Makalah PBL Blok 23

22
RHINOSINUSITIS AKUT MAKSILARIS Lisa Ambalinggi 102012032 B9 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jakarta Jalan Arjuna Utara no. 6, Jakarta Barat, 11510 [email protected] PENDAHULUAN Rhinosinusitis atau lebih sering kita kenal dengan sinusitis adalah peradangan pada salah satu sinus paranasal dan dianggap sebagai salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di seluruh dunia. Penyebab utamanya ialah virus yang selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi bakteri. Sinus yang paling sering terkena adalah sinus maksila dan etmoidal. Sinusitis bisa terbagi menjadi akut, subakut, dan kronis. Pemeriksaannya bisa dengan pemeriksaan fisik seperti inspeksi dan palpasi untuk melihat apakah ada pembengkakkan dan nyeri tekan, serta beberapa pemeriksaan penunjang seperti transiluminasi, sinuskopi, rhinoskopi, dan pemeriksaan radiologik. 1

description

Blok 23

Transcript of Makalah PBL Blok 23

Page 1: Makalah PBL Blok 23

RHINOSINUSITIS AKUT MAKSILARIS

Lisa Ambalinggi

102012032

B9

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jakarta

Jalan Arjuna Utara no. 6, Jakarta Barat, 11510

[email protected]

PENDAHULUAN

Rhinosinusitis atau lebih sering kita kenal dengan sinusitis adalah peradangan pada salah

satu sinus paranasal dan dianggap sebagai salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di

seluruh dunia. Penyebab utamanya ialah virus yang selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi bakteri.

Sinus yang paling sering terkena adalah sinus maksila dan etmoidal. Sinusitis bisa terbagi

menjadi akut, subakut, dan kronis. Pemeriksaannya bisa dengan pemeriksaan fisik seperti

inspeksi dan palpasi untuk melihat apakah ada pembengkakkan dan nyeri tekan, serta beberapa

pemeriksaan penunjang seperti transiluminasi, sinuskopi, rhinoskopi, dan pemeriksaan

radiologik.

Anamnesis

Anamnesis atau wawancara medis merupakan tahap awal dari rangkaian pemeriksaan

pasien, baik secara langsung pada pasien yang bersangkutan (auto-anamnesis) atau melalui

keluarga maupun relasi terdekatnya (allo-anamnesis). Yang didapatkan adalah data subyektif

pasien. Tujuan anamnesis adalah untuk memperoleh informasi menyeluruh dari pasien yang

bersangkutan. Data anamnesis meliputi identitas dasar pasien meliputi nama lengkap, umur,

1

Page 2: Makalah PBL Blok 23

alamat, dan pekerjaannya. Selanjutnya keluhan utama pasien, riwayat penyakit sekarang (RPS),

riwayat penyakit terdahulu (RPD), riwayat kesehatan keluarga, serta riwayat pribadi, social

ekonomi dan budayanya.

Yang perlu ditanyakan saat anamnesis adalah :

1. Secret

Apakah dari satu sisi atau keduanya?

Lamanya? Terus menerus atau intermiten, dan bagaimana terjadinya? Usia saat

awitan?

Apakah encer atau kental? Purulent atau berdarah?

Apakah ada hubungan dengan perubahan lingkungan atau musim?

2. Hidung tersumbat

Apakah satu sisi atau keduanya?

Lamanya? Terus menerus atau intermiten, dan bagaimana terjadinya? Usia saat

awitan?

Adakah riwayat trauma?

Adakah riwayat operasi hidung atau eprasi THT lainnya?

Adakah gangguan alergi terutama yang berkaitan dengan perubahan musim? Bila

ya, maka diperlukan riwayat alergi yang lengkap

Apakah pasien menggunakan semprot hidung atau obat – obatan?

3. Perdarahan

Berapa lama? Frekuensi? Kapan serangan yang terakhir?

Apakah perdarahan unilateral atau bilateral?

Apakah perdarahan dari nares anterior, posterior atau keduanya?

Apakah hanya terjadi pada musim dingin?

Adakah riwayat trauma?

Apakah pasien mempunyai kecendrungan berdarah?

Apakah pasien menggunakan suatu pengobatan?

Apakah ada hipertensi?

2

Page 3: Makalah PBL Blok 23

4. Kehilangan atau perubahan dalam menghidu (Anosmia)

Apakah berkaitan dengan trauma, infeksi saluran napas bagian atas, atau pen yakit

sistemik?

Apakah kehilangan atau perubahan penghiduan sebagian atau sama sekali?

Adakah riwayat penyakit hidung atau sinus?

Apakah ada gejala sistemik lainnya?1,2

Pemeriksaan Fisik

Untuk mengetahui adanya kelainan pada sinus paransal dilakukan inspeksi, palpasi, rinoskopi

anterior, rinoskopi posterior, transiluminasi, pemeriksaan radiologic, dan sinoskopi.

Inspeksi : Yang diperhatikan ialah adanya pembengkakan pada muka.

Pembengkakan di pipi sampai kelopak mata bawah yang berwarna kemerah –

merahan mungkin menunjukkan sinusitis maksila akut. Pembengkakan pada kelopak

mata atas mungkin menunjukkan sinusitis frontal akut.Sinusitis etmoid menyebabkan

pembengkakan di luar, kecuali bila telah terbentuk abses.

Palpasi : Nyeri tekan pada pipi dan nyeri ketuk di gigi menunjukkan adanya sinusitis

maksila. Pada sinusitis frontal terdapat nyeri tekan pada dasar sinus frontal, yaitu

pada bagian medial atap orbita. Sinusitis etmoid menyebabkan rasa nyeri tekan di

daerah kantus medius.2

Pemeriksaan Penunjang

Transiluminasi : Transiluminasi mempunyai manfaat yang terbatas, hanya dapat dipakai

untuk memeriksa sinus maksila dan sinus frontal, bila pemeriksaan radiologik tidak tersedia.

Bila ada pemeriksaan transiluminasi tampak gelap di daerah infraorbita, mungkin berarti

antrum terisi oleh pus atau mukosa antrum menebal atau terdapat neoplasma di dalam antrum.

Bila terdapat kista yang besar di dalam sinus maksila, akan tampak terang pada pemeriksaan

transiluminasi, sedangkan pada foto rontgen tampak adanya perselubungan berbatas tegas di

dalam sinus.

3

Page 4: Makalah PBL Blok 23

Pemeriksaan Radiologik : Bila dicurigai adanya kelainan di sinus paranasal, maka

dilakukan pemeriksaan radiologik. Posisi rutin yang dipakai ialah posisi Waters, PA dan lateral.

Posisi Waters terutama untuk melihat adanya kelainan di sinus maksila, frontal, dan etmoid.

Posisi PA untuk menilai sinus frontal dan posisi lateral untuk menilai sinus frontal, sphenoid, dan

etmoid. Metode mutakhir yang lebih akurat untuk melihat kelainan sinus paranasal adalah

pemeriksaan CT Scan. Potongan CT Scan yang rutin dipakai adalah koronal dan aksial.

Indikasi utama CT Scan hidung dan sinus paranasal adalah sinusitis kronik, trauma (fraktur

frontobasal), dan tumor. Kelainan akan terlihat perselubungan, batas udara-cairan (air fluid

level) atau penebalan mukosa. CT Scan sinus merupakan gold standard diagnosis sinusitis

karena mampu menilai anatomi hidung dan sinus, adanya penyakit dalam hidung dan sinus

secara keseluruhan dan perluasannya. Namun karena mahal hanya dikerjakan sebagai

penunjang diagnosis sinusitis kronik yang tidak membaik dengan pengobatan atau pra-operasi

sebagai panduan operator saat melakukan operasi sinus.

Sinuskopi : Pemeriksaan ke dalam sinus maksila menggunakan endoskop. Endoskop

dimasukan melalui lubang yang dibuat di meatus inferior atau di fosa kanina. Dengan sinuskopi

dapat dilihat keadaan di dalam sinus, apakah ada sekret, polip, jaringan granulasi, massa tumor

atau kista, bagaimana keadaan mukosa dan apakah ostiumnya terbuka. Sinuskopi dilakukan

dengan pungsi menembus dinding medial sinus maksila melalui meatus inferior, dengan alat

endoskop bisa dilihat kondisi sinus maksila yang sebenarnya, selanjutnya dapat dilakukan irigasi

sinus untuk terapi.

Pemeriksaan Mikrobiologik : Pemeriksaan mikrobiolgik dan tes resistensi dilakukan

dengan mengambil sekret dari meatus medius/superior, untuk mendapat antibiotik yang tepat

guna. Lebih baik lagi diambil sekret yang keluar dari pungsi sinus maksila. 2

Working Diagnosis

Sinusitis adalah kondisi klinis yang karakteristiknya berupa radang pada mukosa sinus

paranasalis. Sinusitis diberi nama sesuai dengan sinus yang terkena. Bila mengenai beberapa

sinus disebut multisinusitis. Bila mengenai semua sinus paranasalis disebut pansinusitis.

4

Page 5: Makalah PBL Blok 23

Sinusitis maksilaris adalah peradangan pada mukosa sinus maksilaris. Sinusitis

maksilaris diklasifikasikan menjadi akut, sub akut dan kronik. Sinusitis akut bila gejalanya

berlangsung beberapa hari sampai 4 minggu. Sinusitis subakut bila berlangsung dari 4 minggu

sampai 3 bulan dan sinusitis kronis bila berlangsung lebih dari 3 bulan. Sinusitis akut bila

terdapat tanda-tanda radang akut, sinusitis subakut bila tanda-tanda radang akut sudah reda dan

sinusitis kronik bila terjadi perubahan histologis mukosa sinus yang irreversible, sehingga untuk

menentukan sinusitis tersebut akut, subakut atau kronik diperlukan pemeriksaan histopatologis.3

Gambar 1: Perbandingan sinus maxillaris normal dengan sinusitis maxillaris

Differential Diagnosis

1. Sinusitis etmoidalis

Sinusitis etmoidalis akut terisolasi lebih lazim pada anak, seringkali bermanifestasi sebagai

selulitis orbita. Pada dewasa, seringkali bersama – sama dengan sinusitis maksilaris, serta

dianggap sebagai penyerta sinusitis frontalis yang tak dapat dielakkan. Gejala berupa nyeri

dan nyeri tekan di antara kedua mata dan di atas jembatan hidung, drainase, dan sumbatan

hidung.

Pengobatan sinusitis etmoidalis berupa pemberian antibiotic sistemik, dekongestan hidung,

dan obat semprot atau tetes vasokonstriktor topical. Ancaman terjadinya komplikasi atau

perbaikan yang tidak memadai merupakan indikasi untuk etmoidektomi.

5

Page 6: Makalah PBL Blok 23

2. Sinusitis frontalis

Sinusitis frontalis akut hampir selalu bersama – sama dengan infeksi sinusitis etmoidalis

anterior. Penyakit ini terutama ditemukan pada dewasa, dan selain gejala infeksi yang umum,

pada sinusitis frontalis terdapat nyeri kepala yang khas. Nyeri berlokasi di atas alis mata,

biasanya pada pagi hari dan memburuk menjelang tengah hari, kemudian perlahan – lahan

mereda hingga menjelang malam. Pasien biasanya menyatakan bahwa dahi terasa nyeri bila

disentuh, dan mungkin terdapat pembengkakan supraorbital. Tanda patognomonik adalah

nyeri yang hebat pada palpasi atau perkusi di atas daerah sinus yang terinfeksi.

Pengobatan berupa pemberian antibiotic yang tepat, dekongestan, dan tetes hidung

vasokonstriktor. Kegagalan penyembuhan segera atau timbulnya komplikasi memerlukan

drainase sinus frontalis dengan teknik trepanasi.2,3

Epidemiologi

Sinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktik sehari – hari, bahkan

dianggap sebagai salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di seluruh dunia. Sinusitis

menyerang 1 dari 7 orang dewasa di United States, dengan lebih dari 30 juta individu yang

didiagnosis tiap tahunnya. Individu dengan riwayat alergi atau asma berisiko tinggi terjadinya

rhinosinusitis. Prevalensi sinusitis tertinggi pada usia dewasa adalah 18 – 75 tahun dan kemudian

anak – anak berusia 15 tahun. Pada anak usia 5 – 10 tahun, infeksi saluran pernafasan

dihubungkan dengan sinusitis akut. Sinusitis jarang pada anak – anak berusia kurang dari 1 tahun

karena sinus belum berkembang dengan baik sebelum usia tersebut.

Sinusitis maksila paling sering terjadi daripada sinusitis paranasal lainnya karena :

1. Ukuran,

merupakan sinus paranasal yang terbesar

2. Posisi ostium,

posisi ostium sinus maksila lebih tinggi dari dasarnya sehingga aliran secret/drainase

hanya tergantung gerakan silia

3. Letak ostium,

Letak ostium pada sinus maksilaris berada pada meatus nasi medius di sekitar hiatus

semilunaris yang sempit sehingga mudah tersumbat

6

Page 7: Makalah PBL Blok 23

4. Letak dasar

Letak dasar sinus maksila berbatasan langsung dengan dasar akar gigi (prosesus

alveolaris) sehingga infeksi gigi dapat menyebabkan sinusitis maksilaris.

Prevalensi sinusitis di bagian THT Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM Jakarta,

pada tahun 1999 didapatkan sekitar 25% anak – anak dengan ISPA menderita sinusitis

maksila akut. Sedang pada Departemen Telinga Hidung dan Tenggorok subbagian

Rinologi didapatkan data dari sekitar 496 penderita rawat jalan, 149 orang terkena

sinusitis (50%).4

Etiologi

Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA akibat virus, bermacam

rhinitis terutama rhinitis alergi, rhinitis hormonal pada wanita hamil, polip hidung, kelainan

anatomi seperti deviasi septum atau hipertrofi konka, sumbatan kompleks ostio-meatal (KOM),

infeksi tonsil, infeksi gigi ( penyebab tersering adalah ekstraksi gigi molar dan sinus maksilaris

ikut terangkat), infeksi nasofaring, kelainan imunologik,

Menurut berbagai penelitian, bakteri utama yang ditemukan pada sinusitis akut adalah

Streptococcus pneumonia (30 – 50%), Haemophylus influenza (20 – 40%), dan Moraxella

catarrhalis (4%). Pada anak, M. catarrhalis lebih banyak ditemukan (20%).

Faktor lain yang juga berpengaruh adalah lingkungan berpolusi, udara dingin dan kering,

serta kebiasaan merokok. Keadaan ini lama – lama menyebabkan perubahan mukosa dan

merusak silia.5

Patofisiologi

Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium – ostium sinus dan lancarnya klirens

mukosiliar (mucociliary clearance) di dalam KOM. Mucus juga mengandung substansi

antimikroba dan zat – zat yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman

yang masuk bersama udara pernafasan.

7

Page 8: Makalah PBL Blok 23

Pada saat terjadi infeksi baik infeksi virus dan bakteri,akan terjadi reaksi radang yang

salah satunya berupa edema. Edema tersebut terjadi di daerah kompleks ostiomeatal yang sempit.

Mukosa yang saling berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan

lendir tidak dapat dialirkan. Maka terjadi gangguan drainase dan ventilasi di dalam sinus, lendir

yang diproduksi oleh muksa sinus akan menjadi kental. Lendir yang kental tersebut menjadi

media yang baik bagi pertumbuhan bakteri patogen. Bila sumbatan berlangsung terus menerus

maka akan terjadi hipoksia dan retensi lendir sehingga timbul infeksi oleh bakteri anaerob.

Pada infeksi virus, virus juga memproduksi enzim dan neuraminidase yang

mengendurkan mukosa sinus dan mempercepat difusi virus pada lapisan mukosilia. Hal ini

menyebabkan silia menjadi kurang aktif dan sekret yang diproduksi sinus menjadi lebih kental,

yang merupakan media yang sangat baik untuk berkembangnya bakteri pathogen. 5,6

Gejala Klinis

Keluhan utama rhinosinusitis akut ialah hidung tersumbat disertai rasa nyeri/rasa tekanan

pada muka dan ingus purulent, yang seringkali turun ke tenggorok (post nasal drip). Dapat

disertai gejala sistemik seperti demam dan lesu. Serta gejala lain seperti sakit kepala dan

anosmia.

Keluhan nyeri atau rasa tekanan di daerah sinus yang terkena merupakan ciri khas

sinusitis akut. Nyeri pipi menandakan sinusitis maksila, nyeri di antara atau di belakang kedua

bola mata menandakan sinusitis etmoid, nyeri di dahi atau seluruh kepala menandakan sinusitis

frontalis, dan pada sinusitis sfenoid nyeri dirasakan di vertex, oksipital, belakang bola mata, dan

mastoid. Pada sinusitis maksila kadang – kadang ada nyeri alih ke gigi dan telinga.

Dapat disertai gejala :

Demam, malaise.

Nyeri kepala yang tak jelas yang biasanya reda dengan pemberian aspirin. Sakit

dirasa mulai dari pipi ( di bawah kelopak mata ) dan menjalar ke dahi atau gigi. Sakit

bertambah saat menunduk.

Wajah terasa bengkak dan penuh.

Nyeri pipi yang khas : tumpul dan menusuk, serta sakit pada palpasi dan perkusi.

8

Page 9: Makalah PBL Blok 23

Kadang ada batuk iritatif non-produktif.

Sekret mukopurulen yang dapat keluar dari hidung dan kadang berbau busuk.

Adanya pus atau sekret mukopurulen di dalam hidung, yang berasal dari metus

media, dan nasofaring.

Penurunan atau gangguan penciuman.3,5

Penatalaksanaan

Tujuan terapi sinusitis adalah 1) mempercepat penyembuhan, 2) mencegah komplikasi,

dan 3) mencegah perubahan menjadi kronik. Prinsip pengobatan ialah membuka sumbatan di

KOM sehingga drenase dan ventilasi sinus – sinus pulih secara alami.

Terapi Medikamentosa

o Antibiotik (diberikan minimal 2minggu):

Lini pertama:

Amoxycilline 3x500mg.

Cotrimoxazole 2x1tablet.

Erythromycine 4x500mg.

Lini kedua:

Bila ditemukan kuman menghasilkan enzim beta-laktamase

diberikan kombinasi Amoxycilline+Clavulanic acid, cefaclor atau

cephalosporine generasi II atau III oral

o Dekogestan

Topikal:

Solusio Efedrin 1% tetes hidung

Oxymethazoline 0,025% tetes hidung untuk anak, 0,05%

semprot hidung. Jangan digunakan lebih dari 5 hari

Sistemik:

Fenil Propanolamine

Pseudoefedrine 3x60mg

o Mukolitik: N-acetytilcystein, bromhexine

9

Page 10: Makalah PBL Blok 23

o Analgesik/antipiretik (bila perlu):

Parasetamol 3x500mg

Metampiron 3x500mg

o Antihistamin (diberikan pada penderita dengan latar belakang alergi)

CTM

Loratadine

Tindakan non invasif

o Diatermi dengan gelombang pendek. Digunakan pada sinusitis subakut

sebanyak 5-6 kali pada daerah yang sakit untuk memperbaiki vaskularisasi

sinus.

o Irigasi sinus maxilla

Dilakukan bila resorpsi sekret sinus maxilla tidak adekuat

Bila keadaan akut telah reda dan demam berkurang baru dapat dilakukan

irigasi melalui ostium. Bila sekresi berlebih atau tidak dapat dilakukan

melalul ostium, maka dinding antral dibawah concha inferior dibuan suatu

iubang dengan antral trokar.

Gambar 2: Gambar Irigasi Sinus

Tidakan pembedahan

o Dilakukan bila pengobatan konservatif gagal yaitu dengan mengangkat mukosa

yang patologis dan membuat drainase sinus yang terkena. Tipe pembedahan yang

dilakukan adalah antrostomi intra nasal dan operasi Caldwell-Luc.

10

Page 11: Makalah PBL Blok 23

Gambar 3: Operasi Caldwell-Luc

Teknik Operasi Caldwell-Luc:

Operasi ini dilakukan dibawah anastesi umum endotracheal atau dengan blok

syaraf maksila. Jika menggunakan anastes endotracheal maka dapat diberikan

injeksi lokal vaso konstriktor yang efeknya untuk mengurangi perdarahan di

daerah operasi.

Insisi dibuat pada batas gusi dibawah gingivo labial folg sisi posterior gigi C

sampai M1 dan M2. Mukosa periosteum diangkat dari fosa kanina dan dikaitkan

dengan 2 retraktor. Antrum dibuka dengan menggunakan pahat atau bor

kemudian selaput mukosa sinus diinsisi, sehingga tampak rongga sinus

maksilaris. Dinding atronasal pada meatus nasi inferior diangkat dan selaput

mukosa pada sisi hidung dari dinding antro nasal dibuka, sehingga terbentuk

suatu lubang. Sinus maksilaris terbuka dan dibuat hubungan antara rongga

hldung dan sinus maksilaris melalui dinding antro nasal dibawah turbinate

nasalis inferior, untuk menjamin drainage yang tetap kedalam hidung. Insisi sub

labial dijahit dengan jahitan interupted . teknik ini sudah tidak digunakan lagi.

o Selain itu ada pembedahan non radikal yaitu dengan Bedah Sinus Endoskopi

Fungsional (BSEF), yang telah menjadi tindakan pembedahan utama untuk

menangani sinus. Prinsipnya adalah membuka dan membersihkan daerah ostio-

meatal yang menJadi sumber penyumbatan dan infeksi sehingga ventilasi dan

11

Page 12: Makalah PBL Blok 23

drainase menjadi lancar kembali melalui ostium alami. Tingkat keberhasilannya

mencapai 90% dengan tanpa meninggalkan jaringan parut.6

Komplikasi

1. Selulitis orbita dan abses

Komplikasi ini terjadi secara langsung melalui atap rongga sinus maksilaris atau karena

penjalaran infeksi melalui sinus etmoid dan sinus frontalis. Rasa nyeri disekitar mata

diikuti pembengkakan kelopak mata dan konjunctiva, gerakan bola mata terbatas. Pasien

mengeluh rasa sakit yang hebat dan bila mengenai N. Optikus akan menyebabkan

kebutaan. Apabila tidak dilakukan perawatan, selulitis orbita ini akan menjadi abses.

2. Meningitis

Biasanya disebabkan karena perluasan langsung dari sinusitis maksilaris atau

tromboflebitis yang menyebar.

3. Abses otak

Merupakan kelanjutan peradangan otak, biasanya ditandai dengan adanya gangguan

ingatan, sikap dan tingkah laku serta sakit kepala yang hebat.

4. Mukokel

Terjadi akibat adanya penimbunan dan retensi sekresi mukus dan mukoid sehingga terjadi

penyumbatan osteum sinus. Jika terdapat pus didalam sinus dikenal sebagai mukokel atau

piokel.

5. Trombosis sinus cavemosus

Keadaan ini terjadi akibat adanya infeksi melalui vena, memiliki tanda yang mirip

dengan abses orbita, biasanya meliputi kedua sisi. Penyebaran infeksi ini berlangsung

cepat dan pasien dapat meninggal.

6. Fistula oro antral

Fistula ori antral didefinisikan sebagai lubang sinus yang bertahan selama lebih dari 48

jam, lubang ini terbentuk setelah pembedahan (sengaja atau tidak sengaja) dan akibat

trauma pada sinus dan jarang sekali disebabkan cacat perkembangan atau infeksi. Tidak

12

Page 13: Makalah PBL Blok 23

semua lubang kearah antrum akan menyebabkan fistula. Fistula lebih mungkin terjadi

bila lubang yang terbentuk lebih dari 3 mm dan melibatkan dasar, adanya sinusitas serta

bila perawatan yang dilakukan tidak memadai. Keluhan pasien biasanya adalah

masuknya isi rongga mulut kedalam hidung, keluarnya udara kedalam mulut dan rasa

tidak enak. Rasa sakit jarang dikeluhkan kecuali bila ada infeksi.

7. Osteomyelitis

Terjadi karena perluasan proses nekrosis, pada dinding sinus maksilaris. menghasilkan

nanah yang dikeluarkan melalui hidung dan mulut. Hal ini dapat juga terjadi akibat

kesalahan perawatan pada sinusitis maksilaris akut. Bila keadaan ini tidak dirawat akan

menyebar keseluruh maksila, orbita dan dinding lateral rongga hidung. 3,6

Prognosis

Individu dengan sinusitis akut tanpa komplikasi dapat mengharapkan pemulihan penuh

dan kembali bekerja . Sekitar 70 % dari sinusitis bakteri akut sembuh spontan tanpa antibiotik ,

penggunaan antibiotik meningkatkan persentase ini pemulihan sampai 85 % ( Orlandi ) . Jarang ,

sinusitis rumit oleh penyebaran infeksi ke tulang wajah atau otak akan memperpanjang waktu

pengobatan dan memerlukan pemulihan yang lebih panjang . Sinusitis jamur jarang terjadi tetapi

dapat menyebar dengan cepat dan mengakibatkan kematian pada individu immunocompromised

( misalnya , pasien kanker , pasien HIV / AIDS , atau diabetes yang tidak terkontrol atau pasien

dialisis ) .

Sinusitis kronis bervariasi dalam ketajaman antara individu tetapi membutuhkan

pengobatan jangka panjang yang berkelanjutan untuk peradangan dan pengobatan berkala akut

flare-up. Individu dengan tidak ada penyakit yang mendasari signifikan dapat pulih

sepenuhnya. Individu dengan penyakit inflamasi, sistem kekebalan tubuh , atau kondisi alergi

tunduk pada episode sinusitis bakteri akut. Individu yang membutuhkan pembedahan sinus dapat

berharap untuk kembali ke aktivitas normal dalam waktu 5 sampai 7 hari pasca operasi dan

untuk mencapai pemulihan penuh di sekitar 4 sampai 6 minggu . Pengobatan gagal pada sekitar

10 % sampai 25 % dari pasien.6

Pencegahan

13

Page 14: Makalah PBL Blok 23

Ada beberapa langkah yang dapat diambil untuk mengurangi risiko terkena sinusitis.

Bagi perokok lebih baik menurangi rokok karena asap dapat mengiritasi saluran hidung dan

meningkatkan kemungkinan infeksi. Alergi hidung bisa memicu infeksi sinus, juga. Dengan

mengidentifikasi alergen (zat yang menyebabkan reaksi alergi) dan menghindari hal itu,

Jika memiliki kemacetan dari pilek atau alergi, berikut ini dapat membantu mengurangi

risiko mengembangkan sinusitis:

Minum banyak air. Hal ini menipis sekresi hidung dan membuat membran mukosa

lembab.

Menggunakan uap untuk menenangkan bagian hidung. Tarik napas panjang sambil

berdiri di mandi air panas, atau menghirup uap dari baskom berisi air panas sambil

memegang handuk di atas kepala.

Hindari membuang ingus dengan kekuatan besar, yang dapat mendorong bakteri ke

dalam sinus.

Beberapa dokter menyarankan periodik pencucian rumah hidung untuk membersihkan

sekresi. Hal ini dapat membantu mencegah, dan juga mengobati, infeksi sinus.5,6

Kesimpulan

Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal. Sinusitis akut dapat disebabkan oleh

rinitis akut, infeksi faring, infeksi gigi rahang atas (dentogen), trauma. Gejala klinis dapat berupa

demam dan rasa lesu. Hidung tersumbat disertai rasa nyeri/rasa tekanan pada muka dan ingus

purulent, yang seringkali turun ke tenggorok. Penciuman terganggu dan ada perasaan penuh

dipipi waktu membungkuk ke depan. Pada pemeriksaan tampak pembengkakan di pipi dan

kelopak mata bawah. Pada rinoskopi anterior tampak mukosa konka hiperemis dan edema. Pada

rinoskopi posterior tampak mukopus di nasofaring (post nasal drip). Terapi medikamentosa

berupa antibiotik selam 10-14 hari. Pengobatan lokal dengan inhalasi, pungsi percobaan dan

pencucian.

Daftar Pustaka

14

Page 15: Makalah PBL Blok 23

1. Abdurrahman N, dkk. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis. Jakarta : Interna Publishing

FKUI 2007

2. George L. Adams, Lawrence R. Boies, Peter H. Higler. Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6.

Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC 2013

3. Soetjipto Damayanti. Patogenesis, Diagnosis dan Penatalaksanaan Medik Sinusitis,

disampaikan dalam: Simposium Penatalaksanaan Otitis Media Supuratifa Kronik,

Sinusitis dan Demo Timpanoplasti 22-23 Maret 2003, Denpasar, Bali

4. Soepardi, Efiaty Arsyad,dkk. Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepada &

Leher Edisi Keenam. Jakarta : Badan Penerbit FKUI 2011

5. Shames Richard S, Kishiyama Jeffrey L. Disorders of the Immune System, in: McPhee

Stephen J, Lingappa Vishwanath R, Ganong William F, editors. Pathophysiology of

Disease: An Introduction to Clinical Medicine 4th editions. Mc Graw Hill, Philadelphia,

2003

6. Siswantoro,Pawarti D, Soerarso Bakti. Pedoman Diagnosis dan Terapi SMF Ilmu

Penyakit Telinga, Hidung, dan Tenggorok RSUD Dr. Soetomo. Edisi 3. Surabaya, 2005

15