makalah mikro terapan

97
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar be lakan g Makanan dan min uma n mer upak an kebutuhan ese nsi al bagi mak hluk hidup khususnya manusia, makanan sangat dibutuhkan untuk proses pertumbuhan dan  penghasil energi untuk menunjang aktivitas sehari hari, serta minuman (air) sangat dibutuhkan untuk proses metabolisme dalam tubuh. Makanan dan minuman merupakan bahan yang secara alami mudah tercemar oleh faktor biotic dan abiotik , air yang dipakai sebagai bahan unt uk min uma n relative terkontaminasi oleh bakteri Coliform, khususnya air pada daerah perkotaan. Begitupun dengan bahan makana n yang tidak dapa t terlepas ole h kont ami nas i mikroorganisme pathogen. Isti lah bakter i indik ator sanit asi dikenal dalam bidang mikr obiolog i pangan. Bakter i indika tor sanita si adal ah bakt eri yan g kebe rad aannya dal am pangan men unju kka n baha air atau mak anan ter seb ut per nah ter cemar ole h kot ora n man usi a ya ng men ging at banyaknya jumlah mi kroorg anis me ini , mak a per lu di la kukan suatu uj i peme ri ksaan te rhadap bahan pangan ters ebut aga r aman dikonsumsi. Bakteri!bakteri indikator sanitasi umumnya adalah bakteri yang la"im terdapat dan hidup pada usus manusia sehingga dengan adanya bakteri tersebut  pada air atau makanan dapat menunjukkan baha dalam satu atau lebih tahap  pengolahan air atau makanan pernah mengalami kontak dengan kotoran yang  berasal dari usus manusia dan oleh sebab itu kemungkinan terdapat bakteri patogen la in yang berb ahay a. #da ti ga je ni s ba kt er i yang da pat di guna ka n untu k menunju kk an ad an ya mas al ah sa ni ta si, yai tu  Escherichia coli , kelompok Streptococcus (Enterococcus) fecal , dan Clostridium perfringens. Makalah Mikro biologi leve l 3_SMKN 13 Ban dung $

description

makalah mikro terapan

Transcript of makalah mikro terapan

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar belakangMakanan dan minuman merupakan kebutuhan esensial bagi makhluk hidup khususnya manusia, makanan sangat dibutuhkan untuk proses pertumbuhan dan penghasil energi untuk menunjang aktivitas sehari hari, serta minuman (air) sangat dibutuhkan untuk proses metabolisme dalam tubuh.

Makanan dan minuman merupakan bahan yang secara alami mudah tercemar oleh faktor biotic dan abiotik, air yang dipakai sebagai bahan untuk minuman relative terkontaminasi oleh bakteri Coliform, khususnya air pada daerah perkotaan. Begitupun dengan bahan makanan yang tidak dapat terlepas oleh kontaminasi mikroorganisme pathogen.

Istilah bakteri indikator sanitasi dikenal dalam bidang mikrobiologi pangan. Bakteri indikator sanitasi adalah bakteri yang keberadaannya dalam pangan menunjukkan bahwa air atau makanan tersebut pernah tercemar oleh kotoran manusia yang mengingat banyaknya jumlah mikroorganisme ini, maka perlu dilakukan suatu uji pemeriksaan terhadap bahan pangan tersebut agar aman dikonsumsi. Bakteri-bakteri indikator sanitasi umumnya adalah bakteri yang lazim terdapat dan hidup pada usus manusia sehingga dengan adanya bakteri tersebut pada air atau makanan dapat menunjukkan bahwa dalam satu atau lebih tahap pengolahan air atau makanan pernah mengalami kontak dengan kotoran yang berasal dari usus manusia dan oleh sebab itu kemungkinan terdapat bakteri patogen lain yang berbahaya. Ada tiga jenis bakteri yang dapat digunakan untuk menunjukkan adanya masalah sanitasi, yaitu Escherichia coli, kelompok Streptococcus (Enterococcus) fecal, dan Clostridium perfringens.

Pengukuran kuantitatif populasi mikroorganisme sangat diperlukan untuk berbagai macam penelaahan mikrobiologis. Terdapat berbagai macam cara untuk menghitung jumlah mikroorganisme, akan tetapi secara mendasar, ada dua cara yaitu secara langsung dan secara tidak langsung. Ada beberapa cara perhitungan secara langsung, antara lain adalah dengan membuat preparat dari suatu bahan (preparat sederhana diwarnai atau tidak diwarnai) dan penggunaan ruang hitung (counting chamber). Sedangkan perhitungan cara tidak langsung hanya untuk mengetahui jumlah mikroorganisme pada suatu bahan yang masih hidup saja (viabel count). Dalam pelaksanaannya, ada beberapa cara yaitu : perhitungan pada cawan petri (total plate count / TPC), perhitungan melalui pengenceran, perhitungan jumlah terkecil atau terdekat (MPN methode), dan kalorimeter (cara kekeruhan atau turbidimetri). 1.2 Rumusan masalah

Terdapat beberapa permasalahan yang sering terjadi mengenai kontaminasi mikroorganisme terhadap bahan makanan dan minuman, khususnya yang bersifat pathogen yang dapat menimbulkan penyakit, oleh karena itu dapat dirumuskan beberapa masalah, diantaranya:

1. Tingkat pencemaran yang semakin tinggi akibat berkembangnya teknologi industri yang menghasilkan limbah.

2. Minimnya instalasi pengolahan limbah di kota kota industri.

3. Kurangnya perhatian masyarakat terhadap sanitasi lingkungan.

1.3 TujuanTujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui beberapa metode pengukuran pencemaran mikroorganisme baik pada makanan ataupun pada minuman dengan metode Total Plate Count(TPC) dan Most Probable Number(MPN), serta berbagai metode lain yang umum dilakukan di laboratorium mokrobiologi seperti Uji Enzimatis, antimicrobial, dan uji koefisien fenol.

1.4 Manfaat

Diharapkan makalah ini dapat bermanfaat bagi pelajar dalam melakukan praktikum mikrobiologi khususnya mikrobiologi terapan, sehingga dapat melakukan analisis atau pengujian cemaran mikroorganisme terhadap suatu bahan baik bahan pangan maupun obat obatan yang dikonsumsi oleh masyarakat.BAB II

TOTAL PLATE COUNT (TPC)

2.1Pengertian total plate countTotal Plate Count (TPC) adalah salah satu metode penghitungan jumlah total mikroorganisme baik aerob maupun anaerob (psikrofilik, mesofilik, dan termofilik) yang terkandung dalam suatu bahan dengan metode pengenceran serial dan cawan tuang (Pour Plate) ataupun cawan sebar (Spread Plate).

Terdapat beberapa nama lain dari Total Plate Count diantaranya adalah Angka Lempeng Total (ALT), uji cemaran mikroba, dan Standar Plate Count (SPC).2.2Tujuan Total Plate CountTujuan dari Total Plate Count adalah untuk menghitung jumlah total koloni mikroorganisme aerob maupun anaerob yang terkandung dalam suatu bahan.

Pertumbuhan mikroorganisme aerob dan anaerob (psikrofilik, mesofilik dan termofilik) setelah contoh diinkubasikan dalam media agar pada suhu 35C 1C selama 24 jam 48 jam 1 jam mikroorganisme ditumbuhkan pada suatu media agar, maka mikroorganisma tersebut akan tumbuh dan berkembang biak dengan membentuk koloni yang dapat langsung dihitung menggunakan alat yang dinamakan Colony Counter.

Gb 2.1 Colony Counter

Sumber: www.google.com/colonycounter/

2.3Preparasi dan Homogenasi Sampel

Sebelum memulai pengerjaan Total Plate Count maka haruslah dilakukan terlebih dahulu preparasi sampel, oleh karena itu maka harus disiapkan alat alat untuk preparasi sampel yang sudah steril atau dapat disterilkan menggunakan api pada pembakar Bunsen setelah terlebih dahulu dibersihkan dengan alcohol 70%.

Preparasi sampel ini meliputi penanganan wadah atau kemasan sampel serta proses homogenisasi sampel, berikut adalah preparsi sampel dalam menangani wadah atau kemasannya:

1. Wadah kertas atau plastik

Pada bagian yang akan dibuka dibersihkan dengan alcohol 70%, kemudian dibuka secara aseptic.

2. Wadah botolsumbat atau tutup botol dibersihkan dengan alcohol 70%, lalu setelah itu dipanaskan di api Bunsen, sumbat atau tutup dibuka secara aseptic.3. Wadah kaleng Permukaan kaleng dicuci bersih dan terakhir dibersihkan dengan alcohol 70%, bagian ini dilewatkan ke api, lalu dibuka secara aseptis.

Homogenasi adalah cara persiapan sampel untuk memperoleh distribusi bakteri sebaik mungkin di dalam sampel yang akan ditetapkan. Homogenisasi bertujuan untuk membebaskan sel sel bakteri yang mungkin terlindung oleh partikel partikel sampel dan untuk mengaktifkan kembali sel sel bakteri yang mungkin mobilitas dan viabilitasnya berkurang karena kondisi yang kurang menguntungkan didalam sampel.Proses atau langkah homogenasi sampel bergantung dari jenis sampel berdasarkan wujudnya, diantranya:

1. Sampel berbentuk cairan Dipipet sejumlah 25 ml cuplikan sampel kedalam Erlenmeyer atau wadah lain yang sesuai yang telah berisi larutan pengencer (1:10), dikocok beberapa kali hingga homogen. Sampel air didalam botol lebih dahulu dikocok 25 kali, lalu sampel segera diambil dengan pipet yang sesuai.2. Sampel berbentuk serbukDitimbang sejumlah 25 gram cuplikan kedalam Erlenmeyer atau wadah lain yang sesuai yang telah berisi 225 ml larutan pengencer (1:10). Buat pengenceran selanjutnya dari 10-1 hingga diperoleh pengenceran yang diperlukan. Untuk susu bubuk yang tidak mudah larut maka harus dicampur terlebih dahulu oleh larutan natrium sitrat 1,25%. Untuk pengenceran awal suhu larutan pengencer disesuaikan hingga 45C; 225 ml larutan pengencer ini ditambahkan kedalam 25 gram cuplikan.3. Sampel berbentuk kentalDipipet sejumlah 25 ml atau ditimbang sebanyak 25 gram sampel kedalam Erlenmeyer atau wadah lain yang sesuai yang telah berisi 225 ml larutan pengencer hingga diperoleh pengenceran 1:10. Dikocok dengan baik kemudian dilanjutkan dengan pengenceran yang diperlukan. Untuk sampel susu kental, susu evavorasi atau susu yang dipekatkan yang menggumpal, maka digunakan pengencer Phosphate Buffered Water yang sudah mengandung natrium sitrat 1,25% sebagai larutan pengencer pertama.4. Sampel berbentuk padatDitimbang sejumlah 25 gram sampel kedalam wadah blender, lalu ditambahkan 225 ml larutan pengencer hingga diperoleh pengenceran 1:10. Dihomogenkan kemudian dilanjutkan dengan pengenceran yang diperlukan. Untuk sampel keju; sebanyak 25 gram sampel dipindahkan secara aseptic kedalam wadah blender steril yang telah dipanaskan pada suhu 40 450C dan kemudian ditambahkan 225 ml natrium sitrat hangat. Dicampur selama 2 menit sehingga terbentuk emulsi lalu dibuat pengenceran berikutnya. Untuk sampel mentega larutan pengencer dan pipet dipanaskan hingga 400C, begitupun dengan sampel selama tidak lebih dari 15 menit hingga cukup cair untuk dipipet. Dengan pipet panas diambil 25 ml sampel kedalam 225 ml pengencer, lalu dikocok hingga homogen. Dilanjutkan dengan pengenceran yang diperlukan.5. Sampel berbentuk bekuMakanan beku harus terlebih dahulu dipecahkan menjadi bagian bagian kecil dengan menggunakan peralatan tumpul. Bila makanan dibekukan menjadi bentuk balok besar, misalnya daging, sampel dapat diambil dengan bantuan gergaji, pisau, atau bor. Ditimbang sejumlah 25 gram sampel kedalam wadah blender dan ditambahakan 225 ml larutan pengencer, kemudian dihomogenkan dan dilanjutkan dengan pengenceran yang diperlukan. Untuk contoh es cream, ditimbang sejumlah 25 gram cuplikan dan langsung ditambahkan 225 ml larutan pengencer. Untuk sampel yang tidak terlalu beku dapat dibiarkan selama 15 menit, setelah meleleh diaduk hati hati kemudian sampel diambil secara aseptic, diaduk homogen dan kemudian dilanjutkan dengan pengenceran yang diperlukan.

Terdapat beberapa larutan pengencer yang dapat digunakan dalam proses pengenceran serial pada pengerjaan Total Plate Count, diantaranya:

Buffered Distilled Water Buffered Peptone Water Phosphate Buffered Distilled Water Peptone Water Air steril2.4Langkah Kerja dan Metode Total Plate CountPenentuan Angka Lempeng Total dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, metoda cawan agar tuang/pour plate yaitu dengan menanamkan contoh ke dalam cawan petri terlebih dahulu kemudian ditambahkan media agar. Kedua, metode cawan agar sebar/spread plate yaitu dengan menuangkan terlebih dahulu media agar ke dalam cawan petri kemudian contoh diratakan pada permukaan agar dengan menggunakan batang gelas bengkok Peralatan

a. Timbangan dengan ketelitian 0,0001 g;

b. Autoclave;

c. Inkubator 35 C 1C

d. Anaerobic jar;

e. Cawan petri 15 mm x 90 mm;

f. Botol pengencer 20ml;

g. Alat penghitung koloni;

h. Blender beserta Jar yang dapat disterilisasi atau stomacher;

i. Batang gelas bengkok diameter 3 mm4 mm, dengan panjang tangkai 15 cm-20 cm;

j. Pipet gelas atau pipetor : 0,1 ml, 1 ml, 5 ml dan 10 ml.

Media dan pereaksi

Plate Count Agar Larutan Butterfields phosphate buffered Gas pack dan indikator air anaerob.

Kondisi

Pada metode cawan agar tuang, untuk menghindari berkurangnya populasi bakteri akibat panas yang berlebihan maka media agar yang akan dituang mempunyai suhu 45C 1C. Langkah Kerja :

1. Teknik Dilusi (Pengenceran)

Teknik dilusi sangat penting di dalam analisa mikrobiologi. Karena hampir semua metode perhitungan jumlah sel mikroba mempergunakan teknik ini, seperti TPC (Total Plate Count).

Cara Kerja :

1) Dari larutan kultur kita ambil 1 ml dan kita masukkan ke dalam 9 ml air steril atau larutan buffer pepton untuk memperoleh dilusi 1/10 bagian.

2) Dari larutan dilusi 1/10 kita ambil 1 ml dan kita masukkan ke dalam 9 ml air steril atau larutan buffer pepton untuk memperoleh dilusi 1/100 bagian.

3) Dari larutan dilusi 1/100 kita ambil 1 ml dan kita masukkan ke dalam 9 ml air steril atau larutan buffer pepton untuk memperoleh dilusi 1/1000 bagian.

4) Dari larutan dilusi 1/1000 kita ambil 1 ml dan kita masukkan ke dalam 9 ml air steril atau larutan buffer pepton untuk memperoleh dilusi 1/10.000 bagian.

5) Dst

Maksud dari 1/10, 1/100, 1/1000, 1/10.000 dst adalah suatu rasio dilusi yang apabila pada tiap dilusi ditumbuhkan ke dalam suatu media dan koloninya yang tumbuh dapat dihitung, maka jumlah sel mikroba dapat diketahui dengan cara :

Misal :

Apabila pada dilusi 1/100 tumbuh sebanyak 20 koloni, maka dapat diketahui jumlah sel adalah : 20 koloni x1= 2000 sel

1/100

Apabila pada dilusi 1/1000 tumbuh sebanyak 3 koloni, maka dapat diketahui jumlah sel adalah : 3 koloni x1= 3000 sel

1/1000

Oleh karena itu, dengan metode dilusi kita dapat memperkirakan jumlah sel mikroba pada suatu benda atau produk.

2. Metode Pour Plate

Teknik pour plate (lempeng tuang) adalah suatu teknik di dalam menumbuhkan mikroorganisme di dalam media agar dengan cara mencampurkan media agar yang masih cair dengan stok kultur bakteri. Teknik ini biasa digunakan pada uji TPC (Total Plate Count). Kelebihan teknik ini adalah mikroorganisme yang tumbuh dapat tersebar merata pada media agar.

Pada cara ini dilakukan pengenceran dengan menggunakan sejumlah botol pengencer yang diisi aquadestilata steril.Agar cair didinginkan sampai suhu sekitar 440 C dan baru kemudian dituangkan ke cawan petri(gambar 7.2).Setelah agar membeku cawan dieramkan selama 24 48 jam (370C).Lempengan yang digunakan dalam perhitungan bakteri ialah lempengan yang mengandung 30 300 coloni. Jumlah bakteri perml ialah jumlah koloni dikalikan factor pengencer.

Cara kerja:

Hari pertama

1) Tandailah botol A,B dan C yang berisi aquadestilata steril.Tandai pula masing masing cawan petri dengan nilai pengencerannya .

2) Kocok suspensi kuman yang akan dihitung jumlah bakterinya dan pindahkan 1ml suspensi ke botol A.

3) Kocok botol A sehingga bakteri tersebar dan terlepas dari kelompok atau rantainya (gambar 7.1)

4) Pindahkan 1ml dari botol A ke botol B,kemudian kocok.Dari botol B dipindahkan 0.1ml ke cawan petri yang bertanda 10-5 dan 1.0ml ke cawan petri yang bertanda 10-4.Pindahkan 1ml dari botol B ke botol C,kemudian kocok.Dari botol C dipindahkan 0.1ml ke cawan petri yang bertanda 10-7 dan 1ml ke cawan petri yang bertanda 10-6.

5) Tuangkan agar nutrien bersuhu 500C ke dalam setiap cawan petri,putar putar cawan tersebut sehingga suspensi tercampur dengan baik.

6) Setelah agar membeku,baliklah cawn petri dan masukan ke dalam lemari pengeram selama 24 48 jam(370 C) Hari kedua

1. Hitung jumlah koloni pada lempengan agar.gunakan lempengan agar yang mempunyai 30-300 koloni. Bila tidak ada lempengan yang mempunyai kisaran jumlah koloni tersebut gunakan lempengan agar yang mempunyai koloni 300 koloni.

2. Tentukan jumlah mikroorganisme hidup dengan cara mengalihkan jumlah koloni dengan faktor pengeceran.

3. Metoda cawan agar sebar /spread plate method

Teknik spread plate (lempeng sebar) adalah suatu teknik di dalam menumbuhkan mikroorganisme di dalam media agar dengan cara menuangkan stok kultur bakteri atau mengapuskannya di atas media agar yang telah memadat. Bedanya dengan pour plate adalah, pencampuran stok kultur bakteri dilakukan setelah media agar memadat sedangkan pour plate kultur dicampurkan ketika media masih cair (belum memadat). Kelebihan teknik ini adalah mikroorganisme yang tumbuh dapat tersebar merata pada bagian permukaan media agar.Cara kerja :

1) Tuang 12 ml 15 ml PCA ke dalam cawan-cawan petri steril dan dinginkan. Pipet 1 ml dari setiap pengenceran (10-1,10-2, dst) ke dalam cawan petri yang telah berisi media PCA diatas dan ratakan dengan menggunakan batang gelas bengkok. Lakukan secara duplo untuk setiap pengenceran. Untuk pengujian bakteri termofilik, media PCA yang dituang kedalam cawan sebanyak 40 ml - 50 ml.

2) Setelah contoh meresap kedalam agar (diamkan sekurang-kurangnya 1 jam); Untuk penentuan mikroorganisme aerob inkubasi cawan-cawan tersebut dalam posisi terbalik dalam inkubator selama 48 jam 2 jam pada suhu 22C 1C (psikrofilik); 35C (mesofilik); 45C (termofilik). Untuk penentuan mikroorganisme anaerob, inkubasi cawan-cawan tersebut dalam posisi terbalik dalam anaerobik jar dan masukkan kedalam inkubator selama 48 jam 2 jam pada suhu 22C 1C (psikrofilik); 35C (mesofilik); 45C (termofilik).

3) Lakukan kontrol tanpa contoh dengan mencampur larutan pengencer dengan media PCA. Bagan Kerja Total Plate Count :

Gb 2.2 Skema pengerjaan Total Plate CountSumber: www.google.com/SPC/2.5Perhitungan dan Penentuan Jumlah Koloni

Plate count / viable count didasarkan pada asumsi bahwa setiap sel mikroorganisme hidup dalam suspensi akan tumbuh menjadi satu koloni setelah ditumbuhkan dalam media pertumbuhan dan lingkungan yang sesuai. Setelah diinkubasi, jumlah koloni yang tumbuh dihitung dan merupakan perkiraan atau dugaan dari jumlah mikroorganisme dalam suspensi tersebut.Koloni yang tumbuh tidak selalu berasal dari satu sel mikroorganisme karena beberapa mikroorganisme tertentu cenderung membentuk kelompok atau berantai. Berdasarkan hal tersebut digunakan istilah Coloni Forming Units (CFUs) per ml. koloni yang tumbuh berasal dari suspensi yang diperoleh menggunakan pengenceran bertingkat dari sebuah sampel yang ingin diketahui jumlah bakterinya.Syarat koloni yang ditentukan untuk dihitung adalah sebagai berikut -Satu koloni dihitung 1 koloni.Cara menghitung sel relatif / CFUs per mlCFUs / ml = jumlah koloni X faktor pengenceranMisal : penanaman dilakukan dari tabung pengenceran 10 -6 dengan metode Spread Plate dan Pour Plate.Spread plate : koloni = 50 = 50 x 106 CFUs / 0,1 mlFp = 1/10 -6 = 50 000 000 CFUs / 0,1 mlSP = 0,1 ml = 500 000 000 CFUs / ml= 5x108 CFUs / mlPour plate : koloni = 50 = 50 x 106 CFUs / 1 mlFp = 1/10 -6 = 50 000 000 CFUs / 0,1 mlSP = 1 ml = 5x107 CFUs / ml

Koloni yang dipilih untuk dihitung menggunakan cara SPC memiliki syarat khusus berdasarkan statistic untuk memperkecil kesalahan dalam perhitungan. Perhitungan mengacu kepada standar atau peraturan yang telah ditentukan. Syarat-syaratnya sebagai berikut :

1. Pilih cawan yang ditumbuhi koloni dengan jumlah 30-300 koloni. > 300 = TNTC (Too Numerous To Count) atau TBUD (Terlalu Banyak Untuk Dihitung). < 30 = TFTC (Too Few To Count).

2. Jumlah koloni yang dilaporkan terdiri dari 2 digit yaitu angka satuan dan angka sepersepuluh yang dikalikan dengan kelipatan 10 (eksponensial), missal 2,3 X 104, bukan 2,34 X 104. pembulatan keatas dilakukan pada angka seperseratus yang sama atau lebih besar dari lima, missal 2,35 X 104 menjadi 2,4 X 104, atau 2,34 X 104 menjadi 2,3 X 1043. Bila diperoleh perhitungan kurang dari 30 dari semua pengenceran, maka hanya dari pengenceran terendah yang dilaporkan.

4. Bila diperoleh perhitungan >300 dari semua pengenceran, maka hanya dari pengenceran tertinggi yang dilaporkan. Misalnya dengan cara menghitung jumlahnya pada bagian (transek) cawan kemudian hasilnya dikalikan empat. Hasil tersebut dilaporkan sebagai lebih dari 300 dikalikan dengan besarnya faktor pengenceran, tetapi jumlah sebenarnya harus dicantumkan dalam tanda kurung.

5. Bila ada 2 cawan, masing-masing dari pengenceran rendah dan tinggi yang berurutan dengan jumlah koloni 30-300 dan hasil bagi dari jumlah koloni pengenceran tertinggi dan terendah 2, maka jumlah yang dilaporkan adalah nilai rata-rata. Jika hasil bagi dari pengenceran tertinggi dan terendah > 2 maka jumlah yang dilaporkan adalah dari cawan dengan pengenceran terendah.

6. Apabila setiap pengenceran digunakan dua cawan Petri (duplo), maka jumlah angka yang digunakan adalah data dari kedua cawan, tidak boleh diambil salah satu, meskipun salah satu dari cawan duplo tersebut tidak memenuhi syarat diantara 30-300. Data yang dilaporkan adalah rata-rata dari kedua cawan duplo tersebut.

7. SpreaderKoloni spreader dibedakan menjadi 3 tipe :a) Rantai koloni, antara koloni saling menyambung yang disebabkan karena bakteri yang saling mengelompok.

b) Spreader berasal dari lapisan air antara agar dan dasar cawan.

c) Spreader berasal dari lapisan air pada sisi/pinggir cawan atau pada permukaan agar. Jika cawan ditumbuhi spreader lebih besar dari 25% maka laporkan sebagai spreader: Spreader tipe 1, jika hanya ada 1 rantai maka nyatakan sebagai 1 koloni.

Jika 1 atau lebih rantai terlihat berasal dari sumber yang berbeda, laporkan

masing-masing sumber sebagai 1 koloni.

Spreader tipe 2 dan 3 umumnya berasal dari koloni yang berbeda dan laporkan

masing-masing sebagai 1 koloni.

d) Jumlahkan spreader dan koloni untuk menghitung Angka Lempeng Total.

bagan untuk mempersingkat syarat SPC

Pelaporan jumlah koloni

Untuk menghasilkan perhitungan yang akurat dan teliti, maka laporkan hasilnya dengan dua angka (digit) pertama sebagai hasil pembulatan.

Bulatkan keatas dengan cara menaikkan angka kedua menjadi angka yang lebih tinggi bila angka ketiga adalah 6, 7, 8 atau 9 dan gunakan angka 0 untuk masing-masing angka pada digit berikutnya.

Bulatkan ke bawah bila angka ketiga adalah 1, 2, 3 atau 4. Bila angka ketiga 5, bulatkan keatas bila angka kedua ganjil dan bulatkan kebawah bila angka kedua itu genap.Contoh:

Hasil perhitungan ALT

12.700

13.000

12.400

12.000

15.500

16.000

14.500 14.000

Beri tanda bintang (*) untuk cawan yang kurang dari 25 koloni.

Contoh:

Pengenceran

: 1:100 1:1000

Jumlah koloni

: 18 dan 0 2 dan 0

Perkiraan ALT koloni : lebih kecil dari 2.500* lebih kecil dari 2.500* per ml atau koloni per g

Jika seluruh cawan berisi spreader atau cawan terkontaminasi oleh sesuatu yang tidak diketahui, maka laporkan hasil sebagai Kegagalan dalam pengujian. Contoh perhitungan :

1. Cawan dengan jumlah koloni 25-250

Perhitungan Angka Lempeng Total sebagai berikut : N = C

[(1 x n 1) + (0,1 x n2)] (x d) dengan :

N adalah jumlah koloni produk, dinyatakan dalam koloni per ml atau koloni per g;

C adalah jumlah koloni pada semua cawan yang dihitung;

n1 adalah jumlah cawan pada pengenceran pertama yang dihitung;

n2 adalah jumlah cawan pada pengenceran kedua yang dihitung;

d adalah pengenceran pertama yang dihitung.

Contoh:

Pengenceran : 1:100 1:1000

Jumlah koloni : 232 dan 244 33 dan 28

N = (232 +244 +33+ 28)

[(1 x 2) + (0,1x 2)]10 2 = 537/0,022

= 24.409

= 24.000

2. Seluruh cawan berisi spreader dan atau Kegagalan dalam pengujian. Laporkan hasil sebagai Spreader (SPR) atau kegagalan dalam pengujian

3. Seluruh cawan berisi lebih dari 100 koloni/cm2 . Perkiraan jumlah angka lempeng total adalah lebih besar dari (>) 100 dikalikan pengenceran tertinggi dan kalikan dengan luas cawan. Contoh dibawah berdasarkan pada penghitungan rata-rata 110/cm2.Contoh:

Perkiraan ALT/ml (g)

Pengenceran : 1 : 100 1:1000

Jumlah koloni: tak hingga 7.150a lebih besar dari 6.500.000 b

tak hingga 6.490c lebih besar dari 5.900.000

a berdasarkan luas area 65 cm2 Perkiraan jumlah ALT

c berdasarkan luas area 59 cm2Untuk perhitungan koloni yang menggunakan metode cawan agar sebar/spread plate, jumlah koloni yang dihitung dikalikan dengan 10 dari pengenceran yang digunakan.BAB III

MOST PROBABLE NUMBER (MPN)

3.1 Pengertian Most Probable Number (MPN)Most Probable Number (MPN) atau angka paling mungkin adalah salah satu metode dalam mikrobiologi yang menentukan perkiraan (estimasi) jumlah mikroorganisme dalam suatu bahan dengan memupuk pada suatu tingkat pengenceran kedalam tiga atau lima tabung yang berisi media cair.Metode Most Probable Number terdiri dari uji Presumtif (penduga) dan uji konfirmasi atau uji peneguhan, dengan menggunakan media cair dalam tabung reaksi dan dilakukan berdasarkan jumlah tabung positif, pengamatan tabung positif dapat dilihat dari timbulnya gas dalam tabung Durham.

Metode MPN (Most Probable Number) untuk uji kualitas mikrobiologi air dalam praktikum digunakan kelompok Coliform sebagai indikator. Kelompok Coliform mencakup bakteri yang bersifat aerobik dan anaeorobik fakultatif, batang gram negatif dan tidak membentuk spora. Coliform memfermentasikan laktosa dengan pembentukkan asam dan gas dalam waktu 48 jam pada suhu 35C (Hadioetomo, 1993).3.2 Mikroorganisme sebagai indikator kualitas air

Pada pemeriksaan microbiologis yang rutin terhadap air untuk menentukan aman tidaknya untuk diminum, tidaklah cukup bila mendasarkan uji-uji yang digunakan hanya terhadap adanya (terisolasinnya) mikroorganisme patogenik karena alasan sebagai berikut :

1. Kemungkinan besar pathogen masuk ke dalam air secara sporadic, tetapi karena tidak dapat bertahan hidup lama mungkin saja tidak terdapat di dalam contoh air yang dikirimkan ke laboratorium.

2. Bila terdapat jumlahnya amat sedikit, maka besar kemungkinan pathogen-patogen tersebut ridak terdeteksi olah prosedur laboratories yang digunakan.

3. Hasil pemeriksaan laboratorium baru dapat diketahui setelah 24 jam atau lebih. Arabia ternate ditemukan adanya pathogen sementara itu tentunya banyak orang telah mengkonsumsi air tersebut dan telah tereksposi terhadap infeksi sebelum dapat dilakukan usaha untuk mengatasi situasu tersebut.

Mikroorganisme indicator

Istilah mikroorganisem indicator sebagaimana digunakan dalam analisi air mengacu pada sejenis mikroorganisme yang kehadirannya di dalam air merupakan bukti bahwa air tersebut terpolusi oleh tinja dari manusia atau hewan merdarah panas. Artinya, terdapat peluang bagi berbagai macam mikroorganisme patogenik, yang secara berkala terdapat dalam saluran pencernaan, untuk masuk ke dalam ait tersebut.

Beberapa ciri penting suatu organisme indicator adalah :

1. terdapat dalam air tercemer dan tidak ada dalam air yang tidak tercemar.

2. terdapat dalam air bila ada patogen.

3. jumlah mikroorganisme indikator berkorelasi dengan kadar polusi.

4. mempnyai kemampuan bertahan hidup yang lebih besar daripada patogen.

5. mempunyai sifat yang seragam dan mantap.

6. tidak berbahaya bagi manusia dan hewan.

7. terdapat dalam jumlah yang lebih banyak daripada patogen (hal ini membuatnya mudah terdeteksi).

8. mudah dideteksi dengan teknik-teknik laboratorium yang sederhana.

Beberapa spesies atau kelompok bakteri telah dievaluasi untuk menentukan sesuai tidaknya untuk digunakan sebagai oeganisme indikator. Di antara organisme-organisme yang dipelajari, yang hampir memenuhi semua persyaratan suatu organisme indikator yang ideal ialah Escherichia coli dan kelompok bakteri koli lainnya. Bakteri-bakteri tersebut dianggap sebagai indikator polusi tinja yang dapat diandalkan.

Escherichia coli dan bakteri koliform lain

Escherichia coli adalah penghuni normal saluran pencernaan manusia dan hewan nerdarah panas. Biasanya tidak patogenik, anggota lain kelompok koliform ialah Klebsiella pneumoniae, yang tersebar luas di alam; terdapat dalam tanah, air, dan padi-padian, dan juga dalam saluran penceranaan manusia dan hewan. Eterobacter aerogenes, sejenis bakteri koliform yang terdapat dalam saluran pencernaan manusia dan hewan juga terdapat dalam tanah, air. Koliform sebagai suatu kelompok dicirikan sebagai bakrei berbentuk batang gram negative, tidak membentuk spora, aerobic dan anaerobic fakultatif yang memfermentasi lactose dengan menghasilkan asam dan gas dalam waktu 48 jam pada suhu 35 0C.

Kelompok koliform mempunyai beberapa cirri yang juga dimiliki oleh anggota-anggota genus Salmonella dan Shigella, yaitu duagenera yang mempunyai spsies-spesies enteric patogenik. Namun, ada perbedaan biokimiawi utama yang nyata yaitu bahwa koliform dapat memfermentasikan lactose dengan menghasilkan asam dan gas, sedangkan Salmonella dan Shigella tidak memfermentasikan lactose.

Pemeriksaan bakteriologis untuk menentukan potabilitas air

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pengambilan sampel air :

1. contoh air harus ditempatkan dalam botol yang steril.

2. contoh tersebut harus dapat mewakili sumbernya.

3. contoh air tidak boleh terkontaminasi selama dan setelah pengambilan.

4. contoh tersebut harus diuji segera setelah pengmbilan.

5. apabila ada penundaan pemeriksaan maka contoh tersebut harus disimpan pada suhu antara 0 sampai 10 0C.

Prosedur yang biasa digunakan adalah hitungan cawan (plate count) untuk menetapkan jumlah bakteri yang ada dan uji-uji untuk menepakkan adanya bakteri koliform.

Pengujian bakteri Coliform yang berasal dari cemaran tinja (faecal coliform) secara serentak dengan uji penegasan yang menggunakan media BGLB, maka dilakukan juga hal yang sama yaitu 1 ose kultur yang positif dari LST Broth atau LB, dipindahkan ke dalam tabung EC medium yang baru. Semua tabung MC medium yang telah diinokulasikan oleh kultur dari LST-Broth, kemudian diinkubasikan pada suhu 45,5C selama 24 jam dan hasil pembentukan gas dicatat. Kerapatan bakteri faecal coliform diperkirakan dengan tabel MPN. Diferensiasi bakteri coliform dapat diarahkan ke dalam reaksi IMVIC (Buckle, 1987).

Berbagai macam uji mokrobiologis dapat dilakukan terhadap bahan pangan, meliputi uji kuantitatif mikroba untuk menentukan daya tahan suatu makanan, uji kualitatif bakteri patogen untuk menenetukan tingkat keamanan dan uji indikator untuk menentukan tingkat sanitasi makanan tersebut. Pengujian yang dilakukan terhadap tiap bahan pangan tidak sama tergantung berbagai faktor, seperti jenis dan komposisi bahan pangan, cara pengepakan dan penyimpanan serta komsumsinya, kelompok konsumen dan berbagai faktor lainnya (Djide, 2003).3.3 Mikroorganisme pencemar air

Mikroorganisme patogen dalam air dapat masuk ke dalam tubuh dengan perantaraan air minum atau infeksi pada luka yang terbuka. Mikroorganism ini umumnya tumbuh dengan baik di dalam saluran pencernaan keluar bersama feses, bakteri ini disebut bakteri coliform (Tarigan, 1988). Adanya hubungan antara tinja dengan coliform,maka bakteri ini dijadikan indikator alami kehadiran materi fekal. Artinya, jika pada suatu substrat atau benda didapatkan bakteri ini maka langsung ataupun tidak langsung substrat atau benda tersebut sudah dikenal atau dicemari oleh materi fekal. Selain itu dijelaskan pula bahwa ada kesamaan sifat dan kehidupan antara bakteri coliform dengan bakteri lain penyebab penyakit perut, tifus, paratifus, disentri dan kolera. Oleh karena itu kehadiran bakteri coliform dalam jumlah tertentu didalam sutau substrat ataupun benda, misalnya air dan bahan makanan sudah merupakan indikator kehadiran bakteri penyakit lainnya.

Kelompok bakteri coliform antara lain Eschericia coli, Enterrobacter aerogenes, dan Citrobacter fruendii. Keberadaan bakteri ini dalam air minum juga menunjukkan adanya bakteri patogen lain, misalnya Shigella, yang bisa menyebabkan diare hingga muntaber (Kompas Cyber Media, 2003 dalam Kompas.com).Menurut Supardi dan Sukamto (1999), bakteri coliform dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu:1. Coliform fekal, misalnya E. coli, merupakan bakteri yang berasal dari kotoran hewan atau manusia.2. Coliform non-fekal, misalnya E. aeroginosa, biasanya ditemukan pada hewan atau tanaman yangtelah mati.Bakteri E. coli memiliki kemampuan untuk memfermentasikan kaldu laktosa pada temperatur 37 Celcius dengan membentuk asam dan dan gas dalam waktu 48 jam. Sejak diketahui bahwa E. coli tersebar dalam semua individu, analisis bakterialogis terhadap air minum ditunjukkan dengan kehadiran bakteri tersebut. Walaupun adanya bakteri tersebut tidak dapat memastikan adanya bakteri patogen secara langsung, namun dari hasil yang didapat memberikan kesimpulan bahwa E. Coli dalam junlah tertentu dalam air dapat digunakan sebagai indikator adanya bakteri yang patogen.

Aerobacter dan Klebsiela yang biasa disebut golongan perantara, memiliki sifat Coli, dan lebih banyak didapatkan dalam habitat tanah dan air daripada dalam usus, sehingga disebut nonfekal dan umumnya tidak patogen. Pencemaran bakteri fekal tidak dikehendaki, baik dari segi estetika, sanitasi, maupun kemungkinan terjadinya infeksi yang berbahaya. Jika dalam 100 ml air minum terdapat 500 bakteri Coli, mungkin terjadi penyakit gastroenteritis yang segera dapat mengalahkan mekanisme pertahanan tubuh, sehingga dapat tinggal dalam blander (cystitis) dan pelvis (pyelitis), ginjal dan hati. Beberapa macam mikroorganisme pathogen yang mengkontaminasi air

1) Salmonella typhiSalmonella typhi, adalah bakteri gram negatif berbentuk batang, tidak membentuk spora namun bersifat patogen, baik pada manusia ataupun hewan. Dapat menyebabkan demam typhoid (typoid fever). Sebenarnya penyakit demam typoid dapat dipindahkan dengan perantara makanan yang terkontaminasi dan dengan kontak langsung dengan si penderita. Namun yang paling umum sebagai fakta penyebab adalah air. Air dapat terkontaminasi oleh bakteri ini karena kesalahan metode pemurnian air atau kontaminasi silang (Cros contaminant) antara pipa air dengan saluran air limbah (Tarigan, 1988).2) Clostridium prefrigensClostridium prefringens adalah bakteri gram positif pembentuk spora yang sering ditemukan dalam usus manusia, tetapi kadang-kadang juga ditemukan di luar usus manusia (tanah, debu, lingkungan dan sebagainya).3) Escherichia coliEscherichia coli adalah bakteri gram negatif berbentuk batang yang tidak membentuk spora dan merupakan flora normal di dalam usus. E.coli termasuk bakteri komensal yang umumnya bukan patogen penyebab penyakit namun bilamana jummlahnya melampaui normal maka dapat pula menyebabkan penyakit (Dewanti, Tanpa tahun). E. Coli merupakan salah satu bakteri coliform.4) LeptospiraLeptospira merupakan bakteri berbentuk spiral dan lentur yang merupakan penyebab penyakit leptosporosis. Penyakit ini merupakan penyakit zoonosis atau penyakit hewan yang bisa berpindah ke manusia. Pada umumnya penyebaran bakteri ini adalah pada saat banjir.5) Shigella dysentriaeShigella dysentriae adalah basil gram negatif, tidak bergerak. Bakteri ini menyebabkan penyakit disentri (mejan). Spesies lain seperti S. Sonnei dan S. Paradysentriae juga menyebabkan penyakit disentri6) Vibrio commaVibrio comma adalah bakteri yang berbentuk agak melengkung, gram negatif dan monotrik. Bakteri ini menyebabkan penyakit kolera yang endemis di indonesia dan sewaktu-waktu berjangkit serta memakan banyak korban3.4 Perhitungan Nilai Total ColiformColiform total ditentukan dengan teknik MPN (Most Probable Number) atau JPT (Jumlah Perkiraan Terdekat) dan dengsan metode penyaring membran. MPN merupakan metode penentuan jumlah bakteri yang tumbuh pada pengenceran beberapa seri tabung dengan tabel MPN coliform. Metode MPN ini lebih baik bila dibandingkan dengan metode hitung cawan, karena lebih sensitif dan dapat mendeteksi coliform dalam jumlah yang sangat rendah di dalam sampel air (Supardi dan Sukamto, 1999). Uji kualitas Coliform terdiri dari tiga tahap, yaitu: (1) Uji pendugaan, (2) Uji penegasan, (3) Uji lengkap. Menurut fardiaz (1993), uji kualitas koliform tidak harus dilakukan swecara lengkap seperti di atas. Hal ini twergantung dari berbagai faktor, seperti waktu, mutu, sampel yang diuji, biaya, tujuan analisis, dam faktor-faktor lainnya.

Metode MPN ini menggunakan medium cair di dalam tabung reaksi, yang perhitungannya dilakukan berdasarkan jumlah tabung yang positif setelah diinkubasi pada suhu dan waktu tertentu. Pengamatan tabung positif dapat dilihat dengan mengamati timbulnya kekeruhan atau terbentuknya gas pada tabung Durham untuk mikroba pembentuk gas, seperti E. coli. Metode MPN ini biasanya dilakukan untuk menghitung jumlah mikroba di dalam sampel cair, dapat pula dilakukan untuk menghitung jumlah mikroba untuk sampel yang bentuknya padat, dengan terlebih dahulu membuat suspensi 1:10 dari sampel tersebut (Siswandi, 2000).

Perhitungan jumlah bakteri coliform dilakukan dengan rumus :MPN mikroba = Nilai MPN X 1/pengenceran tabung di tengah.

Perhitungan jumlah suatu bakteri dapat melalui berbagai macam uji seperti uji kualitatif koliform yang secara lengkap terdiri dari tiga tahap yaitu uji penduga (uji kuantitatif, bisa dengan metode MPN), uji penguat dan uji pelengkap. Waktu, mutu sampel, biaya, tujuan analisis merupakan beberapa faktor penentu dalam uji kualitatif koliform. Bakteri koliform dapat dihitung dengan menggunakan metode cawan petri (metode perhitungan secara tidak langsung yang didasarkan pada anggapan bahwa setiap sel yang dapat hidup akan berkembang menjadi satu koloni yang merupakan suatu indeks bagi jumlah organisme yang dapat hidup yang terdapat pada sampel) seperti yang dilakukan pada percobaan ini (Penn, 1991).3.5 Langkah kerja Most Probable Number

Metode MPN ini umumnya digunakan untuk menghitung jumlah bakteri pada air khususnya untuk mendeteksi adanya bakteri koliform yang merupakan kontaminan utama sumber air minum. Ciri-ciri utamanya yaitu bakteri gram negatif, batang pendek, tidak membentuk spora, memfermentasi laktosa menjadi asam dan gas yang dideteksi dalam waktu 24 jam inkubasi pada 37 C. Sampel ditumbuhkan pada seri tabung sebanyak 3 atau 5 buah tabung untuk setiap kelompok. Apabila dipakai 3 tabung maka disebut seri 3, dan jika dipakai 5 tabung maka disebut 5 seri. Media pada tabung adalah Lactose Broth yang diberi indikator perubahan pH dan ditambah tabung durham. Pemberian sampel pada tiap seri tabung berbeda-beda. Untuk sampel sebanyak 10 ml ditumbuhkan pada media LBDS (Lactose Broth Double Stegth) yang memiliki komposisi Beef extract (3 gr), peptone (5 gr), lactose (10 gr) dan Bromthymol Blue (0,2 %) per liternya. Untuk sampel 1 ml dan 0,1 ml dimasukkan pada media LBSS (Lactose Broth Single Stegth) yang berkomposisi sama tapi hanya kadar laktosa setengah dari LBDS yaitu 5 gr.

Berdasar sifat coliform, maka bakteri ini dapat memfermentasikan laktosa menjadi asam dan gas yang dideteksi oleh berubahnya warna dan gas dalam tabung durham. Nilai MPN ditentukan dengan kombinasi jumlah tabung positif (asam dan gas) tiap serinya setelah diinkubasi.

Gb. 3.1 Skema Pengerjaan Most Probable NumberSumber:www.google.com/mostprobablenmber/ Cara Kerja:1) Sediakan 3 tabung berisi LBDS (9 ml tiap tabung) dan 6 tabung berisi LBSS (9 ml tiap tabung) lengkap dengan tabung durham. Atur kesembilan tabung menjadi 3 seri (seperti di gambar).

2) Kocok botol yang berisi air sampel.

3) Pindahkan suspensi air sample sebanyak 10 ml ke masing-masing tabung seri pertama (3 tabung LBDS), secara aseptis.

4) Pindahkan suspensi air sampel sebanyak 1 ml ke masing-masing tabung seri kedua (3 tabung LBSS), secara aseptis.

5) Pindahkan suspensi air sampel sebanyak 1 ml ke masing-masing tabung seri ketiga (3 tabung LBSS), secara aseptis.

6) Inkubasi semua tabung pada suhu 37 C selama 48 jam.

7) Lihat tabung gas positif (asam dan gas ; harus ada keduanya), lalu hitung tabung positif untuk tiap seri. Tulis kombinasi tabung positif tiap seri (misal : 3 2 1). Kombinasi angka tersebut lalu dicocokkan dengan tabel MPN untuk seri 3 sehingga diperoleh jumlah mikroba sebenarnya.

Gb. 3.2 Contoh kombinasi tabung positif pada pengujian Most Probable NumberSumber:www.google.com/ALTTabel 3.1 Angka Paling Mungkin Seri Tiga Tabung

Sumber:www.google.com/MPNtable/Misal: didapatkan kombinasi jumlah tabung positif : 321 maka jumlah bakteri coliform adalah 150 sel/100 ml.BAB IV

UJI BONTEREY

4.1 Uji Fermentasi KarbohidratUji fermentasi karbohidrat dilihat dari kemampuan mikroorganisme memfermentasikan berbagai karbohidrat. Hasil akhir fermentasi ditentukan oleh sifat mikroba, media biakan yang digunakan,serta factor lingkungan.glukosa termasuk senyawa yang paling seing digunakan untuk fermentasi.

Untuk menentukan adanya fermentasi dilaboratorium digunakan media kaldu karbohidrat dan media MR-VP. Pembentukanasam dapat ditentukan dengan menambahkan indikatorkedalam media

Kaldu karbohidrat digunakan untuk uji pembentukan asam dan gas.dengan menggunakn tabung smith atau tabung durham. Tabung smith digunakan bila jumlah dan macam gas yang dihasilkan harus ditentukan, sedangkan tabung durham digunakan jika jumlah dan macam gas tidak ditentukan. Bila terbentuk gas maka, gas masuk kedalam tabung durham dan mendesak cairan dalam tabung ini. Gas ini terlihat sebagi gelembung udara yang terperangkap dalam tabung.

Kaldu karbohidrat mengandung 0,5-1% karohidrat. Yang sering digunakan adalah glukosa,laktosa,dan manitol,maltosa dan sukrosa. Selain karbohidrat juga ditambahkan beef extract dan peptone sebagai sumber nitrogen, vitamin dan mineral. Bila dalam fermentasi bakteri ditumbuhkan dalam biakna cair yang mengandung glukosa, maka hasil fermentasi berupa asam.asam yang dihasilkan akan menurunkan pH media biakan. Indicator yang digunakan aalah merah fenol dan bromcesol purple. Bila dalam media biaka ditambahkan ditambahkan indicator tersebut maka pembentukan asam ini ditandai oleh perubahan warna menjadi kuning, pada pH >7, merah fenol berwarna merah sedangkan bromcesol purple berwarna ungu.

Bahan yang diperlukan :

Bahan : Escherichia coli

Staphylococcus aureus

Micrococcus luteus

Saccaromyces cereviciae

Media : kaldu karbohidrat

Glukosa, sukrosa, laktosa, maltosa dan manitol yang mengandung indikator BCP (brom cresol purple). Selain BCP dapat digunakan PR (phenol red) sebagai indikator pH.

Cara kerja :

Hari pertama

1. Tandai tabung kaldu karbohidtar dengan : jenis karbohidrat, nama siswa, biakan yang diinokulasikan, biakan yang digunakan untuk deret karbohidrat pertama adalah E. Coli, derat kedua S. Aureus, deret ketiga M. Luteus, deret keempat S. Cereviciae dan deret kelima sebagai kontrol.

2. Inokulasi deret karbohidrat pertama dengan E. Coli, derat kedua S. Aureus, deret ketiga M. Luteus, deret keempat S. Cereviciae dan deret kelima sebagai kontrol. Lakukan inokulasu dengan hati-hati sehingga tidak menimbulkan gelembung gas dalam tabung durham.

3. Inkubasikan kelima deret tabung dalam inkubator 35 0C selama 24 jam.Hari kedua

1. Periksa adanya fermentasi karbohidrat dengan melihat pembentukan asam danm pembentukan gas. Pembentukan asam terlihat sebagai perubahan warna kaldu karbohidrat menjadi kuning. Pembentukan gas terlihat dalam durham. Perhatikan bahwa dalam tabung kontrol tidak terjadi pembetnukan gas. Pembentukan gas dalam tabung kontrol dapat terjadi bila sewaktu diinokulasi tabung yang berisi kaldu dikocook terlalu keras atau bila digunakan kaldu yang disimpan dalam lemari es. Daya larut oksigen berkurang dalam kaldu yang dingin, namun sewaktu diinkubasikan pada suhu 37 0C oksigen dapat terperangkap dalam tabung durham.

2. Laporkan hasil reaksi dalam kaldu karbohidrat.4.2 Uji Methyl RedUji methyl red diguakan untuk menentukan adanya fermwntasi asam campuran beberapa bakteri memefermentasikan glukosa dan menghasilkan berbagai produk sehingga akan menurunkan pH media pertumbuhannya menjadi 5.0 atau lebih rendah. Penambahan indicator pH methyl red dapat menunjukan adanya perubahan pH menjadi asam. Methyl red berwarna merah pada lingkungan dengan pH 4.4 dan berwarna kuning dalam pH 6.2.

Fermentasi asa campuran ditentukan dengan cara menumbuhkan mikroorganisme dalam kaldu yang mengandung glukosa, dan setelah masa inkubasi menambbahkan reagens methyl red kedalam kaldu. Bila terjadi fermentasi asam campuran maka kaldu biakan berubah menjadi kunin setelah penambahn methyl red. Uji ini sangat berguna dalam identifikasi kelompok bakteri yang menempati saluran pencernaan.

Bahan yang diperlukan :

Escherichia coli

Enterobacter aerogenes

Kaldu MR-MV (methyl red- voges proskauer)

Cara mengerjakan :

Hari pertama

1. tandai tabung kaldu MR-MV dengan biakan bakteri yang digunakn

2. inokulasi kaldu MR-MV dengan biakan bakteri.

3. inkubasikan dalam 35 0C selama 5 x 24 jam

Hari kedua

1. tambahkan 5 tetes reagens methyl red ke dalam tabung MR-MP

2. Laporkan hasil nya.

Uji bersifat positif bila kaldu berwarna merah setelah penambahan reagens methyl red .

Uji negatif bila kaldu MR-MV berubah menjadi kuning atau jingga setelah penambaha reagens.

4.3 Uji VOGES-PROSKAUERUji ini digunakan untuk mengidentifikasi mikroorganisme yang melaksanakan fermentasi 2,3 butanadiol. Bila memfermentasikan karbohidrat menjadi 2,3 butanadiol sebagai produk utama, akan terjadi pennumpukan bahan tersebut dalam media pertumbuhan. Penambahan 40% KOH dan 50% larutan alphanaphtol dalam etanol dapat menentukan adanya asetoin yaitu senyawa pemua dalam sintesis 2,3 butanadiol. Pada penambahn KOH adanya asetoin ditunjukan dengan adanya perubahan warna kaldu enjad merah muda. Perubahan warna diperjelas dengan perubahan warn aalpha naphtol.

Uji voges proskauersebenarnya merupakan uji tidak langsung ntuk megetahui adanya 2,3 butanadiol. Asetoin adalah senyawa pendahhulu dan selalu didapatka secera serentak sehingga uji VP abash untuk menentukan adanya 2,3 butanadiol.

Bahan yang diperlukan ;

Biakan : Escherechia coli

Enterobacter aerogenes

Kaldu MR-MV (Methyl Red Voges Proskauer )

Larutan 40 % KOH

Larutan 5 5 alpha-naphtol

Cara mengerjakan :

Hari pertama :

1) Tandai kaldu MR-MV dengan biakan bakteri iyang digunakan.

2) Inokulasi kaldu MR-MV dengan biakan bakteri.

3) Inkubasikan dalam 35 0C selama 24 48 jam.

Hari kedua

1. tambahkan 10 tetes larutan 40 % KOH dan 15 tetes larutan alpha-naphtol dalam kaldu MR-MV.kocok tabung sehingga kaldu terlihat berbuih. Pengocokan dengan baik meningkatkan aerasi sehingga terjadi paningkatan oksidasi 2,3 butanadiol menjadi asetoin dan memperjelashasil reaksi uji ini. Hasil reaksi dapat trelihat paling lambat setelah 30 menit.

2. laporkan hasilnya.

Uji bersifat posotof bila kaldu berwarna merah dalam waktu 30 menit setelah penambahan reagens.

Uji bersifat negatif bila kaldu MR-MV tidak memperlihatkan perubahan warna setelah penambahan reagens.

4.4 Uji Oksidase Uji ini berfungsi untuk menentukan adanya oksidasesitokrom yang ditemukan pada mikroorganisme tertentu. Uji ini berguna dalam identifikasi mikroorganisme pathogen. Seperti misalnya Neisseria gonorrhoea dan Pseudomonas aeruginosa. Kedua bakteri ini memberikan hasilpositif dalam uji oksidase. Bila koloni bakteri yang bersifat oksidase positif diberi reagen oksidase, maka warna koloni berbah menjadi hitam dalam waktu 30 menit. Perubahan wara ini disebabakan oksidase sitokrom mengoksidasikan larutan reagens. Reagens yang dioksidasi berwarna hitam, namun bila terjadi reaksi reduksi, tidak terjadi perubahan warna. Bahan yang diperlukan :

Escherichia coli

Enterobacter aerogenes

Kaldu MR-MV (methyl red- voges proskauer)

Cara mengerjakan :

Hari pertama

4. Tandai tabung kaldu MR-MV dengan biakan bakteri yang digunakn

5. Inokulasi kaldu MR-MV dengan biakan bakteri.

6. Inkubasikan dalam 35 0C selama 5 x 24 jam

Hari kedua

3. Tambahkan 5 tetes reagens methyl red ke dalam tabung MR-MP

4. Laporkan hasil nya.

Uji bersifat positif bila kaldu berwarna merah setelah penambahan reagens methyl red .

Uji negatif bila kaldu MR-MV berubah menjadi kuning atau jingga setelah penambaha reagens.

4.5 Uji Katalase

Katalase adalah enzim yang mengkatalasisakan penguraian hidroge peroksida menjadi air dan O2. hydrogen peroksida bersifat toksik terhadap sel karena bahan ini menginativasikan enzim dalam sel. Hydrogen peroksida tetrbentuk sewaktu metabolisme aerob,sehingga mikroorganisme yang tumbuh dalam lingkungan aerob harus menuraika bahn toksik tersebut. Katalase adalah salah satu enzim yang digunakan mikroorganisme untuk menguraikan hydrogen peroksida adalah peroksidase. Pada penguraian hydrogen peroksida oleh peroksidase tidak dihasilkan oksigen.

Uji katalase berguna dalam identifikasi kelompok bakteri bentuk kokus, uji katalase digunakan untukmembedaka Staphylococus dan Streptococus. Kelompopk Streptococus bersifat katalase-positif.

Penentuan adanya katalase diuji dengan larutan 3% H2O2 pada koloni terpisah. Pada bakteri yag ersifat katalase positif terlihat pembentukan gelembung udara sekitar kolon. Reasi kmiawi yang dikatalisiskan oleh enzim katalase terlihat berikut ini:

H2O2 H2O + O2 Katalase gelembung udara

Bahan yang diperlukan :

Biakan : Streptococcus faecalis

Staphylococcus epidermidis

Larutan 3 % H2O2

Cara mengerjakan :

1. Tambahkan beberapa tetes reagens pada koloni terpisah S.epidermidis. lakukan hal yang sama dengan S.faecalis. katalase positif ditandai oleh pembentukan gelembung udara pada koloni dan sekitarnya.

2. Laporkan hasil pengujian4.6 Uji Reduksi Nitrat

Beberapa organisme mampu menggunakan molekul buakan bukan oksigen sebagai akseptor electron terakhir. Bila akseptor electron terakhir ini bukan merupakn oksigen maka mikroorganisme tersebut melaksanakan respirasi anaerobic dengan menggunakan nitrat. Nitrat ini dirduksi menjadi nitrit.

Kemampua mikroorganisme mereduksi nitrat dapat digunakan sebagai cirri dalam identifikasi bakteri. Escherichia coli dan Pseudomonas aeruginosa mampu menggunakan nitrat sebagai akseptor electron terakhir. Escherichia coli mereduksinya menjadi nitrit sedangkan Pseudomonas aeruginosa mampu mereduksinya lebih lanjut menjadi N2.

Uji nitrat dilakukan dengan menumbuhkan mikroorganisme dalam kaldu nutrient yang mengandung 0,5% KNO3 dan tabung durham.setelah masa inkubasi diperhatikan adanya gas dalam tabung durham dan nitrit dalam media. Gas yang terperangkap merupakan camouran gas N2 dan CO2. gas N2 berasal dari penguraian sempurna nitrat sedangkan CO2 berasal dari respirasi anaerobic. Keberadaan nitrit dalam media dapat diuji dengan asam sulfanilat dan alphanaphtylamin. Nitrit dalam media biakan akan bereaksi dengan kedua bahan tersebut dan terlihat sebagai perubahan warna menjadi merah atau merah muda.

Alphanaphtylamin bersifat karsinogenik sehingga asam sulfanilat dan alphanaphtylamin dapat diganti dengan asam sulfamat. Asam sulfamat ( 4 gram asam sulfamat dalam 100 ml 20% H2SO4 ) dalam media yang mengandung nitrit menyebabkan pembentukan gelembung gas N2.sebagai hasil reduksi nitrat menjadi nitrit.

Bahan yang diperlukan :

Biakan : Escherichia coli

Pseudomonas fluorescens

Staphylococcus epidermidis

Kaldu nitrat (nutrient broth yang mengndung 0,5 % KNO2)

Asam sulfanilat

Larutan alpha-naphtiamin Cara mengerjakan :

Hari pertama

1. Beri tanda pada tabung kaldu dengannama, tanggal, dan biakan mikroorganisme yang diinokulasikan. Gunakan tabung kontrol untuk melihat pembentukan gas dalam tabung durham.

2. Inokulasikan tabung nitrat kecuali tabung kontrol.

3. Inkubasikan pada suhu 35 0C.

Hari kedua

1. Perhaikan adanya petumbuhan dalam biakan kaldu yang diinokulasi; tabung konrol harus tetap bersih.

2. Perhatikan adanya pembentukan gas dalam tabung Durham.

3. Tambahkan 1 ml asam sulfanilat dan 1 ml alpha-naftilamin kedalam tabung biakan. Perhatikan adanya perubahan adanya perubahan warna setelah penambahsn reagens.perubahan warna menunjukkan bahwa nitrst direduksikan menjadi nitrit dan terjadinya proses respirasi anaerobik. Pada tabung yang tidak menunjukkan warna, tambahkan bubuk Zn untuk mwlihat reduksi nitrat menjadi amonium. Bila didapatkan nitrat dalam medium, maka kaldu berubah menjdai merah muda atau merah karena Zn mereduksi nitrat menjadi nitrit, nitrit in bereaksi dengan reagens sehingga terjadi warna merah.

4. Laporkan hasil pengujian.4.7 Uji Indol

Asam amino triptofan merupakan komponen asam amino yang lazim terdapat pada protein, sehingga asam amino ini dengan mudah dapat digunakan oleh mikroorganismeakibat penguraian protein.bakteri seperti E.coli mampu menggunakan triptofan sebagai karbon.

E.coli menghasilkan enzim triptofan yang mengkatalisikan penguraian gugus indol dan triptofan. Dalam media biaka indolmenumpuk sebagai produk buangan sedangkan sebagian lainnya dari molekul triptofan yang dapat memenuhi kebutuhan zat hara mikroorganisme.

Pembentukan indol dari triptofan oleh mikroorganismedapat diketahui dengan meumbuhksnnys dalam mdia biakan yang kaa dengan triptofan.triptofan biasanya diberikan dalam bentuk tripton.yaitu suatu polipeptida yang kaya dengan reidu tiptofan. Penumpukan indol dalam media dapat diketahui dengan penambahn berbagai reagens. Yang akan bereaksi dengan indol dan menghasilkan senyawa yang tidak larut dalam air dan berwarna merah dalam permukaan medium.

Untuk ui ini digunakan media semi padat yang kaya akan triptofan. Untuk melihat adanya indol dapat digunakan beberapa reagens yaitu Kovacs,Gore,Ehrlich.

Media untuk melihat pembentukan indol yang digunakan dilaboratorium brersfat semi padat, oleh karena itu dapat digunakan juga untuk melihatpergerakan bakteri. Jika bakteri bergeraka akan terlihat pertumbuhan disekitar tusukan dan juga permukaan media.media indol diinokulasikan dengan menusukkan jarum kedalam media semi padat.

Bahan yang diperlukan :

Biakan : E.coli

Enterobacter aerogenes

Proteus vulgaris

Biakan semi padat yang kaya triptofan.

Reagens utnuk melihat pembentukan indol

Cara mengerjakan :

Hari pertama

1. Tandai tabung dengan nama, tanggal, dan mikroorganisme yang digunakan.

2. Inokulasi biakan semi-padat dengan cara menusukkan jarum sampai pada kedalaman bagian dari permukaan media.

3. Inkubasikan pada suhu 350C selama 24-48 jam.

Hari kedua

1. Tambahkan reagens Ehrlich-Bohme ke dalam biakan semi-padat. Penumpukan indol dalam media ditandai oleh warna merah pada permukaan media beberapa menit setelah penambahan reagens.

2. Gambar pertumbuhan mikroba pada media semi solid.

3. Laporkan hasil pengujian

Uji Ehrlich-Bohme

Cairan A : para-metil-benzaldehida dalam alkohol 96%

Cairan B: cairan kalium persulfat jenuh (K2S2O3)

Reagens diteteskan ke ats biakan sebanyak 10-12 tetes, jika terdapat pembentukan indol akan terlihat warna merah/merah muda pada bagian atas media biakan4.8 Uji Hidrogen Sulfida

Banyak protein kaya akan asam amino sisitein dan methionin. Asam amino dihasilkan untuk memenuhi kebutuhan zzat hara. Adanya pengraian asam amino ditunjukan dengan adanya pembentukan asam sulfide.

Mikrooganisme yang menghasilakn asamsulfida dibiakan dalam media yang kaya dengan asam amino. Fe3+ yang terdapat dalm meia beraksi dengan H2S dan menghasilkan senyaa FeS yang berarna hitam dan tidak larut dalam air.

Produksi asam sulfide dapat terlihat dengan menggunakan media yag mengandung sulfur dan ion Fe2+

Media yang digunakan adalah TSIA (Triple Sugar Iron Agar).terutama digunakan untuk identifikasi bakteri gram negative. Media ini mengandung 3 macam gula yaitu glukosa, laktosa dan sukrosa, indicator merah fenol dan FeSO4 untuk memperlhatkan pembentukan H2S yangditunjukan dengan adanya endapan hitam. Konentrasi glukosa adalah 0,1 dari konsentrasi laktosa aatau sukrosaagar fermentasi glukosa dapatterlihatreaksi dilihat setelah 24-4 8 jam.

Reaksi yang dapat terlihat pada TSIA :

Butt bersifat asam (kuning)

Slant bersifat basa (merah)Glukosa difermentasikan

Pada seluruh media terlihat pembentukan asam. Seluruh media berwarna kuning. Pembentukan gas dibagian butt, media kadangkala terpecahLaktosa atau sukrosa atau keduanya difermentasikan.

Pembentukan gas, misalnya H2 dan CO2

Endapan hitam dibagiana buttPembentukan H2S

Seluruh media berwarna merah, bagian butt dan slant berwarna merahKetiga macam gula tidak difermentasikan

4.9 Uji Dekarboksilase Lisin

Dekarboksilasi merupakan proses penguraian gugus karboksil dari suatu molekul organik. Proses dekarboksilasi asam amino lazimnya menghasilkan CO2 ; molekul yang telah didekarboksilasikan digunakan dalam sebagai pemuka dalam sintesis berbagai komponen.

Proses dekarboksilasi asam amino seringkali juga digunakan untuk menetralisasikan lingkungan asam. Sewaktu proses fermentasi mikroorganisme sering menghasilkan hasil sampingan yang bersifat asam yang dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Enzim dekarbiksilase mengenyahakan gugus asam dari gugus asam amino dan menghasilkan amina yang menyebabkan media pertumbuhan bersifat basa. Proses dekarboksilasi lisin dapat diketahui dengan menumbuhkan mikroorganisme dalam biakan yang mengandung lisin. Krbohidrat yang dapat difermentasikan (glukosa) dan indicator pH untuk melihat perubahan pH. Lazimnya indicator pH yang digunakan adalah brom cresol purple (BCP). Asam yang dihasilkan dari proses fermentasi glukosa akan menurunkan pH media biakan dan menyebabkan perubahan warna dari indicator pH.dari ungu menjadi kuning. Dalam suasana asam ini proses dekarboksilasi lisin dapat berlangsung sehingga terjadi pembentukan amin yang menetralisasikan suasana asam media pertumbuhan mikroorganisme. Proses netralisasi asam ini terlihat sebagai perubahan warna dari kuning menjadi ungu seperti sediakala; perubahan warna menjadi ungu ini menunjukan bahwa lisin mengalami dekarboksilasi

Uji dekarboksilasilisin merupakan salah satu uji yang digunakan dalam pencirian mikroorganisme. Terutama yang menempati saluran pencernaan.

Bahan yang diperlukan :Biakan : Eterobacter aerogenes

Citrobacter freudi

Kaldu dekarboksilase lisin yang mengandung lisin (LDC)

Kaldu dekarboksilase tanpa lisin (LDC)

Cara mengerjakan :

Hari pertama

1. Beri tanda pada tabung LDC dan DC dengan nama, tanggal, dan mikroorganisme yang digunakan.

2. Innokulasi tabung LDC dan DC.

3. Lapisi media biakan yanh telah diinokulasi dengan 1 ml minyakmineral yang telah disterilkan. Gunakan ipet pasteur untuk mengalirkan minyak kedalam tabung. Perhatikan bahwa ujung pipet tidak menyentuh media biakan yang telah diinokulasi.

4. Inkubasi pada suhu 350C selama 48 jam.

Hari kedua

1. Perhatikan adanya perubahan warna dalam media biakan. Dekarboksilasi lisin ditunjukan oleh warna ungu dalam kaldu LDC dan warna kuning tabung DC. Bila tabung LDC berwarna kuning, maka lisin mungkin tidak dikarboksilasikan. Bila tabung LDC dan DC berwarna ungu , maka lisin tidak diddkarboksilasikan, karena mikroorganisme ttidak menghasilkan asam dari fermentasi glukosa enzim dekarboksilase lisin tidak diaktivasikan. Kadangkala mikroorganisme dapat mereduksikan BCP sehingga terjadi perubahan warna dari ungu menjdai tidak berwarna. Perubahan warna media ini harus diukur dengan menggunakan kertas indikator pH.

2. Laporkan hasil pengujian.4.10 Uji IMViCUntuk membedakan Enterobacter aerogenes dan Escherichia coli dilakukan Uji IMVIC yang terdiri dari uji-uji : Indol-Methyl red-Voges Proskeur-Citrat.

Kedua mikroorganisme tersebut akan memberikan hasil sebagai berikut :

I M Vi C

E. coli

+ + - -

A. aerogenes

- - + +

4.11 Uji Hidrolisis Gelatin

Gelatin adalah protein yang diperoleh sewaktu mereus tulang, tulang rawan atau tenunan ikat hewani lainnya. Protein ini bila didinginkan membentuk gel, mikroorganisme tertentu mampu menguraikan molekul sehingga asam amino yang dihasilkan dapat digunakn sebagi zat hara. Hidrolisis gelatin oleh mikroorganisme dikatalisis oeh eksoenzim yang disebut gelatinase. Gelatin yang telah dicerna tidak mampu membentuk gel dan bersifatcair. Kemampuan untuk mencernakan gelatin dapat digunakan dalam penirian mikroorgansme. Sebagai contoh Serratia marcecens dapat dibedakan dari Klebsiella pneumonia atau E. coli berdasarkan kemampuan mencernakan gelatin untuk mengetahui sifatpatogen galur mukrooranisme karena sering kali dikaitkan engan produksi enzim untuk menguraikan bahan pengikat, tenunan untuk memudahkan penyebaran mikroorganisme.

Dalam laboratorium, pencairan gelatin di uji dengan cara menusukkan mikroorganisme yang akan di uji ke dalam media semi padat yang mengandung nutrient broth dan gelatin. Media ii di inkubasi dan di amati kemampuan mikroorganisme mencairkan glatin. Pada suhu 350C, gelatin dapat mencairjika di iokulasi dengan mikroorganime yang mamou maupun yang tidak mampu mencairkan gelatin. Berdasarkan hal tersebut gelatin harus di masukkan dalam lemari es selam 30 menit untuk mengetahui kemampuan mikroorganisme mencairkan gelatin. Bila mikroorganisme mampumencerna gelatin, maka meia semi padat tetap bersifat cair Setelah dikeluarkan dari lemari es. Sebaliknya bila mikrooranisme tidak mampu mencerna gelatin maka media semi padat gelatin membeku kembali setelah dikeluarkan dari lemari es.

Bahan yang diperlukan :

Biakan : Escheria coli

Bacillus subtilis

Seratina marcesccens

Media biakan gelatin

Cara mengerjakan :

Hari pertama

1. Tandai tabung dengan gelatin dengan nama, tanggal, dan mikroorganisme yang diiujikan.

2. Media diinokulasi dengan cara menusukan mikoorganisme yang diujikan sedalam bagian dari lapisan permukaan.

3. Inkubasikan pada suhu 350C selama 24 jam.

Hari kedua

1. Amati petumbuhan dalam media gelatin, kemudian masukkan tabung dalam lemari es selama 30 menit.

2. Amati pencairan gelatin setelah dikeluarkan dari lemari es. Pancairan gelatin dapat dilihat dengan memiringkan tabung. Bila gelatin tetap dalam keadaan cair, maka mikroorganisme mampu mencernakan atau menghidrolisiskan gelatin. Beberapa mikroorganisme mampu mencernakan gelatin namun memerlukan waktu yang lama. Ini berarti bahwa medium gelatin harus diinkubasikan kembali selama 1 minggu sebelum dapat dinyatakan bahwa hasil pengujian bersifat negatif

3. laporkan hasil pengujian.4.12 Uji Hodrolisis Urea

Beberapa mikroorganisme mampu menhasilkan urease yang menguraikan urea menjadi ammonium dan CO2.aktifitas enzim urease ini dapat diamati dengan menumbuhkan mikroorganisme dalam media biakan yang mengandung urea dan indicator pH (biasanya phenol red).Bila urea dihidrolisiskan,NH4+ terakumulasi dalam media biakan dan menyebabkan pH media menjadoi basa. Perubahan warna dari merah jingga menjadi merah unggu merupalkan petunjuk terjadinya hidrolisis urea.

Urea bersipat labil,sehingga media urea tidak dapat disterilisasikan dengan autoklaf.sterilisasi dilakukan dengan filtrasi.

Bahan yang diperlukan :

Biakan : Escherichia coli

Proteus vulgaris

Media biakan agar urea (miring)

Cara mengerjakan :

Hari pertama

1. Tandai tabung dengan nama, tanggal dan mikroorganisme yang diuji.

2. Inokulasi agar miring dengan mikroorganisme.

3. Inkubasi pada suhu 35 0C selama 48 jam.

Hari kedua

1. Amati perubahan warna dari merah jingga menjadi merah ungu. Nila perubahan warna sulit diamati karena pertumbuhan yang subur pada permukaan agar miring, bandingkan bagian slant dengan bagian butt.

2. Laporkan hasil pengujian.4.13 Uji Penggunaan Sitratsitrat digunakan untuk melihat kemampuan mikroorganisme menggunakan sitra sebagai satu-satunya sumber karbon dan energi. Untuk uji ini dapat digunakan medium sitrat-koser berupa meium cair atau sitrat-simon berupa medium padat. Yaitu merupakan medium sintetik dengan na sitrat sebagi satu-satunya sumber karbon, NH4+ sebagai sumber N dan brom thymol blue sebagai indicator pH, sedangkan medium sitrat koser tidak mengandung indicator. Bila mikroorganisme mampu menggunakan sitra maka asam akan dihilangkan dari medium biakan sehingga meningkatkan pH dan mengubah warna medium dari hijau menadi biru. Perubahan warna dari hijau menjadi biru menunjukan bahwa mikroorganisme mampu menggunakan sitrat sebagi sumber karbon. Edangkan padamedium sitrat kser kemampuan mengguanakan sitrat ditunjukan oleh kekeruhan yang menandakan adanya pertumbuhan.

Bahan yang diperlukan :

Biakan : Escherichia coli

Enterobacter aerogenes

Proteus vulgaris

Pseudomonas aeruginosa

Media biakan Simmons citrate agar

Cara mengerjakan :

Hari pertama

1. Tandai tabung Simmons citrate agar dengan nama, tanggal, dan nama mikroorganisme yang diuji.

2. Inokulasi tabung agar dengan inokulum yang tipis.inokulum yang tebal kadangkala menyebabkan mikroorganisme seakan-akan dapat tumbuh dalam Simmons citrate agar, sehingg hasil pengujian dapat memberikan hasil yang tidak benar.

3. Inkubasi pada suhu 35 0C selama 48 jam.

Hari kedua

1. Perhatikan perubahan warna dengan melihat pertumbuhan dan perubahan warna dari hijau ke biru.

2. Laporkan hsil pengujian.

BAB V

ANTIMIKROBIAL

5.1 Pengertian AntimikrobialPeptida antimikrobial adalah komponen yang telah berevolusi dan terdapat secara permanen pada sistem respon kekebalan bawaan dan ditemukan di seluruh kelas kehidupan. Perbedaan mendasar terdapat pada sel prokariot dan eukariot, yaitu yang merupakan target dari peptida antimikrobial. Peptida ini merupakan spektrum antibiotik yang luas. Peptida antimikrobial terbukti mampu membunuh bakteri gram positif dan bakteri gram negatif, termasuk strain yang yang resisten terhadap antibiotik konvensional, mycobacteria, virus yang terbungkus kapsul, jamur, dan bahkan sel kanker. Tidak seperti kebanyakan antibiotik konvensional, peptida antimikrobial dapat meningkatkan kekebalan dengan berfungsi sebagai immunomodulator.

Peptida antimikrobial unik dan terbagi dalam beberapa kelompok molekul yang terbagi lagi menjadi beberapa subkelompok berdasarkan komposisi dan struktur asam aminonya. Peptida antimikrobial umumnya terdiri dari 12 hingga 50 asam amino. Peptida ini termasuk dua atau lebih residu bermuatan positif dari arginin, lisin, histidin, dan residu hidrofobik. Struktur sekunder dari molekul ini terdiri dari 4 macam, yaitu alpha helical, beta stranded, beta hairpin, dan extended. Banyak peptida ini tidak terstruktur pada larutan bebas, dan terlipat menjadi konfigurasi akhirnya sepanjang penempatannya pada membran biologis. Peptida ini mengandung residu asam amino hidrofilik terbentang pada satu sisi sedangkan asam amino hidrofobik terbentang pada sisi yang berlawanan. Sifat ini memudahkan penempatan pada dua lapis membran lipid. Kemampuan untuk berasosiasi dengan membran adalah sifat asli dari peptida antimikrobial, meski permeabilisasi membran tidak diperlukan. Peptida ini memiliki berbagai aktivitas antimikrobial berkisar pada membran sel hingga sitoplasma.

Terdapat berbagai tipe peptida antimikrobial. Tipe pertama, yaitu peptida anionik, peptida ini kaya akan asam glutamat dan asam aspartat. Contohnya yaitu Maximin H5 yang terdapat pada amfibi, dan Dermcidin pada manusia.

Tipe kedua, yaitu peptida alpha helical kationik linear. Ciri utama dari peptida ini adalah minimnya kandungan sistein. Contohnya adalah Cecropin, Andropin, Moricin, Ceratotoxin, dan Melittin pada serangga, Magainin, Dermaseptin, Bombinin, Brevinin-1, Esculentin, dan Buforin II pada amfibi, CAP18 pada kelinci, LL37 pada manusia, dan sebagainya.

Tipe ketiga adalah peptida kationik yang diperkaya dengan asam amino spesifik. Ciri utama dari peptida ini adalah kaya akan prolin, arginin, fenilalanin, glisin, dan triptofan. Contohnya adalah Abaecin dan Apidaecin pada lebah madu, Prophenin pada babi, Indolicidin pada sapi ternak.

Tipe keempat adalah Peptida kationik dan anionik yang mengandung sistein dan membentuk ikatan disulfida. Ciri utamanya adalah mengandung ikatan disulfida sebanyak setidaknya 1 hingga 3 ikatan. Contohnya adalah Brevinin, Protegrin pada babi, Tachyplesin pada kepiting tapal kuda, Defensin pada manusia, Drosomycin pada lalat buah5.2 Aktivitas Antimikrobial

Macam pergerakan dari peptida antimikrobial dalam membunuh bakteri bervariasi. Kegiatan ini termasuk menghancurkan membran, mengganggu metabolisme, dan mengincar komponen sitoplasma. Kontak awal antara peptida dan organisme target adalah bersifat elektrostatik karena sebagian besar permukaan bakteri adalah anionik. Komposisi asam amino, sifat amfifatik, muatan kationik, dan ukuran memudahkan pepida antimikrobial dalam menempel dan masuk ke dalam membran untuk membentuk celah menuju ke dalam sel dengan berbagai mekanisme. Selain dengan cara itu, peptida antimikrobial juga dapat masuk ke dalam sel secara langsung untuk mengikat molekul intraseluler yang penting bagi sel hidup. Pengikatan intraseluler termasuk menghalangi sintesis dinding sel, perubahan membran sitoplasma, aktivasi autolisin, menghalangi DNA, RNA, dan sintesis protein, dan menghalangi enzim tertentu. Namun, di banyak kejadian, mekanisme sebenarnya dari peptida antimikrobial dalam membunuh bakteri belum diketahui. Berlawanan dengan berbagai antibiotik konvensional, peptida ini bekerja sebagai bakteriosida (pembunuh bakteri) dari pada bakteriostatik (penahan pertumbuhan bakteri). Secara umum, aktivitas peptida antimikrobial bergantung pada konsentrasi inhibitor. Semakin rendah konsentrasi inhibitor, semakin tinggi kinerja pepida antimikrobial.5.3 Aktivitas Imunomodulatori

Sebagai tambahan dalam membunuh bakteri secara langsung, peptida antimikrobal telah terbuki memiliki sejumlah fungsi imunomodulator yang dapat terlibat dalam pembersihan infeksi, termasuk kemampuan untuk mengubah sifat gen bakteri, bertindak sebagai chemokine atau menginduksi terjadinya proses produksi chemokine, menghalangi lipopolisakarida yang mengakibatkan terbentuknya sitokin pro-inflammatory, dan sebagainya.5.4 Potensi Terapi

Peptida antimikrobial adalah kandidat yang sangat baik untuk pengembangan medium dan komplemen terapi yang penting dibandingkan dengan terapi antibiotik konvensional. Hal ini dikarenakan peptida antimikrobial tidak mengakibatkan resistansi bakteri selayaknya antibiotik yang dapat terjadi pada berbagai keadaan. Peptida antimikrobial beraksi sebagai bakteriosida, bukan bakteriostatik, sehingga hanya membutuhkan sedikit waktu untuk melakukan kontak dengan bakteri dan membunuhnya. Sejumlah peptida dan turunannya yang ada secara alami telah berkembang sebagai terapi anti infeksi baru untuk berbagai kondisi seperti oral muscositis, infeksi paru-paru yang berasosiasi dengan cystic fibrosis, kanker, dan infeksi kulit tropis5.5 Selektivitas Peptida Antimikrobial

Dalam kompetisi sel bakteri dan sel yang terinfeksi dengan peptida antimikrobial, peptida antimikrobial lebih memilih berinteraksi dengan sel bakteri dibandingkan dengan sel mamalia yang membuat mereka mampu membunuh mikroorganisme tanpa membuat kerusakan berarti pada sel mamalia. Selektivitas adalah sifat yang sangat penting dari peptida antimikrobial dan dapat menjamin fungsi kerja mereka. Sesungguhnya, peptida antimikrobial cukup beracun jika berinteraksi pada sel mamalia, namun dengan adanya sifat selektivitas merupakan keuntungan berarti bagi sel mamalia.

Faktor yang mempengaruhi selektivitas peptida antimikrobialTerdapat beberapa faktor yang berhubungan erat dengan sifat selektivitas dari peptida antimikrobial, dan sifat kationik berkontribusi cukup besar. Akibat dari permukaan membran bakteri yang bermuatan lebih negatif dari pada sel mamalia, peptida antimikrobial akan menunjukkan perbedaan afinitas terhadap membran bakteri dan membran sel mamalia.

Terdapat faktor lain yang mempengaruhi selektivitas peptida antimikrobial. Telah diketahui secara umum bahwa kolesterol tersebar secara luas pada membran sel mamalia sebagai bahan penstabil membran, namun tidak terdapat pada membran sel bakteria. Keberadaan kolesterol ini mengurangi aktivitas peptida antimikrobial, sehingga keberadaan peptida antimikrobial melindungi sel mamalia dari serangan peptida antimikrobial.

Selain itu, potensial transmembran diketahui mempengaruhi interaksi lipid-peptida. Terdapat potensial transmembran negatif-dalam yang ada dari lapisan terluar hingga terdalam dari membran sel dan hal ini memfasilitasi permeabilisasi membran yang mungkin dengan mempermudah insersi dari peptida bermuatan positif menuju membran. Untuk perbandingan, potensial transmembran dari sel bakteri lebih negatif dari pada sel mamalia normal, sehingga peptida antimikrobial akan lebih cenderung untuk menyerang membran sel bakteri karena muatan positif dari peptida antimikrobial.

Diyakini juga bahwa peningkatan kekuatan ionik, yang secara umum mengurangi aktivitas peptida antimikrobial berkontribusi secara parsial terhadap selektivitas peptida antimikrobial dengan memperlemah interaksi elektrostatik yang dibutuhkan untuk interaksi awal.5.6 Mekanisme Selektivitas

Membran sel bakteri kaya akan asam fosfolipid, seperti fosfatidilgliserol dan cardiolipin. Kelompok fosfolipida ini sangat bermuatan negatif, karena itulah lapisan terluar dari bilayer yang terekspos ke luar membran bakteri sangat atraktif terhadap serangan peptida antimikrobial yang bermuatan positif. Interaksi ini terutama terjadi karena interaksi elektrostatik, yang merupakan pengendali utama dari pengikatan seluler. Aktivitas antar permukaan hidrofobik juga berperan meski cukup kecil.

Berlawanan dengan itu, lapisan terluar dari membran tanaman dan mamalia tersusun atas lipid yang bermuatan total hampir sama dengan nol karena lipid yang bemuatan negatif tersusun di dalam lapisan dalam membran. Pada kasus se mamalia, permukaan terluar membran umumnya terbuat dari fosfatidilkolin dan sphingomyelin zwiterionik, meski sedikit bagian dari membran terluar mengandung gangliosida yang bermuatan negatif. Interaksi hidrofobik antara permukaan hidrofobik dari peptida antimikrobial amfipatik dan fosfolipid zwiterionik pada permukaan sel memainkan peranan penting dalam menciptakan formasi ikatan peptida-sel. Namun, interaksi hidrofobik relatif lemah dibandingkan dengan interaksi elektrostatik, sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa peptida antimikrobial akan memilih berinteraksi dengan membran bakteri.

5.7 Resistensi Bakteri

Bakteri menggunakan berbagai strategi resistansi untuk menghindari proses pemusnahan yang dilakukan peptida antimikrobial. Beberapa mikroorganisme mengubah muatan total permukaan tubuhnya. Staphylococus aureus memindahkan D-alanin dari sitoplasma ke permukaan asam teichoic untuk mengurangi total muatan negatif. S. aureus juga memodifikasi membran anionik melalui MprF dengan L-lisin, meningkatkan total muatan positif. Interaksi peptida antimikrobial dengan target membran bisa dibatasi dengan kapsul polisakarida dari Kleibsiella pneumoniae. Perubahan juga terjadi pada lipid A dari spesies Salmonella, mengurangi tingkat fluiditas dari membran terluar mereka dengan meningkatkan interaksi hidrofobik antara sejumlah ekor asil Lipid A dengan menambahkan miristat ke Lipid A dengan 2 hidroksimiristat dan membentuk heptaasilat Lipid A dengan menambahkan palmitat. Penambahan jumlah momen hidrofobik diyakini untuk memperlambat atau menghentikan insersi peptida antimikrobial dan pembentukan celah. Residu ini mengalami perubahan di protein membran. Di beberapa bakteri gram negatif, perubahan terhadap produksi protein membran berhubungan dengan resistansi terhadap proses pemusnahan peptida antimikrobial. Bakteri juga memproduksi enzim proteolitik yang mendegradasi peptida antimikrobial.

BAB VIANALISIS ANTIBIOTIK (ANTIMIKROBIAL)6.1 Pengertian AntibiotikIstilah antibiotik untuk pertama kali digunakan oleh Waksman (1945) nama dari suatu golongan substansi yang berasal dari bahan biologis yang kerjanya antaonistik terhadap mikroorganisme. Istilah itu berarti melawan hidup. Dengan kata lain maksud dari antibiotik adalah zat yang dihasilkan oleh organisme (mikroorganisme) hidup, yang dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme lain, bahkan dapat memusnahkannya.

Banyak antibiotik yang berasal dari mikroorganisme, beberapa dihasilkan oleh spesies fungi biasa, misalnya Penisilin; tetapi kebanyakan diperoleh dari bermacam-macam bakteri yang menyerupai fungi (mold like). Sedikit sekali yang dihasilkan oleh bakteri asli, kecuali yang berasal dari spesies Bacillus. Antibiotik berbeda sekali dalam susunan kimianya, cara kerja dan spektum aktivitasnya.6.2 Resistensi Terhadap Obat

Di antara sejumlah besar sel-sel bakteri dari suatu spesies yang menginfeksi penderita dapat ditemukan muatan-muatan dengan susunan enzim yang tidak dapat dibasmi oleh obat mikrobiostasis seperti sulfonamide. Jadi bila obat ini ada, muatan-muatan itu akan tumbuh subur sedangkan sel-sel bakteri lainnya dimusnahkan oleh obat tersebut. Hal tersebut menyebabkan timbuknya suatu populasi baru yang resisten terhadap sulfanamida dan membahayakan penderita dan orang-orang yang berkontak dengan mikroorganisme ini dari penderita itu.

Pada beberapa kondisi mikroorganisme lain yang biasanya sessitif terhadap penisilin, yaitu stafilokokus, dapat tergantung pada pembentukan suatu enzim ekstraseluler, penisilinase, yang dapat menghancurkan opbat tersebut. Muatan-muatan yang dapat menghasilkan enzim ini dapat hidup tanpa gangguan dalam keadaan dimana ada penisilinnya.

Di samping enzim yang dapat menghancurkan obat yang dihasilkan oleh mutasi, dapat pula timbul enzim semacam itu akibat kontak antara sel dan obat. Enzim ini dikenal sebagai enzim adaptif atau induksi. Mekanisme ketahanan (resistensi) terhadap obat ini tidak hanya ditemukan pada mikroorganisme, tetapi juga pada sertangga (misalnya resistensi nyamuk dan lalat terhadap insektisida), sehingga merupakan masalah yang besar dalam kemoterapi dan pengendalian hama.

Suatu keanehan lain ialah timbulnya galur yang tidak hanya resisten terhadap obat, tetapi di samping itu tergantung sepenuhnya pada obat terseb8ut. Kedua macam muatan ini rupanya tidak ada hubungan antara yang satu dengan yang lainnya, kecuali jika keduamya merupakn manifestasi fenomena mutasi. Mutan yang tergantung pada obat nyatanya tidak dapat hidup dan berkembang dengan baik, kecuali dalam lingkungan yang mengandung obat itu.

6.3 Standarisasi AntibiotikKekeuatan (potensi) Antibiotik yang diproduksi harus disesuaikan dengan International Standard Sample dan Satuan Internasional (International Unit).

Pada umumnya suatu contoh bahan baku internasional dari suatu ristalic mengandung sejumlah ristalic yang telah dimurnikan sebara teliti, baik terhadap kekuatannya maupun kereaktifannya. Misalnya Internasional Standard Sample dari tetrasiklin yang ditetapkan pada tahun 1960 adalah suatu preparat yang mengandung 500 mg tetrasiklin klorida yang telah sangat dimurnikan, yang dibuat oleh suatu pabrik di Amerika. Satuan internasional tetrasiklin itu ditentukan sebagai aktivitas kristallic yang terdapat dalam 1,01 ug standard sample; 1,01 ug adalah ekivalen dengan aktivitasnya dengan 1 ug preparat tetrasiklin kristal klorida murni.

6.4 Penentuan Kekuatan dan Sensitivitas AntibiotikAda beberapa cara untuk menentukan kekuatan preparat antibiotik. Penentuan ini biasanya dilakukan dalam laboratorium pengontrol di bawah pengawasan instansi pemerintah, misalnya di Amerika dilakukan FDA. Cara-cara penentuan ini biasanya dimuat dalam farmakope dari tiap negara. Pada pemeriksaan ini nsemua bahan-bahan yang digunakan, medium pembiakan, organisme uji, alat-alat harus menurut ketentuan yang telah dibakukan. Penentuan kekuatan ini dapat dilakukan dengan tujuan sebagai berikut :

a) Menghitung daerah penghambatan dalam lempeng agar dapat menentukan konsentarasi terkecil yang masih dapat menghambat pertumbuhan (Minimum Inhibitory Concentration, MIC).

b) Penentuan kesensitifan (sentivity test) dari suatu anti biotic terhadap organisme yang belum diketahui. Penentuan ini biasanya dilakukan di laboratorium rumah sakit, dan penting untuk melakukan terapi.

c) Untuk mengetahui konsentrasi antibiotic yang dapat tercapai dalam cairan tubuh atau jaringan.

6.5 Penentuan Konsentrasi Hambatan Tumbuh Minimum (KHTM)Ada dua cara penentuan, yaitu cara pengujian dalam lempeng medium pembiakan dan cara pengenceran dalam tabung pembiakan.

a) Cara Pengujian dalam Lempeng Medium Pembiakan

Suspensi dari bermacam-macam bakteri indikator dibuat dari biakan muda (18-20 jam). Suspensi ini ditanam dalam medium pembialkan padat yang mengandung konsentrasi tertentu zat antibakteri yang akan diuji. Penanaman dilakukan dengan membuat garis uji dari bermacam-macam bakteri indikator pada permukaan tiap lempeng medium pembiakan. Eramkan pada 37C selama 48 jam. Konsentrasi terendah dari zat antibakteri yang masih menghambat pertumbuhan suspensi bakteri indikator pada lempeng medium pembiakan adalah KHTM dari zat antibakteri tersebut terhadap bakteri indicator.

b) Cara Pengenceran dalam Tabung Pembiakan

Ke dalam tabung-tabung bulyon atau serum (serum sapi yang sebelumnya dihangatkan 56C) dimasukkan berbagai konsentrasi zat antibakteri. Tabung ini ditanam dengan sejumlah bakteri uji, dibenamkan pada 37C selama 48 jam. Pengamatan dilakukan dengan mata telanjang terhadap kekeruhan karena pertumbuhan.

Konsentrasi terendah dari tabung yang tidak tampak keruh menunjukan penghambatan pertumbuhan dan konsentrasi ini disebut penentuan konsentrasi hambatan tumbuh minimal.

Untuk memastikan pengamatan dengan mata telanjang dan untuk menunjukan sifat membunuh atau sifat menghambat pertumbuhan, tabung-tabung yang tampak bening (tidak keruh) di tanam pada lempeng medium pembiakan.

Subkultur dari tabung KHTM akan memperlihatkan tidak lebih dari beberaqpa koloni, sedangkan subkultur dari tabung yang lebih kecil dari KHTM memperlihatkan pertumbuhan subur. Tabung yang tidak memperlihatkan pertumbuhan menunjukkan konsentrasi zat antibakteri dengan aktivitas mematikan. Konsentrasi terendah yang tidak menunjukkan pertumbuhan disebut konsentrasi pembunuhan minimal, atau Minimal Cidal Concentration (MCC).

6.6 Penentuan Toksisitas Selektif Antibiotik

Bahan antimikrobial yang mampu menghamnbat atau mematikan berbagai mikroorganisme disebut anti microbial dengan kisaran luas (broad spectrum antimicrobial). Sebaliknya bahan antimicrobial yang dapat menghambat atu mematikan beberapa moikroorganisme disebut antimicrobial denngan kisaran sempit (narrow spectrum antimicrobial).

Dalam acara praktikum diperlihatkan bahan antimicrobial yang berkemampuan toksisitas selektif. Beberapa antimicrobial cerdaya kerja terhadap satu mikroorganisme tetapi tidak mempengaruhi mikroorganisme lainnya.

Bahan yang diperlukan:

Biakan TSB (Trypticase soy Broth) yang mengandung Stapylococcus epidermidis dan Saccharomyces cerevisiae (24 jam)

TSB yang mengandung 0,02 M sulanilamida

TSB yang menggandung 100 unit/ml penisilin

TSB yang mengandung 10 unit/ml mikostatin

Pipet 1ml

Cara mengerjakan:

Hari pertama

1. Inokulasi 3 tabung TSB yang mempunyai kandungan bahan antimicrobial berbeda dengan 0,1 ml biakan S. epidermidis (24 jam).

2. Lakukan hal yang sama dengan menggunakan 0,1 ml S. cerevisiae (24 jam).

3. Inkunasi pada suhu 35C selama 48 jam. Setiap kelompok antimikribial terdiri dari 3 tabung yang mengandung 0,03 M sulfanilamide, 100 unit/ml penisilin, 10 unit/ml mikrostatin.

Hari kedua

Kocok tabung, kemudian tentukan tabung yang menunjukan adanya pertumbuhan (+) atau tiddak adanya pertumbuhan (-). Laporkan hasilnya6.7 Aktivitas Obat obat Antimikroba

Pada mulanya diduga mekanisme akivitas antimikroba adalah antagonisme kompetitif, tetapi nyatanya antagonisme kompetitif jarang terjadi. Salah satu contoh yang berdasarkan atas kejadian ini ialah sulfonamida yang dapat menggantikan kedudukan Para-Animo Benzoic Acid (PABA) yang merupakan metabolit esensial dalm sintesis asam folat. Sulfonamida dalam srukturnya analog dengan PABA dan bersaing dengan PABA memnempatkan diri dalam pusat enzim yang aktif, sehingga terbentuk asam folat tetapi mencegah pertumbuhan bakteri.

Kebanyakan zat antimikroba yang efektif kerjanya mengganggu sintesis, penyusunan atau fungi komponen-komponen makromolekul sel, seperti penghambatan pembentukan dinding sel oleh polimiksin, penghambatan sintesis protein oleh kloramfenikol.

Di antara banyak factor yang mempengaruhi aktivitas antimikroba in vitro, hal-hal tersebut di bawah ini perlu diperhatikan, karena sangat mempengaruhi hasil-hasil pengujian.

1. pH Lingkungan

Beberapa macam obat lebih aktif dalam pH asam (misalnya nitrofurantoin), yang lain pada pH alkalis (misalnya streptomisin, sulfonamida).

2. Komponen-komponen Medium

Garam-garam sangat menghambat streptomisin. PABA dalam ekstrak jaringan adalah antagonis dengan sulfonamide. Protein serum mengikat penisilin dal jumlah yang berbeda-beda, dari 40% untuk metisilin sampai 96% untuk eksasilin. Metasilin adalah penisilin semisintetik yang diberikan melalui suntikan.

3. Stabilitas Obat

Pada suhu incubator, beberapa zat antimikroba kehilangan aktivitasnya. Klortetrasiklin cepat menjadi nonaktif dan penisilin lebih lamban, sedangkan streptomisin, kloramfenikol dan polimiksin B stabil untuk waktu lama.

4. Takaran Inokulum

Pada umumnya semakin besar inokulum bakteri, maka kesensitifan organisme akan semakin rendah. Populasi bakteri yang besar dapat menghambat tumbuhnya bakteri lebih kurang cepat dan kurang sempurna daripada populasi yang lebih kecil. Di samping itu, kemungkinan terjadinya muatan resisten adalah lebih besar.

Semakin besar inokulum, daerah hambat akan semakin lecil. Oleh karena itu, densitas dari inokulum harus disesuaikan sedemikian rupa, sehingga pertumbuhan koloni tampak bersatu dan tidak sebagai suatu filum yanmg bersinambungan.

Oleh karena itu hasil pengujian cara difusi berbeda berdasarkan pada jumlah dan kondisi lingkungan bakteri yang ditanam dan sukar dibakukan, maka perlu dievaluasi dengan cara membandingkan dengan pengujian kontrol yang menggunakan organisme baku yang telah diketahui sensitivitasnya.

5. Lamanya Inkubasi

Dalam banyak hal mikroorganisme tidak terbunuh dalam waktu kontak yang pendek tetapi hanya terhambat. Semakin lama berlanjutnya inkubasi semakin besar kemungkinan timbulnya mutan yang resisten, atau anggota populasi bermultiplikasi, karena obat itu terurai.

6. Aktivitas Metabolisme Mikroorganisme

Pada umumnya organisme yang sedang aktif dan cepat tumbuh lebih sensitif terhadap aktivitas obat daripada yang sedang berada dalam fase istirahat. Mikroorganisme yang sedang mempertahankan diri untuk tetap hidup (persister) dari segi metabolisme adalah nonaktif dan dapat bertahan dalam waktu lama dalam kontak dengan obat, meskipun organisme ini pada awalnya sangat sensitif terhadap obat tersebut6.8 Aktivitas Antimikroba In VivoAktivitas antimikroba in vivo lebih kompleks daripada in vitro, oleh karena yang terlibat dalam masalah ini tidak hanya obat dan parasit, tetapi ada faktor ketiga yaitu inang. Bermacam-macam interaksi penting telah dibicarakan terdahulu. Berikut ini adalah factor tambahan yang menjelaskan hubungan obat dengan parasit, dan inang dengan parasit.6.8.1 Hubungan Obat dengan Parasit (In Vivo)

Lingkungan dalam tabung bagi semua anggota bakteri adalah konstan. Dalam tubuh inang banyak pengaruh lingkungan yang dialami mikroba itu karena dalam lokasinya bermacam-macam jaringan dan berbeda pada bagian-bagiannya. Hal ini terutama disebabkan oleh:

1. Keadaan Aktivitas Metabolisme

Dalam tabung keadaan untuk sebagian besar mikroorganisme uniform. Dalam tubuh inang sebaliknya; banyak mikroorganisme berada dalam tingkat aktivitas biosintesis yang rendah dan dengan demikian tidak sensitive terhadap aktivitas obat. Mikroorganisme yang berada dalam keadaan dorman atau persisters ini seringkali bertahan terhadapnkonsentrasi obat yang tinggi dan akibatnya dapat menyebabkan infeksi kambuh kembali.

2. Distribusi ObatDalam tabung mikroorganisme itu sama terkena efek obat itu. Dalam tubuh inang obat antimikroba ini tidak sama rata tersebarnya dalam jaringan dan dalam cairan tubuh. Seringkali luka yang disebabkan oleh mikroorganisme itu cenderung melindunginya dari obat tersebut, misalnya dinding absos adalah vaskuler dan menundan masuknya obat ke dalam daerah itu. Deposit fibrin dapat juga menghalangi difusi bebas dari obat; jaringan dapat mengabsorpsi obat itu, dengan demikian mencegah obat berkontak dengan bakteri.

3.Lokasi OrganismePada umumnya lokasi mikroorganisme terdapat dalam sel-sel jaringan. Obat memasuki sel-sel jaringan dalam taraf yang berbeda-beda. Beberapa macam obat misalnya oksitetrasiklin masuk ke dalam monosit dalam konsentrasi yang sama seperti ke dalam cairan ekstraseluler, tetapi yang lain, misalnya streptomisin konsentrasi intraseluler hanya merupakan bagian yang kecil mungkin 5-10%) dari konsentrasi ekstraseluler.

4.Zat-zat Penghalang

Dalam tabung mikroorganisme berkontak dengan konsentrasi esensial dari obat itu, sedangkan dalam tubuh tidak demikian. Hal ini disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut :

a) Absorpsi

Absorpsi obat oleh saluran pencernaan (obat dalam) atau oleh jaringan (obat suntik) adalah tidak teratur. Di samping itu ada juga ekskresi bersinambungan maupun pengnonaktifan obat. Oleh karena itu, konsentrasi yang dapat diperoleh dalam tubuh selalu berubah-ubah, dan mikroorganisme berkontak dengan konsentrasi obat yang berbeda-beda.

b) Distribusi

Penyebaran obat sangat berbeda-beda dengan berbedanya jaringan. Dalam beberapa rongga badan (misalnya pleura atau duralsac) penetrasi obat ke