Makalah M. Risiko Kel 6 (Risiko Operasional)

46
MAKALAH MANAJEMEN RESIKO DAN ASURANSI “ Risiko Operasional ” Dosen : Muklis, S.E., M.M Disusun oleh : Kelompok 6 1. Rahmawati (12401010006) 2. Musdalifah (12401010013) MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS BORNEO TARAKAN

description

Risiko Operasional

Transcript of Makalah M. Risiko Kel 6 (Risiko Operasional)

Page 1: Makalah M. Risiko Kel 6 (Risiko Operasional)

MAKALAH

MANAJEMEN RESIKO DAN ASURANSI

“ Risiko Operasional ”

Dosen :

Muklis, S.E., M.M

Disusun oleh :

Kelompok 6

1. Rahmawati (12401010006)

2. Musdalifah (12401010013)

MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS BORNEO TARAKAN

2014

Page 2: Makalah M. Risiko Kel 6 (Risiko Operasional)

KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa Kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang mana

atas berkat, rahmat dan ridho-Nyalah Kami dapat menyelesaikan Makalah

Manajemen Resiko dan Asuransi yang membahas tentang “Risiko Operasional”.

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi nilai

Tugas dan agar bisa mencapai standarisasi sesuai dengan SKS yang telah

ditentukan. Tak lupa pula saya ucapkan terima kasih kepada Dosen Mata Kuliah

Manajemen Sumberdaya Manusia yaitu Bapak Muklis S.E., M.M yang telah

memberikan tugas ini sehingga dapat Kami jadikan sebagai sarana belajar.

Dengan selesainya pembuatan Manajemen Resiko dan Asuransi yang

membahas tentang “Risiko Operasional”, Kami mengharapkan kiranya makalah

ini dapat bermanfaat bagi pembaca, Kami juga menyadari bahwa Makalah ini

masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca

yang bersifat membangun sangat saya harapkan guna untuk memperbaiki

Makalah yang Kami buat. Sekian dan terimakasih.

Tarakan, 14 September 2014

Penulis

~ ii ~

Page 3: Makalah M. Risiko Kel 6 (Risiko Operasional)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................... ii

DAFTAR ISI.................................................................................................... iii

BAB 1 : PENDAHULUAN.............................................................................. 1

A. Latar Belakang............................................................................... 1

B. Rumusan Masalah.......................................................................... 1

BAB 2 : PEMBAHASAN................................................................................ 2

A. Pemahaman Mengenai Operational Risk....................................... 2

B. Operational Risk vs Regulatory Risk Capital................................ 5

C. Risiko yang Dicakup dalam Operational Risk............................... 8

D. Tantangan Baru Operational Risk Management............................ 14

E. Perlakuan Basel II Capital Accord terhadap Operational Risk...... 21

BAB 3 : PENUTUP.......................................................................................... 26

A. Kesimpulan.................................................................................... 26

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 27

~ iii ~

Page 4: Makalah M. Risiko Kel 6 (Risiko Operasional)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Risiko Operasional (Operational Risk) merupakan risiko yang telah

paling lama dikenal dan sekaligus paling mutakhir dihadapi lembaga keuangan

pada umumnya, khususnya bagi dunia perbankan. Risiko itu telah menjadi

salah satu momok merugikan dan sekaligus menyebalkan.

Telah lama bank berupaya membentengi dirinya dari ancaman risiko

ini. Hal itu dilakukan bank dalam berbagai cara, mulai dari mengantisipasi

tindak brutal bank robbery hingga mencegah kejahatan yang paling halus,

berupa white-collar fraud. Ketika itu manajemen bank lebih memusatkan

upayanya itu pada cara yang paling praktis dalam meminimalkan

kemungkinan kerugian, yaitu apakah dengan menempatkan pasukan

pengaman di depan pintu kantor bank, membentuk satuan pengawas intern,

menugasi auditor independen, atau membangun sistem komputer yang

canggih.

Namun, kini sejalan dengan kegiatan operasional bank yang telah

meluas dan menggurita, perlawanan terhadap operational risk pun telah

terubah pula. Saat ini bank telah berupaya memusatkan energinya pada

kerangka dasar yang luas dalam mengendalikan enterprisewide operational

risk tersebut. Bank sedang berusaha mengaitkan akibat yang ditimbulkan pula

resiko itu langsung pada risk-based capital. Hal itu dilakukan dengan

menyisihkan sebagian net margin yang diperolehnya guna menampung

unexpected losses yang terpaksa harus ditelannya.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Pemahaman Mengenai Operational Risk?

2. Bagaimana Operational Risk vs Regulatory Risk Capital?

3. Apa saja Risiko yang Dicakup dalam Operational Risk?

4. Apa saja Tantangan Baru Operational Risk Management?

5. Bagaimana Perlakuan Basel II Capital Accord terhadap Operational Risk?

~ 1 ~

Page 5: Makalah M. Risiko Kel 6 (Risiko Operasional)

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pemahaman Mengenai Operational Risk

1. Apakah Operational Risk itu?

Definisi “operational risk” seperti digariskan dalam Basel II

Capital Accord telah mengungkap sisi menarik jenis risiko ini. Di

samping merupakan jenis risiko yang telah melewati kurun waktu lama,

namun sekaligus mutakhir, resiko ini ternyata juga bukan risiko yang unik

Operational risk bukanlah jenis risiko yang khas dan bukan monopoli

perbankan semata, meskipun juga harus diakui bahwa semua bank telah

terbiasa mengahadapinya.

Tidak mengherankan bila cakupan rumusan operational risk ini

beragam dengan sekian banyak versi definisinya. Salah satunya adalah

Basel II Accord. Disini “operational risk” didefinisikan sebagai risiko

kerugian yang terjadi sebagai akibat dari inadequate atau failed internal

processes, people, dan systems atau sebagai akibat dari external events.

Meskipun memasukan unsur legal risk kedalamnya, Basel II itu tidak

membuat business, strategic, dan reputation risk sebagai bagian dari

operational risk tersebut.

Namun, dari definisi itu patut diduga bahwa operational risk dapat

menimbulkan pengaruh negatif yang luas. Hal itu dapat terjadi karena

berakar dari kegagalan dalam melaksanakan dan menerapakan proses

serta prosedur dalam suatu kegiatan. Operational risk dapat terjadi pada

semua kegiatan bisnis karena senantiasa terkait dengan proses serta

kegiatan operasional bisnis tersebut. Bahkan risiko tersebut dapat terjadi

dimanapun dalam semua bidang kehidupan, termasuk bidang bisnis dan

perbankan tersebut.

Khusus dalam manajemen perbankan dapat diidentifikasikan

sejumlah jenis operational failure yang dapat menjadi akar dari

operational risk, yaitu:

~ 2 ~

Page 6: Makalah M. Risiko Kel 6 (Risiko Operasional)

a. People risk, merupakan: incompetency, fraud, dan lain-lain.

b. Process risk, yang meliputi tiga kelompok, yaitu (1) Model risk

(berupa model/methodology error, mark-to-model error, dan lain-

lain); (2) Transaction risk (berupa execution error, product

complexity booking error, settlement error, documentation/contract

risk dan sebagainya) dan (3) Operational control risk (berupa:

exceeding limits, security risk, volume risk, dan sebagainya).

c. System dan Technology risk, merupakan system failure, programming

error, information risk, telecommunications failure, dan sebagainya).

Aspek lain yang menarik dari operational risk ini adalah bahwa

risiko ini telah menyelinap dalam kegiatan bisnis perbankan (dan bisnis-

bisnis lainnya pula) tanpa secara spesifik teridentifikasi. Hal itu jelas

berbeda dengan market risk atau credit risk yang secara eksplisit dapat

ditemui-kenali. Mereka yang melakukan dealing dalam operational

perbankan tidak secara spesifik menyadari terhadap operational risk

dalam kegiatannya itu. Sebagai contohnya, kegiatan pendidikan dan

pelatihan yang diselenggarakan bank secara periodik. Apakah itu berupa

pelatihan bagi para customer servics, para manajer dalam bidang

administrasi dan sebagainya. Pendidikan serupa ini pada awalnya

memang dimaksudkan untuk memberikan bekal pengetahuan dan

keterampilan bagi para staf dalam menjalankan pekerjaan yang ditugasi

padanya. Namun jelas bahwa kegiatan ini pada akhirnya dapat

meningkatkan kualitas layanan bagi customer dan memperkecil dalam

melaksanakan sistem dan prosedur yang ditetapkan bank. Hasil akhir

yang dicapai dari kegiatan training ini jelas dapat meningkatkan kepuasan

pelanggan dan menekan compensation costs. Namun, kenyataan

menunjukkan bahwa bank tidak memperhitungkan kemungkinan kerugian

yang diderita bank akibat dari staff error itu sebagai wujud dari

operational risk. Demikian pula bank tidak secara spesifik menganggap

staff training yang dilakukannya itu sebagai bagian dari upayanya

mengantisipasi operational risk.

~ 3 ~

Page 7: Makalah M. Risiko Kel 6 (Risiko Operasional)

Tren kemajuan yang pesat dalam bidang industri, khususnya IT

(Information Technology) juga telah mendorong munculnya persoalan

operational risk ke dalam agenda manajemen bank. Di satu sisi kemajan

teknologi itu telah menekan cost dan memperluas terbentuknya financial

market.

Risiko operasional merupakan risiko yang umumnya bersumber

dari masalah internal perusahaan, dimana risiko ini terjadi disebabkan

oleh lemahnya sistem kontrol manajemen (management control system)

yang dilakukan oleh pihak internal perusahaan. Contoh risiko operasional

adalah risiko pada komputer (computer risk) karena telah terserang virus,

kerusakan maintenance pabrik, kecelakaan kerja, kesalahan dalam

pencatatan pembukuan secara manual (manual risk), kesalahan pembelian

barang dan tidak ada kesepakatan bahwa barang yang dibeli dapat ditukar

kembali, dan lain sebagainya.

2. Seberapa Sering Terjadinya dan Sejauh Mana Akibatnya?

Bank dapat mengelompokkan operational risk ke dalam suatu

matriks menurut dua aspek yang menjadi ciri pokoknya, yaitu sebagai

berikut:

a. Seberapa sering terjadinya operational risk itu (aspek frequency)?

b. Sejauh mana akibat yang ditimbulkan operational risk tersebut (aspek

impact)?

Matriks yang dimaksudkan menghasilkan empat kelompok

operational risk dengan ciri-ciri pokok yang berbeda, yaitu:

a. Low frequency/low impact;

b. Low frequency/high impact;

c. High frequency/low impact;

d. High frequency/high impact;

Dari keempat kelompok operational risk tersebut terdapat dua

kelompok yang di antaranya yang cukup beralasan untuk diabaikan.

Khususnya bila harus diperhitungkan sebagai unsur risiko yang

~ 4 ~

Page 8: Makalah M. Risiko Kel 6 (Risiko Operasional)

memerlukan penyisihan regulatory risk capital. Terdapat argumen yang

memperkuat hal tersebut, yaitu sebagai berikut.

a. Kelompok pertama, yaitu operational risk yang low frequency/low

impact. Diperkirakan biaya pengendalian dan monitoring atas

kelompok ini justru akan lebih besar ketimbang kemungkinan

kerugian yang dapat dicegah sehingga akan lebih menguntungkan

bagi bank bila diabaikan sebagai unsur risiko yang memerlukan

penyisihan modal.

b. Kelompok keempat, yaitu operational risk yang high frequency/high

impact. Pengendalian dan monitoring atas kelompok operational risk

ini dinilai tidak relevan. Penyisihan regulatory risk capital atas

kelompok risiko ini oleh bank akan meliputi jumlah yang tidak akan

mampu terpikl oleh permodalan bank pada umumnya dan karenanya

dapat berakibat langsung pada kebangkrutan.

Upaya pengendalian atas operational risk pada kelompok kedua

dan ketiga jelas memiliki dimensi yang berbeda dengan kedua kelompok

lainnya, yaitu kelompok pertama dan kelompok keempat tersebut di atas.

Pengelolaan operational risk kelompok kedua yang low

frequency/high impact merupakan aspek manajemen risiko yang paling

menantang bagi bank. Inilah jenis kelompok risiko yang walaupun paling

sulit diidentifikasi dan diprediksi, namun masih dapat dilakukan

rangkaian langkah untuk mencegah terjadinya risiko yang fatal itu.

Adapun operational risk kelompok ketiga yang berciri high

frequency/low impact merupakan jenis risiko yang dapat dikelola dan

dikendalikan dengan baik bila bank dapat memperbaiki business

efficiency-nya sendiri. Inilah jenis risiko yang mudah ditemukenali dan

biaya yang ditimbulkannya dapat diperhitungkan sbagai biaya yang wajar

dalam bisnis perbankan.

B. Operational Risk vs Regulatory Risk Capital

1. Tujuh Loss-Events yang Wajib Diwaspadai

~ 5 ~

Page 9: Makalah M. Risiko Kel 6 (Risiko Operasional)

Menurut Basel Capital Accord tersebut, terdapat tujuh jenis loss-events

yang perlu diwaspadai oleh bank, yaitu sebagai berikut.

a. Internal fraud

Internal fraud menyebabkan terjadinya kerugian sebagai akibat dari

tindakan yang sengaja dilakukan untuk melakukan fraud, perilaku

yang tidak patut atau melanggar peraturan, hukum, atau kebijakan

perusahaan. Contoh : dengan sengaja melakukan misreporting

terhadap posisi accounts, pencurian yang dilakukan employee dan

insider trading bagi keuntungan employee’s own account.

b. External fraud

External fraud sama seperti internal fraud, namun dilakukan dengan

sengaja oleh pihak di luar bank. Contoh robbery forgery, check kitting

dan kerusakan yang diderita bank sebagai akibat dari computer

hacking.

c. Employment practices dan workplace safety

Tindakan ini menyebabkan terjadinya kerugian sebagai akibat dari

tindakan yang tidak sejalan dengan employment, health atau safety

laws atau agreements, dari pembayaran personal injury claims atau

dari discrimination events. Contoh: pelanggaran yang dilakukan oleh

pihak buuh secara terorganisasi (organized labor activities).

d. Clients, products dan business practices

Tindakan ini menyebabkan terjadinya kerugian sebagai akibat dari

kegagalan yang tidak terhindarkan atau ketidakmampuan dalam

memenuhi kewajiban profesional kepada clients tertentu (termasuk

fiduciary dan suitability requirements). Atau akibat dari tidak

terpenuhinya persyaratan bentuk dan desain dari produk yang

diperjanjikan. Contoh: penyalahgunaan confidential customer

information.

e. Damage to physical asset

Hal ini menyebabkan terjadinya kerugian sebagai akibat dari

kerusakan pada physical assets karena natural disaster dan lain-lain.

~ 6 ~

Page 10: Makalah M. Risiko Kel 6 (Risiko Operasional)

Contoh: kerugian akibat dari tindakan teroris, vandalism, gempa

bumi, kebakaran, banjir, dan lain-lain.

f. Business disruption dan system failures

Hal ini menyebabkan terjadinya kerugian sebagai akibat dari

disruption of business atau system failures. Contoh: hardware dan

software failures, telecommunication problems dan utility outages

(sarana yang telah terlalu tua).

g. Execution, delivery, dan process management

Tindakan ini menyebabkan terjadinya kerugian sebagai akibat dari

failed transaction processing, atau process management atau sebagai

akibat dari hubungan dengan trade counterparties dan vendors.

Contoh: data entry errors, collateral management failures, incomplete

legal documentation dan unapproved access to client accounts.

2. Menghitung “Regulatory Operational Risk Capital”

Dalam menghitung regulatory operational risk capital, bank

diwajibkan mendasarkannya pada perhitungan kemungkinan terjadinya

expected losses dan unexpected losses.

Expected Loss adalah kemungkinan kerugian ang dapat diderita

bank sepanjang bank melakukan kegiatan normal business-nya. Atau

gampangnya, sering kali expected loss ini didefinisikan sebagai “the cost

of doing business”.

Bila dalam melakukan kegiatan operasional sehari-harinya itu bank

mengalami kerugian operasional, itulah yang merupakan expected losses.

Sebagai contoh: kerugian yang dapat diderita bank karena kesalahan

prosedur pembayaran yang dilakukan staf karena terjadinya credit card

fraud atau karena terjadi perampokan terhadap bank.

Cara satu-satunya yang dapat dilakukan bank agar terhindar dari

risiko terjadinya expected losses ini adalah dengan menghentikan sama

sekali kegiatan bisnis perbankannya itu.

~ 7 ~

Page 11: Makalah M. Risiko Kel 6 (Risiko Operasional)

Unexpected loss adalah risiko kerugian yang terjadi dalam nilai

yang jumlahnya signifikan berada di atas tingkat nilai yang dapat diterima

sebagai expected losses.

Kerugian-kerugian tersebut terjadi seagai akibat dari unexpected

atau extreme events di luar dari kewajaran yang biasanya diperkirakan

oleh bank, meskipun tentu saja bukan merupakan kejadian yang

diharapkan pasti akan terjadi. Lebih dari sekedar kerugian yang biasa

dialami bank, perluang kemungkinan terjadinya risiko yang menimbulkan

kerugian itu sangatlah rendah sehingga unexpected losses umumnya

dikelompokkan sebagai kerugian yang bersumber dari risk event dengan

ciri low frequency/high impact.

C. Risiko yang Dicakup dalam Operational Risk

1. Memilih Akar Penyebab Operational Risk

Secara sederhana sesungguhnya operational risk bagi perbankan

dapat dikategorikan sebagai semua jenis risiko yang tidak dicakup dalam

market risk dan credit risk. Namun, tentu saja definisi yang terlalu luas itu

tidak banyak membantu upaya pengendalian atas operational risk itu

sendiri. Dari sudut pandang itu maka akan jauh lebih berguna bila dapat

ditelusuri lika liku risiko tersebut. Dengan langkah itu maka dapat

diketahui seberapa jauh risiko kerugian yang diakibatkannya.

Hal itu dapat dicapai dengan memilah-milah operational risk

events tersebut ke dalam risk event categories yang sekaligus

mengindikasikan underlying cause dari masing-masing kelompok risiko

tersebut.

Namun, praktik di lapangan menunjukkan bahwa memilah-milah

operational risk ke dalam risk event categories sering kali bukan

merupakan pekerjaan yang sederhana. Hal itu terjadi sebagai akibat dari

terdapatnya kasus boundary events di mana risk losses terbentuk dari

kombinasi berbagai jenis risiko yang saling terkait dan saling

~ 8 ~

Page 12: Makalah M. Risiko Kel 6 (Risiko Operasional)

memengaruhi satu sama lain. Dalam kasus ini tidak terdapat single factor

sebagai akar satu-satunya yang menjadi penyebab dari risk losses itu.

Contoh Boundary Even, Kasus Barings

Contoh klasik dari risk event yang terjadi sebagai akibat dari

berbagai kemungkinan faktor yang menjadi penyebabnya adalah kasus

yang menimpa Barings Bank, seperti telah disinggung di atas. Risiko

yang terjadi pada kasus ini mungkin dapat dianggap sebagai boundary

event.

Fakta menujukkan bahwa risiko itu dapat dipandang sebagai

bagian dari operational risk (internal process risk dan people risk)

mengingat:

a. Kurangnya pengawasan yang tepat dan efektif;

b. Tidak adanya pemisahan peranan Nick Leeson sebagai trader yang

sekaligus juga mengelola back office dan accounts yang ternyata tidak

melakukan rekonsiliasi dengan benar;

c. Terbukti bahwa Nick Leeson sekaligus meruapakan seorang rogue

trader pula.

Fakta lain juga menunjukkan bahwa financial losses yang diderita

Barings juga sebagai akibat dari kegiatan derivative trading yang

dilakukannya melalui Singapore Futures Exchange. Dari sdut padang ini

bearti terdapat unsur market risk pula dalam kasus ini.

Dalam garis beras solusi yang dapat ditempuh untuk mengatasi

boundary risk event seperti dialami Barings Bank adalah dengan

menelusuri event tersebut untuk mengetahui underlying atau akar dari

penyebabnya. Dapat disimpulkan bahwa sesungguhnya kasus terjadinya

operational risk event yang menimpa Barings dapat dicegah bila

dilakukan pengawasan yang efektif, yang antara lain meliputi:

a. Melakukan identifikasi dini yang efektif sehingga Nick Leeson yang

(ternyata baru kemudian diketahui) merupakan rogue trader tidak

~ 9 ~

Page 13: Makalah M. Risiko Kel 6 (Risiko Operasional)

dapat leluasa melakukan trading di luar dari limit yang berlaku

baginya;

b. Harus tidak memperkenankan berlangsungnya trading dengan risiko

tinggi (catastrophic trades);

c. Tidak terlalu sembrono mengambil strategic decisions dengan

memberikan dukungan pendanaan bagi kegiatan margin calls, apa lagi

sebelum diketahui persis rencana penggunaan dan alasan yang

mendasarinya. Juga sebelum dikaji sejauh mana risiko yang berada

dibalik kegiatan itu.

Seperti telah ditegaskan di atas, identifikasi atas underlying cause

bukanlah pekerjaan yang gampang. Sehingga perlu ditarik garis pemisah

yang tegas dan jelas ketika diketahui terdapatnya suatu boundary event.

Hal itu terutama ditunjukkan agar tidak terjadi double accounting dalam

menghitung penyisihan modal atas masing-masing jenis risiko yang

dihadapi. Atau bahkan sebaliknya semua jenis risiko itu jadi terabaikan

sama sekali.

Adapun metode yang digunakan bank dalam menghitung

penyisihan regulatory risk capital bagi market risk, credit risk, dan

operational risk berbeda-beda. Oleh karena itu, penting sekali

dilakukannya pemisahan sera pengalokasian events tersebut sesuai dengan

kategorinya yang tepat. Terutama bagi bank yang menggunakan

metodologi yang didasarkan pada data historis, seperti: OpVaR atau

Operational Value at Risk dan Internal Rating Based Approach untuk

credit risk. Oleh sebab itu, mutlak diperlukan adanya kebijakan yang jelas

bagi bank perihal bagaimana cara pengklasifikasian yang akan dilakukan

atas boundary events tersebut.

2. Rincian Cakupan Operational Risk

Meskipun tidak secara eksplisit dinyatakan dalam Basel II Accord,

operational risk events tersebut, di luar boundary events, dapat

dikelompokkan ke dalam kategori sebagai berikut.

~ 10 ~

Page 14: Makalah M. Risiko Kel 6 (Risiko Operasional)

a. Risiko Proses Internal

Risiko proses interal (internal process risk) adalah risiko yang

terkait dengan kegagalan yang menyebabkan tidak efektifnya

penerapan proses atau prosedur yang berlaku dalam manajemen bank.

Untuk itu, bank perlu melakukan review dan penyempurnaan yang

berkelanjutan atas semua internal proses dan prosedur yang berlaku

sebagai bagian dari operational risk management untuk meningkatkan

efisiensi. Perlu dicatat bahwa sering kali kesalahan dalam menerapkan

pedoman kerja tersebut justru karena perumusannya terlalu

complicated, tidak sistematis, dan sulit dicerna. Hal itu dapat

menyebabkan terjadinya inefficient business practices.

Internal process risk eents ini meliputi:

1) Inadequate,insufficient atau wrong documentation;

2) Kurang efektifnya pengawasan (lack of controls);

3) Kesalahan pemasaran (marketing errors);

4) Misselling;

5) Money laundering;

6) Incorrect atau insufficient reporting, karena tidak memenuhi

ketentuan dan peraturan yang berlaku;

7) Transaction error.

b. People Risk

People risk adalah risiko yang terkait dengan dan bersumber dari

permasalahan employee suatu bank.

People risk events biasanya terkait dengan permasalahan-

permasalahan antara lain:

1) Helath dan safety issues;

2) High staff turover;

3) Internal fraud;

4) Labor disputes;

5) Poor management practices;

6) Poor staff training;

~ 11 ~

Page 15: Makalah M. Risiko Kel 6 (Risiko Operasional)

7) Over reliance on key staff;

8) Activities of a rogue trader.

c. System Risk

System risk adalah risiko yang terkait dengan dan bersumber dari

penggunaan teknologi dan sistem.

Bencana yang menimpa bank sebagai akibat dari kegagalan dalam

menggunakan teknologi itu malahan dapat berakibat fatal yang

menghantarkan bank pada kebangkrutan. Besarnya ketergantungan

bank pada teknologi saat ini telah sedemikian rupa, sehingga jika,

misalnya, computer system tidak bekerja dengan baik maka kegiatan

operasional bank dapat terhenti untuk jangka waktu yang panjang

pula.

Adapun system risk events tersebut pada umumnya disebabkan

oleh hal-hal di antaranya:

1. Data corruption;

2. Data entry errors;

3. Inadequate change control;

4. Inadequate project control;

5. Programming errors;

6. Reliance on “black box” technology, yang percaya seolah system

internal mathematical models selamanya pastilah yang benar dan

tidak akan bisa salah;

7. Service interruption, baik yang menimbulkan kegagalan atas

sebagian atau keseluruhan sistem;

8. System security issues, seperti terjadinya serangan virus dan

hacking terhadap sistem komputer pada IT (Information

Technology) Systems;

9. System suitability;

10. Penggunaan teknologi baru yang belum teruji ketangguhannya.

d. External Risk

~ 12 ~

Page 16: Makalah M. Risiko Kel 6 (Risiko Operasional)

External risk adalah risiko yang terkait dan bersumber dari

peristiwa-peristiwa yang terjadi di luar pengendalian langsung namun

dapat pula justru ditujukanlangsung pada fasilitas dan atau manajemen

bank.

Adapun external risk events ini ditimbulkan oleh berbagai

peristiwa, yaitu:

1) Peristiwa yang menimpa bank-bank lain namun memberi

pengaruh yang besar pada kinerja bidang industri pada umumnya

secara luas;

2) External fraud dan pencurian;

3) Kebakaran besar yang menimpa fasilitas perkantoran bank;

4) Bencana alam, seperti gempa dan tsunami;

5) Kegagalan pada outsourcing arrangements;

6) Penerapan suatu peraturan atau kebijakan baru dari penguasa

terkait bidang ekonomi pada umumnya dan perbankan pada

khususnya;

7) Terjadinya huru hara massal dan civil protests;

8) Serangan brutal teroris;

9) Gangguan atas sistem transportasi yang berakibat pada terjadinya

absensi yang tinggi dari para staf bank.

10) Utility service failure, seperti: terjadinya pemadaman aliran listrik.

e. Legal Risk

Legal risk adalah risiko yang berakar dari terdapatnya

ketidakpastin terkait dengan efektifitasnya langkah hukum (legal

actions) atau ketidakpastian dalam penerapan atau penafsiran

(interpretation) isi suatu contracts, laws atau regulations.

Pada beerapa negara, legal risk terjadi menyusul ketiadaan

kejelasan legal position perihal suatu aspek tertentu. Contohnya

adalah: ketentuan mengenai property ownership (bagi pihak asing)

dan kepastian penerapan hukum kepailitan.

~ 13 ~

Page 17: Makalah M. Risiko Kel 6 (Risiko Operasional)

D. Tantangan Baru Operasional Risk Manejemen

1. Kemajuan Operasional Risk Management

Pada bagian awal bab ini telah disinggung bahwaoperational risk

merupakan jenis resiko paling tua bagi perbankan sehingga bank telah

terbiasa menghadapi beberapa jenis resiko yang terkait dengan operational

risk itu. Tidak mengherankan bila sejak awal berdirinya bank, telah

dipasang peralatan dan tenaga pengaman untuk melindungi bank dari salah

satu jenis operational risk yang sederhana, ,isalnya, risiko pencurian.

Namun kini operational risk tersebut telah berkembang sejalan dengan

pesatnya kemajuan teknologi dan arus globalisasi seta kemajuan yang

dicapai perbankan sendiri.

Peningkata operational risk event dalam frekuansi dan impactnya

terhadap bank tersebut sebagian juga disebabkan oleh luasnya liputan pers

berkat kemajuan komunikasi. Pemberitaan itu disatu sisi telah

menyebabkan masyarakat memperoleh informasi secara instan. Di sisi lain

menjadi tantangan baru lagi bagi perbankan untuk mengambil sikap yang

lebih prudent dalam mengelola bank. Dalam kaitan ini kasus Barings dan

National Australia bank tersebut di atas mungkin dapat dijadikan cermin

pelajaran.

Perkembangan inilah yang pada gilirannya telah mendorong

terjadinya peningkatan dan perluasan atas operational risk managemen

dalam perbankan yang dapat menjadi senjata ampuhnya yang baru.

Kemajuan yang signifikan terutama terjadi pada perbaikan corporate

governance dan management responsibilities. Kini bank pun telah menjadi

semakin menyadari bahwa operational risk managemen yang baik akan

banyak memberikan keuntungan dan kemaslahatan bagi bank sendiri.

Penerapan kebijakan dan prosedur sesuai operational risk

management itu diharapkan dapat menghasilkan perbaikan pada internal

process yang efisien dan efektif dalam perbankan. Bila hal itu

dilaksanakan, mungkin kasus “kecolongan” pada Barings dapat secara

efektif dicegah.

~ 14 ~

Page 18: Makalah M. Risiko Kel 6 (Risiko Operasional)

Banyak diantara operational risk techniques dalam menjinakkan

resiko tersebut memulainya dengan process mapping dan meminimalisasi

kemungkinan terjadinya kegagalan, ketidakjelasan dan pemborosan. Bila

persoalan-persoalan itu dapat diatasi maka hal itu tidak sekadar dapat

menekan terjadinya resiko kerugian tetapi sekaligus juga dapat menekan

operating cost dalam kegiatan bisnis perbankan pula.

Proses mapping seperti itu juga telah diterapkan pada metodologi

Six Sigma. Sebagaimana dimaklumi, six sigma adalah suatu statistics

based methodology yang dipergunakan dalam mengukur dan memperbaiki

kualitas dan efisiensi prodeuksi yang diterapkan pada underlying process

masing-masing produk tersebut.

2. Meningkatnya Potensi Operational Risk

Fakta menunjukkan bahwameskipunsecara perlahan telah terjadi

peningkatan atas akibat yang ditimbulkan oleh terjadinya operational risk

events. Keprihatinan bank atas gejala tersebut menjadi bertambah tinggi

karena ternyata impact yang ditimbulkannya itu juga telah mengalami

perubahan. Awalnya impact itu terutama berasal dari low-cost errors yang

merupakan high frequency/low severity events, namun kini telah diikuti

oleh terjadinya lower frequency/higher severity loss events.

Diketahui bahwa meningkatnya operational risk events tersebut

terjadi sebagai akibat dari peningkatan kegiatan beberapa hal, yaitu

sebagai berikut.

a. Automation

Banyak bank kini telah menjadi semakin kurang menaruh

keyakinan yang mantap atas pekerjaan yang dilakukan pegawai/staf

ketimbang hasil proses yang dihasilkan melalui automated process.

Padahal kini diperkirakan bahwa justru hal itu terlah memicu

terjadinya peningkatan operational risk event. Mengapa? Terdapat

beberapa argumentasi perihal ini, yaitu sebagai berikut.

~ 15 ~

Page 19: Makalah M. Risiko Kel 6 (Risiko Operasional)

1) Kesalahan yang mungkin relaif lebih sering dilakukan oleh

pegawai/staf itu justru lebih mudah di deteksi.

2) Bila sejumlah pegawai aau staf melakukan kesalahan yang sama

berulang kali, hal tersebut merupakan sesuatu yang tidak biasa.

3) Hal tersebut diatas berbeda dengan suatu program computer yang

jika salah dalam penyusunan programnyadapat membuat kesalahan

secara berulamg-ulang hingga kesalahan tersebut berhasil di

deteksi dan diperbaiki. Padahal kesalahan program computer

itupun sering kali sulit di deteksi, berbeda dengan kesalahan yang

dibuat oleh pegawai atau staf yang dapa diketahui lebih dini.

b. Menyandarkan Diri Pada Keandalan Teknologi

Kini tidak hanya peningkatan impact sebagai akibat dari proses

automaion saja yang menjadi keprihatinan perbankan. Kepercayaan

bank terhadap kemampuan teknologi yang telah merambah seluruh

proses manajemen dalam perbankan juga telah pula meningkat, mulai

dari mass automation hingga highly specialized products.

Sebagai contoh, product funding dan risk management techniques

telah menjadi semakin rumit sebagai akibat dari

peingkatanpenggunaan teknologi informasi dan mathematical model

yang kompleks.

Padahal kepercayaan yang meningkat terhadap kemampuan

teknologi ini justru mengandung konsekuensi yang berat pula karena

begitu terjadi kesalahan dalam mengimplementasikannya bank dapat

menderita kerugian. Hal itu juga dapat terjadi sebagai akibat dari

kekurang pahaman atau karena terlalu percaya buta terhada

keampuhan dan ketelitian teknologi.

Sebagai contoh, bayak risk manager yang karena terlalu yakin atas

keampuhan excel spreadsheets yang kerpa digunakan untuk transasaksi

perbankan yang rumit, telah mengabaikan dokumentasi dan

pengawasan.

~ 16 ~

Page 20: Makalah M. Risiko Kel 6 (Risiko Operasional)

Teknologi mutakhir tekah mengubah pula cara customer

berhubungan dengan bank. Hal ini telah menyebabkan keterkaitan

antara internal systemyang dibangun bankdengan eksternal customer

system menjadi semakin tidak jelas. Peranan bank sebagai lembaga

intermediaries seolah telah ditinggalkan karena transaksi diantara

sesame customer dapat dilakukan langsung via internet. Banyak

diantara para customer itu bahkan yang hanya melakukan transaksi

perbankannya melalui technology-based products. Padahal setiap kali

terjadi gangguan terhadap technology basedservices tersebut dapat

mengakibatkan terjadinya pengaruh impactyang luas terhadap bank

dan para customer itu sendiri.

c. Outsorcing

Kemajuan teknologi telah membuka peluang bagi banyak bank

untuk menggunakan jasa outsorcing negara-negara lain bagi berbagai

elemen kegiatan operasionalperbankannya. Hal itu biasanya dilakukan

dengan pertimbangan biaya yang lebih rendah dan demi proses

yanglebih efisien. Namun pemanfaatan outsorcing itu dapat

menyebabkan erjadinya operatonal risk tanpa dapat dikontrol oleh

bank pengguna jasa outsorcing itu sendiri, karena alasan-alasan

berikut.

1) Dengan outsorcing contracttersebut bank menyerahkan aspek-

aspek penting customer service-nya kepada pihak outsorcer.

2) Outsorcer berada dinegara lain yang kondisi ekonominya mungkin

berbeda sehingga tindakan-tindakannya dalam

mengimplementasikan kontrak menjadi tidak seluruhnya

transparan baik terhadap bank pemberi kontrak maupun terhadap

para supervisornya sendiri.

3) Dapat saja terjadi kemungkinan dimana outsorcer hanya tunduk

pada ketentuan-ketentuan atau regulasi yang sama sekali berbeda

dengan regulasi yang harus dipatuhi oleh bank emberi kontrak.

~ 17 ~

Page 21: Makalah M. Risiko Kel 6 (Risiko Operasional)

Seberapa besarimbalan atau incentives yang diberikan kepada

outsorcer tergantung pada isi kontrak yang disepakatinya dengan bank.

Rumusan dalam kontrak itu sendiri tidak terkait dengan kinerja

pelayanan yang dapat diberikan bankkepada para customer-nya.

Padahal besarnya imbalan atau incentives secara struktur dari isi

kontrak itu justru merupakan sumber kekuatan financial serra

mencerminakan kemampuan outsorcer pula.

Jika ternyataoutsorcer gagal dalam memberikan jasa penyediaan

fasilitas pelayanan bagi para customer bank tersebut maka yang

memikul konsekuensinya dan kerugian dalam jangka panjang adalah

bank. Dengan demikian, meningkatnya pengguanaan outsorcing pada

organisasi lain diluar bank dalam melaksanakan banking

operationdapat mengakibatkan terjadinya peningkatan pula pada

operational risk losses bagi bank.

d. Teroris Yang Terus Menebar Bencana

Perkembangan terakhir menunjukkan tindakan brutal yang

dilakukan para teroris telah semakin meningkat. Hal itu telah

memberikan impact kerusakan pada sarana-sarana perekonomian yang

luas dan telah menjadi suatu global risk. Meskipun kini bank-bank

tidak lagi secara spesifik menjadi sasaran serangan, tetap ssja memikul

beban kerugian besar sebagai akibat dari ulah para teroris itu. Memang

diketahui bahwapada periode terakhir ini impactyang ditimbulkan oleh

kebrutalan para teroris itu tidak semata terbatas pada perusahaan-

perusahaan dan market tertentu secara spesifik. Namun, kerusakan

akibat dari tindakan para teroris itu kini telah memengaruhi global

economy dan telah menyebabkan terjadinya gejolak pada world

equitydan commodities markets. Dengan langsung erusiknya

kepercayaan masyrakat serta terjadinya goncangan terhadap pasar

tersebut, terrorist event itu telah memberikan impact yang besar bagi

bank baik, dalam jangka pendek, maupun jangka panjang.

e. Arus Globalisasi Yang Terus Meningkat

~ 18 ~

Page 22: Makalah M. Risiko Kel 6 (Risiko Operasional)

Pesatnya kemajuan yang dicapai perekonomian global telah

menyebabkan impactyang ditimbulkan oleh operational risk meningkat

pula. Events yang semula hanya terisolasi pada pasar lokal kini telah

semakin terpengaruh oleh meningkatnya global effects. Sering kali

dikatakan bahwa dunia telah semakin sempit dan dihuni oleh

masyarakat yang bergerak selama 24 jam sehari dan tujuh hari dalam

seminggu. Perbankan pun telah tidak lagi terkungkung pada lokal

marke semata dan telah beroperasi penuh sepanjang 24 jam sehari dan

365 hari setahun dalam suatu global market.

Fasilitas internet telah membuka peluang dan kemampuan bagi

para nasabah bank untuk melakukan transaksi setiap saat dari pelosok

dunia manapun. Perkembangan inilah yang telah menyebabkan

terjadinya peningkatan impact dan frekuensi atas operation risk events

tersebut, karena alasan-alasan berikut.

1) Risk event tersebut dapat memengaruhi semakin banyak markets

dan kelembagaan yang semakinluas pula.

2) Waktu yang tersedia dalam menyelesaikan suatu permasalahan

telah menjadi semakin sempit. Disamping itu juga akibat yang

ditimbulkannya telah menjadi semakin dalam dan meluas

sepanjang tempo yang bergerak semakin cepat pula.

3) Transaksi yang terjadi dalam bidang perdagangan dan keuangan

diantara berbagai lembaga dan pihak telah menjadi semakin

meningkat.

4) Peliputanmedia massa atas berbgagai peristiwa yang terjadi telah

semakin luas.

f. Incentives dan Trading

Pemberian insentif telah menjadi pusat permasalahan yang dapat

mengakibatkan terjadinya catastrophic losses bagi beberapa bank.

Sebagai contoh, seorang trader bank dapat meraih keuntungan berkat

keberaniannya mengambil resiko yangtinggi dalam trading danuntuk

itu dapat memperoleh insentif berupa bonus yang besar pula dari bank.

~ 19 ~

Page 23: Makalah M. Risiko Kel 6 (Risiko Operasional)

Namun, jika trading yang dilakukannya itu berakhir dengan kerugian,

risiko bagi sang trader hanyalah terbatas sebesar kerugian itu saja.

Atau paling banyak yang bersnagkutan kehilangan job atau

pekerjaannya saja. Pleh karenaitu, seorang trader dspat, hingga suatu

tingkat tertentu, dipacu agar berani menempuh high risk/reward ratios.

Namun, jika terdapat disparitas dalam pemberian insentif tersebut,

system high risk/reward ratio itu justru dapat mendorong lahirnya

“rogue trader” macam Nick Leeson pada kasus Barings.

g. Meningkatnya Volume dan Nilai Transaksi

Liberalisasi financial markets, automation dan technology telah

semakin maju. Demikian pula dengan arus gobalisasi. Masing-masing

telah menyebabkan terjadinya dramatic growth baik dalam volume

maupun nilai perdagangan. Oleh karena itu, potensi kerugian

maksimum yang disebabkan oleh terjadinya operational risk event,

khususnya yang terkait dengan pasar perdagangan tersebut, dengan

sendirinya meningkat pula. Potensi kerugian itu tentu tidak dapat

dilepaskan dari besarnya volume dan nilai perdagangan yang

dipengaruhi oleh operational failure tersebut.

h. Meningkatnya Proses Litigasi

Ancaman dan atau penggunaan litigation menyusul terjadinya

operational risk event telah meningkatkan kerugian yang diderita bank.

Events yang mungkin pada masa lalu dianggap sebagai hal yang

minor, kini dapat menyebabkan bank terpaksa harus memikul kerugian

dan beban biaya yang besar sebagai akibat langsung dari proses

litigasi. Beban-beban biaya dan kerugian tersebut tidak sekadar dalam

benuk pemberian kompensasi bagi customer belaka tetapi juga

menyangkut biaya bagi proses litigasi itu sendiri.

Misalnya bagi beberapa bank, adalah kekhawatiran adanya gugatan

hukum (litigasi) yang mungkin dilancarkan oleh para customer-nya lah

yang menyebabkan terpaksa mengeluarkan dana yang besar dalam

mengatasi permasalahan Y2K menjelang tahun 2000.

~ 20 ~

Page 24: Makalah M. Risiko Kel 6 (Risiko Operasional)

E. Perlakuan Basel Ii Capital Accord Terhadap Operational Risk

1. Alokasi Modal bagi operational Risk

Basel II Capital Accord telah member rah yang baru bagi operational

risk management dalam perbankan. Hal itu tampak dalam perumusan

seperti tercantum pada Pilar 1. Disini digaris bawah bank harus melakukan

kuantifikasi terhadap operational risk yaitu menghitungnya dan

mengalokasikan modal bank untuk menampung kerugian dan impactyang

terjadi sebagai akibat dari operational risk tersebut. Hal itu berlaku sama

seperti yang diterapkan dalam pengelolaan atas credit risk dan market risk.

Tambahan pula diminta agar bank dapat mengelola operational risk

tersebut untuk mengurangi kemungkinan terjadinya risk events tersebut.

Banyak diantaraoperational risk itu terjadi sebagai akibat dari tindakan

yang dilakukan oleh perorangan berupa rangkaian errors dan kesalahan

sepanjang kurun waktu yang panjang. Kenyataan menunjukkan banyak

dari catastrophic events yang menyebabkan keangkrutan bank itu

adalahsebagai akibat dari unpredictable events atau akumulasi masalah

dalam jangka waktu panjang atau karena kesalahan prosedur semata.

Sejalan dengan pendekatan yang di adopsi oleh Basel Commitree,

Basel II Accord telah memperkenankan bank memilih satu diantara tiga

pendekatan dalam menghitung operational risk capital. Bank-bank yang

merasa mampu dapat mengubah pendekatannya dari simple approach

seperti diteraokan pada Basel I menjadi pendekatan yang menggunakan

gighly complex ststistics, seperti dalam perhitungan opVaR (Operational

Value at Risk). Adapun ketiga pendekatan yangdimaksud adalah the Basic

Indikator Approach, theStandardized Approach dan the Advanced

Measurement Approach.

2. Menghitung Risk-Based Capital bagi operational Risk

Dalam proposal amandements terhadap capital adequacy rule yang

diajukannya dalam tahun 2001, BIS telah mengusulkan ditetapkannya

suatu besaran tambahan atas modal (=nadd on to capital). Hal itu

~ 21 ~

Page 25: Makalah M. Risiko Kel 6 (Risiko Operasional)

dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya operational risk. Padahal

sebelumnya, besaran 8% sebagai credit risk-adjusted ratio telah dinilai

mencukupi untuk juga menampung operational risk tersebut. Namun, terus

meningkatnya operational risk pada tahun-tahun belakangan ini telah

mendorong pemikiran perlunya capital requirementyang terpisah bagi

credit risk maupun bagi operational risk tersebut.

Demikianlah dalam Consultative Documents tahun 2001dan 2003, the

Basel Commitree telah menyarankan tiga pendekatan dalam menghitung

besaran permodalan yang perlu disishkan (disebut sebagai risk-based

capital) untuk melindunginya dari operational risk tersebut. Hal ini

sesungguhnya ditujukan pada Depository Institutions, termasuk

perbankan. Ketiga pendekatan tersebut adalah sebagai berikut.

a. The Basic Indicator Approach

The Basic Approach ini diarahkan agar bank, secara rata-rata,

dapat mempertahankan 12% dari jumlah regulatory capital-nya untuk

menampung kemungkinan kerugian sebagai akibat dari operational

risk. Target 12% ini di dasarkan pada suatu survey yang

mengungkapkan bahwa hal itu telah dilakukan secara internasional

oleh bank-bank besar.

Untuk dapat memenuhi target ini,the Basic Indikator

Approachmemusatkan upayanya pada besaran gross income yang

merupakan jumlah dari net interest income plus net non-intrest income.

Gross income = Net interest income + Net non interest income

Besaran angka gross income atau = net profit tersebut adalah apa

yangdi Eropa dikenal sebagai value added.

b. The Standardized Approach

Pendekatan ini membagi kegiatan operasional perbankan ke dalam

delapan komponen business units dan lines utama. Kedelapan business

unit atau lines utama itu meliputi: corporate finance, trading and sales,

retail banking, commercial banking, payment and settlement, agency

services and custody, retil brokerage dan asset management.

~ 22 ~

Page 26: Makalah M. Risiko Kel 6 (Risiko Operasional)

Bagi setiap business lines itu ditetapkan suatu besaran yang

merupakan specified broad indicator (dikenal sebagai beta) yang

mencerminkan skala atau besarnya resiko operasional sesuai dengan

volume kegiatan bank pada setiap business line tersebut. Indicator

tesebut juga dikaitkan dengan besaran gross income seperti dilaporkan

yang sekaligus mewakili gambaran besrnya operational risk masing-

masing business line itu.

Besarnya capital charge, sesuai pemdekatan the standardized

approach ini, diperhitungkan dengan masing-masing indikatornya dan

menjumlahkan seluruh komponennya itu.

c. The Advanced Management Approach

Bila bank memilih untuk menggunakan the advanced management

approach ini dalam menghitung besaran capital charge, masing-masing

bank diperkenankan untuk menggunakan internal datanya sendiri.

Di sini tersedia tiga metode perhitungan yang kesemuanya saat ini

masih dalam taraf pengembangan, yaitu:

1) The Internal Measurement Approach (IMA)

2) The Loss distribution Approach (LDA)

3) The Scorecard Approach

Adapun perhitungan IMA didasarkan pada suatu framework yang

memisahkan risk exposure suatu bank menurut lines of business dn

jenis operational risk-nya masing-masing. Bila bank memilih

pendekatan IMAini maka target operational risk di tetapkan sebesar

75% dari level yangdi tetapkan bagi bank yang menggunakan

pendekatan basic Indicator atau Standardized Approach Models. Yang

berarti jumlah regulatory capital yang wajib dipenuhi bila memilih

pendekatan ini adalah = 0,75x 12% = 9%. Untuk menusun risk

exposure menurut lines of business dan jenis dari operational risk-nya

masing-masing itu diperlukan seperangkat data, yang meliputi:

1) Operational risk exposure indicator (EI), yang ditetapkan oleh

regulator

~ 23 ~

Page 27: Makalah M. Risiko Kel 6 (Risiko Operasional)

2) Data yang menggambarkan the probability atau kemungkinan

dapat terjadinya suatu kerugian (= the probability that a loss event

occurs atau PE.) dan

3) Data mengenai the loss given events (LGE).

3. Delapan prinsip Operational Risk Management

Tema pertama

Bagaimana mengembangkan risk management environmentyang cocok

bagi masing-masing bank?

Prinsip 1: - Board of Directors harus memberikan persetujuan dan

mewaspadai aspek-aspek utama apa saja dari operational risk yang

dihadapi bank, sesuai dengan risk category-nya, yang harus dikendalikan.

Board harus pula melakukan review secara periodik mengenai operational

risk framework.

Framework tersebut harus pula memuat definisi yang tegas mengenai

operational risk dan meletakkan prinsip-prinsip begaimana operational risk

tersebut harus diidentifikasi, dikelola, dimonitor, serta dikontrol atau

dimitigasi.

Prinsip 2: - Board of directors harus memperoleh keyakinan bahwa

operational risk menegement framework yang dimiliki bank telah secara

efektif dan komprehensif lolos dari pemeriksaan internal audit yang

dilakukan oleh staf yang secara operasional berseifatindependen, terlatih

dan kompeten. Fungsi internal audit ini harus tidak secara langsung

bertanggung jawabdalam operational risk management itu sendiri.

Prinsip 3: - Senior management harus dinyatakan sebagai pihak yang

bertanggung jawab dalam mengimplementasikan operational risk

management framework yang telah disetujui oleh Board of Directors.

Tema kedua

Risk management yang terkait dengan masalah identification, assessment,

monitoring, dan mitigating atau controlling.

~ 24 ~

Page 28: Makalah M. Risiko Kel 6 (Risiko Operasional)

Prinsip 4: - Bank wajib melakukan identifikasi dan assessment

terhadap operational risk yang terdapat dalam sebuah material products,

kegiatan, proses dan system. Bank juga harus memperoleh keyakinan

bahwa sebelum produk-produk baru, kegiatan, proses dan system tersebut

diperkenalkan dan dilaksanakanm semua operational risk yang terkandung

di dalamnya telah terlebih dahulu diuji melalui assessment procedure yang

memadai.

Prinsip 5: - Bank juga harus mengimplementasikan suatu proses

untuk memonior risk profiles secara berkala dan material exposure yang

dapat menimbulkan kerugian bagi bank. Hal itu harus dimuat dalam

laporan periodic perihal informasipenting dan unik kepada senior

management dan board of Directors sehingga dapat mendukung

diterapkannya operational risk management yang proaktif.

Prinsip 6: - Bank harus memiliki kebijakan, proses dan prosedur

baku untuk melakukan pengawasan atau melakukan mitigasi atas semua

permasalahan yang terkait dengan operational risk. Bank harus melakukan

assessment atas kelayakan alternative risk limitation dan control

strategies. Demikian pula harus dilakukan adjustment terhadap

operational risk profile dengan menggunakan strategi yang sesuai dan

sejalan dengan overall risk appetite masing-masing bank.

Prinsip 7: - Bank harus memiliki contingency dan business

continuity plans yang setiap saat dapat dijalankan. Hal itu perlu untuk

meyakinkan bahwa bank dapat senantiasa beroperasi sebagai “on going

concern” dan dapat meminimalkan kemungkinan kerugian yang terjadi

sebagai akibat dari gangguan bisnis yang merusak.

Tema ketiga

Perlunya keterbukaan (disclosure)

Prinsip 8: - Bank harus mampu membuka diri seluas-luasnya bagi

public disclosure yang memungkinkan semua market participants

mengakses penjelasan perihal bagaimana bank menerapkan operational

risk management tersebut.

~ 25 ~

Page 29: Makalah M. Risiko Kel 6 (Risiko Operasional)

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Risiko operasional merupakan risiko yang umumnya bersumber dari

masalah internal perusahaan, dimana risiko ini terjadi disebabkan oleh

lemahnya sistem kontrol manajemen (management control system) yang

dilakukan oleh pihak internal perusahaan. Contoh risiko operasional adalah

risiko pada komputer (computer risk) karena telah terserang virus, kerusakan

maintenance pabrik, kecelakaan kerja, kesalahan dalam pencatatan

pembukuan secara manual (manual risk), kesalahan pembelian barang dan

tidak ada kesepakatan bahwa barang yang dibeli dapat ditukar kembali, dan

lain sebagainya.

Untuk mengatasi risiko operasional suatu perusahaan harus membuat

analisa yang mencakup:

a. Menghitung dan memetakan bentuk risiko yang sedang dan akan

dihadapi.

b. Memperhitungkan berapa banyak yang harus dialokasikan menyangkut

pengelolaan risiko.

c. Memutuskan pembentukan mekanisme seperti apa yang layak diterapkan

untuk mengelola risiko.

d. Memutuskan darimana sumber dana yang dapat dialokasikan untuk

mendukung penyelesaian operational risk ini.

~ 26 ~

Page 30: Makalah M. Risiko Kel 6 (Risiko Operasional)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Masyhud, 2006, “Manajemen Risiko Strategi Perbankan dan Dunia Usaha

Menghadapi Tantangan Globalisasi Bisnis” Jakarta: Rajawali Press.

Fahmi, Irham, 2010, “Manajemen Risiko Teori, Kasus, dan Solusi” Bandung:

Alfabeta

www.google.com

~ 27 ~