Makalah Pbl Traktus Urogenitalis
-
Upload
joanadechantallaiyan -
Category
Documents
-
view
64 -
download
1
description
Transcript of Makalah Pbl Traktus Urogenitalis
MAKALAH PBL TRAKTUS UROGENITALIS
Joana de Chantal laiyan
102011151
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Kampus II Jalan Terusan Arjuna No. 6, Jakarta 11510
Email : [email protected]
Pendahuluan
Sistem perkemihan atau sistem urinaria, adalah suatu sistem dimana terjadinya proses
penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan
menyerap zat-zat yang masih di pergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan oleh
tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih).Sistem ini terdiri daripada
beberapa organ seperti ginjal, ureter, vesika urinaria dan urethra.Setiap organ-organ ini
memiliki fungsi masing-masing.Ginjal berfungsi sebagai tempat filtrasi, reabsorbsi dan
sekresi urin. Yang mana urin ini akan disalurkan ke dalam vesika urinaria melalui ureter.
Vesika urinaria memiliki kapasitas yang terbatas sebagai tempat menyimpan urin. Apabila
urin sudah mencecah kira-kira 150 cc, tubuh badan akan memberi respon untuk
mengeluarkan urin daripada tubuh badan. Kemudian, pada masa yang sesuai di tempat yang
sesuai, urin tersebut akan diekskresi keluar dari vesika urinaria melalui urethra.1
Pembahasan
Mikroskopik organ-organ dalam sistem berkemih
Ginjal
Ginjal memiliki sisi medial yang cekung, yaitu hilum di mana ia merupakan tempat bagi
saraf, pembuluh darah dan pembuluh limfe masuk dan keluar serta permukaan lateral yang
cembung. Pelvis renis yaitu bagian ujung atas ureter yang melebar dibagi menjadi dua; kaliks
mayor dan kaliks minor. Ginjal dapat dibagi dalam korteks luar dan medula dalam.Pada
manusia, medula dalam berbentuk piramidal, yaitu piramid medula.Dari dasar setiap piramid
medula, terjulur berkas-berkas tubulus paralel, berkas medula yang menyusup ke dalam
korteks.Setiap korteks medula terdiri atas satu atau lebih duktus koligens bersama bagian
1
lurus beberapa nefron, yaitu satuan fungsional ginjal. Massa jaringan korteks yang
mengelilingi setiap piramid medula membentuk sebuah lobus renis, dan setiap berkas medula
merupakan pusat dari lobulus renis. Jaringan korteks juga terdapat di antara piramid medula
dan struktur ini disebut kolumna Bertin.
Setiap ginjal terdiri atas 1-4 juta nefron.Nefron terdiri dari tubulus kontortus proksimal,
segemen tipis dan tebal ansa Henle, tubulus kontortus distal dan duktus koligens.Seberkas
kapiler yaitu glomerulus, dikelilingi oleh kapsula Bowman.Lapisan dalam kapsula ini yaitu
lapisan viseralis meliputi kapiler glomerulus.Lapisan luar membentuk batas luar nefron dan
disebut lapisan parietal kapsula Bowman.Di antara kedua lapisan kapsula Bowman terdapat
ruang urinarius yang menampung cairan yang di saring melalui kapiler glomerulus dan
lapisan viseral.Setiap nefron mempunyai kutub vaskular, tempat arteriol aferen masuk dan
arteriol eferen keluar.Lapisan parietal kapsula Bowman terdiri atas epitel selapis gepeng yang
ditunjang lamina basalis dan epitel ini berubah menjadi epitel selapis silindris yang menjadi
ciri tubulus kontortus proksimal. Sel lapisan viseral ini yaitu podosit menjulurkan cabang
yang kemudiannya menjulurkan banyak pedikel. Pedikel ini memeluk kapiler
glomerulus.Podosit berselang-seling meninggalkan celah filtrasi.
Tubulus kontortus proksimal dilapisi epitel selapis kuboid atau silindris.Sel-sel epitel ini
memiliki sitoplasma asidofilik yang disebabkan adanya mitokondria panjang dalam jumlah
yang besar. Apeks sel pula memiliki banyak mikrovili yang membentuk suatu brush border.
Tubulus ini memiliki lumen lebar dan dikelilingi oleh kapiler peritubulus. Lengkung Henle
adalah struktur berbentuk U terdiri atas pars desendens dan pars asendens. Lumen ruas ini
lebar karena dindingnya terdiri atas sel epitel gepeng yang intinya hanya sedikit menonjol ke
dalam lumen.Kira-kira sepertujuh dari semua nefron terletak dekat batas korteks-medula dan
karenanya disebut nefron jukstamedula.Nefron lainnya disebut nefron kortikal.Nefron
jukstamedula terutama penting untuk mempertahankan gradien hipertonik dalam interstisium
medula.Tubulus kontortus distal adalah bagian terakhir nefron.Tubulus ini dilapisi oleh epitel
selapis kuboid.Lumen tubulus ini sangat besar dan karena sel-sel di tubulus distal lebih
gepeng dan lebih kecil berbanding tubulus proksimal, tubulus distal tampak lebih banyak sel
dan inti pada dinding tubulus distal.Sel-sel dari tubulus kontortus distal menjadi silindris
dalam daerah jukstaglomerulus dan intinya berhimpitan.Bagian dinding tubulus kontortus
distal yang dimodifikasi ini disebut makula densa.Sel-sel makula densa sensitif terhadap
kandungan ion klorida dalam cairan tubulus, menghasilkan sinyal molekular yang
menimbulkan konstriksi arteriol aferen glomerulus.Mekanisme ini membuat makula densa
2
mampu mengatur kecepatan filtrasi glomerulus.Urin mengalir dari tubulus kontortus distal ke
tubulus koligens, yang saling bergabung membentuk duktus koligens yang lebih besar dan
lebih lurus, yaitu duktus papilaris Bellini, yang berangsur melebar sewaktu mendekati puncak
piramid.Sewaktu tubulus masuk lebih dalam ke dalam medula, sel-selnya meninggi sampai
menjadi sel silindris.Dalam medula, duktus koligens merupakan komponen utama dari
mekanisme pemekatan urin.Selain itu terdaapt juga sel jukstaglomerulus.Tunika media dari
arteriol aferen terdiri atas sel otot polos yang dimodifikasi.Sel-sel ini disebut
jukstaglomerulus yang memiliki inti lonjong dan sitoplasma penuh granula sekretoris.Sekret
sel jukstaglomerulus berperan mempertahankan tekanan darah.
Vesica Urinaria dan Ureter
Kandung kemih dan saluran keluar urin menampung urin yang dibentuk dalam ginjal dan
menyalurkan urin keluar. Kaliks, pelvis renis, ureter dan kandung kemih memiliki struktur
histologi dasar serupa, dan dinding ureter secara berangsur menebal sewaktu mendekati
kandung kemih. Mukosa organ-organ ini terdiri atas epitel transisional dan lamina propria
dari jaringan ikat padat sampai longgar.Mengelilingi lamina propria organ ini terdapat
selubung anyaman otot polos padat. Epitel transisional dari kandung kemih dalam keadaan
tidak diregangkan mempunyai tebal lima atau enam sel. Sel superfisial membulat dan
menonjol ke dalam lumen. Bila epitel itu diregangkan, seperti bila kandung kemih itu penuh
dengan urin, maka epitel hanya setebal tiga atau empat sel, dan sel superfisial menjadi
gepeng. Lapis muskular dalam kaliks, pelvis renal dan ureter mempunyai susunan berpilin di
mana tiga lapisan yang berbeda dapat diidentifikasi; lapisan longitudinal interna yang berada
distal dari leher kandung kemih, menjadi sirkular mengelilingi uretra pars prostatika dan
lapisan longitudinal luar berlanjut ke ujung prostat pada pria.
Uretra
Uretra adalah tabung yang membawa urin dari kandung kemih ke dunia luar. Uretra pria
terdiri atas empat bagian; pars prostatika, pars membranosa, pars bulbosa dan pars pendulosa.
Bagian awal uretra melalui prostat yang terletak sangat dekat dengan kandung kemih dan
duktus yang mengangkut sekret prostat bermuara ke dalam uretra pars prostatika. Uretra pars
prostatika dilapisi epitel transisional. Uretra pars membranosa hanya 1cm panjangnya,
dilapisi epitel berlapis atau bertingkat silindris. Mengelilingi uretra bagian ini terdapat
sfingter otot rangka yaitu sfingter uretra eksterna. Uretra pars bulbosa dan pars pendulosa
terletak dalam korpus spongiosum dari penis. Epitel bagian uretra ini hampir seluruhnya
3
bertingkat dan silindris dengan daerah-daerah berlapis dan gepeng. Kelenjar Littre adalah
kelenjar mukosa yang terdapat sepanjang uretra tetapi terutama dalam pars pendulosa. Bagian
sekresi sebagian kelenjar ini berhubungan langsung dengan epitel pelapis uretra.2
Makroskopik organ-organ dalam sistem berkemih
Ren/Ginjal
Kedua ren terletak retroperitoneal pada dinding abdomen, masing-masing di sisi kanan dan
sisi kiri columna vertebralis setinggi vertebra T12 sampai vertebra L3.Ren dexter terletak
sedikit lebih rendah daripada ren sinister karena besarnya lobus hepatis dexter. Masing-
masing ren memiliki facies anterior dan facies posterior, margo medialis dan margo lateralis,
extremitas superior dan extremitas inferior. Ke arah kranial masing-masing ren berbatas pada
diafragma yang memisahkannya dari cavitas pleuralis dan costa XII.Lebih ke kaudal facies
posterior ren berbatas pada musculus quadratus lumborum.Pada tepi medial masing-masing
ren yang cekung, terdapat celah vertikal yang dikenal sebagai hilum renalis, yakni tempat
arteri renalis masuk, dan vena renalis serta pelvis renalis keluar.Hilum renalis sinistrum
terletak dalam bidang transpilorik, kira-kira 5 cm dari bidang median, setinggi vertebra L1.Di
hilum renalis, vena renalis terletak ventral dari arteri renalis yang berada ventral dari pelvis
renalis.Hilum renalis memberi jalan ke suatu ruang dalam ren yang dikenal sebagai sinus
renalis, berisi pelvis renalis, calices renales, pembuluh darah, saraf dan jaringan lemak yang
banyaknya dapat berbeda-beda.
Kedua ureter adalah pipa berotot sempit yang mengantar urin dari kedua ren ke vesica
urinaria.Bagian kranial ureter yang lebar, yakni pelvis renalis terjadi karena persatuan dua
atau tiga calices renales majores yang masing-masing menghimpun dua atau tiga calices
renales minores.Setiap calices renales minores memperlihatkan sebuah takik yang terjadi
4
karena menonjolnya masuk puncak pyramis renalis yang disebut papilla renalis.Pars
abdominalis ureter melintas amat dekat pada peritoneum parietale dan terletak retroperitoneal
dalam seluruh panjangnya.Kedua ureter melintas ke arah mediokaudal sepanjang processus
transversi vertebrarum lumbaliorum dan menyilang arteri iliaca externa tepat distal dari
tempat arteri iliaca externa dipercabangkan dari arteri iliaca commnis. Lalu masing-masing
ureter menyusuri dinding pelvis lateral untuk bermuara dalam vesica urinaria.3
Kedua glandula suprarenalis masing-masing terletak pada bagian kraniomedial ren.Masing-
masing glandula suprarenalis terbungkus dalam capsula fibrosa dan diliputi oleh fascia
renalis.Bentuk dan topografi masing-masing glandula suprarenalis berbeda.Glandula
suprarenalis dextra yang berbentuk segi tiga, terletak ventral terhadap diafragma dan ke arah
ventral menyentuh vena cava inferior di sebelah medial, dan hepar di sebelah lateral.Glandula
suprarenalis sinistra yang berbentuk seperti bulan sabit, berbatas pada splen, gaster, pankreas
dan crus diafragma.
Vesica Urinaria
Sewaktu kosong, vesica urinaria terletak dalam pelvis minor, dorsal dan agak kranial dari
ossa pubis. Vesica urinaria terpisah dari tulang-tulang tersebut oleh spatium retropubicum
dan pada tempat ia bersandar di atas dasar pelvis, terletak kaudal dari peritoneum.
Kedudukan vesica urinaria dalam jaringan lemak ekstraperitoneal membuatnya relatif bebas,
kecuali cervix vesicae yang tertambat erat oleh ligamentum pubovesicale pada wanita dan
ligamentum puboprostaticum pada laki-laki.Sewaktu terisi, vesica urinaria membesar ke arah
kranial ke dalam lemak ekstraperitoneal lembar superfisial fascia dinding abdomen
ventral.Dalam vesica urinaria selalu terdapat sedikit banyak urin dan bentuknya lebih kurang
membulat.Vesica urinaria yang kosong dan berbentuk limas, memiliki empat permukaan.Dua
permukaan laterokaudal bersentuhan dengan fascia penutup musculus levator ani.Permukaan
dorsokaudal vesica urinaria adalah alasnya (fundus vesicae). Pada wanita fundus vesicae ini
berhubungan erat dengan dinding ventral vagina: pada laki-laki fundus vesicae berbatas pada
rectum. Apex vesicae mengarah ke tepi kranial symphysis pubica.Cervix vesicae merupakan
pertautan fundus vesicae dengan permukaan-permukaan laterokaudal.
Urethra
Urethra menyalur urin keluar dari vesica urinaria melalui ostium urethrae externum pada
ujung glans penis. Urethra juga merupakan penyalur cairan mani. Secara deskriptif urethra
5
dibedakan menjadi tiga bagian: pars prostatica, pars membranacea dan pars spongiosa. Pars
prostatica berawal pada ostium urethrae internum pada puncak trigonum vesicae dan melintas
ke kaudal menembus prostata dengan membentuk sebuah lengkung yang sedikit mencekung
ke ventral.Bagian pertama urethra berakhir dengan menembus fascia diafragmatis
urogenitalis superior.Pars prostatica ini adalah bagian urethra yang paling lebar dan paling
mudah dilebarkan. Pars membranacea urethra adalah bagian urethra yang terpendek, tertipis,
dan tersempit. Pars membranacea berawal pada apex prostata dan berakhir pada bulbus penis
untuk beralih menjadi pars spongiosa urethra. Dorsolateral terhadap pars membranacea
urethra, di sebelah kanan dan kiri, terdapat sebuah glandula bulbourethralis yang kecil, serta
pipanya yang halus. Pars spongiosa urehtra, bagian urethra terpanjang melewati bulbus penis
dan corpus spongiosa penis dan berakhir pada ostium urethra externum. Ke dalam pars
spongiosa urethra bermuara lubang-lubang renik yang merupakan muara glandula urethralis
yang menghasilkan lendir.3
Fungsi ginjal
Kebanyakan orang telah mengenal salah satu fungsi ginjal yang penting yaitu untuk
membersihkan tubuh dari bahan-bahan sisa hasil pencernaan atau yang diproduksi oleh
metabolisme.Fungsi kedua merupakan fungsi yang sangat penting, yaitu untuk mengontrol
volume dan komposisi cairan tubuh.Untuk air dan semua elektrolit dalam tubuh,
keseimbangan antara suapan (hasil dari metabolik) dan keluaran (hasil dari ekskresi atau
konsumsi metabolik) sebagian besar dipertahankan oleh ginjal.Fungsi pengaturan oleh ginjal
ini memelihara kestabilan lingkungan sel yang diperlukan untuk melakukan berbagai
aktivitasnya. Ginjal melakukan fungsinya yang paling penting dengan cara menyaring plasma
dan memisahkan zat dari filtrat dengan kecepatan yang bervariasi, bergantung pada
kebutuhan tubuh. Akhirnya ginjal “membuang” zat-zat yang tidak diinginkan dari filtrat (dan
oleh karena itu dari darah) dengan cara mengekskresikannya ke dalam urin, sementara zat
yang dibutuhkan dikembalikan ke dalam darah. Selain itu, ginjal juga mempunyai fungsi-
fungsi lain seperti mengekskresi produk sisa metabolik dan bahan kimia asing, pengaturan
keseimbangan air dan elektrolit, pengaturan osmolaritas cairan tubuh dan konsentrasi
elektrolit, pengaturan tekanan arteri, pengaturan keseimbangan asam-basa, sekresi,
metabolisme, dan ekskresi hormon, dan glukoneogenesis.
Produk-produk yang diekskresi ginjal meliputi urea (dari metabolisme asam amino), kreatinin
(dari kreatin otot), asam urat (dari asam nukleat), produk akhir pemecahan hemoglobin dan
6
metabolit berbagai hormon.Ginjal juga membuang sebagian besar toksin dan zat asing
lainnya yang diproduksi oleh tubuh atau pencernaan, seperti peptisida, obat-obatan dan zat
aditif makanan.Untuk mempertahankan homeostasis, ekskresi air dan elektrolit harus sesuai
dengan asupannya. Jika asupan melebihi ekskresi, jumlah zat dalam tubuh akan meningkat.
Jika asupan kurang dari ekskresi, jumlah zat dalam tubuh akan berkurang. Asupan air dan
elektrolit terutama ditentukan oleh kebiasaan makan dan minum seseorang, sehingga
mengharuskan ginjal untuk mengatur kecepatan ekskresinya sesuai dengan asupan berbagai
zat. Ginjal turut mengatur asam-basa, bersama dengan paru dan sistem dapar cairan tubuh,
dengan cara mengekskresikan asam dan mengatur penyimpanan dapar cairan tubuh. Ginjal
merupakan satu-satunya organ untuk membuang tipe-tipe asam tertentu dari tubuh, seperti
asam sulfur dan asam fosfat yang dihasilkan dari metabolisme protein.
Mekanisme filtrasi di glomerulus ginjal dan faktor-faktor yang mempengaruhinya
Sewaktu filtrat glomerulus memasuki tubulus ginjal, filtrat ini mengalir melalui bagian-
bagian tubulus secara berturutan.Filtrat ini melalui tubulus proksimal, ansa Henle, tubulus
distal, akhirnya duktus kolligens, sebelum diekskresikan sebagai urin. Di sepanjang jalan
yang dilaluinya, beberapa zat direabsorbsi secara selektif dari tubulus kembali ke dalam
darah, sedangkan yang lain disekresikan dari darah ke dalam lumen tubulus. Pada akhirnya,
urin yang terbentuk dan semua zat di dalam urin akan menggambarkan penjumlahan dari tiga
proses dasar ginjal yaitu filtrasi glomerulus, reabsorbsi tubulus, dan sekresi tubulus:
Ekskresi urin = Filtrasi glomerulus – Reabsorbsi tubulus – Sekresi tubulus
Untuk kebanyakan zat, dalam menentukan kecepatan akhir ekskresi urin, reabsorbsi
memegang peranan lebih penting daripada sekresi. Walaupun demikian, jumlah ion kalium,
ion hidrogen, dan sebagian kecil zat-zat lain yang dijumpai dalam urin tergantung pada
proses sekresi.
Pembentukan urin dimulai dengan filtrasi sejumlah besar cairan melalui kapiler glomerulus
ke dalam kapsula Bowman.Seperti kebanyakan kapiler, kapiler glomerulus juga relatif
impermeabel terhadap protein, sehingga cairan hasil filtrasi (disebut filtrat glomerulus) pada
dasarnya bersifat bebas protein dan tidak mengandung elemen selular, termasuk sel darah
merah.Konsentrasi isi filtrat glomerulus lainnya, termasuk sebagian besar garam dan molekul
organik, serupa dengan konsentrasinya dalam plasma.Pengecualian terhadap keadaan umum
ini ialah beberapa zat dengan berat molekul ringan seperti kalsium dan asam lemak, yang
7
tidak difiltrasi secara bebas karena zat tersebut sebagian terikat pada protein plasma.Hampir
setengah dari kalsium plasma dan sebagian besar asam lemak plasma terikat pada protein,
dan bagian yang terikat ini tidak difiltrasi dari kapiler glomerulus.
Seperti pada kapiler lain, GFR (Glomerulus Filtration Rate) ditentukan oleh (1)
keseimbangan antara daya osmotik koloid dan (2) hidrostatik yang bekerja pada membran
kapiler dan koefisien filtrasi kapiler (Kf), hasil permeabilitas dan filtrasi daerah permukaan
kapiler. Kapiler glomerulus mempunyai laju filtrasi yang jauh lebih tinggi dibandingkan
sebagian besar kapiler lainnya karena tekanan hidrostatik glomerulus yang tinggi dan Kf yang
besar. Pada orang dewasa normal, GRFnya sekitar 125 ml/menit, atau 180 liter/hari. Fraksi
aliran plasma renal yang difiltrasi rata-rata sekitar 0,2; ini menandakan bahwa kira-kira 20%
plasma yang mengalir melalui ginjal akan difiltrasi oleh kapiler glomerulus. Fraksi filtrasi
dihitung sebagai berikut:
Fraksi filtrasi = GFR/Aliran plasma ginjal
GFR ditentukan oleh (1) jumlah daya hidrostatik dan osmotik koloid pada membran
glomerulus, yang menghasilkan tekanan filtrasi akhir, dan (2) koefisien filtrasi kapiler
glomerulus, Kf. Secara matematis, GFR merupakan hasil dari Kf dan tekanan filtrasi akhir:
GFR = Kf x Tekanan filtrasi akhir
Tekanan filtrasi akhir merupakan jumlah daya osmotik koloid dan hidrostatik yang
mendorong atau melawan filtrasi yang terjadi pada kapiler glomerulus. Daya ini meliputi (1)
tekanan hidrostatik di dalam kapiler glomerulus, yang mendorong filtrasi; (2) tekanan
hidrostatik dalam kapsula Bowman di luar kapiler, yang melawan filtrasi; (3) tekanan
osmotik koloid protein plasma di dalam kapiler glomerulus, yang melawan filtrasi; dan (4)
tekanan osmotik koloid protein dalam kapsula Bowman, yang mendorong filtrasi. (Pada
keadaan normal, konsentrasi protein dalam filtrat glomerulus sedemikian rendahnya sehingga
tekanan osmotik koloid cairan di kapsula Bowman dianggap nol.)
Peningkatan GFR akibat peningkatan koefisien filtrasi kapiler glomerulus
Kf merupakan ukuran hasil konduktivitas hidrolik dan area permukaan kapiler glomerulus.Kf
tidak dapat diukur secara langsung, tetapi diperkirakan secara eksperimental dengan cara
membagi laju filtrasi glomerulus dengan tekanan filtrasi akhir:
Kf = GFR/ Tekanan filtrasi akhir
8
Meskipun peningkatan Kf akan menaikkan GFR dan penurunan Kf akan mengurangi GFR,
perubahan Kf mungkin bukan merupakan mekanisme utama pengaturan GFR normal dari
hari ke hari. Namun beberapa penyakit akan menurunkan Kf dengan cara mengurangi jumlah
kapiler glomerulus fungsional atau dengan menambah ketebalan membran kapiler glomerulus
dan mengurangi konduktivitas hidroliknya. Sebagai contoh, diabetes melitus atau hipertensi
kronik yang tidak terkontrol akan menurunkan Kf secara bertahap dengan meningkatkan
ketebalan membran dasar kapielr glomerulus dan, pada akhirnya akan merusak kapiler
sedemikian berat sehingga kapiler menjadi tidak berfungsi.
Penurunan GFR akibat peningkatan tekanan hidrostatik di kapsula Bowman
Pengukuran langsung tekanan hidrostatik di kapsula Bowman dan pada berbagai tempat di
tubulus proksimal dengan menggunakan mikropipet, menunjukkan bahwa dalam keadaan
normal perkiraan yang masuk akal untuk tekanan kapsula Bowman pada manusia ialah 18
mmHg. Kenaikan tekanan hidrostatik pada kapsula Bowman akan menurunkan GFR,
sedangkan penurunan tekanan tersebut akan meningkatkan GFR. Namun perubahan tekana di
kapsula Bowman biasanya bukan merupakan cara utama untuk mengatur GFR. Dalam
keadaan patologi tertentu yang disertai dengan obstruksi traktus urinarius, tekanan di kapsula
Bowman dapat meningkat secara nyata, menyebabkan penurunan GFR yang serius. Sebagai
contoh, pengendapan kalsium atau asam urat dapat menyebabkan timbulnya “batu” pada
traktus urinarius, seringkali di ureter, karena itu menghambat aliran traktus urinarius dan
meningkatkan tekanan di kapsula Bowman. Hal ini menurunkan GFR dan akhirnya dapar
merusak atau bahkan menghancurkan ginjal kecuali jika obstruksi dihilangk
Penurunan GFR akibat peningkatan tekanan osmotik koloid di kapiler glomerulus
Ketika darah mengalir dari arteriol aferen melalui kapiler glomerulus menuju ke arteriol
eferen, konsentrasi protein plasma meningkat kira-kira 20 persen. Alasan untuk ini ialah kira-
kira seperlima cairan pada kapiler disaring ke dalam kapsula Bowman, sehingga akan
memekatkan protein plasma glomerulus yang tidak disaring. Dengan anggapan bahwa
tekanan osmotik koloid plasma normal yang memasuki kapiler glomerulus besarnya 28
mmHg, nilai tersebut biasanya meningkat menjadi kira-kira 36 mmHg pada saat darah
mencapai ujung eferen kapiler. Oleh karena itu, tekanan osmotik koloid rata-rata dari protein
plasma kapiler glomerulus merupakan nilai pertengahan antara 28 dan 36 mmHg, atau kira-
9
kira 32 mmHg. Jadi ada dua faktor yang mempengaruhi tekanan osmotik koloid kapiler
glomerulus: (1) tekanan osmotik koloid plasma arterial dan (2) fraksi plasma yang disaring
oleh kapiler glomerulus (fraksi filtrasi). Kenaikan tekanan osmotik koloid plasma arterial
akan meningkatkan tekanan osmotik koloid di kapiler glomerulus, yang kemudian akan
menurunkan GFR.
Kenaikan fraksi filtrasi juga akan memekatkan protein plasma dan meningkatkan
tekanan osmotik koloid glomerulus. Karena fraksi filtrasi diartikan sebagai GFR/ aliran
plasma ginjal, maka fraksi filtrasi dapat ditingkatkan dengan cara menaikkan GFR atau
menurunkan aliran plasma ginjal. Sebagai contoh, penurunan aliran plasma ginjal tanpa
disertai dengan perubahan awal pada GFR akan cenderung meningkatkan fraksi filtrasi, yang
akan menaikkan tekanan osmotik koloid di kapiler glomerulus dan cenderung untuk
menurunkan GFR. Dengan alasan ini, perubahan aliran darah ginjal dapat mempengaruhi
GFR secara bebas terhadap perubahan tekanan hidrostatik glomerulus.Pada kenaikan aliran
darah ginjal, mula-mula hanya sedikit fraksi plasma yang disaring keluar dari kapiler
glomerulus, menyebabkan kenaikan tekanan osmotik koloid di kapiler glomerulus lebih
lambat dan efek penghambatan GFR yang lebih sedikit. Akibatnya, walaupun dengan tekanan
hidrostatik glomerulus yang konstan, laju aliran darah yang lebih besar ke dalam glomerulus
cenderung akan meningkatkan GFR, dan laju aliran darah lebih rendah ke dalam glomerulus
cenderung akan menurunkan GFR.
Peningkatan GFR akibat peningkatan tekanan hidrostatik di kapiler glomerulus
Pada kondisi normal, tekanan hidrostatik kapiler glomerulus diperkirakan besarnya sekitar 60
mmHg.Perubahan tekanan hidrostatik glomerulus merupakan alat utama untuk mengatur
GFR secara fisiologis. Kenaikan tekanan hidrostatik glomerulus akan meningkatkan GFR,
sedangkan penurunan tekanan hidrostatik glomerulus akan mengurangi GFR. Tekanan
hidrostatik glomerulus ditentukan oleh tiga variabel, masing-masing variabel berada di bawah
kendali fisiologis: (1) tekanan arteri, (2) tahanan arteriol aferen dan (3) tahanan arteriol
eferen. Kenaikan tekanan arteri cenderung meningkatkan tekanan hidrostatik glomerulus dan,
karena itu, meningkatkan GFR.Kenaikan tahanan arteriol aferen mengurangi tekanan
hidrostatik glomerulus dan menurunkan GFR.Sebaliknya, dilatasi arteriol aferen
meningkatkan tekanan hidrostatik glomerulus dan GFR.
Konstriksi arteriol eferen meningkatkan tahanan aliran keluar dari kapiler glomerulus. Hal ini
akan menaikkan tekanan hidrostatik glomerulus, dan sepanjang kenaikan tahanan eferen tidak
10
mengurangi aliran darah ginjal terlalu banyak, maka GFR hanya meningkat sedikit. Namun,
karena konstriksi arteriol eferen juga mengurangi aliran darah ginjal, fraksi filtrasi dan
tekanan osmotik koloid glomerulus akan meningkat seiring dengan peningkatan tahanan
arteriol eferen. Karena itu, jika konstriksi arteriol eferen cukup berat, maka kenaikan tekanan
osmotik koloid akan melebihi kenaikan tekanan hidrostatik kapiler glomerulus yang
disebabkan oleh konstriksi arteriol eferen. Bila hal ini terjadi, daya akhir filtrasi menjadi
menurun, menyebabkan penurunan GFR.Singkatnya, konstriksi arteriol aferen selalu
menurunkan GFR. Namun, efek konstriksi arteriol eferen bergantung pada beratnya
konstriksi; konstriksi eferen yang sedang akan menaikkan GFR, tetapi konstriksi eferen yang
berat (lebih dari tiga kali lipat kenaikan tahanan) cenderung akan menurunkan GFR.
Faktor-faktor lain yang mempengaruhi filtrasi glomerulus
1. Aliran darah ginjal
Seperti pada jaringan lainnya, aliran darah menyuplai ginjal dengan nutrisi dan mengeluarkan
produk sisa.Namun, aliran tinggi yang menuju ginjal tersebut sangat melebihi kebutuhan
ini.Tujuan penambahan aliran ini adalah untuk menyuplai cukup plasma untuk laju filtrasi
glomerulus yang tinggi yang penting untuk pengaturan volume cairan tubuh dan konsentrasi
zat terlarut secara tepat.Seperti yang diperkirakan, mekanisme yang mengatur aliran darah
ginjal berkaitan erat dengan pengaturan GFR dan fungsi ekskresi ginjal.
2. Sistem saraf simpatis
Pada dasarnya semua pembuluh darah ginjal termasuk arteriol aferen dan eferen, kaya akan
persarafan serabut saraf simpatis. Aktivitas saraf simpatis ginjal yang kuat dapat
mengakibatkan konstriksi arteriol ginjal dan menurunkan aliran darah ginjal serta
GFR.Rangsangan simpatis yang ringan atau sedang memberikan pengaruh yang kecil pada
aliran darah ginjal dan GFR. Sebagai contoh, aktivitas refleks sistem saraf simpatis yang
disebabkan penurunan tekanan pada baroreseptor sinus karotid atau reseptor kardiopulmonal
akan memberikan sedikit pengaruh terhadap aliran darah ginjal atau GFR. Saraf simpatis
ginjal tampaknya berperan penting dalam menurunkan GFR selama gangguan akut dan berat,
yang berlangsung selama beberapa menit sampai beberapa jam, seperti yang ditimbulkan oleh
reaksi pertahanan, iskemia otak, atau pendarahan berat. Pada orang sehat dalam keadaan
istirahat, tampaknya tonus simpatis hanya akan memberi sedikit pengaruh terhadap aliran
darah ginjal.
11
3. Kontrol hormonal dan autakoid
Terdapat beberapa hormon dan autakoid yang dapat mempengaruhi GFR dan aliran darah
ginjal.
a. Norepinefrin, epinefrin dan endotelin menyebabkan konstriksi pembuluh darah ginjal dan
menurunkan GFR. Norepinefrin dan epinefrin hanya memberi sedikit pengaruh pada
hemodinamika ginjal kecuali dalam kondusi yang ekstrem seperti pendarahan berat.
Endotelin pula adalah suatu peptida yang dapat dilepaskan oleh sel endotel vaskular ginjal
atau jaringan lain yang rusak. Sungguhpun peran fisiologis autakoid ini tidak seluruhnya
dimengerti, namun jika pembuluh darah terluka berat, sehingga endotel rusak dan
melepaskan endotelin, maka vasokonstriktor kuat ini dapat membantu hemostasis
(meminimalkan kehilangan darah).
b. Angiotensin II menyebabkan konstriksi arteriol eferen. Maka peningkatan kadar
angiotensin II akan meningkatkan tekanan hidrostatik glomerulus dan menurunkan aliran
darah ginjal. Juga dapat membantu mempertahankan GFR dan ekskresi produk sisa
metabolik yang normal, yang ekskresinya tergantung pada filtrasi glomerulus seperti yang
terjadi pada diet rendah natrium atau kehilangan volume.
c. Produksi nitrat oksida dalam kadar basal tampaknya penting untuk mempertahankan
vasodilatasi ginjal, sehingga memungkinkan ginjal untuk mengekskresikan natrium dan air
dalam jumlah normal. Oleh karena itu, pemberian obat yang menghambat pembentukkan
nitrat oksida normal dapat meningkatkan tahanan vaskular ginjal dan menurunkan GFR serta
ekskresi natrium urin, pada akhirnya menyebabkan tekanan darah tinggi.
d. Prostaglandin dan bradikinin cenderung meningkatkan GFR. Meskipun vasodilator ini
tampaknya bukan merupakan faktor utama yang mengatur aliran darah ginjal atau GFR
dalam kondisi normal, vasodilator tersebut dapat mengurangi efek vasokonstriktor ginjal
akibat aktivitas saarf simpatis atau angiotensin II, terutama pengaruhnya terhadap konstriksi
arteriol aferen.
4. Asupan tinggi protein dan kenaikan glukosa darah
Asupan tinggi protein dapat meningkatkan aliran darah ginjal dan GFR.Mekanismenya masih
belum dimengertikan sepenuhnya. Namun mungkin karena reabsorbsi asam amino
menyebabkan penurunan pengiriman natrium ke makula densa, berlaku umpan balik
12
(aktivitas RAAS) yang akhirnya meningkatkan aliran darah ginjal dan GFR. Begitu juga
dengan kenaikan kadar glukosa darah tinggi yang dialami oleh pasien diabetes melitus yang
tidak terkontrol. Juga akan menyebabkan terjadi aktivitas RAAS yang mana mengaktifkan
dilatasi arteriol aferen selanjutnya meningkatkan aliran darah ginjal dan GFR.
Gambar 2: tubulus-tubulus ginjal
Reabsorbsi yang terjadi di tubulus ginjal
Secara normal, sekitar 65 persen dari muatan natrium dan air yang difiltrasi, dan nilai
persentase yang sedikit lebih rendah dari klorida, akan direabsorbsi oleh tubulus proksimal
sebelum filtrat mencapai ansa Henle. Persentase ini dapat meningkat atau menurun dalam
berbagai kondisi fisiologis.
Pada pertengahan pertama tubulus proksimal, natrium direabsorbsi dengan cara ko-
transpor bersama-sama dengan glukosa, asam amino, dan zat terlarut lainnya. Tetapi pada
bagian pertengahan kedua dari tubulus proksimal, hanya sedikit glukosa dan asam amino
yang direabsorbsi.Justru sekarang natrium yang terutama direabsorbsi bersama dengan ion
klorida.Pertengahan kedua tubulus proksimal memiliki konsentrasi klorida yang relatif tinggi
dibandingkan dengan bagian awal tubulus proksimal karena saat natrium direabsorbsi,
natrium membawa glukosa, bikarbonat, dan ion organik pada bagian awal tubulus proksimal,
meninggalkan suatu larutan yang mempunyai konsentrasi klorida yang tinggi.Tingginya
konsentrasi klorida membantu difusi ion ini dari lumen tubulus melalui tautan interselular ke
dalam cairan interstisial ginjal. Walaupun jumlah natrium dalam cairan tubulus menurun
secara nyata di sepanjang tubulus proksimal, konsentrasi natrium dan osmolaritas total tetap
relatif konstan karena permeabilitas air di tubulus proksimal sangat besar, sehingga
reabsorbsi air dapat mengimbangi reabsorbsi natrium. Zat terlarut organik tertentu seperti
glukosa, asam amino dan bikarbonat menurun di sepanjang tubulus proksimal sementara zat
13
terlarut yang lain yang kurang permeabel dan tidak direabsorbsi secara aktif, konsentrasinya
meningkat di sepanjang tubulus proksimal. Konsentrasi total zat larut, seperti yang
digambarkan oleh osmolaritas, pada dasarnya tetap sama di sepanjang tubulus proksimal
karena sangat tingginya permeabilitas bagian nefron ini terhadap air. Tubulus prosimal juga
penting untuk sekresi asam dan basa organik seperti garam empedu, oksalat, urat dan
katekolamin.Banyak dari zat-zat ini merupakan produk akhir dari metabolisme dan harus
dikeluarkan dari tubuh secara cepat.
Ansa Henle terdiri dari tiga segmen fungsional yang berbeda: segmen tipis desenden, segmen
tipis asenden, dan segmen tebal asenden. Segmen tipis desenden dan segmen tipis asenden,
sesuai dengan namanya, mempunyai membran epitel yang tipis tanpa brush border, sedikit
mitokondria, dan tingkat aktivitas metabolik yang rendah.Bagian desenden segmen tipis
sangat permeabel terhadap air dan sedikit permeabel terhadap sebagian besar zat terlarut,
termasuk ureum dan natrium.Fungsi segmen nefron ini terutama untuk memungkinkan difusi
zat-zat secara sederhana melalui dindingnya. Sekitar 20 persen dari air yang difiltrasi akan
direabsorbsi di ansa Henle, dan hampir semuanya terjadi di lengkung tipis desenden.
Lengkung asenden, termasuk bagian tipis dan bagian tebal, sebenarnya tidak permeabel
terhadap air, suatu karakteristik yang penting untuk memekatkan urin.
Segmen tebal ansa Henle, yang dimulai dari separuh bagian atas lengkung asenden, memiliki
sel-sel epitel yang tebal yang mempunyai aktivitas metabolik tinggi dan mampu melakukan
reabsorpsi aktif natrium, klorida, dan kalium. Sekitar 25 persen dari muatan natrium, klorida
dan kalium yang difiltrasi akan direabsorbsi di ansa Henle, kebanyakan di lengkung tebal
asenden. Sejumlah besar ion lain, seperti kalsium, bikarbonat, dan magnesium juga
direabsorbsi pada lengkung tebal asenden ansa Henle. Segmen tipis lengkung asenden
memiliki kapasitas reabsorpsi yang lebih rendah daripada segmen tebal, dan lengkung
descenden tipis tidak mereabsorbsi zat terlarut ini dalam jumlah yang bermakna.Suatu
komponen penting dari reabsorbsi zat terlarut dalam lengkung asenden tebal adalah pompa
natrium-kalium ATPase pada membran basolateral sel epitel. Seperti dalam tubulus
proksimal, reabsorpsi zat terlarut lain dalam segmen tebal asenden ansa Henle berhubungan
erat dengan kemampuan reabsorpsi pompa natrium-kalium ATPase, yang mempertahankan
konsentrasi natrium intrasel yang rendah. Konsentrasi natrium intrasel yang rendah ini
kemudian menghasilkan suatu gradien untuk pergerakan natrium dari cairan tubulus masuk
ke dalam sel. Ko-transpor pembawa protein dalam membran luminal ini menggunakan energi
14
potensial yang dilepaskan oleh difusi masuk natrium ke dalam sel untuk mengendalikan
reabsorpsi kalium ke dalam sel melawan suatu gradien konsentrasi.
Segmen tebal asenden ansa Henle merupakan tempat kerja dari “loop” diuretics yang kuat
seperti furosemid, asam etakrinat, dan bumetanid; semuanya menghambat kerja natrium 2-
klorida, ko-transpor kalium. Pada segmen tebal asenden, juga terjadi reabsorpsi paraselular
yang bermakna dari kation, seperti Mg++, Ca++, Na+, dan K+ yang disebabkan oleh muatan
lumen tubulus yang lebih positif dibandingkan dengan cairan interstisial. Lengkung asenden
tebal juga memiliki mekanisme transpor imbangan natrium-hidrogen dalam membran sel
luminalnya yang memperantarai reabsorpsi natrium dan sekresi hidrogen dalam segmen
ini.Segmen tebal ansa Henle sesungguhnya impermeabel terhadap air.Oleh karena itu,
kebanyakan air yang dibawa ke segmen ini tetap tinggal dalam tubulus, walaupun terjadi
reabsorpsi zat terlarut dalam jumlah besar. Cairan tubulus pada lengkung asenden menjadi
sangat encer sewaktu cairan mengalir menuju tubulus distal, suatu gambaran penting untuk
memungkinkan ginjal mengencerkan atau memekatkan urin pada berbagai kondisi.4
Segmen tebal asenden ansa Henle berlanjut ke dalam tubulus distal. Bagian paling pertama
dari tubulus distal membentuk bagian kompleks jukstaglomerulus yang menimbulkan kontrol
umpan balik GFR dan aliran darah dalam nefron yang sama. Bagian tubulus distal
selanjutnya sangat berkelok-kelok dan mempunyai banyak ciri reabsorpsi yang sama dengan
bagian tebal asenden ansa Henle. Artinya bagian tersebut mereabsorbsi sebagian besar ion,
termasuk natrium, kalium dan klorida, tetapi sesungguhnya tidak permeabel terhadap air dan
ureum.Karena alasan ini, bagian itu disebut segmen pengencer karena juga mengencerkan
cairan tubulus. Kurang lebih 5 persen dari muatan natrium klorida yang difiltrasi akan
direabsorbsi di bagian awal dari tubulus distal. Ko-transporter natrium-klorida memindahkan
natrium klorida dari lumen tubulus masuk ke dalam sel, dan pompa natrium-kalium ATPase
mentranspor natrium keluar dari sel melalui membran basolateral.Klorida berdifusi keluar
dari sel dan masuk ke dalam cairan interstisial ginjal melalui kanal klorida di membran
basolateral. Separuh bagian kedua dari tubulus distal dan tubulus koligens kortikalis
berikutnya mempunyai ciri-ciri fungsional yang sama. Secara anatomis, keduanya terdiri dari
dua tipe sel yang berbeda, sel-sel prinsipalis dan sel-sel interkalatus.Sel-sel prinsipalis
mereabsorbsi natrium dan air dari lumen dan menyekresikan ion kalium ke dalam lumen.Sel-
sel interkalatus mereabsorbsi ion kalium dan menyekresikan ion hidrogen ke dalam lumen
tubulus.
15
Walaupun duktus koligens bagian medula mereabsorbsi kurang dari 10 persen air dan
natrium yang difiltrasi, duktus ini adalah bagian terakhir dari pemprosesan urin dan, karena
itu, memainkan peranan yang sangat penting dalam menentukan keluaran akhir dari air dan
zat terlarut dalam urin.Sel epitel duktus koligens mendekati bentuk kuboid dengan
permukaan yang halus dan relatif sedikit mitokondria. Permeabilitas duktus koligens bagian
medula terhadap air dikontrol oleh kadar ADH. Dengan akdar ADH yang tinggi, air banyak
direabsorbsi ke dalam interstisium medula, sehingga mengurangi volume urin dan
memekatkan sebagian besar zat terlarut dalam urin.Tidak seperti tubulus koligens kortikalis,
duktus koligens bagian medula bersifat permeabel terhadap ureum.Oleh karena itu, beberapa
ureum tubulus direabsorbsi ke dalam interstisium medula, membantu meningkatkan
osmolalitas daerah ginjal ini dan turut berperan pada seluruh kemampuan ginjal untuk
membentuk urin yang pekat.Duktus koligens bagian medula juga mampu menyekresikan ion
hidrogen melawan gradien konsentrasi yang besar, seperti yang juga terjadi dalam tubulus
koligens kortikalis.Jadi duktus koligens bagian medula juga memainkan peranan kunci dalam
mengatur keseimbangan asam-basa.
Pengaturan volume cairan tubuh dan konsentrasi zat terlarut yang tepat membutuhkan ginjal
untuk mengekskresikan berbagai zat terlarut dan air pada berbagai kecepatan, kadang tidak
bergantung satu sama lain. Beberapa hormon dalam tubuh menyediakan spesifisitas
reabsorpsi tubulus ini bagi berbagai elektrolit dan air.Antara hormon yang penting dalam
meregulasi reabsorpsi tubulus adalah aldosteron (meningkatkan reabsorpsi NaCl dan sekresi
K+), angiotensin II (meningkatkan reabsorpsi NaCl dan sekresi K+), hormon antidiuretik
(meningkatkan reabsorpsi air), peptida natriuretik atrium (menurunkan reabsorpsi NaCl) dan
hormon paratiroid (menurunkan reabsorpsi PO43- dan meningkatkan reabsorpsi Ca+
+).Aktivitas sistem saraf simpatis juga dapat menurunkan ekskresi natrium dan air dengan
mengkonstriksikan arteriol ginjal, sehingga mengurangi GFR.Aktivitas simpatis juga
meningkatkan reabsorpsi natrium dalam tubulus proksimal, segmen tebal asenden ansa
Henle, dan kemungkinan di bagian tubulus ginjal yang lebih distal. Dan akhirnya,
perangsangan sistem saraf simpatis akan meningkatkan pelepasan renin dan pembentukan
angiotensin II, yang membantu keseluruhan efek untuk meningkatkan reabsorpsi tubulus dan
menurunkan ekskresi natrium oleh ginjal.
16
Memahami mekanisme reabsorbsi glukosa di tubulus proksimal
Pada transpor aktif sekunder, dua atau lebih zat berinteraksi dengan suatu protein membran
spesifik dan ditranspor bersama melewati membran.Saat salah satu zat (misalnya, natrium)
berdifusi mengikuti gradien elektrokimianya, energi yang dilepaskan digunakan untuk
menggerakkan zat lain (misalnya, glukosa) untuk melawan gradien elektrokimianya. Jadi,
transpor aktif sekunder tidak membutuhkan energi secara langsung dari ATP atau dari
sumber fosfat berenergi tinggi yang lain. Sebaliknya, sumber energi langsung adalah energi
yang dilepaskan oleh difusi terfasilitasi secara simultan dari zat-zat lain yang ditranspor
mengikuti gradien elektrokimianya.Walaupun transpor glukosa melawan gradien kimia
secara tidak langsung menggunakan ATP, reabsorpsi glukosa bergantung pada energi yang
digunakan oleh pompa natrium-kalium ATPase aktif primer di dalam membran
basolateral.Akibat aktivitas pompa ini, gradien elektrokimia untuk difusi terfatilisasi natrium
yang melintasi membran luminal dapat dipertahankan, dan difusi natrium masuk ke dalam sel
inilah yang menyediakan energi untuk transpor keluar glukosa melintasi membran luminal
yang terjadi pada saat yang bersamaan. Sehingga, reabsorpsi glukosa ini disebut sebagai
“transpor aktif sekunder” karena glukosa sendiri direabsorbsi melawan suatu gradien kimia,
tetapi hal ini merupakan “sekunder” terhadap transpor aktif primer natrium.
Untuk kebanyakan zat yang direabsorbsi dan disekresikan secara aktif, terdapat suatu batas
kecepatan agar zat terlarut dapat ditranspor, sering disebut sebagai transpor maksimum.
Keterbatasan ini disebabkan oleh kejenuhan dari sistem transpor spesifik yang dilibatkan
apabila jumlah zat terlarut yang dikirim ke tubulus melebihi kapasitas protein pengangkut dan
enzim-enzim spesifik yang terlibat dalam proses transpor. Sistem transpor glukosa di dalam
tubulus proksimal merupakan satu contoh yang baik. Normalnya glukosa tidak terdapat
dalam urin, karena pada dasarnya semua glukosa yang difiltrasi akan direabsorbsi di tubulus
proksimal. Namun, bila muatan yang difiltrasi melebihi kemampuan tubulus mereabsorbsi
glukosa, maka akan terjadi ekskresi glukosa dalam urin. Pada orang dewasa, transpor
maksimum glukosa rata-rata sekitar 375 mg/menit, sedangkan muatan glukosa yang difiltrasi
hanya sekitar 125 mg/menit (GFR x glukosa plasma = 125 ml/menit x 1 mg/ml). Dengan
suatu peningkatan GFR yang besar dan/atau konsentrasi glukosa plasma yang meningkatkan
muatan glukosa yang difiltrasi melebihi 375 mg/menit, kelebihan glukosa yang difiltrasi tidak
direabsorbsi dan diekskresikan ke dalam urin.
17
Gambar 3: Hubungan antara konsentrasi glukosa plasma, muatan glukosa yang difiltrasi,
transpor maksimum tubulus untuk glukosa, dan kecepatan ekskresi glukosa ke dalam urin4
Gambar 3 menunjukkan hubungan antara konsentrasi glukosa plasma, muatan glukosa yang
difiltrasi, transpor maksimum tubulus untuk glukosa, dan kecepatan ekskresi glukosa ke
dalam urin. Perhatikan bahwa bila konsentrasi glukosa plasma adalah 100 mg/100 mL dan
muatan yang difiltrasi pada batas normal, 125 mg/menit, maka tidak ada ekskresi glukosa ke
dalam urin. Namun, bila konsentrasi glukosa plasma meningkat menjadi sekitar 200 mg/
100mL dan muatan yang difiltrasi meningkat menjadi sekitar 250 mg/menit, sejumlah kecil
glukosa mulai diekskresikan ke dalam urin. Titik ini disebut sebagai kadar ambang untuk
glukosa. Perhatikan bahwa munculnya glukosa dalam urin (pada kadar ambang) terjadi
sebelum transpor maksimum tercapai. Satu hal yang membedakan antara kadar ambang dan
transpor maksimum adalah bahwa tidak semua nefron mempunyai transpor maksimum yang
sama untuk glukosa, dan sebagian nefron mengekskresikan glukosa sebelum bagian yang lain
mencapai transpor maksimumnya. Secara keseluruhan transpor maksimum untuk ginjal, yang
normalnya sekitar 375 mg/menit, tercapai apabila semua nefron telah mencapai kapasitas
maksimumnya untuk mereabsorbsi glukosa. Glukosa plasma pada orang sehat hampir tidak
pernah menjadi cukup tinggi untuk menyebabkan ekskresi glukosa di dalam urin, bahkan
setelah makan. Tetapi pada diabetes melitus yang tidak terkontrol, glukosa plasma dapat
meningkat sampai kadar yang tinggi, menyebabkan muatan glukosa yang difiltrasi melebihi
transpor maksimumnya dan sebagai akibatnya terjadi ekskresi glukosa dalam urin.
Kerusakan membran epitel tubulus oleh toksin atau iskemia dapat menyebabkan kelainan
tubulus ginjal yang penting.Glukosuria ginjal ialah suatu keadaan dimana ginjal gagal
mereabsorbsi glukosa. Pada keadaan ini, konsentrasi glukosa darah mungkin normal, tetapi
18
mekanisme transpor untuk reabsorpsi glukosa di tubulus akan sangat terbatas atau tidak ada.
Akibatnya, meskipun kadar glukosa darah normal, sejumlah besar glukosa masuk ke dalam
urin setiap harinya. Karena diabetes melitus juga berhubungan dengan adanya glukosa dalam
urin, diagnosis glukosuria renalis, yang merupakan kondisi benigna, harus disingkirkan
sebelum menegakkan diagnosis diabetes melitus. Keluhan umum pasien diabetes melitus
seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada lanjut usia umumnya tidak ada. Osmotik diuresis
akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang ginjal yang tinggi, dan dapat muncul keluhan
nokturia disertai gangguan tidur, atau bahkan inkontinensia urin.Salah satu sebab terjadinya
diuresis osmotik adalah dikarenakan adanya glukosa dalam tubulus. Hal ini akan
meningkatkan bahan osmotik dalam urin. Peningkatan ini akan mengurangkan reabsorbsi air
karena homeostasis ginjal akan berusaha untuk meregulasi osmolaritas dalam tubulus.
Perasaan haus pada pasien diabetes melitus lanjut usia kurang dirasakan, akibatnya mereka
tidak bereaksi adekuat terhadap dehidrasi. Karena itu tidak terjadi polidipsia atau baru terjadi
pada stadium lanjut.Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat
komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf.
Karakteristik urin normal dan faktor yang mempengaruhinya
Urin normal mempunyai susunan yang sangat berbeda-beda dipengaruhi oleh
makanan dan faktor-faktor lain. Urin normal mengandung sejumlah zat, beberapa diantaranya
adalah urea, asam urat, kreatinin, kreatin, indikan (kalium indoksil sulfat) dan amonia.Urea
merupakan hasil akhir metabolisme protein yang utama. Jumlahnya kira-kira setengah jumlah
zat padat total dalam urin. Pembentukan urea terjadi di hati.Asam urat merupakan hasil akhir
utama metabolisme purin pada manusia.Zat ini berasal dari pemecahan inti sel atau lain-lain
senyawa yang mengandung purin, baik yang berasal dari makanan (eksogen) maupun dari
pemecahan sel dalam tubuh sendiri (endogen).Pada urin asam, asam urat lebih mudah
mengendap sehingga pembentukan batu asam urat mudah terjadi.
Jumlah kreatinin yang diekskresi melalui urin kira-kira 1-1,8 g/24 jam. Hampir seluruhnya
berasal dari kreatin dalam tubuh.Karena sebagian besar keratin terdapat di dalam jaringan
otot, terdapat hubungan antara jumlah kreatinin yang dikeluarkan dengan jumlah jaringan
otot tubuh.Dalam urin orang dewasa keratin terdapat dalam jumlah yang sangat kecil, tetapi
pada anak-anak dan wanita hamil jumlahnya lebih besar.Kreatin terdapat dalam semua
jaringan, terbanyak dalam jaringan otot dalam bentuk fosfokeratin. Untuk pemeriksaan kadar
keratin urin, keratin diubah menjadi kreatinin dengan pemanasan dalam larutan asam,
19
kemudian diperiksa sebagai kreatinin. Perbedaan jumlah kreatinin sebelum dan sesudah
pemanasan urin dengan asam, merupakan jumlah keratin dalam urin.
Jumlah indikan yang diekskresi dalam urin kira-kira 10-20 mg/24 jam. Indikan merupakan
bagian terpenting dari sulfat eterial dalam urin. Zat ini berasal dari pembusukan triptofan
dalam usus atau di tempat lain. Jumlahnya di dalam urin merupakan petunjuk kasar untuk
banyaknya pembusukkan di dalam usus.Amonia merupakan hasil akhir metabolisme protein
yang mengandung N. Ini merupakan yang ke dua yang terpenting sesudah urea. Dalam urin
ammonia terdapat dalam bentuk garam ammonium dan jumlahnya kira-kira 0,7 g/24 jam atau
2,5-4,5% ari nitrogen total/24 jam. Amonia urin untuk sebagian berasal dari sintesis di sel-sel
tubuli ginjal. Pemeriksaan amonia harus dilakukan pada urin yang segar atau yang diawetkan
dengan baik, karena ammonia dapat dibentuk dari zat-zat lain yang mengandung N.
Urin dapat bersifat asam, netral atau basa dengan pH antara 4,7-8,0. Tetapi urin yang
dikumpulkan selama 24 jam biasanya bersifat asam. Reaksi urin dipengaruhi oleh susunan
makanan, misalnya diet tinggi protein akan menambah keasaman, disebabkan pada
katabolisme protein akan banyak terbentuk sulfat dan fosfat. pH urin juga rendah pada
demam dan asidosis. Urin yang diambil pada waktu-waktu tertentu mempunyai pH yang
berbeda-beda. Beberapa waktu sesudah makan, urin akan bersifat netral bahkan alkalis. Ini
disebut alkaline tide.Bila dibiarkan untuk waktu lama, urin dapat mengalami ammoniacal
fermentation atau acid fermentation.Ammoniacal fermentation disebabkan oleh bakteri dan
pH urin berubah menjadi basa.Pada acid fermentation pH urin berubah menjadi asam.Urin
semacam ini mungkin mengandung asam urat, kalsium oksalat, jamur dan senyawa-senyawa
yang mengandung urat.Penetapan jumlah asam yang dikeluarkan ginjal dapat dilakukan
dengan pemeriksaan keasaman urin yang didasarkan atas titrasi.
Warna urin berbeda-beda sesuai dengan kepekatannya, tetapi dalam keadaan normal urin
berwarna kuning muda dan jernih.Warna terutama disebabkan oleh pigmen urokrom yang
berwarna kuning, dan sejumlah kecil oleh urobilin dan hematoporfirin. Bila dibiarkan,
warnanya akan bertambah gelap akibat perubahan kromogen yang tak berwarna menjadi
senyawa-senyawa berwarna. Dalam keadaan demam, karena pemekatan, warna urin berubah
menjadi kuning tua atau agak coklat.Pada penyakit hati, pigmen empedu dapat menyebabkan
urin menjadi hijau, coklat, atau kuning tua.Darah atau hemoglobin menyebabkan warna urin
merah, sedangkan methemoglobin atau asam hemogentisat menyebabkan warna urin coklat
tua.Urin yang baru dikeluarkan mempunyai bau khas.Bila urin mengalami dekomposisi,
20
timbul bau amonia yang tidak enak. Makanan atau obat-obat tertentu dapat menimbulkan bau
khas, misalnya metal salisilat, asparagus, buah jengkol, buah pete dan sebagainya. Pada
ketosis urin akan berbau aseton.5
Penutup
Kesimpulan
Setelah menyiapkan makalah ini, saya menyimpulkan bahwa sering kencing pada malam
hari, rasa haus dan makan berlebih pada diri pasien adalah dikarenakan gangguan yang terjadi
pada filtrasi glomerulus dan reabsorbsi glukosa di tubulus-tubulus ginjal.Hal ini
menyebabkan osmolaritas urin di tubulus meningkat sehingga mengurangkan reabsorbsi
air.Kekurangan air oleh kurangnya reabsorbsi air menyebabkan rasa haus pada pasien. Begitu
juga dengan kadar glukosa yang tinggi di dalam urin yang menyebabkan osmolaritas urin
meningkat menyebabkan rasa lapar .Oleh karena itu, pasien makan berlebih.
Daftar Pustaka
1. Bouhuy SA. Urinary system of human body. North-Holland: Elsevier; 2005. pp.
343-5
2. Carlos LJ, Jose C, Robert OK. Histologi dasar. Indonesia: EGC; 2008. h. 370-88
3. Keith LM, Anne MRA. Anatomi klinis dasar. Jakarta: Hipokrates; 2008. pp. 145-62
4. Guyton, Hall. Buku ajar fisiologi kedokteran: pembentukan urin oleh ginjal. Jakarta:
EGC; 2008. pp. 527-38
5. Herawati S, Iskandar I, Halim SL, Santoso R, Sinsanta. Urinalisis. Jakarta: Ukrida;
2006. pp. 17-23
21