Makalah Meniere
-
Upload
ratna-utaminingtyas -
Category
Documents
-
view
278 -
download
3
Transcript of Makalah Meniere
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit meniere dinamakan sesuai nama seorang dokter Perancis, Prosper Meniere,
yang pada tahun 1861 pertama kali menerangkan mengenai trias gejala (vertigo tak
tertahankan episodik, tinitius, dan kehilangan pendengaran sensorineural berfluktuasi)
sebagai penyakit telinga dan bukan merupakan penyakit sentral atau otak. Etiologi penyakit
Meniere tidak diketahui namun terdapat berbagai teori, termasuk pengaruh neurokimia dan
hormonal abnormal-abnormal pada aliran darah yang menuju ke labirin, gangguan elektrolit
dalam cairan labirin, reaksi alergi, dan gangguan autoimun. Beberapa ahli menyalahkan
gangguan mikrovaskular di telinga dalam sehingga terjadi peningkatan di atas normal kadar
metabolit (glukosa, insulin, trigliserida, dan kolesterol) dalam darah.
Penyakit Meniere masa kini dianggap sebagai keadaan dimana terjadi
ketidakseimbangan cairan telinga tengah yang abnormal yang disebabkan oleh malabsorbsi
dalam sakus endolimfatikus. Namun, ada bukti menunjukkan bahwa banyak orang yang
menderita penyakit Meniere mengalami sumbatan pada duktus endolimfatikus. Apapun
penyebabnya, selalu terjadi hidrops endolimfatikus, yang merupakan pelebaran ruang
endolimfatikus. Baik peningkatan tekanan dalam sistem ataupun rupture membran telinga
dalam dapat terjadi dan menimbulkan gejala Meniere, seperti trauma, infeksi, alergi, dan
fistula perilimfe, dan otosklerosis.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana Laporan Pendahuluan pada penyakit Meniere?
2. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada pasien Meniere?
1.3 Tujuan
1. Menjelaskan Laporan Pendahuluan penyakit Meniere
2. Menjelaskan Asuhan Keperawatan pada pasien Meniere
1
1.4 Manfaat
1. Mampu mempermudah penyusun dan pembaca guna memahami materi tentang Sistem
Persepsi Sensori yang berhubungan dengan penyakit Meniere.
2. Menambah pengetahuan kita sebagai mahasiswa perawat tentang Sistem Persepsi
Sensori.
3. Dapat menjadi inspirasi kita dalam Praktik Keperawatan.
2
BAB II
LAPORAN PENDAHULUAN
2.1 Definisi
Penyakit Meniere pertama kali dijelaskan oleh seorang ahli dari Perancis bernama
Prospere Meniere dalam sebuah artikel yang diterbitkannya pada tahun 1861.
Definisi penyakit Meniere adalah suatu penyakit pada telinga dalam yang bisa mempengaruhi
pendengaran dan keseimbangan. Penyakit ini ditandai dengan keluhan berulang berupa
vertigo, tinnitus, dan pendengaran yang berkurang ssecara progresif, biasanya pada satu
telinga. Penyakit ini disebabkan oleh peningkatan volume dan tekanan dari endolimfe pada
telinga dalam.
Penyakit Maniere adalah suatu kelainan labirin yang etiologinya belum diketahui dan
mempunyai trias gejala yang khas, yaitu gangguan pendengaran, tinnitus dan serangan
vertigo (Kapita Selekta Edisi 3).
Pengertian vertigo berasal dari bahasa Yunani vertere yang artinya memutar.
Pengertian vertigo adalah : sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh atau lingkungan
sekitarnya, dapat disertai gejala lain, terutama dari jaringan otonomik akibat gangguan alat
keseimbangan tubuh Vertigo mungkin bukan hanya terdiri dari satu gejala pusing saja,
melainkan kumpulan gejala atau sindrom yang terdiri dari gejala somatik (nistagmus,
unstable), otonomik (pucat, peluh dingin, mual, muntah) dan pusing.
Tinnitus merupakan gangguan pendengaran dengan keluhan selalu mendengar bunyi,
namun tanpa ada rangsangan bunyi dari luar. Sumber bunyi tersebut berasal dari tubuh
penderita itu sendiri, meski demikian tinnitus hanya merupakan gejala, bukan penyakit,
sehingga harus di ketahui penyebabnya
2.2 Epidimiologi
Diperkirakan bahwa 2,4 juta orang di Amerika Serikat menderita penyakit Meniere.
Lebih sering pada orang dewasa, dengan rata-rata usia awitan pada usia 40-an. Gejala
biasanya dimulai antara umur 20 dan 6; namun ada juga dilaporkan diderita oleh anak-anak
pada usia 4 dan dewasa pada semua usia sampai usia 90-an. Penyakit Meniere nampaknya
3
sama pada kedua jenis kelamin, dan telinga kanan maupun kiri dapat terkena dengan
kecenderungan yang sama. Terjadi bilateral pada 20% pasien dan sampai 20% pasien
mempunyai riwayat keluarga yang positif terhadap penyakit ini.
2.3 Etiologi
Etiologi penyakit Meniere tidak diketahui namun terdapat berbagai teori, termasuk
pengaruh neurokimia dan hormonal abnormal-abnormal pada aliran darah yang menuju ke
labirin, gangguan elektrolit dalam cairan labirin, reaksi alergi, dan gangguan autoimun.
Beberapa ahli menyalahkan gangguan mikrovaskular di telinga dalam sehingga terjadi
peningkatan di atas normal kadar metabolit (glukosa, insulin, trigliserida, dan kolesterol)
dalam darah.
Penyakit Meniere masa kini dianggap sebagai keadaan dimana terjadi
ketidakseimbangan cairan telinga tengah yang abnormal yang disebabkan oleh malabsorbsi
dalam sakus endolimfatikus. Namun, ada bukti menunjukkan bahwa banyak orang yang
menderita penyakit Meniere mengalami sumbatan pada duktus endolimfatikus. Apapun
penyebabnya, selalu terjadi hidrops endolimfatikus, yang merupakan pelebaran ruang
endolimfatikus. Baik peningkatan tekanan dalam sistem ataupun rupture membran telinga
dalam dapat terjadi dan menimbulkan gejala Meniere, seperti trauma, infeksi, alergi, dan
fistula perilimfe, dan otosklerosis.
Berikut akan dijelaskan mengenai penyebab yang dianggap dapat mencetuskan penyakit
Meniere:
1. Virus Herpes (HSV)
Herpes virus banyak ditemukan pada pasien Meniere. Pernah ada laporan bahwa 12 dari 16
pasien Meniere terdapat DNA virus herpes simpleks pada sakus endolimfatikusnya. Selain itu
pernah dilaporkan juga pada pasien Meniere yang diberi terapi antivirus terdapat perbaikan.
Tetapi anggapan ini belum dapat dibuktikan seluruhnya karena masih perlu penelitian yang
lebih lanjut.
2. Herediter
Pada penelitian didapatkan 1 dari 3 orang pasien mempunyai orang tua yang menderita
penyakit Meniere juga. Predisposisi herediter dianggap mempunyai hubungan dengan
kelainan anatomis saluran endolimfatikus atau kelainan dalam sistem imunnya.
3. Alergi
4
Pada pasien Meniere didapatkan bahwa 30% diantaranya mempunyai alergi terhadap
makanan. Hubungan antara alergi dengan panyakit Meniere adalah sebagai berikut :
Sakus endolimfatikus mungkin menjadi organ target dari mediator yang dilepaskan
pada saat tubuh mengadakan reaksi terhadap makanan tertentu.
Kompleks antigen-antibodi mungkin menggangu dari kemampuan filtrasi dari sakus
endolimfatikus
Ada hubungan antara alergi dan infeksi virus yang menyebabkan hidrops dari sakus
endolimfatikus.
4. Trauma kepala
Jaringan parut akibat trauma pada telinga dalam dianggap dapat menggangu aliran
hidrodinamik dari endolimfatikus. Anggapan ini diperkuat dengan adanya pasien Meniere
yang mempunyai riwayat fraktur tulang temporal.
5. Autoimun
Ada pula anggapan dari ahli yang menyatakan bahwa hidrops endolimfe bukan merupakan
penyebab dari penyakit Meniere. Ini dikatakan oleh Honrubia pada tahun 1999 dan Rauch
pada tahun 2001 bahwa pada penelitian otopsi ditemukan hidrops endolimfe pada 6% dari
orang yang tidak menderita penyakit Meniere. Penelitian yang banyak dilakukan sekarang
difokuskan pada fungsi imunologik pada sakus endolimfatikus. Beberapa ahli berpendapat
penyakit Meniere diakibatkan oleh gangguan autoimun. Brenner yang melakukan penelitian
pada tahun 2004 mengatakan bahwa pada sekitar 25 % penderita penyakit Meniere
didapatkan juga penyakit autoimun terhadap tiroid. Selain itu Ruckenstein pada tahun 2002
juga mendapatkan pada sekitar 40 % pasien penderita penyakit Meniere didapatkan hasil
yang positif pada pemeriksaan autoimun darah.
2.4 Klasifikasi dan Tanda Gejala
NO TIPE TANDA DAN GEJALA
1. Penyakit meniere vestibuler Vertigo hanya bersifat episodic
Penurunan respons vestibuler atau tak
ada respons pada telinga yang sakit
Tak ada gejala koklear
5
Tak ada kehilangan pendengaran
objektif
Kelak dapat mengalami gejala dan
tanda koklear
2. Penyakit meniere klasik Mengeluh vertigo
Kehilangan pendengaran sensorineural
berfluktuasi.
Tinnitus
3. Penyakit meniere koklea kehilangan pendengaran berfluktuasi
tekanan atau rasa penuh aural
tinnitus
kehilangan pendengaran terlihat pada
hasil uji
tak ada vertigo
uji labirin vestibuler normal
kelak akan menderita gejala dan tanda
vestibule
2.5 Manifestasi Klinis
Penyakit Meniere ditandai dengan empat gejala; kehilangan pendengaran
sensorineural progresif, fluktuatif, tinnitus atau suara berdenging, perasaan adanya tekanan
atau rasa penuh dalam telinga dan vertigo tak tertahankan episodik yang sering disertai mual
dan/atau muntah. Gejala tersebut bisa hanya merupakan gangguan ringan tapi dapat juga
sangat berat. Pada awitan penyakit, mungkin hanya satu atau dua dari gejala yang manifest,
namun diagnosa Meniere hanya bisa ditegakkan bila ada dua sub penyakit Meniere atipikal:
koklear dan vestibuler. Penyakit Meniere koklear dikenali dengan adanya kehilangan
pendengaran sensorineural progresif sehubungan dengan tinnitus dan tekanan dalam telinga
tanpa temuan atau gejala vestibuler. Penyakit Meniere vestibuler ditandai dengan tekanan
dalam telinga tanpa gejala koklear. Beberapa pasien mengalami penyakit Meniere koklear
atau vestibuler pada awalnya, namun pada kebanyakan pasien akhirnya akan mengalami
kelima gejala penyakit Meniere.
6
Vertigo biasanya merupakan gejala yang paling mengganggu. Ditarik riwayat yang
diteliti, yang akan menunjukkan frekuensi, durasi, berat dan sifat serangan vertigo. Secara
khas, pasien melaporkan bahwa vertigo biasanya berlangsung dari beberapa menit sampai
beberapa jam dan dapat disertai mual dan atau muntah. Selain itu, keluhan pasien mengenai
diaphoresis di samping perasaan tidak seimbang atau gamang yang menetap, yang dapat
berlangsung selama beberapa hari. Mereka juga mungkin mengeluh adanya serangan yang
sampai membangunkan mereka di malam hari, namun di antara serangan mereka merasakan
perasaan sehat. Kehilangan pendengaran dapat berfluktuasi, dan tinnitus dan tekanan dalam
telinga dapat pasang surut sesuai gangguan pendengaran. Tinitus dan rasa penuh dalam
telinga mungkin hanya ada sebelum serangan, atau bisa juga menetap. Perubahan tekanan
barometric atau posisi dapat terjadi memicu terjadinya serangan.
2.6 Patofisiologi
Pada pemeriksaan histopatologi tulang temporal didapatkan pelebaran dan perubahan
pada morfologi pada membran Reissner. Terdapat penonjolan ke dalam skala vestibuli,
terutama di daerah apeks koklea (helikotrema). Sakulus juga mengalami pelebaran yang
dapat menekan utrikulus. Pada awalnya pelebaran skala media dimulai dari apeks koklea,
kemudian dapat meluas mengenai bagian tengah dan basal koklea.
Secara patologis, penyakit Meniere disebabkan oleh pembengkakan pada
kompartemen endolimfatik, bila proses ini berlanjut dapat terjadi ruptur membran Reissner
sehingga endolimfe bercampur dengan perilimfe. Hal ini meyebabkan gangguan pendengaran
sementara yang kembali pulih setelah membrana kembali menutup dan cairan endolimfe dan
perilimfe kembali normal. Hal ini yang menyebabkan terjadinya ketulian yang dapat sembuh
bila tidak terjadinya serangan.
Terjadinya Low tone Hearing Loss pada gejala awal yang reversibel disebabkan oleh
distorsi yang besar pada daerah yang luas dari membrana basiler pada saat duktus koklear
membesar ke arah skala vestibuli dan skala timpani.
Mekanisme terjadinya serangan yang tiba-tiba dari vertigo kemungkinan disebabkan
terjadinya penonjolan-penonjolan keluar dari labirin membranasea pada kanal ampula.
Penonjolan kanal ampula secara mekanis akan memberikan gangguan terhadap krista. Tinitus
dan perasaan penuh di dalam telinga pada saat serangan mungkin disebabkan tingginya
tekanan endolimfatikus.
7
2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan meliputi menasehati untuk mengubah gaya hidup dan kebiasaan atau
penatalaksanaan pembedahan. Namun penyakit Meniere bukan merupakan masalah yang
membahayakan jiwa; maka pasien dapat memilih untuk tidak melakukan tindakan apapun
sampai tahap tertentu selama pelaksanaan. Beberapa pasien membaik bersama waktu saat
penyakit “hangus”. Tak ada penyembuhan untuk penyakit Meniere, penatalaksanaan
dirancang untuk menghilangkan vertigo atau menghentikan perkembangan atau menstabilkan
penyakit.
Pendekatan penatalaksanaan meliputi rehabilitasi dan strategi diet selain penanganan
medis dan pembedahan. Banyak pasien dapat mengontrol gejala dengan mematuhi diet
rendah garam (2000 mg/hari). Jumlah natrium merupakan salah satu faktor yang mengatur
8
Pembengkakan kompartemen endolimfatik
Ruptur membrane reissner
Endolimfe bercampur dengan perilimfe
Gangguan pendengaran
Ketulian Distorsi membrane basiler
Pembesaran skala vestibule dan skala timpani
keseimbangan cairan dalam tubuh. Retensi natrium dan cairan dapat memutuskan
keseimbangan halus antara endolimfe dan parilimfe di dalam telinga dalam. Kafein dan
nikotin merupakan stimulan vasoaktif, dan menghindarri kedua zat tersebut dapat
mengurangi gejala. Banyak pasien diminta menghindari alkohol karena dapat memicu
serangan. Ada kepercayaan bahwa serangan vertigo dipicu oleh reaksi alergi terhadap ragi
dalam alkohol dan bukan karena alkoholnya sendiri.
Tindakan pengobatan untuk vertigo terdiri atas antihistamin, seperti meklizin
(Antivert), yang menekan sistem vestibular. Tranquilizer seperto diazepam (Valium) dapat
digunakan pada kasus akut untuk membantu mengontrol vertigo, namun karena sifat
adiktifnya tidak digunakan sebagai pengobatan jangka panjang. Antiemetik seperti
supositoria prometazin (Phenergan) tidak hanya mengurangi mual dan muntah tapi juga
vertigo karena efek antihistaminnya. Diuretika seperti Dyazide atau hidroklortiazid kadang
dapat membantu mengurangi gejala penyakit Meniere dengan menurunkan tekanan dalan
sistem endolimfe. Pasien harus diingatkan untuk makan-makanan yang mengandung kalium,
seperti pisang, tomat, dan jeruk ketika menggunakan diuretik yang menyebabkan kehilangan
kalium. Vasodilator, seperti asam nikotinat, papaverin hidroklorida (pavabid), dan metantelin
bromide (Banthine) tak terbukti secara ilmiah mengurangi gejala penyakit Meniere.
Penatalaksanaan bedah.
Meskipun kebanyakan pasien berhasil ditangani dengan terapi konservatif, namun ada
juga yang tetap menderita serangan vertigo yang melumpuhkan. Bila serangan ini
mengganggu kualitas hidup, pasien direncanakan untuk menjalani terapi bedah untuk
perbaikan. Namun, kehilangan pendengaran, tinitus, dan rasa penuh dalam telinga tetap
berlanjut karena penatalaksanaan bedah pada penyakit Meniere ditujukan untuk
menghilangkan serangan vertigo.
Dekompresi sakus endolimfatikus atau pintasan secara teoritis akan menyeimbangkan
tekanan dalam ruangan endolimfe. Pirau atau drain dipasang di dalam sakus endolimfatikus
melalui insisi postaurikuler. Telah dilaporkan adanya keberhasilan sebesar 75%
menghilangkan serangan vertigo (Meyerhoff & Rice, 1992). Prosedur ini disukai oleh banyak
ahli otolaringologi sebagai pendekatan bedah garis pertama terhadap vertigo pada penyakit
Meniere, karena relative sederhana dan aman dan dapat dilakukan pada pasien rawat jalan.
9
Obat ototoksik, seperti treptomisin atau gentamisin, dapat diberikan kepada pasien
dengan injeksi sistemik atau infuse ke telinga tengah dan dalam. Angka keberhasilan
menghilangkan vertigo cukup tinggi, sekitar 85%, namun resiko kehilangan pendengaran
juga cukup tinggi. Prosedur perfusi telinga dalam biasanya memerlukan rawat inap semalam
di rumah sakit, dan banyak pasien yang mengalami periode ketidakseimbangan yang
berlangsung selama beberapa minggu.
Prosedur labirintektomi dengan pendekatan transkanal dan trans-mastoid juga berhasil
sekitar 85% dalam menghilangkan vertigo, namun fungsi auditorius telinga dalam juga
hancur. Morbiditas tambahan sehubungan dikaitkan dengan prosedur ini, dan beberapa ahli
otologi merasa bahwa bila pasien terancam risiko ini (mis, nervus, fasialis, kebocoran cairan
serebrospinal, kehilangan pendengaran total), prosedur yang potensial lebih berhasil seperti
pemotongan nervus vestibularis (pemotongan nervus kranialis VIII) harus yang dilakukan.
Pemotongan nervus vestibularis memberikan jaminan tertinggi (sekitar 98%) dalam
menghilangkan serangan vertigo. Dapat dilakukan translabirin (melalui mekanisme
pendengaran) atau dengan cara yang dapat mempertahankan pendengaran (suboksipital) atau
fosa kranialis medial), bergantung pada derajat hilangnya pendengaran. Kebanyakan pasien
dengan penyakit meniere yang sangat menderita akibat serangan vertigo, biasanya sudah
tidak mempunyai pendengaran sama sekali atau sedikit sekali. Pemotongan saraf sebenarnya
mencegah otak menerima masukan dari kanalis semisirkularis. Prosedur ini memerlukan
rawat inap beberapa hari di rumah sakit.
10
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
PASIEN DENGAN MENIERE
3.1 Pengkajian
a. Identitas Klien
Nama, tempat tanggal lahir, jenis kelamin,umur, pekerjaan, nama ayah/ ibu, pekerjaan,
alamat, agama, suku bangsa, pendidikan terakhir.
b. Keluhan Utama
Vertigo.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Tinitus: Suara meraung, seperti mesin atau bordering dalam telinga. Biasanya tinnitus
memburuk atau akan tampak tepat sebelum timbulnya vertigo.
Gangguan pendengaran : Suara-suara yang keras mungkin menjadi tidak nyaman dan
mungkin tampak menyimpang pada telinga.
d. Riwayat Penyakit dahulu
Terjadi ketidak seimbangan cairan telinga tengah yang abnormal yang di sebakan oleh
malabsorbsi dalam sakus endolinfatikus. Namun, ada bukti menunjukkan bahwa
banyak orang yang menderita penyakit meniere mengalami sumbatan pada duktus
endolinfatikus. Apapun penyebabnya, selalu terjadi hidrops endolinfatikus, yang
merupakan pelebaran ruang endolinfatikus. Baik peningkatan tekanan dalam sistem
ataupun ruktur membrane telinga dalam dapat terjadi dan menimbulkan gejala meniere.
e. Riwayat Keluarga
Pada penelitian didapatkan 1 dari 3 orang pasien mempunyai orang tua yang menderita
penyakit Meniere juga. Predisposisi herediter dianggap mempunyai hubungan dengan
kelainan anatomis saluran endolimfatikus atau kelainan dalam sistem imunnya.
Observasi Dan Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
2. Tanda-Tanda Vital
Suhu, Nadi, Tekanan,Darah, respiratory rate (RR)
11
3. Pemeriksaan pendengaran
Tes Weber
Untuk membandingkan hantaran tulang antara kedua telinga pasien.
Pada pasien meniere pemeriksaan weber mendapatkan hasil suara hanya terdengar
pada telinga kiri.
4. Pemeriksaan per sistem :
a) B1 : Breathing (Sistem Pernapasan)
Bentuk dada
Pola nafas : normal
Suara napas : normal
Retraksi otot bantu napas : tidak ada
Alat bantu pernapasan : tidak ada
b) B2 : Blood (Sistem Kardiovaskular)
Irama jantung : regular; S1,S2 tunggal.
Akral : normal
Tekanan darah : hipotensi
c) B3 : Brain (Sistem Persyarafan)
Tinitus, penurunan pendengaran, vertigo
d) B4 : Bladder (Sistem Perkemihan)
Normal
e) B5 : Bowell (Sistem Pencernaan)
Asupan nutrisi : terganggu akibat mual, muntah dan anoreksia
f) B6 : Bone (Sistem Integumen dan Muskuloskeletal)
Turgor kulit : menurun
Mobilitas fisik : lemah, malaise
5. Pemeriksaan Penunjang
1) Pneumo-otoskopi untuk melihat ada tidaknya nistagmus
Romberg test
Fukuda marching step test
Dix-Hallpike test atau tes kalori bitermal
2) Audiogram
3) Tes gliserin
12
Pasien diberi minum gliserin 1,2 ml/ kg BB setelah diperiksa kalori dan
audiogram. Setelah 2 jam diperiksa kembali dan dibandingkan. Perbedaan bermakna
menunjukkan adanya hidrops endolimfatikus.
4) Transtimpanic Elektrokokleografi
Dapat menunjukkan abnormalitas pada 60% pasien yang menderita penyakit meniere.
5) Politom Elektronistagmogram
Bisa normal atau menunjukkan penurunan respons vestibuler.
6) CT scan atau MRI kepala
7) Elektroensefalografi
8) Stimulasi kalorik
9) Videonistagmography
3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi cedera yang berhubungan dengan perubahan mobilitas karena gangguan cara
jalan dan vertigo.
2. Kerusakan penilaian yang berhubungan dengan ketidakmampuan yang memerlukan
perubahan gaya hidup akibat vertigo yang tidak dapat diperkirakan.
3. Resiko terhadap kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan meningkatnya
haluaran cairan, perubahan masukan, dan obat-obatan.
4. Ansietas yang berhubungan dengan ancaman, atau perubahan, status kesehatan dan efek
ketidakmampuan vertigo.
5. Resiko terhadap trauma yang berhubungan dengan kesulitan keseimbangan.
6. Koping individu tidak efektif yang berhubungan dengan kepekaan diri dan harapan
keteguhan yang tak tercapai dari vertigo.
7. Kurang aktivitas pengalih yang berhubungan dengan hambatan lingkungan terhadap
aktivitas tersebut.
13
8. Kurang perawataan diri : makan, mandi/hygiene, berpakaian/ berdandan, toileting, yang
berhubungan dengan disfungsi labirin dan episode vertigo.
9. Ketidakberdayaan yang berhubungan dengan perjalanan penyakit dan menjadi tak berdaya
dalam situasi tertentu akibat vertigo/gangguan keseimbangan.
3.3 Intervensi
1. Dx 1 : Resiko tinggi cedera yang berhubungan dengan perubahan mobilitas karena
gangguan cara jalan dan vertigo.
Tujuan : Tetap bebas dari cedera yang berkaitan dengan ketidakseimbangan atau
jatuh.
Kriteria Hasil : Resiko tinggi terhadap cidera dapat terminimalisir.
Intervensi Rasional Hasil yang diharapkan
1. Kaji vertigo yang
meliputi riwayat, awitan,
gambaran serangan,
durasi, frekuensi, dan
adanya gejala telinga yang
terkait(kehilangan
pendengaran, tinitus, rasa
penuh di telinga).
1. Riwayat memberikan
dasar untuk intervensi
selanjutnya.
Tidak mengalami
jatuh akibat
gangguan
keseimbangan.
2. Kaji luasnya
ketidakmampuan dalam
hubungannya dengan
aktivitas hidup sehari-hari.
2. Luasnya ketidakmampuan
menunjukkan resiko jatuh.
Ketakutan dan
ansietas berkurang.
3. Ajarkan atau tekankan
terapi
vestibuler/keseimbangan
sesuai ketentuan.
3. Latihan mempercepat
kompensasi labirintin, yang
dapat mengurangi vertigo
dan gangguan cara jalan.
Melakukan latihan
sesuai ketentuan.
4. Berikan atau ajari cara
pemberian obat antivertigo
dan atau obat penenang
4. Menghilangkan gejala akut
vertigo.
Menggunakan obat
yang diresepkan
14
vestibuler; beri petunjuk
pada pasien mengenai efek
sampingnya.
dengan baik.
5. Dorong pasien untuk
berbaring bila merasa
pusing; dengan pagar
tempat tidur dinaikkan.
5. Mengurangi kemungkinan
jatuh dan cedera.
Segera melakukan
posisi horizontal
saat pusing.
6. Letakkan bantal pada
kedua sisi kepala untuk
membatasi gerakan.
6. Gerakan akan
memperberat vertigo.
Menjaga kepala
tetap diam saat
pusing.
7. Bantu pasien mencari
dan menentukan
aura(adanya gejala aural)
yang mendahului
terjadinya setiap serangan.
7. Pengenalan aura dapat
membantu mengetahui saat
perlunya memakai obat
sebelum terjadi serangan
sehingga dapat
meminimalkan beratnya efek.
Mengenali sifat
rasa penuh atau rasa
tekanan di dalam
telinga yang terjadi
sebelum serangan.
8. Anjurkan pasien tetap
membuka matanya dan
memandang lurus ke
depan ketika berbaring dan
mengalami vertigo.
8. Perasaan vertigo
berkurang dan gerakan
mengalami deslerasi bila
mata tetap dijaga pada posisi
yang tetap.
Melaporkan upaya
yang dapat
membantu
mengurangi
vertigo.
2. Dx 2 : Kerusakan penilaian yang berhubungan dengan ketidakmampuan yang
memerlukan perubahan gaya hidup akibat vertigo yang tidak dapat diperkirakan.
Tujuan : Mengubah gaya hidup untuk menurunkan ketidakmampuan dan
memaksimalkan kontrol dan kemandirian dalam batas normal yang diakibatkan oleh
vertigo kronis.
Kriteria Hasil: Kerusakan penilaian dapat teratasi.
Intervensi Rasional Hasil yang diharapkan
1. Dorong pasien untuk
mengidentifikasi kekuatan
1. Memaksimalkan rasa
peningkatan kontrol dan
Mengguankan
control maksimal
15
dan peran diri yang tetap
dapat dipenuhi.
kemandirian. terhadap lingkungan
dan kemandirian
dalam batas yang
masih bisa dicapai
dengan vertigo.
2. Beri informasi
mengenai vertigo dan apa
bisa diharapkan.
2. Mengurangi ketakutan dan
ansietas.
Telah memahami
informasi mengenai
kondisi.
3. Libatkan keluarga dan
orang terdekat dalam
proses rehabilitasi.
3. Merasa percaya kepada
orang terdekat penting bagi
kepatuhan pasien terhadap
program pengobatan.
Keluarga dan orang
terdekat dilibatkan
dalam proses
rehabilitasi.
4. Dorong pasien untuk
menjaga rasa control
dengan membuat
keputusan dan
memberikan tanggung
jawab yang lebih untuk
perawatan.
4. Memperkuat hasil
psikologi dan sosial yang
positif.
Mempergunakan
kekuatan dan
potensi untuk
menjalankan gaya
hidup yang paling
mandiri dan
konstruktif.
3. Dx 3 : Resiko terhadap kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan
meningkatnya haluaran cairan, perubahan masukan, dan obat-obatan.
Tujuan : Mempertahankan keseimbangan elektrolit-cairan normal.
Kriteria Hasil : Kekurangan cairan atau dehidrasi dapat tertangani
Intervensi Rasional Hasil yang diharapkan
1. Kaji atau minta pasien
mengkaji masukan dan
haluaran (termasuk
emesis, tinja cair, urin dan
diaforesis). Pantau hasil
1. Pencatatan yang akurat
merupakan dasar untuk
penggantian cairan.
Nilai laboratorium
dalam batas normal.
16
laboratorium.
2. Kaji indikator dehidrasi,
termasuk tekanan darah
(ortostasis), denyut nadi,
turgor kulit, membrane
mukosa dan tingkat
kesadaran.
2. Pengenalan segera adanya
dehidrasi memungkinkan
intervensi segera.
Sadar dan
berorientasi; tanda
vital dalam batas
normal, turgor kulit
normal, elektrolit
normal.
3. Dorong konsumsi
cairan oral sesuai
toleransi; hindari minuman
yang mengandung kefein
(stimulant vestibuler).
3. Penggantian cairan oral
harus dimulai sesegera
mungkin untuk mengganti
kehilangan. Kafein dapat
meningkatkan diare.
Membran mukosa
tetap lembab.
4. Berikan atau ajari cara
pemberian obat antiemetik
dan anti diare sesuai resep
dan kebutuhan. Berikan
instruksi pada pasien
mengenai efek
sampingnya.
4. Antiemetik dapat
mengurangi mual dan
muntah, mengurangi
kehilangan cairan dan
memperbaiki masukan per
oral. Obat antidiare
menurunkan motilitas usus
dan kehilangan cairan.
Muntah dan diare
telah berhenti;
masukan oral yang
biasa telah tercapai.
4. Dx 4 : Ansietas yang berhubungan dengan ancaman, atau perubahan, status
kesehatan dan efek ketidakmampuan vertigo.
Tujuan: Mengalami penurunan atau tidak mengalami ansietas.
Kriteria Hasil : Ansietas atau kecemasan dapat teratasi.
Intervensi Rasional Hasil yang diharapkan
1. Kaji tingkat ansietas.
Bantu pasien
mengidentifikasi
1. Memandu intervensi
terapeutik dan pertisipasi
dalam perawatan diri.
Ketakutan dan
ansietas tentang
serangan vertigo
17
keterampilan koping yang
telah dilakukan dengan
berhasil pada masa lalu.
Keterampilan koping pada
masa lalu dapat mengurangi
ansietas.
berkurang atau
hilang.
2. Beri informasi
mengenai vertigo dan
penanganannya.
2. Meningkatkan
pengetahuan membantu
mengurangi ansietas.
Mencapai
pengetahuan dan
ketempilan untuk
berkompromi
dengan vertigo.
3. Dorong pasien
mendiskusikan ansietas
dan gali keprihatinan
mengenai serangan
vertigo.
3. Meningkatkan kesadaran
dan pemahaman hubungan
antara tingkat ansietas dan
perilaku.
Merasakan
berkurangnya
ketegangan,
ansietas dan
ketidakpastian.
4. Ajarkan pasien teknik
penatalaksanaan stress
atau lakukan rujukan bila
perlu.
4. Memperbaiki manajemen
stress mengurangi frekuensi
dan beratnya serangan
vertigo.
Memanfaatkan
teknik manajemen
stress bila
diperlukan.
5. Berikan upaya
kenyamanan dan hindari
aktivitas yang
menyebabkan stress.
5. Situasi penuh stress dapat
memperberat gejala kondisi
ini.
Menghindari
peristiwa yang
menjengkelkan.
6. Instruksikan pasien
dalam aspek program
pengobatan.
6. Pengetahuan pasien
membantu mengurangi
ansietas.
Mengulagi instruksi
yang diberikan dan
menyebutkan
pemahaman
mengenai
penanganan.
5. Dx 5 : Resiko terhadap trauma yang berhubungan dengan kesulitan keseimbangan.
Tujuan : Mengurangi resiko trauma dengan mengadaptasi lingkungan rumah dan
dengan menggunakan alat rehabilitative bila perlu.
18
Kriteria Hasil: Resiko trauma dapat terminimalisir.
Intervensi Rasional Hasil yang diharapkan
1. Lakukan pengkajian
untuk gangguan
keseimbangan dan atau
vertigo dengan menarik
riwayat dan dengan
pemeriksaan adanya
nistagmus, Romberg
positif, dan
ketidakmampuan
melakukan Romberg
tandem.
1. Kelainan vestibuler perifer
menyebabkan gejala dan
tanda ini.
Mengadaptasi
lingkungan rumah
atau menggunakan
alat rehabilitasi
untuk mengurangi
resiko jatuh.
2. Bantu ambulasi bila ada
indikasi.
2. Cara jalan yang abnormal
dapat membuat pasien tidak
bisa tegak dan jatuh.
Mampu melakukan
ambulasi dengan
bantuan seperlunya.
3. Lakukan pengkajian
ketajaman penglihatan dan
defisit propriseptif.
3. Keseimbangan tergantung
pada sistem visual,
vestibuler dan proprioseptif.
Telah teridentifikasi
resiko visual dan
proprioseptif.
4. Dorong peningkatan
tingkat aktivitas dengan
atau tanpa menggunakan
alat bantu.
4. Peningkatan aktivitas
dapat membantu mencapai
kembali sistem
keseimbangan.
Tingkat aktivitas
telah meningkat.
5. Bantu mengidentifikasi
bahaya di lingkungan
rumah.
5. Adaptasi terhadap
lingkungan rumah dapat
menurunkan resiko jatuh
selama proses rehabilitasi.
Lingkungan rumah
terbebas dari
bahaya.
6. Dx 6 : Koping individu tidak efektif yang berhubungan dengan kepekaan diri dan
harapan keteguhan yang tak tercapai dari vertigo.
19
Tujuan : Mengembangkan keterampilan yamg di perlukan untuk menurunkan
kepekaan dan kebutuhan yang tak tercapai serta memperlihatkan koping efektif.
Kriteria Hasil : Koping individu pasien dapat kembali efektif seperti semula.
Intervensi Rasional Hasil yang Diharapkan
1. Kaji penilaian kognitif
pasien mengenai
penyakitnya dan factor
yang mungkin
memperberatkan
ketidakmampuan pasien
mengembangkan koping.
1. Meningkatkan citra
diri pasien dan
Meningkatkan proses
koping.
Melakukan oping
secara efektif terhadap
vertigo.
2. Berikan informasi
factual mengenai
penanganan dan status
kesehatan di masa depan.
2. Menjelaskan
informasi yang salah
atau kebingungan
Mencapai pengetahuan
dan keterampilan untuk
melakukan koping terhadap
vertigo
3. Dorong dan bantu
pasien berpartisipasi
dalam pembuatan
keputusan mengenai
penyesuaian gaya hidup.
3. Membantu pasien
mencapai kembali
perasaan kuat dan
control dalam perawatan
diri dengan aktivitas
kehidupan sehari-hari.
Mengucapkan
berkurangnya situasi
yang membahayakan
dirinya.
4. Dorong pasien
mempertahankan
aktivitas diversional dan
rekreasional, latihan dan
peristiwa sosial.
4. Isolasi sosial dan
penghindaran aktivitas
yang menyenangkan akan
memperbarat
keterasingan dan
mengurangi kemampuan
melakukan koping
terhadap vertigo.
Terlibat dalam aktivitas
di luar rumah.
5. Bantu pasien
mengidentifikasi
kekuatan personal dan
5. Untuk meningkatkan
kekuatan pasien yang
dapat membantu menjaga
Mengidentifikasi startegi
khusu untuk koping.
20
kembangkan startegi
koping berdasar pada
pengalaman positif
terdahulu dalam
menghadapi stress dan
dukungan situsional.
pengharapan.
6. Rujuk pasien ke
kelompok pendukung
atau konseling sesuai
indikasi
6. Dapat membantu
pasien merasa tidak
terlalu kesepian dan
terasing.
Memanfaatkan kelompok
pendukung atau
konseling bila perlu.
7. Dx 7 : Kurang aktivitas pengalih yang berhubungan dengan hambatan lingkungan
terhadap aktivitas tersebut.
Tujuan :Bergabung dalam aktivitas pengalih
Kriteria Hasil : Pasien dapat melakukan aktivitas pengalih.
Intervensi Rasional Hasil yang Diharapkan
1. Kaji tingkat dan jenis
aktivitas pengalih untuk
merencanakan aktivitas
yang sesuai
1. Kebosanan dapat
terlihat, begitu juga
depresi; membantu
menentukan toleransi
maupun kesukaan.
Mengungkapkan
berkurangnya rasa bosan
dan nampak siaga dan
hidup.
2. Diskusikan pola
aktivitas pengalih yang
biasa dengan pasien,.
Berikan kesempatan untuk
melanjutkan aktivitas
engalih yang sangat
bararti.
2. Untuk menyediakan
informasi mengenai
stressor yang nyata
maupun yang dirasakan
yang mempengaruhi
tingkat aktivitas;
mendukung rasa harga
diri dan produksivitas
pasien.
Mencari kesempatan
yang realistis untuk
terlibat dalam aktivitas
pengalih.
21
8. Dx 8 : Kurang perawataan diri : makan, mandi/hygiene, berpakaian/ berdandan,
toileting, yang berhubungan dengan disfungsi labirin dan episode vertigo.
Tujuan :Mampu melakukan perawatan diri
Kriteria Hasil : Pasien dapat melakukan perawatan diri.
Intevensi Rasional Hasil yang Diinginkan
1. Berikan atau ajari cara
pemberian antiemetic dan
obat lain yang di respkan
untuk mengurangi mual
dan muntah yang
berkaitan dengan vertigo.
1. Antiemeitik dan obat
penenang akan menekan
stimuli terhadap
serebelum
Menjalankan fungsi yang
di perlukan selama
periode bebas gejala.
Memakan obat untuk
mengurangi mual dan
muntah.
2. Dorong pasien
melakukan perawatan
kebutuhan badan aat
bebas dari vertigo
2. Penyediaan jeda di
antara aktivitas penting
karena episode vertigo
terjadi bervariasi.
Menjalankan aktivitas
sehari-hari
3. Bahas diet dengan
pasien dan pemberi
asuhan. Sediakan cairan
sesuai kebutuhan.
3. Pembatasan natrium
dapat membatu
memperbaiki
ketidakseimbangan cairan
teinga dalam pada
beberapa pasien sehingga
dapat menurunkan vertigo.
Cairan dapat mencegah
terjadinya dehidrasi.
Menerima perencanaan
diet dan melaporkan
efektivitasnya. Meminum
cairan dalam jumlah
cukup.
9. Dx 9 : Ketidak berdayaan yang berhubungan dengan perjalanan penyakit dan
menjadi tak berdaya dalam situasi tertentu akibat vertigo/gangguan keseimbangan.
Tujuan :Mengalami peningkatan perasaan control terhadap kehidupan dan aktivitas
meskipun mengalami vertigo atau gangguan keseimbangan
22
Kreteria Hasil : . Ketidak berdayaan dapat teratasi.
Intervensi Rasional Hasil yang Diharapkan
1. Kaji kebutuhan, nilai,
perilaku, dan kesiapan
untuk memulai aktivitas
1. Melibatkan pasien
dalam perencanaan
aktivitas dan erawatan
akan meningkatkan
potensial
Tidak membatasi aktivitas
secara membabi buta
akibat vertigo
2. Beri kesempatan bagi
pasien untuk
mengekspresikan
perasaan (katarisis)
mengenai diri dan
penyakitnya
2. Mengekspresian
perasaan dapat
meningkatkan
pemahaman gaya koping
individu dan mekanisme
pertahanan.
Mengucapkan perasaan
positif mengenal
kemampuan mencapai
perasaan mampu dan
kotrol
3. Bantu pasien
mengidentifikasi
perilaku koping yang
berhasil sebelumnya
3. Kesadaran dapat
meningkatkan
pemahaman mengenai
stesor yang memicu
perasaan
ketidakberdayaan.
Kesadaran akan
keberhasilan di masa
lalu dapat meningkatkan
rasa percaya diri.
Perilaku koping
sebelumnya yang
berhasil telah
terinentifikasi
3.4 Implementasi
Dx 1
Intervensi Implementasi
1. Kaji vertigo yang
meliputi riwayat, awitan,
gambaran serangan,
durasi, frekuensi, dan
1. Mengkaji vertigo berdasarkan riwayat memberikan
dasar untuk intervensi selanjutnya.
23
adanya gejala telinga yang
terkait(kehilangan
pendengaran, tinitus, rasa
penuh di telinga).
2. Kaji luasnya
ketidakmampuan dalam
hubungannya dengan
aktivitas hidup sehari-hari.
2. Mengkaji luasnya ketidakmampuan menunjukkan
resiko jatuh.
3. Ajarkan atau tekankan
terapi
vestibuler/keseimbangan
sesuai ketentuan.
3. Mengajarkan terapi latihan mempercepat kompensasi
labirintin, yang dapat mengurangi vertigo dan gangguan
cara jalan.
4. Berikan atau ajari cara
pemberian obat antivertigo
dan atau obat penenang
vestibuler; beri petunjuk
pada pasien mengenai efek
sampingnya.
4. Memberikan obat antivertigo atau obat penenang
dapat menghilangkan gejala akut vertigo.
5. Dorong pasien untuk
berbaring bila merasa
pusing; dengan pagar
tempat tidur dinaikkan.
5. Menyuruh psaien untuk berbaring agar mengurangi
resiko jatuh dan cedera.
6. Letakkan bantal pada
kedua sisi kepala untuk
membatasi gerakan.
6. Melatakkan bantal pada kedua sisikepala untuk
membatasi gerakan karena gerakan akan memperberat
vertigo.
7. Bantu pasien mencari
dan menentukan
aura(adanya gejala aural)
yang mendahului
terjadinya setiap serangan.
7. Mencari dan menentukan aura.Pengenalan aura dapat
membantu mengetahui saat perlunya memakai obat
sebelum terjadi serangan sehingga dapat meminimalkan
beratnya efek.
8. Anjurkan pasien tetap
membuka matanya dan
memandang lurus ke
8. Menganjurkan pasien membuka mata dan
memandang lurus ke depan agar vertigo berkurang dan
gerakan mengalami deslerasi bila mata tetap dijaga pada 24
depan ketika berbaring dan
mengalami vertigo.
posisi yang tetap.
Dx 2
Intervensi Implementasi
1. Dorong pasien untuk
mengidentifikasi kekuatan dan peran
diri yang tetap dapat dipenuhi.
1. Mengidentifikasi kekuatan dan peran diri
untuk tetap terpenuhi sehingga dapat
memaksimalkan rasa peningkatan kontrol dan
kemandirian.
2. Beri informasi mengenai vertigo
dan apa bisa diharapkan.
2. Memberikan informasi mengenai vertigo
agar mengurangi ketakutan dan ansietas.
3. Libatkan keluarga dan orang
terdekat dalam proses rehabilitasi.
3. Melibatkan keluarga terdekat dalam
rehabilitasi karena percaya kepada orang
terdekat penting bagi kepatuhan pasien
terhadap program pengobatan.
4. Dorong pasien untuk menjaga rasa
control dengan membuat keputusan
dan memberikan tanggung jawab
yang lebih untuk perawatan.
4. Mendorong pasien untuk menjaga control
agar dapat memperkuat hasil psikologi dan
sosial yang positif.
Dx 3
Intervensi Implementasi
1. Kaji atau minta pasien mengkaji
masukan dan haluaran (termasuk
emesis, tinja cair, urin dan
diaforesis). Pantau hasil
laboratorium.
1. Mengkaji masukan dan haluaran pasien
agar mendapat data yang akurat.
2. Kaji indikator dehidrasi, termasuk
tekanan darah (ortostasis), denyut
nadi, turgor kulit, membrane mukosa
2. Mengkaji dehidrasi karena adanya
dehidrasi memungkinkan intervensi segera.
25
dan tingkat kesadaran.
3. Dorong konsumsi cairan oral
sesuai toleransi; hindari minuman
yang mengandung kefein (stimulant
vestibuler).
3. Mendorong pasien untuk mengkonsumsi
cairan oral untuk mengganti cairan yang
hilang.
4. Berikan atau ajari cara pemberian
obat antiemetik dan anti diare sesuai
resep dan kebutuhan. Berikan
instruksi pada pasien mengenai efek
sampingnya.
4. Memberikan obat antiemetik karena
antiemetik dapat mengurangi mual dan
muntah, mengurangi kehilangan cairan dan
memperbaiki masukan per oral
Dx 4
Intervensi Implementasi
1. Kaji tingkat ansietas. Bantu pasien
mengidentifikasi keterampilan
koping yang telah dilakukan dengan
berhasil pada masa lalu.
1. Mengkaji tingkat ansietas.
2. Beri informasi mengenai vertigo
dan penanganannya.
2. Memberikan informasi tentang vertigo agar
dapat meningkatkan pengetahuan membantu
mengurangi ansietas.
3. Dorong pasien mendiskusikan
ansietas dan gali keprihatinan
mengenai serangan vertigo.
3. Meningkatkan kesadaran dan pemahaman
hubungan antara tingkat ansietas dan perilaku.
4. Ajarkan pasien teknik
penatalaksanaan stress atau lakukan
rujukan bila perlu.
4. Mengajarkan pasien teknik
penatalaksanaan stress untuk memperbaiki
manajemen stress mengurangi frekuensi dan
beratnya serangan vertigo.
5. Berikan upaya kenyamanan dan
hindari aktivitas yang menyebabkan
stress.
5. Memberikan kenyamanan karena situasi
penuh stress dapat memperberat gejala
kondisi ini.
6. Instruksikan pasien dalam aspek
program pengobatan.
6. Menginstruksikan program pengobatan
karena pengetahuan pasien membantu
26
mengurangi ansietas.
Dx 5
Intervensi Implementasi
1. Lakukan pengkajian untuk
gangguan keseimbangan dan atau
vertigo dengan menarik riwayat dan
dengan pemeriksaan adanya
nistagmus, Romberg positif, dan
ketidakmampuan melakukan
Romberg tandem.
1. Melakukan pengkajian untuk mengetahui
kelainan vestibuler perifer menyebabkan
gejala dan tanda ini.
2. Bantu ambulasi bila ada indikasi. 2. Membantu ambulasi karena cara jalan yang
abnormal dapat membuat pasien tidak bisa
tegak dan jatuh.
3. Lakukan pengkajian ketajaman
penglihatan dan defisit propriseptif.
3. Melakukan pengkajian ketajaman karena
keseimbangan tergantung pada sistem visual,
vestibuler dan proprioseptif.
4. Dorong peningkatan tingkat
aktivitas dengan atau tanpa
menggunakan alat bantu.
4. Mendorong peningkatan aktivitas karena
peningkatan aktivitas dapat membantu
mencapai kembali sistem keseimbangan.
5. Bantu mengidentifikasi bahaya di
lingkungan rumah.
5. mengidentifikasi bahaya lingkungan karena
adaptasi terhadap lingkungan rumah dapat
menurunkan resiko jatuh selama proses
rehabilitasi.
Dx 6
Intervensi Implementasi
1. Kaji penilaian kognitif pasien
mengenai penyakitnya dan
factor yang mungkin
memperberatkan
1. Mengkaji kognitif pasien untuk
meningkatkan citra diri pasien dan
meningkatkan proses koping.
27
ketidakmampuan pasien
mengembangkan koping.
2. Berikan informasi factual
mengenai penanganan dan status
kesehatan di masa depan.
2. Menjelaskan informasi yang salah
atau kebingungan
3. Dorong dan bantu pasien
berpartisipasi dalam pembuatan
keputusan mengenai penyesuaian
gaya hidup.
3. Membantu pasien mencapai kembali
perasaan kuat dan control dalam
perawatan diri dengan aktivitas kehidupan
sehari-hari.
4. Dorong pasien
mempertahankan aktivitas
diversional dan rekreasional,
latihan dan peristiwa sosial.
4. Mendorong pasien tetap
mempertahankan aktivitas diversional dan
rekreasional.
5. Bantu pasien mengidentifikasi
kekuatan personal dan
kembangkan startegi koping
berdasar pada pengalaman positif
terdahulu dalam menghadapi
stress dan dukungan situsional.
5. Membantu pasien untuk meningkatkan
kekuatan pasien yang dapat membantu
menjaga pengharapan.
6. Rujuk pasien ke kelompok
pendukung atau konseling sesuai
indikasi
6. Mendukung pasien untuk melakukan
konseling karena dapat membantu pasien
merasa tidak terlalu kesepian dan terasing.
Dx 7
Intervensi Implementasi
1. Kaji tingkat dan jenis aktivitas
pengalih untuk merencanakan
aktivitas yang sesuai
1. Mengakaji aktivitas pengalih untuk
mencegah kebosanan.
2. Diskusikan pola aktivitas
pengalih yang biasa dengan
pasien,. Berikan kesempatan
untuk melanjutkan aktivitas
2. Mendiskusikan pola aktivitas pengalih
untuk menyediakan informasi mengenai
stressor yang nyata maupun yang
dirasakan yang mempengaruhi tingkat
28
engalih yang sangat bararti. aktivitas.
Dx 8
Intevensi Implementasi
1. Berikan atau ajari cara
pemberian antiemetic dan obat
lain yang di respkan untuk
mengurangi mual dan muntah
yang berkaitan dengan vertigo.
1. Memberikan obat antiemetic dan
penenang karena antiemeitik dan obat
penenang akan menekan stimuli terhadap
serebelum.
2. Dorong pasien melakukan
perawatan kebutuhan badan saat
bebas dari vertigo
2. Mendorong pasien melakukan
perawatan kebutuhan badan saat bebas
dari vertigo.
3. Bahas diet dengan pasien dan
pemberi asuhan. Sediakan cairan
sesuai kebutuhan.
3. Menyediakan cairan sesaui kebutuhan
agar dapat mencegah terjadinya dehidrasi.
Dx 9
Intervensi Implementasi
1. Kaji kebutuhan, nilai,
perilaku, dan kesiapan untuk
memulai aktivitas
1. Mengkaji kebutuhan dan perilaku untuk
memulai aktivitas.
2. Beri kesempatan bagi pasien
untuk mengekspresikan
perasaan (katarisis) mengenai
diri dan penyakitnya
2. Memberikan kesempatan bagi pasien
untuk mengekspresian perasaannya agar
dapat meningkatkan pemahaman gaya
koping individu dan mekanisme
pertahanan.
3. Bantu pasien mengidentifikasi
perilaku koping yang berhasil
sebelumnya
3. Membantu pasien mengidentifikasi
koping yang berhasil sebalumnya.
29
3.5 Evaluasi
1. Resiko tinggi terhadap cidera dapat terminimalisir.
2. Kerusakan penilaian dapat teratasi.
3. Kekurangan cairan atau dehidrasi dapat tertangani.
4. Ansietas atau kecemasan dapat teratasi.
5. Resiko trauma dapat terminimalisir.
6. Koping individu pasien dapat kembali efektif seperti semula.
7. Pasien dapat melakukan aktivitas pengalih.
8. Pasien dapat melakukan perawatan diri.
9. Ketidakberdayaan dapat teratasi.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Penyakit meniere dinamakan sesuai nama seorang dokter Perancis, Prosper Meniere,
yang pada tahun 1861 pertama kali menerangkan mengenai trias gejala (vertigo tak
tertahankan episodik, tinitius, dan kehilangan pendengaran sensorineural berfluktuasi)
sebagai penyakit telinga dan bukan merupakan penyakit sentral atau otak. Etiologi penyakit
30
Meniere tidak diketahui namun terdapat berbagai teori, termasuk pengaruh neurokimia dan
hormonal abnormal-abnormal pada aliran darah yang menuju ke labirin, gangguan elektrolit
dalam cairan labirin, reaksi alergi, dan gangguan autoimun. Beberapa ahli menyalahkan
gangguan mikrovaskular di telinga dalam sehingga terjadi peningkatan di atas normal kadar
metabolit (glukosa, insulin, trigliserida, dan kolesterol) dalam darah.
Penyakit Meniere masa kini dianggap sebagai keadaan dimana terjadi
ketidakseimbangan cairan telinga tengah yang abnormal yang disebabkan oleh malabsorbsi
dalam sakus endolimfatikus. Namun, ada bukti menunjukkan bahwa banyak orang yang
menderita penyakit Meniere mengalami sumbatan pada duktus endolimfatikus. Apapun
penyebabnya, selalu terjadi hidrops endolimfatikus, yang merupakan pelebaran ruang
endolimfatikus. Baik peningkatan tekanan dalam sistem ataupun rupture membran telinga
dalam dapat terjadi dan menimbulkan gejala Meniere, seperti trauma, infeksi, alergi, dan
fistula perilimfe, dan otosklerosis.
4.2 Saran
Demikian makalah yang telah kami susun, semoga dengan makalah ini dapat
menambah pengetahuan serta lebih bisa memahami tentang pokok bahasan makalah ini bagi
para pembacanya dan khususnya bagi mahasiswa yang telah menyusun makalah ini.Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi semua.
DAFTAR PUSTAKA
Suzanne C. Smeltzer,Brenda G. Bare,2001.Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah.Jakarta:EGC
Carpenito, L.J. (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Ed. 2. Jakarta :
EGC
31
Baughman.Diane C,Hackly.Joann C.2000.Keperawatan Medikal Bedah buku saku dari
Brunner dan Suddarth.Jakarta:EGC
SATUAN ACARA PENYULUHAN
1. DESKRIPSI
A. Topik
Penyakit Meniere
B. Sub Topik
Pengenalan Penyakit Meniere pada Masyarakat Jabon
32
C. Pelaksana
Mahasiswa STIKES Dian Husada Mojokerto tingkat 2.
D. Sasaran
Masyarakat Desa Jabon
E. Tempat
Balai Desa Jabon.
F. Hari / Tanggal
Sabtu, 13 April 2013
G. Waktu
Pukul 14.00 s/d 14.20 WIB
2. Tujuan Instruksional Umum
Setelah diberikan penyuluhan selama 20 menit, diharapkan masyarakat mampu
mengetahui tentang Penyakit Meniere sehingga dapat lebih memahami tentang Penyakit
Meniere tersebut.
3. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah diberikan penyuluhan selama 20 menit diharapkan Masyarakat mampu :
1. Mengulang kembali definisi dari Penyakit Meniere
2. Mengetahui penyebab Penyakit Meniere
4. Pokok Bahasan
Mengenal Penyakit Meniere
5. Sub Pokok Bahasan
1. Pengertian Penyakit Meniere
2. Penyebab Penyakit Meniere
3. Tanda dan gejala Penyakit Meniere
4. Pencegahan Penyakit Meniere
33
6. Materi penyuluhan
Materi penyuluhan yang akan diberikan meliputi :
1. Pengertian Penyakit Meniere
2. Penyebab Penyakit Meniere
3. Tanda dan gejala Penyakit Meniere
4. Pencegahan Penyakit Meniere
7. Metode
Ceramah dan tanya jawab.
8. Media
Media yang digunakan untuk penyuluhan antara lain:
1. Power Point.
2. Leaflet tentang Penyakit Meniere.
9. Kegiatan Penyuluhan
No. Tahap Waktu Kegiatan Penyuluhan Sasaran Didik
1. Pembukaan 3 menit - mengucapkan salam
- memperkenalkan diri
- menjelaskan maksud dan
tujuan
- melakukan kontrak
waktu
- memberi
pretes/pendahuluan
- menjawab salam
- mendengarkan
- memperhatikan
dan menyimak
- menyetujui
kontrak waktu
2. Isi 10 menit Menjelaskan materi
tentang :
1. Pengertian Penyakit
Meniere
2. Penyebab Penyakit
Meniere
Memperhatikan
dan mendengarkan
dengan seksama.
34
3 Evaluasi 5 menit a. Melakukan tanya jawab
b. Menanyakan kembali
Partisipasi aktif
4 Penutup 2 menit a. Meminta dan memberi
kesan dan kesan
b. Memberikan salam
a. Memberikan
kesan dan pesan
b. Menjawab
salam
10. Pengorganisasian
Moderator : Nefira Arvio Palosa
Pembicara : Riza Umami
Observer : Dimas apridian T.W
Fasilitator : Febriani Ermata Dewi
Guruh Wijiantoro
Jamilatus Sofiah
Ratna Utaminingtyas
Ucik Susanti
11. Kriteria Evaluasi
a. Evaluasi Struktur
Apakah pengorganisasian sudah sesuai dengan pelaksanaan ?
b. Evaluasi Proses
Apakah waktu awal penyuluhan sampai akhir penyuluhan sudah sesuai pelaksanaan ?
c. Evaluasi Hasil
Apakah audience dapat mengerti materi yang telah disajikan ?
12. Lampiran
MATERI PENYULUHAN
A. Devinisi
Penyakit Meniere adalah gangguan yang menyerang telinga bagian dalam dan
spontan menyebabkan vertigo, dibarengi dengan gangguan pendengaran yang
35
fluktuatif, telinga berdenging (tinnitus), dan rasa tekanan di telinga. Pada kebanyakan
kasus, penyakit Meniere hanya mempengaruhi satu telinga saja. Orang-orang pada
usia 40-an dan 50-an lebih berisiko memiliki penyakit ini dibandingkan kelompok
usia lainnya, tetapi penyakit ini bisa juga terjadi pada siapa saja, bahkan anak-anak.
B. Penyebab Penyakit Meniere
Penyebab dari penyakit Meniere masih belum diketahui dengan jelas.
Tampaknya penyakit ini merupakan akibat volume atau komposisi cairan di telinga
bagian dalam yang tidak normal.
Telinga bagian dalam dihubungkan oleh rongga yang disebut labirin. Bagian
luar telinga bagian dalam terbuat dari tulang yang disebut tulang labirin. Sedangkan di
bagian dalam adalah struktur membran lembut (labirin membranosa) yang bentuknya
seperti labirin tulang, namun sedikit lebih kecil.
Labirin membranosa berisi cairan (endolymph) dan dilapisi dengan rambut
yang merespon gerakan cairan
Agar semua sensor di telinga bagian dalam berfungsi dengan baik, cairan perlu
mempertahankan volume, tekanan dan komposisi kimia tertentu. Faktor-faktor yang
mengubah cairan telinga bagian dalam dapat menyebabkan penyakit Meniere.
Para ilmuwan telah mengusulkan sejumlah penyebab atau pemicu yang
potensial, antara lain:
a. Jumlah cairan yang tidak tepat, mungkin karena penyumbatan atau kelainan anatomi
b. Respon imun yang abnormal
c. Alergi
d. Infeksi virus
e. Genetik
f. Cedera trauma pada kepala
C. Tanda dan Gejala penyakit Meniere
36
1) Vertigo yang berulang.
Vertigo adalah sensasi yang mirip dengan pengalaman ketika tubuh
berputar cepat beberapa kali dan tiba-tiba berhenti. Tubuh akan merasa seolah-
olah ruangan berputar dan kehilangan keseimbangan.
Episode vertigo terjadi tanpa peringatan dan biasanya berlangsung
selama 20 menit sampai dua jam atau lebih, bahkan hingga 24 jam. Vertigo
yang berat dapat menyebabkan mual dan muntah.
2) Gangguan pendengaran.
Gangguan pendengaran pada penyakit Meniere dapat berfluktuasi,
terutama pada permulaan penyakit. Kebanyakan penderita Meniere mengalami
gangguan pendengaran permanen akhirnya.
3) Tinnitus.
Tinnitus adalah suara dering, mendengung, meraung, bersiul atau
mendesis di telinga. Pada penyakit Meniere, tinnitus sering terdengar pada
nada rendah
4) Kepenuhan aural .
Kepenuhan aural adalah perasaan penuh atau tekanan dalam telinga.
Gejala penyakit Meniere dimulai dengan perasaan penuh di telinga, kemudian
terjadi tinnitus dan penurunan fungsi pendengaran diikuti dengan vertigo yang
berat disertai mual dan muntah. Gejala ini bisa berlangsung dua sampai tiga
jam.
D. Pencegahan Penyakit Meniere
Taktik perawatan diri tertentu dapat membantu mengurangi dampak penyakit meniere, pertimbangan tips ini :
1. Duduk atau berbaring segera ketika anda merasa pusing. Selama vertigo, hindari hal-hal yang dapat membuat tanda-tanda dan gejala menjadi lebih buruk, seperti gerakan tiba-tiba, lampu terang, menonton televisi atau membaca.
2. Istirahat selama dan setelah terang. Jangan terburu-buru untuk kembali ke kegiatan normal.
37
3. Waspadalah terhadap kemungkinan kehilangan keseimbangan. Jatuh bisa menyebabkan cidera yang serius, gunakan pencahayaan yang baik jika anda bangun dimalam hari. Pertimbangkan berjalan dengan tongkat untuk stabilitas jika anda mengalami masalah keseimbangan kronis.
4. Hindari mengendarai mobil atau mengoperasikan mesin-mesin berat jika anda mengalami vertigo. Melakukan hal itu dapat menyebabkan kecelakaan dan cidera.
TELAAH JURNAL
38