, juga perlu dipikirkan tentang pemenuhan kebutuhan media

pengajaran drama. Dari berbagai solusi dan pandangan atas pengajaran drama

di sekolah tersebut, diharapkan pengajaran drama di kelas akan segera dapat

diimplementasikan dengan baik dan mampu menghadirkan potensi besar bagi

peningkatan kemampuan akting atau bermain drama pada siswa.

Page 30: Makalah Pengajaran Drama

BAB III

SIMPULAN

Pada hakikatnya, drama merupakan salah satu bagian dari karya sastra.

Oleh karena itu, dalam mempelajari drama kita tidak dapat sepenuhnya lepas dari

pembelajaran sastra secara umum, sehingga sebelum mempelajari mengenai

pembelajaran apresiasi drama, ada baiknya apabila kita mempelajari terlebih

dahulu mengenai pembelajaran apresiasi sastra.

Sebelum belajar tentang drama, siswa harus memiliki kemampuan dalam

menganalisis materi tentang drama, baik dalam kaitannya dengan naskah,

penokohan, dan sebagainya. Pada akhirnya, siswa diharapkan dapat memerankan

drama melalui pementasan, karena tanpa adanya pementasan, drama dianggap

tidak sempurna. Untuk itu, diperlukan suatu pengajaran drama di kelas oleh guru

atau pelatih yang benar-benar memiliki kemampuan dalam mengajar drama.

Begitu juga, sekolah juga harus sanggup menyediakan berbagai sarana penunjang,

seperti media pengajaran yang berupa buku maupun berbagai peralatan dalam

bermain drama.

Sudah saatnya pihak sekolah dan pihak-pihak yang bertanggung jawab

terhadap perkembangan dunia pendidikan di Indonesia untuk memikirkan solusi

atas permasalahan-permasalahan dalam pengajaran drama. Dengan tercapainya

solusi dan diimplementasikannya pengajaran drama pada siswa di kelas,

diharapkan pengajaran drama akan mampu menghadirkan potensi besar bagi

peningkatan kemampuan akting atau bermain drama pada siswa yang berguna

Page 31: Makalah Pengajaran Drama

dalam kehidupan siswa di masa depannya, yang juga sesuai dengan tujuan dari

pembelajaran di sekolah, yaitu untuk masa depan siswa. Pengajaran drama di

sekolah juga akan semakin memperkuat eksistensi drama sebagai suatu karya

sastra. Sudah menjadi kewajiban bangsa untuk mempertahankan dan melestarikan

suatu budaya, termasuk budaya dalam bentuk karya sastra drama sebagai salah

satu kekayaan bangsa.

Page 32: Makalah Pengajaran Drama

DAFTAR PUSTAKA

Agustinus Suyoto. 2006. DASAR-DASAR APRESIASI DRAMA. http://digilib.upi.edu/pasca/available/etd-1106106-132311/. Diakses pada Oktober 2010.

Asul Wiyanto. 2002. Terampil Bermain Drama. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.

Atar Semi. 2000. Menulis Efektif. Padang: CV. Angkasa Raya.

Dwi Hariningsih. 2005. Teater: Sebuah Pengantar. Surakarta: KBD.

Herman J. Waluyo. 2006. Drama: Naskah, Pementasan, dan Pengajarannya. Surakarta: UNS Press.

Imam Syafe’i. 2005. Bahasa Indonesia Profesi. Malang: FPS IKIP Malang.

Panuti Sudjiman. 2000. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: UI Press.

Wahyu Prasetyo. 2009. Pentas Drama: Bernilainya Pembelajaran. http://www.sittibelajar.com. Diakses Oktober 2010.

W. S. Rendra. 2002. Teknik Bermain Peran. Jakarta: Pustaka Jaya.