Makalah Maya

32
Kata pengantar Dengan memanjatkan puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Beriring salam tidak lupa kita panjatkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari yang tidak tahu menjadi tahu sehingga kita bisa membedakan anara baik dan buruk. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian makalah ini. Makalah Al-Islam Kemuhammadiyahan yang berjudul ‘Latar Belakang Lahirnya Muhammadiyah’. Semoga dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan yang tentunya memiliki nilai-nilai kebaikan yang sangat tinggi. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Kritik dan saran yang membangun penulis harapkan agar makalah ini lebih sempurna. 1

Transcript of Makalah Maya

Page 1: Makalah Maya

Kata pengantar

Dengan memanjatkan puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Beriring salam tidak lupa kita

panjatkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari yang tidak tahu menjadi

tahu sehingga kita bisa membedakan anara baik dan buruk.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu

penyelesaian makalah ini.

Makalah Al-Islam Kemuhammadiyahan yang berjudul ‘Latar Belakang Lahirnya

Muhammadiyah’. Semoga dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan yang tentunya

memiliki nilai-nilai kebaikan yang sangat tinggi.

Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Kritik dan saran yang membangun

penulis harapkan agar makalah ini lebih sempurna.

Palembang, April 2012

Penulis

1

Page 2: Makalah Maya

Bab I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Muhammadiyah adalah sebuah organisasi Islam yang besar di Indonesia. Nama

organisasi ini diambil dari nama Nabi Muhammad SAW. sehingga Muhammadiyah juga

dapat dikenal sebagai orang-orang yang menjadi pengikut Nabi Muhammad SAW. Latar

belakang KH Ahmad Dahlan memilih nama Muhammadiyah yang pada masa itu sangat

asing bagi telinga masyarakat umum adalah untuk memancing rasa ingin tahu dari

masyarakat, sehingga ada celah untuk memberikan penjelasan dan keterangan seluas-

luasnya tentang agama Islam sebagaimana yang telah diajarkan Rasulullah SAW.

Persyarikatan Muhammadiyah didirikan untuk mendukung usaha KH Ahmad

Dahlan untuk memurnikan ajaran Islam yang dianggap banyak dipengaruhi hal-hal

mistik. Kegiatan ini pada awalnya juga memiliki basis dakwah untuk wanita dan kaum

muda berupa pengajian Sidratul Muntaha. Selain itu peran dalam pendidikan diwujudkan

dalam pendirian sekolah dasar dan sekolah lanjutan, yang dikenal sebagai Hooge School

Muhammadiyah dan selanjutnya berganti nama menjadi Kweek School Muhammadiyah

(sekarang dikenal dengan Madrasah Mu’allimin _khusus laki-laki, yang bertempat di

Patangpuluhan kecamatan Wirobrajan dan Mu’allimaat Muhammadiyah_khusus

Perempuan, di Suronatan Yogyakarta).

Banyak dari kita yang begitu dekat dengan kehidupan organisasi ini, namun

banyak juga dari kita yang tidak mengenal bagaimana sejarah lahirnya organisasi ini.

Untuk itu dalam makalah ini akan dibahas lebih lanjut sejarah yang membawa akhirnya

muhammadiyah lahir.

2

Page 3: Makalah Maya

Bab II

Pembahasan

2.1 Organisasi Muhammadiyah

Muhammadiyah secara etimologis berarti pengikut nabi Muhammad, karena

berasal dari kata Muhammad, kemudian mendapatkan ya nisbiyah, sedangkan secara

terminologi berarti gerakan Islam, dakwah amar ma’ruf nahi mungkar dan tajdid,

bersumber pada al-Qur’an dan as-Sunnah. Berkaitan dengan latar belakang berdirinya

Muhammadiyah secara garis besar faktor penyebabnya adalah pertama, faktor subyektif

adalah hasil pendalaman KH. Ahmad Dahlan terhadap al-Qur’an dalam menelaah,

membahas dan mengkaji kandungan isinya. Kedua, faktor obyektif  di mana dapat dilihat

secara internal dan eksternal. Secara internal ketidakmurnian amalan Islam akibat tidak

dijadikannya al-Qur’an dan as-Sunnah sebagai satu-satunya rujukan oleh sebagiab besar

umat Islam Indonesia.

Muhammadiyah adalah Gerakan Islam yang melaksanakan da’wah amar ma’ruf nahi

munkar dengan maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam

sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Muhammadiyah

berpandangan bahwa Agama Islam menyangkut seluruh aspek kehidupan meliputi

aqidah, ibadah, akhlaq, dan mu’amalat dunyawiyah yang merupakan satu kesatuan yang

utuh dan harus dilaksanakan dalam kehidupan perseorangan maupun kolektif. Dengan

mengemban misi gerakan tersebut Muhammadiyah dapat mewujudkan atau

mengaktualisasikan Agama Islam menjadi rahmatan lil-’alamin dalam kehidupan di

muka bumi ini.

Visi Muhammadiyah adalah sebagai gerakan Islam yang berlandaskan al-Qur’an dan

as-Sunnah dengan watak tajdid yang dimilikinya senantiasa istiqamah dan aktif dalam

melaksanakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi mungkar di segala bidang, sehingga

menjadi rahmatan li al-‘alamin bagi umat, bangsa dan dunia kemanusiaan menuju

terciptanya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya yang diridhai Allah swt dalam

kehidupan di dunia ini. Misi Muhammadiyah adalah:

1. Menegakkan keyakinan tauhid yang murni sesuai dengan ajaran Allah swt yang

dibawa oleh Rasulullah yang disyariatkan sejak Nabi Nuh hingga Nabi

Muhammad saw.

3

Page 4: Makalah Maya

2. Memahami agama dengan menggunakan akal pikiran sesuai dengan jiwa ajaran

Islam untuk menjawab dan menyelesaikan persoalan-persoalan kehidupan yang

bersifat duniawi.

3. Menyebarluaskan ajaran Islam yang bersumber pada al-Qur’an sebagai kitab

Allah yang terakhir untuk umat manusia sebagai penjelasannya.

4. Mewujudkan amalan-amalan Islam dalam kehidupan pribadi, keluarga dan

masyarakat. Lihat Tanfidz Keputusan Musyawarah Wilayah ke-39

Muhammadiyah Sumatera Barat tahun 2005 di Kota Sawahlunto

2.2 Lahirnya Muhammadiyah

Kelahiran dan keberadaan Muhammadiyah pada awal berdirinya merupakan

menifestasi dari gagasan pemikiran dan amal perjuangan Kyai Haji Ahmad Dahlan

(Muhammad Darwis) yang menjadi pendirinya. Setelah menunaikan ibadah haji ke

Tanah Suci dan bermukim yang kedua kalinya pada tahun 1903, Kyai Dahlan mulai

menyemaikan benih pembaruan di Tanah Air. Gagasan pembaruan itu diperoleh Kyai

Dahlan setelah berguru kepada ulama-ulama Indonesia yang bermukim di Mekkah seperti

Syeikh Ahmad Khatib dari Minangkabau, Kyai Nawawi dari Banten, Kyai Mas Abdullah

dari Surabaya, dan Kyai Fakih dari Maskumambang; juga setelah membaca pemikiran-

pemikiran para pembaru Islam seperti Ibnu Taimiyah, Muhammad bin Abdil Wahhab,

Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridha. Dengan modal

kecerdasan dirinya serta interaksi selama bermukim di Saudi Arabia dan bacaan atas

karya-karya para pembaru pemikiran Islam itu telah menanamkan benih ide-ide

pembaruan dalam diri Kyai Dahlan.

Embrio kelahiran Muhammadiyah sebagai sebuah organisasi untuk

mengaktualisasikan gagasan-gagasannya merupakan hasil interaksi Kyai Dahlan dengan

kawan-kawan dari Boedi Oetomo yang tertarik dengan masalah agama yang diajarkan

Kyai Dahlan, yakni R. Budihardjo dan R. Sosrosugondo. Gagasan itu juga merupakan

saran dari salah seorang siswa Kyai Dahlan di Kweekscholl Jetis di mana Kyai mengajar

agama pada sekolah tersebut secara ekstrakulikuler, yang sering datang ke rumah Kyai

dan menyarankan agar kegiatan pendidikan yang dirintis Kyai Dahlan tidak diurus oleh

Kyai sendiri tetapi oleh suatu organisasi agar terdapat kesinambungan setelah Kyai wafat.

Dalam catatan Adaby Darban, ahli sejarah dari UGM kelahiran Kauman, nama

”Muhammadiyah” pada mulanya diusulkan oleh kerabat dan sekaligus sahabat Kyai

4

Page 5: Makalah Maya

Ahmad Dahlan yang bernama Muhammad Sangidu, seorang Ketib Anom Kraton

Yogyakarta dan tokoh pembaruan yang kemudian menjadi penghulu Kraton Yogyakarta,

yang kemudian diputuskan Kyai Dahlan setelah melalui shalat istikharah (Darban, 2000:

34). Artinya, pilihan untuk mendirikan Muhammadiyah memiliki dimensi spiritualitas

yang tinggi sebagaimana tradisi kyai atau dunia pesantren.

Gagasan untuk mendirikan organisasi Muhammadiyah tersebut selain untuk

mengaktualisasikan pikiran-pikiran pembaruan Kyai Dahlan, menurut Adaby Darban

(2000: 13) secara praktis-organisatoris untuk mewadahi dan memayungi sekolah

Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah, yang didirikannya pada 1 Desember 1911.

Sekolah tersebut merupakan rintisan lanjutan dari ”sekolah” (kegiatan Kyai Dahlan

dalam menjelaskan ajaran Islam) yang dikembangkan Kyai Dahlan secara informal dalam

memberikan pelajaran yang mengandung ilmu agama Islam dan pengetahuan umum di

beranda rumahnya. Dalam tulisan Djarnawi Hadikusuma yang didirikan pada tahun 1911

di kampung Kauman Yogyakarta tersebut, merupakan ”Sekolah Muhammadiyah”, yakni

sebuah sekolah agama, yang tidak diselenggarakan di surau seperti pada umumnya

kegiatan umat Islam waktu itu, tetapi bertempat di dalam sebuah gedung milik ayah Kyai

Dahlan, dengan menggunakan meja dan papan tulis, yang mengajarkan agama dengan

dengan cara baru, juga diajarkan ilmu-ilmu umum.

Maka pada tanggal 18 November 1912 Miladiyah bertepatan dengan 8 Dzulhijah

1330 Hijriyah di Yogyakarta akhirnya didirikanlah sebuah organisasi yang bernama

”MUHAMMADIYAH”. Organisasi baru ini diajukan pengesahannya pada tanggal 20

Desember 1912 dengan mengirim ”Statuten Muhammadiyah” (Anggaran Dasar

Muhammadiyah yang pertama, tahun 1912), yang kemudian baru disahkan oleh

Gubernur Jenderal Belanda pada 22 Agustus 1914. Dalam ”Statuten Muhammadiyah”

yang pertama itu, tanggal resmi yang diajukan ialah tanggal Miladiyah yaitu 18

November 1912, tidak mencantumkan tanggal Hijriyah. Dalam artikel 1 dinyatakan,

”Perhimpunan itu ditentukan buat 29 tahun lamanya, mulai 18 November 1912. Namanya

”Muhammadiyah” dan tempatnya di Yogyakarta”. Sedangkan maksudnya, ialah:

1. menyebarkan pengajaran Igama Kangjeng Nabi Muhammad Shallalahu ‘Alaihi

Wassalam kepada penduduk Bumiputra di dalam residensi Yogyakarta

2. memajukan hal Igama kepada anggauta-anggautanya.”

5

Page 6: Makalah Maya

Terdapat hal menarik, bahwa kata ”memajukan” (dan sejak tahun 1914 ditambah

dengan kata ”menggembirakan”) dalam pasal maksud dan tujuan Muhammadiyah

merupakan kata-kunci yang selalu dicantumkan dalam ”Statuten Muhammadiyah” pada

periode Kyai Dahlan hingga tahun 1946 (yakni: Statuten Muhammadiyah Tahun 1912,

Tahun 1914, Tahun 1921, Tahun 1931, Tahun 1931, dan Tahun 1941). Sebutlah Statuten

tahun 1914: Maksud Persyarikatan ini yaitu:

1. Memajukan dan menggembirakan pengajaran dan pelajaran Igama di Hindia

Nederland,

2. Memajukan dan menggembirakan kehidupan (cara hidup) sepanjang kemauan

agama Islam kepada lid-lidnya.

Dalam pandangan Djarnawi Hadikusuma, kata-kata yang sederhana tersebut

mengandung arti yang sangat dalam dan luas. Yaitu, ketika umat Islam sedang dalam

kelemahan dan kemunduran akibat tidak mengerti kepada ajaran Islam yang

sesungguhnya, maka Muhammadiyah mengungkap dan mengetengahkan ajaran Islam

yang murni itu serta menganjurkan kepada umat Islam pada umumnya untuk

mempelajarinya, dan kepada para ulama untuk mengajarkannya, dalam suasana yang

maju dan menggembirakan.

Kelahiran Muhammadiyah sebagaimana digambarkan itu melekat dengan sikap,

pemikiran, dan langkah Kyai Dahlan sebagai pendirinya, yang mampu memadukan

paham Islam yang ingin kembali pada Al-Quran dan Sunnah Nabi dengan orientasi tajdid

yang membuka pintu ijtihad untuk kemajuan, sehingga memberi karakter yang khas dari

kelahiran dan perkembangan Muhammadiyah di kemudian hari. Kyai Dahlan,

sebagaimana para pembaru Islam lainnya, tetapi dengan tipikal yang khas, memiliki cita-

cita membebaskan umat Islam dari keterbelakangan dan membangun kehidupan yang

berkemajuan melalui tajdid (pembaruan) yang meliputi aspek-aspek tauhid (‘aqidah),

ibadah, mu’amalah, dan pemahaman terhadap ajaran Islam dan kehidupan umat Islam,

dengan mengembalikan kepada sumbernya yang aseli yakni Al-Quran dan Sunnah Nabi

yang Shakhih, dengan membuka ijtihad.

Mengenai langkah pembaruan Kyai Dahlan, yang merintis lahirnya

Muhammadiyah di Kampung Kauman, Adaby Darban (2000: 31) menyimpulkan hasil

temuan penelitiannya sebagai berikut:”Dalam bidang tauhid, K.H A. Dahlan ingin

membersihkan aqidah Islam dari segala macam syirik, dalam bidang ibadah,

6

Page 7: Makalah Maya

membersihkan cara-cara ibadah dari bid’ah, dalam bidang mumalah, membersihkan

kepercayaan dari khurafat, serta dalam bidang pemahaman terhadap ajaran Islam, ia

merombak taklid untuk kemudian memberikan kebebasan dalam ber-ijtihad.”.

Adapun langkah pembaruan yang bersifat ”reformasi” ialah dalam merintis

pendidikan ”modern” yang memadukan pelajaran agama dan umum. Menurut

Kuntowijoyo, gagasan pendidikan yang dipelopori Kyai Dahlan, merupakan pembaruan

karena mampu mengintegrasikan aspek ”iman” dan ”kemajuan”, sehingga dihasilkan

sosok generasi muslim terpelajar yang mampu hidup di zaman modern tanpa terpecah

kepribadiannya (Kuntowijoyo, 1985: 36). Lembaga pendidikan Islam ”modern” bahkan

menjadi ciri utama kelahiran dan perkembangan Muhammadiyah, yang membedakannya

dari lembaga pondok pesantren kala itu. Pendidikan Islam “modern” itulah yang di

belakang hari diadopsi dan menjadi lembaga pendidikan umat Islam secara umum.

Langkah ini pada masa lalu merupakan gerak pembaruan yang sukses, yang

mampu melahirkan generasi terpelajar Muslim, yang jika diukur dengan keberhasilan

umat Islam saat ini tentu saja akan lain, karena konteksnya berbeda.

Pembaruan Islam yang cukup orisinal dari Kyai Dahlan dapat dirujuk pada

pemahaman dan pengamalan Surat Al-Ma’un. Gagasan dan pelajaran tentang Surat Al-

Maun, merupakan contoh lain yang paling monumental dari pembaruan yang berorientasi

pada amal sosial-kesejahteraan, yang kemudian melahirkan lembaga Penolong

Kesengsaraan Oemoem (PKU). Langkah momumental ini dalam wacana Islam

kontemporer disebut dengan ”teologi transformatif”, karena Islam tidak sekadar menjadi

seperangkat ajaran ritual-ibadah dan ”hablu min Allah” (hubungan dengan Allah) semata,

tetapi justru peduli dan terlibat dalam memecahkan masalah-masalah konkret yang

dihadapi manusia. Inilah ”teologi amal” yang tipikal (khas) dari Kyai Dahlan dan awal

kehadiran Muhammadiyah, sebagai bentuk dari gagasan dan amal pembaruan lainnya di

negeri ini.

Kyai Dahlan juga peduli dalam memblok umat Islam agar tidak menjadi korban

misi Zending Kristen, tetapi dengan cara yang cerdas dan elegan. Kyai mengajak diskusi

dan debat secara langsung dan terbuka dengan sejumlah pendeta di sekitar Yogyakarta.

Dengan pemahaman adanya kemiripan selain perbedaan antara Al-Quran sebagai Kutab

Suci umat Islam dengan kitab-kitab suci sebelumnya, Kyai Dahlan menganjurkan atau

mendorong ”umat Islam untuk mengkaji semua agama secara rasional untuk menemukan

7

Page 8: Makalah Maya

kebenaran yang inheren dalam ajaran-ajarannya”, sehingga Kyai pendiri Muhammadiyah

ini misalnya beranggapan bahwadiskusi-diskusi tentang Kristen boleh dilakukan di

masjid (Jainuri, 2002: 78) .

Kepeloporan pembaruan Kyai Dahlan yang menjadi tonggak berdirinya

Muhammadiyah juga ditunjukkan dengan merintis gerakan perempuan ‘Aisyiyah tahun

1917, yang ide dasarnya dari pandangan Kyai agar perempuan muslim tidak hanya

berada di dalam rumah, tetapi harus giat di masyarakat dan secara khusus menanamkan

ajaran Islam serta memajukan kehidupan kaum perempuan. Langkah pembaruan ini yang

membedakan Kyai Dahlan dari pembaru Islam lain, yang tidak dilakukan oleh Afghani,

Abduh, Ahmad Khan, dan lain-lain (mukti Ali, 2000: 349-353). Perintisan ini

menunjukkan sikap dan visi Islam yang luas dari Kyai Dahlan mengenai posisi dan peran

perempuan, yang lahir dari pemahamannya yang cerdas dan bersemangat tajdid, padahal

Kyai dari Kauman ini tidak bersentuhan dengan ide atau gerakan ”feminisme” seperti

berkembang sekarang ini. Artinya, betapa majunya pemikiran Kyai Dahlan yang

kemudian melahirkan Muhammadiyah sebagai gerakan Islam murni yang berkemajuan.

Kyai Dahlan dengan Muhammadiyah yang didirikannya, menurut Djarnawi

Hadikusuma (t.t: 69) telah menampilkan Islam sebagai ”sistem kehidupan mansia dalam

segala seginya”. Artinya, secara Muhammadiyah bukan hanya memandang ajaran Islam

sebagai aqidah dan ibadah semata, tetapi merupakan suatu keseluruhan yang menyangut

akhlak dan mu’amalat dunyawiyah. Selain itu, aspek aqidah dan ibadah pun harus

teraktualisasi dalam akhlak dan mu’amalah, sehingga Islam benar-benar mewujud dalam

kenyataan hidup para pemeluknya. Karena itu, Muhammadiyah memulai gerakannya

dengan meluruskan dan memperluas paham Islam untuk diamalkan dalam sistem

kehidupan yang nyata.

Kyai Dahlan dalam mengajarkan Islam sungguh sangat mendalam, luas, kritis, dan

cerdas. Menurut Kyai Dahlan, orang Islam itu harus mencari kebenaran yang sejati,

berpikir mana yang benar dan yang salah, tidak taklid dan fanatik buta dalam kebenaran

sendiri, menimbang-nimbang dan menggunakan akal pikirannya tentang hakikat

kehiduupan, dan mau berpikir teoritik dan sekaligus beripiki praktik (K.R. H. Hadjid,

2005). Kyai Dahlan tidak ingin umat Islam taklid dalam beragama, juga tertinggal dalam

kemajuan hidup. Karena itu memahami Islam haruslah sampai ke akarnya, ke hal-hal

yang sejati atau hakiki dengan mengerahkan seluruh kekuatan akal piran dan ijtihad.

8

Page 9: Makalah Maya

Dalam memahami Al-Quran, dengan kasus mengajarkan Surat Al-Ma’un, Kyai

Dahlan mendidik untuk mempelajari ayat Al-Qur’an satu persatu ayat, dua atau tiga ayat,

kemudian dibaca dan simak dengan tartil serta tadabbur (dipikirkan): ”bagaimanakah

artinya? bagaimanakah tafsir keterangannya? bagaimana maksudnya? apakah ini larangan

dan apakah kamu sudah meninggalkan larangan ini? apakah ini perintah yang wajib

dikerjakan? sudahkah kita menjalankannya?” (Ibid: 65). Menurut penuturan Mukti Ali,

bahwa model pemahaman yang demikian dikembangkan pula belakangan oleh KH.Mas

Mansur, tokoh Muhammadiyah yang dikenal luas dan mendalam ilmu agamanya, lulusan

Al-Azhar Cairo, cerdas pemikirannya sekaligus luas pandangannya dalam berbagai

masalah kehidupan.

Kelahiran Muhammadiyah dengan gagasan-gagasan cerdas dan pembaruan dari

pendirinya, Kyai Haji Ahmad Dahlan, didorong oleh dan atas pergumulannya dalam

menghadapi kenyataan hidup umat Islam dan masyarakat Indonesia kala itu, yang juga

menjadi tantangan untuk dihadapi dan dipecahkan. Adapun faktor-faktor yang menjadi

pendorong lahirnya Muhammadiyah ialah antara lain:

1. Umat Islam tidak memegang teguh tuntunan Al-Quran dan Sunnah Nabi, sehingga

menyebabkan merajalelanya syirik, bid’ah, dan khurafat, yang mengakibatkan

umat Islam tidak merupakan golongan yang terhormat dalam masyarakat, demikian

pula agama Islam tidak memancarkan sinar kemurniannya lagi;

2. Ketiadaan persatuan dan kesatuan di antara umat Islam, akibat dari tidak tegaknya

ukhuwah Islamiyah serta ketiadaan suatu organisasi yang kuat;

3. Kegagalan dari sebagian lembaga-lembaga pendidikan Islam dalam memprodusir

kader-kader Islam, karena tidak lagi dapat memenuhi tuntutan zaman;

4. Umat Islam kebanyakan hidup dalam alam fanatisme yang sempit, bertaklid buta

serta berpikir secara dogmatis, berada dalam konservatisme, formalisme, dan

tradisionalisme;

5. dan Karena keinsyafan akan bahaya yang mengancam kehidupan dan pengaruh

agama Islam, serta berhubung dengan kegiatan misi dan zending Kristen di

Indonesia yang semakin menanamkan pengaruhnya di kalangan rakyat

(Junus Salam, 1968: 33).

Karena itu, jika disimpulkan, bahwa berdirinya Muhammadiyah adalah karena

alasan-alasan dan tujuan-tujuan sebagai berikut:

9

Page 10: Makalah Maya

1. Membersihkan Islam di Indonesia dari pengaruh dan kebiasaan yang bukan Islam

2. Reformulasi doktrin Islam dengan pandangan alam pikiran modern

3. Reformulasi ajaran dan pendidikan Islam

4. Mempertahankan Islam dari pengaruh dan serangan luar (H.A. Mukti Ali, dalam

Sujarwanto & Haedar Nashir, 1990: 332).

Kendati menurut sementara pihak Kyai Dahlan tidak melahirkan gagasan-gagasan

pembaruan yang tertulis lengkap dan tajdid Muhammadiyah bersifat ”ad-hoc”, namun

penilaian yang terlampau akademik tersebut tidak harus mengabaikan gagasan-gagasan

cerdas dan kepeloporan Kyai Dahlan dengan Muhammadiyah yang didirikannya, yang

untuk ukuran kala itu dalam konteks amannya sungguh merupakan suatu pembaruan

yang momunemntal. Ukuran saat ini tentu tidak dapat dijadikan standar dengan gerak

kepeloporan masa lalu dan hal yang mahal dalam gerakan pembaruan justru pada inisiatif

kepeloporannya.

Kyai Dahlan dengan Muhammadiyah yang didirikannya terpanggil untuk

mengubah keadaan dengan melakukan gerakan pembaruan. Untuk memberikan

gambaran lebih lengkap mengenai latarbelakang dan dampak dari kelahiran gerakan

Muhammadiyah di Indonesia, berikut pandangan James Peacock (1986: 26), seorang

antropolog dari Amerika Serikat yang merintis penelitian mengenai Muhammadiyah

tahun 1970-an, bahwa: ”Dalam setengah abad sejak berkembangnya pembaharuan di

Asia Tenggara, pergerakan itu tumbuh dengan cara yang berbeda di bermacam macam

daerah. Hanya di Indonesia saja gerakan pembaharuan Muslimin itu menjadi kekuatan

yang besar dan teratur. Pada permulaan abad ke-20 terdapat sejumlah pergerakan kecil

kecil, pembaharuan di Indonesia bergabung menjadi beberapa gerakan kedaerahan dan

sebuah pergerakan nasional yang tangguh, Muhammadiyah. Dengan beratus-ratus cabang

di seluruh kepulauan dan berjuta-juta anggota yang tersebar di seluruh negeri,

Muhammadiyah memang merupakan pergerakan Islam yang terkuat yang pernah ada di

Asia Tenggara. Sebagai pergerakan yang memajukan ajaran Islam yang murni,

Muhammadiyah juga telah memberikan sumbangan yang besar di bidang

kemasyarakatan dan pendidikan. Klinik-klinik perawatan kesehatan, rumah-rumah piatu,

panti asuhan, di samping beberapa ribu sekolah menjadikan Muhammadiyah sebagai

lembaga non-Kristen dalam bidang kemasyarakatan, pendidikan dan keagamaan swasta

yang utama di Indonesia. ‘Aisyiah, organisasi wanitanya, mungkin merupakan

10

Page 11: Makalah Maya

pergerakan wanita Islam yang terbesar di dunia. Pendek kata Muhammadiyah merupakan

suatu organisasi yang utama dan terkuat di negara terbesar kelima di dunia.”

Kelahiran Muhammadiyah secara teologis memang melekat dan memiliki inspirasi

pada Islam yang bersifat tajdid, namun secara sosiologis sekaligus memiliki konteks

dengan keadaan hidup umat Islam dan masyarakat Indonesia yang berada dalam

keterbelakangan. Kyai Dahlan melalui Muhammadiyah sungguh telah memelopori

kehadiran Islam yang otentik (murni) dan berorientasi pada kemajuan dalam

pembaruannya, yang mengarahkan hidup umat Islam untuk beragama secara benar dan

melahirkan rahmat bagi kehidupan. Islam tidak hanya ditampilkan secara otentik dengan

jalan kembali kepada sumber ajaran yang aseli yakni Al-Qur‘an dan Sunnah Nabi yang

sahih, tetapi juga menjadi kekuatan untuk mengubah kehidupan manusia dari serba

ketertinggalan menuju pada dunia kemajuan.

Fenomena baru yang juga tampak menonjol dari kehadiran Muhammadiyah ialah,

bahwa gerakan Islam yang murni dan berkemajuan itu dihadirkan bukan lewat jalur

perorangan, tetapi melalui sebuah sistem organisasi. Menghadirkan gerakan Islam

melalui organisasi merupakan terobosan waktu itu, ketika umat Islam masih dibingkai

oleh kultur tradisional yang lebih mengandalkan kelompok-kelompok lokal seperti

lembaga pesantren dengan peran kyai yang sangat dominan selaku pemimpin informal.

Organisasi jelas merupakan fenomena modern abad ke-20, yang secara cerdas dan adaptif

telah diambil oleh Kyai Dahlan sebagai “washilah” (alat, instrumen) untuk mewujudkan

cita-cita Islam.

Mem-format gerakan Islam melalui organisasi dalam konteks kelahiran

Muhammadiyah, juga bukan semata-mata teknis tetapi juga didasarkan pada rujukan

keagmaan yang selama ini melekat dalam alam pikiran para ulama mengenai qaidah “mâ

lâ yatimm al-wâjib illâ bihi fa huwâ wâjib”, bahwa jika suatu urusan tidak akan sempurna

manakala tanpa alat, maka alat itu menjadi wajib adanya. Lebih mendasar lagi, kelahiran

Muhammadiyah sebagai gerakan Islam melalui sistem organisasi, juga memperoleh

rujukan teologis sebagaimana tercermin dalam pemaknaan/penafsiran Surat Ali Imran

ayat ke-104, yang memerintahkan adanya “sekelompok orang untuk mengajak kepada

Islam, menyuruh pada yang ma‘ruf, dan mencegah dari yang munkar”. Ayat Al-Qur‘an

tersebut di kemudian hari bahkan dikenal sebagai ”ayat” Muhammadiyah.

11

Page 12: Makalah Maya

Muhammadiyah dengan inspirasi Al-Qur‘an Surat Ali Imran 104 tersebut ingin

menghadirkan Islam bukan sekadar sebagai ajaran “transendensi” yang mengajak pada

kesadaran iman dalam bingkai tauhid semata. Bukan sekadar Islam yang murni, tetapi

tidak hirau terhadap kehidup. Apalagi Islam yang murni itu sekadar dipahami secara

parsial. Namun, lebih jauh lagi Islam ditampilkan sebagai kekuatan dinamis untuk

transformasi sosial dalam dunia nyata kemanusiaan melalui gerakan “humanisasi”

(mengajak pada serba kebaikan) dan “emanisipasi” atau “liberasi” (pembebasan dari

segala kemunkaran), sehingga Islam diaktualisasikan sebagai agama Langit yang

Membumi, yang menandai terbitnya fajar baru Reformisme atau Modernisme Islam di

Indonesia.

2.3 Gerakan Pembaharuan Islam

Gerakan Muhammadiyah di Indonesia pada dasarnya merupakan salah satu mata

rantai dari sejarah panjang gerakan pembaharuan yang dipelopori oleh Ibnu Taymiyah,

Ibnu Qayyim, Muhammad bin Abdul Wahhab, Jamaluddin al-Afgani, Muhammad

Abduh, Rasyid Ridha dan lain sebagainya. Persentuhan itu terutama diperolah melalui

tulisan-tulisan Jamaluddin al-Afgani yang dimuat dalam majalah al-Urwatul Wutsqa

yang dibaca oleh KH Ahmad Dahlan. Tulisan-tulisan yang membawa angin segar

pembaharuan itu, ternyata sangat mempengaruhi KH Ahmad Dahlan, dan merealisasikan

gagasan-gagasan pembaharuan ke dalam tindakan amal yang riil secara terlembaga.

Dengan melihat seluruh latar belakang kelahiran Muhammadiyah, dapat dikatakan bahwa

KH Ahmad Dahlan telah melakukan lompatan besar dalam beritijtihad. Prinsip-prinsip

dasar perjuangan Muhammadiyah tetap berpijak kuat pada al- Quran dan Sunnah, namun

implementasi dalam operasionalisasinya yang memeiliki karakter dinamis dan terus

berubah-ubah sesuai dengan perkembangan zaman Muhammadiyah banyak memungut

dari berbagai pengalaman sejarah secara terbuka (misalnya system kerja organisasi yang

banyak diilhami dari yayasan-yayasan Katolik dan Protestan yang banyak muncul di

Yogyakarta waktu itu.

2.4 Tokoh Pembaharuan Islam

2.4.1 MUHAMMAD IBNU ABDUL WAHAB

Muhammad bin Abdul Wahab, lahir pada tahun 1703 dan meninggal

pada tahun 1787 M. di Uyainah, daerah Nejeb Saudi Arabia . Ia seorang

12

Page 13: Makalah Maya

pembaharu di Arabia , pengikut paham Ibnu Taimiyah dan bermazhab Hambali.

Pelajaran agama sangat digemarinya, sejak kecil ia telah belajar ilmu agama pada

ayahnya seorang Qadhi di Uyainah. Dengan kecerdasannya, dalam usia 10 tahun

ia hafal Al-Qur’an.

Pemikiran-pemikiran Muhammad ibnu Abdul Wahab yang mempunyai pengaruh

pada perkembangan pemikiran pembaharuan di abad kesembilan belas adalah

sebagai berikut:

1. Hanya Al-Qur’an dan Haditslah yang merupakan sumber asli ajaran-ajaran

Islam. Pendapat ulama tidak merupakan sumber.

2. Taklid kepada ulama tidak dibenarkan.

3. Pintu ijtihad terbuka dan tidak tertutup

2.4.2 MUHAMMAD ALI PASYA

Muhammad Ali, adalah seorang keturunan Turki yang lahir di Kawalla,

Yunani, pada tahun 1765, dan meninggal di Mesir pada tahun 1849. orang tuanya

bekerja sebagai seorang penjual rokok dan dari kecil Muhammad Ali telah harus

bekerja. Ia tak memperoleh kesempatan untuk masuk sekolah dengan demikian

dia tidak pandai menulis maupun membaca, meskipun ia tak pandai membaca

atau menulis, namun ia adalah seorang anak yang cerdas dan pemberani, hal itu

terlihat dalam karirnya baik dalam bidang militer ataupun sipil yang selalu

sukses.

Pembaharuan yang dilaksanakan oleh Muhammad Ali :

1. Politik luar negeri

Muhammad Ali menyadari bahwa bangsa mesir sangat jauh ketinggalan

dengan dunia Barat, karenanya hubungan dengan dunia Barat perlu

diperbaiki seperti Perancis, Itali, Inggris dan Austria . Menurut catatan antara

tahun 1813-1849 ia mengirim 311 pelajar Mesir ke Itali, Perancis, Inggris

dan Austria . Selain itu dipentingkan pula ilmu Administrasi Negara, akan

tetapi system politik Eropa tidak menarik perhatian Muhammad Ali.

2. Politik dalam negeri

13

Page 14: Makalah Maya

a. Membangun kekuatan militer.

b. Membangun Bidang pemerintahan.

c. Membangun Ekonomi.

d. Meningkatkan Pendidikan.

2.4.3 AL-TAHTAWI

Al-Tahtawi adalah Rifa’ah Badawi Rafi’I, Al-tahtawi lahir pada tahun

1801 M. di Tanta (Mesir Selatan), dan meninggal di Kairo pada tahun 1873. Dia

adalah seorang pembawa pemikiran pembaharuan yang besar pengaruhnya di

pertengahan pertama dari abad ke-19 di Mesir. Dalam gerakan pembaharuan

Muhammad Ali Pasya, al- Tahtawi turut memainkan peranan. Ketika

Muhammad Ali mengambil alih seluruh kekayaan di Mesir harta orang tua al-

Tahtawi termasuk dalam kekayaan yang dikuasai itu. Ia terpaksa belajar di masa

kecilnya dengan bantuan dari keluarga ibunya. Ketika berumur 16 tahun, ia pergi

ke Kairo untuk belajar di Al-Azhar. Setelah lima tahun menuntut ilmu ia selesai

dari studinya di Al-Azhar pada tahun 1822.

Pembaharuan yang dilaksanakan Al.Tahtawi :

1. Bidang Pendidikan

Pemikiran Al Tahtawi mengenai pendidikan ada dua pokok yang di nilai

penting :

a. pendidikan yang bersifat universal dan emansipasi wanita. Pendidikan

hendakmya bersifat universal dan sama bentuknya bagi semua golongan.

b. pendidikan bangsa. Menurutnya bahwa pendidikan bukan hanya terbatas

pada kegiatan untuk mengajarkan pengetahuan, melainkan juga untuk

membentuk kepribadian dan menenamkan patriotisme. Tanah air ialah

tempat tinggal, tanah kelahiran yang dinikmati setiap warganya.

2. Bidang Ekonomi

14

Page 15: Makalah Maya

Beberapa ide yang dikemukan Al Tahtawi mengenai bidang ekonomi,

termuat dalam karya tulisannya " kitab Takhlish al Ibriz ila talkhis bariz "

antara lain :

a. Aspek pertanian

orang Mesir terdahulu terkenal kaya hanya tergantung pada tanah Mesir

yang baik dan subur. Oeh karena itu bahwa, perlunya meningkatkan

perbaikan bidang pertanian misalnya penanaman pohon kapas, Naila

Anggur, zaitun, pemerilaharaan leba, ulat sutra, dan termasuk hal-hal

yang berkaitan dengan pertanian misalnya pupuk tanaman, irigasi yang

cukup, sarana pengangkutan.

b. Dari aspek transportasi

perbaikan jalan yang menghubungkan dari satu tempat ke tempat lain,

demikian juga jembatan dan pemasangan aat telekomunikasi untuk

mempermudah

3. Bidang Kesejahteraan

menurut Al Tahtawi "kesejahteraan"akan tercapai dengan dua jalan, yaitu

perpegang pada ajaran agama serta budi pekerti yang baik dan kemajuan

ekonomi.

4. Bidang Pemerintahan

Menurut Al tahtawi, masyarakat suatu Negara, terdiri dari empat golongan;

dua golonan yang memerintah, dua golongan yang lain diperintah. Dua

golonan yang memerintah adalah raja dan para ulama (dua para ilmuan).

Sedang dua golonan yang diperintah adalah tentara dan para produsen

(termasuk semua rakyat).

5. Patriotisme

Al Tahtawi adalah orang Mesir yang pertama penganjur patriotisme. Paham

bahwa seluruh dunia Islam adalah tanah air bagi setiap individu muslim,

15

Page 16: Makalah Maya

mulai di rubah penekannya. Al Tahtawi menekankan bahwa tanah air adalah

tanah tumpah darah seseorang, bukan seluruh dunia Islam. Ia berpendapat

bahwa selain adanya persaudaraan se-agama, juga ada persaudaraan setanah

air.

6. Ijtihad dan Sains Modern

Dalam bukunya “Al Qaul al Sadid fi al ijtihad wa al Taqlid” menguraikan

pentingnya ijtihad dan syarat-syarat menjadi mujtahid, serta dalil dalil dan

tingkatan para mujtahid.

Al Tahtawi meyakinkan dan menekankan kepada kaum muslimin Mesir dan

para ulama Azhar agar menerima dan merasakan betapa pentingnya serta

manfaatnya sains modern sebagaimana telah dikembangkan dan

dimanfaatkan oleh orang Barat.

2.4.4 JAMALUDDIN AL-AFGHANI

Jamaludin al-Afghani adalah seorang pemimpin pembaharuan yang tempat

tinggal dan aktifitasnya berpindah-pindah dari satu negara ke negara Islam lainya

pengaruh terbesar yang ditinggalkannya adalah di Mesir, oleh karena itu uraian

mengenai pemikiran dan aktivitasnya dimasukkan kedalam bagian tentang

pembaharuan di dunia Arab. Jamaludin al-Afghani lahir di Afghanistan pada

tahun 1839 M. dan meninggal dunia pada tahun 1897 M. Dalam silsilah

keturunannya al-afghani adalah keturunan Nabi melalui Sayyidina Ali ra. Ketika

baru berusia duapuluh dua tahun ia telah menjadi pembantu bagi pangeran Dost

Muhammad Khan di Afghanistan. Di tahun 1864 ia menjadi penasehat Sher Ali

Khan. Beberapa tahun kemudian ia diangkat oleh Muhammad A’zam Khan

menjadi Perdana Menteri.

Selama di Mesir al-Afghani mengajukan konsep-konsep pembaharuannya, antara

lain:

1. Musuh utama adalah penjajahan (Barat), hal ini tidak lain dari lanjutan

perang Salib.

16

Page 17: Makalah Maya

2. Ummat Islam harus menantang penjajahan dimana dan kapan saja.

3. Untuk mencapai tujuan itu ummat Islam harus bersatu (Pan Islamisme).

Pan Islamisme bukan berarti leburnya kerajaan-kerajaan Islam menjadi satu,

tetapi mereka harus mempunyai satu pandangan bersatu dalam kerja sama.

Persatuan dan kerja sama merupakan sendi yang amat penting dalam Islam.

Untuk mencapai usaha-usaha pembaharuan tersebut di atas:

1. Rakyat harus dibersihkan dari kepercayaan ketakhayulan.

2. Orang harus yakin bahwa ia dapat mencapai tingkat atau derajat budi luhur.

3. Rukun Iman harus betul-betul menjadi pandangan hidup, dan kehidupan

manusia bukan sekedar ikutan belaka.

4. Setiap generasi ummat harus ada lapisan istimewa untuk memberikan

pengajaran dan pendidikan pada manusia-manusia bodoh dan juga

memerangi hawa nafsu jahat dan menegakkan disiplin.

Selama delapan tahun menetap di Mesir ia pergi ke Paris , disini ia mendirikan

perkumpulan “Al-Urwatul Wusqa” yang anggotanya terdiri dari orang-orang

Islam dan India , Mesir, Suria, Afrika Utara dan lain-lain. Diantara tujuan yang

ingin dicapai ialah memperkuat rasa persaudaraan Islam, membela Islam dan

membawa Islam kepada kemajuan. Kemudian di Paris inilah ia bertemu dengan

muridnya yang setia yaitu Muhammad Abduh dan kemudian ia kembali ke

Istambul, sampai akhir hayatnya.

2.4.5 SYEKH MUHAMMAD ABDUH

Muhammad Abduh lahir di desa Mahillah di Mesir Hilir, ibu bapaknya adalah

orang biasa yang tidak mementingkan tanggal dan tempat lahir anak-anaknya. Ia

lahir pada tahun 1849, tetapi ada yang mengatakan bahwa ia lahir sebelum tahun

itu, tetapi sekitar tahun 1845 dan beliau wafat pada tahun 1905. Ayahnya

bernama Abduh ibn Hasan Khairillah, silsilah keturunan dengan bangsa Turki,

dan ibunya mempunyai keturunan dengan Umar bin Khatab, khalifah kedua

(khulafaurrasyidin).

Orang tuanya sangat memperhatikan terhadap pendidikannya, pada tahun1862 ia

dikirim oleh ayahnya ke perguruan agama di mesjid Ahmadi yang terletak di

17

Page 18: Makalah Maya

desa Tanta . Hanya dalam waktu enam bulan ia berhenti karena tidak mengerti

apa yang diajarkan gurunya. Setelah belajar di Tanta pada tahun 1866 ia

meneruskan ke perguruan tinggi di Al-Azhar di Kairo, disinilah ia bertemu

dengan Jamaludin al-Afghani dan kemudian ia belajar filsafat di bawah

bimbingan Afghani, di masa inilah ia mulai membuat karangan untuk harian al-

Ahram yang pada saat itu baru didirikan. Pada tahun 1877 studinya selesai di al-

Azhar dengan hasil yang sangat baik dan mendapat gelar Alim. Kemudian ia

diangkat menjadi dosen al-Azhar disamping itu ia mengajar di Universitas Darul

Ulum.

Pokok-pokok pikiran Muhammad Abduh dapat disimpulkan dalam empat aspek,

yaitu:

1. Aspek kebebasan, antara lain; dalam usaha memperjuangkan cita-cita

pembaharuannya, MuhammadAbduh memperkecil ruang lingkupnya, yaitu

Nasionalisme Arab saja dan menitikberatkan pada pendidikan.

2. Aspek kemasyarakatan, antara lain usaha-usaha pendidikan perlu diarahkan

untuk mencintai dirinya, masyarakat dan negaranya. Dasar-dasar pendidikan

seperti itu akan membawa kepada seseorang untuk mengetahui siapa dia dan

siapa yang menyertainya.

3. Aspek keagamaan, dalam masalah in Muhammad Abduh tidak menghendaki

adanya taqlid, guna memenuhi tuntutan ini pintu ijtihad selalu terbuka.

4. Aspek pendidikan antara lain, al-Azhar mendapatkan perhatian perbaikan,

demikian juga bahasa Arab dan pendidikan pada umumnya cukup mendapat

perhatiannya.

Menurut Muhammad Abduh bahasa Arab perlu dihidupkan dan untuk itu

metodenya perlu diperbaiki dan ini ada kaitannya dengan metode pendidikan.

System menghafal diluar kepala perlu diganti dengan system penguasaan dan

penghayatan materi yang dipelajari.

2.4.6 RASYID RIDHA

Rasyid Ridha adalah murid Muhammad Abduh yang terdekat. Ia lahir pada tahun

1865 di Al-Qalamun, suatu desa di Lebanon yang letaknya tidak jauh dari kota

Tripoli (Suria). Ia berasal dari keturunan al-Husain, cucu Nabi Muhammad

18

Page 19: Makalah Maya

SAW. Oleh karena itu ia memakai gelar Al-sayyid depan namanya. Semasa kecil

ia dimasukkan ke madrasah tradisional di Al-Qalamun untuk belajar menulis,

berhitung dan membaca Al-Qur’an di tahun 1882, ia melanjutkan pelajaran di Al-

Madrasah al-Wataniah Al-Islamiah (Sekolah Nasional Islam) di Tripoli.

Di Madrasah ini, selain bahasa arab diajarkan pula bahasa Turki dan Prancis, dan

disamping pengetahuan-pengetahuan agama juga pengetahuan-pengetahuan

modern. Sekolah ini didirikan oleh Al-Syaikh Husain Al-Jisr, seorang ulama

Islam yang telah dipengaruhi oleh ide-ide modern, tetapi umur sekolah tersebut

tidak panjang. Kemudian Rasyid Ridha meneruskan pelajarannya di salah satu

sekolah agama yang ada di Tripoli.

Disamping itu Rasyid Ridha memperoleh tambahan ilmu dan semangat

keagamaan melalui membaca kitab-kitab yang ditulis al-Ghozali, antara lain Ihya

Ulumuddin sangat mempengaruhi jiwa dan kehidupannya, terutama sikap patuh

pada hukum dan baktinya terhadap agama. Rasyid Ridha mulai mencoba dan

menerapkan ide-idenya ketika masih berada di Suria, tetapi usaha-usahanya

mendapat tantangan dari pihak kerajaan Usmani. Ia merasa terikat dan tidak

bebas, karena itu ia memutuskan pindah ke Mesir, dekat dengan Muhammad

Abduh. Pada tahun 1898 M. Rasyid Ridha hijrah ke Mesir untuk

menyebarluaskan pembaharuan di Mesir. Dan dua tahun kemudian ia

menerbitkan majalah yang diberi nama “al- Manar” untuk menyebarluaskan ide-

idenya dalam pembaharuan.

Pada dasarnya pokok pikiran Rasyid Ridha tidak jauh berbeda dengan gurunya,

terutama dalam titik tolak pembaharuannya yang berpangkal dari segi

keagamaan, tuntutan adanya kemurnian ajaran Islam, baik dari segi akidahnya

maupun dari segi amaliyahnya. Menurut pendapat dari Rasyid Ridha ummat

Islam mundur karena tidak lagi menganut ajaran-ajaran Islam yang sebenarnya,

dan perbuatan mereka telah menyeleweng dari ajaran-ajaran Islam yang

sebenarnya. Disamping itu sebab-sebab yang membawa kemunduran ummat

Islam, karena faham fatalisme, ajaran-ajaran tariqad atau tasawuf yang

menyeleweng semua itu membawa kemunduran ummat Islam menjadi

keterbelakangan dan menjadikan ummat tidak dinamis.

19

Page 20: Makalah Maya

Dalam hubungannya dengan akal pikiran, Rasyid ridha berpendapat bahwa

derajat akal itu lebih tinggi, akan tetapi hanya dapat dipergunakan dalam masalah

kemasyarakatan saja, tidak dapat dipergunakan dalam masalah ibadah. Diantara

aktivis beliau dalam bidang pendidikan antara lain membentuk lembaga yang

dinamakan dengan “al-dakwah wal irsyad” pada tahun 1912 di kairo.

Para lulusan dari seoah ini akan dikirim ke negeri mana saja yang membutuhkan

bantuan mereka. Kemudian melalui majalah al-Manar ia menjelaskan bahwa

inggris dan perancis yang berusaha membagi-bagi daerah arab ke dalam

kekuasaannya masing-masing. Bentuk pemerintahan yang dikehendaki oleh

Rasyid Ridha adalah bentuk kekhalifahan yang tidak absolute, kholifah hanya

bersifat koordinator, tidaklah mungkin menyatukan ummat islam ke dalam satu

system pemerintahan yang tunggal, karena khalifah hanya menciptakan hukum

perundang-undangan dan menjaga pelaksanaannya.

Rasyid Ridha menyadari pertentangan yang makin ada diantara nasionalisme dan

kesetiaan kepada persatuan Islam. Menurutnya paham nasionalisme bertentangan

dengan paham ummat Islam, karena persatuan dalam Islam tidak mengenal

perbedaan bangsa dan bahasa. Meskipun Rasid Ridha berguru pada Muhammad

Abduh, tetapi dalam hal pembaharuan mereka memiliki perbedaan. Muhammad

Abduh lebih luas pergaulannya,disamping itu penguasaan bahasa asing lebih

menguasai dibanding Rasyid Ridha.

Perbedaan antara guru dan murid tersebut sangat terlihat, misalnya dalam hal

paham-paham teologi dan jujga dalam Tafsir al-Manar, ketika murid memberi

komentar terhadap uraian guru. Sedangkan dalam masalah teologi, Muhammad

Abduh menafsirkan ayat-ayat Mutajassimah secara filosofis rasional, sedangkan

Rasyid Ridha menafsirkan apa adanya ia tidak mentakwil.

Rasyid Ridha sebagai ulama yang selalu menambah ilmu pengetahuan dan selalu

berjuang selama hayatnya, ia meninggal pada tanggal 23 jumadil ula 1354/ 22

agustus 1935, ia meninggal dunia dengan aman sambil memegang Al-Qur’an

ditangannya.

2.4.7 QASYIM AMIN

20

Page 21: Makalah Maya

Qasyim Amin lahir dipinggiran kota Kairo pada tahun 1863, ayahnya keturunan

Qurdi, tetapi menetap di Mesir, ia belajar hukum di Mesir kemudian melanjutkan

ke Perancis sebagai mahasiswa tugas belajar dari pemerintah untuk

memperdalam ilmu hukum, setelah selesai dan pulang ke Mesir ia bekerja pada

pengadilan Mesir. Dalam hal pembaharuan di masyarakat ia lebih mengutamakan

dalam hal memperbaiki nasib wanita.

Ide inilah yang kemudian dikupas Qasyim Amin dalam bukunya tahrir al-mar’ah

(“emansipasi wanita”). Wanita yang terbelakang dan jumlahnya sekitar seperdua

dari jumlah penduduk Mesir, merupakan hambatan dalam pelaksanaan

pembaharuan, karena itu kebebasan dan pendidikan wanita perlu mendapat

perhatian. Ide Qasyim Amin yang banyak menimbulkan reaksi di zamannya ialah

pendapat bahwa penutupan wajah wanita bukanlah ajaran Islam.

Tidak terdapat dalam Al-Qur’an dan Hadist adalah ajaran yang mengatakan

bahwa wajah wanita murupakan aurat dan oleh karena itu harus ditutup.

Penutupan wajah adalah kebiasaan yang kemudian dianggap sebagai ajaran

Islam.

Dan karena kritik dan protes terhadap ide inilah Qasyim Amin melihat bahwa ia

perlu memberi jawaban yang keluar dalam bentuk buku bernama al-mar’ah al-

jadilah (“wanita modern”). Ide-ide ini, tentu ada yang setuju dan ada pula yang

tidak setuju, tapi sekarang ini usaha itu sudah dapat dirasakan hasilnya.

21