Makalah MAR

39
Makalah MAR (Malformasi Anorektal) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Malformasi anorektal merupakan kelainan kongenital tanpa anus atau dengan anus tidak sempurna, sedangkan kloaka persisten diakibatkan karena pemisahan antara traktus urinarius, traktus genitalia dan traktus digestivus tidak terjadi. Banyak anak-anak dengan malformasi ini memiliki anus imperforata karena mereka tidak memiliki lubang dimana seharusnya anus ada. Walaupun istilah ini menjelaskan penampilan luar dari anak, istilah ini lebih ditujukan pada kompleksitas sebenarnya dari malformasi. Malformasi anorektal terjadi setiap 1 dari 5.000 kelahiran. Malformasi ini lebih sering terjadi pada pria dan pria dua kali lebih banyak mengalami malformasi anorektal letak tinggi atau intermediet. Empat puluh sampai tujuh puluh persen dari penderita mengalami satu atau lebih defek tambahan dari sistem organ lainnya. Manajemen dari malfomasi anorektal pada periode neonatal sangatlah krusial karena akan menentukan masa depan dari sang anak. Keputusan yang paling penting adalah apakah pasien memerlukan kolostomi dan diversi urin untuk mencegah sepsis dan asidosis metabolik. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang anatominya, diagnosis yang lebih cepat dari malformasi anorektal dan defek yang berkaitan dan bertambahnya pengalaman dalam memanajemen, akan didapatkan dengan hasil yang lebih baik.

Transcript of Makalah MAR

Page 1: Makalah MAR

Makalah MAR (Malformasi Anorektal)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Malformasi anorektal merupakan kelainan kongenital tanpa anus atau dengan anus tidak

sempurna, sedangkan kloaka persisten diakibatkan karena pemisahan antara traktus urinarius,

traktus genitalia dan traktus digestivus tidak terjadi. Banyak anak-anak dengan malformasi ini

memiliki anus imperforata karena mereka tidak memiliki lubang dimana seharusnya anus ada.

Walaupun istilah ini menjelaskan penampilan luar dari anak, istilah ini lebih ditujukan pada

kompleksitas sebenarnya dari malformasi.

Malformasi anorektal terjadi setiap 1 dari 5.000 kelahiran. Malformasi ini lebih sering

terjadi pada pria dan pria dua kali lebih banyak mengalami malformasi anorektal letak tinggi atau

intermediet. Empat puluh sampai tujuh puluh persen dari penderita mengalami satu atau lebih

defek tambahan dari sistem organ lainnya. Manajemen dari malfomasi anorektal pada periode

neonatal sangatlah krusial karena akan menentukan masa depan dari sang anak. Keputusan yang

paling penting adalah apakah pasien memerlukan kolostomi dan diversi urin untuk mencegah

sepsis dan asidosis metabolik. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang anatominya,

diagnosis yang lebih cepat dari malformasi anorektal dan defek yang berkaitan dan

bertambahnya pengalaman dalam memanajemen, akan didapatkan dengan hasil yang lebih baik.

Oleh karena pernyataan diatas, membuat kami tertarik untuk mengangkat dan membahas

materi tentang asuhan keperawatan pada anak dengan malformasi anorektal. Sehingga kita

sebagai mahasiswa keperawatan dapat mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada

anak dengan malformasi anorektal.

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Penyusunan makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan pembaca tentang asuhan

keperawatan pada anak dengan malformasi anorektal.

1.2.2 Tujuan Khusus

Page 2: Makalah MAR

Penyusun diharapkan dapat memahami:

1. Konsep dasar penyakit MAR

2. Konsep asuhan keperawatan MAR

1) Pengkajian

2) Diagnosa keperawatan

3) Perencanaan

Page 3: Makalah MAR

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Konsep Dasar Penyakit

2.1.1 Pengertian

Malformasi anorektal adalah suatu kelainan malformasi congenital dimana tidak

lengkapnya perkembangan embrionik pada bagian anus atau tertutupnua anus secara abnormal

atau dengan kata lain tidak ada lubang secara tetap pada daerah anus. (Hidayat , A.Aziz

Alimul.2006:26)

Malformasi anorektal (anus imperforate) adalah malformasi congenital dimana rectum

tidak mempunyai lubang keluar. Anus tidak ada, abnormal atau ektopik. Kelainan anorektal

umum pada laki-laki dan perempuan memperlihatkan hubungan kelainan anorektal rendah dan

tinggi diantara usus, muskulus levator ani, kulit, uretra dan vagina (Donna L.Wong,2004 :520)

Malformasi anorektal adalah kelainan bawaan anus yang disebabkan oleh ganggan

pertumbuhan dan pembentukan anus dari tonjolan embrionik. (Manjoer Arif, dkk. 2003:379)

Dari pengertian diatas bisa dapat disimpulkan bahwa marformasi anorektal adalah suatu

kelainan congenital dan tidak lengkapnya perkembangan embrionik dimana rectum tidak

mempunyai lubang keluar yang disebabkan oleh gangguan pertumbuhan dan pembentukan anus.

2.1.2 Embriologi

Secara embriologis, didalam saluran penceranaan berasal dari Foregut, midgut dan

Hindgut. Foregut akan membentuk faring, system pernafasan bagian bawah, esophagus,

lambung, sebagian duodenum, hati dan system bilier serta pancreas. Midgut membentuk usus

halus, sebagian duodenum, sekum, apendik, kolon asenden sampai pertengahan kolon

transversum. Hindgut meluas dari Midgut hingga ke membrane kloaka, membrane ini terusun

dari endoderm kloaka, dan ectoderm dari protoderm/analpit. Usus terbentuk mulai minggu

keempat disebut sebagai primitive gut. Kegagalan perkembangan yang lengkap dari septum

urorektalis menghasilkan anomaly letak tinggi atau supra levator. Sedangkan anomaly letak

rendah atau infra levator berasal dari efek perkembangan prokoderm dan lipatan genital. Pada

anomaly letak tinggi, otot levator ani perkembangannya tidak normal, sedangkan otot sfingter

eksetrnus dan tidak ada atau rudimeter.

Page 4: Makalah MAR

2.1.3 Anatomi dan Fisiologi Rektum dan Anus

2.1.3.1 Rectum

Rektum adalah bagian terminal dari saluran pencernaan bawah yang merupakan tabung

berongga sepanjang 10-15 cm dan sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah

kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan

sementeara feses. Biasanya rectum ini kosong karenea tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi,

yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rectum, maka

timbul keinginan untuk buang air besar (BAB). Mengembangnya dinding rectum karena

penumpukan material di dalam rectum akan memicu system saraf yang menimbulkan keinginan

untuk melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke

usu besar, dimana penyerapan air akan kembali dilakuakan. Jika defekasi tidak terjadi untuk

periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi. Orang dewasa dan anak yang

lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan anak yang lebih muda mengalami

kekurangan dalam pengendalian otot yahng penting untuk menunda BAB.

2.1.3.2 Anus

Merupakan lubang di ujung slauran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari tubuh.

Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lainnya dari usus.

Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot sphincter. Feses dibuang dari tubuh melalui

proses defekasi (buang air besar – BAB), yang merupakan fungsi utama anus.

2.1.4 Etiologi

Secara pasti penyebab dari Malformasi Anorektal (MAR) belum diketahui. Namun para

ahli memperkirakan malformasi anorektal (MAR) ini merupakan anomaly gastrointestinal dan

genitourinaria yang bersifat congenital (suriyadi dan Rita yuliani. 2001 : 198)

2.1.5 Patofisiologi

Malformasi anorektal dapat terjadi karena kelainan congenital dimana saat proses

perkembangan embrionik tidak lengkap pada proses perkembangan anus dan rectum. Dalam

Page 5: Makalah MAR

perkembangan selanjutnya ujung ekor dari belakang berkembang jadi kloaka yang juga akan

berkembang jadi genitor urinary dan struktur anorektal. Malformasi anorektal terjadi karena

tidak sempurnanya migrasi dan perkembangan struktur kolon antara 7-10 mingggu selama

perkembangan janin. Kegagalan migrasi tersebut juga karena gagalnya agenesis sacral dan

abnormalitas pada daerah uretra dan vagina atau juga pada proses obstruksi. Malformasi

anorektal dapat terjadi karena tida adanya pembukaan usus besar yang keluar anus sehingga

menyebabkan feses tidak dapat dikeluarkan.

2.1.6 Klasifikasi

Klasifikasi malformasi anorektal menurut Wong 2004 : 520

Pada Malformasi Anorektal penanganan yang dilakukan tergantung dari letak ujung

atresia terhadap dasar panggul, sehingga anomaly tersebut dibuat menjadi tipe rendah, tipe

intermediate, dan tipe tinggi.

Perbedaan dari 3 tipe diatas dapat dilihat dibawah ini :

1. Tipe Bawah

Rektum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puboorektalis. Terdapat sfingter

internal dan eksternal yang berkembang baik dengan fungsi normal dan tidak terdapat hubungan

dengan saluran genitourinaius.

2. Tipe Intermediet

Rectum berada pada atau dibawah tingkat otot puborektalis, lesung anal dan sfingter

eksternal berada pada posisi yang normal.

3. Tipe tinggi

Ujung rectum diatas otot puborektalis dan sfingter internal tidak ada. Hal ini biasanya

berhubungan dengfan fistula genitourinarius rektouretal (pria) atau rektovaginal (wanita).

Klasifikasi malformasi anorektal menurut Wingspraad, 1981

Penggolongan anatomis malformasi anorektal:

Page 6: Makalah MAR

Laki – laki

Golongan I :

1. Fistel urine

2. Atresia rekti

3. Perineum datar

4. Tanpa fistel udara> 1cm dari kulit pada

invertogram

Tindakan :

Kolostomi neonatus pada usia

4-6 bulan

Golongan II :

1. Fistel perineum

2. Membran anal

3. Stenosis ani

4. Bucket handle

5. Tanpa fistel, udara < 1 cm dari kulit

pada invertogram

Tindakan :

Operasi definitif neonatus

tanpa kolonostomi

Perempuan

Golongan I :

1. Kloaka

2. Fistel vagina

3. Fistel vestibulo ano

Tindakan :

Kolostomi neonatus pada usia 4-6

bulan

Page 7: Makalah MAR

4. Atresia rekti

5. Tanpa fistel udara> 1cm dari

kulit pada invertogram

Golongan II :

1. Fistel perineum

2. Stenosis ani

3. Tanpa fistel, udara < 1 cm dari

kulit pada invertogram

Tindakan :

Operasi definitif neonatus tanpa

kolonostomi

Gambaran kelainan anorektum

A. Membran anal

1. Udara direktum

2. Tulang belakang sakrum

B. Atresia ani letak rendah (mungkin dengan fistel keperineum anterior)

C. Atresia ani letak tinggi (mungkin sekali dengan fistula ke uretra atau buli – buli)

D. Atresia rectum

1. Udara direktum

2. Tulang belakang sakrum

Page 8: Makalah MAR

3. Atresia rectum

4. Anus

Gambar atresia ani letak tinggi

A. Fistula rektovesikal

1. Udara didalam rektum

2. Tulang belakang sakrum

3. Kandung kemih

4. Simpisis

5. Uretra

6. Fistula rektovesikal

B. Fistula rektouretra

2.1.7 Pemeriksaan Diagnostik

1). Pemeriksaan radiologi Invertogram

Yaitu teknik pengambilan foto untuk menilai jarak pungtum distal rectum terhadap muara anus

di kulit peritoneum.

2). X-ray untuk memperlihatkan adanya gas dalam usus.

3). Pewarnaan Radiopatik dimuskan ke dalam traknus urinarius misalnya sistouretogram mikturasi

akan memperlihatkan hubungan rekto urinarius dan kelainan urinarius.

4). Ultrasound dapat digunakan untuk menentukan letak rectal kantong.

Page 9: Makalah MAR

5). Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rectal dengan menusukan jarum tersebut ke sampai

melakukan aspirasi, jika mekonium tidak keluar pada saat jarum sudah masuk 1,5 cm defek

tersebut dianggap defek tingkat tinggi.

6). Pemeriksaan rectal digital dan visual adalah pemeriksaan diagnostic yang umum dilakuakan pada

gangguan ini.

Pemeriksaan khusus pada perempuan

Neonatus perempuan perlu pemeriksaan khusus karena seringnya ditemukan fistel ke

vestibulum atau vagina (80%-90%).

Kelainan letak tinggi. Pada fistel vagina, mekonium tampak keluar dari vagina. Evakuasi

feses menjadi tidak lancer sehingga sebaiknya cepat dilakukan kolostomi. Pada fistel vestibulum,

muara fistel terdapat di vulva. Umumnya evakuasi mulai terhambat saat penderita mulai makan

makanan padat. Kolostomi dapat direncanakan bila penderita dalam keadaan optimal. Bila

terdapat kloaka maka tidak ada pemisahan antara traktus urinarius, traktus genitalis, dan jalan

cerna. Evakuasi feses umumnya tidak sempurna sehungga perlu cepat dilakukan kolostomi. Pada

atresia rectum, anus tampak normal tetapi pada pemeriksaan colok dubur, jari tidak ddapat

masuk lebih dari 1-2 cm. Tidak ada evakuasi mekonium sehingga perlu segera dilakukan

kolostomi. Bila tidak ada fistel dibuat invertogram. Jika udara lebih dari 1 cm dari kulit perlu

segera dilakukan kolostomi.

Kelainan Letak Rendah. Lubang fistel perineum biasanya terdapat diantara vulva dan

tempat letak anus normal, tetapi tanda timah anus yang buntu ada diposteriornya. Kelainan ini

umumnya menimbulkan obstipasi. Pada stenosis anus, lubang anus terletak ditempat yang

seharusnya tetapi sangat sempit. Evakuasi feses tidak lancer sehingga biasanya harus segera

dilakukan tetapi definitive. Bila tidak ada fistel dan pada invertogram udara kurang 1 cm dari

kulit, dapat segera dilakukan pembedahan definitive. Dalam hal ini evakuasi tidak ada, sehingga

perlu dilakukan kolostomi.

Pemeriksaan khusus pada laki-laki

Page 10: Makalah MAR

Yang harus diperhatikan ialah adanya fistel atau kenormalan bentuk perineum dan ada

tidknya butir mekonium di urine. Dari kedua hal tadi pad anak laki-laki dapat dibuat kelompok

dengan atau tanpa fistel urine dan fistel perineum.

Kelainan letak tinggi. Jika ada fistel urin tampak mekonium keluar dari orifisium

eksternum uretra, mungkin terdapat fistel ke uretra maupun ke vesika urinaria. Cara praktis

untuk menentukan letak fistel adalah dengan memasang kateter urine. Bila kateter terpasang dan

urine jernih, berarti fistel terletak di uretra karena fistel tertutup kateter. Bila dengan kateter urine

mengandung mekonium berarti fistel ke vesika urinaria. Bila evakuasi feses tidak lancer,

penderita memerlukan kolostomi segera. Pada atresia rectum tindakannya sama dengan

perempuan, harus dibuat kolostomi. Jika tidak ada fistel dan udara lebih dari 1 cm dari kulit pada

invertogram, maka perlu segera dilakuakn kolostomi.

Kelainan letak rendah. Fistel perineum sama pada wanita : lubangnnya terdapat anterior

dari letak anus normal. Pada membrane anal biasanya tampak bayangan mekonium dibawah

selaput. Bila evakuasi feses tidak ada sebaiknya dilakukan terapi definitive secepat mungkin.

Pada stenosis anus, sama dengan pada wanita, tindakan definitive harus dilakukan. Bila tidak ada

fistel dan udara kurang 1 cm dari kulit pada invertogram, perlu juga segera dilakukan

pertolongan bedah.

2.1.8 Komplikasi

Semua pasien yang mempunyai malformasi anorectal dengan komorbiditas yang tidak

jelas mengancam hidup akan bertahan. Pada lesi letak tinggi, banyak anak mempunyai masalah

pengontrolan fungsi usus dan juga paling banyak menjadi konstipasi. Pada lesi letak rendah,

anak pada umumnya mempunyai control usus yang baik, tetapi masih dapat menjadi konstipasi.

Komplikasi operasi yang buruk berkesempatan menjadi kontinensia primer, walaupun

akibat ini sulit diukur. Reoperasi penting untuk mengurangi terjadinya kontinensia. Kira-kira

90% anak perempuan dengan fistula vestibulum, 80% anak laki-laki dengan fistula

ureterobulbar, 66% anak laki-laki dengan fistula ureteroprostatic, dan hanya 15% anak laki-laki

dengan fistula bladder-neck mempunyai pergerakan usus yang baik. 76% anak dengan anus

imperforata tanpa fistula mempunyai pergerakan usus yang baik.

Selain itu, komplikasi lain yang dapat muncul yaitu :

1. Asidosis hiperkloremia

Page 11: Makalah MAR

2. Infeksi saluran kemih yang berkepanjangan

3. Komplikasi jangka panjang

4. Eversi mukosa anal

5. Stenosis (akibat kontraksi jaringan parut dari anastomosis)

6. Masalah atau kelambatan yang baerhubungan dengan toilet training

7. Inkontinensia (akibat stenosis anal atau impaksi)

8. Prolaps mukosa anorektal (menyebabkan inkontinensia dan rembesan persisten)

9. Fistula kambuhan (karena tegangan di area pembedahan dan infeksi).

(Cecily., 2009:294)

2.1.9 Penatalaksanaan Medis

Terapi pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai dengan keparahan defek.

Semakin tinggi lesi, semakin rumit prosedur pengobatannya. Untuk anomaly tinggi, dilakukan

kolostomi beberapa hari setelah lahir. Bedah definitifnya, yaitu anoplasti perineal (prosedur

penarikan perineum abdominal), umumnya ditunda 3-12 bulan.

Penundaan ini dimaksudkan untuk memberi waktu pada pelvis untuk membesar dan pada

otot-otot untuk berkembang. Tindakan ini juga memungkinkan bayi untuk menambah berat

badannya dan bertambah baik status nutrisinya. Lesi rendah diatasi dengan menarik kantong

rectal melalui sfingter sampai lubang pada kulit ananl. Fistula, bila ada harus ditutup. Defek

membranosa hanya memerlukan tindakan pembedahan yang minimal. Membran tersebut

dilubangi dengan hemostat atau scalpel.

Pada kebanyakan kasus, pengobatan malformasi anorektal memerlukan dua tahap

tindakan pembedahan. Untuk defek ringan sampai sedang, prognosisnya baik. Defeknya dapat

diperbaiki, peristalsis dan kontinensia normal juga dapat diperolah. Defek yang lebih berat

umumnya disertai anomaly lain, dan hal tersebut akan menambah masalah pada hasil tindakan

pembedahan. Anus imperforata biasanya memerlukan operasi sedang untuk membuka pasase

feses.

Tergantung pada beratnya imperforate, salah satu tindakan adalah anoplasti perineal atau

colostomy : prosedur operasi termasuk menghubungkan bagian atas colon dengan dinding

anterior abdomen, pasien ditinggalkan dengan lubang abdomen disebut stoma. Lubang ini

dibentuk dari ujung usus besar melalui insisi dan sutura ke kulit.

Page 12: Makalah MAR

Setelah colostomy, feses dibuang dari tubuh pasien melalui stoma, dan terkumpul dalam

kantong yang melekat pada abdomen yang diganti bila perlu. Pengobatan pada anus malformasi

anorektal juga dapat dilakukan dengan jalan operasi PSARP (Posterio Sagital Anorectoplasy).

Teknik ini punya akurasi tinggi untuk membuka lipatan bokong pasien. Teknik ini merupakan

ganti dari teknik lama yaitu Abdomino Perineal Poli Through (APPT). Teknik lama ini

mempunyai resiko gagal tinggi karena harus membuka dinding abdomen.

2.1.9.1 Kolostomi

Kolostomi pada kolon desendens merupakan prosedur yang ideal untuk penatalaksanaan

awal malformasi anorktal. Tindakan kolostomi merupakan upaya dekomprasi, diversi, dan

sebagai proteksi terhadap kemungkinan terjadinya obstruksi usus. Kolostomi pada kolon

desendens mempunyai beberapa keuntungan disbanding dengan kolostomi pada kolon asendens

atau transversum. Bagian distal dari kolostomi akan mengalami disfungsi dan akan terjadi atropi

karena tidak digunakan. Dengan kolostomi pada kolon desendens maka segmen yang akan

mengalami disfungsi menjadi lebih pendek. Atropi dari segmen distal akan berakibat tejadinya

diare cair sampai dilakukan peneutupan stoma dan hal ini dapat diminimalkan dengan melakukan

kolostomi pada kolon desendens. Pembersihan mekanik kolon distal lebih mudah dilakukan jika

kolostomi terletak di bagian kolon desendens.

Pada kasus dengan fistel anorektal, urin sering keluar melalui kolon, untuk kolostomi

distal akan keluar memalui stoma bagian distal tanpa danya absorbs. Bila stoma terletak di kolon

proksimal, urin akan keluar ke kolon dan akan diabsorbsi, hal ini akan meningkatkan resiko

terjadinya asidosis metabolic. Loop kolostomi akan menyebabkan aliran urin dari stoma

proksimal ke distal usus dan terjadi infeksi saluran kencing serta pelebaran distal rectum.

Distensi rectum yang lama akan menyebabkan kerusakan dinding usus yang irreversible disertai

Page 13: Makalah MAR

dengan kelainan hipomotilitas dinding usus yang menetap, hal ini akan menyebabkan konstipasi

di kemudian hari. Double barrel transversocolostomy dextra dengan tujuan dekomprasi dan

diversi memiliki keuntungan antara lain :

1. Meninggalkan seluruh kolon kiri bebeas pada saat tindakan definitf tidak menimbulkan

kesulitan

2. Tidak terlalu sulit dikerjakan

3. Stoma distal dapat berlaku sebagaimana muara pelepasan secret kolon distal

4. Feses kolon kanan relative tidak berbau dibanding kolon kiri oleh karena pembusukan

feses.

5. Dimungkinkan irigasi dan pengosongan dari kantong rectum yang buntu

2.1.9.2 Posterosagital anorectoplasty (PSARP)

Metode ini diperkenalkan oleh Pena dan de Vries pada tahun 1982. Prosedur ini

memebrikan beberapa keuntungan seperti kemudahan dalam operasi fistel rektourinaria maupun

rektovaginal dengan cara membelah otot pelvis, sing, dan sfingter. PSARP dibagi menjadi tiga

yaitu minimal, limited, dan full PSARP.

Posisi penderita adalah prone dengan elevasi pada pelvis. Dengan bantuan stimulator

dilakukan identifikasi anal dimple. Insisi dimulai dari tengah sacrum ke bawah melewati pusat

sfingter eksterna ampai kedepan kurang lebih 2 cm. Insisi diperdalam dengan membuka subkutis,

lemak, parasagital fibre dan muscle complex. Tulang coccygeus dibelah sehingga tampak

dinding belakang rectum. Rektum dibebaskan dari dinding belakang dan jika ada fistel

dibebaskan juga, rectum dipisahkan dengan vagina yang dibatasi oleh common wall. Dengan

jahitan, rectum ditarik melewati otot levator, muscle complex, dan parasagital fibre kemudian

dilakukan anoplasty dan dijaga agar tidak tegang.

Untuk minimal PSARP tidak dilakukan pemitingan otot levator maupun vertical fibre,

yang penting adalah memisahkan common wall untuk memsahkan rectum dengan vagina dan

dibelah hanya otot sfingter eksternus. Untuk limited PSARP yang dibelah adalah otot sfingter

eksternus, muscle fibre, muscle complex, serta tidak memberlah tulang coccygeus. Penting

Page 14: Makalah MAR

melakukan diseksi rectum agar tidak merusak vagina. Masing-masing jenis prosedur mempunyai

indikasi yang berbeda. Minimal PSARP dilakukan pada fistell perianal, anal stenosis, anal

membrane, bucket handle, dan atresia ani tanpa fistel yang akhiran rectum kurang dari 1 cm dari

kuit. Limited PSARP dilakukan pada atresia ani dengan fistel rektovestibular. Full PSARP

dilakukan pada atresia ani letak tinggi, dengan gambaran invertogram akhir rectum lebih dari 1

cm dari kulit, pada fistelrektovaginalis, fistel rekto uretralis, atresia rectum, dan stenosis rectum.

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan

2.2.1 Pengkajian

A. Pengumpulan Data

1) Identitas

a) Identitas anak

Nama, umur, jenis kelamin, agama, kedudukan klien dalam keluarga, tanggal masuk

rumah sakit, tanggal pengkajian, diagnosa medis, nomor rekam medic, alamat.

b) Identitas Orang tua

Nama ayah, nama ibu, umur, pendidikan, pekerjaan, agama dan alamat.

2) Riwayat kesehatan

a) Riwayat kesehatan sekarang

Pada pengkajian keperawatan dapat ditemukan penyumbatan anus (anus tidak normal),

tidak adanya mekonium, adanya kembung dan terjadi muntah pada 24-48 jam setelah lahir. Atau

pada bayi laki-laki dengan fistula urinaria didapatkan mekonium pada urin, dan pada bayi

perempuan dengan fistula urogenital ditemukan mekonium pada vagina.

b) Riwayat Kesehatan dahulu

1) Riwayat Parental

Kesehatan ibu selama hamil, kapan hari pertama haid terakhir (HPHT), imunisasi TT,

nutrisi selama ibu hamil dan kebiasaan atau perilaku ibu sewaktu hamil yang merugikan bagi

perkembangan dan pertumbuhan janin, seperti : kebiasaan merokok, minum kopi, minum

minuman keras, mengkonsumsi narkoba dan obat obatan secara sembarang.

Page 15: Makalah MAR

2) Riwayat intranatal

Lamanya kehamilan, jenis dan lamanya partus, jenis pertolongan persalinan, berat badan

lahir, keadaan bayi lahir awal, awal timbulnya pernafasan, tangisan pertama dan tindakan

khusus.

3) Riwayat neonatal

Skor APGAR (warna, sianosis, pucat, ikhterik), mucus yang berlebihan paralisis,

konvulsi, demam, kelainan congenital, kesulitan menghisap, kesulitan pemberian makan atau

ASI.

c) Riwayat kesehatan Keluarga

Mengkaji kemungkinan adanya anggota keluarga uang mengalami gangguan seperti yang

dialami klien atau gangguan tertentu yang berhubungan langsung dengan gangguan system

gastrointestinal.

3) Pemeriksaan Fisik

Pra Operatif

a) Daerah perineum dan

Inspeksi dengan cermat daerah perineum secara dini untuk mencari hubungan fistula ke

kulit untuk menemukan muara anus ektopik atau stenatik untuk memperbaiki bentuk luar jangka

panjang untuk melihat adanya mekonium (apakah keluar dari vagina atau keluar bersama urine)

untuk melihat adanya garis hitam yang menentukan letak fistel dan terapi segeranya.

b) Abdomen

- Memeriksa tanda-tanda obstruksi usus (perut kembung).

- Amati adanya distensi abdomen.

- Ukur lingkar abdomen.

- Dengarkan bising usus (4 kuadran).

- Perkusi abdomen

- Palpasi abdomen (mungkin kejang usus)

Page 16: Makalah MAR

c) Kaji hidrasi dan status nutrisi

- Timbang berat badan tiap hari

- Amati muntah proyektif (karakteristik muntah)

d) TTV

- Pada semua bayi baru lahir harus dilakukan pemasukan thermometer melalui anus. Tindakan ini

tidak hanya untuk mengetahui suhu tubuh, tetapi juga untuk mengetahui apakah terdapat anus

imperforata atau tidak.

- Ukur frekuensi pernafasan (terjadinya takipnea atau dispnea)

- Ukur nadi (terjadinya takikardia)

Post Operatif

a) Meliputi penampilan secara umum lemah, tingkat kesadaran berat badan, tinggi badan.

b) Tanda-tanda vital terdiri dari suhu, nadi, pernapasan dan tekanan darah

c) System pernapasan

Kaji adanya pernapasan cepat dan dangkal

d) Sistem Kardiovaskuler

Kaji adanya takhikardia, hipotensi, leukositosis

e) Sistem Pencernaan

Kaji adanya stoma pada abdomen, bising usus melemah atau menghilang. Adanya nyeri

tekan dan lepas pada daerah abdomen karena ada luka post kolostomi, pada anus terdapat post

operasi PSARP. Pemeriksaan pada Post Op yaitu infeksi terdapat kolostomi, warna pink seperti

cery atau merah kehitaman, adakah perdarahan stoma dan bagaimana jumlah dan tipe feses.

Bentuk abdomen datar, tekstur kulit lembut. Pada saat palpasi apakah adanya pembesaran atau

massa, kelembaban kulit kering, turgor kulit cepat kemali setelah dicabut, tidak adanya

pembesaran hepar dan limpa,pada saat auskultasi terdengar bising usus, pada saat perkusi apakah

terdapat bunyi timpani atau danles.

f) System endokrin

Pada system ini tidak ada gangguan spesifik yang menyertai MAR, kaji adanya

pembesaran kelenjar tiroid dan paratiroid.

Page 17: Makalah MAR

g) Sistem Genitourinaria

Biasanya pasien dengan post op PSARP di pasang dower kateter, pada laki-laki bentuk

genetalia eksterna utuh, kaji apakah sudah disirkumisi, frekuensi BAK dan kelancarannya,

adanya fistula.

h) Sistem Muskuloskeletal

Pada system ini tidak ada gangguan spesifik yang menyertai MAR, kaji ROM, kekuatan

otot, dan reflex.

i) Sistem Integumen

Pada system ini tidak ada gangguan spesifik yang menyertai MAR, kaji adanya

penurunan turgor kulit dan peningkatan suhu tubuh.

j) Sistem persarafan

Kaji fungsi serebral dan cranial klien

4) Data Penunjang

Pada Pra operatif biasanya diperiksa hematologi diantaranya : haemoglobin, leukosit,

hematokrit dan trombosit.

Dan pada data laboratorium klien dengan post operasi (baru operasi) biasanya ditemukan

adanya peningkatan leukosit dari 10.000/mm3, hal ini menunjukan adanya infeksi oleh

mikroorganisme. Pada pemeriksaan Hb ditemukan adanya penurunan akibat adanya perdarahan

yang mlebih saat operasi atau nutrisi kurang dari kebutuhan namun setelah post operasi yang

lama tidak ditemukan adanya data laboratorium yang menyimpang dari harga normal.

B. Analisis data

Merupakan proses berfikir secara ilmiah berdasarkan teori teori yang dihubungkan

dengan data-data yang ditemukan saat pengkajian, mengintreprastasikan data atau

membandingkan dengan standar fsiologi setelah dianalisa maka akan didapat penyebab

terjadinya masalah pada klien.

Page 18: Makalah MAR

Data tersebut dapat diperoleh dari keadaan pasien yang tidak sesuai dengan standar

criteria yang sudah ada. Untuk itu perawat harus jeli memahami tentang standar keperawatan

sebagai bahan pembandingan, apakah keadan kesehatan klien sesuai atau tidak dengan standar

yang ada.

Pengelompokan data adalah mengelompokan data-data klien dimana klien mengalami

permasalahan kesalahan atau keperawatan berdasarkan criteria permasalahannya, setelah data

dikelompokan maka perawat dapat mengidentifikasi masalah keperawatan klien dan

merumuskannya.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan

Pra Operatif

1) Gangguan pola nafas berhubungan dengan penekanan torakal sekunder terhadap distensi abdomen

2) Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan muntah

3) Ansietas pada orang tua berhubungan dengan tindakan / prosedur pembedahan

Post Operatif

1) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kapasitas paru sekunder terhadap

pemberian anestesi.

2) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan perlukaan jaringan pada pembedahan

3) Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan

4) Gangguan pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan. intake tidak adekuat

5) Ganguan eliminasi berhubungan dengan …..

6) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya perlukaan jaringan

7) Perubahan terhadap pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan melemahnya

kemampuan fisik dan proses hospitalisasi

8) Kurang pengetahuan berhubungan pendidikan kesehatan tentang perawatan kolostomi

Page 19: Makalah MAR

2.2.3 Perencanaan

Pra Operatif

No. Diagnosa

Keperawatan

Prencanaan

Tujuan Intervensi Rasional

1. Gangguan pola

nafas

berhubungan

dengan penekanan

torakal sekunder

terhadap distensi

abdomen

Setelah dilakukan

perawatan selama 3x24

jam pola nafas efektif,

dengan kriteria :

RR normal (30-60x/menit)

Bunyi nafas regular

Tidak menggunakan otot

bantu pernafasan

Tidak ada pernafasan

cuping hidung

1. Posisikan anak pada

posisi yang nyaman

dengan pengguanan

bantal 300

2. Catat TTV dan irama

jantung

3. Berikan O2 sesuai

dengan kebutuhan

4. Auskultasi bunyi nafas

catat adanya bunyi

nafas adventisius

seperti : krekel,

mengi

5. Inpeksi adanya sianosis

1. Untuk efisiensi ventilasi

maksimum

2. Tachikardi, disritmia dan

perubahan tekanan dapat

menunjukan efek

hipoksia sistemik pada

fungsi jantung

3. Dapat memperbaiki dan

mencegah hipoksia

4. Biasanya bunyi nafas

menurun

5. Mengindikasikan adanya

kekurangan oksigen ke

jaringan.

2. Gangguan

keseimbangan

cairan dan

elektrolit

berhubungan

dengan muntah

Setelah dilakukan

perawatan selama 2x24

jam, klien menunjukkan

keseimbangan cairan

elektrolit, dengan

kriteria:

Keseimbangan jumlah

1. Ukur Jumlah Input

output cairan

2. Inspeksi turgor kulit

3. Ukur tanda-tanda vital

1. Mengidentifikasi adanya

ketidak seimbangan

2. Pada keadaan dehidrasi

turgor kulit tidak elastic

3. Keadaan dehidrasi

diidentifikasik dg

adanya perubahan TTV :

Page 20: Makalah MAR

input dan output

Turgor kulit elastic

TTV normal (suhu:36,5 –

37, RR: 35x/menit)

Tidak didapatkan distensi

abdomen.

4. Inspeksi adanya

distensi abdomen

5. Kolaborasi berikan

cairan IV

takikardi, hipotensi,

peningkatan suhu

4. Peningkatan tekanan

abdomen ditandai

dengan adanya distenai

abdomen

5. Mengganti caiaran dan

elektrolit yang hilang

3. Ansietas pada

orang tua

berhubungan

dengan tindakan /

prosedur

pembedahan

Setelah dilakukan

perawatan selama 1x24

jam, ansietas pada orang

tua berkurang dengan

kriteria:

Keluarga mampu

mengungkapkan rasa

sakit, penerimaan atas

pembedahan, dan

memahami prosedur

pembedahan.

1. Identifikasi ketidak

tahuan

2. Peningkatan support

terhadap keluarga

“tindakan atu

prosedur tsb tindakan

tepat”

3. Jelaskan tentang

prosedur tepat waktu

1. Dengan memberikan

kejelasan dari keluarga

agar sedikit tenang.

2. Dengan support akan

menurunkan cemas

3. Meningkatkan rasa

optimis dengan

pembedahan

Post Operatif

No. Diagnosa

Keperawatan

Prencanaan

Tujuan Intervensi Rasional

1. Pola nafas tidak

efektif

berhubungan

dengan penurunan

kapasitas paru

sekunder terhadap

pemberian

Setelah dilakukan

perawatan selama 3x24

jam, pola nafas klien

efektif, dengan kriteria:

Klien tidak mengalami

sianosi

1. Catat

kecepatan/kedalama

n pernafasan,

auskultasi bunyi

nafas, amati adanya

pucat, sianosis,

2. Posisikan klien

1. Pernafasan mengorok/

pengaruh anestesi

menurunkan ventilasi dan

dapat mengakibatkan

hipoksia

2. Dapat mendorong ekspansi

Page 21: Makalah MAR

anestesi. Tidak ada hipoksia

Respirasi rate normal (30-

60 x/menit) dan regular

Tidak ada suara ngorok

dengan meninggikan

kepala 300

3. Ubah posisi secara

periodic

4. Berikan O2 sesuai

kebutuhan

paru optimal dan

memininmalkan tekanan isi

ke abdomen pada rongga

thorak.

3. Meningkatkan pengisian

udara seluruh segmen paru

4. Memaksimalkan sediaan O2

untuk pertukaran gas dan

penurunan kerja pernafasan.

2. Resiko tinggi

infeksi

berhubungan

dengan perlukaan

jaringan pada

pembedahan

Setelah dilakukan

perawtan selama 3x24

jam, tidak terdapat

infeksi, dengan kriteria:

Suhu normal : 36,50C –

370C

tidak ada tanda-tanda

radang (merah,

bengkak, panas area

luka)

balutan kering dan bersih.

1. Ukur suhu tubuh

setiap 4 jam

2. Gunakan teknink

septic dan aseptic

medic

3. Lakukan perawatan

luka dengan hati-hati

agar luka tetap

bersih

4. Ganti balutan luka

setelah 3 hari post

operasi

5. Kolaborasi pemberian

antimicrobial /

antibiotic sesuai

kebutuhan

1. Peningkatan suhu tubuh

menunjukna terjadinya

infeksi sistemik.

2. Mencegah terjadinya infeksi

dan sepsis

3. Untuk meminimalkna resiko

infeksi

4. Dengan balutan dapat

menngkatkan kelembaban

dan memperlambat

penyembuhan luka

5. Digunakan untuk penvegahan

infeksi secara sistemik.

3. Nyeri

berhubungan

dengan

terputusnya

kontinuitas

Setelah dilakukan

perawatan selama 3x24

jam, nyeri berkurang,

dengan kriteria:

Klien tidak menangis

1. Kaji dan catat adanya

peningkatan nyeri

2. Hindari palpasi area

1. Digunakan untuk mengetahui

keadaan nyeri klien untuk

menentukan tindakan

pengurangna nyeri

2. Agar terhindar dari

Page 22: Makalah MAR

jaringan terus, ekspresi wajah

wajar (tidak menahan

nyeri).

pembedahan kecuali

jika diperlukan

3. Berikan lingkungn

yang nyaman dan

tenang

4. Kolaborasi pemberian

analgesi sesuai dan

pantau

keefektifannya

peningkantan rasa nyeri

pasca operasi

3. Berkurangnya stimulus nyeri

4. Digunakan untuk

farmakoterapi untuk nyeri

4. Gangguan

pemenuhan nutrisi

: kurang dari

kebutuhan

berhubungan

dengan. intake

tidak adekuat

Setelah dilakukan

perawatan selama 3x24

jam, kebutuhan nutrisi

klien terpenuhi dengan

kriteria:

BB klien naik

Hasil pemeriksaan

laboratorium seperti

Hb, Ht, dan elektrolit

dalam keadaan normal

1. Pertahankan potensi

selang Naso-gastrik.

Jangan

mengembalikan

posisi selang bila

terjadi perubahan

posisi.

2. Berikan perawatan

oral secara teratur

3. Kolaborasi pemberian

cairan IV

4. Awasi pemeriksaan

laboratorium.

Misalnya Hb / Ht

dan elektrolit.

1. Memberikan istirahat pada

traktus GI. Selama fase

pasca operasi akut sampai

kembali berfungsi normal

2. Mencegah ketidaknyamanan

karena mulut kering dan

bibir pecah

3. Memenuhi kebutuhan nutrisi

sampai masukan oral dapat

dimulai

4. Indikator kebutuhan cairan /

nutrisi dan keaktifan terapi

dan terjadinya konstipasi.

5. Ganguan

eliminasi

berhubungan

dengan …..

Setelah dilakukan

perawatan selama 2x24

jam, klien dapat

beradaptasi terhadap

terpasangnya kantong

kolostomi, dengan

kriteria:

1. Berikan penjelasan

pada keluarga

tentang indikasi

terpasangnya

kantung kolostomi

2. Kaji mengenai

keadaan,

1. Menambah pengetahuan

keluarga dan mendorong

keluarga dalam penerimaan

perubahan eliminasi fekal

pada anaknya

2. Sebagai indicator

keberhasilan intervensi yang

Page 23: Makalah MAR

Aliran pengeluaran feces

baik dengan konsistensi

feces yang keluar

lembek

Klien tampak nyaman dan

tidak rewel akibat

terpasangnya kantung

kolostomi

karakteristik, dan

konsistensi feces

yang keluar

3. Ganti kantong

kolostomi jika sudah

penuh

4. Pertahankan

pemberian cairan IV

dilakukan

3. Supaya klien tetap nyaman

dan menekan terjadinya

infeksi

4. Mencegah terjadinya

konstipasi (feces mengeras)

6. Kerusakan

integritas kulit

berhubungan

dengan adanya

perlukaan

jaringan

Setelah dilakukan

perawatan selama 4x24

jam tidak terdapat

kerusakan integritas

kulit, dengan kriteria :

Meningkatnya

persembuhan luka dan

bebas tanda-tanda

infeksi.

1. Inspeksi warna ukuran

luka

2. Bersihkan permukaan

kulit dengan

mengguanakna

hydrogen/air dengan

sabun lunat/

petrolatum

3. Gunakan balutan

teknik aseptic

1. Kemerahan bengkak

mengidentifikasi adanya

kerusakan integritas kulit

2. Petrolatum membersihkan

feses yang menempel

3. Menurunkan iritasi kulit

7. Perubahan

terhadap

pertumbuhan dan

perkembangan

berhubungan

dengan

melemahnya

kemampuan fisik

dan proses

hospitalisasi

Setelah dilakukan

perawatan selama 2x24

jam tumbang tercapai

sesuai usia, dengan

kriteria:

pasien memperlihatkan

peningkatan

karakteristik fisik,

perkembangan sensoris,

perilaku sosialisasi,

perkembangan kognitif.

1. Kaji tingkat

perkembangan anak

dalam seluruh area

fungsi.

2. Ajarkan orang tua

tentang tugas

perkembngan normal

anak sesuai

kelompok usianya.

3. Berikan kesempatan

bagi seorang anak

sakit untuk

1. Penting untuk mengetahui

apakah anak sudah

mencapai tumbangnya.

2. Keluarga (ibu ) menjadi

perawat anak selama

dirumah, diharapkan

mampu memantau

perkembangan anak setiap

waktu.

3. Mencegah terjadinya regresi

karena proses hospitalisasi.

Page 24: Makalah MAR

memenuhi tugas

perkambangan

sesuai kelompok

usia.

8. Kurang

pengetahuan

keluarga

berhubungan

pendidikan

kesehatan tentang

perawatan

kolostomi

Setelah dilakukan

perawatan selama 1x24

jam, keluarga

mengetahui dan

mengerti tentang

perawatan kolostomi

dengan kriteria:

1. klien dapat mengganti

kolostomi secara

mendiri

2. klien dapat mengetahui

tanda – tanda iritasi

pada kolostomi

3. klien dapat klien dapat

mencegah terjadinya

iritasi pada colostomi

1. Jelaskan dan

demonstrasikan

perawatan stoma

tahap demi tahap

2. Jelaskan peralatan

yang di gunakan

3. Jelaskan informasi

tentang

penatalaksanaan diit

makan diet rendah

residu, tinggi protein

dan tinggi kalori

4. Jelaskan tanda- tanda

iritasi pada stoma

5. Jelaskan cara

mencegah agar

stoma tidak terjadi

iritasi

1. Dengan menjelaskan dan

mendemonstrasikan

perawatan stoma akan

memudahkan keluarga klien

melakukan perawatan stoma

selanjutnya secara mandiri

dan merupakan bekal nanti

ketika klien sedah pulang ke

rumah

2. Untuk memudahkan alat-alat

apa yang di gunakan

keluarga klien dalam

perawatan colostomy secara

mandiri di rumah

3. Untuk memberikan

penggetahuan kepada klien

nutrisi apa saja yang

dianjurkan dan tidak

dianjurkan, dan hal ini juga

dapat mencegah klien

mengalami konstipasi

ataupun diare

4. Agar keluarga klien selalu

mengantisipasi dan selalu

siap siaga apabila

ditemukan kelainan ataupun

iritasi pada stoma

Page 25: Makalah MAR

5. Agar keluarga klien tetap

menjaga dan berusaha agar

tidak terjadi iritasi atau

kelainan yang tidak

diinginkan

Page 26: Makalah MAR

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Malformasi anorektal adalah kelainan kongenital yang relatif sering dan

seringkali disertai dengan kelainan kongenital lain. Kelainan-kelainan inilah

yang seringkali bertanggung jawab atas morbiditas dan mortalitas penderita

MAR. Oleh karena itu, evaluasi yang seksama harus dilakukan terhadap bayi

penderita MAR untuk meminimalisir komplikasi-komplikasi ini.

Penyebab kasus MAR belum diketahui secara pasti, dan tindakan

pembedahan pada Terapi pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai

dengan tingkat keparahan. Semakin tinggi lesi, semakin rumit prosedur

pengobatannya. Untuk kelainan tinggi, dilakukan kolostomi beberapa hari

setelah lahir. Lesi rendah diatasi dengan menarik kantong rectal melalui

sfingter sampai lubang pada kulit anal, fistula, bila ada, harus ditutup. Defek

membrane mukosa hanya memerlukan tindakan pembedahan yang minimal.

3.2 Saran

Bagi seorang perawat untuk mengetahui kelainan ini secara dini, pada semua bayi

baru lahir harus dilakukan colok anus dengan menggunakan termometer yang dimasukkan

sampai sepanjang 2 cm ke dalam anus. Atau dapat juga dengan jari kelingking yang memakai

sarung tangan. Jika terdapat kelainan, maka termometer atau jari tidak dapat masuk. Bila anus

terlihat normal dan penyumbatan terdapat lebih tinggi dari perineum. Gejala akan timbul

dalam 24-48 jam setelah lahir berupa perut kembung, muntah berwarna hijau.

Bagi seorang ibu lebih memperhatikan bila bayinya belum bab dalam waktu 24-48

jam, agar segera datang kepusat pelayanan kesehatan untuk memeriksakan bayinya atau

berkonsultasi dengan tenaga kesehatan agar bisa dilakukan tindakan selanjutnya.