Makalah Maulid Nabi Saw

26
MAKALAH MAULID NABI SAW ( PSIKOLOGI SOSIAL ) Filed under: Uncategorized — milyandra @ 4:45 am KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmatNya sehingga kami dapat menyelesaikan Tugas tinjauan kepustakaan ini tepat pada waktunya. Kami menyadari sepenuhnya masih banyak terdapat kelemahan dan kekurangan dalam penyusunan makalah ini, baik dari isi maupun penulisannya. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun senantiasa kami harapkan demi penyempurnaan makalah ini di masa yang akan datang. Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas segala bantuan semua pihak sehingga makalah ini dapat terselesaikan. 19 Juli 2008 Penyusun BAB I

Transcript of Makalah Maulid Nabi Saw

Page 1: Makalah Maulid Nabi Saw

MAKALAH MAULID NABI SAW ( PSIKOLOGI SOSIAL )

Filed under: Uncategorized — milyandra @ 4:45 am

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmatNya

sehingga kami dapat menyelesaikan Tugas tinjauan kepustakaan ini tepat pada waktunya.

Kami menyadari sepenuhnya masih banyak terdapat kelemahan dan kekurangan dalam

penyusunan makalah ini, baik dari isi maupun penulisannya. Untuk itu kritik dan saran dari

semua pihak yang bersifat membangun senantiasa kami harapkan demi penyempurnaan makalah

ini di masa yang akan datang.

Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas segala

bantuan semua pihak sehingga makalah ini dapat terselesaikan.

19 Juli 2008

Penyusun

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Maulid Nabi atau hari kelahiran Nabi Muhammad SAW pada mulanya diperingati untuk

membangkitkan semangat umat Islam. Sebab waktu itu umat Islam sedang berjuang keras

mempertahankan diri dari serangan tentara salib Eropa, yakni dari Prancis, Jerman, dan Inggris.

Page 2: Makalah Maulid Nabi Saw

Kita mengenal musim itu sebagai Perang Salib atau The Crusade. Pada tahun 1099 M tentara

salib telah berhasil merebut Yerusalem dan menyulap Masjidil Aqsa menjadi gereja. Umat Islam

saat itu kehilangan semangat perjuangan dan persaudaraan ukhuwah. Secara politis memang

umat Islam terpecah-belah dalam banyak kerajaan dan kesultanan. Meskipun ada satu khalifah

tetap satu dari Dinasti Bani Abbas di kota Baghdad sana, namun hanya sebagai lambang

persatuan spiritual.

Adalah Sultan Salahuddin Al-Ayyubi –orang Eropa menyebutnya Saladin, seorang pemimpin

yang pandai mengena hati rakyat jelata. Salahuddin memerintah para tahun 1174-1193 M atau

570-590 H pada Dinasti Bani Ayyub –katakanlah dia setingkat Gubernur. Pusat kesultanannya

berada di kota Qahirah (Kairo), Mesir, dan daerah kekuasaannya membentang dari Mesir sampai

Suriah dan Semenanjung Arabia. Kata Salahuddin, semangat juang umat Islam harus dihidupkan

kembali dengan cara mempertebal kecintaan umat kepada Nabi mereka. Salahuddin mengimbau

umat Islam di seluruh dunia agar hari lahir Nabi Muhammad SAW, 12 Rabiul Awal kalender

Hijriyah, yang setiap tahun berlalu begitu saja tanpa diperingati, kini harus dirayakan secara

massal.

Ketika Salahuddin meminta persetujuan dari khalifah di Baghdad yakni An-Nashir, ternyata

khalifah setuju. Maka pada musim ibadah haji bulan Dzulhijjah 579 H (1183 Masehi),

Salahuddin sebagai penguasa haramain (dua tanah suci, Mekah dan Madinah) mengeluarkan

instruksi kepada seluruh jemaah haji, agar jika kembali ke kampung halaman masing-masing

segera menyosialkan kepada masyarakat Islam di mana saja berada, bahwa mulai tahun 580

Hijriah (1184 M) tanggal 12 Rabiul-Awal dirayakan sebagai hari Maulid Nabi dengan berbagai

kegiatan yang membangkitkan semangat umat Islam.

Page 3: Makalah Maulid Nabi Saw

Salahuddin ditentang oleh para ulama. Sebab sejak zaman Nabi peringatan seperti itu tidak

pernah ada. Lagi pula hari raya resmi menurut ajaran agama cuma ada dua, yaitu Idul Fitri dan

Idul Adha. Akan tetapi Salahuddin kemudian menegaskan bahwa perayaan Maulid Nabi

hanyalah kegiatan yang menyemarakkan syiar agama, bukan perayaan yang bersifat ritual,

sehingga tidak dapat dikategorikan bid`ah yang terlarang.

Salah satu kegiatan yang diadakan oleh Sultan Salahuddin pada peringatan Maulid Nabi yang

pertama kali tahun 1184 (580 H) adalah menyelenggarakan sayembara penulisan riwayat Nabi

beserta puji-pujian bagi Nabi dengan bahasa yang seindah mungkin. Seluruh ulama dan

sastrawan diundang untuk mengikuti kompetisi tersebut. Pemenang yang menjadi juara pertama

adalah Syaikh Ja`far Al-Barzanji. Karyanya yang dikenal sebagai Kitab Barzanji sampai

sekarang sering dibaca masyarakat di kampung-kampung pada peringatan Maulid Nabi.

Barzanji bertutur tentang kehidupan Muhammad, mencakup silsilah keturunannya, masa

kanak-kanak, remaja, pemuda, hingga diangkat menjadi rasul. Karya itu juga mengisahkan sifat-

sifat mulia yang dimiliki Nabi Muhammad, serta berbagai peristiwa untuk dijadikan teladan

umat manusia. Nama Barzanji diambil dari nama pengarang naskah tersebut yakni Syekh Ja’far

al-Barzanji bin Husin bin Abdul Karim. Barzanji berasal dari nama sebuah tempat di Kurdistan,

Barzinj. Karya tulis tersebut sebenarnya berjudul ‘Iqd Al-Jawahir (artinya kalung permata) yang

disusun untuk meningkatkan kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW. Tapi kemudian lebih

terkenal dengan nama penulisnya.

Ternyata peringatan Maulid Nabi yang diselenggarakan Sultan Salahuddin itu membuahkan

hasil yang positif. Semangat umat Islam menghadapi Perang Salib bergelora kembali.

Salahuddin berhasil menghimpun kekuatan, sehingga pada tahun 1187 (583 H) Yerusalem

Page 4: Makalah Maulid Nabi Saw

direbut oleh Salahuddin dari tangan bangsa Eropa, dan Masjidil Aqsa menjadi masjid kembali,

sampai hari ini.

Dalam sejarah penyebaran Islam di Nusantara, perayaan Maulid Nabi atau Muludan

dimanfaatkan oleh Wali Songo untuk sarana dakwah dengan berbagai kegiatan yang menarik

masyarakat agar mengucapkan syahadatain (dua kalimat syahadat) sebagai pertanda memeluk

Islam. Itulah sebabnya perayaan Maulid Nabi disebut Perayaan Syahadatain, yang oleh lidah

Jawa diucapkan Sekaten.

Dua kalimat syahadat itu dilambangkan dengan dua buah gamelan ciptaan Sunan Kalijaga

bernama Gamelan Kiai Nogowilogo dan Kiai Gunturmadu, yang ditabuh di halaman Masjid

Demak pada waktu perayaan Maulid Nabi. Sebelum menabuh dua gamelan tersebut, orang-orang

yang baru masuk Islam dengan mengucapkan dua kalimat syahadat terlebih dulu memasuki pintu

gerbang “pengampunan” yang disebut gapura (dari bahasa Arab ghafura, artinya Dia

mengampuni).

Pada zaman kesultanan Mataram, perayaan Maulid Nabi disebut Gerebeg Mulud. Kata

“gerebeg” artinya mengikuti, yaitu mengikuti sultan dan para pembesar keluar dari keraton

menuju masjid untuk mengikuti perayaan Maulid Nabi, lengkap dengan sarana upacara, seperti

nasi gunungan dan sebagainya. Di samping Gerebeg Mulud, ada juga perayaan Gerebeg Poso

(menyambut Idul Fitri) dan Gerebeg Besar (menyambut Idul Adha).

Kini peringatan Maulid Nabi sangat lekat dengan kehidupan warga Nahdlatul Ulama (NU).

Hari Senin tanggal 12 Rabi’ul Awal (Mulud), sudah dihapal luar kepala oleh anak-anak NU.

Acara yang disuguhkan dalam peringatan hari kelahiran Nabi ini amat variatif, dan kadang

Page 5: Makalah Maulid Nabi Saw

diselenggarakan sampai hari-hari bulan berikutnya, bulan Rabius Tsany (Bakdo Mulud). Ada

yang hanya mengirimkan masakan-masakan spesial untuk dikirimkan ke beberapa tetangga

kanan dan kiri, ada yang menyelenggarakan upacara sederhana di rumah masing-masing, ada

yang agak besar seperti yang diselenggarakan di mushala dan masjid-masjid, bahkan ada juga

yang menyelenggarakan secara besar-besaran, dihadiri puluhan ribu umat Islam.

Ada yang hanya membaca Barzanji atau Diba’ (kitab sejenis Barzanji). Bisa juga ditambah

dengan berbagai kegiatan keagamaan, seperti penampilan kesenian hadhrah, pengumuman hasil

berbagai lomba, dan lain-lain, dan puncaknya ialah mau’izhah hasanah dari para muballigh

kondang.

Para ulama NU memandang peringatan Maulid Nabi ini sebagai bid’ah atau perbuatan yang

di zaman Nabi tidak ada, namun termasuk bid’ah hasanah (bid’ah yang baik) yang

diperbolehkan dalam Islam. Banyak memang amalan seorang muslim yang pada zaman Nabi

tidak ada namun sekarang dilakukan umat Islam, antara lain: berzanjen, diba’an, yasinan, tahlilan

(bacaan Tahlilnya, misalnya, tidak bid’ah sebab Rasulullah sendiri sering membacanya),

mau’izhah hasanah pada acara temanten dan Muludan.

Dalam Madarirushu’ud Syarhul Barzanji dikisahkan, Rasulullah SAW bersabda: “Siapa

menghormati hari lahirku, tentu aku berikan syafa’at kepadanya di Hari Kiamat.” Sahabat Umar

bin Khattab secara bersemangat mengatakan: “Siapa yang menghormati hari lahir Rasulullah

sama artinya dengan menghidupkan Islam!”

A. Tujuan

Page 6: Makalah Maulid Nabi Saw

”Kaum muslimin tidak boleh mengadakan perayaan maulid Nabi Shallallahu ‘alaihi wa

Sallam pada malam 12 Robi’ul Awwal dan juga pada waktu yang lain, sebagaimana mereka juga

tidak boleh merayakan hari kelahiran selain Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, karena

perayaan hari-hari kelahiran termasuk bid’ah yang diada-adakan dalam agama, lebih dari itu,

Rasulullah sendiri tidak pernah merayakan hari kelahirannya semasa hidup beliau, beliau adalah

penebar agama Islam dan pembuat syari’at mewakili Robb-Nya, itupun beliau tidak

memerintahkan untuk melakukan perayaan tersebut, demikian pula para kholifah dan sahabat

beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, dan para pengikut beliau yang baik di masa generasi yang

utama, sehingga jelaslah, bahwa hal ini adalah bid’ah…” (“Majmu’ fatawa wa Maqolaat al-

Mutanawwi’ah”(4/289).)

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Maulid Nabi Muhammad SAW

Maulid Nabi Muhammad SAW terkadang Maulid Nabi atau Maulud saja (bahasa Arab:

النبي مولد ,(مولد، adalah peringatan hari lahir Nabi Muhammad SAW, yang dalam tahun

Hijriyah jatuh pada tanggal 12 Rabiul Awal. Kata maulid atau milad adalah dalam bahasa Arab

berarti hari lahir. Perayaan Maulid Nabi merupakan tradisi yang berkembang di masyarakat

Islam jauh setelah Nabi Muhammad SAW wafat. Secara subtansi, peringatan ini adalah ekspresi

kegembiraan dan penghormatan kepada Rasulullah Muhammad SAW.

A. Sejarah Maulid Nabi Muhammad SAW

Perayaan Maulid Nabi diperkirakan pertama kali diperkenalkan oleh Abu Said al-Qakburi,

seorang gubernur Irbil, di Irak, pada masa pemerintahan Sultan Salahuddin Al-Ayyubi (1138-

Page 7: Makalah Maulid Nabi Saw

1193). Adapula yang berpendapat bahwa idenya sendiri justru berasal dari Sultan Salahuddin

sendiri. Tujuannya adalah untuk membangkitkan kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW, serta

meningkatkan semangat juang kaum muslimin saat itu, yang sedang terlibat dalam Perang Salib

melawan pasukan Kristen Eropa dalam upaya memperebutkan kota Yerusalem.

A. Hukum Memperigati Maulid Nabi Muhammad SAW

Syaikh Muhammad bin Shaleh Al ‘Utsaimin rahimahullah –semoga Allah membalas jerih

payahnya terhadap Islam dan kaum muslimin dengan sebaik-baik balasan- , beliau pernah

ditanya tentang hukumnya memperingati maulid Nabi r ?

Maka Syaikh Muhammad bin Shaleh Al ‘Utsaimin rahimahullah menjawab:

1. Malam kelahiran Rasulullah r tidak diketahui secara qath’i (pasti), bahkan   sebagian

ulama kontemporer menguatkan pendapat yang mengatakan bahwasannya ia terjadi pada malam

ke 9 (sembilan) Rabi’ul Awwal dan bukan malam ke 12 (dua belas). Jika demikian maka

peringatan maulid Nabi Muhammad r yang biasa diperingati pada malam ke 12 (dua belas)

Rabi’ul Awwal tidak ada dasarnya, bila dilihat dari sisi sejarahnya.

2. Di lihat dari sisi syar’i, maka peringatan maulid Nabi r juga tidak ada dasarnya. Jika

sekiranya acara peringatan maulid Nabi r disyari’atkan dalam agama kita, maka pastilah acara

maulid ini telah di adakan oleh Nabi r atau sudah barang tentu telah beliau anjurkan kepada

ummatnya. Dan jika sekiranya telah beliau laksanakan atau telah beliau anjurkan kepada

ummatnya, niscaya ajarannya tetap terpelihara hingga hari ini, karena Allah ta’ala berfirman :

“Sesungguhnya Kami-lah yang telah menurunkan Al Qur’an dan

sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya”. Q.S; Al Hijr : 9 .

Page 8: Makalah Maulid Nabi Saw

Dikarenakan acara peringatan maulid Nabi r tidak terbukti ajarannya

hingga sekarang ini, maka jelaslah bahwa ia bukan termasuk dari ajaran

agama. Dan jika ia bukan termasuk dari ajaran agama, berarti  kita tidak

diperbolehkan untuk beribadah kepada Allah dan mendekatkan diri kepada-

Nya dengan acara peringatan maulid Nabi r tersebut.

Allah telah menentukan jalan yang harus ditempuh agar dapat sampai

kepada-Nya, yaitu jalan yang telah dilalui oleh  Rasulullah r, maka

bagaimana mungkin kita sebagai seorang hamba menempuh jalan lain dari

jalan Allah, agar kita bisa sampai kepada Allah?. Hal ini jelas merupakan

bentuk pelanggaran terhadap hak Allah, karena kita telah membuat syari’at

baru pada agama-Nya yang tidak ada perintah dari-Nya. Dan ini pun

termasuk bentuk pendustaan terhadap firman Allah ta’ala :

“Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu dan telah

Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku dan telah Ku-ridha’i islam itu jadi agama

bagimu“. Q.S; Al-Maidah : 3.

Maka kita perjelas lagi, jika sekiranya acara peringatan maulid Nabi r

termasuk bagian dari kesempurnaan dien (agama), niscaya ia telah

dirayakan sebelum Rasulullah r meninggal dunia. Dan jika ia bukan bagian

dari kesempurnaan dien (agama), maka berarti ia bukan dari ajaran agama,

karena Allah ta’ala berfirman: “Pada hari ini telah Ku sempurnakan untuk

kamu agamamu“.

Page 9: Makalah Maulid Nabi Saw

Maka barang siapa yang menganggap bahwa ia termasuk bagian dari

kesempurnaan dien (agama), berarti ia telah membuat perkara baru dalam

agama (bid’ah) sesudah wafatnya  Rasulullah r, dan pada perkataannya

terkandung pendustaan terhadap ayat Allah yang mulia ini (Q.S; Al-Maidah :

3) .

Maka tidak diragukan lagi, bahwa orang-orang yang mengadakan acara

peringatan maulid Nabi r, pada hakekatnya bertujuan untuk memuliakan

(mengagungkan) dan mengungkapkan kecintaan terhadap Rasulullah SAW,

serta menumbuhkan ghirah (semangat) dalam beribadah yang di peroleh

dari acara peringatan maulid Nabi tersebut. Dan ini semua termasuk dari

ibadah. Cinta kepada Rasulullah r termasuk ibadah, dimana keimanan

seseorang tidaklah sempurna hingga ia mencintai Nabi r melebihi

kecintaannya terhadap dirinya sendiri, anak-anaknya, orang tuanya dan

seluruh manusia. Demikian pula bahwa memuliakan (mengagungkan)

Rasulullah r termasuk dari ibadah. Dan juga yang termasuk kedalam

kategori ibadah adalah menumbuhkan ghirah (semangat) dalam

mengamalkan syari’at Nabinya r.

A. Sejarah Munculnya MAulid NAbi Muhammad SAW

Sesungguhnya penyelenggaraan perayaan yang memperingati peristiwa-perisiwa Islam

tertentu yang kemudian dijadikan sebagai perantara untuk mendapat berkah itu, pada mulanya

hanya dikenal oleh kelompok kebatinan yang buruk. Mereka adalah Bani Ubaid Al Qaddah yang

menamakan dirinya sebagai Fatimiyyun.1

Page 10: Makalah Maulid Nabi Saw

Upacara maulid adalah termasuk perbuatan yang dicontohkan oleh para ahli penyimpangan

dan kesesatan, sesungguhnya orang yang pertama yang memunculkan perayaan upacara maulid

adalah orang-orang dari Bani Fatimiyyun dari golongan Ubaidiyyun yang hidup dikurun waktu

ke-4 Hijriyah.

Mereka ini sengaja mengklaim dirinya sebagai pengikut Fathimah radhiallahu anha secara

dzalim dan untuk mencemarkan nama baiknya padahal sebenarnya mereka adalah sekelompok

orang-orang Yahudi atau ada yang mensinyalir bahwa mereka dari orang Majusi (penyembah

api) bahkan ada yang mengatakan mereka berasal dari kelompok Atheis.2

Pendapat lain, seperti Imam As Suyuthi dalam Husnul Maqshud fi Amal Al Maulid

menegaskan:

“Orang yang pertama kali mengadakan peringatan hari Maulid Nabi adalah penduduk Irbal, Raja

Agung Abu Sa’id Kau Kaburi 3 bin Zainuddin Ali bin Bakitkin, seorang raja negeri Amjad.4

Dan ini diikuti oleh Syaikh Muhammad bin Abu Ibrahim Alu Syaikh:

“Bid’ah peringatan Maulid Nabi ini, pertama kali diadakan oleh Abu Sa’id Kau Kaburi pada

abad ke-6 H”

Syaikh Hamud Tuwaijiri:

“Upacara peringatan maulid adalah bid’ah dalam Islam yang diadakan oleh sulthan Irbal pada

akhir abd ke-6H atau pada awal abad ke-7H.”

Page 11: Makalah Maulid Nabi Saw

Al Ubaidiyyun memasuki Mesir 362H dan raja terakhirnya Al Adhid meninggal 567H,

sedangkan penguasa Irbal dilahirkan 549H dan meninggal 630H, ini menjadi bukti bahwa

kelompok Ubadiyyun lebih dahulu daripada penguasa Irbal -Al Malik Al Mudzaffar- dalam

mengadakan upacara peringatan maulid Nabi.

Bukan tidak sah mengatakan bahwa penguasa Irbal adalah orang yang pertama kali

mengadakan Maulid Nabi di Maushil, karena yang dilakukan Al Ubaidiyyun diadakan di negeri

sendiri -Mesir, seperti yang dijelaskan dalam buku-buku sejarah. Wallahu a’lam.5

A. Maulid Nabi tidak di bolehkan

Jutaan umat Islam di seluruh belahan dunia memperingati tanggal 12 Rabi’ul Awwal setiap

tahun, memperingati hari kelahiran Rasulullah saw. Kaum muslimin saling memberi ucapan

selamat, hadiah, dan aneka hidangan yang dipersiapkan untuk peringatan tersebut, bahkan

penjual aneka makanan mendapatkan pesanan yang beragam dan melimpah, sesuai kebiasaan

dan tradisi khas tempat masing-masing.

Waktu berjalan, peringatan maulid Nabi berkembang secara resmi di kalangan pejabat, raja

dan pemimpin umat Islam dengan saling memberi ucapan selamat, do’a-do’a keberkahan, bagi-

bagi hadiah untuk penghafal Al Qur’an, orasi dan pidato politik.

Pertanyaannya adalah, Kapan peringatan maulid Nabi bermula ?

Apakah peringatan maulid Nabi di benarkan dalam Islam ?

Apa hukumnya secara syariah memperingati maulid ini?

Pertanyaan-pertanyaan yang terus terulang saat ada peringatan maulid setiap tahunnya.

Bersamaan dengan itu, masih ada perdebatan seputar hukum memperingati maulid, meskipun

Page 12: Makalah Maulid Nabi Saw

Rasulullah saw sendiri tidak pernah memperingati hari kelahirannya, begitu juga dengan para

sahabat dan tabi’in yang merupakan generasi pilihan.

a. Tradisi Fathimiyyah

Sumber-sumber sejarah menceritakan bahwa, di Mesir ada sekelompok pendukung Fathimah

putri Nabi, mereka disebut Fathimiyyin, mereka lah pertama kali yang mengadakan peringatan

hari kelahiran Nabi Muhammad. Mereka mengadakan peringatan secara besar-besaran, mereka

membagi-bagikan aneka makanan. Di samping memperingati kelahiran Nabi, mereka juga

memperingati hari-hari kelahiran keluarga “ahlul bait” Nabi saw.

Inilah kenyataan sejarah yang menjadikan sebagian ulama fiqh menolak mutlak peringatan

Nabi, dan memasukkan katagori bid’ah dalam urusan agama yang tidak ada dasar hukumnya.

Rasulullah saw tidak pernah memperingati hari kelahirannya sepanjang hidupnya, begitu juga

para sahabat dan tabi’in.

“ : في أحدث من وسلم عليه الله صلى القائل وهو

رد فهو منه ليس ما هذا ”أمرنا

“Barangsiapa yang membuat hal baru dalam urusan agama kami yang tidak ada dasar hukumnya,

maka ia tertolak.” Artinya tidak termasuk dari ajaran Islam.

Para penentang perayaan maulid juga bersandar para praktek perayaan maulid ketika masa

Fathimiyyin yang lebih cenderung berlebihan dalam menyebarkan ajaran syi’ah. Tujuan dari

peringatan ini, sebagaimana yang dilihat oleh ahli fiqh sekaligus da’i, Abdul Karim Al Hamdan,

adalah penyebaran aqidah syi’ah dengan kedok cinta keluarga Nabi dan disertai dengan praktek-

Page 13: Makalah Maulid Nabi Saw

praktek yang tidak diperbolehkan hukum, seperti berlebihan di dalam menghormati pemimpin

dengan cara-cara sufiestik yang sudah menjerus pada kultus individu, berdo’a kepada selain

Allah, bernadzar kepada selain Allah swt. Inilah bentuk-bentuk peringatan maulid Nabi

semenjak kelomopk Fathimiyyin sampai sekarang, baik di Mesir atau di belahan dunia lainnya.

a. Mengapa Kita Tidak Memperingati ?

Dalam sudut pandang yang berbeda, Dr. Muhammad ‘Alawi Al Maliki Al Husni, seorang ahli

fiqh, memandang bolehnya memperingati maulid Nabi dengan diisi kegiatan yang bertujuan

mendengarkan sejarah perjalanan hidup Nabi saw dan memperdengarkan pujian-pujian

terhadapnya. Ada kegiatan memberi makan, menyenangkan dan memberi kegembiraan terhadap

umat Islam. Meskipun ia menekankan tidak adanya pengkhususan peringatan pada malam hari

tertentu, karena itu termasuk katagori bid’ah yang tidak ada dasarnya dalam agama.

Riwayat dari Rasulullah saw, bahwa beliau mengagungkan hari kelahirannya, beliau bersyukur

kepada Allah pada hari itu, atas nikmat diciptakan dirinya dimuka bumi dengan membawa misi

rahamatan lil’alalmin, mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya. Ketika Rasulullah

saw ditanya tentang sebab beliau berpuasa pada hari Senin dalam setiap pekan, beliau bersabda

sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, ( ولدت فيه يوم ,Itu hari“ .(ذلك

saya dilahirkan.”

Terkait bahwa para sahabat dan tabi’in tidak melaksanakan maulid, Dr Al Husni mengatakan,

“Apa yang tidak dikerjakan oleh salafus shaleh generasi awal Islam, tidak otomatis menjadi

bid’ah yang tidak boleh dikerjakan. Justru perlu dikembalikan kepada persoalan aslinya, yaitu

sesuatu yang membawa mashlahat secara syar’i menjadi wajib hukumnya, sebaliknya sesuatu

yang menjerumuskan kepada haram, maka hukumnya haram.”

Page 14: Makalah Maulid Nabi Saw

Menurut padangan Dr. Al Husni, jika memperingati maulid Nabi membawa mashlahat secara

syar’i, maka hukumnya dianjurkan, karena di dalamnya ada kegiatan dzikir, sedekah, memuji

Rasul, memberi makan fakir-miskin, dan kegiatan lainnya yang diperbolehkan karena membawa

manfaat.

a. Tergantung Kegiatan

Sebagian ulama mengingkari peringatan maulid, karena di dalamnya bercampur dengan

bid’ah dan kemungkaran yang terjadi sebelum abad Sembilan Hijriyah, dengan bersandar pada

hukum asli, yaitu “Menolak kerusakan lebih di dahulukan dari pada meraih mashalahat.”

Ulama ahli Fiqh dari madzhab Maliki, Tajuddin Al Fakihani juga membolehkan. Sebagian ada

yang malah menganjurkan, seperti Imam Jalaluddi As Suyuthi dan Ibnu Hajar Al Asqalani,

namun mereka mengingkari praktek-praktek bid’ah. Pendapat mereka ini bersandar pada

firman Allah swt, { الله بأيام ”.Dan ingatkanlah mereka dengan hari-hari Allah“ {وذكرهم

Sejumlah ulama Al Azhar, terutama Syaikh ‘Athiyyah Shaqr rahimahullah, telah berfatwa

tentang dibolehkannya memperingati maulid Nabi dengan syarat.

Fatwa itu tertuang sebagai berikut, “Rasulullah saw telah menetapkan bahwa hari di

mana beliau dilahirkan memiliki keutamaan dibanding dengan hari-hari lainnya. Setiap mukmin

hendaknya bersungguh-sungguh dalam meraih keagungan pahala, mengutamakan amal. Itulah

alasan memperingati hari ini. Dan bersyukur kepada Allah swt atas pemberian-Nya yang sangat

besar, berupa kelahiran Nabi akhir zaman yang memberi petunjuk kepada kita menuju syari’at-

Nya yang membawa kelestarian. Namun dengan syarat tidak membuatkan gambar-gambarnya

secara khusus. Bahkan dengan lebih mendekatkan diri kepada Allah swt atas apa yang

Page 15: Makalah Maulid Nabi Saw

disyariatkan, mengenalkan manusia keutamaan dan keagungan pribadi Rasul, tidak keluar dari

koridor syariat dan berubah menjadi hal yang diharamkan secara hukum, seperti ikhthilat atau

campur baur laki-laki dan perempuan, cenderung kepada kegiatan yang tidak ada gunanya dan

hura-hura, tidak menghormati baitullah, dan termasuk yang dikatagorikan bid’ah adalah tawasul

terhadap kuburan, sesuatu yang tidak sesuai dengan ajaran agama dan bertentangan dengan adab.

Jika yang dominan adalah kegiatan-kegiatan seperti di atas, maka yang diutamakan

adalah mencegah kerusakan sebagaimana kaidah ushul. “Mencegah kerusakan lebih didahulukan

dari pada meraih maslahat.”

Namun jika hal-hal positif lebih dominan dan manfaat secara syar’i didapatkan, maka

tidak ada larangan memperingati maulid Nabi dengan tetap mengantisipasi hal-hal negatif sesuai

kemampuan.” Allahu ‘alam

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesimpulannya adalah bahwa  mengadakan peringatan maulid Nabi r dengan tujuan

untuk mendekatkan diri kepada Allah ta’ala, dan pengagungan terhadap Rasulullah r termasuk

dari ibadah. Jika ia termasuk ibadah maka kita tidak diperbolehkan untuk mengadakan perkara

baru pada agama Allah (bid’ah) yang bukan syari’at-Nya. Oleh karena itu peringatan maulid

Nabi r termasuk bid’ah dalam agama dan termasuk yang diharamkan.

Kemudian kita mendengar informasi bahwasannya pada acara

peringatan maulid Nabi r terdapat  kemunkaran-kemunkaran yang besar,

Page 16: Makalah Maulid Nabi Saw

yang tidak dibenarkan syar’i, indera maupun akal. Dimana mereka

mensenandungkan qashidah yang didalamnya mengandung pengkultusan

terhadap Nabi r, hingga terjadi pengagungan yang melebihi

pengagungannya kepada Allah ta’ala –kita berlindung kepada Allah dari hal

ini-.

Dan juga kita mendengar informasi tentang kebodohan sebagian

orang yang mengikuti acara peringatan maulid Nabi tersebut , dimana

ketika dibacakan kisah maulid (kelahiran) beliau, lalu ketika sampai pada

perkataan (dan lahirlah Musthafa r), maka mereka semua serentak berdiri.

Mereka mengatakan bahwa ruh Rasulullah r telah datang, maka kami

berdiri sebagai penghormatan terhadap kedatangan ruhnya. Dan ini jelas

suatu kebodohan.

Dan bukan merupakan adab bila mereka berdiri untuk menghormati

kedatangan ruh Nabi r, karena Rasulullah r merasa enggan (tidak senang)

apabila ada sahabat yang berdiri untuk menghormatinya. Padahal kecintaan

dan pengagungan para sahabat terhadap Rasulullah r melebihi  yang

lainnya, akan tetapi mereka tidak berdiri untuk memuliakan dan

mengagungkannya, ketika mereka melihat keengganan Rasulullah r dengan

perbuatan tersebut. Jika hal ini tidak mereka lakukan pada saat Rasulullah r

masih hidup, lalu bagaimana hal tersebut bisa dilakukan oleh manusia

setelah beliau meninggal dunia?.

Page 17: Makalah Maulid Nabi Saw

Bid’ah ini, maksudnya adalah bid’ah maulid, terjadi setelah berlalunya  3

(tiga) kurun waktu yang terbaik (masa sahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in).

sesungguhnya Peringatan maulid Nabi r telah menodai kesucian aqidah dan

juga mengundang terjadinya ikhtilath (bercampur-baurnya antara laki-laki

dan wanita) serta menimbulkan perkara-perkara munkar yang lainnya.

A. Saran – saran

Implementasi dari syahadat Laa Ilaa illalloh adalah tauhid yaitu menunggalkan

(mentauhidkan) Alloh di dalam peribadatan dan tidak mensekutukan-Nya dengan sesuatu

apapun, baik di dalam Rububiyah, Uluhiyah an asma’ wa shifat-Nya. Adapun konsekuensi dari

syahadat Muhammad Rasulullah adalah, mentauhidkan Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa

Sallam di dalam ittiba’ (peneladanan) dan tidaklah mengamalkan suatu ibadah melainkan

sebagaimana yang dituntunkan oleh beliau ‘alaihis Sholatu was Salam.

Rasulullah sendiri menyatakan bahwa amalan bid’ah itu tertolak, walaupun yang

mengamalkannya ikhlas lillahi Ta’ala, dan setiap bid’ah itu adalah sesat. Sebagian salaf bahkan

mengatakan, bahwa amalan bid’ah itu lebih dicintai syaithan daripada maksiat, karena orang

yang bermaksiat dia faham bahwa dirinya dalam kesalahan sehingga diharapkan ia dapat

bertaubat. Sedangkan orang yang mengamalkan bid’ah, menganggap apa yg ia lakukan adalah

baik sehingga sulit baginya bertaubat.

Islam itu agama sempurna dan wajib atas kita mengamalkannya secara kaafah. Kita wajib

mengingkari kesyirikan, kebid’ahan dan kemaksiatan seluruhnya. Bukannya kita hanya

mengingkari kemaksiatan, namun ridha dan mendiamkan dosa yang lebih besar, yaitu syirik (yg

tidak diampuni Alloh) dan bid’ah (yang dinyatakan sesat oleh Rasulullah).

Ummat Islam akan maju apabila umat ini mau kembali kepada agama sebagaimana yang dibawa

Page 18: Makalah Maulid Nabi Saw

oleh para pendahulu mereka yang shalih. Sebagaimana ucapan Imam Malik rahimahullahu,

“Tidak akan sukses keadaan ummat ini melainkan kembali sebagaimana suksesnya salaf shalih

terdahulu”.

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

1. http://www.cybermq.com/index.php?pustaka/detail/12/1/pustaka-172.htm 2. http://www.box.net/encoded/6870461/67171703/226a37b841e29f599bfb2 3. Al-Hukmul Haqqu fil Ihtifal bi maulid Sayyidil Khalqi Shallallahu ‘alaihi

wa Sallam, tulisan dari syaikh kami Ali bin Hasan al-Halabi – hafidhahullah –

4. Al-Qaulul Fashlu fi Hukmil Ihtifal bi maulidi Khoirir Rasul Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, tulisan al-‘Allamah Ismail al-Anshariy.

5. Al-Maurid fi ‘Amalil maulid, tulisan dari syaikh al-‘Allamah al-Fakihany.

About these ads