MAKALAH PATOLOGI bu ir.docx
-
Upload
sylfia-putri-pangestu -
Category
Documents
-
view
594 -
download
3
Transcript of MAKALAH PATOLOGI bu ir.docx
MAKALAH PATOLOGI
Proses Penuaan dan Kelainan Retrogresif
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Mata Pelajaran Patologi
Dosen : Dra. Hj. Iryanti, S.Kp, Ners, M.Kep.
Disusun Oleh :
Sahsianne
Savitri Almira S
Siska Marsely
Sri Rahayu
Sylfia Putri P
Tresna Agustian P
Tingkat 1 C
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANDUNG
Tahun Ajaran 2012 – 2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah,
Taufik dan Hinayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini yang
berjudul “Proses Penuaan dan Kelainan Retrogesif”. Kami mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang membantu menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas Patologi yang diberikan oleh Ibu
Dra. Hj. Iryanti, S.Kp, Ners, M.Kep., dosen mata kuliah patologi
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca dan kami sendiri.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki
sedang dalam pembelajaran. Oleh kerena itu kami meminta maaf atas kesalahan dalam
pembuatan makalah ini juga kami mengharapkan kepada para pembaca untuk memberikan
masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun
pedoman bagi pembaca dalam pendidikan dalam profesi keperawatan.
Bandung, 24 April 2013
Tim Penulis
Daftar Isi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Proses penuaan meupakan proses yang dialami setiap makhluk hidup. Hal ini dapat
berlangsung secara fisiologis maupun patologis. Umur manusia telah ditentukan, namun
banyak faktor yang dapat mempengaruhinya. Pertumbuhan manusia normal dapat
digambarkan seperti gunung. Tahap pertama meningkat, mencapai puncak (saat manusia
berumur 20-an), tiba tahap kedua menurun. Dengan sendirinya , jika proses penuaan dapat
dihentikan saat manusia berada di puncak, kemudaannya akan bertambah.
Banyak teori yang menjelaskan mengenai proses penuaan sel antara lain teori
Telomere, Teori “wear-and tear”, Teori Mutasi Somatik, Teori “akumulasi kesalahan” ,Teori
akumulasi sampah, Teori autoimun, teori “Aging-Clock”, Teori “Cross-Linkage”, Teori
“radikal bebas “,Mitohormesis.Dan sekarang yang paling sering dianut adalah teori Telomer.
Namun demikian proses penuaan sel adalah multifaktorial baik secara intrinsik maupun
ekstrinsik.
Dengan mengetahui proses penuaan ini, banyak orang yang berusaha untuk
menghindari dari proses penuaan tersebut dengan munculnya produk- produk “Anti Aging”.
Dimana produk yang paling sering digunakan adalah produk yang memakai teori “Free-
Radical”.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian proses penuaan?2. Apa teori-teori proses penuaan?3. Apa pengertian kelainan retrogesif?4. Apa jenis-jenis kelainan reteogesif?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan utama pembuatan makalah ini adalah untuk pemenuhan tugas mata kuliah patologi. Selanjutnya pembahasan masalah proses penuaan dan kelainan retrogesid. Selain itu, makalah ini juga di harapkan dapat memberikan dan menambah pengetahuan rekan-rekan pembaca.
1.4 Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam pembuatan makalah ini adalah metode tinjauan pustaka dan browsing. Penulis mencari informasi yang berkaitan dengan topik makalah dengan menggunakan sumber buku. Penulis mencari informasi melalui media internet.
1.5 Sistematika Penulisan
Penulisan makalah dapat dibagi menjadi tiga tahap yaitu pertama pendahuluan yang berisi latar belakang, tujuan, rumusan masalah, metode penelitian serta sistematika penulisan, tahap kedua yang berisi tentang pembahasan proses penuaan dan kelainan retrogresif dan yang terakhir adalah penutup yang berisi kesimpulan dan saran.
BAB II
PEMBAHASAN
1.1. Proses Penuaan
Proses penuaan merupakan proses yang berhubungan dengan umur seseorang. Manusia
mengalami perubahan sesuai dengan bertambahnya umur seseorang tersebut. Semakin
bertambah umur semakin berkurang fungsi-fungsi organ tubuh. Hal ini dapat kita lihat dari
perbandingan struktur dan fungsi organ antara manusia yang berumur 70 tahun dengan
mereka yang berumur 30 tahun yaitu :
- berat otak 56%
- Aliran darah ke otak 80%
- Cardiac Output 70 %
- Jumlah glomerulus 56%
- Glomerular filtration rate 69%
- Vital capacity 56%
- Asupan O2 selama olahraga 40%
- Jumlah dari axon pada saraf spinal 63%
- Kecepatan pengantar inpuls saraf 90%
- Berat badan 88%
Banyak faktor yang mempengaruhi proses penuaan tersebut sehingga muncullah teori-
teori yang menjelaskan mengenai faktor penyebab proses penuaan ini. Diantara teori yang
terkenal adalah teori Telomere dan teori radikal bebas.
Adapun faktor yang mempengaruhi proses penuaan tersebut dapat dibagi atas dua
bagian yaitu :
1. Faktor genetik, yang melibatkan :
- “ jam gen “
- Perbaikan DNA
- Respon terhadap stress
- Pertahanan terhadap antioksidan
2. Faktor lingkungan, yang melibatkan:
- pemasukan kalori
- penyakit-penyakit
- Stress dari luar (misalnya : radiasi, bahan-bahan kimia)
Kedua faktor tersebut akan mempengarui aktifitas metabolisme sel yang akan
menyebabkan terjadinya stress oksidasi sehingga terjadi kerusakan pada sel yang
menyebabkan terjadinya proses penuaan.
Teori – Teori Proses Penuaan
1. TEORI TELOMERE
Pada ujung setiap kromosom, terdapat sekuen pendek DNA nontranskripsi yang dapat
diulang berkali-kali (TTAGGG), yang dikenal sebagai telomere. Sekuen telomere ini tidak
seluruhnya terkopi sepanjang sintesis DNA menuju ke mitosis. Sebagai hasilnya, ekor
untaian tunggal DNA ditinggal di ujung setiap kromosom ini akan dibuang dan pada setiap
pembelahan sel, telomere menjadi pendek sel . Pada saat sel somatik bereplikasi, satu
potongan kecil tiap susunan telomere tidak berduplikasi, dan telomere memendek secara
progresif. Akhirnya , setelah pembelahan sel yang multiple, telomere yang terpotong parah
diperkirakan mensinyal proses penuaan sel. Namun demikian, pada sel germ dan sel stem
panjang telomere diperbaiki setelah pembelahan tiap sel oleh enzim khusus yang disebut
telomerase.
Pemendekan telomere dapat menjelaskan batas replikasi (“Hayflick”) sel. Hal ini
didukung oleh penemuaan bahwa panjang telomer berkurang sesuai umur individu darimana
kromosom didapat. Dari pengamatan jangka panjang bahwa fibroblast manusia dewasa
normal pada kultur sel, memiliki rentang masa hidup tertentu; fibroblast berhenti membelah
dan menjadi menua setelah kira-kira 50 kali penggandaan. Fibroblast neonatus mengalami
sekitar 65 kali penggandaan sebelum berhenti membelah, sementara itu fibroblast pada pasien
dengan progeria, yang berusia premature, hanya memperlihatkan 35 kali penggandaan atau
lebih. Menuanya fibroblas manusia dalam biakan dapat dihindari secara parsial dengan
melumpuhkan gen RB dan TP 53. Namun sel ini akhirnya juga mengalami suatu krisis, yang
ditandai dengan kematiaan sel masif.
2. TEORI “ WEAR AND TEAR”
Teori “Wear and Tear” disebut juga teori “Pakai dan Lepas”. Teori ini memberi kesan
bahwa hilangnya sel secara normal akibat dari perubahan dalam kehidupan sehari-hari dan
penumpukan rangsang subletal dalam sel yang berakhir dengan kegagalan sistem yang cukup
besar sehingga keseluruhan organisme akan mati.Teori ini memberikan penjelasan yang baik
mengapa kegagalan jantung dan system saraf sentral merupakan penyebab yang sering pada
kematian; sel-sel yang mempunyai fungsi penting pada jaringan ini tidak mempunyai
kemampuaan regenerasi.Teori ini sama sekali tergantung pada pandangan statistik penuaan.
Pada teori ini kita mempunyai harapan hidup yang sama bagi setiap individu, namun
perubahan panjang umur setiap individu diakibatkan oleh perubahan pola hidup dari individu
itu sendiri
Berbagai mekanisme seluler dan subseluler yang diperkirakan sebagai penyebab
kesalahan penumpukan yang menyebabkan terjadinya penuaan sel adalah:
- ikatan silang protein
- ikatan silang DNA
- mutasi dalam DNA yang membuat gen yang penting tidak tersedia atau berubah
fungsinya
- kerusakan mitokondria
- cacat lain dalam penggunaan oksigen dan nutrisi
3. TEORI RADIKAL BEBAS
Berdasarkan penelitian Gomberg dan ilmuwan lainnya, istilah radikal bebas diartikan
sebagai molekul yang relatif tidak stabil, mempunyai satu atau lebih elektron yang tidak
berpasangan diorbit luarnya. Molekul tersebut bersifat reaktif dalam mencari pasangan
elektronnya. Jika sudah terbentuk dalam tubuh maka akan terjadi reaksi berantai dan
menghasilkan radikal bebas baru yang akhirnya jumlahnya terus bertambah.
Oksigen yang kita hirup akan diubah oleh sel tubuh secara konstan menjadi senyawa
yang sangat reaktif , dikenal sebagai senyawa reaktif oksigen yang diterjemahkan dari
reactive oxygen species (ROS), satu bentuk radikal bebas. Peristiwa ini berlangsung saat
proses sintesa energi oleh mitokondria atau proses detoksifikasi yang melibatkan enzim
sitokrom P-450 di hati. Produksi ROS secara fisiologis ini merupakan konsekuensi logis
dalam kehidupan aerobik.
Sebagian ROS berasal dari proses fisiologis tersebut (ROS endogen) dan lainnya adalah
ROS eksogen, seperti berbagai polutan lingkungan (emisi kendaraan bermotor dan industri,
asbes, asap rokok dan lain-lain), radiasi ionisasi, infeksi bakteri, jamur dan virus, serta
paparan zat kimia ( termasuk obat) yang bersifat mengoksidasi. Ada berbagai jenis ROS,
contohnya adalah superoksida anion, hidroksil, peroksil, hydrogen peroksida, singlet oksigen,
dan lain sebagainya.
Didalam tubuh manusia sendiri juga dilengkapi oleh system defensive terhadap radikal
bebas tersebut berupa perangkat antioksidan enzimatis (gluthatione, ubiquinol, catalase,
superoxide dismutase, hydroperoksidase dan lain sebagainya). Antioksidan enzimatis
endogen ini pertama kali dikemukakan oleh J.M. Mc Cord dan I.Fridovich yang menemukan
enzim antioksidan alami dalam tubuh manusia dengan nama superoksida dismutase (SOD).
Hanya dalam waktu singkat setelah teori tersebut disampaikan, selanjutkan ditemukan enzim-
enzim antioksidan endogen lainnya seperti glutation peroksidase dan katalase yang mengubah
hydrogen peroksidase menjadi air dan oksigen.
Sebenarnya radikal bebas, termasuk ROS, penting artinya bagi kesehatan dan fungsi
tubuh yang normal dalam memerangi peradangan, membunuh bakteri, dan mengendalikan
tonus otot polos pembuluh darah dan organ-organ dalam tubuh kita. Namun bila dihasilkan
melebihi batas kemampuan proteksi antioksidan seluler, maka dia akan menyerang sel itu
sendiri. Struktur sel yang berubah turut merubah fungsinya, yang akan mengarah pada proses
munculnya penyakit.
Stress oksidatif (oksidative stress) adalah ketidak seimbangan antara radikal bebas
(prooksidan) dan antioksidan yang dipicu oleh dua kondisi umum:
- kurangnya antioksidan
- Kelebihan produksi radikal bebas
Keadaan stress oksidatif membawa pada kerusakan oksidatif mulai dari tingkat sel,
jaringan hingga ke organ tubuh, menyebabkan terjadinya percepatan proses penuaan dan
munculnya penyakit.Teori penuaan dan radikal bebas pertama kali digulirkan oleh Denham
Harman dari University of Nebraska Medical Center di Omaha, AS pada 1956 yang
menyatakan bahwa tubuh mengalami penuaan karena serangan oksidasi dari zat-zat perusak.
4. TEORI GENETIKA
Proses penuaan kelihatannya mempunyai komponen genetik. Hal ini dapat dilihat dari
pengamatan bahwa anggota keluarga yang sama cenderung hidup pada umur yang sama dan
umurnya mempunyai umur yang rata-rata sama, tanpa mengikut sertakan meninggal akibat
kecelakaan dan penyakit. Mekanisme penuaan yang jelas secara genetik belumlah jelas, tetapi
penting jadi catatan bahwa lamanya hidup kelihatannya diturunkan melalui garis wanita dan
seluruh mitokondria mamalia berasal dari telur dan tidak ada satupun dipindahkan melalui
spermatozoa. Pengalaman kultur sel sugestif bahwa beberapa gen yang mempengaruhi
penuaan terdapat pada kromosom 1, tetapi bagaimana cara mereka mempengaruhi penuaan
masih belum jelas. Disamping itu terdapat juga “eksperimen alami” yang baik dimana
beberapa manusia dengan kondisi genetik yang jarang (progerias) seperti sindroma Werner
menunjukkan penuaan yang premature dan meninggal akibat penyakit usia lanjut seperti
ateroma derajat berat pada usianya yang masih belasan tahun atau permulaan remaja.Serupa
dengan itu, penderita sindroma Down pada umumnya proses penuaannya lebih cepat
dibandingkan dengan populasi lain. Disamping itu fibroblasnya mampu membelah dalam
jumlah lebih sedikit di dalam kultur dibandingkan dengan control yang umurnya sama. Tetapi
ini masih sangat jauh dari bukti akhir bahwa penuaan merupakan kondisi genetik; hal ini
hanya menunjukkan kepada kita bahwa beberapa bentuk penuaan dipengaruhi oleh
mekanisme genetik.
5. TEORI PEROSES PENUAAN YANG LAIN
Ada beberapa teori proses penuaan yang lain yaitu :
a. Teori mutasi somatik
Teori ini mengemukakan bahwa proses penuaan diakibatkan oleh kerusakan pada
integritas genetik sel-sel tubuh itu.
b. Teori akumulasi kesalahan
Teori ini mengemukakan bahwa proses penuaan diakibatkan adanya kesalahan pada
kode genetic yang berangsur-angsur rusak yang kemudian menumpuk dan
menyebabkan rusaknya kode genetic tersebut.
c. Teori akumulasi sampah
Menurut teori ini proses penuaan disebabkan karena menumpuknya sisa-sisa
pembuangan (sampah metabolisme) yang akhirnya menyebabkan kerusakan pada
sistem metabolisme.
d. Teori Autoimune
Penuaan yang terjadi disebabkan karena terbentuknya autoantibodi yang menyerang
jaringan tubuh itu sendiri. Hal ini dapat terlihat pada radang lambung atropi,
Hashimoto tiroiditis.
e. Teori “Aging Clock”
Teori ini mengemukakan bahwa proses penuaan disebabkan karena suatu urutan yang
telah terprogram, seperti halnya jam, dimana telah diatur oleh saraf atau sistem
endokrin kita.Sel-sel membelah dan terjadi pemendekan dari telomer ini seperti jam
yang telah diatur waktunya.
f. Teori “cross-linkage”
Penuaan terjadi karena akumulasi dari cross-linkage yang mana akan menghalangi
fungsi sel normal
g. Mitohormesis
Sejak tahun 1930 diketahui bahwa membatasi asupan kalori mencegah timbulnya
proses penuaan. Baru-baru ini, Michael Ristow menunjukkan bahwa penundaan
proses penuaan dapat dilakukan dengan meningkatkan antioksidan yang menghambat
pembentukan radikal bebas dalam mitokondria.
PEMBAGIAN KELOMPOK USIA LANJUT
a. Depkes RI membagi usia lanjut menjadi 3 kelompok, yaitu:
1. Masa Virilitas/menjelang usia lanjut : 45-54 tahun
2. Masa Prasenium/ usia lanjut : 55-64 tahun
3. Masa Senium/usia lanjut : ³ 65 tahun
b. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
1. Usia Lanjut : 60-74 tahun
2. Usia Tua : 75-89 tahun
3. Usia Sangat Lanjut : ³ 90 tahun
1.2. Kelainan Retrogesif
Kelainan Regresif = Retrogresif = Proses kemunduran
termasuk di dalamnya :
1. Atropi
2. Degenerasi dan Infiltrasi
3. Gangguan Metabolisme
4. Nekrosis
5. Apoptosis
6. Postmortal
7. Penimbunan pigmen
8. Melanin
9. Mineral
10. Defisiensi
Setiap sel melaksanakan kebutuhan fisiologik yang normal yang disebut
Homeostasis normal. Sel memiliki fungsi dan struktur yang terbatas, dalam
metabolisme, difrensiasi, dan fungsi lainnya karena pengaruh dari sel-sel sekitarnya dan
tersedianya bahan-bahan dasar metabolisme.
Sel mendapatkan stimulus yang patologik , fisiologik dan morphologic. Bila
stimulus patologik diperbesar hingga melampaui adaptasi sel maka timbul jejas sel atau
sel yang sakit (cell injury) yang biasanya bersifat sementara (reversible). Namun jika
stimulus tetap atau bertambah besar , sel akan mengalami jejas yang menetap
(irreversible) yaitu sel yang mati atau nekrosis. Perubahan-perubahan tersebut hanya
mencerminkan adanya “cedera-cedera biomolekuler”, yang telah berjalan lama dan baru
kemudian dapat dilihat. Adaptasi, jejas dan nekrosis dianggap sebagai suatu tahap
gangguan progresif dari fungsi dan struktur normal suatu sel. Kelainan retrogesif
(regresif) adalah merupakan suatu proses kemunduran.
Yang termasuk kelainan retrogesif (regresif) :
1. Atropi
Atropi adalah perubahan ukuran sel dari normal menjadi lebih kecil akibat
berkurangnya substansi sel sehingga jaringan yang disusun oleh sel tersebut menjadi
lebih kecil. Mengecilnya alat tubuh tersebut karena sel-sel spesifik, sel-sel parenkim
yang menjalankan fungsi alat tubuh tersebut mengecil. Jadi bukan mengenai sei-sel
jaringan ikat atau stroma alat tubuh tersebut. Stroma tampaknya bertambah yang
sebenarnya relative karena stroma tetap.
Atropi dibedakan menjadi :
a. Atropi fisiologik
Atropi fisiologik adalah atropi yang merupakan proses normal pada manusia.
Beberapa alat tubuh dapat mengecil atau menghilang sama sekali selama masa
perkembangan kehidupan, dan jika alat tubuh tersebut tidak menghilang pada usia
tertentu malah dianggap patologik. Contoh : kelenjar thymus, ductus thyroglosus.
Misalnya pada atropi senilis, organ tubuh pada usia lanjut akan mengalami
pengecilan. Atropi senilis juga dapat disebut atropi menyeluruh(general) karena
terjadi pada seluruh organ tubuh. Atropi menyeluruh juga terjadi pada keadaan
kelaparan (Starvation).
Penyebab atropi senilis adalah :
1. Involusi akibat menghilangnya rangsang tumbuh (growth stimuli),
2. berkurangnya perbekalan darah akibat arteriosclerosis
3. berkurangnya rangsang endokrin
Vaskularisasi berkurang karena arteriosklerosis akan menyebabkan kemunduran
pada otak sehingga menimbulkan kemunduran kejiwaan yang disebut demensia
senilis. Begitu pula rangsang endokrin yang berkurang pada masa menopause
menyebabkan payudara menjadi kecil, ovarium dan uterus menjadi tipis dan keriput.
Starvation atropi terjadi bila tubuh tidak mendapat makanan untuk waktu yang
lama misainya pada yang tidak mendapatkan asupan makanan seperti orang terdampar
dilaut, padang pasir, atau pada orang yang mengalami gangguan saluran pencernaan
seperti pada striktura oesofagus. Karena itu alat-alat tubuh tidak mendapat makanan
cukup dan mengecil.
b. Atropi patologik
Atropi patologik dapat dibagi beberapa kelompok :
1. Atropi disuse adalah atropi yang terjadi pada organ yang tidak beraktifitas dalam
jangka waktu lama. Atrofi otot paling nyata ialah bila terdapat kelumpuphan otot
akibat hilangnya persarafan seperti yang terjadi pada poliomyelitis.
Karena atrofi ini terjadi akibat hilangnya impuls trofik maka juga disebut atrofi
neurotrofik. Tulang-tulang pada orang yang berbaring lama karena suatu keadaan
yang memaksa akan mengalami atrofi inaktivitas.
2. Atropi desakan terjadi pada suatu organ tubuh yang terdesak dalam waktu lama.
Atrofi desakan ada dua macam. Desakan fisiologik dan patologik. Atrofi desakan
fisiologik misalnya terjadi pada gusi akibat desakan gigi yang mau tumbuh dan
yang mengenai gusi (pada anak-anak). Atrofi desakan patologik misalny pada
sternum akibat aneurisma aorta.
3. Atropi endokrin terjadi pada organ tubuh yang aktivitasnya tergantung pada
rangsang hormon tertentu. Atrofi akan terjadi apabila pembentukan hormon
tersebut berkurang atau terhenti sama sekali. Hal ini dapat terjadi pada penyakit
simmonds.
4. Atropi vaskuler terjadi pada organ yang mengalami penurunan aliran darah hingga
dibawah nilai krisis.
5. Atropi payah (exhaustion atrophy) terjadi karena kelenjar endokrin yang terus
menghasilkan hormone yang berlebihan akan mengalami atropi payah.
6. Atropi serosa dari lemak terjadi pada malnutrisi berat atau pada kakheksia.
Jaringan lemak yang mengalami atropi akan menjadi encer seperti air atau lender.
7. Atropi coklat juga memiliki hubungan dengan malnutrisi berat atau kakheksia dan
organ yang mengalami atropi adalah jantung dan hati.
2. Degenerasi dan Infiltrasi
Degenerasi ialah perubahan-perubahan morfologik akibat jejas-jejas yang
nonfatal. Perubahan perubahan tersebut masih dapat pulih (reversible). Meskipun
sebab yang menimbulkan perubahan tersebut sama, tetapi apabila berjalan lama dan
derajatnya berlebih akhirnya mengakibatkan kematian sel atau yang disebut nekrosis.
Jadi sebenarnya jejas sel (cellular injury) dan kematian sel merupakan kerusakan sel
yang berbeda dalam derajat kerusakannya.Pada jejas sel yang berbentu degenerasi
masih dapat pulih, sedangkan pada nekrosis tidak dapat pulih (irreversible).
Infiltrasi terjadi akibat gangguan yang sifatnya sitemik dan kemudian
mengenai sel-sel yang semula sehat akibat adanya metabolit –metabolit yang
menumpuk dalam jumlah berlebihan. Karena itu perubahan yang awal adalah
ditemukannya metabolit-metabolit didalam sel. Benda-benda ini kemudian merusak
struktur sel.
Jadi degenerasi terjadi akibat jejas sel, kemudian baru timbul perubahan
metabolisme, sedangkan infiltrasi mencerminkan adanya perubahan metabolisme
yang diikuti oleh jejas seluler. Degenerasi dan infiltrasi dapat terjadi akibat gangguan
yang bersifat biokomiawi atau biomolekuler. Sebagai contoh degenerasi dapat terjadi
akibat anoxia. Infiltrasi dapat terjadi akibat penumpuka glikogen didalam sel, karena
itu disebut infiltrasi glikogen.
3. Gangguan Metabolisme
Memang setiap sel selalu terancam mengalami kerusakan, tetapi sel hidup
mempunyai kemampuan untuk coba menanggulanginya. Jejas ini kemudian
mengakibatkan gangguan dalam metabolisme karbohidrat, protein dan lemak pada sel.
Gangguan metabolisme intraseluler ini akhirnya mengakibatkan perubahan pada
struktur sel.
4. Nekrosis
Akibat jejas yang paling ekstrim adalah kematian sel. (celluler death). Celluler
death dapat mengenai seluruh tubuh (somatic death) atau kematian umum dan dapat
pula setempat. Terbatas mengenai suatu daerah jaringan teratas atau hanya pada sel-
sel tertentu saja. Perubahan Morfologi yang terjadi pada kematian sel dalam jaringan
pada tubuh yang hidup disebut nekrosis.
Sel yang diawetkan dalam larutan fiksatif (contoh formalin) adalah sel mati
tapi tidak mengalami nekrosis sebab sel tersebut tidak menunjukkan perubahan
morfologi sel.
Dua proses yang menyebabkan perubahan pada nekrosis adalah :
1.akibat dari pencernaan oleh enzim yang ada dalam sel
2. denaturasi protein.
Enzim katalitik berasal dari lisosom sel itu sendiri yang mati, kemudian
mencerna selnya sendiri, proses ini disebut autolysis. Selain autolysis dapat juga
terjadi heterolysis, yaitu sel yang mati dicerna oleh enzim yang berasal dari lisosom
sel leukosit yang datang kedaerah nekrotik. Proses morfologi nekrosis tergantung dari
peristiwa mana yang lebih berpengaruh pada nekrosis tersebut apakah pencernaan
oleh enzim atau denaturasi protein. Jika denaturasi protein lebih berpengaruh pada
proses nekrosis, terjadilah proses nekrosis yang disebut nekrosis koagulativa. Namun
sebaliknya, bila pencernaan oleh enzim katalitik pada struktur sel lebih berpengaruh
disebut nekrosis liquefaktif atau nekrosis kolikuativa.
Massa yang terdiri dari sel-sel nekrotik akan menunjukkan gambaran morfologi antara
lain :
1) Nekrosis Koagulativa , banyak ditemukan, protein sel koagulasi , bentuk sel
/susunan jaringan masih terlihat (nekrosis struktural). Bila tidak terlihat à
nekrosis tanpa struktur o.k dicerna enzim (nekrosis koliquativa pada
tuberkulosis) Awal konsistensi normal / kenyal /lunak
2) Nekrosis Koliquativa, jaringan tanpa stroma kuat, (misal: otak) à mencair à
kista
3) Nekrosis Lemak, trauma jaringan lemak, enzim lipase
4) Nekrosis Gangrenosa, dimulai: nekrosis iskemik àkuman à gangren basah/kering
5) Nekrosis Fibrinoid, hipertensi maligna à nekrosis lapisan muscularis à timbunan
fibrin
Nekrosis dapat disebabkan oleh :
1) Ishkemi : perbekalan (supply) oksigen dan makanan untuk suatu alat terputus.
2) Agens biologik : Toksin bakteri yang dapat mengakibatkan kerusakan dinding
pembuluh darah dan thrombosis.
3) Agens Kimia : dapat eksogen maupun endogen. Meskipun zat kimia yang biasa
terdapat dalam tubuh , seperti natrium dan glucose, tapi kalau konsentrasinya
tinggi dapat mengakibatkan nekrosis akibat gangguan osmotik sel. Produk-
produk metabolisme tubuh sendiri dapat bertindak sebagai racun, yang disebut
autointoksikasi, misalnya pada wanita hamil dengan keracunan kehamilan
(toxemia gravidarum), pada payah ginjal dapat menyebabkan uremi. Gas
chloroform tidak merusak paru-paru tetapi setelah diserap dapat merusak hati.
4) Agen fisik : Trauma, suhu yang sangat ekstrim baik panas atau dingin, tenaga
listrik, cahaya matahari, tenaga radiasi. Kerusakan sel dapat terjadi karena
timbul kerusakan protoplasma akibat ionisasi atau tenaga fisik, sehingga timbul
kekacauan tata kimia protoplasma dan inti.
5) Kerentanan (Ihypersensitivity) : kerentanan jaringan dapat timbul spontan atau
secara didapat(accuired) dan menimbulkan reaksi imunologik.
5. Apoptosis
Apoptosis dan nekrosis sama-sama merupakan proses kematian sel . Apoptosis
adalah kematian sel per sel , sedangkan nekrosis melibatkan sekelompok sel.
Membran sel yang mengalami apoptosis akan mengalami penonjolan-penonjolan
keluar tanpa disertai hilangnya integritas membran. Sedangkan pada nekrosis akan
mengalami kehilangnya integritas membran. Sel yang mengalami apoptosis akan
menciut dan membentuk badan apoptosis. Pada nekrosis sel akan membengkak
(proses peradangan) untuk kemudian mengalami lisis. Sel aportosis lisosomnya utuh
pada nekrosis mengalami kebocoran lisosom. Sel yang mengalami apoptosis biasanya
akan dimakan oleh sel yang berdekatan atau yang berbatasan langsung dengannya dan
beberapa makrofag. Nekrosis akan dimakan oleh makrofag. Secara biokimia
apoptosis terjadi sebagai respon dari dalam sel yang mungkin merupakan proses
fisiologis sedangkan nekrosis terjadi karena trauma nonfisiologis.
6. Postmortal
Kematian bukanlah akhir dari proses dalam tubuh yang mengalami
kematian.Tubuh akan terus mengalami perubahan. Perubahan ini dipengaruhi oleh :
1. Suhu lingkungan sekitarnya
2. Suhu tubuh saat terjadi kematian
3. Ada tidaknya infeksi umum
Serangkaian perubahan yang terjadi setelah kematian tubuh antara lain :
a. Autolisis ; jaringan yang mati dihancurkan oleh enzim-enzim antara lain enzim
dari lisosom, mikroorganisme yang mengifeksi jaringan mati. Tubuh yang mati
akan mencair, kecuali jika dicegah dengan pengawetan atau pendinginan.
b. Algor Mortis ; suhu tubuh menjadi dingin sesuai suhu lingkungan memerlukan
waktu 24 s/d 48 jam untuk menjadi dingin sesuai suhu lingkungan. Suhu tubuh
menjadi dingin karena proses metabolisme terhenti. Jika ditempat yang dingin
maka akan lebih cepat dingin, tetapi jika ditempat yang panas akan lebih lambat.
c. Rigor Mortis (kaku mayat); timbul setelah 2 s/d 4 jam setelah kematian.
Mencapai puncak setelah 48 jam dan kemudian menghilang selama 3 sampai 4
hari.
d. Livor Mortis (lebam mayat) ; Nampak setelah 30 menit kematian dan mencapai
puncaknya setelah 6 hingga 10 jam.Lebam mayat timbul pada bagian bawah
tubuh.
e. Pembekuan Darah postmortal ; beku darah post mortal berkonsistensi lunak,
elastic dan seperti gel, berbeda dengan thrombus yang konsistensinya keras dan
kering.
f. Jejas postmortal ; enzim dalam tubuh masih aktif untuk beberapa waktu setelah
kematian. Jejas postmortal tidak dijumpai reaksi radang pada jejas, sedangkan
pada lesi antemortal Nampak reaksi radang.
g. Pembusukan ; hancurnya tubuh yang mati karena invasi bakteri. Kulit menjadi
kehijauan setelah 1 sampai 2 minggu.
7. Penimbunan pigmen
Pigment adalah substansi berwarna yang dapat merupakan bahan normal
dalam sel. Pigmen yang ada dalam tubuh dapat berasal dari endogen yang disintesa
dalam tubuh, dan eksogen berasal dari luar tubuh.
1. Pigmen eksogen dari luar tubuh misal :
debu carbon
perak, masuk kedalam tubuh sebagai obat-obatan
tanda rajah (tattoo)
2. Pigmen endogen
Hampir seluruhnya berasal dari peruntuhan haemoglobin, meliputi :
Hemosiderin : pigmen yang berbentuk granular atau kristal dan berwarna
kuning keemasan hingga coklat dan banyak mengandung zat besi didalam sel
(intraselular). Haemosiderin dibentuk dalam 24 jam.
Hematoidin : pigmen bentuk Kristal berwarna coklat keemasan, tidak
mengandung zat besi dan identik dengan bilirubin. Hematoidin merupakan
pigmen ekstraselular. Haemotoidin dibentuk dalam 7 hari.
Bilirubin : pigmen normal yang dijumpai pada empedu, berasal dari
haemoglobin tetapi tidak mengandung besi. Jika konsentrasi pigmen dalam
sel dan jaringan meningkat, terjadi pigmentasi warna kuning yang disebut
ikterus. Meskipun didistribusikan keseluruh tubuh namun jumlah terbanyak
ditemukan dalam hati dengan produksi normal 0,2 – 0,3 gram, berasal dari
penghancuran sel eritrosit yang sudah tua oleh proses fagosif mononuclear di
limpa, hati dan sumsum tulang.
8. Melanin
Melanin merupakan pigmen endogen yang berwarna coklat-hitam dan dapat
dijumpai pada rambut, kulit, iris mata dan lain-lain.
Pigmen melanin berasal dari yang oleh enzim tirosin oksidase diubah menjadi
3,4-dihidroksifenilalanin (DOPA), selanjutnya DOPA oleh enzim DOPA oksidase
diubah menjadi melanin. Untuk kerja dari enzim tirosin oksidase dan enzim DOPA
oksidase diperlukan tirosinase (Cu).
Beberapa hal yang dapat mengurangi pengurangan pigmen melanin :
Faktor yang menghalangi kualitas enzim tirosinase.
Defisiensi tembaga (Cu)
Zat yang mengandung belerang seperti glutation dan sistein.
Substansi yang mengandung belerang akan mengikat tembaga yang diperlukan
untuk pembentukan melanin. Meningkatnya suhu dan sinar ultraviolet menyebabkan
hyperpigmentasi.
Kegunaan pigmen melanin adalah melindungi tubuh dari sinar. Hal ini didukung
oleh tingginya karsinoma kulit pada kulit putih disbanding kulit hitam. Berikut
kelainan yang terjadi pada melanin :
hiperpigmentasi menyeluruh, misal chloasma gravidarum, ACTH >> à
penyakit Addison
hiperpigmentasi lokal, misal bercak tanpa penambahan melanosit (ephelides),
neurofibromatosis
hipopigmentasi menyeluruh pada albino
hipopigmentasi lokal, misal vitiligo, bekas luka
9. Mineral
Selain zat karbon, hydrogen, nitrogen dan oksigen yang merupakan bagian
terpenting dalam jaringan pada tubuh terdapat 13 macam unsur lain yang juga sangat
penting dalam kehidupan manusia, 7 diantaranya terdapat dalam jumlah banyak yaitu
kalsium, fosfor, magnesium, natrium, kalium, chlor, dan sulfur. Sedangkan 6 lainnya
merupakan ‘trace elements” tetapi vital yaitu besi, tembaga, mangan, yodium, kobal
(Co), dan seng (Zn). Dalam makanan sehari-hari sudah cukup, tetapi pengeluaran
berlebihan (muntah, diare) atau gangguan penyerapan dapat menimbulkan defisiensi.
Sebaliknya jumlah yang berlebihan dalam makanan atau gangguan ekskresi,
menimbulkan penimbunan yang berlebihan pada jaringan atau cairan tubuh dan dapat
menyebabkan gangguan metabolik, susunan kimiawi dan gejala klinik yang nyata.
10. Defisiensi
Ketidakseimbangan nutrisi merupakan penyebab utama jejas sel antara lain
defisiensi protein, vitamin dan mineral. Jumlah lipid yang berlebihan merupakan
faktor pendukung terjadinya arteriosklerosis yang dapat menyebabkan sel/jaringan
mengalami defisiensi oksigen dan makanan. Jejas yang disebabkan oleh defisiensi
nutrisi antara lain Starvation, marasmus, kwashiorkor atau yang lebih dikenal
gangguan nutrisi.