Makalah PAUD Emo, Mor, Aga

26
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu  pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut, yang diselenggarakan pada  jalur formal, nonformal, dan informal. Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk  penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku serta agama) bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini. Ada empat pertimbangan pokok pentingnya pendidikan anak usia dini, yaitu: 1) menyiapkan tenaga manusia yang berkualitas 2) mendorong percepatan perputaran ekonomi dan rendahnya biaya sosial karena tingginya produktivitas kerja dan daya tahan 3) meningkatkan pemerataan dalam kehidupan masyarakat 4) menolong para orang tua dan anak-anak. Pendidikan anak usia dini tidak sekedar berfungsi untuk memberikan  pengalaman belajar kepada anak, tetapi yang lebih penting berfungsi untuk mengoptimalkan perkembangan otak. Pendidikan anak usia dini sepatutnya  juga mencakup seluruh proses stimulasi psikososial dan tidak terbatas pada  proses pembelajaran yang terjadi dalam lembaga pendidikan. Artinya,  pendidikan anak usia dini dapat berlangsung dimana saja dan kapan saja seperti halnya interaksi manusia yang terjadi di dalam keluarga, teman sebaya, dan

Transcript of Makalah PAUD Emo, Mor, Aga

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar BelakangPendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut, yang diselenggarakan pada jalur formal, nonformal, dan informal.Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku serta agama) bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini.Ada empat pertimbangan pokok pentingnya pendidikan anak usia dini, yaitu:1) menyiapkan tenaga manusia yang berkualitas2) mendorong percepatan perputaran ekonomi dan rendahnya biaya sosial karena tingginya produktivitas kerja dan daya tahan3) meningkatkan pemerataan dalam kehidupan masyarakat4) menolong para orang tua dan anak-anak.

Pendidikan anak usia dini tidak sekedar berfungsi untuk memberikan pengalaman belajar kepada anak, tetapi yang lebih penting berfungsi untuk mengoptimalkan perkembangan otak. Pendidikan anak usia dini sepatutnya juga mencakup seluruh proses stimulasi psikososial dan tidak terbatas pada proses pembelajaran yang terjadi dalam lembaga pendidikan. Artinya, pendidikan anak usia dini dapat berlangsung dimana saja dan kapan saja seperti halnya interaksi manusia yang terjadi di dalam keluarga, teman sebaya, dan dari hubungan kemasyarakatan yang sesuai dengan kondisi dan perkembangan anak usia dini.Pendidikan anak usia dini adalah pendidikan terpenting karena usia dini adalah merupakan masa yang menentukan dalam pengembangan agama, akhlak dan keilmuan seorang anak. Karena menurut penelitan para pakar bahwa pada usia dini adalah usia yang sangat peka dan kuat dalam menerima informasi dan pesan dari lingkungan atau yang biasa disebut sebagai masa keemasan (golden age). Pentingnya pendidikan pada usia dini memerlukan pendekatan yang relevan dengan kondisi anak mulai dari aspek umur, pola pikir anak, lingkunagan, media dan saran. Maka dari itu startegi yang berkaitan dengan penyelenggaran Pendidikan Anak Usia Dini harus dirancang dengan sebaik-baiknya agar tercapai tujuan pendidikan yaitu memaksimalkan potensi anak kearah maksimal dengan didasarai nilai-nilai agama.Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis merusmuskan dalam rumusan masalah sebagai berikut:1.2 Rumusan Masalah1. Bagaimana teori menurut para Ahli dan factor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan Anak ?2. Bagiamana Pertumbuhan Dan Perkembangan Sosial, Emosional, Moral dan Agama Anak Usia Dini ?1.3 Tujuan Penulisan1. Untuk Mengetahui teori menurut para Ahli dan faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan Anak 2. Untuk Mengetahui Pertumbuhan Dan Perkembangan Sosial, Emosional, Moral dan Agama Anak Usia Dini

BAB IIPEMBAHASAN

2.1 Teori dan Faktor-faktor Yang mempengaruhi Pertumbuhan dan Perkembangan AnakPertumbuhandiartikan sebagai perubahan alamiah secara kuantitatif pada segi jasmaniah atau fisik dan atau menunjukkan kepada suatu fungsi tertentu yang baru (yang tadinya belum tampak) dari organisme atau individu. Konsep pertumbuhan mempunyai makna luas, mencangkup segi-segi kuantitatif dan kualitatif serta aspek-aspek fisik-psikis seperti yang terkandung dalam istilah-istilah pertumbuhan, kematangan dan belajar atau pendidikan dan latihan. Belajar atau pendidikan menunjukkan kepada perubahan pola-pola sambutan atau perilaku dan aspek-aspek kepribadian tertentu sebagai hasil usaha individu atau organisme yang bersangkutan dalam batas-batas waktu setelah tiba masa pekanya. Dengan demikian, dapat dibedakan bahwa perubahan-perubahan perilaku dan pribadi sebagai hasil belajar itu berlangsung secara intensional atau dengan sengaja diusahakan oleh individu yang bersangkutan, sedangkan perubahan dalam arti pertumbuhan dan kematangan berlangsung secara alamiah menurut jalannya pertambahan waktu atau usia yang ditempuh oleh yang bersangkutan. Pertumbuhan terbatas pada perubahan-perubahan yang bersifat evolusi (menuju ke arah yang lebih sempurna). Perubahan-perubahan aspek fisik dapat diidentifikasikan relative lebih mudah manifestasinya karena dapat dilakukan pengamatan langsung seperti tinggi dan berat badan, tanggal dan tumbuhnya gigi dan sebagainya. Lain halnya dengan segi-segi psikis yang relative sulit diidentifikasi karena kita hanya mengamati dan sampai batas tertentu.Perkembangandiartikan sebagai perubahan-perubahan yang dialami oleh individu atau organisme menuju tingkat kedewasaannya yang berlangsung secara sistematis, progresif dan berkesinambungan baik fisik maupun psikis. Perkembangan juga bertalian dengan beberapa konsep pertumbuhan (growth), kematangan (maturation), dan belajar (learning) serta latihan (training).Perkembangan individu dapat ditujukan dengan munculnya atau hilangnya, bertambah atau berkurangnya bagian-bagian, fungsi-fungsi atau sifat-sifat psikofisis, baik secara kuantitatif maupun kualitatif, yang sampai batas tertentu dapat diamati dan diukur dengan mempergunakan teknik dan instrument yang sesuai. Contoh perkembangan proses berpikir, kemampuan berbahasa dan lain-lain.2.1.1 Teori Pertumbuhan Dan Perkembangan1) Sigmeun Freud (Perkembangan Psychosexual) a. Fase oral (0 1 tahun)Pusat aktivitas yang menyenagka di dalam mulutnya, anak mendapat kepuasaan saat mendapat ASI, kepuasan bertambah dengan aktifitas mengisap jari dan tangannya atau benda benda sekitarnya.b. Fase anal (2 3 tahun)Meliputi retensi dan pengeluaran feces. Pusat kenikmatanya pada anus saat BAB, waktu yang tepat untuk mengajarkan disiplin dan bertanggung jawab.c. Fase Urogenital atau faliks (usia 3 4 tahun)Tertarik pada perbedaan antomis laki dan perempuan, ibu menjadi tokoh sentral bila menghadapi persoalan. Kedekatan ank laki laki pada ibunya menimbulkan gairah sexual dan perasaan cinta yang disebut oedipus compleks.d. Fase latent (4 5 tahun sampai masa pubertas )Masa tenang tetapi anak mengalami perkembangan pesat aspek motorik dan kognitifnya. Disebut juga fase homosexual alamiah karena anak nak mencari teman sesuai jenis kelaminnya, serta mencari figur (role model) sesuai jenis kelaminnya dari orang dewasa.e. Fase GenitaliaAlat reproduksi sudah muali matang, heteroseksual dan mulai menjalin hubungan rasa cinta dengan berbeda jenis kelamin.2)Piaget (Perkembangan Kognitif)Meliputi kemampuan intelegensi, kemampuan berpersepsi dan kemampuan mengakses informasi, berfikir logika, memecahkan masalah kompleks menjadi simple dan memahami ide yang abstrak menjadi konkrit, bagaimana menimbulkan prestasi dengan kemampuan yang dimiliki anak.a. Tahap sensori motor (0 2 tahun)Prilaku anak banyak melibatkan motorik, belum terjadi kegiatan mental yang bersifat simbolis (berfikir). Sekitar usia 18 24 bulan anak mulai bisa melakukan operations, awal kemampuan berfikir.b. Tahap pra operasional (2 7 tahun)Tahap pra konseptual (2 4 tahun) anak melihat dunia hanya dalam hubungan dengan dirinya, pola pikir egosentris. Pola berfikir ada dua yaitu : transduktif ; anak mendasarkan kesimpulannya pada suatu peristiwa tertentu (ayam bertelur jadi semua binatang bertelur) atau karena ciri ciri objek tertentu (truk dan mobil sama karena punya roda empat). Pola penalaran sinkretik terjadi bila anak mulai selalu mengubah ubah kriteria klasifikasinya. Misal mula mula ia mengelompokan truk, sedan dan bus sendiri sendiri, tapi kemudia mengelompokan mereka berdasarkan warnanya, lalu berdasarkan besar kecilnya dan seterusnya. Tahap intuitif ( 4 7 tahun) Pola fikir berdasar intuitif, penalaran masih kaku, terpusat pada bagian bagian terentu dari objek dan semata mata didasarkan atas penampakan objek.c. Tahap operasional konkrit (7 12 tahun)Konversi menunjukan anak mampu menawar satu objek yang diubah bagaimanapun bentuknya, bila tidak ditambah atau dikurangi maka volumenya tetap. Seriasi menunjukan anak mampu mengklasifikasikan objek menurut berbagai macam cirinya seperti : tinggi, besar, kecil, warna, bentuk dst.d. Tahap operasional formal (mulai usia 12 tahun)Anak dapat melakukan representasi simbolis tanpa menghadapi objek objek yang ia fikirkan. Pola fikir menjadi lebih fleksibel melihat persoalan dari berbagai sudut yang berbeda.

3) Erikson (Perkembangan Psikososial)Proses perkembangan psikososial tergantung pada bagaimana individu menyelesaikan tugas perkembangannya pada tahap itu, yang paling penting adalah bagaimana memfokuskan diri individu pada penyelesaian konflik yang baik itu berlawanan atau tidak dengan tugas perkembangannya.a. Trust vs. missstrust ( 0 1 tahun)Kebutuhan rasa aman dan ketidakberdayaannya menyebabkan konflik basic trust dan mistrust, bila anak mendapatkan rasa amannya maka anak akan mengembangkan kepercayaan diri terhadap lingkungannya, ibu sangat berperan penting.b. Autonomy vs shame and doubt ( 2 3 tahun)Organ tubuh lebih matang dan terkoordinasi dengan baik sehingga terjadi peningkatan keterampilan motorik, anak perlu dukungan, pujian, pengakuan, perhatian serta dorongan sehingga menimbulkan kepercayaan terhadap dirinya, sebaliknya celaan hanya akan membuat anak bertindak dan berfikir ragu ragu. Kedua orang tua objek sosial terdekat dengan anak.c. Initiatif vs Guilty (3 6 tahun)Bila tahap sebelumnya anak mengembangkan rasa percaya diri dan mandiri, anak akan mengembnagkan kemampuan berinisiatif yaitu perasaan bebas untuk melalukan sesuatu atas kehendak sendiri. Bila tahap sebelumnya yang dikembangkan adalah sikap ragu-ragu, maka ia kan selalu merasa bersalah dan tidak berani mengambil tindakan atas kehendak sendiri.d. Industry vs inferiority (6 11 tahun)Logika anak sudah mulai tumbuh dan anak sudah mulai sekolah, tuntutan peran dirinya dan bagi orang lain semakin luas sehingga konflik anak masa ini adalah rasa mampu dan rendah diri. Bila lingkungan ekstern lebih banyak menghargainya maka akan muncul rasa percaya diri tetapi bila sebaliknya, anak akan rendah diri.

e. Identity vs Role confusion ( mulai 12 tahun)Anak mulai dihadapkan pada harapan harapan kelompoknya dan dorongan yang makin kuat untuk mengenal dirinya sendiri. Ia mulai berfikir bagaimana masa depannya, anak mulai mencari identitas dirinya serta perannya, jiak ia berhasil melewati tahap ini maka ia tidak akan bingung menghadapi perannyaf. Intimacy vs Isolation (dewasa awal)Individu sudah mulai mencari pasangan hidup. Kesiapan membina hubungan dengan orang lain, perasaan kasih sayang dan keintiman, sedang yang tidak mampu melakukannya akan mempunyai perasaan terkucil atau tersaing.g. Generativy vs self absorbtion (dewasa tengah)Adanya tuntutan untuk membantu orang lain di luar keluarganya, pengabdian masyarakat dan manusia pada umumnya. Pengalaman di masa lalu menyebabkan individu mampu berbuat banyak untuk kemanusiaan, khususnya generasi mendatang tetapi bila tahap tahap silam, ia memperoleh banyak pengalaman negatif maka mungkin ia terkurung dalam kebutuhan dan persoalannya sendiri.h. Ego integrity vs Despair (dewasa lanjut)Memasuki masa ini, individu akan menengok masa lalu. Kepuasan akan prestasi, dan tindakan-tindakan dimasa lalu akan menimbbulkan perasaan puas. Bila ia merasa semuanya belum siap atau gagal akan timbul kekecewaan yang mendalam.4) Kohlberg (Perkembangan Moral) a. Pra-konvensionalMulanya ditandai dengan besarnya pengaruh wawasan kepatuhan dan hukuman terhadap prilaku anak. Penilaian terhadap prilaku didasarkan atas akibat sikap yang ditimbulkan oleh prilaku. Dalam tahap selanjutnya anak mulai menyesuaikan diri dengan harapan harapan lingkungan untuk memperoleh hadiah, yaitu senyum, pujian atau benda.

b. KonvensionalAnak terpaksa menyesuaikan diri dengan harapan lingkungan atau ketertiban sosial agar disebut anak baik atau anak manisc. Purna konvensionalAnak mulai mengambil keputusan baik dan buruk secara mandiri. Prinsip pribadi mempunyai peranan penting. Penyesuaian diri terhadap segala aturan di sekitarnya lebih didasarkan atas penghargaannya serta rasa hormatnya terhadap orang lain.5.) Hurolck (Perkembangan Emosi)Menurut Hurlock, masa bayi mempunyai emosi yang berupa kegairahan umum, sebelum bayi bicara ia sudah mengembangkan emosi heran, malu, gembira, marah dan takut. Perkembangan emosi sangat dipengaruhi oleh faktor kematangan dan belajar. Pengalaman emosional sangat tergantung dari seberapa jauh individu dapat mengerti rangsangan yang diterimanya. Otak yang matang dan pengalaman belajar memberikan sumbangan yang besar terhadap perkembangan emosi, selanjutnya perkembngan emosi dipengaruhi oleh harapan orang tua dan lingkungan.6.) Perkembangan PsikososialTeori perkembangan ini dikemukakan oleh Sigmund Freud. Beliau mengemukakan bahwa : Di dalam jiwa individu terdapat tiga komponen yaitu : Id : nangis, minta minum,makan, dll. Ego : lebih rasional, tetapi masa bodoh terhadap lingkungan. Super Ego : lebih memikirkan lingkungan.Perkembangan berhubungan dengan bagian-bagian fungsi tubuh dan dipandang sebagai aktifitas yang menyenangkan. Insting seksual memainkan peranan penting dalam perkembangan kepribadian. Menurut Freud perkembangan manusia terjadi dalam beberapa fase dimana setiap fasenya mempunyai waktu dan ciri-ciri tertentu dan fase ini berjalan secara kontinyu.

2.1.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Dan Perkembangan AnakProses pertumbuhan dan perkembangan anak, tidak selamanya berjalan sesuai yang diharapkan. Hal ini disebabkan karena banyak faktor yang mempengaruhinya, baik faktor yang dapat diubah/dimodifikasi yaitu faktor keturunan, maupun faktor yang tidak dapat diubah/dimodifikasi yaitu faktor lingkungan. Apabila ada faktor lingkungan yang menyebabkan gangguan terhadap proses tumbuh kembang anak, maka faktor tersebut perlu diubah (dimodifikasi).Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak tersebut adalah sebagai berikut:1) Faktor Keturunan (herediter) a) Sekskecepatan pertumbuhan dan perkembangan pada seorang anak wanita berbeda dengan anak laki-lakib) RasAnak keturunan bangsa Eropa lebih tinggi dan besar dibandingkan dengan anak keturunan bangsa Asia.2) Faktor Lingkungan a) Lingkungan eksternal1. KebudayaanKebudayaan suatu daerah akan mempengaruhi kepercayaan adat kebiasaan dan tingkah laku dalam merawat dan mendidik anak.2. Status sosial ekonomi keluargaKeadaan sosial ekonomi keluarga dapat mempengaruhi pola asuhan terhadap anak. Misalnya orang tua yang mempunyai pendidikan cukup mudah menerima dan menerapkan ide-ide utuk pemberian asuhan terhadap anak3. NutrisiUntuk tumbuh kembang, anak memerlukan nutrisi yang adekuat yang didapat dari makan yang bergizi. Kekurangan nutrisi dapat diakibatkan karena pemasukan nutrisi yang kurang baik kualitas maupun kuantitas, aktivitas fisik yang terlalu aktif, penyakit-penyakit fisik yang menyebabkan nafsu makan berkurang, gangguan absorpsi usus serata keadaan emosi yang menyebabkan berkurangnya nafsu makan.4. Penyimpangan dari keadaan normalDisebabkan karena adanya penyakit atau kecelakaan yang dapat menggangu proses pertumbuhan dan perkembangan anak.5. OlahragaOlahraga dapat meningkatkan sirkulasi, aktivitas fisiologi, dan menstimulasi terhadap perkembangan otot-otot.6. Urutan anak dalam keluarganyakelahiran anak pertama menjadi pusat perhatian keluarga, sehingga semua kebutuhan terpenuhi baik fisik, ekonomi, maupun sosial.b) Lingkungan internal1. IntelegensiPada umumnya anak yang mempunyai intelegensi tinggi, perkembangannya akan lebih baik jika dibandingkan dengan yang mempunyai intelegensi kurang.2. HormonAda tiga hormon yang mempengaruhi pertumbuhan anak yaitu:somatotropin, hormon yang mempengaruhi jumlah sel untuk merangsang sel otak pada masa pertumbuhan, berkuragnya hormon ini dapat menyebabkan gigantisme; hormon tiroid, mempengaruhi pertumbuhan, kurangnya hormon ini apat menyebabkan kreatinisme; hormon gonadotropin, merangsang testosteron dan merangsang perkembangan seks laki-laki dan memproduksi spermatozoa. Sedangkan estrogen merangsang perkembangan seks sekunder wanita dan produksi sel telur.kekurangan hormon gonadotropin ini dapat menyebabkan terhambatnya perkembangan seks.

3. EmosiHubungan yang hangat dengan ornag lain seperti ayah, ibu, saudara, teman sebaya serta guru akan memberi pengaruh pada perkembangan emosi, sosial dan intelektual anak. Pada saat anakberinteraksi dengan keluarga maka kan mempengaruhi interaksi anak di luar rumah. Apabila kebutuhan emosi anak tidak dapat terpenuhi

2.2 Pertumbuhan Dan Perkembangan Sosial, Moral dan Agama Anak Usia Dini2.2.1 Perkembangan SosialMenurut Plato secara potensial (fitrah) manusia dilahirkan sebagai makhluk sosial(zoon politicori).Syamsuddin (1995:105) mengungkapkan bahwa "sosialisasi adalah proses belajar untuk menjadi makhluk sosial", sedangkan menurut Loree (1970:86) "sosialisasi merupakan suatu proses di mana individu (terutama) anak melatih kepekaan dirinya terhadap rangsangan-rangsangan sosial terutama tekanan-tekanan dan tuntutan kehidupan (kelompoknya) serta belajar bergaul dengan bertingkah laku, seperti orang lain di dalam lingkungan sosialnya".Muhibin (1999:35) mengatakan bahwa perkembangan sosial merupakan proses pembentukansocial self(pribadi dalam masyarakat), yakni pribadi dalam keluarga, budaya, bangsa, dan seterusnya. Adapun Hurlock (1978:250) mengutarakan bahwa perkembangan sosial merupakan perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial. "Sosialisasi adalah kemampuan bertingkah laku sesuai dengan norma, nilai atau harapan sosial".2.2.2 Perkembangan EmosiJika kita berbicara tentang emosi maka setiap orang akan mengatakan bahwa ia pernah merasakannya, setiap orang bereaksi terhadap keberadaannya. Hidup manusia sangat kaya akan pengalaman emosional. Hanya saja ada yang sangat kuat dorongannya, adapula yang sangat samar sehingga ekspresinya tidak tampak. Ekspresi emosi akan kita kenali pada setiap jenjang usia mulai dari bayi hingga orang dewasa, baik itu laki-Iaki ataupun perempuan. Sebagai contoh, seorang anak tertawa kegirangan ketika ayahnya melambungkan tubuhnya ke udara atau kita meiihat seorang anak yang berusia satu tahun sedang menangis karena mainannya direbut oleh kakaknya. Bagi seorang anak, kondisi emosi ini lebih*mudah diekspresikan rnelalui kondisi fisiknya. Sebagai contoh seorang anak akan iangsung menangis apabila ia merasa sakit atau merasa tidak nyaman. Namun, apabiia seorang anak ditanya tentang "bagaimana perasaannya" atau "mengapa ia merasa sakit?", anak akan merasa kesulitan untuk mengungkapkan perasaannya dalam bahasa verbal.Contoh-contoh perilaku di atas menunjukkan gambaran emosi seseorang. Jadi, apa sebetulnya yang dimaksud dengan emosi itu? Untuk mengetahui hai itu lebih jelas, Anda dapat mengikuti pembahasan berikut ini.Emosi adalah perasaan yang ada dalam diri kita, dapat berupa perasaan v senang atau tidak senang, perasaan baik atau buruk. DalamWorld Book Dictionary(1994: 690) emosi didefinisikan sebagai "berbagai perasaan yang kuat". Perasaan benci, takut, marah, cinta, senang, dan kesedihan. Macam-macam perasaan tersebut adalah gambaran dari emosi. Goleman (1995:411) menyatakan bahwa "emosi merujuk pada suatu perasaan atau pikiran-pikiran khasnya, suatu keadaan biologis dan psikologis serta serangkaian kecenderungan untuk bertindak".Syamsuddin (1990:69) mengemukakan bahwa "emosi merupakan suatu suasana yang kompleks(a complex feeling state)dan getaran jiwa(stid up state)yang menyertai atau muncul sebelum atau sesudah terjadinya suatu perilaku". Berdasarkan definisi di atas kita dapat memahami bahwa emosi merupakan suatu keadaan yang kompleks, dapat berupa perasaan ataupun getaran jiwa yang ditandai oleh perubahan biologis yang muncul menyertai terjadinya suatu perilaku.2.2.3Proses Perkembangan Sosial Anak Usia DiniUntuk menjadi individu yang mampu bermasyarakat diperlukan tiga proses sosialisasi. Proses sosialisasi ini tampaknya terpisah, tetapi sebenarnya saling berhubungan satu sama lainnya, sebagaimana yang dikemukakan oleh Hurlock (1978), yaitu sebagai berikut.a. Belajar untuk bertingkah laku dengan cara yang dapat diterima masyarakat.b. Belajar memainkan peran sosial yang ada di masyarakat.c. Mengembangkan sikap/tingkah laku sosial terhadap individu lain dan aktivitas sosial yang ada di masyarakat.Pada perkembangannya, berdasarkan ketiga tahap proses sosial ini, individu akan terbagi ke dalam dua kelompok, yaitu kelompok individu sosial dan individu nonsosial. Kelompok individu sosial adalah mereka yang tingkah lakunya mencerminkan ketiga proses sosialisasi. Mereka mampu untuk mengikuti kelompok yang diinginkan dan diterima sebagai anggota kelompok. Adakalanya mereka selalu menginginkan adanya orang lain dan merasa kesepian apabila berada seorang diri. Selain itu mereka juga merasa puas dan bahagia jika selalu berada dengan orang lain. Adapun kelompok individu nonsosial, mereka adalah orang-orang yang tidak berhasil mencerminkan ketiga proses sosialisasi. Mereka adalah individu yang tidak tahu apa yang diharapkan kelompok sosial sehingga tingkah laku mereka tidak sesuai dengan harapan sosial. Kadang-kadang mereka tumbuh menjadi individu antisosial, yaitu individu yang mengetahui harapan kelompok sosial, tetapi dengan sengaja melawan hal tersebut. Akibatnya individu antisosial ini ditolak atau dikucilkan oleh kelompok sosial.Selain kedua kelompok tadi, dalam perkembangan sosial ini adapula istilah individu yangintrovertdanextrovert. Introvertadalah kecenderungan seseorang untuk menarik diri dari lingkungan sosialnya. Minat, sikap ataupun keputusan-keputusan yang diambil selalu didasarkan pada perasaan, pemikiran, dan pengalamannya sendiri. Orang-orang dengan kecenderunganintrovert,biasanya pendiam dan tidak membutuhkan orang lain karena merasa segala kebutuhannya bisa dipenuhi sendiri. Sedangkanextrovertadalah kecenderungan seseorang untuk mengarahkan perhatian ke luar dirinya sehingga segala minat, sikap, dan keputusan-keputusan yang diambilnya lebih ditentukan oleh peristiwa-peristiwa yang terjadi di luar dirinya. Orang-orang extrovertbiasanya cenderung aktif, suka berteman, dan ramah-tamah. Seorang ahli menyatakanintrovertdanextroverthanya merupakan suatu tipe dari reaksi yang ditunjukkan seseorang. Jika seseorang menunjukkan reaksi yang terus-menerus seperti itu atau sudah menjadi kebiasaan barulah bisa dianggap sebagai tipe kepribadiannya. Sementara ahli lain menyatakan bahwa suatu kepribadian yang sehat atau seimbang haruslah memiliki kedua kecenderungan ini. Dengan demikian, kebutuhan untuk berhubungan dengan lingkungan sosialnya serta kebutuhan akan prestasi dan refleksi diri keduanya bisa terpuaskan.Ada dua puluh karakteristik yang dapat menggambarkan individu dengan penyesuaian diri baik, yaitu sebagai berikut.1. Dapat menerima tanggung jawab sesuai dengan usianya.2. Menikmati pengalamannya.3. Mau menerima tanggung jawab sesuai dengan perannya. Apakah itu peran sebagai anggota kelompok, murid di sekolah atau sekadar peran kakak terhadap adiknya.4. Mampu memecahkan masalah dengan segera.5. Dapat melawan dan mengatasi hambatan untuk merasa bahagia.6. Mampu membuat keputusan dengan kekhawatiran dan konflik yang minimum.7. Tetap pada pilihannya sehingga ia menemukan bahwa pilihannya itu salah.8. Merasa puas dengan kenyataan.9. Dapat menggunakan pikiran sebagai dasar untuk bertindak, tidak untuk melarikan diri.10. Belajar dari kegagalan tidak mencari alasan untuk kegagalannya.11. Tahu bagaimana harus bekerja pada saat kerja dan bermain pada saat main.12. Dapat berkata tidak pada situasi yang mengganggunya.13. Dapat berkata ya pada situasi yang membantunya.14. Dapat menunjukkan kemarahan ketika merasa terluka atau merasa haknya terganggu.15. Dapat menunjukkan kasih sayang.16. Dapat menahan sakit dan frustrasi bila diperlukan.17. Dapat berkompromi ketika mengalami kesulitan.18. Dapat mengonsentrasikan energinya pada tujuan.19. Menerima kenyataan bahwa hidup adalah perjuangan yang tak ada habisnya.20. Untuk menjadi individu dengan penyesuaian diri yang baik, seorang anak harus merasa bahagia dan mampu menerima dirinya. Untuk itu, sejak dini anak perlu diajak bersikap realistis terhadap diri dan kemampuannya.2.2.4Fungsi dan Peranan Emosi Pada Perkembangan Anak Usia DiniSetelah kita mengetahui apa dan bagaimana mekanisme terjadinya emosi pada individu, selanjutnya kita akan membahas tentang tungsi atau peranan emosi pada perkembangan anak. Fungsi dan peranan yang dimaksud adalah sebagai berikut.a. Merupakan bentuk komunikasi sehingga anak dapat menyatakan segala kebutuhan dan perasaannya pada orang lain. Sebagai contoh, anak yang merasakan sakit atau marah biasanya mengekspresikan emosinya dengan menangis. Menangis ini merupakan bentuk komunikasi anak dengan lingkungannya pada saat ia belum mampu mengutarakan perasaannya dalam bentuk bahasa verbal. Demikian pula halnya ekspresi tertawa terbahak-bahak ataupun memeluk ibunya dengan erat. Ini merupakan contoh bentuk komunikasi anak yang bermuatan emosional.b. Emosi berperan dalam mempengaruhi kepribadian dan penyesuaian diri anak dengan lingkungan sosialnya, antara lain berikut ini.1)Tingkah laku emosi anak yang ditampilkan merupakan sumber penilaian lingkungan sosial terhadap dirinya. Penilaian lingkungan sosial ini akan menjadi dasar individu dalam menilai dirinya sendiri. Penilaian ini akan menentukan cara lingkungan sosial memperlakukan seorang anak, sekaligus membentuk konsep diri anak berdasarkan perlakuan tersebut. Sebagai contoh, seorang anak sering mengekspresikan ketidaknyamanannya dengan menangis, lingkungan sosialnya akan menilai ia sebagai anak yang "cengeng". Anak akan diperlakukan sesuai dengan penilaiannya tersebut, misalnya entah sering mengolok-olok anak, mengucilkannya atau bisa juga menjadiover protective.Penilaian dan perlakuan terhadap anak yang disebut "cengeng" ini akan mempengaruhi kepribadian dan penilaian diri anak.2)Emosi menyenangkan atau tidak menyenangkan dapat mempengaruhi interaksi sosial anak melalui reaksi-reaksi yangditampilkan lingkungannya. Melalui reaksi lingkungan sosial, anak dapat belajar untuk membentuk tingkah laku emosi yang dapat diterima lingkungannya. Jika anak melempar mainannya saat marah, reaksi yang muncul dari lingkungannya adalah kurang menyukai atau menolaknya. Reaksi yang kurang menyenangkan ini, membuat anak memperbaiki ekspresi emosinya agar dapat diterima di lingkungan masyarakatnya. Demikian pula halnya dengan ekspresi emosi yang disukai lingkungannya. Anak yang empati dan suka berbagi mainan dengan temannya, akan disukai oleh lingkungannya. Anak akan tetap mempertahankan perilakunya karena ia menyukai reaksi lingkungan terhadapnya.3)Emosi dapat mempengaruhi iklim psikologis lingkungan. Tingkah laku emosi anak yang ditampilkan dapat menentukan iklim psikologis lingkungan. Artinya, apabila ada seorang anak yang pemarah dalam suatu kelompok maka dapat mempengaruhi kondisi psikologis lingkungannya saat itu, misalnya permainan menjadi tidak menyenangkan, timbul pertengkaran atau malah bubar.4)Tingkah laku yang sama dan ditampilkan secara berulang dapat menjadi satu kebiasaan. Artinya, apabila seorang anak yang ramah dan suka menolong merasa senang dengan perilakunya tersebut dan lingkungan pun menyukainya maka anak akan melakukan perbuatan tersebut berulang-ulang hingga akhirnya menjadi kebiasaan.5)Ketegangan emosi yang dimiliki anak dapat menghambat atau mengganggu aktivitas motorik dan mental anak. Seorang anak yang mengalami stress atau ketakutan menghadapi suatu situasi, dapat menghambat anak tersebut untuk melakukan aktivitas. Misalnya, seorang anak akan menolak bermain finger painting (melukis dengan jari tangan) karena takut akan mengotori bajunya dan dimarahi orang tuanya. Aktivitas finger painting ini sangat baik untuk melatih motorik halus dan indra perabaannya. Namun, hambatan emosional (takut dimarahi orang tuanya) anak menjadi kehilangan keberanian untuk mencobanya dan hilanglah kesempatan pengembangan dirinya.2.2.5. Perkembangan Moral Anak Usia DiniManusia merupakan makhluk etis atau makhluk yang mampu memahami kaidah-kaidah moral dan mampu menjadikannya sebagai pedoman dalam bertutur kata, bersikap, dan berperilaku. Kemampuan seperti di atas bukan merupakan kemampuan bawaan melainkan harus diperoleh melalui proses belajar. Anak dapat mengalami perkembangan moral jika dirinya mendapatkan pengalamanan bekenaan dengan moralitas. Perkembangan moral anak ditandai dengan kemampuan anak untuk memahami aturan, norma, dan etika yang berlaku (Slamet Suyanto,2005: 67). Mengingat moralitas merupakan factor penting dalam kehidupan manusia maka manusia sejak dini harus mendapatkan pengaruh yang positif untuk menstimulasi perkembangan moralnya.A. Konsep-konsep Pengembangan Moral Anak Usia DiniMenurut Megawangi, dalam Siti Aisyah dkk. (2007: 8.36), anak-anak akan tumbuh menjadi pribadi yang berkarakter apabila mereka berada di lingkungan yang berkarakter pula. Usaha mengembangkan anak-anak agar menjadi pribadi-pribadi yang bermoral atau berkarakter baik merupakan tangguang jawab keluarga, sekolah, dan seluruh komponen masyarakat. Usaha tersebut harus dilakukan secara terencana, terfokus, dan komprehensif.Pengembangan moral anak usia dini melalui pengembangan pembiasaan berperilaku dalam keluarga dan sekolah.1. Pengembangan Berperilaku Yang Baik Dimulai Dari Dalam KeluargaKeluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi perkembangan anak. Keluarga merupakan lingkungan pendidikan pertama dan paling efektif untuk melatih berbagai kebiasaan yang baik pada anak.Menurut Thomas Lickona, sebagimana pendapatnya dikutip oleh Siti Aisyah dkk. (2007: 8.38 8.41), ada 10 hal penting yang harus diperhatikan dan dijadikan prinsip dalam mengembangkan karakter anak dalam keluarga, yaitu sebagai berikut.1)Moralitas penghormatanHormat merupakan kuci utama untuk dapar hidup harmonis dengan masyarkat. Moralitas penghormatan mencakup:a)Penghormatan kepada diri sendiri untuk mencegah agar diri sendiri tidak terlibat dalam perilaku yang merugikan diri sendiri.b)Penghormatan kepada sesame manusia meskipun berbeda suku, agama, kemampuan ekonomi, dst.c)Penghormatan kepada lingkungan fisik yang merupakan ciptaan Tuhan.2)Perkembangan moralitas kehormatan berjalan secara bertahapAnak-anak tidak bisa langsung berkembang menjadi manusia yang bermoral, tetapi memerlukan waktu dan proses yang terus menerus, dan memerlukan kesabaran orang tua untuk melakukan pendidikan tersebut.3)Mengajarkan prinsip menghormatiAnak-anak akan belajar menghormati orang lain jika dirinya merasa bahwa pihak lain menghormatinya. Oleh karena itu orang tua hendaknya menghormati anaknya. Penghormatan orang tua kepada anak dapat dilakukan misalnya dengan menghargai pendapat anak, menjelaskan kenapa suatu aturan dibuat untuk anak, dst.4)Mengajarkan dengan contohPembentukan perilaku pada anak mudah dilakukan melalui contoh.Oleh karena itu contoh nyata dari orang tua bagaimana seharusnya anak berperilaku harus diberikan. Selain itu, orang tua juga bisa membacakan buku-buku yang di dalamnya terdapat pesan-pesan moral. Orang tua hendaknya mengontrol acara-acara televisi yang sering ditonton anaknya, jangan sampai acara yang disukai anak adalah acara yang berpengaruh buruk pada perkembangan moralnya.5)Mengajarkan dengan kata-kataSelain mengajar dengan contoh, orang tua hendaknya menjelaskan dengan kata-kata apa yang ia contohkan. Misalnya anak dijelaskan mengapa berdusta dikatakan sebagai tindakan yang buruk, karena orang lain tidak akan percaya kepadanya.6)Mendorong anak unruk merefleksikan tindakannyaKetika anak telah melakukan tindakan yang salah, misalnya merebut mainan adiknya sehingga adiknya menangis, anak disuruh untuk berpikir jika ada anak lain yang merebut mainannya, apa reaksinya.7)Mengajarkan anak untuk mengemban tanggung jawabAnak-anak harus dididik untuk menjadi pribadi-pribadi yang altruistik, yaitu peduli pada sesamana. Untuk itu sejak dini anak harus dilatih melalui pemberian tanggung jawab.8)Mengajarkan keseimbangan antara kebebasan dan kontrolKeseimbangan antara kebebasan dan kontrol diperlukan pengembangan moral anak.Anak diberi pilihan untuk menentukn apa yang akan dilakukannya namun aturan-aturan yang berlaku harus ditaati.9)Cintailah anak, karena cinta merupakan dasar dari pembentukan moralPerhatian dan cinta orang tua kepada anak merupakan kontribusi penting dalam pembentukan karakter yang baik pada anak. Jika anak-anak diperhatikan dan disayangi maka mereka juga belajar memperhatikan dan menyayangi orang lain.10)Menciptakan keluarga bahagiaPendidikan moral kepada anak tidak terlepas dari konteks keluarga. Usaha menjadikan anak menjadi pribadi yang bermoral akan lebih mudah jika jika anak mendapatkan pendidikan dari lingkungan keluarga yang bahagia. Untuk itu usaha mewujudkan keluarga yang bahagia merupakan syarat yang harus dipenuhi oleh orang tua sehubungan dengan erkembangan moral anaknya.b.Pengembangan kebiasaan berperilaku yang baik di sekolahPerkembangan moral anak tidak terlepas dari lingkungan di luar rumah. Menurut Goleman (1997) dan Megawangi 2004) dalam Siti Aisyah dkk. (2007: 8.41 8.42), bahwa lingkungan sekolah berperan dalam pengembangan moral anak usia dini. Pendidikan moral pada lembaga pendidikan formal dimulai ketika anak-anak mengikuti pendidikan pad ataman kanak-kanak. Menurut Schweinhart (Siti Aisyah dkk., 2007: 8.42), pengalaman yang diperoleh anak-anak dari taman kanak-kanak memberikan pengaruh positif pada pada perkembangan anak selanjutnya.Di lembaga pendidikan formal anak usia dini, peran pendidik dalam pengembangan moral anak sangat penting. Oleh karena itu, menurut Megawangi (Siti Aisyah, 2007: 8.45), pendidik harus memperhatikan beberapa hal, yaitu sebagai berikut.1)Memperlakukan anak didik dengan kasih sayang, adil, dan hormat.2)Memberikan perhatian khusus secara individual agar pendidik dapat mengenal secara baik anak didiknya.3)Menjadikan dirinya sebagai contoh atau tokoh panutan.4)Membetulkan perilaku yang salah pada anak didik.

B. Strategi dan Teknik Pengembangan Moral Anak Usia DiniPengembangan moral anak usia dini dilakukan agar terbentuk perilaku moral. Pembentukan perilaku moral pada anak, khususnya pada anak usia dini memerlukan perhatian serta pemahaman terhadap dasar-dasar serta berbagai kondisi yang mempengaruhi dan menenytukan perilaku moral. Ada 3 strategi dalam pembentukan perilaku moral pada anak usia dini, yaitu: strategi latihan dan pembiasaan, 2. Strategi aktivitas dan bermain, dan 3. Strategi pembelajaran (Wantah, 2005: 109).1.Strategi Latihan dan PembiasaanLatihan dan pembiasaan merupakan strategi yang efektif untuk membentuk perilaku tertentu pada anak-anak, termasuk perilaku moral. Dengan latihan dan pembiasaan terbentuklah perilaku yang bersifat relatif menetap. Misalnya, jika anak dibiasakan untuk menghormati anak yang lebih tua atau orang dewasa lainnya, maka anak memiliki kebiasaan yang baik, yaitu selalu menghormati kakaknya atau orang tuanya.

2.Strategi Aktivitas BermainBermain merupakan aktivitas yang dilakukan oleh setiap anak dapat digunakan dan dikelola untuk pengembangan perilaku moral pada anak. Menurut hasil penelitian Piaget (dalam Wantah, 2005: 116), menunjukkan bahwa perkembangan perilaku moral anak usia dini terjadi melalui kegiatan bermain. Pada mulanya anak bermain sendiri tanpa dengan menggunakan mainan. Setelah itu anak bermain menggunakan mainan namun dilakukan sendiri. Kemudian anak bermain bersama temannya bersama temannya namun belum mengikuti aturan-aturan yang berlaku. Selanjutnya anak bermain bersama dengan teman-temannya berdasarkan aturan yang berlaku.3.Strategi PembelajaranUsaha pengembangan moral anak usia dini dapat dilakukan dengan strategi pembelajaran moral. Pendidikan moral dapat disamakan dengan pembelajaran nilai-nilai dan pengembangan watak yang diharapkan dapat dimanifestasikan dalam diri dan perilaku seseorang seperti kejujuran, keberanian, persahabatan, dan penghargaan (Wantah, 2005: 123).Pembelajaran moral dalam konteks ini tidak semata-mata sebagai suatu situasi seperti yang terjadi dalam kelas-kelas belajar formal di sekolah, apalagi pembelajaran ini ditujukan pada anak-anak usia dini dengan cirri utamanya senang bermain. Dari segi tahapan perkembangan moral, strategi pembelajaran moral berbeda orientasinya antara tahapan yang satu dengan lainnya. Pada anak usia 0 2 tahun pembelajaran lebih banyak berorientasi pada latihan aktivitas motorik dan pemenuhan kebutuhan anak secara proporsional. Pada anak usia antara 2 4 tahun pembelajaran moral lebih diarahkan pada pembentukan rasa kemandirian anak dalam memasuki dan menghadapi lingkungan. Untuk anak usia 4 6 tahun strategi pembelajaran moral diarahkan pada pembentukan inisiatif anak untuk memecahkan masalah yang berhubungan dengan perilaku baik dan buruk.Secara umum ada berbagai teknik yang dapat diterapkan untuk mengembangkan moral anak usia dini. Menurut Wantah (2005: 129) teknik-teknik dimaksud adalah: 1. membiarkan, 2. tidak menghiraukan, 3. memberikan contoh (modelling), 4. mengalihkan arah (redirecting), 5. memuji, 6. mengajak, dan 7. menantang (challanging).2.2.6. Pengembangan Nilai-nilai Agama Anak Usia DiniMenurut Zakiah Darajat (dalam Lilis Suryani dkk., 2008: 1.9), agama suatu keimanan yang diyakini oleh pikiran, diresapkan oleh perasaan, dan dilaksanakan dalam tindakan, perkataan, dan sikap.Perkembangan nilai-nilai agama artinya perkembangan dalam kemampuan memahami, mempercayai, dan menjunjung tinggi kebenaran-kebenaran yang berasal dari Sang Pencipta, dan berusaha menjadikan apa yang dipercayai sebagai pedoman dalam bertutur kata, bersikap dan bertingkah laku dalam berbgaia situasi.Pemahaman anak akan nilai-nilai agama menurut Ernest Harms (dalam Lilis Suryani dkk., 2008; 1.10 1.11) berlangsung melalui 3 tahap, yaitu sebagai berikut.1.Tingkat Dongeng (The Fairy Tale Stage)Tingkat ini dialami oleh anak yang berusia 3 6 tahun. Ciri-ciri perilaku anak pada masa ini masih banyak dipengaruhi oleh daya fantasinya sehingga dalam menyerap materi ajar agama anak juga masih banyak menggunakan daya fantasinya.2.Tingkat Kenyataan (The Realistic Stage)Tingkat ini dialami anak usia 7 15 tahun. Pada masa ini anak sudah dapat menyerap materi ajar agama berdasarkan kenyataan-kenyataan yang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Anak sudah tertarik pada apa yang dilakukan oleh lembaga-lembaga keagamaan. Segala bentuk tindak amal keagamaan mereka ikuti dan tertarik untuk mempelajari lebih jauh.

3.Tingkat Individu (The Individual Stage)Tingkat individu dialami oleh anak yang berusia 15 ke atas. Konsep keagaamaan yang individualistic ini terbagi atas tiga bagian, yaitu: a. konsep keagamaan yang konvensional dan konservatif yang dipengaruhi oleh sebagian kecil fantasi, b. konsep keagamaan yang murni dinyatakan dengan pandangan yang bersifat personal, dan c. konsep keagamaan yang humanistic. Agama telah menjadi etos humanis dalam diri mereka dalam menghayati ajaran agama.Pengembangan nilai-nilai agama pada anak harus didasarkan pada karakteristik perkembangan anak. Jika memperhatikan pendapat Ernest Harms sebagaimana dikemukakan di atas, maka usaha pengembangan nilai-nilai agama menjadi efektif jika dilakukan melalui cerita-cerita yang di dalamnya terkandung ajaran-ajaran agama. Dengan demikian daya fantasi anak berperan dalam menyerap nilai-nilai agama yang terdapat dalam cerita yang diterimanya.

BAB IIIPENUTUP2.1 KesimpulanPertumbuhandiartikan sebagai perubahan alamiah secara kuantitatif pada segi jasmaniah atau fisik dan atau menunjukkan kepada suatu fungsi tertentu yang baru (yang tadinya belum tampak) dari organisme atau individu.Perkembangandiartikan sebagai perubahan-perubahan yang dialami oleh individu atau organisme menuju tingkat kedewasaannya yang berlangsung secara sistematis, progresif dan berkesinambungan baik fisik maupun psikis. Perkembangan juga bertalian dengan beberapa konsep pertumbuhan (growth), kematangan (maturation), dan belajar (learning) serta latihan (training).Pertumbuhan dan perkembangan social dan emosional anak usia dini sangat dipengaruhi peran lembaga itu sendiri, karena lembaga PAUD memberikan konstribusi yang signifikan. Dan itu bisa dilihat dari segi manajemen dan kurikulum yang mendukung perkembangan anak didik itu sendiri. 2.2 Saran

DAFTAR ISI

Soerpartinah Pakasi.1981.Anak dan perkembangannya .Jakarta: PT Gramedia.Tim Pengembangan MKDK IKIP Semarang. 1989.Psikologi Perkembangan .Semarang : IKIP Semarang Press.Rochman Natawidjaja.1979. Psikologi Pendidikan. Jakarta :CV Mutiara. Wikel, W.S. 1987. Psikologi Pengajaran. Jakarta : PT Gramedia.http://paud-kober-alikhlas.blogspot.com/2012/04/perkembangan-peserta-didik.html http://bintangcentaury.blogspot.com/2013/09/perkembangan-sosio-emosional-anak.htmlhttp://majannaii.blogspot.com/2012/07/makalah-perkembangan-peserta-didik.htmlhttp://rizaladriene.blogspot.com/2013/05/perkembangan-sosial-dan-emosi.htmlhttp://nyriza.blogspot.com/2013/06/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.htmlhttp://yuyuniim.blogspot.com/2012/12/pengembangan-kurikulum-pendidikan-anak.html