makalah mikro farah.docx

download makalah mikro farah.docx

of 29

Transcript of makalah mikro farah.docx

BAB 1PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Polio adalah suatu penyakit yang di sebabkan oleh virus polio dan dapat menga- kibatkan kelumpuhan yang permanen, Penyakit ini menyerang sistim syaraf dan dapat menyebabkan kelumpuhan atau bahkan kematian dalam hitungan beberapa jam. Walaupun penyakit polio ini dapat menyerang semua umur.

Polio tidak hanya melanda negara-negara maju saja, tetapi juga melanda negara-negara berkembang, polio sebenarnya dapat di berantas dengan menghambat penyebarannya melalui peningkatan imunisasi rutin kepada anak-anak, masalah polio ini mendapat perhatian yang serius dari organisasi-organisasi yang ada di PBB ,salah satu organisasi PBB yang memberi perhatian yang besar pada masalah-masalah kesehatan adalah World Health Organization (WHO), WHO yang merupakan badan kesehatan Internasional ini sangat memperhatikan kondisi kesehatan masyarakat di berbagai negara, khususnya negara-negara berkembang mengingat bagaimana rentannya negara-negara terhadap penyakit terutama karena terbatasnya pelayanan kesehatan.

Indonesia adalah negara berkembang dan merupakan negara ketiga terbesar yang memiliki penderita polio setelah Nigeria dan Yaman wabah polio yang baru saja terjadi di Indonesia dapat dipandang sebagai sebuah krisis kesehatan dengan implikasi global. Pada tahun 2005 terjadi kejadian luar biasa (KLB) Polio di Sukabumi. Setelah penyakit ini tak ditemukan lagi sejak tahun 1995, lima anak dinyatakan positif terserang virus polio liar jenis P1.Oleh karena itu, penyakit polio perlu mendapatkan perhatian khusus di Indonesia. Kali ini,penulis akan membahas mengenai penyakit polio.

1.2 Tujuan

1. Mengetahui permasalahan penyakit polio di Indonesia2. Memahami penyebab, perjalanan penyakit, serta manifestasi klinis yang ditimbulkan dari polio3. Memahami penatalaksanaan penyakit polio, mulai dari diagnosis, pencegahan, dan pengobatan4. Memenuhi tugas Mata Kuliah Mikrobiologi Blok Tropical Infectious Disease

BAB IISEJARAH POLIO

2.1 Sejarah Polio Di Dunia

Polio disebabkan oleh virus dan telah ada beribu-ribu tahun. Bahkan ada benda-benda Mesir yang melukiskan individu-individu dengan fitur-fitur khusus dari kelumpuhan setelah polio. Polio telah disebut dengan banyak nama-nama yang berbeda, termasuk kelumpuhan anak-anak, kelemahan dari anggota-anggota tubuh bagian bawah (kaki-kaki dan tangan-tangan), dan spinal paralytic paralysis.

Lukisan dinding di kuil-kuil Mesir kuno menggambarkan orang-orang sehat dengan kaki layu yang berjalan dengan tongkat. Kaisar Romawi Claudius terserang polio ketika masih kanak-kanak dan menjadi pincang seumur hidupnya.Virus polio menyerang tanpa peringatan, merusak sistem saraf menimbulkan kelumpuhan permanen, biasanya pada kaki. Sejumlah besar penderita meninggal karena tidak dapat menggerakkan otot pernapasan. Ketika polio menyerang Amerika selama dasawarsa seusai Perang Dunia II, penyakit itu disebut momok semua orang tua, karena menjangkiti anak-anak terutama yang berumur di bawah lima tahun. Di sana para orang tua tidak membiarkan anak mereka keluar rumah, gedung-gedung bioskop dikunci, kolam renang, sekolah dan bahkan gereja tutup.

Polio adalah suatu penyakit yang di sebabkan oleh virus polio dan dapat menga- kibatkan kelumpuhan yang permanen, Penyakit ini menyerang sistim syaraf dan dapat menyebabkan kelumpuhan atau bahkan kematian dalam hitungan beberapa jam. Walaupun penyakit polio ini dapat menyerang semua umur. Hal ini terlihat pada tahun 1988 polio muncul di lebih 125 Negara yang berada di lima benua dan lebih dari 350.000 anak menderita kelumpuhan setiap tahunnya.

Pada tahun 1938, Presiden Roosevelt mendirikan Yayasan Nasional Bagi Kelumpuhan Anak-Anak, yang bertujuan menemukan pencegah polio, dan merawat mereka yang sudah terjangkit. Yayasan itu membentuk March of Dimes. Ibu-ibu melakukan kunjungan dari rumah ke rumah, anak-anak membantu melakukan sesuatu untuk orang lain, bioskop memasang iklan, semuanya bertujuan minta bantuan satu dime, atau sepuluh sen. Dana yang masuk waktu itu digunakan untuk membiayai penelitian Dokter Jonas Salk yang menghasilkan vaksin efektif pertama. Tahun 1952, di Amerika terdapat 58 ribu kasus polio. Tahun 1955 vaksin Salk mulai digunakan. Tahun 1963, setelah puluhan juta anak divaksin, di Amerika hanya ada 396 kasus polio.

Pada tahun 1955, Presiden Dwight Eisenhower mengumumkan bahwa Amerika akan mengajarkan kepada negara-negara lain cara membuat vaksin polio. Informasi ini diberikan secara gratis, kepada 75 negara, termasuk Uni Soviet.

World Health Organization (WHO) secara resmi berdiri pada tanggal 7 April 1948, ketika undang-undang di ratifikasi oleh 26 Negara-negara anggota PBB, WHO bertugas mengarahkan dan mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan kesehatan Internasional utuk mencapai tujuannya yaitu pencapaian tingkat kesehatan yang setinggi mungkin oleh semua negara di Dunia. Dalam mencapai tujuannya tersebut WHO berusaha menggalakkan riset, menghimpun dan menyebarkan informasi, serta mendorong pelaksanaan kegiatan-kegiatan di bidang kesehatan, sehingga dapat mencapai sasaran yang di inginkan, prioritas bantuan yang di berikan oleh WHO kepada Negara-negara yang memiliki masalah dengan kesehatan ini juga ditentukan melalui proses dialog antara Pemerintah suatu negara dengan WHO yang berpusat pada kebutuhan negara yang bersangkutan dalam mendukung strategi kesehatan nasionalnya.

Untuk mengatasi masalah polio tersebut, WHO mengadakan pertemuan kesehatan Dunia (World Health Assembly) pada bulan mei 1988 dan membentuk suatu inisiatif pemberantasan polio secara global (the Global polio eradication) yang merupakan inisiatif kesehatan terbesar dalam sejarah. Dalam pertemuan kesehatan Dunia ke-41 tersebut menekankan bahwa pemberantasan polio harus di ikuti dengan jalan memperkuat perkembangan Expanded Programme on Immunization (EPI) (memperluas programimunisasi) secara keseluruhan yang pada gilirannya membantu perkembangan prasarana-prasarana kesehatan dan perawatan kesehatan yang pokok, tujuan tersebut di tegaskan kembai pada tahun 2000 dan Global Polio Eradication Initiative Program, program ini berfokus pada pemberantasan polio terutama yang menyebar dinegara-negara berkembang

Pada saat itu masih terdapat sekitar 350 ribu kasus polio di seluruh dunia. Meskipun pada tahun 2000, polio belum terbasmi, tetapi jumlah kasusnya telah berkurang hingga di bawah 500. Polio tidak ada lagi di Asia Timur, Amerika Latin, Timur Tengah atau Eropa, tetapi masih terdapat di Nigeria, dan sejumlah kecil di India dan Pakistan. India telah melakukan usaha pemberantasan polio yang cukup sukses. Sedangkan di Nigeria, penyakit ini masih terus berjangkit karena pemerintah yang berkuasa mencurigai vaksin polio yang diberikan dapat mengurangi fertilitas dan menyebarkan HIV. Tahun 2004, pemerintah Nigeria meminta WHO untuk melakukan vaksinasi lagi setelah penyakit polio kembali menyebar ke seluruh Nigeria dan 10 negara tetangganya. Konflik internal dan perang saudara di Sudan dan Pantai Gading juga mempersulit pemberian vaksin polio.

Pada tahun 1999 di adakan pertemuan kesehatan Dunia ke-52 dalam pertemuan tersebut negara anggota untuk melakukan suatu inisiatif dalam percepatan pemberantasan polio. negara-negara anggota yang endemik terhadap polio dengan penuh inisiatif melakukan aktivitas percepatan pemberantasan polio pada tahun 2000 dengan meningkatkan putaran Hari Imunisasi Internasional (National Immunization Days (NIDs)).

Gerakan pemberantasan polio global (global polio eradication initiative program) menjadi upaya kesehatan yang paling akbar. Gerakan ini di canangkan pertama kali oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), United Nations Childrens Fund (UNICEF), Rotary Internasional dan pusat pengawasan dan pencegahan penyakit menular di A.S.Meskipun banyak usaha telah dilakukan, pada tahun 2004 angka infeksi polio meningkat menjadi 1.185 di 17 negara dari 784 di 15 negara pada tahun 2003. Sebagian penderita berada di Asia dan 1.037 ada di Afrika. Nigeria memiliki 763 penderita, India 129, dan Sudan 112.

2.2 Sejarah Polio Di Indonesia

Polio tidak hanya melanda negara-negara maju saja, tetapi juga melanda negara-negara berkembang, polio sebenarnya dapat di berantas dengan menghambat penyebarannya melalui peningkatan imunisasi rutin kepada anak-anak, masalah polio ini mendapat perhatian yang serius dari organisasi-organisasi yang ada di PBB ,salah satu organisasi PBB yang memberi perhatian yang besar pada masalah-masalah kesehatan adalah World Health Organization (WHO), WHO yang merupakan badan kesehatan Internasional ini sangat memperhatikan kondisi kesehatan masyarakat di berbagai negara, khususnya negara-negara berkembang mengingat bagaimana rentannya negara-negara terhadap penyakit terutama karena terbatasnya pelayanan kesehatan.

Polio merebak di Indonesia melalui anak-anak yang belum diimunisasi. Angka rata-rata dari cakupan imunisasi rutin di Indonesia adalah 70%, yang mengakibatkan sejumlah anak-anak tidak terlindungi dari penyakit ini. Pada kenyataannya angka cakupan imunisasi rutin terus menurun secara perlahan

Terdapat beberapa daerah di tanah air yang angka imunitasnya bahkan lebih rendah lagi, yakni masyarakat yang paling miskin dan terpinggirkan. Karena penyakit polio kebanyakan tidak menunjukkan gejala-gejala apapun, sangatlah mudah bagi penyakit tersebut untuk beredar dari satu tempat ke tempat lainnya secara diam-diam melalui tubuh para penderitanya yang tidak menyadari jika dirinya telah terjangkit. Kenyataan ini menunjukkan pentingnya untuk menjaga angka cakupan imunisasi rutin, sebagai pertahanan nasional yang paling sebenarnya polio tidak dapat disembuhkan Polio hanya dapat dicegah dengan imunisasi. Terdapat suatu vaksin yang aman dan efektif, yakni vaksin polio oral (OPV). OPV adalah perlindungan yang sangat penting terhadap polio bagi anak-anak. Diberikan berulang kali, vaksin ini melindungi seorang anak seumur hidup.ampuh terhadap penyakit menular ini.

Indonesia merupakan negara ketiga terbesar yang memiliki penderita polio setelah Nigeria dan Yaman. Pada 5 Mei 2005, dilaporkan terjadi ledakan infeksi polio di Sukabumi akibat strain virus yang menyebabkan wabah di Nigeria. Virus ini diperkirakan terbawa dari Nigeria ke Arab dan sampai ke Indonesia melalui tenaga kerja Indonesia yang bekerja di Arab atau orang yang bepergian ke Arab untuk haji atau hal lainnya. Wabah polio yang baru saja terjadi di Indonesia dapat dipandang sebagai sebuah krisis kesehatan dengan implikasi global. Maka Pemerintah menyatakan, Indonesia bebas polio setelah Maret tahun 2006.

Penyebaran di Indonesia sudah membuktikan di Banten dan di Sukabumi, penyebaran virus polio makin menurun saat anak-anak di sana menerima vaksin polio ketiga pada bulan Agusus yang lalu. Daerah ini menjadi target dua putaran pecan imunisasi nasional (PIN) sebelumnya. PIN putaran ketiga pada akhir Nopember berhasil mencakup lebih dari 97% anak balita.

BAB IIIPOLIOMYELITIS

3.1 Etiologi

Penyebab penyakit polio atau poliomyelitis adalah poliovirus yang tergolong dalam picornavirus grup enterovirusa. Sifat umum

Partikel poliovirus adalah eneterovirus yang khas. Partikel tidak aktif bila dipanaskan pada suhu 55oC selama 30 menit, tetapi Mg2+, 1 mol/l, mencegah inaktivasi ini. Karena poliovirus yang dimurnikan diinaktifkan oleh konsentrasi klorin yang lebih tinggi untuk mendesinfeksi kotoran yang mengandung virus pada suspense fekal dan adanya bahan organic lain. Poliovirus tidak dipengaruhi oleh eter atau natrium deoksikolat.b. Kerentanan hewan dan pertumbuhan virusPoliovirus mempunyai kisaran penjamu yang sangat terbatas. Sebagian besar strain akan menginfeksi monyet bila diinokulasi langsung ke dalam otak atau medulla spinalis. Simpanse dan monyet cynomolgus juga dapat terinfeksi melalui jalur oral. Pada simpanse, infeksi biasanya asimptomatik dan hewan menjadi carrier virus dalam usus.Sebagian besar strain dapat tumbuh pada biakan galur sel primer atau kontinu dari berbagai jaringan manusia atau dari ginjal, testis, atau otot monyet tetapi tidak dari jaringan hewan tingkat rendah.Poliovirus memerlukan respeptor membran spesifik primata untuk infeksi dan jika reseptor ini tidak ada pada permukaan sel nonprimata maka mereka akan menjadi resistan terhadap virus. Restriksi ini dapat diatasi dengan memasukkan poliovirus ke dalam sel, poliovirus bereplikasi secara normal. Masuknya gen reseptor virus juga mengubah sel yang resisten menjadi sel yang rentan. Mencit transgenic yang mengandung gen reseptor primate telah dikembangkan, mencit tersebut rentan terhadap poliovirus manusia.c. Sifat antigenTerdapat tiga jenis antigen poliovirus

3.2 Patogenesis dan Patologi

Mulut adalah prot dentree virus dan multiplikasi primer terjadi dalam orofaring atau usus. Virus menetap dalam tenggorok dan tinja sebelum awitan penyakit. Satu minggu setelah infeksi terdapat virus dalam jumlah sedikit dalam tenggorok, tapin virus terus dikeluarkan dalam tinja selama beberapa minggu meskipun kadar antibodi yang tinggi terdapat dalam darah.

Virus dalam ditemukan dalam darah pasien poliomielitis nonparalitik dan monyet yang yang terinfeksi secara oral pada fase praparalitik penyakit. Antibodi terhadap virus tampak pada awal penyakit, biasanya sebelum terjadi paralisis.

Dipercaya bahwa virus pertama kali memperbanyak diri dalam tosil, kelenjar getah bening leher, plak nyeri, dan isus halus, sistem syaraf pusat kemudian diinvasi melalui darah dalam sirkulasi.

Poliovirus dapat menyebar di sepanjang akson saraf perifer sampai sistem saraf pusat, tempat virus terus berkembang di sepanajang serat lower motor neuron untuk semakin melibatkan medula spinalis atau orak. Poliovirus menyerang jenis sel saraf tertentu dan pada proses multiplikasi intraseluler dapat merusak atau menghancurkan seluruh sel tersebut. Poliovirus tidak memperbanyak diri dalam otot in vivo. Perubahan yang terjadi pada syaraf perifer dan otot volunter disebabkan oleh destruksi sel saraf perifer dan otot volunter disebabkan oleh destruksi sel syaraf. Beberapa sel yang kehilangan fungsi dapat pulih sempurna. Peradangan terjadi akibat serangan pada sel saraf.

Selain perubahan patologi sistem saraf, mungkin juga terjadi miokarditis, hiperplasi limfatik, dan ulserasi plak penyeri.

Pada umumnya virus yang tertelan akan menginfektir epitel orofaring, tonsil, kelenjar limfe leher dan usus kecil. Faring akan segera terkena setelah virus masuk, dank arena virus tahan terhadap asam lambung maka virus bisa mencapai saluran cerna bagian bawah tanpa proses inaktifasi. Dari faring setelah bermultiplikasi, menyebar ke jaringan limfe dan tonsil berlanjut ke aliran limfe dan pembuluh darah. Virus dapat dideteksi pada nasofaring setelah 24 jam sampai 3-4 mingguinfeksi susunan saraf pusatterjadi akibat viremia yang menyusul replikasi cepat replikasi virus ini. Virus polio menempel dan berbiak pada sel usus yang mengandung PVR (poliovirus receptor) dan dalam waktu sekitar 3 jam setelah infeksi telah terjadi kolonisasi. Sel yang mengandung PVR bukan hanya sel di tenggorok dan usus saja, namun juga sel monosit dan sel motor neuron di SSP. Sekali terjadi perkaitan virion dan replikator, integrasi RNA ke dalam virion berjalan cepat, sehingga dari saat infeksi sampai pelepasan virion baru, hanya memerlukan waktu 4-5 jam saja. Virus yang bereplikasi secara local kemudian menyebar pada monosit dan kelenjar limfe yang terkait. Perlekatan dan penetrasi bisa dihambat oleh sekretori IgA local. Kejadian neuripati pada poliomyelitis merupakan akibat langsung dan multiplikasi virus di jaringan saraf, merupakan gejala yang patogomonik, namun tidak semua saraf yang terkena akan mati. Keadaan reversibiliotas fungsi sebagian disebabkan karena sprouting dan seolah kembali seperti sedia kala dalam waktu 3-4 minggu setelah onset. Terdapat kelainan perivaskulardan infiltrasi interstitial sel glia. Secara histologik pada umumnya kerusakan saraf yang terjadi luas namun tidak selalu sejalan dari gejala klinisnya.

Lesi saraf pada poliomyelitis dapat ditemukan pada:1. Medulla spinalis (terutama kornu anterior, sedikitdi kornu intermediate dan dorsal)2. Medulla oblongata (nuclei vestibularis, niklei saraf cranial, dan formation retikularis)3. Serebelum (nukeli bagan atas dan vermis)4. Otak tengah (massa kelabu, substansia nigra, kadang di substansia rubra)5. Thalamus dan hipotalamus 6. Palidum7. Korteks serebri (motorik)

Gambaran patologi menunjukkan reaksi peradangan di system reticuloendothelial, terutama di jaringan limfe, sel motor neurom, tetapi tidak menyerang di neuroglia myelin dan pembuluh darah besar. Kerusakan sumsum tulang belakang terjadi pada anterior horn cell, sedangkan pada otak terutama terjadi pada sel motor neuron formasi retikuler dari pons dan medulla, nuclei vestibules, cerebellum. Sedangkan lessi pada korteks hanya merusak di daerah motorik dan promotorik saja.

Virus ditularkan melalui infeksi droplet dari orofaring atau lewat tinja penderita yang infeksius. Penularan terutama terjadi secara langsung kepada manusia melalui oral-oral atau manusia menelan tinja infeksius pada waktu 3 hari sebelum dan sesudah masa prodormal. Kemampuan virus ini di lingkungan sangat terbatas. Infektivitas virus akan menurun sebesar 90% setiap 20 hari pada musim dingin, namun menjadi 1,5 hari pada musim panas; 26 hari pada air limbah dengan suhu 23oC; 5,5 hari pada air bersih dan 2,5 hari pada air laut. Penularan dapat terjadi cepat dan luas, karena virus dapat berbiak di usus dalam beberapa jam saja, serta dapat bertahan di air selama beberapa hari. Sampai saat ini satu-satunya inang yang dapat dibuktikan hanya pada manusia.

Kerusakan syaraf yang terjadi sebagai akibat infeksi polio virus terjadi karena virus tersebut masuk ke dalam otak dengan cara menembus sawar darah otak, dengan melalui:1. Transfor pasif dengan cara piknositosis2. Infeksi dari endotel kapiler3. Bantuan dari sel mononuclear yang bertransmisi ke susunan syaraf pusat (SSP)4. Melalui syaraf perifer dengan akson atau jaras olfaktorius 3.3 Manifestasi KlinisBila seseorang yang rentan terhadap infeksi terpajan virus, respons berkisar dari infeksi subklinis tanpa gejala, penyakit demam ringan, sampai paralisis permanen dan berat. Sebagian besar infeksi bersifat subklinis. Hanya sekitar 1% infeksi menyebabkan penyakit klinis.

Periode inkubasi biasanya 7-14 hari, tetapi dapat berkisar dari 3 hari sampai 35 hari.1. POLIOMIELITIS ABORTIF Keadaan ini merupakan bentuk penyakit yang paling sering. Pasien hanya menderita penyakit minor yang ditandai dengan demam, malaise, lelah, nyeri kepala, mual, muntah, konstipasi, dan nyeri tenggorokan dalam berbagai kombinasi. Pemulihan terjadi dalam beberapa hari. 2. POLIOMIELITIS NON PARALISIS (MENINGITIS ASEPTIK)Selain gejala dan tanda yang disebutkan dalam paragraf sebelumnya, pasien dalam bentuk nonparalitik mengalami kekuatan dan nyeri di punggung serta leher. Penyakit berlangsung 2-10 hari dan pemulihannya berlangsung cepat dan sempurna. Pada presentase kecil kasus, penyakit berkembang menjadi pralisis. Poliovirus hanya satu dari banyak virus yang menyebabkan meningitis aseptik.3. POLIOMIELITIS PARALISISKeluhan yang menonjol adalah paralisis flaksid akibat kerusakan lower motor neuron. Namun, juga dapat terjadi inkoordinasi akibat invasi batang otak dan spasme yang nyeri pada otot nonparalisis. Jumlah kerusakan sangat bervariasi. Pemulihan maksimal biasanya terjadi dalam 6 bulan dengan gejala sisa paralisis yang berlangsung lebih lama.4. ATROFI OTOT PASCAPOLIOMIELITIS PROGESIFRekredudensi paralisis dan pelemahan otot ditemukan pada orang beberapa dekade setelah mereka mengalami poliomielitis paralisis. Meskipun jarang terjadi, arrofi otot pascapoliomielitis progesif merupakan sindrom yang spesifik. Keadaan tersebut tampaknya bukan akibat infeksi presisten tetapi akibat perubahan fisiologi dan penuaan pada pasien paralisis yang telah terbebani oleh hilangnya fungsi neuromuskular.

3.4 Fase-Fase Infeksi Virus

Masa inkubasi virus polio biasanya berkisar 3-35 hari. Gejala umum serangannya adalah pengidap mendadak lumpuh pada salah satu anggota gerak setelah demam selama 2-5 hari.

Berikut fase-fase infeksi virus tersebut:1. stadium akutYaitu fase sejak adanya gejala klinis hingga 2 minggu. Ditandai dengan suhu tubuh yang meningkat. Kadang disertai sakit kepala dan muntah-muntah. Kelumpuhan terjadi akibat kerusakan sel-sel motor neuron di bagian tulang belakang (medula spinalis) lantaran invasi virus. Kelumpuhan ini bersifat asimetris sehingga cenderung menimbulkan gangguan bentuk tubuh (deformitas) yang menetap atau bahkan menjadi lebih berat. Kelumpuhan yang terjadi sebagian besar pada tungkai kaki (78,6%), sedangkan 41,4% pada lengan. Kelumpuhan ini berlangsung bertahap sampai sekitar 2 bulan sejak awal sakit.

2. stadium subakutYaitu fase 2 minggu sampai 2 bulan. Ditandai dengan menghilangnya demam dalam waktu 24 jam. Kadang disertai kekakuan otot dan nyeri otot ringan. Terjadi kelumpuhan anggota gerak yang layuh dan biasanya salah satu sisi saja.

3. stadium konvalescentYaitu fase pada 2 bulan sampai dengan 2 tahun. Ditandai dengan pulihnya kekuatan otot yang sebelumnya lemah. Sekitar 50-70 persen fungsi otot pulih dalam waktu 6-9 bulan setelah fase akut. Selanjutnya setelah 2 tahun diperkirakan tidak terjadi lagi pemulihan kekuatan otot.

4. stadium kronikYaitu lebih dari 2 tahun. Kelumpuhan otot yang terjadi sudah bersifat permanen.Organ-organ tubuh yang biasa terkena poliomyelitis adalah :1. Medula Spinalis (sumsum tulang belakang)2. Batang otak3. Cerebrum(otak besar)

3.5 Jenis Polio

1. Polio non-paralisisPolio non-paralisis menyebabkan demam, muntah, sakit perut, lesu, dan sensitif. Terjadi kram otot pada leher dan punggung, otot terasa lembek jika disentuh.2. Polio paralisis spinalStrainpoliovirus ini menyerang saraf tulang belakang, menghancurkan sel tanduk anterior yang mengontrol pergerakan pada batang tubuh dan otot tungkai. Meskipunstrainini dapat menyebabkan kelumpuhan permanen, kurang dari satu penderita dari 200 penderita akan mengalami kelumpuhan. Kelumpuhan paling sering ditemukan terjadi pada kaki. Setelah virus polio menyerang usus, virus ini akan diserap oleh pembuludarahkapilerpada dinding usus dan diangkut seluruh tubuh. Virus Polio menyerang saraf tulang belakang dansyaraf motorik-- yang mengontrol gerakan fisik. Pada periode inilah muncul gejala sepertiflu. Namun, pada penderita yang tidak memiliki kekebalan atau belum divaksinasi, virus ini biasanya akan menyerang seluruh bagian batangsaraf tulang belakangdan batangotak. Infeksi ini akan mempengaruhi sistem saraf pusat -- menyebar sepanjang serabut saraf. Seiring dengan berkembang biaknya virus dalam sistem saraf pusat, virus akan menghancurkan syaraf motorik. Syaraf motorik tidak memiliki kemampuan regenerasi dan otot yang berhubungan dengannya tidak akan bereaksi terhadap perintah dari sistem saraf pusat. Kelumpuhan pada kaki menyebabkan tungkai menjadi lemas -- kondisi ini disebutacute flaccid paralysis(AFP). Infeksi parah pada sistem saraf pusat dapat menyebabkan kelumpuhan pada batang tubuh dan otot padatoraks(dada) danabdomen(perut), disebutquadriplegia.

3. Polio bulbarPolio jenis ini disebabkan oleh tidak adanya kekebalan alami sehingga batang otak ikut terserang. Batang otak mengandung syaraf motorik yang mengatur pernapasan dan saraf kranial, yang mengirim sinyal ke berbagai syaraf yang mengontrol pergerakan bola mata; saraf trigeminal dan saraf muka yang berhubungan dengan pipi, kelenjar air mata, gusi, dan otot muka; saraf auditori yang mengatur pendengaran; saraf glossofaringeal yang membantu proses menelan dan berbagai fungsi di kerongkongan; pergerakan lidah dan rasa; dan saraf yang mengirim sinyal kejantung, usus,paru-paru, dan saraf tambahan yang mengatur pergerakan leher.Tanpa alat bantu pernapasan, polio bulbar dapat menyebabkan kematian. Lima hingga sepuluh persen penderita yang menderita polio bulbar akan meninggal ketika otot pernapasan mereka tidak dapat bekerja. Kematian biasanya terjadi setelah terjadi kerusakan pada saraf kranial yang bertugas mengirim 'perintah bernapas' ke paru-paru. Penderita juga dapat meninggal karena kerusakan pada fungsi penelanan; korban dapat 'tenggelam' dalam sekresinya sendiri kecuali dilakukan penyedotan atau diberi perlakuantrakeostomiuntuk menyedot cairan yang disekresikan sebelum masuk ke dalam paru-paru. Namun trakesotomi juga sulit dilakukan apabila penderita telah menggunakan 'paru-paru besi' (iron lung). Alat ini membantu paru-paru yang lemah dengan cara menambah dan mengurangi tekanan udara di dalam tabung. Kalau tekanan udara ditambah, paru-paru akan mengempis, kalau tekanan udara dikurangi, paru-paru akan mengembang. Dengan demikian udara terpompa keluar masuk paru-paru. Infeksi yang jauh lebih parah pada otak dapat menyebabkan koma dan kematian.Tingkat kematian karena polio bulbar berkisar 25-75% tergantung usia penderita. Hingga saat ini, mereka yang bertahan hidup dari polio jenis ini harus hidup dengan paru-paru besi atau alat bantu pernapasan. Polio bulbar dan spinal sering menyerang bersamaan dan merupakan sub kelas dari polio paralisis. Polio paralisis tidak bersifat permanen. Penderita yang sembuh dapat memiliki fungsi tubuh yang mendekati normal.

BAB IVPENANGANAN POLIOMYELITIS

4.1 Diagnosis

Diagnosis polio berdasarkan:1. Pemeriksaan virologik dengan cara membiakkan vieus polio, baik yang liar maupun virus vaksin. Selain tatacara laboratorikyang ketat dan standar (dengan kultur sel jaringan), kualitas specimen sangat mempengaruhi hasil pemeriksaan. Specimen yang kering, tidak dingin, terkontaminasi atau pengambilan sampel setelah2 minggu setelah lumpuh memberikan hasil biakan negative palsu. Lumpyh layuh juga dapat disebabkan oleh enterovirus 71 atau coxsackie A7 atau non-polio-enterovirus yang lain. Selain biakan, identifikasi antigen dengan pemeriksaan probe atau sequencing2. Pengamatan gejala dan perjalanan klinik. Banyak sekali kasus yang menunjukan gejala lumpuh layuh. Kasus klinik mirip polio adalah kasus yang setelah 60 hari masih mempunyai paralisis residual tanpa informasi medic yang jelas, atau penderita meninggal.3. Pemeriksaan khusus. Pemeriksaan hantaran saraf dan elektromiografi dapat merujuk secara lebih tepat letak kerusakan saraf secara anatomic. Cara ini akan dapat memisahkan kersakan motor neuron dengam kelainan lain akibat proses demyelinasi kerusakan lower motor neuron lain, missal Guillain-Barre syndrome. Pemeriksaan lain seperti MRI dapat menunjukkan kerusakan di daerah kolumna anerior, sedangkan pemeriksaan likuor memberikan gambaran sel dan bahan kimia yang sangat penting4. Pemeriksaan adanya sisa neurologic (paralisis residual). Pemeriksaan ini dilakukan 60 hari setelah kelumpuhan, umtu mencari deficit neurologic, misalnya mencari kelumpuhan partial atau kelemahan otot pada satu kelompok otot.

Mendeteksi lumpuh layuh dengan cara sebagai berikut1. Untuk Bayia. Perhatikan posisi tidur. Bayi normal menunjukkan posisi tungkai menekuk pada lutut dan pinggul. Bayi yang lumpuh akan menunjukkan tungkai lemas dan lutut menyentuh tempat tidur.b. Lakukan rangsangan dengan menggelitik atau menekan dengan ujung pensil pada telapak kaki bayi. Bila kaki ditarik berarti tidak terjadi kelumpuhan.c. Pegang bayi pada ketiak dan ayunkan. Bayi normal akan menunjukkan gerakan kaki menekuk, pada bayi lumpuh tungkai tergantung lemas.

2. Untuk Anak besara. Mintalah anak berjalan dan perhatikan apakah pincang atau tidak.b. Mintalah anak berjalan pada ujung jari atau tumit. Anak yang mengalami kelumpuhan tidak bisa melakukannya.c. Mintalah anak meloncat pada satu kaki. Anak yang lumpuh tak bisa melakukannya.d. Mintalah anak berjongkok atau duduk di lantai kemudian bangun kembali. Anak yang mengalami kelumpuhan akan mencoba berdiri dengan berpegangan merambat pada tungkainya.e. Tungkai yang mengalami lumpuh pasti lebih kecil.

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mendiagnosa poliomyelitis antara lain: 1. Darah Tepi Perifer. Pada gejala awal tidak ada pemeriksaan spesifik untuk diagnosis polio myelitis seperti halnya dengan virus lainnya. Pada pemeriksaan darah perifer terjadi leukositosis pada fase akut, yaitu 10.000 30.000/uL, dengan predominan PNM2. Cairan Cerebrospinal. Pada 72 jam pertama umumnya terjadi dominasi PNM, selanjutnya dominasi limfosit, pada minggu ke dua jumlah sel leukosit menurun menjadi 10 15/uL. Pada kondisi ini (minggu ke dua) terjadi penurunan kadar gula likuor dan peningkatan kadar protein, namun dalam waktu satu bulan akan normal kembali.3. Pemeriksaan Serologic. Diagnosis polio myelitis ditegakan berdasarkan peningkatan titer antibody 4 kali lipat atau lebih, dengan cara pemeriksaan uji neutralisasi dan uji fiksasi komplemen.4. Isolasi Virus. Penderita polio myelitis mulai mengeluarkan virus ke dalam tinja sebelum terjadi fase paralitik. Mengingat eksresi yang terjadi bersifat intermiten, maka dalam pengambilan specimen sebaiknya diambil 2 spesimen atau lebih yang diambil dalam beberapa hari 4.2 Pengobatan

Terapi poliomyelitis tidak ada yang spesifik, tergantung dari penyulit yang ada. Pemberian immunoglobulin mungkin dapat mencegah penyebaran hematogen ke susunan saraf. Tetapi bila fase paralisis sudah terjadi, maka tidak dapat dilakukan lagi. Selain itu juga dilakukan fisioterapi dan ortopedi1. Fase peparalisisEmmperhatikan kemungkinan terajadi paralisis. Lakukan tirah baring untuk mencegah terjadinta footdrop. Bila pasien tampak gelisah, diberikan sedative ringan seperti diazepam, bila terdapat hyeri oto, dapat diberikan kompres buli buli panas. Dan bila terjadi demam, dapat diberikan antipiretik.2. Fase paralisisSelama fase akut dapat diberikan analgetik non narkotik. Rasa nyeri otot dikurangi dengan mengurangi manipulasi. Dianjurkan fisioterapi dimulai pada massa kovalens untuk mencegah kontraktur. Pemeberian cairan suplemen bia per oral kurang dan pemberian enema bila obstipasi. Setelah fase akut lewat, mulai dilakukan fisioterapi aktif. Konsultasi ortopedi dapat dilakukan segera tetapi operasi, biasanya dilakukan 10-2 tahun setelah awitan. Braces dapat dig7nakan untuk mengkompensasi kelemahan otot. 3. Gangguan pernafasanKelemahan otot perifer interkostal dan diafragma disertai gangguan pada pusat regulasi menyebabkan gangguan respirasi. Fungsi respirasi harus dijaga, apalagi bila terjadi kelemahan otot faring, laring, dan terdapat gangguan menelan sehingga dapat mengakibatkan pneumonia aspirasi. Fungsi respirasi penderita dengan paralisis harus sering diawasi selama fase akut penyakit. Terapi untuk gangguan respirasi bervariasi tergantung dari beratnya penyakit. Bila gangguan ringan dapat dilakukanfisioterapi. Bila kapasitas menurun 30-50% dapoat dilakukan trakeostomi dan pemakaian alat bantu pernafasan.4. Deformitas ototKontraktur, denervasi atau gangguan keseimbangan dapat menimbulkan deformitas. Dapat terjadi gangguan ekstremitas yang terkena polio dan kipo-skoliosis. Pemendekan tendon dapat dicegah dengan fisioterapi segera, walaupun biasanya dibutuhkan terapi bedah.

4.3 Pencegahan

Tersedia vaksin virus yang dimatikan maupun virus hidup. Vaksin formalin (salk) diambil dari virus yang tumbuh pada biakan ginjal monyet. Setidaknya empat inokulasi selama 1- 2 tahun dianjurkan pada seri pertama. Imunisasi booster periodic diperlukan untuk mempertahankan kekebalan. Vaksin virus yang dimatikan menginduksi antibody humoral tetapi tidak menginduksi kekebalan usus local sehingga virus masih bisa memperbanyak diri dalam usus. Vaksin oral mengandung virus hidup yang dilemahkan yang tumbuh pada biakan monyet primer atau biakan sel diploid manusia. Vaksin dapat distabilisasi oleh magnesium klorida sehingga dapat disimpan tanpa kehilangan potensi potensi selama setahun pada temperature 4C dan selama beberapa minggu pada temperature ruangan sedang (sekitar 25C). Vaksin yang dapat distabilisasi harys disimpan dalam keadaan beku sampai digunakan.

Poliovaksin hidup menginfeksi, memperbanyak diri, sehingga menghasilkan kekebalan. Dalam prosesnya, progeny infeksius virus valsin ditularkan dalam komunitas. Virus terutama tipe 2 dan 3 dapat bermutilasi sewaktu memper banyak diri pada anak yang telah di vaksin. Namun sedikit sekali kasus poliomyelitis paralisis terjadi pada penerima vaksin polio oral atau yang kontak dekat dengan mereka (tidak lebih dari satu juta kasus yang disebabkan oleh vaksin untuk setiap juta orang yang divaksinasi). Vaksin menghasilkan tidak hanuya anti bodi IgM dan IgG dalam darah tetapi juga anti bodi IgA sekretoris dalam usus yang kemudian menjadi resistan terhadap reinfeksi

Vaksin virus hadup maupun di matikan menginduksi antibody dan melindungi system saraf pusat dari invasi lebih lanjut oleh virus liar. Namun usus memiliki resistensi yang lebih besar setelah pemberian vaksin virus hidp, fenomena yang tampaknya bergantung pada luasnya moltiplikasi virus dalam saluran pencernana dan bukan pada kadar antibody serum.

Faktor pembatas yang potensi untuk vaksin oral adalah interferensi. Jika saluran pencernaan seorang anak terinfeksi oleh enterovirus lain pada waktu vaksin diberikan, terjadinya infeksi polio dan kekebalan dapat dihambat. Keadaan ini dapat menjadi masalah penting di daerah terutama di daerah tropis yang sering terjadi infeksi enterivirus.

Vaksin polio oral trivalent telah digunakan secara luas di Amerika Serikat. Namun, pada tahun 2000 advisory committee on immunization practice menganjurkan perubahan untuk menggunakan vaksin polio tidak aktif (empt dosis) saja untuk anak di Amerika Serikat. Perubahan di buat karena penurunan risiko untuk penyakit yang disebabkan oleh virus timbul akibat berkembangnya eradikasi global polio virus yang terus menerus. Jadwal ini akan mengurangi insiden penyakit yang disebabkan oleh vaksin saat mempertahankan kekebalan individual dan polpulasi melawan poliovirus.

Kehamilan bukan merupakan indikasi maupun kontraindikasi untuk mendapatkan imunisasi. Vaksin virus hidup sebaiknya tidak diberikan pada orang yang mengalami imunoddefisiensi atau imunosupresi atau kontak rumah tangga. Hanya vaksin virus yang dimatikan (salk) digunakan kasus tersebut.

Imunoglobin dapat memberikan perlindungan selama beberapa minggu terhadap penyakit paralisis, tetapi tidak mencegah infeksi sublikinis. Imunuglobin efektif jika diberikan segera sebelum infeksi,imunuglobin tidak bermanfaat setelah timbul gejala klinis. Tidak dad obat antivirus untuk pengobatan anti infeksi poliovirus. Karantina pasien tidak efektifdalam mengendalikan penyebaran penyakit. Keadaan ini dapat di pahami pada sejumlah besar infeksi tiodak tampak terjadi.

Sebelum dimulainya kampanye vaksinasi di Amerika SErikat, terdapat sekitar 21.000 kasus poliomyelitis paralisis setiap tahun. Penyakit hanpir hilang di Negara industry. Namuin terdapat kebutuhan yang terus mnerus untuk kebutuhan vaksinasi yang adekuat pada semua kelompok populasi untuk membatasi pentebaran virus liar. Hal ini penting terutama bila vorus liar masuk dari beberapa Negara berkembang dengan kasus yang terjadi terus menerus.

Aplikasi teknologi DNA rekombinan perkembangan poliovirus hidup tidak bermutasi untuk meningkatkan neurovirulensi. Kunci kemajuan taknologi adalah kontruksi klon cDNA infeksius yang memungkinkan manipulasi sekuens nukleotida untuk menghasilkan mutan poliovirus dengan perubahan genom virus yang menyebabkan fenotipe menjadi dilemamahkan telah diidentifikasi.

Virus vaksin tipe 1 yang sangat stabil secara genetis, telah digunakan sebagai vector untuk sekuens nukleotida tipe 2 dan 3 yang menyandikan region imunogenik protein VIPnya. NAmun akan sulit melakukan tes lapangan pada kandidat vaksin baru tersebut karena perlu membuktikan bahwa vaksin baru menyebabkan lebih sedikit kasus terkait vaksin per sejuta resipien yang rentan 1) OPV (Oral Polio Vaccine) Adalah virus polio yang dilemahkan dan diberikan melalui mulut dengan cara diteteskan. OPV mengandung virus polio strain Sabin serotype 1, 2 dan 3 yang dibiakan pada kultur sel ginjal monyet, antibiotik neomisin dan streptomicyn. Untuk menjamin khasiat dan keamanan vaksin polio. Pemberian vaksin OPV sebaiknya diberikan pada anak dalam kondisi sehat, tidak boleh diberikan pada anak yang mengalami sakit gangguan kekebalan tubuh atau defisiensi imun (leukimia, HIV/AIDS dan lain-lain), anak yang mendapat obat golongan steroid jangka lama, anak yang sedang dirawat di rumah sakit.OPV diberikan pada anak-anak dengan 4 dosis terbagi (masing masing 2 tetes) sebelum usia 1 tahun yaitu pada usia 0 bulan, saat pulang dan rumah bersalin, dilanjutkan pada usia 3, 4 dan 5 bulan. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) merekomendasikan memberikan tambahan dosis pada umur 18 bulan dan 5 tahun untuk meyakinkan anak mendapatkan dosis yang cukup. Total pemberian OPV adalah 6 dosis sebelum 5 tahun untuk mencapai dosis kekebalan maksimal. OPV membentuk antibodi dalam darah, dapat mencegah penyebaran virus ke sistem saraf, dan segera dapat membentuk kekebalan lokal sementara (selama 100 hari) di usus. Setelah mendapat 4 dosis atau lebih, baru terjadi kekebalan tubuh secara menyeluruh. Sistem kekebalan tersebut akan mencegah penyebaran virus dari satu-orang ke orang lain, karena dapat mencegah multiplikasi virus polio. Keuntungan OPV adalah mudah diberikan oleh sukarelawan tidak memerlukan keahlian khusus dalam pemberiannya, tidak memerlukan peralatan suntik yang steril, relatif lebih murah, dapat digunakan dalam waktu bersamaan di daerah yang sangat luas termasuk daerah dengan kondisi sanitasi yang kurang baik. OPV dapat mencegah penyebaran virus polio liar pada daerah yang mengalami wabah (daerah KLB) polio.2) IPV (Inactivated Polio Vaccine) IPV ini diberikan secara suntikan hanya sedikit memberikan kekebalan lokal di usus, tetapi memberikan kekebalan yang kuat di seluruh tubuh pada orang yang telah mendapat dosis lengkap. Total dosis yang diberikan adalah 4 dosis. Diberikan pada anak yang mempunyai halangan/kontraindikasi untuk mendapat OPV, pasien di luar daerah wabah, pasien yang ragu-ragu tentang status imunisasi anak, orang dewasa yang melakukan penjalanan ke daerah KLB/wabah, pekerja laboratorium yang menangani virus polio dan petugas kesehatan yang merawat pasien polio. IPV tidak dapat mencegah penyebaran virus polio karena tidak dapat mencegah terjadinya multiplikasi virus polio di usus seperti pada OPV.

Ada beberapa langkah upaya pencegahan penyakit polio ini, di antaranya:1. Eradikasi PolioDalam World Health Assembly tahun 1988 yang diikuti oleh sebagian besar negara di seluruh penjuru dunia dibuat kesepakatan untuk melakukan Eradikasi Polio (ERAPO) tahun 2000, artinya dunia bebas polio tahun 2000. Program ERAPO yang pertama dilakukan adalah dengan melakukan cajupan imunisasi yang memuelutuh.

2. PIN (Pekan Imunisasi Nasional)Selanjutnya, pemerintah mengadakan PIN pada tahun 1995, 1996, dan 1997. Imunsasi polio yang harus diberikan sesuai dengan rekomendasi WHO yaitu diberikan sejak lahir sebanyak 4 kali dengan interval 6-8 minggu. Kemudian diulang pada saat usia 1,5tahun; 5 tahun; dan usia 15 tahun.Upaya imunisasi yang berulang ini tentu takkan menimbulkan dampak negatif. Bahkan merupakan satu-satunya program yang efisien dan efektif dalam pencegahan penyakit polio.

3. Survailance Acute Flaccidd ParalysisYaitu mencari penderita yang dicurigai lumpuh layuh pada usia di bawah usia 15 tahun. Mereka harus diperiksa tinjanya untuk memastikan apakah karena polio atau bukan. Berbagai kasus yang diduga polio harus benar-benar diperiksa di laboratorium karena bisa saja kelumpuhan yang terjadi bukan karena polio.

4. Mopping UpArtinya tindakan vaksinasi massal terhadap anak usia di bawah 5 tahun di daerah ditemukannya penderita polio tanpa melihat status imunisasi polio sebelumnya.

Tampaknya di era globalisasi di mana mobilitas penduduk antarnegara sangat tinggi dan cepat muncul kesulitan dalam mengendalikan penyebaran virus ini. Selain pencegahan dengan vaksinasi polio, tentu harus disertai dengan peningkatan sanitasi lingkungan dan sanitasi perorangan. Penggunaan jamban keluarga, air bersih yang memenuhi persyaratan kesehatan, serta memelihara kebersihan makanan merupakan upaya pencegahan dan mengurangi resiko penularan virus polio yang kembali mengkhawatirkan.

Menjadi salah satu keprihatinan dunia bahwa kecacatan akibat polio menetap tak bisa disembuhkan. Penyembuhan yang bisa dilakukan sedikit sekali alias tidak ada obat untuk menyembuhkan polio. Namun sebenarnya orangtua tidak perlu panik jika bayi dan anaknya telah memperoleh vaksinasi polio lengkap.Kebutuhan rehabilitasi/ habilitasi bagi anak polioyelitis diarahkan untuk:1. Menumbuh kembangkan kemampuan agar dapat mengatasi akibat kelumpuhan2. Menjaga agar kelainan tidak menjadi parah. Diantara kebutuhan rehabilitasi/ habilitasi bagi anak yang limpuh karena polio, adalah :a. Mengurangi kondisi kontraktur sendi, melenturkan urat yangkaku maupun memendek, mengatasi otot fleksid, meninglkatkan ruanggerak sendi, melatih fungsi koordinaso dan lain-lain melalui berbagai bentuk terapi.b. Pemberian alat bantu khusus sesuai kebutuhan seperti brace pendek, brace oanjang, skoliosisi, flat foot, sepetu koreksi, splint/bidai.c. Bimbingan ADL baik dengan ataupun tanpa alat bantud. Bimbingan mobilitas, mulaidari posisi tubuh sampai berjalane. Bimbingan sosial psikologis untuk menghilangkan dampak negatif kelainanf. Pendidikan anak dengan orang tuag. Bimbingan ekonomi produktif

Selain dengan melakukan vaksinasi Polio dan rehabilitasi/ habilitasi, cara lain untuk mencegah penyakit polio adalah dengan selalu melakukan cuci tangan bila akan melakukan sesuatu pekerjaan seperti makan dll.

BAB VKESIMPULAN

Poliomyelitis merupakan penyakit akut dan menulat disebabkan virus polio/ poliovirus (PV) yang menyerang serabut syaraf penggerak ke sumsum tulang belakang. Akibatnya sistem kerja persyarafan otak ke sumsum tulang belakang terganggu yang mengakibatkan kelumpuhan dan pengecilan otot anggota gerak tubuh. Lebih banyak menyerang balita dan anak-anak.

Penularan virus terjadi secara langsung melalui beberapa cara, yaitu: (a) fekal-oral (dari tinja ke mulut) dan, (b)oral-oral (dari mulut ke mulut). Ada beberapa gejala kelainan utama dan penyerta pada anak poliomyelitis yang mungkin dapat dilakukan identifikasi: (1) Kelumpuhan dan/atau pengecilan otot anggota gerak tubuh, (b) Kontraktur atau kekakuan sendi, seperti sendi paha melipat ke depan, sendi lutut melipat ke belakang, sendi telapak kaki jinjir, melipat ke atas, ke luar, ke dalam, sendi rulang belakang skoliosis, (c) Atropi otot, sehingga kekuatan otot hilang dan, (d) Pemendekan urat di sekitar sendi, sehingga terjadi deformitas sendi.

Ada beberapa langkah upaya pencegahan penyakit polio ini, di antaranya: (1) Eradikasi Polio, (2) PIN (Pekan Imunisasi Nasional), dan (3) Survailance Acute Flaccidd Paralysis. Pengobatan dilakukan sesuai fase penyak8t yang terjadi dengan fisioterapi dan ortopedi.

DAFTAR PUSTAKA

Goe F Brooks dkk. 2004. Mikrobiologi Kedokteran ;Jawetz, Melnick & Adlebergs Medical Microbiology, Edisi 23. Jakarta: EGCIkatan Dokter Anak Indonesia. 2008. Penyakit Infeksi dan Tropis. Jakarta: Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia .WHO. 2001. Geneva: Departement of vaccines Biological.http:// www. litbang. depkes.go.idhttp://id.wikipedia.org/wiki/Poliomielitishttp://www.WHO. Org /Indonesia /id/ health nutrion 3175 htm http://www.totalkesehatananda.com/polio1.htmlhttp://www.unicef.org/indonesia/id/reallives_3189.html29