Makalah Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan

34
Mata kuliah Dosen pembimbing Pajak dan Distribusi Daerah Ari Nur Wahidah, SE Makalah Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan Disusun oleh: JOHAN SAFRIJAL AHMAD SYAFRIKO M. MASHADI YANI AMELIA YENI LISMAWATI RINA DELVI FUJI SUKMA WARLIFA ADM. PERPAJAKAN FAKULTAS EKONOMI DAN SOSIAL

Transcript of Makalah Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan

Page 1: Makalah Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan  Air Bawah Tanah dan Air Permukaan

Mata kuliah Dosen pembimbing

Pajak dan Distribusi Daerah Ari Nur Wahidah, SE

Makalah

Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan

Air Bawah Tanah dan Air Permukaan

Disusun

oleh:

JOHAN SAFRIJAL

AHMAD

SYAFRIKO

M. MASHADI

YANI AMELIA

YENI LISMAWATI

RINA DELVI

FUJI SUKMA WARLIFA

ADM. PERPAJAKAN

FAKULTAS EKONOMI DAN SOSIAL

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RIAU SULTAN SYARIF KASIM

RIAU

2013/2014

Page 2: Makalah Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan  Air Bawah Tanah dan Air Permukaan

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka

penyusun dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Pajak Pengambilan dan

Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan”.

Penulisan makalah adalah merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan

tugas mata kuliah Pajak dan Distribusi Daerah di jurusan Adm. Perpajakan Tahun 2012 UIN

SUSKA Riau

Dalam Penulisan makalah ini penyusun merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis

penulisan maupun materi, mengingat akan batas kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu

kritik dan saran dari semua pihak sangat diharapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah

ini.

Dalam penulisan makalah ini penyusun menyampaikan ucapan terima kasih yang tak

terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini, khususnya

kepada :

1. Ibu Ari Nur Wahidah, SE, selaku dosen pembimbing kami, yang banyak memberikan materi

pendukung, masukan, dan bimbingan kepada penulis.

2. Rekan-rekan tim penyusun makalah jurusan ADM. Perpajakan angkatan 2012 UIN SUSKA

Riau.

3. Secara khusus penyusun menyampaikan terima kasih kepada keluarga tercinta yang telah

memberikan dorongan dan bantuan serta pengertian yang besar kepada penulis, baik selama

menyelesaikan makalah ini.

Akhirnya penyusun berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal pada mereka

yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai ibadah, Amiin

Yaa Robbal ‘Alamiin.

Pekanbaru, 22 Maret 2014

Tim penyusun

Page 3: Makalah Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan  Air Bawah Tanah dan Air Permukaan

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu komponen pajak yang berpengaruh dalam pendepatan daerah adalah pajak

pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan. Pajak ini dikenakan kepada

perusahaan/badan-badan lain yang menggunakan, mengambil dan memanfaatkan air sebagai

fasilitas pendukung berjalannya perusahaan.

Sebagai dasar untuk mengetahui pajak dan distribusi daerah tersebut maka harus

mengetahui objek dan subjek sesuai dengan perundang-undangan pajak. Kemudian hari pajak

pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan ini bisa berguna menambah

pendapatan daerah. Maka harus ada sosialisasi terlebih dahulu kepada masyarakat umum.

Berdasarkan hal ini penulis tertarik membuat makalah dengan judul “PAJAK

PENGAMBILAN DAN PEMANFAATAN AIR BAWAH TANAH DAN AIR

PERMUKAAN.”

1.2 Tujuan dan Manfaat

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :

1. Membantu mahasiswa/i mengetahui tentang pajak dan distribusi daerah

2. Memahami mekanisme pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air

permukaan

Manfaat dari pembuatan makalah ini adalah :

1. Memberikan mahasiswa/i pengetahuan baru

2. Membuat pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan

sebagai sumber pendapatan daerah lebih optimal

Page 4: Makalah Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan  Air Bawah Tanah dan Air Permukaan

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kerangka Teori

2.1.1 Definisi Pajak

Pengertian pajak menurut Undang-undang No. 6 tahun 1983 sebagaimana diubah

terakhir No. 28 Tahun 2007 Pasal 1 ayat 1 tentang Ketentuan Umum Perpajakan yang dimaksud

pajak adalah “ Pajak adalah konstribusi Wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi

atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapatkan

imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesarnya-besarnya

kemakmuran”.

Pengertian pajak menurut Rochmat Soemitro (Hilarius Abut, 2001:1) “ Pajak adalah

iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan

tidak mendapat jasa-jasa timbal (kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan yang

digunakan untuk membayar pengeluaran umum”.

Sedangkan pengertian pajak menurut Smeets (Erly Suandy, 2011:9) “Pajak adalah

prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum, dan yang dapat

dipaksakan, tanpa ada kalanya kontraprestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual;

maksudnya adalah untuk membiayai pengeluaran pemerintah”.

2.1.2   Fungsi Pajak

Fungsi pajak menurut Abdul Rahman  (2010:21)  ada 4, yaitu:

1.    Fungsi anggaran (budgeter)

Sebagai sumber pendapatan Negara, pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-

pengeluaran  Negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin Negara dan melaksanakan

pembangunan    Negara membutuhkan biaya.  Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan

pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai,

belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya.

2.   Fungsi Mengatur (regulerend)

Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijakan pajak. Dengan 

fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Contohnya

Page 5: Makalah Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan  Air Bawah Tanah dan Air Permukaan

dalam rangka menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri,

diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak.

3.  Fungsi stabilitas

Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang

berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan.  Hal ini bisa

dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan

pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien.

4.   Fungsi redistribusi pendapatan

Pajak yang sudah dipungut oleh Negara akan digunakan untuk membiayai semua

kepentingan umum, termasuk juga untuk membiyai pembangunan sehingga dapat

membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan

masyrakat.

2.1.3   Syarat Pemungutan Pajak

Agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan, maka

pemungutan pajak harus memenuhi syarat. Menurut Mardiasmo (2011:2), sebagai berikut:

1.    Pemungutan pajak harus adil (syarat keadilan)

Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan undang-undang dan

pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam perundang-undangan diantaranya

mengenakan pajak secara umum  dan merata, serta disesuaikan dengan kemampuan

masing-masing. Sedang adil dalam pelaksanaannya yakni dengan memberikan hak bagi

Wajib Pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan

mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak.

2.    Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (syarat yuridis).

Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. Hal  ini memberikan

jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik Negara maupun warganya.

3.   Tidak mengganggu perekonomian (syarat ekonomis)

Pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi maupun

perdagangan, sehingga tidak menimbukan kelesuan perekonomian rakyat.

4.   Pemungutan pajak harus efisien (syarat finansiil)

Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga lebih

rendah dari hasil pemungutannnya.

Page 6: Makalah Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan  Air Bawah Tanah dan Air Permukaan

5.    Sistem pemungutan pajak harus sederhana

Sistem pemungutan yang sederhana akan memudahkan dan mendorong masyarakat

dalam memenuhi kewajibaan perpajakannya.

2.1.4   Sistem Pemungutan Pajak

Menurut Sumyar (2004:97) ada 3 macam sistem pemungutan pajak yaitu:

1) Official  Assessment System

Suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah   (fiskus)

untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.

Ciri-cirinya:

a) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus (fiskus aktif);

b) Wajib Pajak bersifat pasif;

c) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.

2) Self Assessment System

Suatu sistem  pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk

menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.

Ciri-cirinya:

a) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak sendiri

(wajib pajak yang aktif);

b) Wajib Pajak aktif, mulai menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang

terutang;

c) Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi (fiskus aktif).

3) With Holding System

Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga

(bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya

pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Contoh pihak ketiga yang dimaksud dalam system

ini misalnya: konsultan pajak, akuntan publik, wajib pungut atau wajib potong dan

sebagainya.

Page 7: Makalah Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan  Air Bawah Tanah dan Air Permukaan

2.1.5   Asas Pemungutan Pajak

Dalam buku An Inquliry the Nature and Causes of The Wealth of Nations yang ditulis

Adam Smith pada abad ke-18 mengajarkan tentang asas-asas pemungutan pajak yang dikenal

dengan nama four connons atau the four maxims dengan uraian berikut: (Erly Suandi, 2011:25).

1. Equity

Pembebanan pajak antara subjek pajak hendaknya seimbang dengan kemampuan,

yaitu seimbang dengan penghasilan yang dinikmatinya di bawah perlindungan

pemerintah.

2. Certainly

Pajak yang dibayar Wajib Pajak harus jelas dan tidak mengenal kompromi.

3. Convenience of Payment

Pajak hendaknya dipungut pada saat yang paling baik bagi Wajib pajak, yaitu saat

sedekat-dekatnya dengan saat diterimanya penghasilan/keuntungan yang dikenakan

pajak.

4. Economic of collections

Pemungutan pajak hendaknya dilakukan sehemat mungkin, jangan sampai biaya

pemungutan pajak lebih besar dari penerimaan pajak itu sendiri.

2.1.6  Pengelompokan Pajak

Pengelompokkan pajak Menurut Erly Suandy (2011:36) terdiri dari:

1) Berdasarkan golongannya pajak dapat dibagi menjadi dua, yaitu:

a. Pajak langsung

Pajak langsung adalah pajak yang bebannya harus ditanggung sendiri oleh Wajib

Pajak yang bersangkutan dan tidak dapat dialihkan kepada pihak lainnya. Misalnya

Pajak Penghasilan. Pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap

penghasilan, dapat dikenakan secara berkala dan berulang-ulang dalam jangka waktu

tertentu baik masa pajak maupun tahun pajak.

b. Pajak tidak langsung

Pajak tidak langsung adalah pajak yang bebannya dapat dialihkan atau digeserkan

kepada pihak lain sehingga sering disebut pajak tidak langsung.

Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Dalam

pajak ini beban pajak digeserkan dari produsen/penjual ke pembeli/konsumen, karena

pergeseran ini searah dengan arus barang yaitu dari produsen ke konsumen maka

pergeserannya disebut pergeseran ke depan (forward shifting). Di samping itu, ada

Page 8: Makalah Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan  Air Bawah Tanah dan Air Permukaan

juga yang disebut dengan pergeseran ke belakang (backward shifting) yaitu

pergeseran pajak yang berlawanan dengan arus barang.

2) Berdasarkan wewenang pemungutannya pajak dapat dibagi menjadi dua yaitu:

a. Pajak pusat/pajak Negara adalah  pajak yang wewenang pemungutannya ada pada

pemerintah pusat yang pelaksanaannya dilakukan oleh Departemen Keuangan

melalui Direktorat Jenderal Pajak. Pajak pusat diatur dalam undang-undang dan

hasilnya akan masuk ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pajak

pusat/Negara yang berlaku saat ini adalah sebagai berikut:

1 Pajak Penghasilan diatur dalam undang-undang Nomor 7 Tahun 1983

sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun

1991, Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994, Undang-undang Nomor 17

Tahun 2000 dan terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008;

2 Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah diatur

dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana yang telah diubah

dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1994, selanjutnya  Undang-undang

Nomor 18 Tahun 2000 dan terakhir dengan Undang-undang Nomor 42 Tahun

2009;

3 Pajak Bumi dan Bangunan diatur dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun

1985 sebagaimana yang telah diubah dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun

1994;

4 Bea Materai diatur dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985;

5 Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan diatur dalam Undang-undang

Nomor 20 Tahun 1997 sebagaimana yang telah diubah  dengan Undang-

undang Nomor 20 Tahun 2000

b. Pajak daerah adalah pajak yang wewenang pemungutannya ada pada Pemerintah 

Daerah yang pelaksanaannya dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah. Pajak Pusat

diatur dalam Undang-undang dan hasilnya akan masuk ke Anggaran Pendapatan dan

Belanja Daerah (APBD). Pajak Daerah diatur dalam Undang-undang Nomor 28

Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, terdiri atas  5 jenis pajak

daerah provinsi dan 11 pajak daerah kabupaten/kota adalah sebagai berikut:

Pajak Daerah Provinsi, adalah sebagai berikut:

a) Pajak Kendaraan Bermotor;

b) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;

Page 9: Makalah Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan  Air Bawah Tanah dan Air Permukaan

c) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;

d) Pajak Air Permukaan;

e) Pajak Rokok;

Pajak Daerah Kabupaten/Kota, adalah sebagai berikut:

a) Pajak Hotel;

b) Pajak Restoran;

c) Pajak Hiburan;

d) Pajak Reklame;

e) Pajak Penerangan Jalan;

f) Pajak Mineral Bukan Logam dan Buatan;

g) Pajak Parkir

h) Pajak Air Tanah

i) Pajak Sarang Burung Walet

j) Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; dan

k) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan bangunan

2.1.7 Asas Pengenaan Pajak

Menurut Sri Pudiyatmoko (2009:43) ada 3 asas dalam pengenaan pajak yaitu:

1. Asas Negara Tempat Tinggal

Asas ini sering disebut asas domisili. Asas Negara tempat tinggal ini mengandung arti

bahwa Negara tempat tinggal seseorang bertempat tinggal, tanpa memandang

kewarganegaraannya, mempunyai hak yang tak terbats untuk mengenakan pajak terhadap

orang-orang itu atas semua pendapatan itu di peroleh.

2. Asas Negara Asal (Negara sumber)

Asas Negara sumber mendasarkan pemajakan pada tempat dimana sumber itu berada,

seperti adanya suatu perusahaan, kekayaan atau tempat kegiatan di suatu Negara. Negara

di mana sumber itu berada mempunyai wewenang untuk mengenakan pajak atas hasil

yang keluar dari sumber itu.

3. Asas Kebangsaan

Asas ini mendasarkan pengenaan pajak seseorang pada status kewarganegaraannya.

Jadi pemajakan dilakukan oleh Negara asal Wajib Pajak. Yang dikenakan pajak ialah

semua orang yang mempunyai kewarganegaraan Negara tersebut, tanpa memandang

tempat tinggalnya.

Page 10: Makalah Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan  Air Bawah Tanah dan Air Permukaan

2.1.8   Pemeriksaan Pajak

Pemeriksaan pajak menurut Tunggal Anshari Setia Negara (2006:86) yaitu:

“serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, dan mengelola data dan atau keterangan

lain dalam rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan berdasarkan

ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan”.

Tujuan lain pemeriksaan menurut Erly Suandy (2011:208) adalah melaksanakan

ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakn, yang dapat dilakukan antara lain dalam hal:

1) Surat Pemberitahuan (SPT) menunjukan kelebihan pembayaran pajak dan/ atau rugi;

2) Surat Pemberitahuan (SPT) tidak disampaikan atau disampaikan tidak tepat waktu

yang telah ditetapkan;

3) Surat Pemberitahuan (SPT) memenuhi kriteria yang ditentukan oleh Direktorat

Jenderal Pajak

Page 11: Makalah Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan  Air Bawah Tanah dan Air Permukaan

2.2      Pajak Daerah

2.2.1   Pengertian Pajak Daerah

Pajak daerah Menurut Undang-undang No. 28 Tahun 2009 Pasal 10 tentang Pajak

Daerah dan Retribusi Daerah, adalah:

“Pajak Daerah adalah  kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau

badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan

secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran

rakyat”.

Sedangkan pajak daerah menurut Erly Suandy (2011:229)

“Pajak Daerah adalah  iuran yang wajib dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah

tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan

pemerintah daerah dan pembangunan daerah”.

2.2.2 Tarif Pajak Daerah

      Tarif Pajak Daerah berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 Tentang Pajak

Daerah Dan Retribusi Daerah yang dikutip oleh Marihot P Sihaan (2011:87):

1) Tarif Pajak Kendaraan Bermotor

a. Untuk kepemilikan Kendaraan Bermotor pertama paling rendah sebesar 1% (satu

persen) dan paling tinggi sebesar 2% (dua persen).

b.  Untuk kepemilikan Kendaraan Bermotor kedua dan seterusnya tarif dapat

ditetapkan secara progresif paling rendah sebesar 2% (dua persen) dan paling

tinggi sebesar 10% (sepuluh persen).

c. Tarif pajak Kendaraan bermotor angkutan umum, ambulans, pemadam

kebakaran, sosial keagamaan, lembaga sosial dan keagamaan,

Pemerintah/TNI/POLRI, Pemerintah Daerah, dan Kendaraan lain yang

ditetapkan dengan Peraturan Daerah, ditetapkan paling rendah sebesar 0,5% (nol

koma lima persen) dan paling tinggi sebesar 1% (satu persen).

d. Tarif Pajak Kendaraan Bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar ditetapkan

paling rendah sebesar 0,1% (nol koma satu persen) dan paling tinggi sebesar

0,2% (nol koma dua persen).

2) Tarif Bea Balik Nama Kendaraab bermotor ditetapkan paling tinggi masing-masing

sebagai berikut:

a. Penyerahan pertama sebesar 20% (dua puluh persen)

Page 12: Makalah Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan  Air Bawah Tanah dan Air Permukaan

b. Penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 1% (satu persen).

3) Tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor ditetapkan paling tinggi sebesar 10%

(sepuluh persen).

4) Tarif Pajak Air permukaan ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen).

5) Tarif Pajak Rokok ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen) dari cukai rokok.

6) Tarif Pajak Hotel ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen).

7) Tarif Pajak Restoran ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen).

8) Tarif pajak hiburan ditetapkan paling tinggi sebesar 35% (tiga puluh lima persen).

Khusus untuh hiburan berupa pengelaran busana, kontes kecantikan, diskotek,

karaoke, klab malam, permainan ketangkasan, panti pijat, dan mandi uap/spa, tarif

pajak hiburan dapat ditetapkan paling tinggi sebesar 75% (tujuh puluh lima persen).

Khusus hiburan kesenian rakyat/tradisional dikenakan tarif pajak hiburan ditetapkan

paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen).

9) Tarif pajak Reklame ditetapkan paling tinggi sebesar 25% (dua puluh lima persen).

10) Tarif Pajak Penerangan Jalan ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen).

11) Tarif Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan ditetapkan paling tinggi sebesar 25%

(dua puluh lima persen).

12) Tarif Pajak Parkir di tetapkan paling tinggi sebesar 30% (tiga puluh persen).

13) Tarif Pajak Air Tanah ditetapkan paling tinggi sebesar 20% (dua puluh persen).

14) Tarif Pajak Sarang Burung Walet ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh

persen).

15) tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan ditetapkan paling tinggi

sebesar 0,3% (nol koma tiga persen).

16) Tarif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ditetapkan paling tinggi sebesar

5% (lima persen).

Page 13: Makalah Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan  Air Bawah Tanah dan Air Permukaan

2.2.3 Ciri-ciri Pajak Daerah

Menurut Azhari (2005:49), ciri-ciri Pajak Daerah adalah:

1) Pajak daerah dapat berasal dari pajak asli daerah maupun pajak Negara yang

diserahkan kepada Daerah sebagi Pajak Daerah;

2) Pajak daerah dipungut oleh daerah terbatas di dalam wilayah administratif yang

dikuasainya;

3) Hasil pungutan pajak daerah dipergunakan untuk membiayai urusan rumah tangga

daerah atau untuk membiayai pengeluaran daerah sebagai badan hukum;

4) Pajak daerah dipungut oleh daerah berdasarkan kekuatan peraturan Daerah (Perda),

maka sifat pemungutan pajak daerah dapat dipaksakan kepada masyarakat yang wajib

membayar dalam lingkungan kekuasaannya.

2.2.4 Dasar Pengenaan Pajak Daerah

Menurut Marihot Pahala Siahaan (2011:90), dasar pengenaan Pajak daerah adalah

sebagai berikut:

Pajak Provinsi:

1) Pajak Kendaraan bermotor dikenakan atas hasil perkalian dari dua unsur pokok nilai

jual kendaraan bermotor dan bobot yang mencerminkan secara relative tingkat

kerusakan jalan dan atau pencemaran lingkungan akibat penggunaan kendaraan

bermotor;

2) Bea Balik Nama Kendaraan bermotor dikenakan atas nilai jual kendaraan bermotor;

3) Pajak Bahan Bakar Kendaraan bermotor dikenakan atas nilai jual bahan bakar

kendaraan bermotor sebelum dikenakan pajak pertambahan nilai;

4) Pajak Air Permukaan atas nilai perolehan air;

5) Pajak rokok dikenakan atas cukai yang ditetapkan oleh pemerintah terhadap rokok

Pajak Kabupaten/Kota:

1) Pajak Hotel dikenakan atas jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar oleh

hotel

2) Pajak Restoran dikenakan atas jumlah pembayaran yang seharusnya diterima resoran;

3) Pajak Hiburan dikenakan atas jumlah uang yang diterima atau yang seharusnya

diterima oleh penyelenggara hiburan;

4) Pajak reklame dikenakan atas nilai sewa reklame

5) Pajak Penerangan Jalan dikenakan atas nilai jual tenaga listrik;

Page 14: Makalah Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan  Air Bawah Tanah dan Air Permukaan

6) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan nilai jual hasil pengambilan mineral logam

dan batuan

7) Pajak Parkir dikeanakan atas jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar

kepada penyelengara tempat parkir;

8) Pajak Air tanah dikenakan atas nilai perolehan air tanah;

9) Pajak Sarang burung walet dikenakan atas nilai jual sarang burung walet;

10) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan bangunan Perdesaan dan Perkotaan dikenakan

atas nilai jual objek pajak (HJOP);

11) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dikenakan atas nilai perolehan objek

pajak (NJOP).

2.2.5   Penerbitan SKPD

Penerbitann SKPD menurut Marihot P Siahaan (2011:105) yaitu, berdasarkan SPTPD

yang disampaikan Wajib Pajak, kepala Daerah akan melakukan pemeriksaan dan mengeluarkan

penetapan pajak untuk menentukan apakah kewajiban pajak yang terutang telah dilakukan

sebagaiman mestinya. Pasal 9 Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 mengatur tentang

ketentuan tentang Penerbitan Surat Ketetapan Pajak terhadap wajib pajak, baik yang membayar

pajak dengan penetapan sendiri (self assessement) maupun berdasarkan ketetapn kepala daerah.

Dalam jangka waktu lima tahun sesudah saat terutangnya pajak, kepala daerah dapat

menerbitkan:

a) Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB);

b) Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan (SKPDKBT);

c) Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil (SKPDN).

Khusus untuk SKPDKB dan SKPDKBT diterbitkan apabila ditemukan data baru

dan/atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penammbahan jumlah pajak

yang terutang. SKPDN diterbitkan apabila jumlah pajak tidak terutang sama besarnya dengan

jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.

2.2.6   Pembayaran Pajak Daerah

Pembayaran pajak daerah menurut Darwin (2010:157), merupakan suatu tindakan untuk

melunasi hutang pajaknya. Pembayaran pajak daerah dapat dilakukan oleh wajib pajak daerah

segera setelah memperoleh Surat Pemberitahuan Pajak Daerah dengan mengacu kepada self

assessment system. Pembayaran dan penyetoran pajak daerah yang terutang adalah paling lama

30 hari setelah saat terutangnya pajak atau berdasarkan peraturan daerah.

Page 15: Makalah Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan  Air Bawah Tanah dan Air Permukaan

2.3      Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Permukaan dan Air Bawah Tanah

2.3.1 Pengertian

Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan adalah

pungutan daerah (provinsi) atas pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air

permukaan.

Air bawah tanah adalah semua air yang terdapat dalam lapiran pengandung air di bawah

permukaan tanah termasuk mata air yang muncul secara alamiah di atas permukaan tanah.

Air permukaan adalah air yang berada di atas permukaan bumi tidak termasuk air laut

kecuali air laut tersebut telah dimanfaatkan di darat.

2.3.2 Dasar Hukum:

a) Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 Tentang Perubahan Atas UU No.18 Tahun

1997 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

b) Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 Tentang Pajak Daerah.

c) Peraturan Daerah Provinsi Tentang Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah

Tanah dan Air Permukaan.

2.3.3. Obyek dan Subyek

Obyek:

a) Pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah.

b) Pengambilan dan pemanfaatan air permukaan.

Subyek:

Subyek pajak adalah orang pribadi atau badan yang mengambil dan memanfaatkan

air bawah tanah dan air permukaan.

Pengecualian:

a) Pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan/atau air permukaan oleh

Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

b) Pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan/atau air permukaan oleh Badan

Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah yang khusus didirikan untuk

menyelenggarakan usaha eksploitasi dan pemeliharaan pengairan serta

mengusahakan air dan sumber-sumber air.

c) Pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan/atau air permukaan untuk

kepentingan pertanian rakyat.

Page 16: Makalah Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan  Air Bawah Tanah dan Air Permukaan

d) Pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan/atau air permukaan lainnya yang

diatur dengan Peraturan Daerah.

2.3.4 Perhitungan dan Penetapan

a) Tarif:

Tarip Pajak Air Bawah Tanah 20% (dua puluh persen) dan Pajak Air Permukaan 10%

(sepuluh persen).

b) Dasar Pengenaan:

Dasar pengenaan Pajak adalah nilai perolehan air.

c) Nilai Perolehan Air:

Nilai perolehan air dihitung dengan mengalikan volume air yang diambil/digunakan

dengan harga dasar air.

d) Besarnya Pajak:

Besarnya Pajak yang dibayar (terhutang) dihitung dengan cara mengalikan tarip

dengan dasar pengenaan Pajak.

2.3.5   Perhitungan Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Permukaan dan Air Bawah

Tanah

Cara untuk menghitung pajak Air Permukaan menurut Marihot P Siahaan (2011:475),

adalah:

Diketahui: volume air permukaan yang diambil oleh sebuah perusahaan untuk

memproduksi air mineral sebesar 10.000 liter/bulan. Dan harga dasar air yang ditetapkan

pemerintah daerah adalah Rp 900/liter. Maka hitung pajak pengambilan dan pemanfaatan air

permukaan?

Jawab:

Tarif pajak permukaan air adalah 10% (sepuluh persen)

Dasar pengenaan: 10.000 liter x 900 (rupiah) = 9.000.000 (rupiah)

Pajak terhutang: 10 % x 9.000.000 = 900.000 (rupiah)/bulan

Pajak Terutang   = Tarif Pajak  x  Dasar Pengenaan Pajak

                             = Tarif Pajak x Nilai Perolehan Air

Page 17: Makalah Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan  Air Bawah Tanah dan Air Permukaan

2.3.6 Penghitungan Sanksi, Keberatan dan Banding

A. Sanksi Administrasi dan Pidana.

1. Sanksi Administrasi

a. Pemungut Pajak

Pasal 96

(1) Pemungutan Pajak dilarang diborongkan.

(2) Setiap Wajib Pajak wajib membayar Pajak yang terutang berdasarkan

surat ketetapan pajak atau dibayar sendirioleh Wajib Pajak berdasarkan

peraturan perundangundanganperpajakan.

(3) Wajib Pajak yang memenuhi kewajiban perpajakanberdasarkan

penetapan Kepala Daerah dibayar dengan menggunakan SKPD atau

dokumen lain yang dipersamakan.

(4) Dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

berupa karcis dan nota perhitungan.

(5) Wajib Pajak yang memenuhi kewajiban perpajakan sendiri dibayar

dengan menggunakan SPTPD, SKPDKB, dan/atauSKPDKBT.

Pasal 97

(1) Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak,

Kepala Daerah dapat menerbitkan:

a. SKPDKB dalam hal:

1) jika berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain, pajak

yang terutang tidak atau kurang dibayar;

2) jika SPTPD tidak disampaikan kepada Kepala Daerah dalam

jangka waktu tertentu dan setelah ditegur secara tertulis tidak

disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam surat

teguran;

3) jika kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi, pajak yang

terutang dihitung secara jabatan.

b. SKPDKBT jika ditemukan data baru dan/atau datayang semula

belum terungkap yang menyebabkanpenambahan jumlah pajak

yang terutang.

Page 18: Makalah Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan  Air Bawah Tanah dan Air Permukaan

c. SKPDN jika jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan

jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit

pajak.

(2) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKB sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 1) dan angka 2) dikenakan sanksi

administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung

dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu

paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya

pajak.

(3) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKBT sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf b dikenakan sanksi administratif berupa

kenaikan sebesar 100%(seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak

tersebut.

(4) Kenaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dikenakan jika

Wajib Pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan

pemeriksaan.

(5) Jumlah pajak yang terutang dalam SKPDKB sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) huruf a angka 3) dikenakan sanksia dministratif berupa

kenaikan sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari pokok pajak

ditambah sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen)

sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk

jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak

saat terutangnya pajak.

Pasal 98

Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis Pajak yang dapat dipungut

berdasarkan penetapan Kepala Daerah atau dibayar sendiri oleh Wajib

Pajak dan ketentuan lainnya berkaitan dengan pemungutan Pajak diatur

dengan PeraturanPemerintah.

Page 19: Makalah Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan  Air Bawah Tanah dan Air Permukaan

Pasal 99

(1) Tata cara penerbitan SKPD atau dokumen lain yang dipersamakan,

SPTPD, SKPDKB, dan SKPDKBT sebagaimana dimaksud dalam Pasal

96 ayat (3) dan ayat(5) diatur dengan Peraturan Kepala Daerah.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengisian danpenyampaian

SKPD atau dokumen lain yangdipersamakan, SPTPD, SKPDKB, dan

SKPDKBTsebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 ayat (3) dan ayat(5)

diatur dengan Peraturan Kepala Daerah.

b. Surat Tagihan Pajak

Pasal 100

(1) Kepala Daerah dapat menerbitkan STPD jika:

a. pajak dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar;

b. dari hasil penelitian SPTPD terdapat kekurangan pembayaran

sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung;

c. Wajib Pajak dikenakan sanksi administratif berupa bunga dan/atau

denda.

(2) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam STPD sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b ditambah dengan sanksi

administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan untuk

paling lama 15 (lima belas) bulan sejak saat terutangnya pajak.

(3) SKPD yang tidak atau kurang dibayar setelah jatuh tempopembayaran

dikenakan sanksi administratif berupa bungasebesar 2% (dua persen)

sebulan dan ditagih melalui STPD.

Page 20: Makalah Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan  Air Bawah Tanah dan Air Permukaan

2. Sanksi PIDANA

Pasal 174

(1) Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPTPD atau

mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan

yang tidak benar sehingga merugikan keuangan Daerah dapat dipidana

dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda

paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau

kurang dibayar.

(2) Wajib Pajak yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPTPD atau

mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan

yang tidak benar sehingga merugikan keuangan Daerah dapat dipidana

dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling

banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang

dibayar.

Pasal 175

Tindak pidana di bidang perpajakan Daerah tidak dituntut setelah melampaui

jangka waktu 5 (lima) tahun sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya

Masa Pajak atau berakhirnya Bagian Tahun Pajak atau berakhirnya Tahun

Pajak yang bersangkutan.

Pasal 176

Wajib Retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan

keuangan Daerah diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau

pidana denda paling banyak 3 (tiga) kali jumlah Retribusi terutang yang tidak

atau kurang dibayar.

Page 21: Makalah Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan  Air Bawah Tanah dan Air Permukaan

Pasal 177

1) Pejabat atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Kepala Daerah yang karena

kealpaannya tidak memenuhi kewajiban merahasiakan hal sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 172 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana

kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda paling banyak

Rp4.000.000,00 (empat juta rupiah).

2) Pejabat atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Kepala Daerah yang dengan

sengaja tidak memenuhi kewajibannya atau seseorang yang menyebabkan

tidak dipenuhinya kewajiban pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 172

ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua)

tahun dan pidana denda paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).

3) Penuntutan terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan

ayat (2) hanya dilakukan atas pengaduan orang yang kerahasiaannya

dilanggar.

4) Tuntutan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sesuai

dengan sifatnya adalah menyangkut kepentingan pribadi seseorang atau

Badan selaku Wajib Pajak atau Wajib Retribusi, karena itu dijadikan tindak

pidana pengaduan.

Pasal 178

Denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 174, Pasal 176, dan Pasal 177 ayat (1)

dan ayat (2) merupakan penerimaan negara.

Page 22: Makalah Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan  Air Bawah Tanah dan Air Permukaan

 BAB III

PENUTUP

1.1.1 Kesimpulan

Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat

dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa-jasa timbal (kontraprestasi), yang langsung dapat

ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

Pengenanaan pajak di Indonesia dapat dikelompokan menjadi dua bagian, yaitu: Pajak

Negara dan Pajak Daerah.

Pajak Daerah dibagi menjadi dua bagian, yaitu:

1. Pajak provinsi, terdiri dari:

a) Pajak Kendaraan Bermotor;

b) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;

c) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;

d) Pajak Air Permukaan

e) Pajak Rokok

2. Pajak Kabupaten/Kota, terdiri dari:

a) Pajak Hotel;

b) Pajak Restoran;

c) Pajak Hiburan;

d) Pajak Reklame;

e) Pajak Penerangan Jalan;

f) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;

g) Pajak Parkir

h) Pajak Air Tanah

i) Pajak Sarang Burung Walet;

j) Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan;

k) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan adalah

pungutan daerah (provinsi) atas pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air

permukaan.

Air bawah tanah adalah semua air yang terdapat dalam lapiran pengandung air di bawah

permukaan tanah termasuk mata air yang muncul secara alamiah di atas permukaan tanah.

Page 23: Makalah Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan  Air Bawah Tanah dan Air Permukaan

Air permukaan adalah air yang berada di atas permukaan bumi tidak termasuk air laut

kecuali air laut tersebut telah dimanfaatkan di darat.

1.1.2 Saran

Demikian makalah ini kami buat, apabila ada kesalahan baik dalam penjelasan maupun

dalam penulisan kami mohon maaf. kami mengharap kritik dan saran yang membangun agar

dapat menjadi sumber rujukan sehingga menjadikan apa yang kami buat ini lebih baik di masa

mendatang. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita.

Page 24: Makalah Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan  Air Bawah Tanah dan Air Permukaan

DAFTAR PUSTAKA

Purwono, Herry, Dasar-dasar Perpajakan dan Akuntasi Pajak, Jakarta: Erlangga, 2012

Mardiasmo, Perpajakan Edisi Revisi 2011, Yogyakarta: Andi, 2011

Siahaan, Pahala, Marihot, Pajak dan Retribusi Daerah, Jakarta: Rajawali Pers, 2011

Rahman, Abdul,  Administrasi Perpajakan, Bandung: Nuansa, 2010

Samudra, A. Azhari, Perpajakan di Indonesia Keuangan, Pajak dan Retribusi. Jakarta: Hecca

Publising, 2005

Sumyar, Dasar-Dasaar Hukum Pajak dan Perpajakan, Yogyakarta: Andi, 2004

Peraturan Perundangan:

Undang-undang Nomor. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah