Makalah m Darma Shalihin

71
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Stroke adalah penyebab cacat nomor satu dan penyebab kematian nomor dua di dunia. Penyakit ini telah menjadi masalah kesehatan yang mendunia dan semakin penting, dengan dua pertiga stroke sekarang terjadi di negara-negara yang sedang berkembang. Secara global pada saat tertentu sekitar 80 juta orang menderita akibat stroke. Terdapat 13 juta orang korban stroke baru setiap tahun, dimana sekitar 4,4 juta diantaranya meninggal dalam 12 bulan. Terdapat sekitar 250 juta anggota keluarga yang berkaitan dengan para pengidap stroke yang bertahan hidup. Selama perjalanan hidup mereka, sekitar empat dari lima keluarga akan memiliki salah seorang anggota keluarga mereka yang terkena stroke (Feigin, 2006). Setiap tahun 200 dari tiap 100.000 orang di Eropa menderita stroke dan menyebabkan kematian

Transcript of Makalah m Darma Shalihin

Page 1: Makalah m Darma Shalihin

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Stroke adalah penyebab cacat nomor satu dan penyebab kematian

nomor dua di dunia. Penyakit ini telah menjadi masalah kesehatan yang

mendunia dan semakin penting, dengan dua pertiga stroke sekarang terjadi di

negara-negara yang sedang berkembang. Secara global pada saat tertentu

sekitar 80 juta orang menderita akibat stroke. Terdapat 13 juta orang korban

stroke baru setiap tahun, dimana sekitar 4,4 juta diantaranya meninggal dalam

12 bulan. Terdapat sekitar 250 juta anggota keluarga yang berkaitan dengan

para pengidap stroke yang bertahan hidup. Selama perjalanan hidup mereka,

sekitar empat dari lima keluarga akan memiliki salah seorang anggota

keluarga mereka yang terkena stroke (Feigin, 2006).

Setiap tahun 200 dari tiap 100.000 orang di Eropa menderita stroke

dan menyebabkan kematian 275.000-300.000 orang di Amerika. Di pusat-

pusat pelayanan neurologi di Indonesia jumlah penderita gangguan peredaran

darah otak (GPDO) selalu menempati urutan pertama dari seluruh pasien

rawat inap (Harsono, 2005).

Dengan adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi seperti

sekarang ini, mengakibatkan perubahan yang sangat besar dalam kehidupan

masyarakat. Perubahan tersebut dapat terlihat dengan jelas, mulai dari

makanan yang dikonsumsi sampai aktivitas dalam kehidupan sehari-hari.

Masyarakat lebih menyukai makanan yang cepat saji dan berkolesterol tinggi

Page 2: Makalah m Darma Shalihin

2

dibanding makanan yang alami. Masyarakat juga mempunyai kecenderungan

untuk beraktivitas fisik yang sangat minimal karena adanya peralatan yang

sangat canggih untuk membantu aktivitas keseharian mereka. Selain itu,

masyarakat juga mempunyai tingkat stress yang cukup tinggi dan kebiasaan

lain yang buruk, seperti: merokok, minum-minuman keras dan lain-lain yang

semua itu dapat mengakibatkan mereka terkena penyakit-penyakit yang

diakibatkan oleh gaya hidup yang tidak sehat terutama stroke.

Tingkat penyembuhan stroke masih sangat rendah, sebanyak 15-30%

pasien akan menderita kelumpuhan atau cacat yang permanen, kehilangan

suara atau daya ingat, dan berbagai akibat lainnya. Sekitar 25% dari pasien

stroke meninggal dalam tahun pertama setelah terserang stroke dan 14-15%

mengalami stroke kedua dalam tahun yang sama setelah mengalami stroke

yang pertama (Sustrani, 2004).

Dilihat dari aspek fisioterapi, stroke non haemoragik stadium recovery

mengakibatkan berbagai tingkat gangguan yaitu impairment seperti

abnormalitas tonus yang berupa spastisitas, gangguan koordinasi dan

keseimbangan, functional limitation meliputi menurunnya kemampuan

aktivitas fungsional keseharian yang meliputi perawatan diri serta transfer dan

ambulasi dan pada tingkat disability yaitu ketidakmampuan melakukan

aktivitas sosial dan berinteraksi dengan lingkungan.

Fisioterapi mempunyai modalitas yang sangat sesuai untuk

mengurangi bahkan mengatasi gangguan-gangguan tersebut di atas, yaitu

dengan menggunakan modalitas infra red, ultra sound dan terapi latihan.

Page 3: Makalah m Darma Shalihin

3

B. Rumusan Masalah

Pendekatan yang dilakukan oleh fisioterapis sehubungan dengan

perbaikan kualitas gerak dan fungsi menimbulkan beberapa pertanyaan yaitu :

1. Apakah dengan menggunakan modalitas infra red dapat meningkatkan

tonus otot,

2. Apakah dengan menggunakan ultra sound dapat memecah perlengketan

pada tendon achiles,

3. Apakah dengan menggunakan terapi latihan dapat menjaga dapat

mempertahankan tonus otot,

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengaruh modalitas infra red terhadap tonus otot,

2. Untuk mengetahui pengaruh ultra sound dapat memecah perlengketan pada

tendon achiles.

3. Untuk mengetahui pengaruh terapi latihan dapat menjaga dan

mempertahankan tonus otot.

D. Manfaat

a. Bagi Penulis

1. Menambah dan memperluas pengetahuan serta penulisan tentang

kondisi hemiparese post stroke non hemorage dextra dan bentuk-bentuk

terapinya.

2. Memberikan informasi kepada fisioterapi pada khususnya dan kepada

tenaga kesehatan pada pemberian US (ultra sound) dapat mengurangi

perlengketan pada tendon achiles.

Page 4: Makalah m Darma Shalihin

4

3. Memberikan informasi kepada fisioterapi pada khususnya dan kepada

tenaga kesehatan umumnya bahwa terapi latihan dapat meningkatkan

kekuatan otot pada bahu serta dapat meningkatkan lingkup gerak sendi

pada bahu.

b. Bagi Rumah Sakit

Bermanfaat untuk salah satu sebagai metode dirumah sakit yang

dapat diaplikasikan kepada pasien hemiparese post stroke non hemorage,

sehingga dapat dilayani secara optimal.

c. Bagi Pembaca

Dapat manifestasi tentang kondisi hemiparese post stroke non

hemorage, sehingga dapat mengerti dan mengetahui tentang cara

pelayanan pada pasien hemipare post stroke non hemorage serta mampu

mengetahui hemiparese post stroke non hemorage dengan baik.

Page 5: Makalah m Darma Shalihin

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi Kasus

1. Defenisi Stroke

Stroke adalah penyakit gangguan fungsional akut akibat gangguan

aliran darah ke otak karena perdarahan ataupun sumbatan dengan gejala dan

tanda sesuai bagian otak yang terkena, yang dapat sembuh sempurna, sembuh

dengan cacat, atau berakibat kematian (Junaidi, 2006). Jenis stroke ada 2,

yaitu (1) stroke hemoragik dan (2) stroke non hemoragik.

Stroke non hemoragik adalah gangguan peredaran darah otak yang

disebabkan oleh adanya penyumbatan suatu arteri serebral yang terjadi karena

thrombus yang terlepas dari perlengketannya (emboli) atau karena thrombus

setempat yang belum total mengurangi jatah darah kawasannya pada waktu

tekanan sistemik menurun (Sidharta, 1995). Sedangkan stroke hemoragik

adalah pecahnya pembuluh darah di otak sehingga terjadi perdarahan ke dalam

jaringan otak (disebut hemoregia intraserebrum atau hematoma intraserebrum)

atau ke dalam ruang subaraknoid, yaitu ruang sempit antara permukaan otak

dan lapisan jaringan yang menutupi otak (disebut hemoragia subaraknoid)

(Feigin 2006). Berdasarkan perjalanan kliniknya stroke dibagi menjadi 4 yaitu

: (1) TIA (Transient Ischemik Attack) : gejala dan tanda hilang dalam waktu

beberapa detik sampai dengan 24 jam. Defisit neurologis dapat berupa

hemiparese, monoparese, gangguan penglihatan, sulit bicara. (2) RIND

(reversible ischemic neurological deficit) : tanda dan gejala dalam beberapa

hari sampai dengan satu minggu. (3) Stroke in evolution atau progressive 6

Page 6: Makalah m Darma Shalihin

6

stroke : defisit neurologikal bersifat fluktuatif, progresif kearah jelek, biasanya

disertai penykit penyerta (diabetes mellitus (DM), gangguan fungsi jantung,

gangguan fungsi ginjal, dll), (4) Complete stroke (stroke komplit) : defisit

neurologikal bersifat permanent.

Stadium recovery adalah stadium pada penderita stroke dimana terjadi

reabsorbsi oedem pada otak, sehingga terjadi penurunan proses desak ruang

akut yang ada didalam otak, aktifitas reflek spinal sudah dapat berfungsi tetapi

belum mendapat respon dari sistem supraspinal, berlangsung sekitar 6-8 bulan

setelah terjadinya serangan stroke. Apabila fase ini diberikan penanganan

yang baik maka perbaikan kearah impairment masih dapat ditingkatkan.

(Kuntono, 2002)

B. Anatomi

1. Anatomi fungsional otak

Sistem saraf merupakan salah satu sistem dalam tubuh yang dapat

berfungsi sebagai media komunikasi antar sel maupun organ dan dapat

berfungsi sebagai pengendali berbagai sistem organ lain yang berjalan relatif

cepat dibandingkan dengan sistem humoral, karena komunikasi berjalan

melalui proses penghantaran impuls listrik disepanjang saraf. Berdasarkan

struktur dan fungsinya, sistem saraf secara garis besar dapat dibagi dalam

sistem saraf pusat (SSP) yang terdiri dari otak dan medula spinalis dan sistem

saraf tepi (SST). Didalam sistem saraf pusat terjadi berbagai proses analisis

informasi yang masuk serta proses sintesis dan mengintegrasikannya (Singgih,

2003).

Page 7: Makalah m Darma Shalihin

7

Otak merupakan bagian utama dari sistem saraf pusat yang

mengalami perubahan secara bertahap dan organ vital yang ikut berpartisipasi

dalam mengurus dan melaksanakan gerakan melalui susunan neuromuskuler

volunter. Otak dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu cortex cerebri, ganglion

basalis, thalamus serta hypothalamus, mesencephalon, trunkus cerebri, dan

cerebellum (Chusid, 1990). Menurut Sidharta (1997) secara anatomi, susunan

neuromuskulus volunter dibagi menjadi dalam Upper Motor Neuron (UMN)

yang memberi impuls dari kortek presentralis (area 4) hingga di kornu anterior

dari substansia grisea medula spinalis lalu dilanjutkan oleh Lower Motor

Neuron (LMN) hingga pada motor end plate lalu timbul suatu gerakan dari

otot itu sendiri tapi secara group otot dapat menimbulkan gerakan nyata.

Otak merupakan bagian sistem saraf pusat dimana dalam

pembagiannya digolongkan menjadi korteks serebri, ganglia basalis, thalamus

dan hypothalamus, mesenchepalon, batang otak, dan serebelum. Bagian ini

dilindungi oleh tiga selaput pelindung (meningens) yaitu duramater,

arachnoidea, piamater dan dilindungi oleh tulang tengkorak (Chusid, 1993).

Otak terdiri dari neuron – neuron, sel glia, cairan serebrospinalis, dan

pembuluh darah. Semua orang memiliki jumlah neuron yang sama yaitu

sekitar 100 miliar tetapi jumlah koneksi diantara berbagai neuron tersebut

berbeda – beda. Orang dewasa yang mengkonsumsi sekitar 20% oksigen dan

50% glukosa di dalam darah arterinya hanya membentuk sekitar 2% atau 1,4

kg koneksi neuron dari berat tubuh total (Feigin, 2006).

Lobus pada otak terdiri dari Lobus frontalis meluas dari ujung frontal

yang berakhir pada sulcus centralis dan di sisi samping pada fissura lateralis,

Page 8: Makalah m Darma Shalihin

8

kemudian lobus ini terbagi menjadi beberapa sulcus dan gyrus. Lobus

Parietalis meluas dari sulcus centralis sampai fissura parietal occipitalis dan

ke lateral setinggi fissura cerebri lateralis. Lobus Occipitalis merupakan

lobus posterior yang membentuk piramid dan terletak di belakang fisura

parieto occipitalis. Lobus temporalis dari hemisferium cerebri terletak di

bawah fisura parieto occipitalis.

a. Korteks serebri

Korteks serebri merupakan bagian terluar dari hemisferium serebri.

Pada permukaan korteks serebri terdapat alur-alur atau parit-parit yang dikenal

dengan sulcus. Sedangkan bagian yang terletak di antara alur-alur atau parit-

parit ini dinamakan gyrus. Sulcus dan gyrus ini membagi otak menjadi lobus-

lobus yang namanya sesuai dengan nama tulang tengkorak yang

menutupinya, (lihat gambar 2.1).

Adapun lobus-lobus pada otak itu adalah :

1) Lobus frontalis

Lobus frontalis meluas dari ujung frontal yang berakhir pada

sulcus centralis dan di sisi samping pada fissura lateralis. Fungsi dari

lobus frontalis adalah pusat berfikir.

2) Lobus parietalis

Lobus parietalis meluas dari sulcus centralis sampai fissura

parieto-occipitalis dan ke lateral sampai setinggi fissura cerebri

lateralis. Fungsi dari lobus parietalis adalah pusat bicara.

3) Lobus occipitalis

Page 9: Makalah m Darma Shalihin

9

Lobus occipitalis merupakan lobus posterior yang berbentuk

pyramid dan terletak di belakang fissura parieto-occipitalis. Fungsi

dari lobus occipitalis adalah pusat penglihatan.

4) Lobus temporalis

Bagian lobus temporalis dari hemisferium serebri terletak di

bawah fissura lateralis serebri dan berjalan ke belakang sampai fissura

parieto-occipitalis. Fungsi dari lobus temporalis adalah pusat

keseimbangan.

Gambar 2.1.

Hemisferium serebri kiri dilihat dari lateral (Martin, 2003)

Keterangan :

Page 10: Makalah m Darma Shalihin

10

1. Lobus frontalis

2. Lobus parietalis

3. Lobus occipitalis

4. Lobus temporalis

b. Traktus Ekstrapiramidalis

Pada gambar 2.2, traktus ekstra piramidalis terdiri atas susunan

beberapa komponen diantaranya corpus striatum, globus palidus,

thalamus, substansia nigra, formation lentrikularis batang otak,

serebellum dan kortex motorik ( area 4, 6, 8). Komponen tersebut saling

berhubungan dengan akson masing – masing membentuk sirkuit. Traktus

ekstrapiramidalis merupakan suatu mekanisme yang tersusun dari jalur –

jalur dari korteks motorik menuju anterior horn cell (AHC) pada medulla

spinalis. Secara sederhana lintasan sirkuit ekstrapiramidalis dibedakan

dalam striatal utama (principal) dan tiga sirkuit penunjang (asesorik) yang

terintegrasi dalam susunan sensorik dan motoris sehingga seperti

mempunyai sistem masukan pengeluaran. fungsi utama dari sistem

ekstrapiramidalis berhubungan dengan gerak yang berkaitan, pengaturan

sikap tubuh, dan integrasi otonom (Mahar dan Priguna, 1989).

Lesi traktus ekstrapiramidalis di tandai dengan : (1) paralysis

parah dengan sedikit atau tanpa atropi otot (kecuali sebagai akibat

sekunder dari inaktifitas), (2) spastisitas atau hipertonus otot – otot gerak

bawah dipertahankan dalam keadaan ekstensi dan anggota gerak atas

dipertahankan dalam keadaan fleksi, (3) peningkatan reflek otot dalam

Page 11: Makalah m Darma Shalihin

11

serta klonus dapat ditemukan pada fleksor jari – jari tangan , otot

quadriceps, dan otot paha, (4) reaksi pisau lipat dimana terjadi ketika

berusaha mengadakan gerakan pasif suatu sendi terdapat tahanan oleh

karena adanya spastisitas otot (Snell, 1996).

Page 12: Makalah m Darma Shalihin

12

Gambar 2.2.

Traktus Ekstrapiramidalis (Duss,1996)

Page 13: Makalah m Darma Shalihin

13

c. Traktus Piramidalis

Traktus piramidalis berasal dari sel sel betz pada lapisan kelima

corteks cerebri pada gyrus precentralis lobus frontalis. Pada gambar 2.3,

serabut berasal dari gyrus precentralis lobus frontalis, berjalan ke caudal

menuju corona radiata kemudian masuk kedalam capsula interna dan

menduduki 2/3 bagian genu capsula interna, masuk ke diensepalon, lalu

pada daerah pendukulus cerebri yang merrupakan bagian dari

mesencepalon, setelah itu menuju pons varolli dan sampai di medulla

oblongata menempati suau bangunan yang disebut piramis. Diperbatasan

antara medulla oblongata dan medulla spinalis sebagian besar traktus ini

menyeberang (yang dari kiri kekanan dan sebaliknya), kira – kira 85 %

disebut traktus kortiko spinalis lateralis, kira kira 15 % melanjutkan diri

kebawah, yang disebut traktus cortico spinalis anterior. Tempat

persilangan ini disebut decusatio piramidalis. Fungsi sistem piramidalis

berhubungan dengan gerakan terampil dan motorik halus.

Lesi traktus piramidalis di tandai dengan : (1) adanya reflek

babinsky yang ditandai dengan ibu jari kaki terefleksi ke dorsal bila kulit

sepanjang bagian lateral telapak kaki di gores, (2) hilangnya reflek

abdominal superficialis dimana otot abdominal gagal berkontraksi ketika

dilakukan goresan pada kulit abdomen, (3) hilangnya reflek kremester

dimana otot – otot kremestel gagal berkontraksi ketika kulit pada sisi

medial paha digores, (4) hilangnya penampakan gerakan – gerakan

volunter terlatih yang halus terutama terjadi pada ujung – ujung distal

anggota gerak (Snell, 1996).

Page 14: Makalah m Darma Shalihin

14

Gambar, 2.3.

Traktus Piramidalis (Duus 1996)

Keterangan gambar 2.3

1. Talamus 2. Traktus kortikopontis

3. Pedunkulus cerebral 4. Pons

5. Medulla oblongata 6. Traktus kortikospinalis lateral

7. Lempeng akhir motorik 8. Traktus kortikospinalis anterior

9. Dekusasio pyramidalis 10. Pyramida

11. Traktus pyramidalis 12. Traktus kortikonuklearis

13. Traktus kortikomesensefalitis 14. Kaput nukleus kaudatus

15. Kapsula interna 16. Nukleus lentikularis

17. Kauda nukleus kaudatus

Page 15: Makalah m Darma Shalihin

15

2. Anatomi Peredaran Darah

Darah mengalir ke otak melalui 2 pasang pembuluh darah besar, yaitu

sepanjang arteri karotis interna (disebut sirkulasi anterior) dan sepasang

arteri vertebralis (disebut sirkulasi posterior). Kedua sirkulasi darah tersebut

membentuk anastomosis yang disebut sirkulasi willis (gambar 2.4). Sirkulasi

willisi dibentuk oleh hubungan antara arteri karotis interna, arteri cerebri

anterior, arteri cerebri posterior, arteri basilaris, arteri communicans

anterior, arteri communicans posterior. Sistem ini memungkinkan pembagian

darah didalam kepala untuk mengimbangi setiap gerakan leher kalau aliran

darah dalam suatu pembuluh nadi leher mengalami kegagalan. Sistem tersebut

juga membantu kalau ada penyakit yang menyumbat di salah satu pembuluh

nadi tersebut.

Arteri karotis interna bercabang menjadi arteri cerebri anterior dan

arteri cerebri media. Arteria cerebri posterior dihubungkan dengan arteria

cerebri media melalui arteria komunikans posterior, sedangkan arteria

cerebri anterior dihubungkan dengan arteri cerebri media oleh arteria

communicans anterior. Arteri basilaris dibentuk dari persambungan antara

arteri - arteri vertebralis.

Suplai darah ke korteks cerebri terutama melalui cabang – cabang

kortikal dari arteri cerebri anterior, arteri cerebri media, dan arteri cerebri

poseriort yang mencapai korteks didalam piameter. Permukaan lateral masing

– masing hemisferium cerebri mendapat darah terutama dari arteri cerebri

media. Permukaan medial dan inferior hemisferium cerebri diperdarahi oleh

aretri cerebri anterior dan arteri cerebri posterior.

Page 16: Makalah m Darma Shalihin

16

Gambar 2.4.

Tempat arteriosclerosis; nomor menentukan urutan pada frekuensi

(Mahar dan Priguna, 1989)

Page 17: Makalah m Darma Shalihin

17

Capsula interna memperoleh darah dari arteri lenticulostriata yang

berada dari bagian basal arteri cerebri media. Messencepalon diperdarahi

oleh arteri basillaris, arteri cerebri posterior, cerebelli superior. Pons

memperoleh darah dari arteri basilaris, arteri cerebelli anterior, arteri

cerebelli inferior, arteri cerebelli superior. Medulla oblongata diperdarahi

oleh arteri vertebralis , arteri spinalis anterior, arteri spinalis posterior,

arteri serebelli posterior inferior dan arteri bassilaris. cerebellum diperdarahi

serebelli superior, arteri serebelli anterior inferior,dan arteri serebelli

posterior inferior (Chussid, 1993).

Aliran vena batang otak dan serebelum berjalan paralel sesuai dengan

distribusi pembuluh darah arterinya. Sebagian besar drainase vena serebrum

adalah vena – vena dalam yang mengalirkan darah ke pleksus vena

superfisialis dan ke sinus – sinus dura, yang kemudian masuk ke vena

jugularis interna di dasar tengkorak dan bersatu dengan sirkulasi umum

(Chusid, 1993).

Perdarahan di otak dapat di pengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : (1)

Tekanan darah dikepala, (2) Resisted Cerebrovaskuler yaitu resitensi terhadap

aliran darah arterial yang melewati otak yng dipengauhi oleh tekanan

intracranial, viskositas darah dan keadaan pembuluh darah otak. (Chussid,

1993).

3. Etiologi

Menurut klasifikasi uji coba The National Institute of Neurological

Disorders Stroke Part III (NINDS III) berdasarkan penyebabnya stroke

iskemik dibagi menjadi 4 golongan, yaitu (1) aterotrombotik, yaitu

Page 18: Makalah m Darma Shalihin

18

penyumbatan pembuluh darah oleh plak, (2) kardioemboli, yaitu sumbatan

pembuluh darah oleh pecahan plak, (3) lakuner, yaitu sumbatan plak pada

pembuluh darah yang berbentuk lubang (4) hipotensi (Junaidi, 2006).

Pada orang yang berusia lebih dari 65 tahun, penyumbatan atau

penyempitan disebabkan oleh arterisklerosis yang terjadi pada hampir 2/3

pasien stroke non haemoragik. Emboli cenderung terjadi pada orang dengan

penyakit jantung (tachikardi, aritmia, kelainan katup) dan ¼ stroke ischemik

disebabkan emboli terutama kardioemboli. Sekitar 5-10% kasus stroke

ishemik disebabkan oleh gangguan darah, peradangan dan infeksi. Banyak

faktor resiko yang membuat seseorang rentan terhadap serangan stroke

diantaranya hipertensi, penyakit jantung, arterisklerosis, transient ishcemic

attack (TIA), diabetes, riwayat keluarga, migrain, merokok, makanan tidak

sehat, alkohol, inaktivitas fisik, kontrasepsi oral dan terapi sulih hormon, stres

dan depresi, narkoba, obesitas, dan cedera leher (Feigin, 2006).

4. Patologi

Telah disebutkan sebelumnya bahwa stroke non haemoragik adalah

penyumbatan aliran darah. Penyumbatan paling banyak disebabkan oleh suatu

adanya trombosis dan emboli (Junaidi, 2006).

Trombosis serebri merupakan penyebab stroke yang paling sering

yang biasanya berkaitan dengan kerusakan lokal dinding pembuluh darah

akibat aterosklerosis. Proses pembentukannya ditandai oleh plak berlemak

pada lapisan intima arteria besar. Bagian intima arteria serebri menjadi tipis

dan berserabut, sedangkan sel-sel ototnya menghilang, sehingga lumen

pembuluh darah terisi oleh materi sklerotik tersebut. Hilangnya intima akan

Page 19: Makalah m Darma Shalihin

19

membuat jaringan ikat terpapar. Trombosit menempel pada permukaan yang

terbuka sehingga permukaan dinding pembuluh darah menjadi kasar.

Trombosit akan melepaskan enzim adenosine difosfat yang mengawali

mekanisme koagulasi dan akhirnya seluruh arteri akan tersumbat dengan

sempurna. Suplay darah ke otak akan berkurang sehingga akan timbul iskemia

pada otak (Price and Wilson, 1995).

Emboli serebri termasuk urutan kedua penyebabab stroke. Emboli

serebri adalah penyumbatan pembuluh darah oleh sepotongan kecil bekuan

darah, tumor lemak, udara atau segumpal bakteri. Setelah terjadi penyumbatan

pembuluh darah, maka akan terjadi nekrosis pada daerah yang diperdarahi

oleh pembuluh tersebut. Sumber emboli serebri yang paling umum ialah

penyakit jantung, sekalipun emboli juga dapat terjadi pada proses-proses

trombosis atau supuratif dari setiap bagian tubuh atau pada penyakit

ekstrakranial. Emboli udara dapat terjadi setelah cedera pada paru-paru,

emboli lemak dapat menyertai fraktur tulang panjang. Embolus dapat

menyumbat pembuluh darah otak secara total atau partial. Daerah jaringan

otak yang disuplai oleh pembuluh darah ini akan mengalami infark (Chusid,

1993).

Pada keadaan pasca stroke kerusakan otak dapat di golongkan sebagai

berikut (1) Kerusakan dari sel otak yang aktual akibat dari lesinya atau disebut

zona nekrotik yang bersifat iriversibel permanen yang berlangsung lebih dari 6

bulan (area umbra), (2) Gangguan fisiologis sekunder dari sel saraf lain di

sekitar atau yang terkait dengan sel otak yang rusak disebut area penumbra,

yang diakibatkan oleh neural shock, odema, terputusnya aliran darah, atau

Page 20: Makalah m Darma Shalihin

20

denervasi sebagian neuron pasca synapsis. Area penumbra ini dibagi menjadi

dua yaitu zona degenerasi reversibel yang berlangsung 6-8 bulan, dan area

odematosa bersifat riversibel yang berlangsung 6-10 hari (Setiawan, 2007)

Proporsi luas zona umbra dan penumbra bisa sangat bervariasi

terantung tipe lesi pada otak. Kejadian mendadak terlokalisir (misal stroke)

proporsi hampir sama antara keduanya, tetapi pada kejadian yang lambat

(misal tumor) mungkin hanya ada area umbra tanpa ada penumbra. Sedangkan

suatu trauma mungkin mengakibatkan area penumbra lebih dominan

(Setiawan, 2007).

5. Tanda dan gejala

Tanda dan gejala lesi sangat bervariasi tergantung topis dan derajat

berat lesi. Adapun gejala serang stroke meliputi (1) lumpuh/lemah tiba-tiba

pada salah satu sisi tubuh, (2) rasa tebal dan kesemutan pada salah satu sisi

tubuh, (3) tiba-tiba jatuh saat jalan, (4) kadang disertai pusing berputar, sakit

kepala, mual dan muntah. Selain itu juga terdapat abnormalitas tonus,

gangguan gerak volunter, gangguan keseimbangan dan koordinasi, gangguan

sensoris yang meliputi proprioreseptif, interoreseptif, dan eksteroreseptif,

gangguan fungsi luhur beruapa gangguan kognitif , atensi, dan memori

(Sidharta, 2001).

6. Komplikasi

Komplikasi yang sering terjadi setelah serangan stroke adalah: (1)

kejang pada pasien pasca stroke sekitar 4-8 %, (2) Trombosis Vena Dalam

(TVD) sekitar 11-75 % dan Embboli Pulmonum sekitar 3-10 %, (3)

Page 21: Makalah m Darma Shalihin

21

perdarahan saluran cerna sekitar 1-3 %, (4) dekubitus, (5) pneumonia, (6)

stress, (7) bekuan darah, (8) nyeri pundak dan subluxation (Junaidi, 2006).

7. Prognosis

Prognosis thrombosis serebri ditentukan oleh lokasi dan luasnya

infark, juga keadaan umum pasien. Umumnya makin lambat

penyembuhannya, maka semakin buruk prognosisnya. Pada emboli serebri,

prognosis ditentukan juga dengan adanya emboli dalam organ-organ yang

lain. Bila pasien dapat mengatasi serangan yang akut, prognosis kehidupannya

baik. Dengan rehabilitasi yang aktif, banyak penderita dapat berjalan lagi dan

mengurus dirinya. (Chusid, 1993).

8. Diagnosis banding

Diagnosis banding penyebab stroke non haemoragik, yaitu thrombosis

dan emboli menurut Chusid (1993) yaitu onset yang relatif lambat menyokong

diagnosa thrombosis. Sedang endocarditis infeksiosa, fibrilasi atrium dan

infark myocard menyokong diagnosa emboli. Ada beberapa penyakit yang

memiliki tanda dan gejala yang menyerupai stroke, misalnya trauma kepala,

tumor intracranial, meningitis atau virus. Untuk menegakkan diagnosis

tersebut diperlukan pemeriksaan yang lebih spesifik misalnya: Coputerized

Tomography Scanning (CT Scan), Magnetic Resonace Imaging (MRI),

Possitron Emesion Tomograph Scanning (PET Scan) dan pemeriksaan

penunjang laboratorium.

Page 22: Makalah m Darma Shalihin

22

9. Problematika Fisioterapi

Problem Fisioterapi dibedakan menjadi 2 yaitu : (1) akibat infark otak

dan (2) akibat imobilisasi. Pada infark akan terjadi problem misalnya terjadi

hemiplegia atau monoplegia, gangguan koordinasi, serta gangguan aktivitas

fungsional. Sementara akibat adanya imobilisasi akan terjadi gangguan : atropi

otot, penurunan kapasitas kerja, reflek vasomotor postural akan berkurang,

penurunan kekuatan kontraksi otot, dan masih banyak lagi. Problem fisioterapi

pada stroke iskemik stadium recovery diantaranya adalah munculnya reflek

menuju ke arah hipertonus yang ditandai dengan munculnya klonus terutama

pada sendi-sendi lutut dan pergelangan kaki di sisi yang lumpuh, muncul

gangguan keseimbangan dan koordinasi, serta muncul spastisitas.

Problem utama fisioterapi pada stadium recovery pada awalnya adalah

ketidakmampuan pasien untuk bergerak /menggerakkan pada sisi yang

lumpuh baik kanan ataupun kiri yang berupa flaccid atau hipotonus.

Selanjutnya akan muncul pola sinergis pada kelompok otot tertentu dan

spastisitas, potensial terjadi gangguan akibat imobilisasi pada sisi yang

lumpuh, kondisi ini akan diperparah apabila pasien tidak mempunyai

kemampuan atau tidak mau menggerakkan anggota tubuhnya yang lumpuh

sehingga berakibat pula pada sendi. Karena sendi yang jarang digunakan

untuk beraktivitas (imobilisasi) akan berpotensi untuk terjadi kekakuan, serta

otot-otot di sekitar sendi tersebut dapat mengalami atropi atau kontraktur,

karena selalu dalam keadaan menetap dan tidak terjadi kontraksi yang

mengakibatkan elastisitas dari otot tersebut terganggu. Untuk menghindari

semua ini, maka perlu diberikan latihan sedini mungkin pada penderita stroke.

Page 23: Makalah m Darma Shalihin

23

C. Teknologi Intervensi Fisioterapi

1. Infra Red

a.Defenisi

Sinar Infra Red adalah pancaran gelombang elektromagnetik

dengan panjang gelombang 7.700 A – 4.000.000 A (Sujatno, 1993).

Berdasarkan panjang gelombang sinar Infra Red dibagi menjadi 2

macam yaitu gelombang panjang dan gelombang pendek. Infra Red

gelombang panjang memiliki panjang gelombang 12.000 A – 150.000

A dengan daya penetrasi sampai lapisan superfisial epidermis, yaitu

sekitar 0,5 mm. Sedangkan Infra Red gelombang pendek memiliki

panjang gelombang 7.700 A - 12.000 A dengan daya penetrasi lebih

dalam dari gelombang panjang, yaitu sampai pada jaringan subcutan

yang kira-kira dapat mempengaruhi secara langsung terhadap pembuluh

darah kapiler, pembuluh limfe, ujung-ujung saraf dan jaringan- jaringan

lain di bawah kulit.

b. Efek fisiologis dari infra merah

Efek dari pemberian infra merah adalah :

1) Meningkatkan proses metabolisme pada lapisan superficial kulit

sehingga pemberian oksigen dan nutrisi kepada jaringan lebih

diperbaiki, begitu juga pengeluaran sampah-sampah pembakaran.

2) Vasodilatasi pembuluh darah kapiler dan arteriolae akan terjadi

segera setelah penyinaran.

Page 24: Makalah m Darma Shalihin

24

3) Terhadap saraf sensoris, pemanasan yang ringan mempunyai

pengaruh sedatif terhadap ujung-ujung saraf sensoris.

4) Terhadap jaringan otot, kenaikan temperatur disamping membantu

terjadinya releksasi juga akan meningkatkan kemampuan otot

untuk berkontraksi.

5) Kenaikan temperatur tubuh, penyinaran yang luas yang

berlangsung dalam waktu yang relatif cukup lama dapat

mengakibatkan kenaikan temperatur tubuh.

6) Mengaktifkan kerja kelenjar keringat, pengaruh rangsangan panas

yang dibawa ujung-ujung saraf sensoris dapat mengaktifkan kerja

kelenjar keringat (Sujatno, dkk, 2002.p.8).

c. Pemberian infra merah adalah:

1) Mengurangi dan menghilangkan rasa Nyeri

2) Rilaksasi otot

3) Meningkatkan suplai darah

4) Menghilangkan sisa-sisa metabolisme (Sujatno, dkk, 2002).

d. Indikasi Infra merah

1) Kondisi peradangan setelah sub acut

2) Arthitis.

3) Gangguan sirkulasi darah

4) Penyakit kulit

5) Sebagai persiapan exercise dan massage (Sujatno, dkk. 2002.P.2).

e. Kontra indikasi sinar infra merah

1) Daerah dengan insufisiensi pada darah

Page 25: Makalah m Darma Shalihin

25

2) Gangguan sensibilitas kulit

3) Adanya kecenderungan terjadinya perdarahan (Sujatno, dkk,

2002.P.3).

f. Dosis waktu :

a) Hidupkan infra red dengan jarak lampu 50-60 cm.

b) Atur infra red sehingga sinar jatuh tegak lurus ke area yang akan

disinar.

c) Waktu yang diberikan selama 10-15 menit.

2. Ultra Sound

a. Defenisi

Gelombang ultra sonic adalah gelombang yang tidak dapat

didengar oleh manusia. Merupakan gelombang longitudinal yang gerakan

partikelnya dari arah “ke” dan “dari” perambatanya memerlukan media

penghantar. Media pengahantar harus elastis agar partikel bias merubah

bentuk dan kembali kebentuk semula untuk memungkinkan gerakan “ke”

dan “dari”. Dari sini dijumpai daerah padat atau Compression dan daerah

renggang atau refraction (Sujatno dkk, 2002)

Dalam penggunakan modalitas ultra sonic beberapa ahli

membuktikan bahwa ultra sonic efektif untuk mengurangi nyeri karena

ultra sonic dapat meningkatkan ambang rangsang, mekanisme dari efek

termal panas. Selain itu pembebasan histamin, efek fibrasi dari ulta sonic

terhadap gerbang nyeri dan suatu percobaan ditemukan bahwa pemakaian

ultra sound dengan pulsa rendah dapat merangsang pengeluaran dan

Page 26: Makalah m Darma Shalihin

26

pelepasan histamine. Histamine menyebabkan pelebaran pembuluh darah

lokal sehingga terjadi percepatan pembersihan zat atau bahan kimia yang

menyebabkan nyeri.

b. Mekanisme ultra sonic/ Ultra sound

Mesin ultra sonic terdiri dari sirkuit primer dan sirkuit skunder.

Sirkuit primer adalah generator berfrekuensi tinggi yang membangkitkan

arus listrik berfrekuensi tinggi pula. Sirkuit ini yang dihubungkan dengan

tranduser dari bahan piezo elektrik yang disebut sebagai sirkuit skunder

yang memiliki frekuensi sama dengan sirkuit primer. Frekuensi sirkuit

skunder juga ditentukan oleh ketebalan bahan piezo elektrik yang harus

disesuaikan dengan sirkuit primer. Mesin ultra sonic dapat memberikan

energi secara kontinyu dan terputus. Pada pemberian-pemberian ultra

sonic secara terputus efek panas dapat ditekan dan memungkinkan

pemberian dengan intensitas yang tinggi. Sedang pemberian pemberian

secara kontinyu lebih menekankan efek termalnya (Sujatno dkk, 2002)

Dalam tranduser terdapat area yang memiliki radiasi efektif yang

disebut dengan ERA ( Effective Radiating Area ). Penentuan ERA sangat

penting dalam pemberian intensitas selain luas daerah yang diobati.

Fisika Dasar Ultra Sonic:

1) Sifat-sifat gelombang Ultra sonic

Gelombang ultra sonic memiliki dua area pancaran yang masing-

masing memiliki karakteristik yang berbeda yaitu area konvergen dan area

Page 27: Makalah m Darma Shalihin

27

divergen. Area konvergen memiliki ciri terdapat gejala intervensi pada

bundle tersebut sehingga timbul variasi intensitas yang besar.

Sedang area divergen memiliki ciri tidak terjadi gejala interfensi

sehingga bundle gelombang sama dan intensitas semakin berkurang. jika

jarak tranduser semakin jauh dari permukaan tubuh. Pada area ini bundle

gelombangnya memiliki diameter lebih besar sehingga penyerapan energi

lebih besar (Sujatno dkk, 2002).

2) Panjang gelombang

Frekuensi dari mesin ultra sonic tetap dan kecepatan penyebaran

ditentukan oleh medium, maka panjang gelombang tergantung dari

medium yang digunakan.

3) Penyebaran gelombang ultra sonic

Penyebaran gelombang ultra sonic di dalam tubuh menusia timbul oleh

karena fenomena yaitu adanya refleksi dan difergensi pada area divergen.

Adanya penyebaran gelombang ultra sonic dapat menimbulkan efek di luar

daerah pancaran bundle ultra sonic sehingga harus diperhatikan media-

media yang kuat daya refleksinya seperti metal, udara, dan jaringan tulang.

(Sujatno dkk, 2002)

4) Penyerapan dan penetrasi pada gelombang ultra sonic

Jika energi Ultra Sonic masuk kedalam jaringan tubuh maka efek

pertama yang diharapkan adalah efek biologis. Oleh karena adanya

Page 28: Makalah m Darma Shalihin

28

penyerapan tersebut semakin dalam gelombang Ultra Sonic masuk kedalam

tubuh, maka intensitasnya akan semakin berkurang (Sujatno dkk, 2002).

Gelombang ultra sonic diserap jaringan tubuh dalam berbagai ukuran.

Sebagai ukuran digunakan koefisien penyerapan. Penyerapan tergantung

pada frekuensi. Pada frekuensi rendah penyerapanya lebih sedikit dari pada

yang berfrekuensi tinggi. Disamping refleksi, koefisien penyareapan

menentukan penyebaran Ultra Sonic di dalam tubuh.

Semakin dalam gelombang ultra sonic masuk kedalam tubuh semakin

besar pula intensitasnya. Pada frekuensi rendah penyerapan lebih sedikit

daripada frekuensi tinggi. Satuan yang digunakan untuk menunjukkan

besarnya penyerapan adalah HVD ( Half Value Dept ) yaitu jarak dimana

intensitas ultra sonic dalam suatu medium tertentu tinggal separuh.

Sedangkan penetrasi terdapat dimana efek terapeutik masih bias diharapkan

dinyatakan dengan istilah Penetration dept ( P ). Penetration dept adalah

titik dimana intensitas ultra sonic yang diberikan masih tersisa 10%

(Sujatno dkk, 2002)

5). Bentuk gelombang

Bentuk gelombang dari ultra sonic antara lain (a) Continous yaitu

gelombang yang dihantarkan secara terus-menerus (b) Interupted / pulsa

yaitu gelombang yang terputus, dengan bentuk pulsa dan lamanya

ditentukan oleh karakteristik mesin yang digunakan.

Page 29: Makalah m Darma Shalihin

29

6) Media penghantar

Media penghantar harus memenuhi kriteria harus bersih dan steril pada

keadaan tertentu, tidak terlalu cair ( kecuali metode sub aqual ), tidak cepat

terserap kuli, tidak menyebabkan flek-flek, tidak menimbulkan iritasi kulit,

mudah meghantarkan ultra sonic, transparan dan murah (Sujatno dkk,

2002).

c. Efek dari ultra sonic

1) Efek mekanik

Efek yang pertama kali didapat oleh tubuh adalah efek mekanik.

Gelombang ultra sonic menimbulkan adanya peregangan dan perapatan

didalam jaringan dengan frekuensi yang sama dengan frekuensi dari ultra

sonic. Efek mekanik ini juga disebut dengan micro massage. Pengaruhnya

terhadap jaringan yaitu meningkatkan permeabilitas terhadap jaringan dan

meningkatkan metabolisme.

Micro massage adalah merupakan efek teraputik yang penting karena

semua efek yang timbul oleh terapi Ultra Sonic diakibatkan oleh micro

massage ini.

2) Efek termal

Panas yang dihasilkan tergantung dari nilai bentuk gelombang yang

dipakai, intensitas dan lama pengobatan. Yang paling besar yang menerima

panas adalah jaringan antar kulit adan otot. Efek termal akan memberikan

pengaruh pada jaringan yaitu bertambahnya aktivitas sel, vasodilatasi yang

Page 30: Makalah m Darma Shalihin

30

mengakibatkan penambahan oksigen dan sari makanan dan memperlancar

proses metabolisme.

3) Efek biologi

Efek biologi merupakan respon fisiologi yang dihasilkan dari pengaruh

mekanik dan termal. Pengaruh biologi ultra sonic terhadap jaringan antara

lain:

a. Memperbiki sirkulasi darah

Pemberian ultra sonic akan menyebabkan kenaikan temperatur yang

menimbulkan vasodilatasi sehingga aliran darah ke daerah yang diobati

menjadi lebih lancar. Hal ini akan memungkinkan proses metabolisme dan

pengangkutan sisa metabolisme serta suplai oksigen dan nutrisi menjadi

meningkat.

b. Rilexsasi otot

Rilexsasi otot akan mudah dicapai bila jaringan dalam keadaan hangat

dan rasa sakit tidak ada . Pengaruh termal dan mekanik dari ultra sonic

dapat mempercepat proses pengangkutan sel P (zat asam laktat) sehingga

dapat memberikan efek rilexsasi pada otot.

c. Meningkatkan permeabilitas jaringan

Energi ultra sonic mampu menambah permeabilitas jaringan otot dan

pengaruh mekaniknya dapat memeperlunak jaringan pengikat.

Page 31: Makalah m Darma Shalihin

31

d. Mengurangi nyeri

Nyeri dapat berkurang dengan pengaruh termal dan pengaruh langsung

terhadap saraf. Hal ini akibat gelombang pulsa yang rendah intensitasnya

memberikan efek sedatif dan analgetik pada ujung saraf sensorik sehingga

mengurangi nyeri. Dan dasar dari pengurangan rasa nyeri ini diperoleh

antara lain, perbaikan sirkulasi darah, normalisasi dari tonus otot,

berkurangnya tekanan dalam jaringan, berkurangnya derajat keasaman.

e. Mempercepat penyembuhan

Pemberian Ultra sonic mampu mempercepat proses penyembuhan

jaringan lunak . Adanya peningkatan suplai darah akan meningkatkan zat

antibody yang mempercepat penyembuhan dan perbaikan pembuluh darah

untuk memperbaiki jaringan.

f. Pengaruh terhadap saraf parifer

Menurut beberapa penelitian bahwa Ultra Sonic dapat

mendepolarisasikan saraf efferent, ditunjukkan bahwa getaran Ultra Sonic

dengan intebsitas 0,5-3 w/cm2 dengan gelombang kontinyu dapat

mempengaruhi exitasi dari saraf perifer. Efek ini berhubungan dengan efek

panas. Sedangkan dari aspek mekanik tidak teralu berpengaruh (Sujatno

dkk, 2002).

3. Terapi Latihan

Terapi latihan merupakan suatu upaya pengobatan/penanganan

fisioterapi dengan menggunakan latihan-latihan gerakan tubuh baik secara

aktif maupun pasif (Kisner, 1996). Ada beberapa latihan yang diberikan

Page 32: Makalah m Darma Shalihin

32

yaitu : (1) Active movement, pasien diminta menggerakkan anggota gerak

atas dan anggota gerak bawah ke semua arah gerakan. Dilakukan

semampu pasien. (2) Passive movement, fisioteraapi menggerakkan

anggota gerak atas dan anggota gerak bawah ke semua arah gerakan.

Dilakukan semampu pasien. (3) Gerakan melawan tahanan, pasien diminta

untuk melawan tahanan minimal hingga maksimal yang diberikan

fisioterapis kepada pasien. Dilakukan semampu pasien.

Page 33: Makalah m Darma Shalihin

33

BAB III

LAPORAN STATUS KLINIS

PROGRAM STUDI FISIOTERAPI STIKES

FORT DEKOCK BUKITTINGGI

Jl. Bengkaweh, no 15 Bukittinggi

Telp./fax : 0752 625969

LAPORAN STATUS KLINIK

NAMA MAHASISWA : MUHAMMAD DARMA SHALIHIN

TEMPAT PRAKTEK : RSSN BUKITTINGGI

NIM : 0911401017

PEMBIMBING :

Tanggal pembuatan laporan : 19 – 07 - 2012

Kondisi : (FT A/ FT B/ FT C / FT D/ FT E)

I. KETERANGAN UMUM PASIENNama : Tn. AmrilUmur : 63 tahunJenis Kelamin : Laki-LakiAgama : IslamPekerjaan : PetaniAlamat : Cingkaring

II. DATA-DATA MEDIS RUMAH SAKITA. DIAGNOSIS MEDIS :

Post stroke hemiparese dextra

Page 34: Makalah m Darma Shalihin

34

B. CACATAN KLINIS :Rongent : -Laboratorium : -

C. TERAPI UMUMDokter spesialis saraf : MedicamentosaRehabilitasi Medik : Fisioterapi : IR, US dan Exercise Teraphy

D. RUJUKAN FISIOTERAPI DARI DOKTER :Rujukan dari puskesmas padang luar

III. SEGI FISIOTERAPIA. DATA FISIOTERAPI

TANGGAL : 19 - 07 - 2012

1. ANAMNESIS : (AUTO/HETERO)

a. KELUMPAHAN UTAMA:Lemahnya anggota gerak atas dan anggota gerak bawah bagian kanan

b. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG:+ 3 tahun yang lalu pasien mengalami pusing, lalu pasien pergi ke

puskesmas padang luar. Setelah di cek, ternyata TD pasien 160/90

mmHg, kemudian pasien pulang dan setelah itu pergi ke sawah.

Keesokan harinya saat pasien bangun pagi, pasien merakan lemah pada

AGA dan AGB kanan. Lalu pasien dibawa kepuskesmas padang luar.

Setelah itu pasien dirujuk ke RSSN bukittinggi, pada saat itu tekanan

darah pasien 210/90 mmHg. Pasien dirawat selama 12 hari, kemudian

pasein dirujuk ke poli fisioterapi. Pasien datang dengan kondisi lemah

pada AGA dan AGB dextra.

c. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU:Tidak ada penyakit yang menyertai.

Page 35: Makalah m Darma Shalihin

35

d. RIWAYAT PRIBADI:Pasien yang bernama tn. Amril dengan usia 63 tahun memiliki

pekerjaan sebagai petani

e. RIWAYAT KELUARGA

Hypertensi : ( + )

DM : ( - )

f. ANAMNESIS SISTEM :a) Kepala dan leher :

-tidak ada keluhan pusing

-tidak ada keluhan kaku kuduk

b) Kardiovaskuler :Tidak ada keluhan: -nyeri dada

-jantung berdebar

-nafas cepat

c) Respirasi:Tidak ada keluhan batuk dan sesak nafas

d) Gastro intestinalis:BAB terkontrol.

e) Urogenital:BAK terkontrol

f) Musculoskeletal:-Adanya atrophi pada otot tungkai bawah bagian kanan yaitu pada

otot m.gastrocnemeus dan m.soleus

-adanya spasme pada m.deltoideus dan m.trapezius

g) NervorumTidak ada kesemutan

Page 36: Makalah m Darma Shalihin

36

2. PEMERIKSAAN FISIKa. TANDA-TANDA VITAL

1) Tekanan darah : 130/80 mmHg2) Denyut nadi : 78x/menit3) Frekuensi pernapasan : 22x/menit4) Temperatur : 36 ۫ c5) Tinggi badan : 160 cm6) Berat badan : 60 kg

b. INSPEKSIStatik : -kepala sedikit condong kedepan

Dinamis : -melangkah normal

-duduk berdiri bagus

c. PALPISI-Suhu tubuh : masih dalam batas normal

-ada contractur pada tendong archiles kanan

-adanya spasme pada m.deltoideus dan m.trapezius

d. PERKUSI -

e. AUSKULTASI -

f. GERAKAN DASAR

1) Garak aktif:

-Flexi-extensi shoulder, ada nyeri, tidak full rom

-Abduksi-adduksi shoulder, tidak ada nyeri, full rom

-eksorotasi-endorotasi elbow, tidak ada nyeri full rom

-flexi-extensi elbow, tidak ada nyeri, tidak full

rom

-palmar flexi-dorsi flesi wrist, tidak ada nyeri, full rom

Page 37: Makalah m Darma Shalihin

37

-flexi-extensi hip, tidak ada nyeri, full rom

-abduksi-adduksi hip, tidak ada nyeri, full rom

-plantar flexi-dorso flexi ankle, tidak ada nyeri, full

rom

2) Gerakan pasif:-Flexi-extensi shoulder, ada nyeri, full rom

-Abduksi-adduksi shoulder, tidak ada nyeri, full rom-eksorotasi-endorotasi elbow, tidak ada nyeri full rom-flexi-extensi elbow, tidak ada nyeri, tidak full rom-palmar flexi-dorsi flesi wrist, tidak ada nyeri, full rom-flexi-extensi hip, tidak ada nyeri, full rom

-abduksi-adduksi hip, tidak ada nyeri, full rom

-plantar flexi-dorso flexi ankle, tidak ada nyeri, full

Rom.

3) Gerakan melawan tahanan:

Pasien mampu melawan tahanan maksimal yang diberikan terapis

kepada pasien.

g. KOGNITIF, INTRAPERSONAL & INTERPERSONAL

1) Kognitif:Pasien mampu menceritakan yang dialaminya sampai sekarang

kepada terapis.

2) Intra personal:Pasien mampu menerima keadaan yang dialaminya

Dan pasien memiliki motivasi yang tinggi untuk sembuh.

3) Inter personal:

Pasien mampu bekerjasama dengan fisioterapis, keluarga dan

masyarakat.

Page 38: Makalah m Darma Shalihin

38

h. KEMAMPUAN FUNGSIONAL & LINGKUNGAN AKTIVITAS1) Fungsional dasar:

-Pasien mampu melakukan gerakan terlentang miring kesisi yang sehat

dan sakit.

-pasien mampu duduk sendiri dari terlentang.

-pasien mampu beridiri sendiri dari posisi duduk.

-pasien mampu melakukan neck control.

2) Pasien Aktivitas fungsional:

Pasien mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara

mandiri seperti : makan dan minum,berdiri dan berjalan,toileting dan

dressing.

3) Lingkungan aktivitas:

Keluarga sangat mendukung proses terapi pasien

3. PEMERIKSAAN SPESIFIKa. Tes sensibilitas pada kulit

Pasien mampu membedakan antara tajam-tupul, panas-dingin, halus-

kasar.

b. Manual muscle test

Gerakan Nilai

Flexi shoulder 4

Extensi shoulder 4

Abduksi shoulder 5

Page 39: Makalah m Darma Shalihin

39

Adduksi shoulder 5

Eksorotasi shoulder 5

Endorotasi shoulder 5

Flexi elbow 5

Extensi elbow 5

Palmar plexi wrist 5

Dorsi flexi wrist 5

Flexi hip 5

Extensi hip 5

Abduksi hip 5

Adduksi hip 5

Flexi knee 5

Extensi knee 5

Dorsi flexi ankle 2

Plantar flexi ankle 5

c. Indeks barthel

no Aktivitas Nilai

1 Makan 10

2 mandi 5

3 Kebersihan diri 5

4 Berpakaian 10

5 BAB 10

6 BAK 10

Page 40: Makalah m Darma Shalihin

40

7 Toileting 10

8 Transfer 15

9 Mobilitas 15

10 Naik turun tangga 10

d. Pemeriksaan pada tungkai bawah dengan menggunakan goniometer

Kaki kanan Kaki kiri

1/3 proximal 29 cm 1/3 proximal 30 cm

1/3 distal 17 cm 1/3 distal 19 cm

Dari pengukuran diatas, didapat kesimpulan bahwa pada tungkai

bawah bagian kanan lebih kecil dari otot tungkai bawah bagian kiri

e. Verbal Diskriptive Scale (VAS)

Nyeri gerak : flexi shoulder: 1 2 3 4 5 6 7

(nyeri ringan)

Extensi shoulder: 1 2 3 4 5 6 7

(nyeri ringan)

B. INTERPRESTASI DATA / DIAGNOSIS FISIOTERAPI1. PERMASALAHAN KAPASITAS FISIK

-Adanya athropi otot pada tungkai bawah bagian kanan.

-adanya contraktur pada tendon archiles bagian kanan.

2. PERMASALAHAN KAPASITAS FUNSIONALPasien mengalami hambatan pada saat menaiki tangga

C. PROGRAM / RENCANA FISIOTERAPI

Page 41: Makalah m Darma Shalihin

41

1. TUJUANa. Tujuan jangka pendek

-memelihara dan mempertahankan tonus otot-mengurangi contractur-meningkatkan kekuatan otot-menurunkan nyeri gerak

b. Tujuan jangka panjang-melanjutkan tujuan jangka pendek.-meningkatkan kapasitas fifik.

-mengembalikan fungsional pasien kembali seperti semula tanpa adanya keluhan.

2. TINDAKAN FISIOTERAPIa. Teknologi fisioterapi:

1. Teknologi alternatif:-ir, us, vibrator, exercise teraphy, tens.

2. Teknologi terpilih:Ir, us dan exercise teraphy.

3. Teknologi yang dilaksanakan:Ir, us dan exercise teraphy.

b. Edukasi

Pasien dianjurkan melakukan latihan-latihan yang

diberikan fisioterapi secara rutin, seperti gerak: flexi-extensi

shoulder,abduk-adduksi shoulder,flexi-extensi elbow, dorsi

flexi wrist-palmar flexi wrist,flexi-extensi hip, abduksi-

adduksi hip,dorsi flexi ankle dan plantar flexi ankle, serta

flexi-extensi jari tangan dan kaki. Pasien diminta untuk

melibatkan anggota gerak yang sakit.

Page 42: Makalah m Darma Shalihin

42

3. RENCANA EVALUASIAkan dilakukan evaluasi setiap kali pasien terapi

D. PROGNOSISQuo ad vitam : BaikQuo ad sanam : baikQuo ad cosmeticam : baikQuo ad fungsionam : baik

E. PENATALAKSANAAN FISIOTERAPITanggal 19/07/20121. Infra Reda. Persiapan alat

Siapkan alat, kemudian cek kabel dan cek keadaan lampu

b. Persiapan pasien

Posisi pasien tidur telentang, bebaskan area yang akan diterapi

dari pakaian. Sebelum terapi, kulit harus kering dan dilakukan tes

sensibilitas terlebih dahulu, serta berikan iformasi yang jelas

kepada pasien, tentang tujuan terapi, mengenai apa yang dirasakan

dan apa yang tidak boleh dilakukan selama terapi.

c. Pelaksanaan terapi

Atur sedemikian rupa lampu sinar infra merah, sehingga

dapat menjangkau daerah yang akan diterapi dengan jarak 30-

45 cm. posisi lampu sinar infra merah tegak lurus terhadap

daerah yang akan diterapi. Setelah semuanya siap alat

dihidupkan dan atur waktu selama 10 menit. Selama proses

terapi berlangsung, fisioterapis harus mengontrol panas yang

Page 43: Makalah m Darma Shalihin

43

akan diterima pasien, setelah proses terapi selesai, rapikan alat

kekondisi semula.

2. USa. Persiapan alat

Periksa kondisi kabel, apakah ada yang terkelupas atau

tidak, kemudian periksa tranducer

b. persiapan pasien

posisi pasien diatur senyaman mungkin, kemudian

lakukan tes sensibilitas pada kulit pasien, apakah kulit

sensitive apa tidak.

c. pelaksanaan terapi

posisi pasien telungkup, kemudian berikan gell pada area

yang akan diterapi. Kemudian atur waktu 5 menit, lalu

gosokkan tranducer pada area yang telah diberi gell tersebut.

Kemudian naikkan intensitas sampai 1.20 Hz. Setelah selesai,

kembalikan alat kekondisi semula.

3. Terapi latihan

a. Active movement

Pasien diminta menggerakkan AGA dan AGB (kesemua arah

gerakan). Dilakukan semampu pasien.

b. Passive movement

Semua gerakan AGA dan AGB pasien digerakkan secara passive,

dilakukan semampu pasien.

Page 44: Makalah m Darma Shalihin

44

c. Gerakan melawan tahanan

Pasien diminta untuk melawan tahanan minimal hingga maksimal

yang diberikan terapis kepada pasien pada semua arah gerakan.

F. EVALUASI

Pasien yang bernama Tn. Amril, umur 63 tahun dengan diagnose post stroke

hemiparese dextra. Setelah dilakukan 1 x terapi didapatkan hasil.

Skala indeks barthel

no Aktivitas nilai

1 Makan 10

2 mandi 5

3 Kebersihan diri 5

4 Berpakaian 10

5 BAB 10

6 BAK 10

7 Toileting 10

8 Transfer 15

9 Mobilitas 15

10 Naik turun tangga 10

Verbal Deskriptive Test (VAS)

Nyeri gerak : flexi shoulder: 1 2 3 4 5 6 7

Page 45: Makalah m Darma Shalihin

45

(nyeri ringan)

Extensi shoulder: 1 2 3 4 5 6 7

Manual muscle test

Gerakan Nilai

Flexi shoulder 4

Extensi shoulder 4

Abduksi shoulder 5

Adduksi shoulder 5

Eksorotasi shoulder 5

Endorotasi shoulder 5

Flexi elbow 5

Extensi elbow 5

Palmar plexi wrist 5

Dorsi flexi wrist 5

Flexi hip 5

Extensi hip 5

Abduksi hip 5

Adduksi hip 5

Flexi knee 5

Extensi knee 5

Dorsi flexi ankle 2

Plantar flexi ankle 5

Page 46: Makalah m Darma Shalihin

46

Pemeriksaan tungkai bawah dengan menggunakan goniometer

Kaki kanan Kaki kiri

1/3 proximal 29 cm 1/3 proximal 30 cm

1/3 distal 17 cm 1/3 distal 19 cm

G. HASIL TERAPI TERKHIR

Berdasarkan hasil evaluasi diatas, maka didapatkan hasil sebagai berikut :

1. Nyeri tetap

2. Kekuatan otot tetap

3. Spasme otot berkurang

Berdasarkan hasil evaluasi diatas, maka pasien yang bernama Tn. Amril dianjurkan untuk menjalani terapi lanjutan.

DAFTAR PUSTAKA

Chusid, JG, 1990 ; Neuroanatomi Korelatif Dan Neurologi Fungsional; Gajah Mada University Press, Yogyakarta, hal. 1, 11, dan 12.

Page 47: Makalah m Darma Shalihin

47

Chusid, JG 1993; Neuroanatomi Korelatif Dan Neurologi Fungsional, cetakan ke empat, Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1992. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan: Jakarta.

Davies, P. M., 1985 ; Step To Follow; Springer-Verlag, New York.

Duss, P., 1996 ; Diagnosa Topik Neurologi; Anatomi, Fisiologi, Tanda ,Gejala; Edisi 2, EGC, Jakarta, hal. 33 dan 35.

Feigin, V., 2006 ; Stroke; PT Buana Ilmu Populer, Jakarta, hal xxi-xxii, 3-7, 23-43, dan 48.

Harsono, 2005; Kapita Selekta Neurologi; cetakan kelima, Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

IFI, 2006; Dasar Hukum Praktek Fisioterapi; dikutip Majalah Fisioterapi Indonesia; volume 6 no.10, Agustus 2006.

Johnstone, 1987; The Stroke Patient: A Team Approach, Churchill Livingstone, London.

Johnstone, 1991; Therapy for Stroke, Churchill Livingstone, London.

Junaidi, I., 2006 ; Stroke A-Z; PT Bhuana Ilmu Populer, Jakarta, hal 18 dan 19.

Kisner, Carolyn, and Lynn, Colby, 1996; Therapeutic Exercise Foundation and Technique, Third edition, F.A Davis Company. Philadelphia.

Page 48: Makalah m Darma Shalihin

48

Mahar Mardjono dan Priguna Sidharta,1989;Neurologi Klinis Dasar; Edisi Lima; Dian Rakyat, Jakarta.

Martin, J.H, 2003; Neuroanatomy: text and atlas; third edition, Medical Publishing Division, New York.

Price, S.A & Wilson, L.M., 1995; Fisiologi Proses-Proses Penyakit; alih bahasa Peter Anugrah, EGC, Jakarta.

Pudjiastuti, S. S. dan U., Budi, 2003 ; Fisioterapi Pada Lansia; EGC, Jakarta, hal. 61, 66, 67, 72, dan 119.

Setiawan,2002;Motor Relearning Programme (MRP) pada Stroke; dikutip Journal Ikatan Fisioterapi Indonesia, volume 2, 2002. Jakarta.

Setiawan, 2007 ; Pelatihan Nasional Dimensi Baru Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Stroke Secara Paripurna; Surakarta.

Sidharta, Priguna, 1995; Neurologi Klinis Dalam Praktek Umum , Cetakan kelima, Jakarta Dian Rakyat.

Sidharta, P., 1997 ; Neurologi Klinis Dasar; Dian Rakyat, Jakarta, hal. 1, 3, 4, 11, dan 30.

Sidharta, Priguna, 1999 ; Tata Pemeriksaan Klinis dalam Neurologi, cetakan ketiga, Dian Rakyat, Jakarta.

Singgih, S., 2003; Sistem Saraf Sebagai Sistem Pengendali Tubuh; Diakses tanggal 8/03/2009, dari http://ikdu.fk.ui.ac.id/SISTEM_PENGENDALI TUBUHsas.pdf

Snell, Richard S.,1996;Neuro Anatomi Klinik; Edisi Dua, Alih Bahasa dari dr R. F. Maulany, MSc, EGC, Jakarta.

Page 49: Makalah m Darma Shalihin

49

Soehardi, 1992; Fisioterapi pada Stroke dengan Pendekatan M. Johnstone, Jakarta: IKAFI & YASTROKI.

Sustrani, L., Alam, S., Hadibroto, I., 2004; Stroke; PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.