MAKALAH PENDIDIKAN PANCASILA
-
Upload
nira-latifah-mukti -
Category
Documents
-
view
99 -
download
4
description
Transcript of MAKALAH PENDIDIKAN PANCASILA
MAKALAH PENDIDIKAN PANCASILA
PANCASILA DALAM KONTEKS KETATANEGARAAN
REPUBLIK INDONESIA
DISUSUN OLEH :
Catur Prasetya (121011008)
Herumay Prastama (121011010)
Abdullah Dedi Rimawan (121011011)
Asep Triwibowo (121011026)
Selvina Wahyu Kristanti (121011028)
JURUSAN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRY
INSTITUTE SAINS DAN TEKNOLOGO AKPRIND
YOGYAKARTA
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai dasar negara, Pancasila merupakan suatu asas kerokhanian yang
dalam ilmu kenegaraan popular disebut sebagai dasar filsafat negara
(Philosofische Gronslag). Dalam kedudukan ini Pancasila merupakan sumber
nilai dan sumber norma dalam setiap aspek penyelenggaraan negara, termasuk
sebagai sumber tertib hukum di negara Republik Indonesia. Konsekuensinya
seluruh peraturan perundang-undangan serta penjabarannya senantiasa
berdasarkan nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila Pancasila.
Pancasila merupakan sumber hukum dasar negara baik yang tertulis yaitu
Undang-Undang Dasar negara maupun hukum dasar tidak tertulis atau convensi.
Negara Indonesia adalah negara demokrasi yang berdasarkan atas hukum,
oleh karena itu segala aspek dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara
diatur dalam suatu system peraturan perundang-undangan. Pengertian Pancasila
dalam konteks ketatanegaraan Republik Indonesia adalah pembagian kekuasaan,
lembaga-lembaga tinggi negara, hak dan kewajiban warga negara, keadilan social
dan lainnya diatur dalam suatu Undang-Undang Dasar negara. Pembukaan UUD
1945 dalam konteks ketatanegaraan Republik Indonesia memiliki kedudukan
yang sangat penting karena merupakan staasfundamentalnorm dan berada pada
hierarkhi tertib hukum tertinggi di Negara Indonesia.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, atau
disingkat UUD 1945 atau UUD '45, adalah konstitusi negara Republik Indonesia
saat ini.
UUD 1945 disahkan sebagai undang-undang dasar negara oleh PPKI pada
tanggal 18 Agustus 1945. Sejak tanggal 27 Desember 1945, di Indonesia berlaku
Konstitusi RIS, dan sejak tanggal 17 Agustus 1950 di Indonesia berlaku UUDS
1950. Dekrit Presiden 5 Juli 1959 kembali memberlakukan UUD 1945, dengan
dikukuhkan secara aklamasi oleh DPR pada tanggal 22 Juli 1959.
Pada kurun waktu tahun 1999-2002, UUD 1945 mengalami 4 kali
perubahan (amandemen), yang merubah susunan lembaga-lembaga dalam sistem
ketatanegaraan Republik Indonesia.
Dalam pembahasan, akan dibahas lebih lanjut mengenai Undang - Undang
Dasar 1945, lembaga-lembaga Negara dan hubungannya. Dengan mempelajari
proses di atas maka kita sebagai mahasiswa akan lebih memahami kedudukan
Pancasila sebagai dasar negara yang realisasinya sebagai sumber dari segala
sumber hukum negara Indonesia. Mahasiswa juga diharapkan untuk memiliki
kemampuan untuk memahami isi pembukaan UUD 1945, pembukaan sebagai “
staasfundamentalnorm “ , memahami hubungan UUD 1945 dengan Pancasila dan
pasal – pasal UUD 1945 serta mahasiswa memiliki pengetahuan tentang
reformasi hukum tata negara maka mahasiswa diharapkan mempelajari latar
belakang amandemen serta proses amandemen.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana struktur ketatanegaraan Republik Indonesia?
2. Bagaimana sistem ketatanegaraan menurut Pancasila?
3. Bagaimana makna isi pembukaan UUD 1945 dan kedudukan pembukaan UUD
1945?
C. Tujuan
1. Mengetahui struktur ketatanegaraan Republik Indonesia.
2. Mengetahui peran Pancasila dalam konteks ketatanegaraan Republik
Indonesia.
3. Mengetahui makna isi pembukaan UUD 1945 dan kedudukan pembukaan
UUD 1945.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Undang-Undang Dasar 1945
Yang dimaksud dengan undang-undang dasar dalam UUD 1945 adalah
hukum dasar tertulis yang bersifat mengikat bagi pemerintah, lembaga negara,
lembaga masyarakat, dan warga negara Indonesia di mana pun mereka berada, serta
setiap penduduk yang ada di wilayah Republik Indonesia. Sebagai hukum, UUD
1945 berisi norma, aturan, atau ketentuan yang harus dilaksanakan dan ditaati.
Undang-undang dasar merupakan hukum dasar yang menjadi sumber
hukum. Setiap produk hukum seperti undang-undang, peraturan, atau keputusan
pemerintah. bahkan setiap kebijaksanaan pemerintah harus berlandaskan dan
bersumber pada peraturan yang lebih tinggi dan tidak bertentangan dengan
ketentuan-ketentuan UUD 1945.
Dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta memasuki abad
21, hukum di Indonesia mengalami perubahan yang mendasar, hal ini adanya
perubahan terhadap Undang-Undang Dasar 1945. Perubahan (amandemen)
dimaksud sampai empat kali, yang dimulai pada tanggal 19 Oktober 1999
mengamandemen 2 pasal, amandemen kedua pada tanggal 10 November 2001
sejumlah 10 pasal, dan amandemen keempat pada tanggal 10 Agustus 2002
sejumlah 10 pasal serta 3 pasal Aturan Peralihan dan Aturan Tambahan 2 pasal,
apabila dilihat dari jumlah pasal pada Undang-Undang Dasar 1945 adalah
berjumlah 37 pasal, akan tetapi setelah diamandemen jumlah pasalnya melebihi 37
pasal, yaitu menjadi 39 pasal. Hal ini terjadi karena ada pasal-pasal yang
diamandemen ulang seperti pasal 6A ayat 4 dan pasal 23 C.
1. Struktur Pemerintahan Indonesia Berdasarkan UUD 1945
Demokrasi Indonesia merupakan sistem pemerintahan dari rakyat, dalam
arti rakyat sebagai asal mula kekuasaan negara sehingga rakyat harus ikut
serta dalam pemerintahan untuk mewujudkan suatu cita –citanya.
Demokrasi di Indonesia sebagaimana tertuang dalam UUD 1945
mengakui adanya kebebasan dan persamaan hak juga mengakui perbedaan
serta keanekaragaman mengingat Indonesia adalah “Bhineka Tunggal Ika”.
Secara filosofi bahwa Demokrasi Indonesia mendasar pada rakyat.
Secara umun sistem pemerintahan yang demokratis mengandung unsur-
unsur penting yaitu:
a. Keterlibatan warga negara dalam pembuatan keputusan politik.
b. Tingkat persamaan tertentu diantara warga negara
c. Tingkat kebebasan atau kemerdekaan tertentu yang diakui dan dipakai
oleh warga negara.
d. Suatu sistem perwakilan
e. Suatu sistem pemilihan kekuasaan mayoritas.
Dengan unsur-unsur di atas maka demokrasi mengandung ciri yang
merupakan petokan bahwa warga negara dalam hal tertentu pembuatan
keputusan-keputusan polotik, baik secara langsung maupun tidak langsung
adanya keterlibtan atau partisipasi.
Oleh karena itu di dalam kehidupan kenegaraaan yang menganut sistem
demokrasi, selalu menemukan adanya supra struktur dan infra struktur politik
sebagai pendukung tegaknya demokrasi. Dengan menggunakan konsep
Montesquiue maka supra struktur politik meliputi lembaga legislatif, lembaga
eksekutif, dan lembaga yudikatif. Di Indonesia di bawah sistem UUD 1945
lembaga-lembaga negara atau alat-alat perlengkapan negara adalah:
a. Majelis Permusyawaratan Rakyat
b. Dewan Perwakilan Rakyat
c. Presiden
d. Mahkamah Agung
e. Badan Pemeriksa Keuangan
Alat perlengkapan di atas juga dinyatakan sebagai supra struktur politik.
Adapun infra struktur politik suatu negara terdiri lima komponen sebagai
berikut:
a. Partai Politik
b. Golongan Kepentingan (Interest Group)
c. Golongan Penekan (Preassure Group)
d. Alat Komunikasi Politik (Mass Media)
e. Tokoh-tokoh Politik
2. Pembagian Kekuasaan
Bahwa kekuasaan tertinggi adalah di tangan rakyat, dan dilakukan
menurut Undang-Undang Dasar sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang
Dasar 1945 adalah sebagai berikut:
a. Kekuasaan Eksekutif didelegasikan kepada Presiden (Pasal 4 ayat 1 UUD
1945)
b. Kekuasaan Legislatif, didelegasikan kepada Presiden dan DPR dan DPD
(pasal 5 ayat 1, pasal 19 dan pasal 22C UUD 1945)
c. Kekuasaan Yudikatif, didelegasikan kepada Mahkamah Agung (pasal 24
ayat 1 UUD 1945)
d. Kekuasaan Inspektif atau pengawasan didelegasikan kepada Badan
Pengawas Keuangan (BPK) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) (pasal
20A ayat 1)
e. Dalam UUD 1945 hasil amandemen tidak ada kekuasaan Konsulatatif,
sebelum UUD diamandemen kekuasaan tersebut dipegang oleh Dewan
Pertimbangan Agung (DPA)
3. Sistem Pemerintahan Negara Menurut UUD 1945 Hasil Amandemen
Sebelum adanya amandemen terhadap UUD 1945, dikenal dengan
Tujuh Kunci Pokok Sistem Pemerintahan Negara, namun tujuh kunci pokok
tersebut mengalami suatu perubahan. Oleh karena itu, sebagai studi
komparatif sistem pemerintahan negara menurut UUD 1945 mengalami
perubahan.
a. Indonesia ialah negara yang berdasar atas hukum (Rechstaat)
Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechstaat), tidak berdasarkan
atas kekuasaan belaka (Machstaat), mengandung arti bahwa negara,
termasuk di dalamnya pemerintahan dan lembaga-lembaga negara lainnya
dalam melaksanakan tindakan apapun.
b. Sistem Konstitusi
Pemerintah berdasarkan atas sistem konstitusi (hukum dasar), tidak
bersifat absolut (kekuasaan yang tidak terbatas).
Sistem ini memberikan penegasan bahwa cara pengendalian pemerintahan
dibatsai oleh ketentuan-ketentuan konstitusi dan juga oleh ketentuan-
ketentuan hukum lain merupakan produk konstitusional.
c. Presiden ialah penyelenggara pemerintahan negara yang tertinggi
disamping MPR dan DPR
Berdasarkan UUD 1945 hasil amandemen 2002, Presiden penyelenggara
pemerintahan tertinggi di samping MPR dan DPR, karena Preside dipilih
langsung oleh rakyat. UUD 1945 pasal 6A ayat 1, jadi menurut UUD 1945
ini Presiden tidak lagi merupakan madataris MPR, melainkan dipilih oleh
rakyat.
Presiden tidak bertanggungjawab kepada DPR.
d. Menteri Negara ialah pembantu Presiden, Menteri tidak bertanggung
jawab kepada DPR. Presiden dalam melaksanakan tugas dibantu oleh
menteri-menteri negara, pasal 17 ayat 1 (hasil amandemen)
e. Kekuasaan Kepala Negara tak terbatas, meskipun Kepala Negara tidak
bertanggungjawab kepada DPR, ia bukan “diktaor” artinya kekuasaan
tidak terbatas. Di sini Presiden sudah tidak lagi merupakan mandataris
MPR, namun demikian ia tidak membubarkan DPR atau MPR.
f. Negara Indonesia adalah negara hukum, negara hukum berdasarkan
Pancasila bukan berdasarkan kekuasaan.
Ciri-ciri suatu negara hukum adalah:
1) Pengakuan adan perlindungan hak-gak asasi yang mengandung
persamaan dalam bidang politik, hukum, sosial, ekonomi, dan
kebudayaan.
2) Perlindungan yang bebas dari suatu pengaruh kekuasaan atau
kekyuatan lain dan tidak memihak
3) Jaminan kepastian hukum
g. Kekuasaan Pemerintah Negara
Pasal 4 ayat 1 UUD 1945 menyatakan bahwa Presiden Republik
Indeonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD 19445,
Presiden dibantu oleh seorang Wakil Presiden pasal 4 ayat 2) dalam
melaksanakan tugasnya.
Menurut sistem pemerintahan negaa berdasarkan UUD 1945 hasil
aandemen 2002, bahwa Presiden dipilih langsung oleh rakyat secara
legitimasi. Presiden kedududukannya kuat, di sini kekuasaan Presiden
tidak lagi berada di bawah MPR selaku mandataris. Akan tetapi jika
Presiden dalam melaksanakan tugasnya menyimpang dari konstitsi, maka
MPR melakukan Impeachment, pasal 3 ayat 3 UUD 1945 dan dipertegas
oleh pasal 7A. Proses Impeachment agar bersifat adil dan obyektif harus
diselesaikan melalui Mahkamah Konstitusi(pasal 7B ayat 4 dan 5), dan
jika Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden dan Wakil
Presiden melanggar hukum, maka MPR harus segera bersidang dan
keputusan didukung ¾ dari anggota dan 2/3 dari jumlah anggota yang
hadir (pasal 7B ayat 7)
h. Pemerintah Baerah, diatur oleh pasal 18 UUD 1945
Pasal 18 ayat 1 menjelaskan bahwa Negara Republik Indonesia atas
daerah-daerah propinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan
daerah yang diatur dengan Undang-Undang. Pasal 18 ayat 2 mengatur
otonomi pemerintahan daerah, ayat tersebut menyatakan bahwa
pemerintshsn daerah propinsi, kabupaten, dan kota mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan, atau pengertian otonomi sama artinya mengatur rumah
tangga sendiri.
i. Pemilihan Umum
Hasil amandemen UUD 1945 tahun 2002 secara eksplisit mengatur
tentang Pemilihan Umum dilakukan secara langsung, umum, bebas,
rahasia, jujur, dan adil setiap 5 tahun sekali (pasal 22E ayat 1). Untuk
memilih anggota DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden (pasal 22E ayat
2)
j. Wilayah Negara
Pasal 25A UUD 1945 hasil amandemen 2002 memuat ketentuan bahwa,
Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan
yang bercirir nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya
ditetapkan dengan Undang-Undang.
k. Hak Asasi Manusia menurut UUD 1945
Hak asasi manusia tidaklah mendadak sebagaimana kita lihat dalam
“Universal Declaration of Human Right” pada tanggal 10 Desember 1948
yang ditanda-tangani oleh PBB. Hak asasi manusia sebenarnya tidak dapat
dipisahkan dengan filosofis manusia yang melatarbelakanginya.
Bangsa Indonesia di dalam hak asasi manusia lebih dahulu sudah memiliki
aturan hukumnya seperti dalam Pembukaan UUD 1945 alenia 1
dinyatakan bahwa : “kemerdekaan adalah hak segala bangsa.” Sebagai
contoh di dalam UUD 1945 pasal 28A menyatakan : “Setiap orang berhak
untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.”
Pasal 28A sampai dengan pasal 28J mengatur tentang hak asasi manusia di
dalam UUD 1945.
B. Sistem Ketatanegaraan RI Berdasarkan Pancasila dan UUD 1945
Sistem Konstitusi (hukum dasar) republik Indonesia, selain tersusun dalam
hukum dasar yang tertulis yaitu UUD 1945, juga mengakui hukum dasar yang tidak
tertulis. Perlu diperhatikan bahwa kaidah-kaidah hukum ketatanegaraa terdapat juga
pada berbagai peaturan ketatanegaraan lainnya seperti dalam TAP MPR, UU, Perpu,
dan sebagainya.
Hukum dasar tidak tertulis yang dimaksud dalam UUD 1945 adalah konvensi
atau kebiasaan ketatanegaraan dan bukan hukum adat (juga tidak tertulis), terpelihara
dalam praktek penyelenggaraan negara.
Meminjam rumusan (dalam teori) mengenai konvensi dari AV. Dicey : adalah
ketentuan yang mengenai bagaimana seharusnya mahkota atau menteri melaksanakan
“discretionary powers”
Directionary Powers adalah kekuasaan untuk bertindak atau tidak bertindak
yang semata-mat didasarkan kebijaksanaan atau pertimbangan dari pemegang
kekuasaan itu sendiri.
Hal di atas yang mula-mula mengemukakan adalah Dicey di kalangan sarjana
di Inggris, pendapat tersebut dapat diterima, lebih lanjut beliau memerinci konvensi
ketatanegaraan merupakan hal-hal sebagai berikut:
1. Konvensi adalah bagian dari kaidah ketatanegaraan (konstitusi) yang tumbuh,
diikuti dan ditaai dalam praktek penyelenggaraan negara.
2. Konvensi sebagai bagian dari konstitusi tidak dapat dipaksakan oleh (melalui)
pengadilan.
3. Konvensi ditaati semata-mata didorong oleh tuntutan etika, akhlak atau politik
dalam penyelenggaraan negara.
4. Konvensi adalah ketentuan-ketentuan mengenai bagaimana seharusnya
discretionary powers dilaksanakan.
Menyinggung ketatanegaraan adalah tak terlepas dari organisasi negara, di
sini meuncul pertanyaan yaitu : “apakah negara itu?” Untuk menjawab pertanyaan
tersebut kita pinjam “Teori Kekelompokan” yang dikemukakan oleh Prof. Mr. R.
Kranenburg adalah sebagai berikut:
“Negara itu pada hakikatnya adalah suatu organissasi kekuasaan yang diciptakan oleh
sekelompok manusia yang disebut bangsa dengan tujuan untuk menyelenggarakan
kepentingan mereka bersama”.
Tentang negara muncul adanya bentuk negara dan sistem pemerintahan,
keberadaan bentuk negara menurut pengertian ilmu negara dibagi menjadi dua yaitu:
Monarki dan Republik, jika seorang kepala negara diangkat berdasarkan hak waris
atau keturunan maka bentuk negara disebut Monarki dan kepala negaranya disebut
Raja atau Ratu. Jika kepala negara dipilih untuk masa jabatan yang ditentukan,
bentuk negaranya disebut Republik dan kepala negaranya adalah Presiden.
Bentuk negara menurut UUD 1945 baik dalam Pembukaan dan Batang Tubuh
dapat diketahui pada pasal 1 ayat 1, tidak menunjukkan adanya persamaan
pengertian dalam menggunakan istilah bentuk negara (alinea ke-4), “...... maka
disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia dalam suatu Undang-Undang Dasar
Negara Indonesia yang berkedaulan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang
Maha Esa,...... dan seterusnya. Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang
berbentuk republik.”
Dalam sistem ketatanegaraan dapat diketahui melalui kebiasaan
ketatanegaraan (convention), hal ini mengacu pengertian Konstitusi,
Konstitusimengandung dua hal yaitu : Konstitusi tertulis dan Konstitusi tidak tertulis,
menyangkut konstitusi sekelumit disampaikan tentang sumber hukum melelui ilmu
hukum yang membedakan dalam arti material adalah sumber hukum yang
menentukan isi dan substansi hukum dalam arti formal adalah hukum yang dikenal
dari bentuknya, karena bentuknya itu menyebabkan hukum berlaku umum, contoh
dari hukum formal adalah Undang-Undang dalam arti luas, hukum adat, hukum
kebiasaan, dan lain-lain.
Konvensi atau hukum kebiasaan ketatanegaraan adalah hukum yang tumbuh
dalam praktek penyelenggaraan negara, untuk melengkapi, menyempurnakan,
menghidupkan mendinamisasi kaidah-kaidah hukum perundang-undangan. Konvensi
di Negara Republik Indonesia diakui merupakan salah satu sumber hukum tata
negara.
Pengertian Undang-Undang Dasar 1945 terdiri dari 2 kelompok yaitu:
Pembukaan, Batng Tubuh yang memuat pasal-pasal, dan terdiri 16 bab, 37 pasal, 3
pasal aturan peralihan dan aturan tambahan 2 pasal. Mengenai kedudukan Undang-
Undang Dasar 1945 sebagai sumber hukum tertinggi, Pancasila merupakan segala
sumber hukum. Dilihat dari tata urutan peraturan perundang-undangan menurut TAP
MPR No. III/MPR/2000, tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan
Perundang-undangan.
TAP MPR NO XX/MPRS/1966 TAP MPR NO III/MPR/2000
Tata urutannya sebagai berikut:
1. UUD 1945
2. TAP MPR
3. Undang-Undang / Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang
4. Peraturan Pemerintah
5. Keputusan Presiden
6. Peraturan Pelaksanaan lainnya
seperti:
Peraturan Menteri
Instruksi Menteri
Tata urutannya sebagai berikut:
1. UUD 1945
2. TAP MPR RI
3. Undang-Undang
4. Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang (Perpu)
5. Peraturan Pemerintah
6. Keputusan Presiden
7. Peraturan Daerah
Sifat Undang-Undang Dasar 1945, singakt namun supel, namun harus ingat
kepada dinamika kehidupan masyarakat dan Negara Indonesia, untuk itu perlu
diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Pasalnya hanya 37 buah, hanya mengatur pokok-pokoknya saja, berisi instruksi
kepada penyelenggaraan negara dan pimpinan pemerintah untuk:
1) Menyelenggarakan pemerintahan negara dan
2) Mewujudkan kesejahteraan sosial
b. Aturan pelaksanaan diserahkan kepada tataran hukum yang lebih rendah yakni
Undang-Undang, yang lebih cara membuat, mengubah, dan mencabutnya.
c. Yang penting adalah semangat para penyelenggara negara dan pemerintah
dalam praktek pelaksanaan
d. Kenyataan bahwa UUD 1945 bersifat singkat namun supel seperti yang
dinyatakan dalam UUD 1945, secara kontekstual, aktual dan konsisten dapat
dipergunakan untuk menjelaskan ungkapan “Pancasila merupakan ideologi
terbuka” serta membuatnya operasional.
e. Dapat kini ungkapan “Pancasila merupakan ideologi terbuka” dioperasikan
setelah ideologi Pancasila dirinci dalam tataran nilai. Pasal-pasal yang
mengandung nilai-nilai Pancasila (nilai dasar) yakni aturan pokok di dalam
UUD 1945 yang ada kaitannya dengan pokok-pokok pokiran atau ciri khas yang
terdapat pada UUD 1945. Nilai instrumen Pancasila, yaitu aturan yang
menyelenggarakan aturan pokok itu (TAP MPR, UU, PP, dsb).
Fungsi dari Undang-Undang Dasar merupakan suatu alat untuk menguji
peraturan perundang-undangan di bawahnya apakah bertentangan dengan UUD di
samping juga merupakan sebagai fungsi pengawasan.
Makna Pembukaan UUD 1945 merupakan sumber dari motivasi dan aspirasi
perjuangan dan tekad bangsa Indonesia yang merupakan sumber dari cita hukum dan
cita moral yang ingin ditegakkan baik dalam lingkungan nasional maupun dalam
hubungan pergaulan bangsa-bangsa di dunia. Pembukaan yang telah dirumuskan
secara padat dan hikmat dalam alinea 4 itu, setiap alinea mengandung arti dan makna
yang sangat mendalam, mempunyai nilai-nilai yang dijunjung bangsa-bangsa
beradab, kemudian di dalam pembukaan tersebut dirumuskan menjadi alinea 4.
Alinea pertama berbunyi “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak
segala bangsa, dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan
karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.”
1. Adanya keteguhan dan kuatnya pendirian bangsa Indonesia membela
kemerdekaan melawan penjajah.
2. Tekad bangsa Indonesia untuk merdeka dan tekad untuk tetap berdiri dibarisan
yang paling depan untuk menentang dan menghapus penjajahan diatas dunia.
3. Pengungkapan suatu dalil obyektif, yaitu bahwa penjajahan tidak sesuai dengan
perkemanusiaan dan perikeadilan; penjajah harus ditentang dan dihapuskan.
4. Menegaskan kepada bangsa / pemerintah Indonesia untuk senantiasa berjuang
melawan setiap bentuk penjajahan dan mendukung kemerdekaan setiap bangsa.
Alinea kedua berbunyi : “Dan perjuangan kemerdekaan Indonesia telah
sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa menghantarkan
rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang
merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur”, makna yang terkandung di sini
adalah:
1. Bahwa kemerdekaan yang merupakan hak segala bangsa itu bagi bangsa
Indonesia, dicapai dengan perjuangan pergerakkan bangsa Indonesia.
2. Bahwa perjuangan pergerakan tersebut telah sampai pada tingkat yang
menentukan, sehingga momentum tersebut harus dimanfaatkan untuk menyatakan
kemerdekaan.
3. Bahwa kemerdekaan bukan merupakan tujuan akhir tetapi masih harus diisi
dengan mewujudkan Negara Indonesia yang bebas, bersatu, berdaulat, adil dan
makmur, yang tidak lain adalah merupakan cita –cita bangsa Indonesia ( cita –cita
nasional ).
Alinea ke tiga berbunyi : “Atas berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan
dengan didorong oleh keinginan luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas
maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya “. Maknanya adalah:
1. Motivasispiritual yang luhur bahwa kemerdekaan kita adalah berkat ridho Tuhan.
2. Keinginan yang didambakan oleh segenap bangsa Indonesia terhadap suatu
kehidupan di dunia dan akhirat.
3. Penguuhan dari proklamasi kemerdekaan
Alinea ke-empat berbunyi : “Kemudian daripada itu untuk membentuk
pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamian abadi, keadilan sosial, maka disusunlah
kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang–Undang Dasar Negara
Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat berdasar kepada: Ketuhanan Yang
Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta
dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia “.
Alinea ke empat ini sekaligus mengandung :
1. Fungsi sekaligus tujuan Negara Indonesia yaitu:
a. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
b. Memajukan kesejahteraan umum
c. Mencerdaskan kehidupan bangsa dan
d. Ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilan sosial
2. Susunan / bentuk Negara adalah Republik
3. Sistem pemerintahan Negara adalah Kedaulatan Rakyat
4. Dasar Negara adalah Pancasila, sebagaimana seperti dalam sila–sila yang
terkandung di dalamnya.
Dari uraian diatas maka, sementara dapat disimpulkan bahwa sungguh tepat
apa yang telah dirumuskan di dalam Pembukaan UUD 1945 yaitu: Pancasila
merupakan landasan ideal bagi terbentuknya masyarakat adil dan makmur material
dan spiritual di dalam Negara Republik Indonesia yang bersatu dan demokratif.
Sebelmu menjelaskan mengenai sistem ketatanegaraan Republik Indonesia
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 disampaikan terlebih dahulu mengenai struktur
ketatanegaraan pada umumnya. Istilah struktur ketatanegaraan di sini adalah
terjemahan dari istilah Inggris “The Structure of Government”. Pada umunya struktur
ketatanegaraan suatu negara meliputi dua suasana, yaitu: supra struktur politik dan
infra struktur politik. Yang dimaksud supra struktur politik dan infra struktur di sini
adalah segala sesuatu yang bersangkutan dengan apa yang disebut alat-alat
perlengkapan negara termasuk segala hal yang berhubungan dengannya. Hal-hal yang
termasuk dalam supra struktur politik ini adalah : mengenai kedudukannya,
kekuasaan dan wewenagnya, tugasnya, pembentukannya, serta hubungan antara alat-
alat perlengkapan itu satu sama lain. Adapun infra struktur politik meliputi lima
macam komponen, yaitu : komponen Partai Politik, komponen golongan kepentingan,
komponen alat komunikasi politik, komponen golongan penekan, komponen tokoh
politik.
Praktek ketatanegaraan Negara Republik Indonesia sebelum amandemen
UUD 1945 dapat diuraikan mengenai pendapat-pendapat secara umum yang
berpengaruh berpendapat, UUD 1945 dan Pancasila harus dilestarikan. Upaya
pelestarian ditempuh dengan cara antara lain tidak memperkenankan UUD 1945
diubah. Secara hukum upaya tersebut diatur sebagai berikut:
MPR menyatakan secara resmi tidak akan mengubah UUD 1945 seperti
tercantum dalam TAP MPR No. I/MPR/1983, pasal 104 berbunyi sebagai berikut
“Majelis berketetapan untuk mempertahankan UUD 1945 tidak berkehendak dan
tidak akan melakukan perubahan serta akan melaksanakan secara murni dan
konsekuen.”
Diperkenalkannya “referendum” dalam sistem ketatanegaraan RI. Kehendak
MPR untuk mengubah UUD 1945 harus terlebih dahulu disetujui dalam sebuah
referendum sebelum kehendak itu menjelma menjadi perubahan UUD. Referendum
secara formal mengatur tentang tata cara perubahan UUD 1945 secara nyata.
Lembaga ini justru bertujuan untuk mempersempit kemungkinan mengubah UUD
1945, hal ini dapat diketahui pada bunyi konsideran TAP MPR No. IV/MPR/1983
yang berbunyi “Bahwa dalam rangka makinmenumbuhkan kehidupan demokrasi
Pancasila dan keinginan untuk meninjau ketentuan pengangkatan 1/3 jumlah anggota
MPR perlu ditemukan jalan konstitusional agar pasal 37 UUD 1945 tidak mudah
digunakan untuk merubah UUD 1945.”
Kata “melestarikan” dan “mempertahankan” UUD 1945 secara formal adalah
dengan tidak mengubah kaidah-kaidah yang tertulis dalam pembukaan UUD 1945
diakui bahwa UUD 1945 seperti yang terdapat di dalam penjelasan adalah sebagai
berikut:
“Memang sifat auran itu mengikat, oleh karena itu makin “supel” (elastic) sifatnya
aturan itu makin baik. Jadi kita harus menjaga supaya siatem UUD jangan sampai
ketinggalan jaman.”
Dari uraian di atas dapat diketahui adanya dua prinsip yang berbeda yaitu :
yang pertama, berkeinginan mempertahankan, sedangkan prinsip yang kedua,
menyatakan UUD jangan sampai ketinggalan jaman, yang artinya adanya
“perubahan”, mengikuti perkembangan jaman. Dalam hal ini perlu dicari jalan keluar
untuk memperjelas atas kepastian hukum dalam ketatanegaraan. Jalan keluar salah
satu diantaranya bentuk ketentuan yang mengatur cara melaksanakan UUD 1945
adalah konvensi. Konvensi merupakan keadaan sesungguhnya untuk melaksanakan
UUD 1945. Untuk melestarikan atau mempertahankan UUD 1945 yaitu agar UUD
1945 dapat dilihat sebagai aspek statis dari upaya mempertahankan atau melestarikan
UUD 1945.
Selain alasan-alasan di atas, kehadiran konvensi dalm sistem ketatanegaraan
RI, didorong pula oleh:
1. Konvensi merupakan sub sistem konstitusi yang selalu ada di setiap negara.
2. Republik Indonesia adalah negara yang berkedaulatan rakyat. Konvensi
merupakan salah satu sarana untuk menjamin pelaksanaan kedaulatan rakyat.
Di dalam memperjelas mengenai ketatanegaraan di Indonesia, pada UUD
1945 sebelum amandemen dapat dilihat pada bagan lampiran tersendiri, dan setelah
UUD 1945 dilakukan amandemen yang pertama disahkan pada tanggal 19 Oktober
1999, kedua pada tanggal 18 Agustus 2000, ketiga pada tanggal 9 November 2001
dan keempat pada tanggal 10 Agustus 2002, dari amandemen UUD 1945 tampak
terlihat adanya perubahan struktur ketatanegaraan RI yang selanjutnya di dalam
struktur setelah amandemen adanya lembaga baru yaitu Mahkamah Konstitusi dalam
hal ini diatur ke dalam UUD 1945 yang diamandemen pasal 7B ayat 1-5 yang intinya
adalah menyangkut jabatan Presiden dan Wakil Presiden. Apabila Presiden dan Wakil
Presiden melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara,
seperti melakukan korupsi, penyuapan, dan lainlain harus diajukan terlebih dahulu ke
Mahkamah Konstitusi untuk diperiksa, diadili dan diputuskan seadil-adilnya. Dalam
hal ini, DPR mengajukan masalahnya ke Mahkamah Konstitusi selanjutnya
diserahkan kepada MPR untuk diambil langkah-langkah selanjutnya dalam sidang
istimewa.
Hubungan negara dan warga negara serta HAM menurut UUD 1945 dilihat
dari sejarah bangsa Indonesia tentang kewarganegaraan pada Undang-Undang Dasar
1945 sebagaimana pasal 26 ayat 1 menentukan bahwa “Yang menjadi warga negara
ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang bangsa lain yang disahkan dengan
Undang-Undang sebagai warga negara”, sedangkan ayat 2 menyebutkan bahwa
“Syarat-syarat mengenai kewarganegaraan ditetapkan dengan Undang-Undang.”
Mengacu pada pembahasan oleh Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia, masalah hak asasi manusia Indonesia menjadi perdebatan
sengit. Ada yang mengusulkan agar hak asasi manusia dimasukkan ke dalam ide
tetapi ada juga yang menolaknya. Pada akhirnya antara pro dan kontra tentang hak
asasi manusia dimasukkan dalam UUD dilengkapi suatu kesepakatan yaitu masuk ke
dalam pasal-pasal : 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, dan 34. Yang dimaksud kewajiban asasi
adalah setiap pribadi untuk berbuat agar eksistensi negara atau masyarakat dapat
dipertahankan, sebaliknya negara memiliki kemampuan menjamin hak asasi warga
negaranya. Mengenai hak asasi manusia merupakan hak yang melekat pada diri
manusia itu sejak lahir, terlihat dari uraian di atas mengenai hubungan antar warga
negara masing-masing memiliki hak dan kewajiban.
BAB III
PERMASALAHAN
A. Permasalaha dalam Ketatanegaraan (Keistimewaan Yogyakarta)
Pada satu tema, gubernur dipilih langsung oleh rakyat atau ditetapkan. Perbedaan
pendapat antara istana dengan Sri Sultan Hamengku Buwono X semakin kentara saat
wacana referendum mengemuka.
Sultan meminta keputusan penentuan gubernur dan wakil gubernur Daerah
Istimewa Yogyakarta dipilih secara langsung harus disepakati melalui referendum.
Pemerintah dan DPR, kata Raja Yogyakarta itu, tak bisa menentukan itu sendiri.
Keistimewaan Yogyakarta dipertanyakan?
Pada jumat 26 november 2011, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat
membuka rapat kabinet terbatas di kantornya mengatakan tidak pernah melupakan
sejarah dan keistimewaan DIY.
Keistimewaan DIY itu sendiri berkaitan dengan sejarah dari aspek-aspek lain
yang harus diperlakukan secara khusus sebagaimana pula yang diatur dalam undang-
undang dasar. Maka itu harus diperhatikan aspek Indonesia adalah negara hukum dan
negara demokrasi.
Pernyataan ini yang mungkin menuai kontroversi. "nilai-nilai demokrasi tidak
boleh diabaikan. Oleh karena itu, tidak boleh ada sistem monarki yang bertabrakan
dengan konstitusi mau pun nilai-nilai demokrasi," kata SBY.
Sejak sebelum Indonesia merdeka, baru kali ini keistimewaan Yogyakarta
dipertanyakan. Status sebagai daerah istimewa itu merujuk pada runutan sejarah
berdirinya propinsi ini, baik sebelum maupun sesudah proklamasi kemerdekaan
Republik Indonesia.
Sebelum Indonesia merdeka, Yogyakarta sudah mempunyai tradisi
pemerintahan karena Yogyakarta adalah Kasultanan, termasuk di dalamnya terdapat
juga Kadipaten Pakualaman. Daerah yang mempunyai asal-usul dengan
pemerintahannya sendiri, di zaman penjajahan Hindia Belanda disebut Zelfbesturende
Landschappen. Di zaman kemerdekaan disebut dengan nama Daerah Swapraja.
Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat berdiri sejak 1755 didirikan oleh
Pangeran Mangkubumi yang kemudian bergelar Sultan Hamengku Buwono I.
Kadipaten Pakualaman, berdiri sejak 1813, didirikan oleh Pangeran Notokusumo,
(saudara Sultan Hamengku Buwono II ) kemudian bergelar Adipati Paku Alam I.
Pemerintah Hindia Belanda saat itu mengakui kasultanan maupun pakualaman,
sebagai kerajaan dengan hak mengatur rumah tangga sendiri. Semua itu dinyatakan
dalam kontrak politik. Terakhir kontrak politik kasultanan tercantum dalam
Staatsblad 1941 no 47 dan kontrak politik pakualaman dalam staatsblaad 1941 nomor
577.
Pada saat Proklamasi Kemerdekaan RI, Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri
Paku Alam VIII mengetok kawat kepada Presiden RI, menyatakan bahwa Daerah
Kasultanan Yogyakarta dan Daerah Pakualaman menjadi bagian wilayah Negara
Republik Indonesia, serta bergabung menjadi satu mewujudkan satu kesatuan Daerah
Istimewa Yogyakarta.
Sri sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII sebagai Kepala Daerah
dan Wakil Kepala Daerah bertanggung jawab langsung kepada Presiden Republik
Indonesia. Pegangan hukumnya adalah:
1. Piagam kedudukan Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII
tertanggal 19 Agustus 1945 dari Presiden RI
2. Amanat Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Amanat Sri Paku Alam VIII
tertanggal 5 September 1945 (yang dibuat sendiri-sendiri secara terpisah)
3. Amanat Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII tertanggal 30
Oktober 1945 (yang dibuat bersama dalam satu naskah).
Dengan dasar pasal 18 Undang-undang 1945, DPRD DIY menghendaki agar
kedudukan sebagai Daerah Istimewa untuk Daerah Tingkat I, tetap lestari dengan
mengingat sejarah pembentukan dan perkembangan Pemerintahan Daerahnya yang
sepatutnya dihormati.
Pasal 18 undang-undang dasar 1945 itu menyatakan bahwa "pembagian Daerah
Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk susunan pemerintahannya
ditetapkan dengan undang-undang dengan memandang dan mengingat dasar
permusyawaratan dalam sistem Pemerintahan Negara dan hak-hak asal-usul dalam
Daerah-daerah yang bersifat Istimewa".
Sebagai Daerah Otonom setingkat Propinsi, DIY dibentuk dengan Undang-
undang No.3 tahun 1950, sesuai dengan maksud pasal 18 UUD 1945 tersebut.
Disebutkan bahwa Daerah Istimewa Yogyakarta adalah meliputi bekas
Daerah/Kasultanan Yogyakarta dan Daerah Pakualaman.
Jakarta - Daerah Istimewa Yogyakarta paling berperan saat Republik Indonesia
mengalami masa-masa sulit di masa awal kemerdekaan. Jutaan gulden dikucurkan
dari kocek pribadi kraton untuk membayar para pegawai pemerintah tiga bulan
pertama pemerintahan dipindah ke Yogya. Ibaratnya, Yogyakarta merawat bayi RI
yang baru lahir.
"Kita hendaknya hargai sejarah, termasuk membalas budi kepada DIY, termasuk
juga Sultan HB IX. Pada tahun 1945-1948 bahkan sampai awal 1949, Yogyakarta
bagaikan bidan yang merawat bayi RI yang baru lahir," kata sejarawan LIPI, Asvi
Warman Adam, saat dihubungi detikcom, Selasa (30/11/2010).
Pada tahun-tahun tersebut, Ibukota Indonesia yang masih berada di Jakarta
sedang dalam suasana mencekam. Ribuan orang tewas dibantai oleh Belanda,
Jepang, dan bahkan penduduk pribumi sendiri hingga akhirnya Soekarno-Hatta pun
mengungsi ke Yogyakarta.
"Bayangkan, Soekarno dan keluarganya bersama Hatta waktu itu ke Yogyakarta
naik satu gerbong ke Yogya tanpa bawa apa-apa. Kemudian ditampung di Yogya
oleh Sultan HB," papar Asvi.
Tak cuma itu, para pegawai pemerintah pun saat itu yang menggaji adalah
Kraton Yogya. Sedikitnya 5 juta gulden telah dikeluarkan oleh pihak kraton untuk
menggaji para pegawai pemerintah kala itu.
"Kalau mau mencopot keistimewaan Yogyakarta, kembalikan dulu 5 juta gulden
termasuk bunga-bunganya. Zaman dulu uang segitu banyak banget," papar Asvi.
Bahkan, imbuh Asvi, saat Soekarno dan Hatta ditahan oleh pemerintah Belanda,
baik Fatmawati Soekarno dan Rahmi Hatta, hidupnya juga masih dibiayai oleh
Sultan HB IX. "Ibu Rahmi Hatta mengakui diberi 300 gulden," ujarnya.
RUU Keistimewaan DIY pertama kali diusulkan pada 2002 dan hingga kini
belum juga diserahkan kepada DPR. Substansi kontroversial yang menyebabkan
RUU ini tak juga beringsut aadalah kemimpinan DIY apakah dipilih langsung atau
ditetapkan.
Pres iden SBY memerintahkan RUU itu intens digodok. Dia
menyebutkan,"Tidak mungkin ada sistem monarki yang bertabrakan baik dengan
konstitusi maupun nilai demokrasi."
Statemen ini dimaknai bahwa SBY ingin Gubernur DIY dipilih lewat pilkada.
Statemen itu juga disebut melukai perasaan warga Yogya.
BAB IV
PERMASALAHAN
A. KESIMPULAN
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, adalah
konstitusi negara Republik Indonesia yang disahkan sebagai undang-undang dasar
negara oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945, yang pada kurun waktu tahun 1999-
2002, UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan (amandemen), yang merubah susunan
lembaga-lembaga dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia.
Indonesia adalah Negara demokrasi yang berdasarkan atas hukum. Oleh
karena itu, dalam segala aspek pelaksanaan dan penyelenggaraan Negara diatur dalam
sistem peraturan perundang-undangan. Hal inilah yang dimaksud dengan pengertian
Pancasila dalam konteks ketatanegaraan Republik Indonesia.
B. SARAN
Kita sebagai bangsa Indonesia, supaya mampu mencermati nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila. Dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara,
sebagai masyarakat madani, yaitu masyarakat yang tidak buta akan posisi dasar
negara, hendaknya kita bisa mengaplikasikan semua aspek-aspek yang terkandung
dalam Pancasila kedalam kehidupan sehari-hari.
Penyimpangan-penyimpangan terhadap nilai-nilai hukum, baik itu yang sudah
tertulis dan tertuang dalam kitab perundang-undangan maupun yang sudah mengalir
dalam konvensi, perlu adanya suatu evaluasi untuk menciptakan suasana masyaakat
yang kondusif.
DAFTAR PUSTAKA
http://blog.umy.ac.id/suhe08/2011/12/14/pancasila-dalam-konteks-ketatanegaraan-
republik-indonesia/ (diakses pada : minggu, 12 mei 2013)
http://politik.kompasiana.com/2013/05/09/implementasi-pancasila-sebagai-dasar-
negara-dalam-sistem-ketatanegaraan-republik-indonesia-554238.html(diakses pada :
minggu, 12 mei 2013)
http://verahadiyati.blogspot.com/2012/06/pancasila-dalam-konteks-
ketatanegaraan.html(diakses pada : minggu, 12 mei 2013)
http://bebylifestory.wordpress.com/2013/01/11/pancasila-dalam-konteks-
ketatanegaraan-republik-indonesia/(diakses pada : minggu, 12 mei 2013)