Makalah Nikah

22
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Telah diketahui bahwa pernikahan adalah merupakan sunatullah, bahwa makhluk yang bernyawa itu diciptakan berpasang-pasangan, baik laki-laki maupun perempuan Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam realita kehidupan umat manusia. Dengan adanya perkawinan rumah tangga dapat ditegakkan dan dibina sesuai dengan norma agama dan tata kehidupan masyarakat. Hubungan antara seorang laki - laki dan perempuan adalah merupakan tuntunan yang telah diciptakan oleh Allah SWT dan untuk menghalalkan hubungan ini maka disyariatkanlah akad nikah. Pergaulan antara laki - laki dn perempuan yang diatur dengan perkawinan ini akan membawa keharmonisan, keberkahan dan kesejahteraan baik bagi laki - laki maupun perempuan, bagi keturunan diantara keduanya bahkan bagi masyarakat yang berada disekeliling kedua insan tersebut. Dalam agama Islam, masalah perkawinan mendapat tempat yang sangat terhormat dan sangat terjunjung i

description

Makalah

Transcript of Makalah Nikah

Page 1: Makalah Nikah

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Telah diketahui bahwa pernikahan adalah merupakan sunatullah,

bahwa makhluk yang bernyawa itu diciptakan berpasang-pasangan, baik laki-

laki maupun perempuan Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam

realita kehidupan umat manusia. Dengan adanya perkawinan rumah tangga

dapat ditegakkan dan dibina sesuai dengan norma agama dan tata kehidupan

masyarakat.

Hubungan antara seorang laki - laki dan perempuan adalah merupakan

tuntunan yang telah diciptakan oleh Allah SWT dan untuk menghalalkan

hubungan ini maka disyariatkanlah akad nikah. Pergaulan antara laki - laki dn

perempuan yang diatur dengan perkawinan ini akan membawa keharmonisan,

keberkahan dan kesejahteraan baik bagi laki - laki maupun perempuan, bagi

keturunan diantara keduanya bahkan bagi masyarakat yang berada disekeliling

kedua insan tersebut.

Dalam agama Islam, masalah perkawinan mendapat tempat yang

sangat terhormat dan sangat terjunjung tinggi tata aturan yang telah ditetapkan

dalam kitab suci Al-Qur’an.

B. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah :

1. Untuk memenuhi salah satu tugas pada Mata Kuliah Pembelajaran Fiqih

Pada Jurusan PAI, STIT YAPTIP Kampus II Ujung Gading.

2. Untuk mengetahui lebih jelasnya mengenai teori-teori yang berhubungan

dengan Nikah.

i

Page 2: Makalah Nikah

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Nikah

Secara Bahasa Nikah berasal dari kata – – ا ِن�َك�اًح� َي�ْنَك�ُح� yang ِن�َك�ُح�

berarti مجأ (mengawini) atau الَد�ًح (menggauli) الَخ�

Firman Allah dalam Surat An-Nur ayat 3 yang berbunyi :

laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina,

atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini

melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang

demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mukmin (QS. An-Nur : 3)

Menurut syara’ nikah berarti: Akat yang menyebabkan bolehnya

melakukan istimta’ (campur) dengan seorang wanita, dan ini dapat terjadi jika

wanita itu bukan orang yang haram dinikahi karena hubungan nasab. Nikah

menurut arti asli ialah hubungan seksual tetapi menurut arti majazi atau arti

hukum ialah akad yang menjadikan halal hubungan seksual sebagai suaami

istri antara seorang wanita dengan seorang pria1

Secara etimologi, pernikahan berarti “persetubuhan”. Ada pula yang

mengartikannya “perjanjian” (al-Aqdu). Secara terminology pernikahan

menurut Abu Hanifah adalah “Aqad yang dikukuhkan untuk memperoleh

kenikmatan dari seorang wanita yang dilakukan dengan sengaja”.2

Pengukuhan disini maksudnya adalah sesuatu pengukuhan yang sesuai

dengan ketapatan pembuatan syari’ah, bukan sekedar pengukuhan yang

dilakukan oleh dua orang yang saling membuat aqad (perjanjian) yang

bertujuan hanya sekedar untuk mendapatkan kenikmatan semata.

1 Abdul Rahman Ghazaly, Fiqih Munakahat, (Jakarta : Prenanda Media, 2003), h. 18 2 M. Ali Hasan, Fiqiyah Al-Haditsah; Masalah-masalah Kontemporer Hukum Islam,

(Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2002), h. 14

i

Page 3: Makalah Nikah

Menurut mazhab Maliki, pernikahan adalah “Aqad yang dilakukan

untuk mendapatkan kenikmatan dari wanita”. Dengan aqad tersebut seseorang

akan terhindar dari perbuatan haram (zina). Menurut mazhab Syafi’i

pernikahan adalah “Aqad yang menjamin diperbolehkan persetubuhan”.

Sedang menurut mazhab Hambali adalah “Aqad yang di dalamnya terdapat

lafazh pernikahan secara jelas, agar diperbolehkan bercampur”. 3

Tentang hukum melakukan perkawinan, Ibn Rasyd menjelaskan:

Menurut segolongan fuqaha’ nikah itu hukumnya sunah. Golongan Zhahiriyah

berpendapat bahwa nikah itu wajib. Para Malikiyah Mutakhirin berpendapat

bahwa wajib untuk sebagian orang, sunnah untuk sebagian yang lainnya dan

mubah untuk segolongan yang lain.

Perbedaan pendapat ini kata Ibn Rusyd disebabkan adanya penafsiran

apakah bentuk kalimat perintah dalam ayat dan hadits-hadits berkenan dengan

masalah ini, harus diartikan wajib, sunnah ataukah mungkin mubah. Jadi dapat

dikatakan bahwa hukum nikah itu bisa Wajib, sunnah, mubah,makruh bahkan

haram, ini semua tergantung dari niatnya masing-masing dan kemampuan

untuk menghadapi masa baru, baik itu dari segi materi maupun non materi.4

B. Rukun dan Syarat Nikah

1. Rukun Nikah

Rukun nikah dibahagikan kepada 5 iaitu,

a. Pengantin lelaki

Pangantin lelaki mestilah seorang Islam, baligh, berakal, tidak berada

dalam ihram atau umrah, tidak dipaksa kahwin, tidak beristeri lebih

dari 4 orang, lelaki yang tertentu dan perempuan yang ingin

dikahwininya itu bukanlah mahramnya.

b. Pengantin perempuan

Pengantin perempuan mestilah seorang Islam, tidak berada dalam

ihram haji atau umrah, bukan isteri kepada seseorang, tidak berada

dalam iddah dan perempuan yang tertentu.3 Ibid. h. 16 4 Abdul Rahman Ghazaly,Op.Cit ,h. 18-21

i

Page 4: Makalah Nikah

c. Wali

Syarat bagi wali ialah mestilah seorang Islam, baligh, berakal, merdeka

bukan seorang hamba, seorang lelaki yang adil, tidak dipaksa, tidak

berada dalam ihram haji atau umrah dan bukan seorang lelaki yang

fasik.

d. Dua orang saksi

Syarat-syarat bagi saksi ialah mestilah beragama Islam, baligh,

berakal, merdeka bukan seorang hamba, dapat mendengar dan melihat

dengan baik, tidak pelupa atau nyanyuk, memahami bahasa yang

digunakan semasa lafaz ijab dan qabul dan tidak terkena atasnya

menjadi wali

e. Akad (Ijab & Qabul)

Di antara syarat-syarat akad ialah lafaz yang digunakan mestilah lafaz

khas yang membawa maksud nikah atau kahwin serta tidak diselangi

dengan perkataan yang lain dari maksud nikah atau kahwin di antara

ijab dan qabul. Tidak boleh diselangi dengan diam yang lama antara

lafaz ijab dan qabul. Hendaklah bersamaan maksud antara lafaz ijab

dan qabul. Lafaz ijab dan qabul tidak dikaitkan dengan sesuatu perkara

serta tidak dibenarkan had atau tempoh masa bagi perkahwinan itu. 5

2. Syarat-syarat Nikah

a. Syarat-syarat calon suami (lelaki):

1. Bukan muhrim dengan bakal isteri

2. Dengan pilihan sendiri (tidak sah jika dipaksa)

3. Lelaki yang tertentu

4. Mengetahui bahwa perempuan itu boleh dinikahi

5. Bukan dalam ihram haji

6. Tidak beristeri empat

b. Syarat-syarat calon isteri (perempuan)

5Al-Hamdani, Risalah An-Nikah, (Jakarta : Pustaka Amani : 2002), h. 48

i

Page 5: Makalah Nikah

1. Bukan muhrim dengan bakal suami

2. Hendaklah bakal isteri itu tertentu

3. Dengan rela hati (bukan dipaksa kecuali anak gadis)

4. Tidak di dalam ihram haji

5. Benar-benar perempuan (tidak khunsa)

6. Bukan isteri orang dan tidak dalam idah

c. Syarat-syarat wali :

1. Islam

2. Baligh

3. Berakal

4. Merdeka

5. Lelaki

6. Adil

7. Tidak cacat akal

8. Tidak dalam ihram

9. Tidak dari orang-orang yang muflis

Susunan wali :

1. Bapa

2. Datuk lelaki dari pihak bapa perempuan

3. Adik-beradik lelaki seibu dan sebapa

4. Anak saudara lelaki dari adik-beradik seibu sebapa hingga ke

bawah

5. Adik-beradik lelaki sebapa

6. Anak saudara lelaki dari adik-beradik lelaki sebapa hingga ke

bawah

7. Bapa saudara seibu sebapa hingga ke atas

8. Bapa saudara dari sebelah bapa

9. Anak lelaki dari bapa saudara seibu sebapa (sepupu) hingga ke

bawah

10. Anak lelaki dari bapa saudara yang dari pihak bapa (sepupu)

i

Page 6: Makalah Nikah

11. Raja (pemerintah)

d. Syarat-syarat saksi:

1. Islam

2. Baligh

3. Berakal

4. Lelaki

5. Merdeka

6. Adil

7. Boleh melihat (tidak buta)

8. Boleh mendengar (tidak pekak)

9. Mempunyai daya ingatan

10. Memahami bahasa yang digunakan ketika akad

11. Bukan tertentu yang menjadi wali. (Misalnya, bapa saudara lelaki

yang tunggal. Katalah hanya ada seorang bapa saudara yang

sepatutnya menjadi wali dalam perkahwinan itu tetapi dia

mewakilkan kepada orang lain untuk menjadi wali sedangkan dia

hanya menjadi saksi, maka perkahwinan itu tidak sah kerana dia

dikira orang tertentu yang sepatutnya menjadi wali.)

e. Syarat-syarat Ijab dan Kabul

1. Syarat ijab:

a. Hendaklah dengan perkataan nikah atau dengan perkataan yang

sama erti dengan terang tepat.

b. Tidak mengandungi perkataan yang menunjukkan waktu yang

terbatas dan tertentu (misalnya nikah kontrak).

c. Tidak dengan taklik.

d. Lafaz daripada wali atau wakilnya.

Contoh lafaz ijab: “Aku nikahkan dikau dengan ….. binti ….

(pengantin perempuan) dengan mas kahwin sebanyak ……

(RM) tunai.”

i

Page 7: Makalah Nikah

2. Syarat kabul:

a. Tidak diselangi dengan perkataan lain di antara ijab dan kabul

(lafaz akad).

b. Lafaz kabul (terima) tidak tertaklik.

c. Tidak mengandungi perkataan yang terbatas waktunya.

d. Hendaklah disebut nama isteri.

e. Lafaz kabul hendaklah sesuai dengan lafaz ijab.

f. Hendaklah terang dan nyata, bukan sindiran.

Contoh lafaz kabul: “Aku terima nikahnya si Polan binti si

Polan dengan mas kahwin sebanyak sekian-sekian RM tunai.”6

C. Permasalahan Nikah

1. Nikah Siri

Kata ”sirri” atau ”sir” bermakna rahasia, yakni tidak ditampakkan.

Nikah siri (Arab: nikah sirri) adalah nikah ”diam-diam”. Pernikahan siri

tidak menggunakan resepsi dan semua pihak terkait (baik wali, saksi

maupun kedua mempelai) sepakat untuk merahasiakannya. Nikah siri

memenuhi semua syarat syariat tetapi tidak dicatatkan di Kantor Urusan

Agama (KUA) atau catatan sipil lainnya sehingga nikah siri disebut juga

nikah “di bawah tangan”. Salah satu permasalahan nikah siri adalah

pembuktiannya yang sulit manakala diperlukan. Untuk mengecek

keabsahan sebuah pernikahan siri, seseorang perlu menemui para saksi dan

menerima keterangan mereka tentang pernikahan itu.

Keberadaan peraturan negara untuk mencatatkan pernikahan

adalah baik dan semua peraturan pemerintah yang baik wajib diikuti. Hal

ini untuk menegakkan hak dan kewajiban kedua belah pihak sebagaimana

mestinya, seperti dalam hal nafkah, warisan, keturunan, dan sebagainya.

Sebuah pernikahan siri bisa jadi tidak perlu dirahasiakan lagi setelah masa

tertentu sehingga ada baiknya pernikahan itu dicatatkan walaupun

6 Ahmad Sarwat, Fiqih Nikah, (Jakarta : Kampus Syariah, 2009), h. 62

i

Page 8: Makalah Nikah

terlambat. Hanya saja, pencatatan di KUA atau kantor sipil lainnya bukan

syarat sahnya pernikahan.

Jadi, nikah siri sah di mata Islam dan syarat sahnya pun sama

dengan syarat sahnya nikah biasa, yaitu adanya calon suami dan istri,

mahar, ijab kabul, wali dari pihak perempuan (menurut jumhur), dan

saksi-saksi. Jumhur berpendapat adanya izin orangtua atau wali

merupakan salah satu syarat sahnya akad nikah, namun sebagian ulama

membantahnya. Di samping itu, calon istri haruslah seorang yang tidak

sedang terikat pernikahan dengan pria lain, tidak dalam keadaan ‘iddah

(masa menunggu) baik karena kematian atau perceraian, tidak hamil, dan

tidak pula termasuk mereka yang terlarang dinikahi seperti keponakan atau

bibi. 7

2. Nikah Syubhat

Permasalahan ini berkaitan dengan permasalahan nikah syubhat.

Karena pernikahan dengan seorang wanita tanpa persetujuan walinya

merupakan pernikahan yang batil (tidak sah) menurut jumhur ulama. Dan

jika dikerjakan oleh seseorang karena jahil/tidak tahu akan hukumnya

maka jadilah pernikahan ini termasuk pernikahan syubhat.

Batasan Nikah Syubhat adalah ia menikah dengan pernikahan yang

fasad/rusak/tidak sah, yang telah disepakati/ijmak akan fasidnya, akan

tetapi hukum had ditolak (tidak ditegakkan, seperti ia menikah dengan

seorang wanita yang masih dalam masa 'iddah, atau dengan istri yang

kelima, atau dengan wanita yang masih merupakan mahramnya, dalam

kondisi ia tidak mengetahui hal tersebut dan ia telah berledzat-ledzat

dengannya, atau ia menjimak seorang wanita yang ia sangka adalah

istrinya. Maka diharamkan baginya asal dan furu' dari setiap wanita

tersebut

7Happy Susanto, Nikah Siri Apa Untungnya, (Jakarta : Visi Media,2007) h. 12

i

Page 9: Makalah Nikah

Diantara pernikahan syubhat adalah pernikahan tanpa wali.

Meskipun pernikahan ini masih diperselisihkan akan kebolehannya, akan

tetapi menurut jumhur ulama pernikahan tersebut tidaklah sah8

3. Nikah Mut’ah

Nikah mut'ah adalah, seseorang menikah dengan seorang wanita

dalam batas waktu tertentu, dengan sesuatu pemberian kepadanya, berupa

harta, makanan, pakaian atau yang lainnya. Jika masanya telah selesai,

maka dengan sendirinya mereka berpisah tanpa kata thalak dan tanpa

warisan.

Bentuk pernikahan ini, seseorang datang kepada seorang wanita

tanpa harus ada wali atau saksi. Kemudian mereka membuat kesepakatan

mahar (upah) dan batas waktu tertentu. Misalnya tiga hari atau lebih, atau

kurang. Biasanya tidak lebih dari empat puluh lima hari; dengan ketentuan

tidak ada mahar kecuali yang telah disepakati, tidak ada nafkah, tidak

saling mewariskan dan tidak ada iddah kecuali istibra` (yaitu satu kali

haidh bagi wanita monopouse, dua kali haidh bagi wanita biasa, dan empat

bulan sepuluh hari bagi yang suaminya meninggal), dan tidak ada nasab

kecuali jika disyaratkan9

4. Pernikahan Dini

Istilah pernikahan dini adalah kontenporer. Dini dikaitkan dengan

waktu, yakni di awal waktu tertentu.  Lawannya adalah pernikahan

kadaluarsa.

Pernikahan Dini adalah Agar tidak melebar dari tujuan utama

penulisan ini, mengingat banyaknya definisi ‘usia dini’ dalam ungkapan

‘pernikahan dini’ maka penulis membatasi definisi ‘pernikahan dini’

sebagai sebuah pernikahan yang dilakukan oleh mereka yang berusia di

bawah usia yang dibolehkan untuk menikah dalam Undang-Undang

8Al-Hamdani, Op.Cit, h. 79 9 Abu Ihsan Al-Atsari, Nikah Mut’ah, (Jakarta : Pustaka At-Tazkia, 2006), h. 45

i

Page 10: Makalah Nikah

Perkawinan nomor 1 tahun 1974, yaitu minimal 16 tahun untuk

perempuan dan 19 tahun untuk laki-laki.

Hukum Islam secara umum meliputi lima prinsip yaitu

perlindungan terhadap agama, jiwa, keturunan, harta, dan akal. Dari

kelima nilai universal Islam ini, satu diantaranya adalah agama menjaga

jalur keturunan (hifdzu al nasl). Oleh sebab itu, Syekh Ibrahim dalam

bukunya al Bajuri menuturkan bahwa  agar jalur nasab tetap terjaga,

hubungan seks yang mendapatkan legalitas agama harus melalui

pernikahan. Seandainya agama tidak mensyari’atkan pernikahan, niscaya

geneologi (jalur keturunan) akan semakin kabur.

Agama dan negara terjadi perselisihan dalam memaknai

pernikahan dini. Pernikahan yang dilakukan melewati batas minimnal

Undang-undang Perkawinan, secara hukum kenegaraan tidak sah. Istilah

pernikahan dini menurut negara dibatasi dengan umur. Sementara dalam

kaca mata agama, pernikahan dini ialah pernikahan yang dilakukan oleh

orang yang belum baligh.10

10 Al-Ghifari, Pernikahan Dini, (Bandung : Mujahid, 2000), h. 18

i

Page 11: Makalah Nikah

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Menurut syara’ nikah berarti: Akat yang menyebabkan bolehnya

melakukan istimta’ (campur) dengan seorang wanita, dan ini dapat terjadi jika

wanita itu bukan orang yang haram dinikahi karena hubungan nasab. Nikah

menurut arti asli ialah hubungan seksual tetapi menurut arti majazi atau arti

hukum ialah akad yang menjadikan halal hubungan seksual sebagai suaami

istri antara seorang wanita dengan seorang pria

Tentang hukum melakukan perkawinan, Ibn Rasyd menjelaskan:

Menurut segolongan fuqaha’ nikah itu hukumnya sunah. Golongan Zhahiriyah

berpendapat bahwa nikah itu wajib. Para Malikiyah Mutakhirin berpendapat

bahwa wajib untuk sebagian orang, sunnah untuk sebagian yang lainnya dan

mubah untuk segolongan yang lain.

Perbedaan pendapat ini kata Ibn Rusyd disebabkan adanya penafsiran

apakah bentuk kalimat perintah dalam ayat dan hadits-hadits berkenan dengan

masalah ini, harus diartikan wajib, sunnah ataukah mungkin mubah. Jadi dapat

dikatakan bahwa hukum nikah itu bisa Wajib, sunnah, mubah,makruh bahkan

haram, ini semua tergantung dari niatnya masing-masing dan kemampuan

untuk menghadapi masa baru, baik itu dari segi materi maupun non materi

B. Saran

Kami sebagai penulis dari makalah ini mengharapkan serta menerima

kritikan dan saran dari mahasiswa/mahasiswi demi memperbaiki isi makalah-

makalah ini, dengan mengucapkan terima kasih kami ucapkan kepada Bapak

dosen yang telah memberikan bimbingan kepada kami untuk menyelesaikan

makalah ini dengan baik dan benar.

i

Page 12: Makalah Nikah

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Al-Atsari, Abu Ihsan, Nikah Mut’ah, Jakarta : Pustaka At-Tazkia, 2006

Al-Hamdani, Risalah An-Nikah, Jakarta : Pustaka Amani : 2002

Al-Ghifari, Pernikahan Dini, Bandung : Mujahid, 2000

Ghazaly, Abdul Rahman, Fiqih Munakahat, Jakarta : Prenanda Media, 2003

Hasan, M. Ali, Fiqiyah Al-Haditsah; Masalah-masalah Kontemporer Hukum Islam, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2002

Sarwat, Ahmad, Fiqih Nikah, Jakarta : Kampus Syariah, 2009

Susanto, Happy, Nikah Siri Apa Untungnya, Jakarta : Visi Media,2007

i

Page 13: Makalah Nikah

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT dan shalawat

kepada Nabi Muhammad SAW dengan ridho-Nya juga pada kesempatan ini

penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.

Makalah ini disusun dalam rangka melengkapi tugas Mata Kuliah Fiqih.

Dalam penyelesaian makalah ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua

pihak dalam memberikan sumbangan pikiran, membantu dan membimbing

penulis dalam pembuatan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan

makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua khususnya

pendidikan di masa yang akan datang.

Ujung Gading, April 2012

Penulis,

(Kelompok I )

i

Page 14: Makalah Nikah

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR.................................................................................... i

DAFTAR ISI................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah........................................................... 1

B. Tujuan Penulisan....................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Nikah....................................................................... 2

B. Rukun dan Syarat Nikah........................................................... 3

C. Permasalahan Nikah.................................................................. 7

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan.............................................................................. 11

B. Saran........................................................................................ 11

DAFTAR KEPUSTAKAAN

i