Makalah Nasir Muatan Lokal

download Makalah Nasir Muatan Lokal

of 23

Transcript of Makalah Nasir Muatan Lokal

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar BelakangRepublik Indonesiaialah sebuahnegara kepulauanyang juga disebut sebagaiNusantara(Kepulauan Antara).[footnoteRef:1] Negara yang terdiri dari ribuan pulau, tercatat 17,508 pulau, oleh karena itu Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Dengan jumlah penduduk seramai 222 juta orang pada 2006,[footnoteRef:2] dan merupakan negara keempatpaling banyak penduduk. Sedangkan yang dihuni oleh berbagai suku bangsa yang ada di Indonesia ada kurang lebih 3500 buah pulau. Suku bangsa Indonesia juga bermacam-macam ada suku banjar, suku dayak, suku betawi, suku jawa dan masih banyak lagi. Menurut sensus BPS tahun 2010 suku yang ada di Indonesia tepatnya 1.340 suku bangsa.[footnoteRef:3] Setiap suku yang ada di Indonesia mempunyai berbagai macam adat-istiadat, bahasa, kebudayaan, agama, kepercayaan dan sebagainya. Disamping keragaman yang telah disebutkan di atas masih banyak kekayaan yang dimiliki Indonesia baik kekayaan alam yang terdapat di laut, darat, flora, fauna, dan berbagai hasil tambang yang kesemuanya merupakan sumber daya alam. [1: Justus M. van der Kroef (1951)."The Term Indonesia: Its Origin and Usage".Journal of the American Oriental Society71(3): 166171] [2: Indonesian Central Statistics Bureau (1 September 2006).Tingkat Kemiskinan di Indonesia Tahun 20052006(PDF) (dalam bahasab. Indonesia).Kenyataan akhbar.Dicapai pada 2006-09-26.] [3: Wikipedia indoenesia, Negara Indonesia. http://sp2010.bps.go.id/files/ebook/kewarganegaraan%20penduduk%20indonesia/index.htm. diakses 1 Oktober 2013.]

Negara Indonesia yang terdiri dari berbagai macam suku bangsa, adat istiadat, bahasa, kesenian daerah, kebudayaan, kepercayaan dan lain lain. Keanekaragaman multikultur yang dimiliki bangsa Indonesia ini merupakan cirri khas yang memperkaya nilai nilai kehidupan bangsa.[footnoteRef:4]Oleh karena itu, keanekaragaman tersebut harus selalu dilestarikan dan dikembangkan dengan tetap mempertahankan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia melalui upaya pendidikan.Pengenalan keadaan dan kekhasan lingkungan, sosial, dan budaya kepada peserta didik memungkinkan mereka untuk lebih mengakrabkan diri dengan lingkungannya, dan juga bias melestarikan kebudayaan tingkungan itu sendiri khususnya untuk daerah itu sendiri dan bangsa Indonesia pada umumnya. [4: Dr. Rusman, M.Pd, Manajemen Kurikulum, (Jakarta: PT RAJAGRAFINDO PERSADA, 2009), hlm. 403.]

Pengenalan dan pengembangan lingkungan melalui pendidikan diarahkan untuk menunjang peningkatan kualitas sumber daya manusia, dan pada akhirnya diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa. Untuk merealisasikan hal ini dalam ruang lingkup pendidikan, maka sekolah yang harus menyajikan dalam program pendidikan tentang apa yang menjadi kekhasan atau karakteristik lingkungan di daerahnya, baik yang berkaitan dengan kondisi alam, lingkungan sosial, dan lingkungan budaya maupun yang menjadi kebutuhan daerah.Berdasarkan kenyataan ini, diperlukan pengembangan program pendidikan yang disesuaikan dengan potensi daerah, minat, dan kebutuhan peserta didik serta kebutuhan daerah. Hal ini berarti sekolah harus mengembangkan suatu program pendidikan yang berorientasi pada lingkungan sekitar dan potensi daerah atau muatan lokal.[footnoteRef:5] [5: Dr. Adbullah Idi, M.Ed, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2007), hlm. 258.]

Penyusunan kurikulum atas dasar acuan keadaan lingkungan tersebut disebut kurikulum muatan local. Kurikulum muatan lokal keberadaanya di Indonesia telah dikuatkan dengan surat keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia dengan nomor 0412/U1987 tanggal 11 Juli 1987. Sedang pelaksanaanya telah dijabarkan dalam keputusan Direktur Jenderal Pendidikan dasar dan Menengah Nomor 173/-C/Kep/M/87 tertanggal 7 Oktober 1987.[footnoteRef:6] [6: Dakir, Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum, (PT Rineka Cipta Jakarta 2004), hlm. 100-101.]

Kebijakan dimasukkannya program muatan lokal dalam program pendidikan di Indonesia dilandasi kenyataan bahwa di Indonesia terdapat beraneka ragam kebudayaan.Sekolah tempat program pendidikan dilaksankan merupakan bagian dari masyarakat.Oleh karena itu, program pendidikan di sekolah perlu memberikan wawasan yang luas pada peserta didik tentang kekhasan yang ada di lingkungannya.B. Rumusan MasalahDari latar belakang di atas, maka kami mendapat permasalahan yang dapat dirumuskan, antara lain:1. Apa yang dimaksud dengan muatan lokal?2. Apa tujuan dan kedudukan kurikulum muatan lokal?3. Bagaimanakah mekanisme dan pengembangan kurikulum muatan lokal.C. Tujuan Pembahasan Adapun tujuan pembahasan dalam makalah ini adalah untuk mengehatuhi :1. Pengertian muatan lokal2. Tujuan dan kedudukan muatan lokal3. Mekanisme dan pengembangan kurikulum muatan lokal.

BAB IIPEMBAHASAN

A. Definisi Muatan LokalDefinisi kurikulum muatan lokal sejauh ini dikenal dengan sajian materi kedaerahan.Mengapa demikian? Karena di dalamnya memuat beberapa cara tentang kehidupan suatu daerah tertentu mencakup segala aspek yang dibutuhkan dalam masyarakat yang bersangkutan. Namun pada hakikatnya definisi kurikulum muatan lokal yang dikenal selama ini lebih dari sekedar kajian kedaerahan. Untuk mengetahui lebih jelas definisi kurikulum muatan lokal, ada beberapa para ahli pendidikan memaknai kurikulum muatan lokal sebagai berikut:a) Dr. Rusman, M.Pd mengatakan bahwa kurikulum muatan lokal adalah kegiantan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada. Substansi mata pelajaran muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan, tidak terbatas pada mata pelajaran keterampilan.[footnoteRef:7] [7: Dr. Rusman, M.Pd, Op.cit, hlm. 405.]

b) Prof. Dr. H. Muhaimin, M.A. dkk, mengartikan muatan lokal adalah pengembangan potensi daerah sebagai bagian dari upaya peningkatan mutu pendidikan di sekolah/madrasah, serta pengembangan potensi sekolah /madrasah sehingga memiliki keunggulan kompetitif.[footnoteRef:8] [8: Prof. Dr. H. Muhaimin, M.A, dkk, Pengembangan Model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada sekolah dan Madrasah, (Jakarta: PT RAJAGRAFINDO PERSADA, 2008), hlm. 94.]

c) Dr. Abdullah Idi, M.Ed, Mendefinisikan muatan lokal adalah program pendidikan pendidikan yang isi dan media penyampaiannnya dikaitkan dengan lingkungan alam, lingkungan social, serta lingkungan budaya dan kebutuhan daerah, sedangkan anak didik di daerah itu wajib mempeajarinya.[footnoteRef:9] [9: Dr. Adbullah Idi, M.Ed, Op.cit, hlm. 260.]

d) Muatan lokal menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada. Muatan lokal dalam KTSP meliputi Bahasa Daerah dan Bahasa Inggris yang merupakan muatan lokal wajib serta muatan lokal pertanian yang tidak diwajibkan. Muatan lokal merupakan mata pelajaran, sehingga satuan pendidikan harus mengembangkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk setiap jenis muatan lokal yang diselenggarakan.[footnoteRef:10] [10: Panduan Umum KTSP, hlm. 10]

e) Muatan pada Kurikulum 2013 menjadi materi pembahasan Seni Budaya dan Prakarya serta Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan.[footnoteRef:11] Substansi muatan lokal termasuk bahasa daerah, budaya daerah dan lain-lian diintegrasikan ke dalam mata pelajaran Seni Budaya dan Prakarya . Sedangkan substansi muatan lokal yang berkenaan dengan olahraga serta permainan daerah diintegrasikan ke dalam mata pelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan. [11: Presentase draf Kurikulum 2013, hlm. 28]

Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan oleh penulis bahwa kurikulum muatan lokal adalahsuatu materi tambahan yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerahuntuk melestarikan, mengembangkan serta mempertahankan kembali nilai-nilai luhur bangsa indonesia yang banyak memiliki keanekaragaman multikultural daerah, namun dalam pengembangan muatan lokal tersebut tidak boleh mengurangi isi kurikulum yang berlaku secara nasional (kurikulum Inti).Muatan lokal yang diterapkan KTSP merupakan mata pelajaran tambahan, tetapi pada kurikulum 2013 muatan lokal bukanlah satuan mata pelajran melainan materi tambahan yang ada pada mata pelajaran Seni Budaya dan Prakarya dan matapelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan.Adapun untuk memperjelas definisi menurut Dr. Abdullah Idi, M.Ed, beliau isi dan media muatan lokal adalah lingkungan alam, lingkungan social, serta lingkungan budaya.Yang dimaksud lingkungan alam adalah lingkungan alamiah yang ada di sekitar kita, berupa benda-benda mati yang terbagi dalam empat kelompok lingkungan, yaitu: (1) pantai, (2) dataran rendah termasuk di dalamnya daerah aliran sungai, (3) dataran tinggi, dan (4) pegunungan atau gunung. Dengan kata lain, lingkungan alam adalah lingkungan hidup dan tidak hidup tempat makhluk hidup tinggal dan membentuk ekosistem.Sedangkan lingkungan sosial adalah lingkungan dimana terjadi interaksi orang perorang dengan kelompok sosial atau sebaliknya, dan antara kelompok sosial dengan kelompok lain. Pendidikan sebagai lembaga sosial dalam sistem sosial dilaksanakan di sekolah, keluarga, dan masyarakat, dan itu perlu dikembangkan di daerah masing-masing.PP No.28/1990 menunjukkan perlunya perencanaan kurikulum lokal yang bermuara pada hal yang berkaitan dengan tujuan pendidikan nasional dan pembangunan bangsa.Selanjutnya, lingkungan budaya adalah daerah dalam pola kehidupan masyarakat yang berbentuk bahasa daerah, seni daerah, adat istiadat daerah, serta tatacara dan tatakrama khas daerah.Lingkungan ini dalam pola kehidupan daerah berbentuk lembaga-lembaga masyarakat dengan peraturan-peraturan yang ada dan berlaku di daerah itu di mana sekolah dan peserta didik berada.B. Landasan Dasar Pelaksanaan Muatan Lokal1. Landasan IdiilSeperti halnya denga pelaksanaan pendidikan alainya, landasan idiil pelaksanaan muatan local dalam kurikulum Sekolah Dasar adalah Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945. TAP MPR No.II/1983, TAP MPR No. II/1988 tentang GBHN, dan Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 tentang system Pendidikan Nasional.

2. Landasan HukumLandasan Hukum pelaksanaan muatan local dalam kurikulum sekolah dasar meliputi :a. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebdayaan No. 0412/U/1987 tanggal 11 Juli 1987 tentang Penerapan Muatan local kurikulum Sekolah Dasar b. Keputusan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah No. 173/C/Kep/M/87 tanggal 7 Oktober 1987 tentang petunjuk Pelaksanaan Penerapan Muatan Lokal Kurikulum Sekolah Dasarc. Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 tentang system Pendidikan Nasionl pasal 13 ayat 1, pasal 37, 38, ayat 1 dan 39 ayat 1.3. Landasan TeoriLandasan teori pelaksanaan muatan local dalam kurikulum Sekolah Dasar/MI adalah asumsi, bahwa:a. Tingkat kemampuan berpikir siswa usia sekolah dasar adalah dari kongkrit ke abstrak. Oleh karena itu dalam penyampaian bahan kepada siswa sekolah dasar harus diawali dengan pengenalan hal yang ada di sekitarnya. Dikatakan oleh teori Ausubel (1969) dan konsep asimilasi dari Jean Piaget (1972) bahwa sesuatu yang baru haruslah dipelajari berdasarkan apa yang telah dimiliki oleh peserta didik. Penerimaan gagasan baru dengan bantuan gagasan atau pengetahuan yang telah ada ini sebenarnya telah ditemukan oleh john Frederich Herbart yag dikenal dengan istilah apersepsi.b. Pada dasarnya anak-anak usia Sekolah Dasar memiliki rasa ingin tahu yag sagat besar akan segala sesuatu yang terjadi di lingkungan skitarnya. Oleh karena itu, mereka selalu akan gembira bila dilibatkan secara mental, fisk, dan sosialnya dalam mempelajari sesuatu. Mereka akan gembira bila diberi kesempatan untuk mempelajari lingkungan sekitarnya yang penuh sumber belajar. Dengan menciptakan situasi belajar, bahan kajian, dan cara belajar-mengajar yang menantang dan menyenangan maka aspek kejiawaan merek yang berada dalam proses pertumbuhan akan dapat ditumbuhkembangkan dengan baik.4. Landasan DemografikIndonesia adalah Negara yang terdiri dari beribu-ribu pulau dan memiliki beraneka ragam adat-istiadat, tatacara dan tatakrama pergaulan, seni budaya serta kondisi alam dan sosial yang juga beraneka ragam. Hal itu perlu diupayakan kelestarianya agar tidak musnah. Upaya pelestarian tersebut dilakukan dengan cara melksanakan pendidikan yang bertujuan untuk menjaga kelestarian karakteristik daerah sekitar siswa baik yang berkaitan dengan lingkungan alam, sosial dan budaya peserta didik sedini mungkin.[footnoteRef:12] [12: Subandijah Pengembangan dan Inovasi Kurikulum PT Raja Grafindo Persada Jakarta 1993, hlm. 146-148]

C. Tujuan Pelaksanaan Muatan LokalSecara umum muatan local bertujuan untuk memberikan bekal pengetahuan, ketampilan dan sikap hidup kepada peserta didik agar memiliki wawasan yag mantap tentang lingkungan dan masyarakat sesuai dengan nlaiyang berlaku di daerahnyada mendukung kelangsungan pembangunan daerah serta pembangunan nasional.Muatan lokal juga bertujuan untuk mengembangkan potensi siswa atau peserta didik agar dapat terampil serta mampu memahami kondisional yang ada di lingkungannya dan kebutuhan masyarakat sesuai dengan nilai-nilai atau aturan yang berlaku di daerahnya dan mendukung kelangsungan pembangunan daerah serta pembangunan nasional. Pengembangan serta penerapan muatan lokal di lembaga sepenuhnya diatur oleh lembaga masing-masing, dengan memanfaatkan otonomi pendidikan yang diwujudkan melalui sistem MBS (Manajemen berbasis sekolah). Lebih lanjut dikemukakan, bahwa secara khusus pengajaran muatan local bertujuan agar peserta didik :1) Mengenal dan menjadi lebih akrab dengan lingkungan alam, sosial, dan budayanya.2) Memiliki bekal kemampuan dan keterampilan serta pengetahan mengenai daerahnya yang berguna bagi dirinya maupun lingkungan masyarakat pada umumnya.3) Memiliki sikap dan perilaku yang selaras dengan nilai-nilai/aturan-aturan yang berlaku di daerahnya, serta melestarikan danmengembangkan nilai-nilai luhur budaya setempat dalam rangka menunjang pembangunan nasional.[footnoteRef:13] [13: Enco Mulyasa Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan PT Remaja Rosdakarya Badung 2010, hlm 274]

Secara ringkas dapat dikatakan bahwa penyelenggaraan dan pelaksanaan program muatan local dalam kurikulum sedokalh dasar bertujua agar :a. Bahan pengajaran lebih mudah diserap oleh muridb. Sumber belajar di daerah dapat lebih dimanfaatkan untuk kepentingan pendidikanc. Murid lebih mengenal kondisi alam sekitar, lingkungan sosial, dan lingkungan budaya yang terdapat di daerahnyad. Murid lebih meningkatkan pengetahuanya mengenai daerahnyae. Murid diharapkan dapat menolong orang tuanya dan menolong dirinya sendiri dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnyaf. Murid dapat mnerapkan pengetahuan dan keterampilan yang dipelajarinya untuk memecahkan masalah yang ditemukan disekitarnya.g. Murid menjadi akrab dengan lingkunganya dan terhindar dari ketersaingan terhadap lingkungannya sendiri.[footnoteRef:14] [14: Depdikbud, 1992.hlm. 79.]

Tujuan, penerapan dan pelaksanaan program muatan local tersebut di atas dapat tercapai secara optimal jika guru dan kepala sekolah dapat mengembangkannya sesuai dengan asas-asas pengembanga kurikulum yang berlaku dan dapat mengikutsertakan masyarakat sekitar dalam pelaksanaan program tersebut. Pelaksanaan muatan local di Sekolah dasar tidak akan dapat berjalan lancer dan mendapat hasil yang optimal kalau kalau tidak didukung oleh semua pihak yang ikut bertanggung jawab terhadap keberhasilan pendidika, karena dalam pelaksanaan muatan local ada beberapa hal yag tidak mungkin dapat dilaksaakan sendiri oleh pihak sekolah, misalnya sarana-prasarana, narasumber, biaya dan sebagainya.[footnoteRef:15] [15: Subandijah, Op.cit, hlm152]

D. Kedudukan Muatan Lokal dalam Kurikulum MISeperti yang telah dipaparkan di atas, pendidikan harus berorientasi kepada lingkungan atau daerah, yaitu dengan cara melaksanakan program muatan lokal. Kurikulum muatan lokal merupakan satu kesatuan utuh yang tak terpisahkan dari kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Kurikulum muatan lokal merupakan upaya agar penyelenggaraan pendidikan di daerah dapat disesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan daerah yang bersangkutan. Hal ini sejalan dengan upaya peningkatan mutu pendidikan nasional, sehingga pengembangan dan implementasi kurikulum muatan local mendukung dan melengkapi KTSP. Mengacu pada struktur kurikulum dalam standar isi, sebagaimana dibahas dalam bab III, alokasi waktu untuk mata pelajaran muatan lokal di setiap jenjang pendidikan hampir sama 2 jam pelajaran, hanya berbeda waktunya untuk masing-masing jenjang. SD/MI/SDLB, masing-masing 2 jam pelajaran per minggu (1 jam pelajaran = 35 menit).Adapun alokasi maksimal untuk muatan lokal menurut Dr. Abdullah Idi, M.Ed, adalah 20% dari keseluruhan kurikulum yang berlaku.[footnoteRef:16] Perhatikan gambar di bawah ini. [16: Dr. Adbullah Idi, M.Ed, Op.cit, hlm. 261.]

Gambar 1. Kedudukan Muatan Lokal dalam KTSP

Muatan lokal yang diterapkan KTSP merupakan mata pelajaran tambahan atau bisa dikatakan mata pelajaran yang berdiri sendiri, tetapi pada kurikulum 2013 muatan lokal bukanlah satuan mata pelajaran melainan materi tambahan yang ada pada mata pelajaran Seni Budaya dan Prakarya dan matapelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan. Dengan demikian, kedudukan muatan lokal dalam kurikulum bukanlah mata pelajaran yang berdiri sendiri, yaitu mata pelajaran yang terpadu, yaitu menjadi bagian mata pelajaran yang sudah ada. Oleh karena itu muatan lokal tidak mempunyai alokasi waktu sendiri.Hal di atas senada dengan pendapat Dr. Abdullah Idi, M.Ed, menjelaskan bahwa muatan lokal dalam kurikulum dapat menjadi mata pelajaran yang berdiri sendiri atau menjadi bahan kajian suatu mata pelajaran yang telah ada.[footnoteRef:17] Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menghendaki muatan lokal menjadi mata pelajaran yang berdiri sendiri, maka kurikulum harus menyediakan alokasi waktu untuk itu. Sedang kan kurikulum 2013 muatan lokal sebagai materi tambahan atau menjadi bagian mata pelajaran yang telah ada, oleh karena itu dikurikulum 2013 tidak ada alokasi waktu buat muatan lokal. [17: Ibid, hlm. 265.]

Mari kita perhatikan Struktur Kurikulum SD/MI 2013 di bawah ini:

Struktur Kurikulum SD/MI adalah sebagai berikut:

MATA PELAJARANALOKASI WAKTU BELAJAR PER MINGGU

IIIIIIVVVI

Kelompok A

1Pendidikan Agama444444

2Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan556444

3Bahasa Indonesia8910777

4Matematika 566666

5Ilmu Pengetahuan Alam333

6Ilmu Pengetahuan Sosial333

Kelompok B

1Seni Budaya dan Prakarya 444555

2Pendidikan Jasmani, Olah Raga dan Kesehatan444444

Jumlah Alokasi Waktu Per Minggu 303234363636

Pembelajaran Tematik Terintegrasi

Keterangan: Mata pelajaran Seni Budaya dan Prakarya dapat memuat Bahasa Daerah. Selain kegiatan intrakurikuler seperti yang tercantum di dalam struktur kurikulum diatas, terdapat pula kegiatan ekstrakurikuler SD/MI antara lain Pramuka (Wajib), Usaha Kesehatan Sekolah, dan Palang Merah Remaja. Mata pelajaran Kelompok A adalah kelompok mata pelajaran yang kontennya dikembangkan oleh pusat. Mata pelajaran Kelompok B yang terdiri atas mata pelajaran Seni Budaya dan Prakarya serta Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan adalah kelompok mata pelajaran yang kontennya dikembangkan oleh pusat dan dilengkapi dengan konten lokal yang dikembangkan oleh pemerintah daerah. Satuan pendidikan dapat menambah jam pelajaran per minggu sesuai dengan kebutuhan peserta didik pada satuan pendidikan tersebut.Dari struktur di atas dapat kita simpulkan bahwa pada kurikulum 2013, muatan lokal tidak mempunyai alokasi waktu sendiri melainkan menjadi bagian dari mata pelajaran yang telah ada. Penerapan muatan lokal pada MI saat ini masih memakai kurikulum yang dulu yakni KTSP. Kurikulum 2013 masih belum diterapkan dikarenakan kementrian Agam yang menaungi MI belum memberlakukannya. E. Komponen Muatan LokalKomponen-komponen muatan lokal sebagaimana disebutkan dalam peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan republik indonesia nomor 81A tahun 2013 tentang implementasi kurikulum, adalah sebagaiberikut :1. Ruang LingkupRuang lingkup muatan lokal adalah sebagai berikut :a. Lingkup keadaan dan kebutuhan daerah. Keadaan daerah adalah segala sesuatu yang terdapat di daerah tertentu yang pada dasarnya berkaitan dengan lingkungan alam, lingkungan sosial ekonomi, dan lingkungan sosial budaya. Kebutuhan daerah adalah segala sesuatu yang diperlukan oleh masyarakat di suatu daerah, khususnya untuk kelangsungan hidup dan peningkatan taraf kehidupan masyarakat tersebut, yang disesuaikan dengan arah perkembangan daerah serta potensi daerah yang bersangkutan. Kebutuhan daerah tersebut adalah seperti kebutuhan untuk: 1) melestarikan dan mengembangkan kebudayaan daerah; 2) meningkatkan kemampuan dan keterampilan di bidang tertentu sesuai dengan keadaan perekonomian daerah; 3) meningkatkan penguasaan Bahasa Inggris untuk keperluan peserta didik dan untuk mendukung pengembangan potensi daerah, seperti potensi pariwisata; dan 4) meningkatkan kemampuan berwirausaha.b. Lingkup isi/jenis muatan lokal.Lingkup isi/jenis muatan lokal dapat berupa: bahasa daerah, bahasa Inggris, kesenian daerah, keterampilan dan kerajinan daerah, adat istiadat, dan pengetahuan tentang berbagai ciri khas lingkungan alam sekitar, serta hal-hal yang dianggap perlu untuk pengembangan potensi daerah yang bersangkutan. 2. Prinsip PengembanganPengembangan muatan lokal untuk SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK perlu memperhatikan beberapa prinsip pengembangan sebagai berikut. a. Utuh Pengembangan pendidikan muatan lokal dilakukan berdasarkan pendidikan berbasis kompetensi, kinerja, dan kecakapan hidup. b. Kontekstual Pengembangan pendidikan muatan lokal dilakukan berdasarkan budaya, potensi, dan masalah daerah. c. Terpadu Pendidikan muatan lokal dipadukan dengan lingkungan satuan pendidikan, termasuk terpadu dengan dunia usaha dan industri. d. Apresiatif Hasil-hasil pendidikan muatan lokal dirayakan (dalam bentuk pertunjukkan, lomba-lomba, pemberian penghargaan) di level satuan pendidikan dan daerah. e. Fleksibel Jenis muatan lokal yang dipilih oleh satuan pendidikan dan pengaturan waktunya bersifat fleksibel sesuai dengan kondisi dan karakteristik satuan pendidikan. f. Pendidikan Sepanjang HayatPendidikan muatan lokal tidak hanya berorientasi pada hasil belajar, tetapi juga mengupayakan peserta didik untuk belajar secara terus- menerus. g. Manfaat Pendidikan muatan lokal berorientasi pada upaya melestarikan dan mengembangkan budaya lokal dalam menghadapi tantangan global.

3. Strategi Pengembangan Muatan LokalTerdapat dua strategi dalam pengembangan muatan lokal, yaitu: a. Dari bawah ke atas (bottom up) Penyelenggaraan pendidikan muatan lokal dapat dibangun secara bertahap tumbuh di dan dari satuan-satuan pendidikan. Hal ini berarti bahwa satuan pendidikan diberi kewenangan untuk menentukan jenis muatan lokal sesuai dengan hasil analisis konteks. Penentuan jenis muatan lokal kemudian diikuti dengan penyusunan kurikulum yang sesuai dengan identifikasi kebutuhan dan/atau ketersediaan sumber daya pendukung. Jenis muatan lokal yang sudah diselenggarakan satuan pendidikan kemudian dianalisis untuk mencari dan menentukan bahan kajian umum/besarannya. b. Dari atas ke bawah (top down) Pada tahap ini pemerintah daerah) sudah memiliki bahan kajian muatan lokal yang diidentifikasi dari jenis muatan lokal yang diselenggarakan satuan pendidikan di daerahnya. Tim pengembang muatan lokal dapat menganalisis core and content dari jenis muatan lokal secara keseluruhan. Setelah core and content umum ditemukan, maka tim pengembang kurikulum daerah dapat merumuskan rekomendasi kepada pemerintah daerah untuk membuat kebijakan tentang jenis muatan lokal yang akan diselenggarakan di daerahnya. F. Mekanisme Pengembangan dan Pelaksanaan1. Tahapan Pengembangan Muatan LokalMuatan Lokal dikembangkan melalui tahapan sebagai berikut: a. Melakukan identifikasi dan analisis konteks kurikulum. Identifikasi konteks kurikulum meliputi analisis ciri khas, potensi, keunggulan, kearifan lokal, dan kebutuhan/tuntutan daerah. Metode identifikasi dan analisis disesuaikan dengan kemampuan tim.

b. Menentukan jenis muatan lokal yang akan dikembangkan. Jenis muatan lokal meliputi empat rumpun muatan lokal yang merupakan persinggungan antara budaya lokal (dimensi sosio-budaya-politik), kewirausahaan, pra-vokasional (dimensi ekonomi), pendidikan lingkungan, dan kekhususan lokal lainnya (dimensi fisik).1) Budaya lokal mencakup pandangan-pandangan yang mendasar, nilai-nilai sosial, dan artifak-artifak (material dan perilaku) yang luhur yang bersifat lokal. 2) Kewirausahaan dan pra-vokasional adalah muatan lokal yang mencakup pendidikan yang tertuju pada pengembangan potensi jiwa usaha dan kecakapannya. 3) Pendidikan lingkungan & kekhususan lokal lainnya adalah mata pelajaran muatan lokal yang bertujuan untuk mengenal lingkungan lebih baik, mengembangkan kepedulian terhadap lingkungan, dan mengembangkan potensi lingkungan. 4) Perpaduan antara budaya lokal, kewirausahaan, pra-vokasional, lingkungan hidup, dan kekhususan lokal lainnya yang dapat menumbuhkan suatu kecakapan hidup.c. Menentukan bahan kajian muatan lokal Kegiatan ini pada dasarnya untuk mendata dan mengkaji berbagai kemungkinan muatan lokal yang dapat diangkat sebagai bahan kajian sesuai dengan dengan keadaan dan kebutuhan satuan pendidikan. Penentuan bahan kajian muatan lokal didasarkan pada kriteria berikut: 1) kesesuaian dengan tingkat perkembangan peserta didik; 2) kemampuan guru dan ketersediaan tenaga pendidik yang diperlukan; 3) tersedianya sarana dan prasarana; 4) tidak bertentangan dengan agama dan nilai luhur bangsa; 5) tidak menimbulkan kerawanan sosial dan keamanan; 6) kelayakan yang berkaitan dengan pelaksanaan di satuan pendidikan; 7) karakteristik yang sesuai dengan kondisi dan situasi daerah; 8) komponen analisis kebutuhan muatan lokal (ciri khas, potensi, keunggulan, dan kebutuhan/tuntutan); 9) mengembangkan kompetensi dasar yang mengacu pada kompetensi inti; 10) menyusun silabus muatan lokal.2. Rambu-Rambu Pengembangan Muatan LokalBerikut ini rambu-rambu yang perlu diperhatikan dalam pengembangan muatan lokal: a. Satuan pendidikan yang mampu mengembangkan standar kompetensi dan kompetensi dasar beserta silabusnya dapat melaksanakan mata pelajaran muatan lokal. Apabila satuan pendidikan belum mampu mengembangkan standar kompetensi dan kompetensi dasar beserta silabusnya, maka satuan pendidikan dapat melaksanakan muatan lokal berdasarkan kegiatan-kegiatan yang direncanakan oleh satuan pendidikan, atau dapat meminta bantuan kepada satuan pendidikan terdekat yang masih dalam satu daerahnya. Beberapa satuan pendidikan dalam satu daerah yang belum mampu mengembangkannya dapat meminta bantuan tim pengembang kurikulum daerah atau meminta bantuan dari Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) di propinsinya.b. Bahan kajian disesuaikan dengan tingkat perkembangan peserta didik yang mencakup perkembangan pengetahuan dan cara berpikir, emosional, dan sosial peserta didik. Pembelajaran diatur agar tidak memberatkan peserta didik dan tidak mengganggu penguasaan kurikulum nasional. Oleh karena itu, pelaksanaan muatan lokal dihindarkan dari penugasan pekerjaan rumah (PR). c. Program pengajaran dikembangkan dengan melihat kedekatannya dengan peserta didik yang meliputi kedekatan secara fisik dan secara psikis. Dekat secara fisik berarti bahwa terdapat dalam lingkungan tempat tinggal dan sekolah peserta didik, sedangkan dekat secara psikis berarti bahwa bahan kajian tersebut mudah dipahami oleh kemampuan berpikir dan mencerna informasi sesuai dengan usia peserta didik. Untuk itu, bahan pengajaran perlu disusun berdasarkan prinsip belajar yaitu: (1) bertitik tolak dari hal-hal konkret ke abstrak; (2) dikembangkan dari yang diketahui ke yang belum diketahui; (3) dari pengalaman lama ke pengalaman baru; (4) dari yang mudah/sederhana ke yang lebih sukar/rumit. Selain itu, bahan kajian/pelajaran diharapkan bermakna bagi peserta didik yaitu bermanfaat karena dapat membantu peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. d. Bahan kajian/pelajaran diharapkan dapat memberikan keluwesan bagi guru dalam memilih metode mengajar dan sumber belajar seperti buku dan nara sumber. Dalam kaitan dengan sumber belajar, guru diharapkan dapat mengembangkan sumber belajar yang sesuai dengan memanfaatkan potensi di lingkungan satuan pendidikan, misalnya dengan memanfaatkan tanah/kebun satuan pendidikan, meminta bantuan dari instansi terkait atau dunia usaha/industri (lapangan kerja) atau tokoh-tokoh masyarakat. Selain itu, guru diharapkan dapat memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan peserta didik aktif dalam proses belajar mengajar, baik secara mental, fisik, maupun sosial. e. Bahan kajian muatan lokal yang diajarkan harus bersifat utuh dalam arti mengacu kepada suatu tujuan pengajaran yang jelas dan memberi makna kepada peserta didik. Namun demikian bahan kajian muatan lokal tertentu tidak harus secara terus-menerus diajarkan mulai dari kelas I sampai dengan kelas VI, atau dari kelas VII sampai dengan kelas IX, atau dari kelas X sampai dengan kelas XII. Bahan kajian muatan lokal juga dapat disusun dan diajarkan hanya dalam jangka waktu satu semester, dua semester, atau satu tahun ajaran. f. Alokasi waktu untuk bahan kajian/pelajaran muatan lokal perlu memperhatikan jumlah hari/minggu dan minggu efektif untuk mata pelajaran muatan lokal pada setiap semester.3. Langkah Pelaksanaan Muatan LokalBerikut adalah rambu-rambu pelaksanaan pendidikan muatan lokal di satuan pendidikan: a. Muatan lokal diajarkan pada setiap jenjang kelas mulai dari tingkat pra satuan pendidikan hingga satuan pendidikan menengah. Khusus pada jenjang pra satuan pendidikan, muatan lokal tidak berbentuk sebagai mata pelajaran. b. Muatan lokal dilaksanakan sebagai mata pelajaran tersendiri dan/atau bahan kajian yang dipadukan ke dalam mata pelajaran lain dan/atau pengembangan diri. c. Alokasi waktu adalah 2 jam/minggu jika muatan lokal berupa mata pelajaran khusus muatan lokal. d. Muatan lokal dilaksanakan selama satu semester atau satu tahun atau bahkan selama tiga tahun. e. Proses pembelajaran muatan lokal mencakup empat aspek (kognitif, afektif, psikomotor, dan action). f. Penilaian pembelajaran muatan lokal mengutamakan unjuk kerja, produk, dan portofolio. g. Satuan pendidikan dapat menentukan satu atau lebih jenis bahan kajian mata pelajaran muatan lokal. h. Penyelenggaraan muatan lokal disesuaikan dengan potensi dan karakteristik satuan pendidikan. i. Satuan pendidikan yang tidak memiliki tenaga khusus untuk muatan lokal dapat bekerja sama atau menggunakan tenaga dengan pihak lain.4. Daya Dukung Pelaksanaan Muatan LokalDaya dukung pelaksanaan muatan lokal meliputi segala hal yang dianggap perlu dan penting untuk mendukung keterlaksanaan muatan lokal di satuan pendidikan. Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan adalah kebijakan mengenai muatan lokal, guru, sarana dan prasarana, dan manajemen sekolah. a. Kebijakan Muatan Lokal Pelaksanaan muatan lokal harus didukung kebijakan, baik pada level pusat, provinsi, kabupaten/kota, dan satuan pendidikan. Kebijakan diperlukan dalam hal: 1) kerja sama dengan lembaga lain, baik pemerintah maupun swasta; 2) pemenuhan kebutuhan sumber daya (ahli, peralatan, dana, sarana dan lain-lain); dan 3) penentuan jenis muatan lokal pada level kabupaten/kota/provinsi sebagai muatan lokal wajib pada daerah tertentu. Yang dimaksud daerah tertentu adalah daerah yang memiliki kondisi khusus seperti: rawan konflik, rawan sosial, rawan bencana, dan lain-lain. b. Guru Guru yang ditugaskan sebagai pengampu muatan lokal adalah yang memiliki: 1) kemampuan atau keahlian dan/atau lulusan pada bidang yang relevan; 2) pengalaman melakukan bidang yang diampu; dan 3) minat tinggi terhadap bidang yang diampu.Guru muatan lokal dapat berasal dari luar satuan pendidikan, seperti: satuan pendidikan terdekat, tokoh masyarakat, pelaku sosial-budaya, dan lain-lain. c. Sarana dan Prasarana Sekolah Kebutuhan sarana dan prasarana muatan lokal harus dipenuhi oleh satuan pendidikan. Jika satuan pendidikan belum mampu memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana, maka pemenuhannya dapat dibantu melalui kerja sama dengan pihak tertentu atau bantuan dari pihak lain. d. Manajemen Sekolah Untuk memfasilitasi implementasi muatan lokal, kepala sekolah: 1) menugaskan guru, menjadwalkan, dan menyediakan sumber daya secara khusus untuk muatan local; 2) menjaga konsistensi pembelajaran sesuai dengan prinsip-prinsip pembelajaran umum dan muatan lokal khususnya; dan 3) mencantumkan kegiatan pameran atau sejenisnya dalam kalender akademik satuan pendidikan.G. Pihak yang Terlibat Pihak-pihak yang terkait dengan pengembangan dan pengelolaan muatan lokal, antara lain : 1. Satuan pendidikan Kepala sekolah, guru, dan komite sekolah/madrasah secara bersama-sama mengembangkan materi/ substansi/program muatan lokal yang sesuai dengan kebutuhan dan potensi di sekitarnya.2. Pemerintah provinsi Gubernur dan dinas pendidikan provinsi melakukan koordinasi dan supervisi pengelolaan muatan lokal pada pendidikan menengah (SMA dan SMK). 3. Kantor Wilayah Kementerian Agama Kantor wilayah Kementerian Agama melakukan koordinasi dan supervisi pengelolaan muatan lokal pada pendidikan menengah (MA dan MAK). 4. Pemerintah Kabupaten/Kota Bupati/walikota dan dinas pendidikan kabupaten/kota melakukan koordinasi dan supervisi pengelolaan muatan lokal pada pendidikan dasar (SD dan SMP). 5. Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota melakukan koordinasi dan supervisi pengelolaan muatan lokal pada pendidikan dasar (MI dan MTs).[footnoteRef:18] [18: Salinan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 81a Tahun 2013 Tentang Implementasi Kurikulum , hlm. 15-20]

BAB IIPENUTUPKesimpulanDari penjelasan di atas dapat penulis simpulkan bahwa :1. Kurikulum muatan lokal adalahsuatu materi tambahan yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerahuntuk melestarikan, mengembangkan serta mempertahankan kembali nilai-nilai luhur bangsa indonesia yang banyak memiliki keanekaragaman multikultural daerah, namun dalam pengembangan muatan lokal tersebut tidak boleh mengurangi isi kurikulum yang berlaku secara nasional (kurikulum Inti).2. Secara khusus pengajaran muatan local bertujuan agar peserta didik :a. Mengenal dan menjadi lebih akrab dengan lingkungan alam, sosial, dan budayanya.b. Memiliki bekal kemampuan dan keterampilan serta pengetahan mengenai daerahnya yang berguna bagi dirinya maupun lingkungan masyarakat pada umumnya.c. Memiliki sikap dan perilaku yang selaras dengan nilai-nilai/aturan-aturan yang berlaku di daerahnya, serta melestarikan danmengembangkan nilai-nilai luhur budaya setempat dalam rangka menunjang pembangunan nasional.3. Pengembangan dan pelaksanaan muatan lokal di setiap satuan pendidikan harus tetap sinergi dengan pengembangan dan pelaksanaankurikulum setiap satuan pendidik. Dalam pengembangan muatan lokal perlu keterlibatan berbagai unsur, terutama di tingkat satuan pendidikan seperti: guru, kepala sekolah, serta komite sekolah. Di sisi lain, pemerintah daerah beserta perangkat daerah yang melaksanakan pemerintahan daerah di bidang pendidikan perlu mendukung dalam bentuk supervisi serta koordinasi sesuai dengan kewenangan masin-masing. Pada kekhususan jenis muatan lokal, berbagai unsur masyarakat baik dari dunia industri maupun asosiasi profesi dapat dilibatkan.DAFTAR PUSTAKADr. Rusman, M.Pd, Manajemen Kurikulum, Jakarta: PT RAJAGRAFINDO PERSADA, 2009.Dr. Adbullah Idi, M.Ed, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2007.Dakir, Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum, Jakarta: PT Rineka Cipta 2004.Prof. Dr. H. Muhaimin, M.A, dkk, Pengembangan Model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada sekolah dan Madrasah, Jakarta: PT RAJAGRAFINDO PERSADA, 2008.Subandijah Pengembangan dan Inovasi Kurikulum PT Raja Grafindo Persada Jakarta 1993.Enco Mulyasa Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan PT Remaja Rosdakarya Badung 2010.Salinan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 81a Tahun 2013 Tentang Implementasi Kurikulum .Ustus M. van der Kroef (1951)."The Term Indonesia: Its Origin and Usage".Journal of the American Oriental SocietyIndonesian Central Statistics Bureau (1 September 2006).Tingkat Kemiskinan di Indonesia Tahun 20052006(PDF) (dalam bahasab. Indonesia).Kenyataan akhbar.Dicapai pada 2006-09-26.Wikipedia indoenesia, Negara Indonesia. http://sp2010.bps.go.id/files/ebook/kewarganegaraan%20penduduk%20indonesia/index.htm. diakses 1 Oktober 2013.

23