Makalah Map Baru2

30
TUGAS MAKALAH MANAJEMEN AKUAKULTUR PAYAU “KESESUAIAN LAHAN UNTUK BUDIDAYA TAMBAK DI KABUPATEN PINRANG PROVINSI SULAWESI SELATAN” Disusun oleh : Kelompok 3

Transcript of Makalah Map Baru2

Page 1: Makalah Map Baru2

TUGAS MAKALAH

MANAJEMEN AKUAKULTUR PAYAU

“KESESUAIAN LAHAN UNTUK BUDIDAYA TAMBAK

DI KABUPATEN PINRANG PROVINSI SULAWESI SELATAN”

Disusun oleh :

Kelompok 3

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2012

Page 2: Makalah Map Baru2

I. PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Bandeng adalah jenis ikan konsumsi yang tidak asing bagi masyarakat.

Bandeng merupakan hasil tambak, dimana budidaya hewan ini mula-mula

merupakan pekerjaan sampingan bagi nelayan yang tidak dapat pergi melaut.

Itulah sebabnya secara tradisional tambak terletak di tepi pantai. Bandeng

merupakan hewan air yang bandel, artinya bandeng dapat hidup di air tawar, air

asin maupun air payau. Selain itu bandeng relatif tahan terhadap berbagai jenis

penyakit yang biasanya menyerang hewan air. Sampai saat ini sebagian besar

budidaya bandeng masih dikelola dengan teknologi yang relatif sederhana dengan

tingkat produktivitas yang relatif rendah. Jika dikelola dengan sistim yang lebih

intensif produktivitas bandeng dapat ditingkatkan hingga 3 kali lipatnya.

Kegiatan pembudidayaan ikan Bandeng sebaiknya memperhatikan faktor-

faktor lingkungan tertentu. Kesesuaian lahan yang tersedia maupun yang

disediakan menjadi tolak ukur keberhasilan budidaya. Kesesuaian lahan (Land

suitability) merupakan kecocokan (adaptability) suatu lahan untuk tujuan

penggunaan tertentu, melalui penentuan nilai (kelas) lahan serta pola tata guna

lahan yang dihubungkan dengan potensi wilayahnya, sehingga dapat diusahakan

penggunaan lahan yang lebih terarah berikut usaha pemeliharaan kelestariannya.

Dengan adanya lahan tambak yang sesuai, diharapkan dapat mendukung

pemanfaatan lahan untuk keperluan budidaya. Selain pemanfaatan secara optimal

yang diusahakan, adanya analisis mengenai kesesuaian lahan juga mampu

menciptakan pemeliharaan yang lesatari bagi kegiatan budidaya.

Page 3: Makalah Map Baru2

I.2. Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini ialah sebagai berikut:

1. Mengetahui kesesuaian lahan tambak di kabupaten Pinrang Sulawesi

Selatan

2. Mengetahui teknik dan sayarat budidaya ikan nila pada lahan tambak

tradisional, semi intensif dan intensif

I.3. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari makalah ini ialah:

1. Kesesuaian lahan yang baik untuk budidaya ikan bandeng

2. Syarat Budidaya dan teknis pembudidayaan ikan bandeng pada tambak

Page 4: Makalah Map Baru2

II. TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Klasifikasi, Fisiologi dan Morfologi Ikan Bandeng

Ikan bandeng merupakan salah satu komoditas ekspor yang dikenal dengan

sebutan milkfish. Ikan ini memiliki karakteristik berbadan langsing, sirip

bercabang serta lincah di air, memiliki sisik seperti kaca dan berdaging putih. Ikan

bandeng memiliki keunikan, yakni mulutnya tidak bergigi dan makanannya

adalah tumbuh-tumbuhan dasar laut. Selain itu panjang usus bandeng 9 kali

panjang badannya (Murtidjo 1989 dalam IPB 2010).

Menurut Saanin 1984 dalam IPB 2010, klasifikasi ikan bandeng adalah

sebagai berikut :

Filum : Chordata

Subfilum : Vertebrata

Kelas : Pisces

Subkelas : Teleostei

Ordo : Malacopterygii

Famili : Chanidae

Genus : Chanos

Spesies : Chanos chanos

Ikan bandeng mempunyai ciri-ciri morfologi badan memanjang, agak pipih,

tanpa skut pada bagian perutnya, mata diseliputi lendir mempunyai sisik besar

pada sirip dada dan sirip perut, sirip ekor panjang dan bercagak, sisik kecil dengan

tipe cycloid, tidak bergigi, sirip dubur jauh di belakang sirip punggung (Saanin

1984 dalam IPB 2010).

Morfologi ikan bandeng dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Morfologi ikan bandeng (Chanos chanos).

Page 5: Makalah Map Baru2

Ikan bandeng merupakan salah satu jenis ikan budidaya air payau yang

potensial dikembangkan. Jenis ikan ini mampu mentolerir salinitas perairan yang

luas (0-158 ppt) sehingga digolongkan sebagai ikan euryhaline. Ikan bandeng

mampu beradaptasi terhadap perubahan lingkungan seperti suhu, pH dan

kekeruhan air, serta tahan terhadap serangan penyakit (Ghufron dan Kardi 1997

dalam IPB 2010).

II.2. Parameter tanah dan air serta nilai kesesuaian tambak bagi ikan

bandeng

II.2.1. Kualitas tanah

Elevasi lokasi adalah lokasi tambak yang berada di daerah pasang surut

yang memadai. Lokasi yang ideal untuk tambak ikan bandeng berada di daerah

pasang surut terendah 1,5 m dan pasang tertinggi 2,5 m. Salah satu potensi tanah

tambak yang perlu diperhatikan adalah derajat keasaman (pH) tanah. Tanah dasar

tambak yang memiliki potensi produktif adalah tanah dasar tambak yang memiliki

pH berkisar 6,8 – 7,5 (Agus, 2002). Tambak dengan tanah bertekstur kasar seperti

pasir berlempung dan pasir memiliki tingkat porositas yang tinggi, sebagai

akibatnya tambak tidak bisa menahan air. Tanah tambak sering dijumpai

bertekstur halus seperti liat, liat berdebu, dan liat berpasir dengan kandungan liat

minimal 20% - 30% untuk menahan peresapan ke samping (Boyd, 1995 dalam

Mustafa et.al,2008).

II.2.2. Kualitas air

Karena komoditas yang dibudidayakan ditambak hidup dalam badan air,

maka kualitas air merupakan faktor penentu keberhasilan budidaya tambak.

Kualitas air yang baik untuk budidaya ditambak jika air dapat mendukung

kehidupan organisme akuatik dan jasad makanannya pada setiap stadium

pemeliharaan. Peubah kualitas air yang penting untuk budidaya sitambak adalah

suhu, oksigen terlarut, salinitas, pH, kecerahan, NH4, NO2, dan NO3. Batas

toleransi organisme akuatik terhadap pH bervariasi dan dipengaruhi oleh banyak

faktor, antara lain: suhu oksigen terlarut, alkalinitas, adanya anion dan kation,

sertajenis dan stadium organisme.

Page 6: Makalah Map Baru2

Sumber nitrogen yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh tumbuhan

akuatik adalah nitrat (NO3), amonium (NH3), dan gas nitrogen (N3). Nitrat adalah

bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan nutrien utama bagi

pertumbuhan tanaman dan alga. Nitrat tidak bersifat toksik terhadap organisme

akuatik. Nitrit (NO2) merupakan bentuk peralihan antara NH3 dan NO3 (nitrifikasi)

dan antara NO3 dan N2 (denitrifikasi). Seperti halnya NH3, maka NO2 juga

beracun terhadap ikan. Karena mengoksidasi besi (Fe) di dalam hemoglobin,

dalam saat ini kemampuan darah mengikat O2 sangat merosot Kandungan NO2

yang lebih dari 0,05 mg/l dapat bersifat toksik bagi organisme akuatik (Mustafa

et.al 2008)

Page 7: Makalah Map Baru2

III. MATERI DAN METODE

III.1. Materi

1. Data primer yang meliputi data biofisik yaitu: pasang surut, topografi

dan hidrografi, kondisi tanah, dan kualitas air.

2. Data sekunder yang meliputi pustaka dan hasil penelitian instansi terkait

III.2. Metode

Penelitian dilaksanakan pada tahun 2006 di Kabupaten Pinrang Provinsi

Sulawesi Selatan. Lokasi penelitian adalah wilayah pesisir yang merupakan

kawasan pertambakan di Kecamatan Lembang, Duampanua, Cempa,

Mattirosompe, Lanrisang, dan Suppa. Wilayah pesisir tersebut berada mulai dari

garis pantai Kabupaten Pinrang di Selat Makassar sampai ke arah darat di mana

masih ada tambak atau potensial lahan tambak. Selain tambak, penutup atau

penggunaan lahan lain yang dominan di wilayah pesisir lokasi penelitian adalah

sawah, tegalan, kebun, dan pemukiman. Sungai Saddang juga dikaji dalam

penelitian ini, bukan saja sebagai sumber air untuk budidaya tambak, tetapi

sebagai penyebab terjadinya genangan atau banjir di kawasan pesisir muara

sungai tersebut.

III.3. Analisis data

Data primer, sekunder, dan peta penutup/penggunaan lahan yang sudah

dikumpulkan, selanjutnya dilakukan pengolahan data dengan menggunakan

analisis spasial dalam Sistem Informasi Geografis (SIG)). Pada proses analisis

menggunakan program ArcView 3.3 dengan cara memasukkan setiap peubah data

untuk menghasilkan peta tematik bagi setiap peubah data. Bobot total setiap

peubah data diperoleh dengan cara mengalikan nilai dari setiap peubah dengan

bobot relatifnya. Pada setiapfaktor ditentukan bobot kumulatifnya dengan

menambahkan bobot relatif setiap peubah.

Selanjutnya dilakukan proses tumpang tindih pada semua peubah untuk

penghitungan kembali bobot kumulatif untuk semua faktor. Pemberian kode ulang

dari bobot kumulatif ini mempresentasikan kontribusi atribut dan faktor terhadap

tingkat kesesuaian lahan. Kriteria yang digunakan dalam penentuankesesuaian

Page 8: Makalah Map Baru2

lahan untuk budidaya-tambak mengacu pada kriteria yang ada (Mustafa et al.,

2008).

Page 9: Makalah Map Baru2

Tabel 1. Skoring kesesuaian perairan tambak berdasarkan parameter Temperature, DO, Salinitas, pH, Bahan organik, dan transparansi

Parameter Kisaran Nilai Bobot SkorTemperatur(0C) < 26 > 30

26 – 2727 – 2828 – 30

1234

8 8162432

Oksigen terlarut (mg/l)

<3 >83 – 5,55,5 – 8 >8

1234

6 6121824

Salinitas (ppt) <20 > 3220 – 2424 – 2929 – 32

1234

10 10203040

pH <7,5 >8,37,5 – 7,87,8 – 8,08,0 – 8,3

1234

8 8162432

Bahan organik total (mg/l)

<10 >2010 – 15

15 – 20

1234

6 6121824

Transparansi (cm)

<30 > 4030 - 3535 – 40

1234

8 8162432

III.4. Analisis kesesuian lahan

Asumsi yang diterapkan dalam evaluasi kesesuaian lahan tambak adalah usaha

perbaikan lahan untuk mendapatkan kondisi potensial dipertimbangkan dan

disesuaikan pada pengelolaan yang rendah atau sederhana sampai sedang. Hasil

proses penilaian kesesuaian lahan ditampilkan dalam bentuk sistem klasifikasi

kesesuaian lahan.

Sistem klasifikasi kesesuaian lahan ditentukan sampai tingkat kategori Kelas

dan Sub—kelas (semi-detil skala 1 :50.000). Pada kategori Kelas, kelas-kelas

kesesuaian lahan adalah sebagai berikut: (a) Kelas sangat sesuai (kelas S1 )1 lahan

ini tidak mempunyai faktor pembatas yang berarti untuk penggunaan terhadap

suatu peruntukan secara berkelanjutan atau hanya sedikit faktor pembatas yang

tidak akan mempengaruhi produktivitas; (b) Kelas cukup sesuai (kelas S2): lahan

Page 10: Makalah Map Baru2

ini mempunyai faktor pembatas yang agak berarti untuk penggunaan

berkelanjutan dan dapat menurunkan produktivitas; dan (c) Kelas sesuai 'marjinal

(kelas S3): lahan ini mempunyai faktor pembatas yang berat untuk penggunaan

berkelanjutan dan akan mengurangi produktivitas; dan (d) Kelas tidak sesuai

(kelas N): lahan ini mempunyai faktor pembatas yang sangat berat dan permanen

yang dapat menghalangi kemungkinan pemanfaatannya. Pada kategori Sub-kelas

akan ditampilkan faktor pembatas pada setiap Kelas (kecuali kelas S1) serta

rekomendasi pengelolaannya.

Page 11: Makalah Map Baru2

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1. Hasil

Hasil dari pengematan terhadap kesesuian lahan di Kabupaten Pinrang

Sulawesi selatan diperoleh sebagai berikut:

a. Kualitas tanahTabel 2. Kualitas tanah di Kabupaten Pinrang Sulawesi Selatan

Peubah Kedalaman tanah (m) Nilai rata-rata

pHf 0 – 0,20,2 – 0,40,4 – 0,6

6,676,776,86

pHfox 0 – 0,20,2 – 0,40,4 – 0,6

4,844,714,56

pHf-pHfox 0 – 0,20,2 – 0,40,4 – 0,6

1,822,042,3

Bahan organik 0 – 0,2 6,23Pirit (%) 0 – 0,2

0,2 – 0,40,4 – 0,6

0,160,210,34

Fe (mg/l) 0 – 0,20,2 – 0,40,4 – 0,6

1,391,651,46

Al (mg/l) 0 – 0,20,2 – 0,40,4 – 0,6

136,43152,66150.11

Po4 (mg/l) 0 – 0,20,2 – 0,40,4 – 0,6

2,012,161,83

Tekstur 0 – 0,2

0,2 – 0,4

0,4 – 0,6

C, SiC,SC, SCL, Si, L, SL, LS, SC, SiC, SC, SiCL, SCL, Si, S

C, SiC, SC, SiCL, SCL, Si, L, SL, S

Keterangan :C = Liat (Clay), SIC = Liat berdebu (Silty clay), SC = Liat berpasir (Sandy clay), SiCL = Lempung liat berdebu (Silty clay loam), SCL = Lempung liat berpasir (Sandy clay loam),

Page 12: Makalah Map Baru2

Si = Debu (Silt), L = Lempung (Loam), SL = Lempung berpasir (Sandy loam), LS = Pasirberlempung (Loamy sand), S = Pasir (Sand)

b. Kualitas airTabel 3. Kualitas Air di Kabupaten Pinrang Sulawesi Selatan pada Musim

kemarauPeubah Nilai rata-rataSuhu (oC) 29,79Salinitas (ppt) 37,5Oksigen terlarut (mg/l) 8,36pH 8,99NH4(mg/l) 0,3200NO3(mg/l) 0,9227NO2(mg/l) 0,0174PO4 (mg/l) 0,0174So4(mg/l) 86,22Fe (mg/l) 0,0826Padatan tersuspensi (mg/l) 66

Tabel 4. Kualitas Air di Kabupaten Pinrang Sulawesi Selatan pada Musim hujan

Peubah Nilai rata-rataSuhu (oC) 30,51Salinitas (ppt) 19,5Oksigen terlarut (mg/l) 7,80pH 8,58NH4(mg/l) 0,1079NO3(mg/l) 1,0413NO2(mg/l) 0,0077PO4 (mg/l) 0,1086So4(mg/l) 52,24Padatan tersuspensi (mg/l) 57

IV.2. Pembahasan

IV.2.1. Kesesuaian lahan tambak

a. Kualitas tanah

Kawasan pertambakan di Kabupaten Pinrang secara umum tergolong datar

dengan kemiringan lereng kurang dari 0,02% dan sangat sesuai untuk budidaya

tambak. Kisaran pasang surut yang diukur pada bulan September 2006 di

Page 13: Makalah Map Baru2

Kabupaten Pinrang sebesar 0,90 m. Rendahnya kisaran pasang surut tersebut

karena diukur pada saat konda yaitu saat di mana kisaran pasang surut sangat

kecil. Sedangkan hasil penghitungan dari data Daftar Pasang Surut (Dinas Hidro-

Oseanografi, 2006) menunjukkan bahwa rata-rata kisaran pasang surut sebesar

1,53 m. Kisaran pasang surut yang ideal untuk tambak budidaya adalah antara 1,5

m dan 2,5 m.

Kabupaten Pinrang umumnya tergolong tanah non-sulfat masam, sehingga

kandungan piritnya relatif rendah yaitu dari tidak terdeteksi sampai 1,21%dengan

rata-rata 0,16%dijumpai pada kedalaman 0—0,2 m. Dengan demikian keberadaan

pirit di tambak Kabupaten Pinrang bukan menjadi masalah yang serius dalam

budidaya tambak. Pada beberapa lokasi dijumpai tanah sulfat masam, maka pH

tanah yang diukur di tambak Kabupaten Pinrang adalah pHF dan pHFOX yang

merupakan peubah khas tanah sulfat masam. Hasil pengukuran pHF tanah tambak

di Kabupaten Pinrang menunjukkan nilai antara 3,04 dan 7,78 dengan rata-rata

6,67 pada kedalaman tanah 0—0,2 m

b. Kualitas air

Suhu air di kawasan pertambakan Kabupaten Pinrang berkisar antara 26,1

5°C dan 35,05°C dengan rata-rata 29,76°C pada musim kemarau dan berkisar

antara 27,60°C dan 36,20°C dengan rata-rata 30,51 °C pada musim hujan. Suhu

air di kawasan pertambakan Kabupaten Pinrang tergolong cukup sesuai dan

sangat sesuai untuk budidaya tambak. Salinitas air di kawasan pertambakan

Kabupaten Pinrang berkisar antara 3,6 ppt dan 70,7 ppt dengan rata-rata 37,5 ppt

pada saat musim kemarau dan berkisar antara 0 dan 50,0 ppt dengan rata-rata 19,5

ppt pada musim hujan. Ikan bandeng tumbuh optimum pada salinitas 15 sampai

dengan 25 ppt . Kandungan oksigen terlarut di tambak Kabupaten Pinrang rata-

rata 8,36 mg/L pada musim kemarau dan 7,80 mg/L pada musim hujan. Oksigen

terlarut sebesar 3-8 mg/L memberikan pertumbuhan yang baik pada ikan bandeng.

Pertumbuhan ikan bandeng yang baik dijumpai pada pH 7,0—8,5. pH air di

tambak Kabupaten Pinrang relatif tinggi yaitu rata-rata 8,99.

Kandungan N03 di air tambak Kabupaten Pinrang rata-rata 1,0413 mg/L

pada musim hujan dan lebih tinggi dibandingkan dengan musim kemarau yakni

rata-rata 0,9227 mg/L. Kandungan N03 di air tambak Kabupaten Pinrang rata-rata

Page 14: Makalah Map Baru2

0,0174 mg/L pada musim kemarau dan 0,0077 mg/L pada musim hujan.. Perairan

alami mengandung N03 sekitar 0,001 mg/L dan sebaiknya tidak melebihi 0,060

mg/L (Canadian Council of Resource and Environment Ministers, 1987 dalam

Mustafa, 2008). Secara rata-rata, kandungan N03 air tambak masih dalam batas

yang diperkenankan untuk budidaya perikanan, namun dijumpai kandungan N03

yang melebihi 0,060 mg/L dalam air tambak di Kabupaten Pinrang. Kandungan

P0, di air tambak Kabupaten Pinrang berkisar 0,0174 mg/L pada musim kemarau

dan berkisar 0,1086 mg/L pada musim hujan. Kandungan P0, pada perairan alami

jarang melebihi 1 mg/L(Boyd, 1995 dalam Mustafa et.al 2008).

Rata-rata padatan tersuspensi total air di kawasan pertambakan Kabupaten

Pinrang adalah 66 mg/L pada musim kemarau dan 57 mg/L pada musim hujan.

Berdasarkan kriteria Alabaster 8.1 Lloyd (1982) dalam Mustafa (2008), maka

padatan tersuspensi total tersebut tergolong sedikit berpengaruh terhadap

kepentingan perikanan. Curah hujan di kawasan pertambakan Kabupaten Pinrang

adalah 2.341 mm/ tahun. Curah hujan ini sangat sesuai untuk budidaya tambak.

Persiapan tambak adalah salah satu kegiatan yang harus dilakukan sebelum

dilakukan penebaran. Pada saat persiapan tambak dilakukan pengeringan tambak

dengan tujuan untuk memperbaiki sifat fisik tanah, meningkatkan mineralisasi

bahan organik, dan menghilangkan bahan-bahan beracun berupa hidrogen sulfida

(H35), amonia (NH3), dan metan (CH4). Pengeringan tambak di Kabupaten

Pinrang sebaiknya dilakukan pada bulan Agustus dan September, sebab pada

bulan tersebut termasuk bulan kering (curah hujan kurang dari 60 mm), sehingga

pengeringan dapat dilakukan secara lebih sempurna.

c. Kesesuaian Lahan

Hasil analisis menunjukkan bahwa dari luas total tambak di Kabupaten

Pinrang, 15.026,2 ha ternyata 7.389,4 ha tambak tergolong sangat sesuai (kelas

S1); 1.235,1 ha tambak tergolong cukup sesuai (kelas S2); 3.229,0 ha tambak

tergolong kurang sesuai (kelas S3); dan 3.102,7 ha tergolong tidak sesuai (kelas

N) untuk budidaya tambak pada musim hujan.

Page 15: Makalah Map Baru2

Gambar 2. Peta kesesuaian lahan untuk musim hujan di kabupaten Pinrang

Sulawesi Selatan

Sumber : Mustafa et.al 2008

Page 16: Makalah Map Baru2

IV.2.2. Syarat dan teknik budidaya ikan bandeng

a. Syarat budidaya bandeng pada tambak

Aspek teknis

Untuk mendapatkan hasil optimal maka air dan tanah yang digunakan untuk

tambak harus memenuhi beberapa syarat. Syarat teknis lahan dan air untuk

pembesaran tidak berbeda dengan peneneran.

Tabel 5. Mutu Air Optimal Bagi Pemeliharaan Nener di Petak PendederanPeubah Ambang

bawahKisaran atas Optimum

Oksigen terlarut (mg/l)Amoniak (mg/l)Asam belerang (mg/l)Bahan Organik total (mg/l)pHTemperatur(0C)Salinitas (ppt)Transparansi (cm)

3,00,0

0,00010,07,526,020,030

-0,1

0,00130,09,032,035,050,0

Sekitar jenuh00

15,0 – 20,08,0-8,329-3029-32

35,0-40

Aspek Non Teknis

Dalam memilih lokasi tambak perlu diperhatikan juga aspek nonteknis,

misalnya aspek sosial ekonomis. Hal ini karena dalammembudidayakan ikan

bandeng ditambak secara komersil dibutuhkan dana investasi yang tidak

sedikit. Oleh karena itu lokasi tambak yang dipilih sebaiknya tidak terlalu

jauh dari sumber pakan, benih, sarana produksi dan daerah pemasaran.

Selain itu lokasi tambak sebaiknya mempunyai sarana dan

prasarana transportasi/komunikasi, serta keamanan yang memadai. Selain

itu, status lahan juga harus dipertimbangkan kejelasannya.

b. Teknik pengelolaan tambak

Teknologi pemeliharaan bandeng dapat dilakukan secara tradisional, semi intensif

dan intensif. Sementara pola pemeliharaannya bisa monokultur dan polikultur.

Terkait dengan tahap budidaya, teknologi yang digunakan dan pola

pemeliharaannya maka terdapat berbagai variasi budidaya yang dapat dipilih.

Page 17: Makalah Map Baru2

Tabel 6. Berbagai Variasi Budidaya BandengTahap Pemeliharaan Pola  Pemeliharaan

Tradisional Semi Intensif IntensifMono Poli Mono Poli Mono Poli

Pembenihan Ya Ya ya Tidak Ya Tidak

Pendederan Ya Tidak ya Tidak Ya Tidak

Pembesaran Ya Ya ya Ya Ya Tidak

Pendederan dan Pembesaran  Ya  Ya  Ya  Tidak

Tidak Tidak

Pola pemeliharaan tradisional umumnya dilakukan secara monokultur dan

polikultur untuk berbagai tahap pemeliharaan. Pola pemeliharaan secara intensif

dan semi intensif pada umumnya dilakukan secara monokultur, tetapi dijumpai

juga pengelolaan secara polikultur. Pola polikultur semi intensif umumnya tidak

dilakukan dengan sesama ikan melainkan dengan hewan lain misalnya ayam.

Berdasarkan kondisi optimal maka studi ini selanjutnya memfokuskan pada pola

pemeliharaan intensif sebagai pola yang seharusnya dijalankan untuk

mendapatkan hasil optimal.

Pengelolaan semi intensif merupakan sistim pengelolaan yang sudah tidak

tradisional tetapi belum intensif penuh, sehingga pola semi intensif bervariasi,

yang terletak antara pola tradisional dan intensif. Sebuah contoh pengelolaan

tambak semi intensif adalah, pengairan diatur secara sederhana, dilakukan

pemberian pupuk dan makanan tambahan pada saat menjelang panen dengan

kepadatan tebar 10.000 ekor per ha.

Tabel 7. Perbedaan Perlakuan Budidaya BandengKriteria Tradisional IntensifSpesifikasi tambak Sederhana Mengikuti aturan tertentu

(lihat bab IV)Bibit (nener) Penangkapan tanpa

seleksi sehingga ukuran tidak seragam

Dari hatchery dan terseleksi sehingga ukuran seragam

Kepadatan penebaran (ekor/Ha)

Rendah,5.000 ekor

Tinggi,50.000 ekor

Makanan Alami, apa yang tersedia di tambak

Dipupuk dan diberi makanan tambahan

Pengairan Bergantung pada pasang surut air laut

Diatur dengan bantuan peralatan

Page 18: Makalah Map Baru2

Pada tambak tradisional, agar tambak berfungsi optimal maka tambak harus

memenuhi syarat lingkungan biologi, salah satu cara agar tambak dapat

memenuhi syarat lingkungan biologi adalah melakukan pengelolaan tambak.

Pengelolaan tambak meliputi pengolahan lahan dan pemberian unsur tambahan

serta pengaturan pengairan.

(1). Pengolahan lahan

Tujuan pengolahan lahan tambak adalah: (a). Menghilangkan lumpur yang

berlebihan terutama di daerah caren yang merupakan arena mengendapnya

lumpur. (b). Menghilangkan bahan organik yang merugikan. (c). Menutup lubang-

lubang yang biasanya ada disisi tambak yang bisa menjadi jalan masuk binatang

pemangsa dan menjadi jalan keluar bagi bandeng. (d). Memacu pertumbuhan

bahan makanan alami bandeng, untuk itu yang dilakukan pengeringan tambak dan

pembalikan lahan.

Pengolahan lahan dilakukan setiap habis panen (menjelang masa tebar

berikutnya). Pengeringan yang dilakukan tergantung kepada kondisi lahan. Jika

lahan dalam kondisi buruk pengeringan bisa dilakukan sampai tanah dasar

menjadi pecah-pecah. Jika kondisi lahan normal maka pengeringan dilakukan

sampai tanah terbenam 1 cm jika diinjak. Setelah pengeringan dilakukan

pembalikan tanah.

(2). Perbaikan dan pengontrolan pH

Tujuan pengontrolan pH adalah untuk menormalkan asam bebas dalam air,

menjadi penyangga dan menghindari terjadinya guncangan pH air/tanah yang

mencolok, memberi dukungan kegiatan bakteri pengurai bahan organik dan

mengendapkan koloid yang mengapung dalam air sehingga kejernihan air terjaga.

Perbaikan pH dilakukan dengan dua cara yakni melalui pengeringan dan

pemberian kapur. Dengan pengeringan pH yang turun pada saat pemeliharaan

dapat ditingkatkan kembali. Pemberian kapur dilakukan saat pengeringan yakni

saat pembalikan lahan. Prosesnya, sebelum lahan dibalik (dibrojul) taburkan

kapur kemudian dilakukan pembalikan lahan, dengan cara ini maka kapur akan

tersebar merata. Untuk lahan yang berpasir maka 3 ton kapur untuk setiap ha

lahan adalah optimal, tetapi jika lahan semakin liat maka kapur yang diperlukan

semakin banyak.

Page 19: Makalah Map Baru2

(3). Pemupukan

Tujuan pemupukan adalah menumbuhkan makanan alami bandeng yakni

klekap (lab-lab), lumut dan fitoplankton dan menjaga kecerahan air. Jika yang

diharapkan tumbuh adalah klekap maka yang diperlukan adalah pupuk kandang

dengan dosis 350 kg/ha. Untuk lumut diperlukan pupuk compund (NPK) dengan

dosis 20 gram per m3 air. Untuk pedoman praktis pemberian dilakukan 2 minggu

sekali dengan dosis 2 kg urea dan 15 kg TSP untuk setiap ha tambak. Untuk

fitoplankton flagellata dan fitoplankton diatoma pemberian pupuk diberikan

dengan perbandingan N dan P tertentu. Sebagai bahan makanan alami,

fitoplankton diatoma lebih disukai oleh bandeng.

(4). Oksigen terlarut dan suhu air

Oksigen terlarut sangat penting untuk orgasnisme air, jika oksigen terlalu

banyak maka akan ada gelembung di lamela bandeng sedangkan jika terlalu

sedikit maka bandeng akan mati lemas. Oksigen paling rendah terjadi pada waktu

pagi yakni sesaat setelah matahari terbit. Sementara oksigen tertinggi terjadi

sekitar jam 14.00-17.00. Untuk menjaga oksigen dalam kondisi optimal perlu

dilakukan pengadukan air sekitar jam 13.00-15.00 dan pada malam hari.

Pengadukan dan penambahan oksigen bisa dilakukan dengan menggunakan

aerator.

Oksigen dan suhu air saling berhubungan, pada saat suhu naik maka oksigen

turun. Pada suhu 120C bandeng akan mati kedinginan. Untuk menjaga agar suhu

dan oksigen dalam keadaan optimal dilakukan pembuatan caren, sehingga saat

suhu tinggi bandeng bisa bersembunyi dalam caren yang relatif lebih dalam

dengan suhu yang lebih rendah dan oksigen tercukupi.

(5). Amonia dan asam belerang

Dua zat ini terbentuk dari sisa pakan, kotoran ikan maupun plankton dan

bahan organik tersuspensi. Kedua zat ini bersifat meracuni bandeng. Makin tinggi

suhu kemungkinan makin besar kandungan kedua zat ini. Oleh karena itu

penjagaan suhu air sangatlah penting. Cara lain untuk menghilangkan kedua zat

ini adalah dengan melakukan pengadukan dan pembuatan caren, pergantian air

dan pengeringan lahan.

Page 20: Makalah Map Baru2

(6). Salinitas

Salinitas adalah tingkat keasinan atau ketawaran air, walaupun bandeng

termasuk hewan air yang relatif bandel tetapi jika budidaya dilakukan secara

intensif maka tingkat salinitas harus diperhatikan. Pada salinitas optimal energi

yang digunakan untuk mengatur keseimbangan kepekatan cairan tubuh dan air

tambak cukup rendah sehingga sebagian besar energi asal pakan dapat digunakan

untuk pertumbuhan

Page 21: Makalah Map Baru2

V. KESIMPULAN DAN SARAN

V.1. Kesimpulan

1. Terdapat 7.389,4 ha tambak tergolong sangat sesuai (kelas S1); 1.235,1 ha

tambak tergolong cukup sesuai (kelas S2); 3.229,0 ha tambak tergolong

kurang sesuai (kelas S3); dan 3.102,7 ha tergolong tidak sesuai (kelas N)

untuk budidaya tambak pada musim hujan di wilayah Kabupaten Pinrang

Sulawesi Selatan

2. Budidaya ikan bandeng pada tambak baik tradisional, semi intensif dan

intensif harus memenuhi syarat baik teknis maupun non teknis, dan teknik

yang digunakan dalam pembudidayaan tambak tradisional menggunakan

material alam seperti pakan alami dan kontrusksi tambak, pada tambak semi

intensif telah menggunakan alat alat tambahan yang dapat meningkaatkan

hasil tambak seperti kincir angin, dan pada tambak intensif secara

keseluruhan telah menggunakan peralatan yang mempermudah

pembudidayaan dan meningkatkan hasil budidaya, namun umumnnya

budidaya bandeng secara tradisional, semi intensif dan intensif diperlukan

pengelolaan lahan terlebih dahulu terutama tambak tradisional.

V.2. Saran

1. Sebaiknya pembudidayaan pada tambak bisa lebih ditingkatkan terutama

pembudidayaan dengan sistem pemanfaatan berkelanjutan, supaya hasil

tambak meningkat dan kelestarian alam tetap terjaga; dan

2. Sebaiknya lokasi tambak harus diperhatikan baik secara teknis maupun non

teknis dan memenuhi nilai keseseaian, supaya hasil tambak tidak

mengecewakan.

Page 22: Makalah Map Baru2

DAFTAR PUSTAKA

Agus, Bambang M. 2002. Bandeng (Budidaya dan Pembenihan Bandeng). Kanisius. Yogyakarta. http://books.google.co.id/books?id= M1cXfk KCSx0C&printsec=frontcover&dq=agus+bambang+bandeng&source=bl&ots=LVGCSslJG6&sig=g0okz0YqS5rLZ2OkCp4pho6wA8I&hl=en&sa=X&ei=GI1fUIijCouQrgfc74HoCQ&redir_esc=y#v=onepage&q=agus%20bambang%20bandeng&f=false (diakses 13 september 2012, pukul 19.30 WIB)

Institut Pertanian Bogor. 2010. Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Bandeng (Chanos chanos). Bogor.

Mustafa et,al. 2008. Evaluasi kesesuaian lahan untuk budidaya tambak di Kabupaten Pinrang Provinsi Sulawesi Selatan. J.Ris Akuakultur Vol : 3 No.2 Hal. 241 - 261