Makalah Mikrobiologi Dan Virologi (1)
-
Upload
deby-anggraini-putryarlina -
Category
Documents
-
view
157 -
download
20
description
Transcript of Makalah Mikrobiologi Dan Virologi (1)
MAKALAH MIKROBIOLOGI DAN VIROLOGI
RIFAMPISIN
JURUSAN FARMASI (B)
Di Susun Oleh :
Rizky Dimas (12330095)
Deby Anggraini (12330097)
I Gusti Agung KW (12330098)
Michael Argasio S (12330099)
M Syukron (12330100)
Oky Yuliati Zaenida (12330102)
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA SELATAN
2013
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur penyusun Panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena atas kehendak-
Nyalah makalah Mikrobiologi dan Virologi yang berjudul “Rifampisin”.
Dalam menyelesaikan makalah ini, penyusun tidak terlalu banyak mengalami
kesulitan, karena referensi yang didapatkan oleh penyusun merupakan rekomendasi langsung
dari dosen matakuliah yang bersangkutan, hal ini tidak meminimkan pengetahuan para
penyusun dalam penyelesaian makalah. Selain itu, penyusun pun mendapatkan berbagai
bimbingan dari beberapa pihak yang pada akhirnya makalah ini dapat diselesaikan.
Semoga dengan adanya makalah ini dapat menambah ilmu pengetahuan para pembaca
tentang Antibiotik Rifampisin. Kami menyadari sekali, didalam penyusunan makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan serta banyak kekurangan-kekurangnya, baik dari segi tata
bahasa maupun dalam hal materi yang disampaikan, untuk itu besar harapan kami jika ada
kritik dan saran yang membangun untuk lebih menyempurnakan makalah-makalah kami di
lain waktu.
Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah mikrobiologi dan
virologi yaitu Dra. Tatat Hayati, Apt. yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk
menyusun makalah ini dengan baik. Dan pada Akhirnya kepada Allah jualah penyusun
mohon taufik dan hidayah, semoga usaha kami mendapat manfaat yang baik. Serta mendapat
ridho Allah SWT. Amin ya rabbal alamin.
Jakarta, Oktober 2013
Penyusun
2
Daftar Isi
KATA PENGANTAR................................................................................................... 2
DAFTAR ISI.................................................................................................................. 3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah........................................................................... 4
B. Rumusan masalah................................................................................... 4
C. Tujuan..................................................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Antimikroba............................................................................................ 6
B. Antibiotik................................................................................................ 8
C. Rifampisin............................................................................................... 10
D. Mycobacterium Tuberculosis................................................................... 14
BAB III PENUTUP
Kesimpulan...................................................................................................... 20
LAMPIRAN..................................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................... 26
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Antimikroba adalah obat pembasmi mikroba, khususnya mikroba yang merugikan
manusia. Dalam pembicaraam disini, yang dimaksudkan dengan mikroba terbatas pada
jasad renik yang tidak termasuk kelompok parasit. Antibiotika adalah segolongan
senyawa, baik alami maupun sintetik, yang mempunyai efek menekan atau menghentikan
suatu proses biokimia di dalam organisme, khususnya dalam proses infeksi oleh bakteri.
Antibiotika digunakan untuk mengobati berbagai jenis infeksi akibat kuman atau juga
untuk prevensi infeksi, misalnya pada pembedahan besar. Secara profilaktis juga diberikan
pada pasien dengan sendi dan klep jantung buatan, juga sebelum cabut gigi. Diperkirakan
bahwa antibiotik bekerja setempat didalam usus dengan menstabilisir floranya hewan
tersebut. Kuman-kuman buruk yang merugikan dikurangi jumlah dan aktivitasnya,
sehingga zat-zat gizi dapat dipergunakan lebih baik. Pertumbuhan dapat distimulasi
dengan rata-rata 10 %. Meskipun di kebanyakan Negara Barat penyalahgunaan ini
dilarang dengan keras, namun masih tetap banyak digunakan dalam makanan ternak,
terutama makrolida dan glikopeptida.
B. Rumusan Masalah
Apakah yang dimaksud antimikroba dan antibiotik?
Apakah yang dimaksud mycobacterium tuberculosis?
Bagaimana cara penularan bakteri TBC?
Apakah yang dimaksud dengan refampisin?
Bagaimana mekanisme kerja refampisin?
C. Tujuan
4
Dalam makalah ini, kami membagi tujuan atas 2 macam :
1. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari makalah ini tak lain adalah untuk memenuhi tugas kelompok
mata kuliah mikrobiologi dan virologi berupa mengumpulkan suatu diskusi dan
mempresentasikan hasil diskusi tersebutb dengna materi “Rifampicin” dengan
penugasan akhir yaitu penyerahan makalah dari hasil presentasi tersebut.
2. Tujuan Umum
Tujuan umum dari pembuatan makalah ini, antara lain:
a. Memahami pengertian antimikroba dan antibiotic
b. Memahami pengertian mycobacterium tuberculosis
c. Mengetahui bagaimana cara penularan bakteri TBC
d. Mengenal lebih detail salah satu antibiotik yaitu Rifampicin
e. Mengetahui bagaimana mekanisme kerja rifampicin
BAB II
5
TINJAUAN PUSTAKA
A. Antimikroba
Antimikroba (AM) ialah obat pembasmi mikroba, khususnya mikroba yang
merugikan manusia. Dalam pembicaan di sini, yang dimaksud dengan mikroba terbatas
pada jasad renik yang tidak termasuk kelompok parasit. Obat yang digunakan untuk
membasmi mikroba, penyebab infeksi pada manusia, ditentukan harus memiliki sifat
toksisitas selektif setinggi mungkin. Artinya , obat tersebut haruslah bersifat sangat toksik
untuk mikroba, tetapi relatif tidak toksik untuk hospes. Sifat toksisitas selektif yang
absolut belum atau mungkin tidak akan diperoleh.
Berdasarkan sifat toksisitas selektif, ada antimikroba yang bersifat menghambat
pertumbuhan mikroba, dikenal sebagai aktivitas bakteriostatik dan ada yang bersifat
membunuh mikroba, dikenal sebagai aktivitas bakterisid. Kadar minimal yang diperlukan
untuk menghambat pertumbuhan mikroba atau membunuhnya, masing-masing dikenal
sebagai kadar hambat minimal (KHM) dan kadar bunuh minimal (KBM). Antimikroba
tertentu aktivitasnya dapat meningkat dari bakteriostatik menjadi bakterisid bila kadar
antimikrobanya ditingkatkan melebihi KHM.
Sifat antimikroba dapat berbeda satu dengan yang lainnya. Umpumanya, penisilin G
bersifat aktif terutama terhadap bakteri gram-positif, sedangkan bakteri gram-negatif pada
umumnya tidak peka ( resisiten) terhadap penisilin G :Streptomomisin memiliki sifat yang
sebaliknya ; tetrasiklin aktif terhadap beberapa bakteri gram-positif maupun bakteri gram-
negatif, dan juga terhadap Rickettsia dan Chlamydia. Berdasarkan sifat ini antimikroba
dibagi menjadi 2 kelompok yaitu berspektrum sempit, misalnya benzyl penisilin dan
streptomizin, dan berspektrum luas umpamanya tetrasiklin dan kloramfenikol. Batas
antara kedua jenis spectrum ini terkadang tidak jelas.
Mekanisme Kerja Antimikroba
Pemusnahan mikroba dengan antimikroba yang bersifat bakteriostatik masih
tergantung dari kesanggupan reaksi daya tahan tubuh hospes. Peranan lamanya kontak
antara mikroba dan antimikroba dalam kadar efektif juga sangat menentukan untuk
mendapatkan efek khususnya pada tuberculostatik. Berdasarkan mekanisme kerjanya,
antimikroba dibagi dalam lima kelompok:
6
1. Yang menganggu metabolisme sel mikroba
Antimikroba yang termasuk dalam kelompok ini adalah sulfonamide, trimetropim,
asam p-aminosalisilat dan sulfon. Dengan mekanisme kerja ini diperoleh efek
bakteriostatik.
Mikroba membutuhkan asam folat untuk kelangsungan hidupnya. Berbeda dengan
mamalia yang mendapatkan asam folat dari luar, kuman patogen harus mensintesis
sendiri asam folat dari asam amino benzoate (PABA) untuk kebutuhan hidupnya.
Apabila sulfonamide atau sulfon menang bersaing dengan PABA untuk diikutsertakan
dalam pembentukan asam folat, maka terbentuk analog asam folat yang nonfunsional.
Akibatnya, kehidupan mikroba akan terganggu. Berdasarkan sifat kompetisi, efek
sulfonamide dapat diatasi dengan meningkatkan kadar PABA.
2. Yang menghambat sintesis dinding sel mikroba
Obat yang termasuk dalam kelompok ini adalah penisilin, sefalosporin, basitrasin,
vankomisin dan sikloserin. Dinding sel bakteri terdiri dari polipeptidoglikan yaitu suatu
kompleks polimer mukopeptida. Sikloserin menghambat reaksi yang paling dini dalam
proses sintesis dinding sel, diikuti berturut-turut oleh basitrasin, vankomisin dan
diakhiri oleh penisilin dan sefalosporin yang menghambat reaksi terakhir dalam
rangkaian reaksi tersebut. Oleh karena tekanan osmotic dalam sel kuman akan
menyebabkan terjadinya lisis, yang merupakan dasar efek bakterisidal pada kuman
yang peka.
3. Yang menganggu permaebilitas membrane sel mikroba
Obat yang termasuk kelompok ini adalah polimiksin, golongan polien serta berbagai
antimikroba kemoterapeutik, misalnya antiseptic surface active agents. Polimiksin
sebagai senyawa ammonium-kuartener dapat merusak membrane sel setelah bereaksi
dengan fosfat pada fosfolipid membrane sel mikroba. Polimiksin tidak efektif terhadap
kuman garam-positif karena jumlah-jumlah fosfor bakteri ini rendah. Bakteri tidak
sensitif terhadap antibiotik polien, karena tidak memiliki struktur sterol pada membrane
selnya.
4. Yang menghambat sintesis protein sel mikroba
7
Obat yang termasuk dalam kelompok ini adalah golongan aminoglikosit, makrolit,
linkomisin, tetrasiklin dan kloramfenikol. Untuk kehidupannya, sel mikroba perlu
mensintetis berbagai protein. Sintesis protein berlangsung di ribosom, dengan bantuan
mRNA dan tRNA. Pada bakteri, ribosom terdiri dari 2 sub unit, yang berdasarkan
konstanta sedimentasi di nyatakan sebagi ribosom 3OS dan 5OS. Untuk berfungsi pada
sintesis protein, kedua komponen ini akan bersatu pada pangkal rantai mRNA menjadi
ribosom 7OS. Penghambatan sintesis protein terjadi dengan berbagai cara.
5. Yang menghambat sintesis atau merusak asam nukleat sel mikroba
Antimikroba yang termasuk dalam kelompok ini adalah rifampisin dan golongan
kuinolon. Yang lainnya walaupun bersifat antimikroba, karena sifat sitotoksisitasnya,
pada umumnya hanya digunakan sebagai obat antikanker; tetapi beberapa obat dalam
kelompok terakhir ini dapat pula digunakan sebagai antivirus. Yang akan dikemukakan
disini hanya kerja obat yang berguna sebagai antimikroba, yaitu rifampisin dan
golongan kuinolon.
B. Antibiotik
Antibiotik berasal dari bahasa latin yang terdiri dari anti = lawan, bios = hidup. Jadi,
antibiotik adalah zat-zat yang dihasilkan oleh mikroba terutama fungi dan bakteri tanah,
yang dapat menghambat pertumbuhan atau membasmi mikroba jenis lain, sedangkan
toksisitasnya terhadap manusia relative kecil.
Antibiotik pertama kali ditemukan oleh sarjana inggris dr. Alexander fleming pada
tahun 1928. Tetapi penemuan ini baru dikembangkan dan digunakan dalam terapi di tahun
1941 oleh dr. Florey kemudian banyak zat yang berkhasiat antibiotik diisolir oleh
penyelidik lain diseluruh dunia, namun toksisitasnya hanya beberapa saja yang dapat
digunakan sebagai obat. Antibiotik juga dapat dibuat sintesis atau semi sintesis.
Antibiotika adalah senyawa kimia yang dibuat untuk melawan bibit penyakit, khususnya
kuman.
Ada beragam jenis kuman, ada kuman yang besar, ada yang kecil, dengan sifat yang
beragam pula. Antibiotika digunakan jika ada infeksi oleh kuman. Infeksi terjadi jika
kuman memasuki tubuh. Kuman memasuki tubuh melalui pintu masuknya sendiri-sendiri.
8
Ada yang lewat mulut bersama makanan dan minuman, lewat udara napas memasuki paru-
paru, lewat luka renik di kulit, melalui hubungan kelamin, atau masuk melalui aliran
darah, lalu kuman menuju organ yang disukainya untuk bersarang.
Penggunaan antibiotika khususnya berkaitan dengan pengobatan penyakit infeksi,
meskipun dalam bioteknologi dan rekayasa genetika juga digunakan sebagai alat seleksi
terhadap mutan atau transforman. Antibiotika bekerja seperti pestisida dengan menekan
atau memutus satu mata rantai metabolisme, hanya saja targetnya adalah bakteri.
Antibiotika berbeda dengan desinfektan karena cara kerjanya.
Desifektan membunuh kuman dengan menciptakan lingkungan yang tidak wajar bagi
kuman untuk hidup. Antibiotika yang ideal harus memenuhi syarat-syarat antara lain
mempunyai kemampuan untuk mematikan atau menghambat pertumbuhan
mikroorganisme yang luas (broad spectrum antibiotic), tidak menimbulkan pengaruh
samping (side effect) yang buruk pada host, tidak menimbulkan terjadinya resistensi dari
mikroorganisme patogen serta konsentrasi antibiotik dalam jaringan harus mencapai taraf
cukup tinggi sehingga mampu menghambat atau mematikan penyebab infeksi (Pelczar dan
Chan, 2005).
Turunan zat-zat ini yang dibuat secara semi sintetis juga termasuk kelompok ini,
begitu pula semua senyawa sintetis dengan khasiat antibakteri. Berdasarkan khasiat
terhadap bakteri kemoterapi dibedakan atas :
Bakterisida yaitu obat yang pada dosis lazim berkhasiat untuk mematikan hama.
Bakteriostatika yaitu obat yang pada dosis lazim berkhasiat menghentikan
pertumbuhan dan pembiakkan bakteri, sedangkan pemusnahan selanjutnya dilakukan
oleh tubuh sendiri secara fagositosis.
Mekanisme Kerja Antibiotik
1. Menghambat sintesa dinding sel, akibatnya pembentukan dinding sel tidak sempurna
dan tidak dapat menahan tekanan osmosa dari plasma, akhirnya sel akan pecah
(penisilin dan sefalosforin).
2. Menghambat sintesa membran sel, molekul lipoprotein dari membran sel dikacaukan
pembentukannya hingga bersifat lebih permeabel akibatnya zat-zat penting dari isi sel
dapat keluar (kelompok polipeptida).
9
3. Menghambat sintesa protein sel, akibatnya sel tidak sempurna terbentuk
(kloramfenicol, tetrasiklin, dan eritromisin).
4. Menghambat metabolisme sel bakteri (sulfonamide).
5. Menghambat pembentukan asam-asam inti (DNA & RNA), akibatnya sel tidak dapat
berkembang (rifampisin dan golongan kuinolon).
Penghambatan pada sintesis asam nukleat berupa penghambatan terhadap transkripsi
replikasi mikroorganisme. Yang termasuk antibiotik penghambat sintesis asam nukleat ini
adalah antibiotik golongan kuinolon dan rifampin atau rifampisin.
C. Rifampisin
1. Sejarah Rifampisin
Rifamycins pertama kali diisolasi pada tahun 1957 dari kultur fermentasi
Streptomyces mediterranei di laboratorium Gruppo Lepetit SpA di Milan oleh dua
ilmuwan bernama Piero Sensi (1920) dan Maria Teresa timbal (1925-1969), bekerja sama
dengan Israel ilmuwan Pinhas Margalith menemukan bakteri baru.
Spesies baru ini muncul dan memimbulkan kepentingan ilmiah yang besar karena itu
menghasilkan kelas baru molekul dengan aktivitas antibiotik. Karena para peneliti
menyukai Perancis dan kejahatan dari cerita Rififi (tentang pencurian permata dan geng
saingan), mereka memutuskan untuk memanggil senyawa ini "Rifamycins". Akhirnya,
sekitar tujuh rifamycins ditemukan, bernama Rifamycin A, B, C, D, E, S, dan SV.
10
Dari berbagai rifamycins, Rifamycin B adalah yang pertama diperkenalkan secara
komersial. Lepetit mengajukan perlindungan paten Rifamycin B di Inggris pada bulan
Agustus 1958 dan di Amerika Serikat pada Maret 1959. The British paten GB921045
diberikan Maret 1963, dan US Patent 3.150.046 diberikan pada bulan September 1964.
Obat ini secara luas dianggap telah membantu menaklukkan masalah TB yang resistan
terhadap obat pada tahun 1960.
Setelah dua tahun upaya untuk mendapatkan produk semisintetik lebih stabil, sebuah
molekul baru dengan keberhasilan tinggi dan toleransi yang baik diproduksi pada tahun
1959 dan diberi nama "Rifampisin". Rifampisin juga dikenal sebagai rifaldazine, R/AMP,
rofact (di Kanada), dan rifampisin di Amerika Serikat. Ada berbagai jenis rifamycins,
tetapi bentuk rifampisin dengan kelompok 4-metil-1-piperazinaminyl adalah yang paling
efektif secara klinis.
2. Pengenalan Rifampicin
Rifampisin adalah derivat semisintetik rifamisin B yaitu satu anggota kelompok
antibiotik makrosiklik yang disebut rifamisin. Rifampisin biasanya digunakan untuk
mengobati infeksi Mycobacterium, termasuk tuberkulosis dan penyakit Hansen.
Kelompok zat ini dihasilkan oleh Streptomyces mediterranei. Senyawa ini berbentuk
kristal gepeng berwarna merah jingga (hasil rekristalisasi aseton) dengan titik leleh pada
183-188oC yang disertai dengan penguraian. Rifampicin larut dalam pelarut organik
seperti kloroform dan DMSO dan air yang pH nya asam.
11
Streptomyces mediterranei pertama kali diisolasi pada tahun 1957 dari sampel tanah
yang diambil di dekat kota pantai-side dari St Raphael di selatan Perancis. Nama ini
awalnya diberikan oleh dua ahli mikrobiologi bekerja dengan obat perusahaan Italia Grup
Lepetit SpA di Milan, Italia Grazia Beretta, dan Pinhas Margalith Israel.
Pada tahun 1969, bakteri ini berganti nama Nocardia mediterranei ketika ilmuwan lain
bernama Thiemann menemukan bahwa ia memiliki dinding sel khas spesies Nocardia.
Kemudian, pada tahun 1986, bakteri ini berganti nama lagi Amycolatopsis mediterranei,
sebagai spesies pertama dari genus baru, karena seorang ilmuwan bernama Lechevalier
menemukan bahwa dinding sel kekurangan asam mycolic dan tidak dapat terinfeksi oleh
Nocardia dan fag Rhodococcus. Berdasarkan urutan rRNA 16S, Bala et al. berganti nama
menjadi spesies pada tahun 2004 Amycolatopsis rifamycinica.
3. Hubungan Struktur dan Aktifitas
Modifikasi struktur pada bagian alifatik dari molekul rifamfisin umumnya menekan
atau menurunkan aktivitas obat. N,N-diaksetoksiamida pada C4 senyawa yang aktif.
Substitusi turunan aldehida pada C3 memberikan hasil rifampin yang paling aktif.
4. Aktivitas Antibakteri
Rifampisin menghambat pertumbuhan berbagai kuman gram-positif dan gram-negatif.
Terhadap kuman gram-positif kerjanya tidak sekuat penisilin G tetapi sediklt lebih kuat
daripada eritromisin, linkomisin, sefalotin. Terhadap kuman gram-negatif kerjanya lebih
lemah daripada tetrasiklin, kloramfenikol, kanamisindan kolistin. Antibiotik ini sangat
aktif terhadap N meningitis; kadar hambat minimalnya berkisar 0,1 - 0,8 µg/ml. Obat
ini dapat menghambat pertumbuhan beberapa jenis virus.
In vitro, rifampicin dalam kadar 0,005 - 0,2 µG/ml dapat menghambat pertumbuhan
M.tuberkulosis. Di antara mikobakteria atipik, M. Kansasii dihambat pertumbuhannya
dengan kadar 0,25 - 1 µG/ml; sebagian besar turunan M. Serofuloceum dan M.
Intracellulare dihambat dengan kadar 4 µG/ml, tetapi beberapa galur baru dihambat bila
kadar melebihi 16 µG/ml. M. Fortuitum sangat resisten terhadap obat ini. Rifampicin juga
12
aktif in vitro melawan beberapa kokus gram positif dan gram negatif, beberapa bakteri
enterik, mikobakteri, klamidia, dan poxyvirus.
In vivo, rifampisin meningkatkan aktivitas streptomisin dan isoniazid terhadap
M.tubercolosis, tetapi tidak bersifat aditif terhadap etambutol.
Rifampicin sangat aktif terhadap Neisseria meningiditis dengan konsentrasi hambat
minimum antara 0, 1- 0,8 µG/ml. Rifampicin juga dapat menghambat pertumbuhan virus,
tetapi secara klinis belum digunakan.
5. Mekanisme Kerja Rifampisin
Rifampisin berkaitan kuat pada RNA polymerase dependent DNA sehingga
menghambat sintesis RNA dalam bakteri. Rifampisin bekerja dengan membunuh bakteri
yang menyebabkan infeksi. Cara kerja obat ini yaitu dengan menonaktifkan enzim bakteri
yang disebut RNA polimerase. Bakteri menggunakan RNA polimerase untuk membuat
protein dan untuk menyalin informasi genetik (DNA) mereka sendiri. Tanpa enzim ini
bakteri tidak dapat berkembang biak dan bakteri akan mati.
Rifampisin terutama aktif terhadap sel yang sedang bertumbuh. Kerjanya menghambat
DNA-dependent RNA polymerase dari mikobakteria dan mikroorganisme lain dengan
menekan mulai terbentuknya (bukan pemanjangannya) rantai dalam sintesis RNA. Inti
RNA Polymerase dari berbagai sel eukariotik tidak mengikat rifampisin dan sintesis RNA-
nya tidak dipengaruhi. Rifampisin dapat menghambat sintesis RNA mitokondria mamalia
tetapi diperlukan kadar yang lebih tinggi daripada kadar untuk penghambatan pada kuman.
Penggunaan rifampisin pada konsentrasi tinggi untuk menginhibisi enzim bakteri dapat
pula sekaligus menginhibisi sintesis RNA dalam mitokondria mamalia.
6. Resistensi
M. fortuitum sangat resisten terhadap rifampin. Secara in vitro mikroorganisme
termasuk mikrobakteri dapat menjadi resisten terhadap obat ini.
13
7. Efek Samping dan Toksisitas
Rifampisin pada umumnya dapat diterima dengan baik oleh tubuh penderita. Kadang-
kadang muncul gangguan perut, nyeri pada otot dan persendian, rasa kaku pada kaki.
Gejala ini terutama muncul pada minggu pertama pengobatan.
Pada periode pertama pemakaian obat ini dapat terjadi sakit kuning asimptomatik yang
mungkin disebabkan karena kenaikan ekskresi biliar akibat induksi enzim. Terjadinya
gangguan hati lebih lanjut dapat dikurangi dengan menekan dosis pemakaian obat ini,
tetapi bila tetap muncul gejala hepatitis maka pemakaian obat harus di hentikan. Selain
karena kenaikan ekskresi empedu oleh sel-sel hati, sakit kuning dapat disebabkan oleh
pertukaran kompetitif bilirubin dimana kemudian masuk dalam peredaran darah dalam
bentuk konyugasinya. Keadaan terakhir ini terutama dapat muncul bila fungsi hati lemah
atau bila pemakaiaan rifampisin dikombinasi dengan isomiazid atau obat hepatotoksik
potensial lainnya. Pruritus dengan atau tanpa RASH dapat terjadi pada kurang lebih 30%
dari penderita yang menggunakan obat ini. Rifampin dan metaboliknya dapat memberikan
pewarnaan merah jingga dalam urin feses salifa, keringat, air mata, serta perubahan warna
pada lensa kontak penderita.
Miopati yang diinduksi oleh rifampin jarang terjadi. Belum ada data tentang efek
teratogeniknya, tetapi ini masih belum menjamin pemakaian obat ini pada wanita hamil
dan menyusui.
D. Mycobacterium Tuberculosis
1. Pengenalan Mycobacterium Tuberculosis
Hasil pindai mikrograf elektron Mycobacterium tuberculosis
14
Mycobacterium Tuberculosis adalah bakteri penyebab penyakit tuberkulosa.
Penyebab penyakit TBC pertama kali dideskripsikan pada 24 Maret 1882 oleh seorang
ilmuwan berkebangsaan Jerman, Robert Koch (1843-1910). Sejak saat itu, 24 Maret
diperingati sebagai hari TBC dunia. Dan atas temuannya itu, Robert Koch dianugerahi
hadiah Nobel dalam bidang fisiologi dan pengobatan pada 1905.
Berikut adalah klasifikasi dari Mycobacterium tuberculosis:
Kingdom : Bacteria
Filum : Actinobacteria
Ordo : Actinomycetales
Subordo : Corynebacterineae
Famili : Mycobacteriaceae
Genus : Mycobacterium
Spesies : Mycobacterium tuberculosis
Binomial name : Mycobacterium tuberculosis
Mycobacterium tuberculosis merupakan kuman batang lurus atau agak bengkok,
berukuran panjang 1 - 4 µ dan lebar 0,2 - 0,8 µ, dapat ditemukan bentuk sendiri maupun
berkelompok. Mycobacterium tuberculosis tidak dapat diklasifikasikan sebagai bakteri
gram positif atau bakteri gram negatif, karena apabila diwarnai sekali dengan zat warna
basa, warna tersebut tidak dapat dihilangkan dengan alkohol, meskipun dibubuhi
iodium. Oleh sebab itu bakteri ini termasuk dalam bakteri tahan asam (BTA) yang bersifat
tidak bergerak, tidak berspora, dan tidak bersimpai.
Mycobacterium tuberculosis tampak seperti manik-manik atau tidak terwarnai secara
merata. Kehidupan bakteri tergantung pada kondisi lingkungan, kuman TB cepat mati
dengan sinar matahari langsung tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang
gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat Dormant, tertidur lama selama
beberapa tahun. Mycobacterium tuberculosis cenderung lebih resisten terhadap faktor
15
kimia dari pada bakteri yang lain karena sifat hidrofobik permukaan selnya dan
pertumbuhan bergerombol.
Tuberkulosis atau tuberkulosa biasa kita kenal sebagai penyakit TB atau TBC.
Penyakit ini merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri yang bernama
Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini dapat menyerang seluruh tubuh manusia dan
teralirkan melalui pembuluh darah. Meskipun demikian, bakteri Mycobacterium
tuberculosis biasanya menginfeksi dan menyerang paru-paru.
2. Cara Kuman Membelah Diri
Bakteri ini adalah jenis bakteri obligat aerob, artinya bakteri ini dapat hidup jika di
lingkungannya ada oksigen. Tanpa oksigen, bakteri ini tak dapat hidup. Mycobacterium
tuberculosis berkembang biak secara membelah diri setiap 16 hingga 20 jam. Berbeda
dengan bakteri biasa yang membelah lebih cepat, bahkan dalam hitungan menit
(contohnya saja E. coli yang membelah kurang dari 20 menit). Bakteri ini ukurannya
sangat kecil, yaitu sepersepuluh juta hingga dua persepuluh juta meter atau 0,1 - 0,2
mikrometer. Bentuknya batang kecil dan kebal terhadap desinfektan. Bakteri ini juga
mampu bertahan hidup di tempat yang kering. Ia juga bersifat parasit terhadap inangnya.
Bakteri TBC mempunyai dinding sel tebal yang mengandung zat lilin. Zat lilin ini
berperan dalam terbentuknya fase atau formasi granoluma atau bintil atau nodul yang
terlihat pada hasil foto rontgen paru-paru penderita TBC.
3. Cara Penularan
Sumber penularannya adalah penderita TB BTA positif. Pada waktu batuk, bersin,
bicara, menyanyi, atau meludah, penderita sedang menyemprotkan titis-titis aerosol
infeksius dengan diameter 0.5 hingga 5 µm. Bersin dapat melepaskan partikel kecil-kecil
hingga 40,000 titis. Tiap titis bisa menularkan penyakit Tuberkulosis karena dosis
infeksius penyakit ini sangat rendah. (Seseorang yang menghirup kurang dari 10 bakteri
saja bisa langsung terinfeksi).
Penderita juga menyebarkan kuman keudara dalam bentuk Droplet (percikan dahak).
Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan diudara pada suhu kamar selama
16
beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam saluran
pernapasan. Selama kuman TB masuk kedalam tubuh manusia melalui pernapasan, kuman
TB tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran
darah, sistem saluran linfe, saluran napas, atau penyebaran langsung kebagian-bagian
tubuh lainnya.
Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin
menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman),
maka penderita tersebut dianggap tidak menular. Kemungkinan seseorang terinfeksi TB
ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
Orang-orang yang melakukan kontak dalam waktu lama, dalam frekuensi sering, atau
selalu berdekatan dengan penderita TB, beresiko tinggi ikut terinfeksi, dengan perkiraan
angka infeksi sekitar 22%. Seseorang dengan Tuberkulosis aktif dan tidak mendapatkan
perawatan dapat menginfeksi 10-15 (atau lebih) orang lain setiap tahun. Biasanya, hanya
mereka yang menderita TB aktif yang dapat menularkan penyakit ini.
Orang-orang dengan infeksi laten diyakini tidak menularkan penyakitnya.
Kemungkinan penyakit ini menular dari satu orang ke orang lain tergantung pada beberapa
faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain jumlah titis infeksius yang disemprotkan oleh
pembawa, efektifitas ventilasi lingkungan tempat tinggal, jangka waktu paparan,
tingkat virulensi strain M. tuberculosis, dan tingkat kekebalan tubuh orang yang tidak
terinfeksi.
Untuk mencegah penyebaran berlapis dari satu orang ke orang lainnya, pisahkan
orang-orang dengan TB aktif ("nyata") dan masukkan mereka dalam rejimen obat anti-TB.
Setelah kira-kira dua minggu perawatan efektif, orang-orang dengan infeksi aktif
yang non-resisten biasanya sudah tidak menularkan penyakitnya ke orang lain. Bila
ternyata kemudian ada yang terinfeksi, biasanya perlu waktu tiga sampai empat minggu
hingga orang yang baru terinfeksi itu menjadi cukup infeksius untuk menularkan penyakit
tersebut ke orang lain.
17
4. Perjalanan MTB di Tubuh Manusia
MTB memasuki tubuh manusia melalui inhalasi droplet kecil, terhirup kemudian
memasuki alveoli. Selain melalui inhalasi udara, MTB juga dapat memasuki tubuh melalui
suntikan, transpalasental, atau inhalasi cairan amnion yang terinfeksi MTB. Respon imun
yang pertama kali terjadi adalah mekanisme imunologis nonspesifik. Masuknya MTB ini
akan segera difagosit oleh makrofag alveoli. Hampir seluruh MTB mati dengan proses ini
pada pejamu dengan imunitas baik. Namun ada beberapa kuman yang tetap hidup dan
bereplikasi di dalam makrofag. MTB itu terus berkembang biak dan menyebabkan
makrofag lisis dan MTB akan membentuk koloni pada jaringan tersebut. Lokasi pertama
koloni MTB di jaringan paru disebut fokus primer Ghon.
Dari fokus primer, MTB akan menyebar melalui saluran limfe. Penyebaran ini
menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe dan di kelenjar limfe yang terkena dan
terbentuklah kompleks primer. Kompleks primer adalah gabungan dari fokus primer,
kelenjar limfe regional yang membesar (limfadenitis), dan saluran limfe yang meradang
(limfangitis). Waktu yang diperlukan mulai dari masuknya MTB hingga membentuk
kompleks primer ini disebut sebagai masa inkubasi MTB. Masa inkubasi MTB biasanya
berlangsung antara 2-12 minggu, dengan nilai rata-rata 4-8 minggu. Selama masa inkubasi
ini terjadi pertumbuhan MTB hingga mencapai jumlah yang cukup untuk merangsang
imunitas seluler yaitu CMI dan DTH. Pada saat inilah uji tuberkulin dapat memberikan
hasil positif.
Setelah kompleks primer terbentuk, dan imunitas seluler terbentuk terbentuklah
nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Begitu juga dengan kelenjar limfe regional. Namun
biasanya penyembuhannya tidak sebaik di jaringan paru sehingga MTB dapat dorman dan
bertahan bertahun-tahun. Pada suatu saat, nekrosis perkijuan ini dapat mencair dan
kemudian akan keluar melalui bronchus dan menyebar menyebabkan TB milier. Selain itu
MTB juga dapat menyebar melalui pembuluh limfe dan secara hematogen dan akhirnya
menimbulkan TB ekstra paru.
Penyebaran hematogen yang paling sering terjadi adalah penyebaran hematogenik
tersamar. Melalui cara ini MTB menyebar secara sporadik dengan jumlah sedikit demi
sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Namun bisa juga MTB menyebar secara
hematogenik generalisata akut. Pada saat ini MTB dalam jumlah besar akan menyebar ke
seluruh tubuh dan timbullah TB diseminata.
18
5. Gejala-Gejala Tuberkulosis
Gejala Umum :
Batuk terus menerus dan berdahak selama 3 (tiga) minggu atau lebih.
Gejala Lain Yang Sering Dijumpai :
Dahak bercampur darah.
Batuk darah.
Sesak napas dan rasa nyeri dada.
Badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa kurang enak badan
(malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan, demam meriang lebih
dari sebulan.
6. Penanganan Tuberkulosis
Pengobatan TB menggunakan antibiotik untuk membunuh bakterinya.
Pengobatan TB yang efektif ternyata sulit karena struktur dan komposisi kimia
dinding sel mikobakteri yang tidak biasa. Dinding sel menahan obat masuk sehingga
menyebabkan antibiotik tidak efektif. Dua jenis antibiotik yang umum digunakan
adalah isoniazid dan rifampicin, dan pengobatan dapat berlangsung berbulan-bulan.
Pengobatan TB laten biasanya menggunakan antibiotik tunggal. Penyakit TB aktif
sebaiknya diobati dengan kombinasi beberapa antibiotik untuk menurunkan resiko
berkembangnya bakteri yang resisten terhadap antibiotik. Pasien dengan infeksi laten
juga diobati untuk mencegah munculnya TB aktif di kehidupan selanjutnya. WHO
merekomendasikan directly observed therapy atau terapi pengawasan langsung,
dimana seorang pengawas kesehatan mengawasi penderita meminum obatnya.
Tujuannya adalah untuk mengurangi jumlah penderita yang tidak meminum obat
antibiotiknya dengan benar. Bukti yang mendukung terapi pengawasan langsung
secara independen kurang baik. Namun, metode dengan cara mengingatkan penderita
bahwa pengobatan itu penting ternyata efektif.
19
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari hasil diskusi yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
1. Yang termasuk antibiotik penghambat sintesis asam nukleat ini adalah antibiotik
golongan kuinolon dan rifampin atau rifampisin.
2. Peranan antibiotika golongan Kuinolon menghambat kerja enzim DNA girase pada
kuman dan bersifat bakterisidal, sehingga kuman mati.
3. Rifampisin bekerja dengan membunuh bakteri yang menyebabkan infeksi. Cara kerja
obat ini yaitu dengan menonaktifkan enzim bakteri yang disebut RNA polimerase.
Bakteri menggunakan RNA polimerase untuk membuat protein dan untuk menyalin
informasi genetik (DNA) mereka sendiri.
Kombinasi obat anti tuberkulosis dikombinasikan sampai empat obat karena bakteri
penyebab tuberkulosis mudah mengalami resistensi. Tuberkulosis yang mengenai pasien
ini kemungkinan mengalami tuberkulosis paru BTA positif atau tuberkulosis ekstra paru.
Pasien didiagnosis menderita penyakit tuberkulosis BTA positif karena dilihat dari
kombinasi obat yang diberikan dan berdasarkan pusataka yang dirumuskan oleh dokter
paru Indonesia dijelaskan bahwa pengobatan terhadap penyakit tuberkulosis tersebut
harus mengkonsumsi keempat obat diatas selama 2 bulan, obat-obat yang dimaksud
adalah isoniazid (INH), Ripamficin, Piracinamid, dan Ethambutol setiap hari, dan 4
bulan berikutnya harus mengkonsumsi Isoniazid dan Rifampicin tiga kali dalam
seminggu, pengobatan dilakukan tiga kali dalam seminggu untuk memantau dan
memastikan apakah masih terdapat perkembangan penyakit tuberkulosis yang mungkin
terjadi pada pasien atau mungkin sudah berkurang.
20
LAMPIRAN
21
22
23
24
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Jawetz Melnick dan Adelberg, Mikrobiologi Kedokteran edisi 20
2. Farmakologi dan Terapi edisi 4 , Fakultas Kedokteran-Universitas Indonesia, Jakarta
1995
3. Wattimena Joke,dkk. Farmakodinamis dan Terapi Antibiotik, Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta, 1991
4. http://en.wikipedia.org/wiki/Rifamycin
5. http://ekadarmahartana.blogspot.com/2011/05/mycobacterium-tuberculosis_26.html
6. http://id.wikipedia.org/wiki/Tuberkulosis
26