Makalah Limbah Tumpahan Minyak
-
Upload
rahayu-agustia -
Category
Documents
-
view
800 -
download
16
Transcript of Makalah Limbah Tumpahan Minyak
Limbah Tumpahan Minyak di Laut
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pencemaran perairan adalah suatu perubahan fisika, kimia dan biologi yang
tidak dikehendaki pada ekosistem perairan yang akan menimbulkan kerugian pada
sumber kehidupan, kondisi kehidupan dan proses industri (Odum 1993). Menurut
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1999, pencemaran laut diartikan dengan
masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen
lain ke dalam lingkungan laut oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun
sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan laut tidak sesuai lagi
dengan baku mutu dan/atau fungsinya.
Menurut UNCLOS (2007) pencemaran laut adalah perubahan dalam
lingkungan laut termasuk muara sungai (estuaries) yang menimbulkan akibat
buruk sehingga dapat merugikan sumber daya laut hayati (marine living
resources), membahayakan kesehatan manusia, gangguan terhadap kegiatan di
laut termasuk perikanan dan penggunaan laut secara wajar, menurunkan kualitas
air laut, mutu kegunaan dan manfaatnya. Pengendalian pencemaran laut
merupakan salah satu wujud pelestarian lingkungan dan sumberdaya alam yang
dikandungnya (Clark 2003).
Bahan-bahan pencemar yang dibuang ke laut diklasifikasikan atas senyawa
konservatif (senyawa yang sukar terurai) dan senyawa non konservatif (senyawa
yang mudah terurai di perairan). Polutan yang masuk ke perairan laut seringkali
mengandung senyawa konservatif dan non-konservatif, salah satu diantaranya
adalah polutan minyak. Minyak merupakan polutan yang memiliki potensi besar
mencemari air laut. Pencemaran minyak merupakan penyebab utama pencemaran
laut yang dapat membahayakan ekosistem laut karena laut dan biota perairan
sangat rentan terhadap minyak (Mukhtasor 2007).
Akibat jangka pendek dari pencemaran minyak adalah terjadinya kerusakan
pada membran sel biota laut oleh molekul-molekul hidrokarbon minyak yang
mengakibatkan keluarnya cairan sel dan meresapnya bahan tersebut ke dalam sel.
1
Limbah Tumpahan Minyak di Laut
Berbagai jenis udang dan ikan akan berbau minyak, sehingga menyebabkan turun
mutunya. Secara langsung minyak dapat menyebabkankematian ikan karena
kekurangan oksigen, keracunan karbon monoksida, dan keracunan langsung oleh
bahan toksik. Dampak jangka panjang dari pencemaran minyak dialami oleh biota
laut yang masih muda. Minyak dapat teradsobsi dan termakan oleh biota laut,
sebagian akan terakumulasi dalam senyawa lemak dan protein. Sifat akumulasi ini
dapat dipindahkan dari organisma satu ke organisma lain melalui rantai makanan
(Sumadhiharga 1995).
Secara fisik, pencemaran minyak akan terlihat jelas pada lingkungan laut
seperti pantai menjadi kotor akibat permukaan air laut tertutup oleh lapisan
minyak atau karena gumpalan ter dipermukaan air laut. Secara kimia, minyak
bumi mengandung senyawa aromatik hidrokarbon yang bersifat toksik dan dapat
mematikan organisme laut. Secara biologi, adanya pencemaran minyak dapat
mengganggu kehidupan organisme termasuk ikan, oleh karena itu perlu suatu
usaha yang intensif untuk meminimalkan pencemaran minyak di laut. Pengaruh
spesifik dampak dari pencemaran minyak terhadap lingkungan perairan laut dan
pantai tergantung pada jumlah minyak yang mencemari, lokasi kejadian, dan
waktu kejadian (Syakti 2004)
1.2 Permasalahan
Permasalahan yang muncul adalah bagaimana menjelaskan sistem
pendingin dan bagaimana mendeskripsikan proses termodinamika yang terjadi
pada siklus pendingin, serta bagaimana aplikasi sistem pendingin tersebut pada
lemari es.
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Memahami cara kerja dan proses dari sistem pendingin.
2. Memahami aplikasi sistem pendingin dari lemari es.
2
Limbah Tumpahan Minyak di Laut
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Karakteristik Minyak di Perairan
Minyak adalah istilah umum yang digunakan untuk menyatakan produk
petroleum yang komposisi utamanya terdiri dari hidrokarbon. Minyak bumi
merupakan campuran yang sangat kompleks dari hidrokarbon-hidrokarbon
organik (sel-sel dan jaringan hewan dan tumbuhan) yang tertimbun selama jutaan
tahun yang lalu di dalam tanah baik di daerah daratan maupun di daerah lepas
pantai (Mukhtasor 2007).
Minyak mentah (crude oil) yang baru keluar dari sumur eksplorasi
mengandung bermacam-macam zat kimia yang berbeda baik dalam bentuk gas,
cair maupun padatan. Lebih dari separoh (50-98%) dari zat-zat tersebut adalah
merupakan hidrokarbon. Senyawa utama yang terkandung di dalam minyak bumi
adalah alifatik, alisiklik dan aromatik (Supriharyono 2000).
Komponen hidrokarbon aromatik jumlahnya relatif kecil dibandingkan
dengan komponen hidrokarbon lainnya yaitu berkisar 2–4 %. Komponen
hidrokarbon aromatik yang paling sederhana adalah benzen. Secara umum
senyawa aromatik bersifat mudah menguap (folatil) dan lebih beracun dari
senyawa lainnya (Darmono 2001). Penyebaran minyak yang masuk ke perairan
tergantung pada jumlah, karakteristik dan tipe minyak, kondisi cuaca, gelombang,
arus dan jika minyak tertinggal di laut atau terbawa ke darat. Polutan yang berasal
dari minyak bumi (petroleum hydrocarbon) telah memperoleh perhatian yang
sangat besar secara internasional, politik dan keilmuan apabila mencemari
perairan. Hal ini disebabkan karena pengaruh minyak terhadap ekosistem perairan
mampu menurunkan kualitas air laut (Mukhtasor 2007).
2.1.1 Karakteristik Fisika Minyak
Karakteristik fisik minyak yang mempengaruhi prilaku minyak di laut
yang penting adalah densitas, viskositas, titik ubah (pour point) dan kelarutan air.
3
Limbah Tumpahan Minyak di Laut
a. Densitas
Densitas diekspresikan sebagai specific gravity dan American Petroleum
Institute (API) gravity. Specific gravity adalah rasio berat massa minyak dan berat
massa air pada temperature tertentu. API gravity dinyatakan dalam angka 10°
pada air murni 10°C. Minyak mentah mempunyai specific gravity pada kisaran
0,79-1,00. Densitas minyak memegang peranan penting untuk memprediksi
prilaku minyak di perairan (BP Migas 2002).
b. Viskositas
Viskositas adalah sifat yang menunjukkan ketahanan dalam perubahan
bentuk dan pergerakan. Viskositas rendah berarti mudah mengalir. Faktor
viskositas adalah komposisi minyak dan temperature. Viskositas ini penting untuk
memprediksi penyebaran minyak di air.
c. Titik ubah
Titik ubah adalah tingkatan suhu yang mengubah minyak menjadi
memadat atau berhenti mengalir. Titik ubah minyak mentah berkisar –57°C
hingga 32°C. Tititk ubah ini juga penting untuk prediksi prilaku minyak di
perairan.
d. Kelarutan
Kelarutan minyak dalam air adalah rendah sekitar 30 mg/L dan tergantung
kepada komposisi kimia dan suhu. Besaran kelarutan itu dicapai oleh minyak
aromatis dengan berat molekul kecil seperti benzena, toluena, ethylbenzena, dan
xylena (BTEX). Sifat kelarutan ini penting untuk prediksi prilaku minyak di air,
proses bioremediasi, dan ekotoksisitas minyak (NAS 1985).
2.1.2 Komposisi Minyak
Minyak adalah suatu campuran yang sangat kompleks yang terutama
terdiri dari senyawa-senyawa hidrokarbon,yaitu senyawa-senyawa organik yang
4
Limbah Tumpahan Minyak di Laut
setiap molekulnya hanya mempunyai unsur karbon dan hidrogen saja. Komposisi
kimia minyak mentah berbeda dengan minyak hasil olahan.
1. Minyak mentah
Minyak bumi ditemukan bersama-sama dengan gas alam. Minyak bumi
yang telah dipisahkan dari gas alam disebut juga minyak mentah (crude oil).
Minyak mentah dapat dibedakan atas:
a. Minyak mentah ringan (light crude oil), mengandung kadar logam dan
belerang rendah, berwarna terang dan bersifat encer (viskositas rendah).
b. Minyak mentah berat (heavy crude oil), mengandung kadar logam dan
belerang tinggi, memiliki viskositas tinggi sehingga harus dipanaskan agar
meleleh.
Minyak mentah merupakan campuran yang kompleks dengan komponen
utama alkana dan sebagian kecil alkena, alkuna, siklo-alkana, aromatik, dan
senyawa anorganik. Minyak mentah mengandung sekitar 50–98 % senyawa
hidrokarbon dan sisanya merupakan senyawa non-hidrokarbon (sulfur,nitrogen,
oxigen, dan beberapa logam berat seperti V, Ni dan Cu). Air dan garam hampir
selalu terdapat dalam minyak bumi dalam keadaan terdispersi. Bahan-bahan
bukan hidrokarbon ini biasanya dianggap sebagai kotoran karena pada umumnya
akan memberikan gangguan dalam proses pengolahan minyak dalam kilang dan
mempengaruhi kualitas minyak yang dihasilkan.
Berdasarkan kelarutannya dalam pelarut organik, minyak dapat
diklasifikasikan atas hidrokarbon jenuh, Hidrokarbon aromatis, dan resin
(Ryabinin 1998).
a. Hidrokarbon jenuh (saturated hydrocarbons)
Hidrokarbon jenuh adalah kelompok minyak yang dicirikan dengan
adanya rantai atom karbon (bercabang atau tidak bercabang atau membentuk
siklik) berikatan dengan atom hidrogen, dan merupakan rantai atom jenuh.
Hidrokarbon jenuh meliputi senyawa alkana dengan struktur CnH2n+2 (aliphatis)
5
Limbah Tumpahan Minyak di Laut
dan CnH2n (alicyclis), dimana n > 40. Hidrokarbon jenuh merupakan kandungan
terbanyak dalam minyak mentah, termasuk dalam kelompok ini adalah golongan
alkana (paraffin), yang mewakili 10-40 % komposisi minyak mentah.
b. Hidrokarbon aromatis
Hidrokarbon aromatis meliputi monocyclis aromatis benzene, toluene, etil
toluene dan xilena (BTEX) dan polisik aromatis hidrokarbons (PAHs) yang
meliputi naphthalene, anthracene, dan phenanthrene (BP MIGAS 2002).
Senyawa aromatik ini merupakan komponen minyak mentah yang paling
beracun, dan bisa memberi dampak kronik (menahun, berjangka lama) dan
karsinogenik (menyebabkan kanker). Hampir kebanyakan aromatik bermassa
rendah (low-weight aromatics), dapat larut dalam air sehingga meningkatkan
bioavaibilitas yang dapat menyebabkan terpaparnya organisma didalam matrik
tanah ataupun pada badan air. Jumlah relatif hidrokarbon aromatis didalam mnyak
mentah bervariasi dari 10-30 % (Syakti 2004).
c. Resin dan aspal
Komponen penyusun minyak tersebut juga terdiri atas aspal (asphalt) dan
resin dengan komposisi 5-20 % yang merupakan komponen berat dengan struktur
kimia yang kompleks berupa senyawa siklik aromatik dengan lebih dari lima
cincin aromatik dan napthenoaromatik dengan gugus-gugus fungsional sehingga
senyawa-senyawa tersebut memiliki polaritas yang tinggi.
Resin merupakan senyawa polar yang mengandung senyawa nitrogen,
sulfur, oksigen (pyridines dan thiophenes), sehingga disebut pula sebagai senyawa
NSO. Aspal adalah senyawa dengan berat molekul besar dan pada umumnya
mengandung logam berat nikel, vanadium, dan besi. Aspal sukar larut dalam air
dan mempunyai sifat fisik padat (BP Migas 2002).
2. Minyak hasil olahan (minyak)
Minyak hasil olahan seperti gasolin, kerosen dan minyak jett adalah
produk olahan minyak mentah melalui proses catalitic cracking dan fractional
6
Limbah Tumpahan Minyak di Laut
distilation. Distilation adalah pemisahan fraksi-fraksi minyak bumi berdasarkan
perbedaan titik didihnya. Mula-mula minyak mentah dipanaskan dalam aliran pipa
dalam furnace (tanur) sampai dengan suhu ±370°C. Hasil olahan berupa minyak
mempunyai sifat fisik kimia yang berbeda dengan minyak mentah.
Senyawa baru dapat muncul dalam minyak olahan yang dihasilkan dari
proses pengolahan minyak mentah. Minyak hasil olahan mempunyai kandungan
senyawa hidrokarbon tak jenuh seperti olefins (alkena dan cycloalkena) dari
proses catalytic cracking. Kandungan olefins dapat mencapai 30% dalam gasoline
dan sekitar 1% dalam jet fuel (NAS 1985).
Secara umum toksisitas minyak mentah meningkat dengan memanjangnya
rantai hidrokarbon. Selanjutnya hidrokarbon aromatik lebih toksik apabila
dibandingkan dengan sikloalkana dan alkana. Selain hidrokarbon, minyak bumi
juga mengandung senyawa lain seperti nitrogen dengan kisaran 0,0-0,9%,
belerang 0,0-1%, dan oksigen 0,0-2% (Neff 1976).
Semua minyak mentah dan produk minyak kilang lainnya beracun
terhadap organisme laut. Efek lethal semakin menurun dengan meningkatnya
lama waktu. Pada tahap jentik dan larva efek lethalnya terhadap minyak terjadi
pada konsentrasi 0,1-1,0 mg/l dan organisme dewasa terjadi pada kisaran 1,0-10
mg/l (Bishop & Paul 1983).
Fraksi minyak bumi yang tidak larut dapat menyebabkan
kerusakan karena dapat menempel pada organisme dan menyebabkan organisme
tersebut matilemas. Selain itu, minyak juga dapat menyebabkan
terkontaminasinya organisme perairan yang biasanya dikonsumsi. Hidrokarbon
aromatik pada titik didih rendah seperti benzena, toluena, xilena, nafthalena dan
phenantrena merupakan fraksi yang paling toksik dan penyebab utama kematian
organisme (BP Migas 2002).
Senyawa hidrokarbon yang terdapat dalam minyak bumi seperti benzena,
toluena, etil benzena dan isomer xilena (BTEX) mempunyai sifat mutagenik dan
karsinogenik pada manusia. Senyawa ini sulit mengalami perobakan di alam
sehingga akan mengalami proses akumulasi pada rantai makanan (biomagnifikasi)
pada ikan maupun biota laut lainnya (Mukhtasor 2007).
7
Limbah Tumpahan Minyak di Laut
2.1.3 Prilaku Minyak di Perairan
Pada saat terjadi pencemaran minyak di perairan, minyak akan mengalami
serangkaian perubahan atas sifat fisik dan kimiawi. Sebagian perubahan tersebut
mengarah pada hilangnya beberapa fraksi minyak dari permukaan laut, sementara
perubahan lainnya berlangung dengan masih terdapatnya bagian material minyak
di permukaan laut. Meskipun sebahagian minyak tersebut terurai oleh lingkungan
laut, namun waktu yang dibutuhkan untuk proses penguraian itu tergantung pada
karakteristik fisika dan kimiawi minyak dan proses penguraiannya secara alamiah.
Beberapa faktor utama yang mempengaruhi perubahan sifat minyak adalah:
a. Karaterisik fisika minyak (densitas, viskositas, dan kelarutannya).
b. Komposisi dan karakteristik kimia minyak.
c. Kondisi sinar matahari (fotooksidasi), kondisi oseanografi dan suhu udara.
d. Karakteristik air laut (pH, arus, suhu, keberadaan bakteri, nutrien, dan
oksigen terlaut).
Pada saat minyak masuk ke lingkungan laut sebagai pencemar, minyak
segera mengalami perubahan fisik dan kimia melalui proses penyebaran
(spreading), penguapan (evaporation), dispersi (dispersion) emulsifikasi
(emulsification), pelarutan (dissolution), oksidasi (oxidation) dan sedimentasi
(sedimentation) dan penguraian secara biologis (biodegredation). Semua proses
ini merupakan proses pelapukan (weathering) yang menguraikan komponen
minyak di perairan (IPIECA 2001).
Proses penyebaran minyak akan menyebabkan lapisan menjadi lebih tipis
serta tingkat penguapan meningkat. Hilangnya sebahagian material yang
volatilmenyebabkan minyak lebih padat, berat dan tenggelam (GAO 2007).
Prilaku minyak di perairan tersebut diuraikan sebagai berikut.
a. Penyebaran (spreading)
Pada saat masuk ke perairan laut, minyak akan tersebar ke seluruh
permukaan laut dalam satu lapisan. Kecepatan penyebarannya tergantung pada
tingkat viskositas minyak. Minyak yang viskositasnya rendah dan berbentuk cair
8
Limbah Tumpahan Minyak di Laut
akan menyebar lebih cepat dari minyak yang viskositasnya tinggi. Lapisan
minyak
ini akan menyebar dengan cepat dan menutupi wilayah permukaan laut.
Penyebaran minyak tersebut pada umumnya tidak merata. Setelah
beberapa jam, lapisan tersebut akan pecah dan karena pengaruh angin, aksi
gelombang dan turbulensi air laut, akan membentuk buih tipis. Tingkat
penyebaran minyak juga ditentukan oleh kondisi fisik perairan seperti temperatur,
arus laut, pengaruh pasang dan kecepatan angin (Reed et al. 1999).
Gelombang dan turbulensi di permukaan laut dapat mengakibatkan
seluruhnya atau sebagian dari lapisan minyak pecah menjadi beberapa bagian dan
tetesan yang ukurannya bervariasi. Ini akan tercampur ke dalam lapisan atas pada
kolom air. Beberapa dari tetesan yang lebih kecil akan tertinggal dan tersuspensi
pada air laut sementara tetesan yang lebih besar akan cenderung naik ke
permukaan, dimana tetesan-tetesan ini kemungkinan tidak bergabung dengan
tetesan lain dan membentuk lapisan atau tersebar membentuk lapisan tipis
(NOOA 2002). Penyebaran ini merupakan proses terpenting selama awal ekspose
minyak dalam air. Proses ini akan memperluas sebaran minyak sehingga
meningkatkan perpindahan massa melalui proses evaporasi, pelarutan dan
biodegradasi.
b. Penguapan (evaporation)
Proses penguapan adalah mekanisme utama hilangnya sebahagian fraksi
minyak dari permukaan laut. Laju dan jangkauan proses penguapan banyak
tergantung pada proporsi fraksi bertitik-didih rendah dari lapisan minyak yang
tumpah. Proses penguapan juga bergantung pada proses penyebaran awal yang
telah berlangsung, sebab makin luas dan tipis ketebalan tutupan daerah
penyebaran minyak, makin cepat fraksi minyak ringan untuk menguap. Faktor
lingkungan yang mempengaruhi penguapan minyak adalah angin, gelombang air
dan suhu. Proses penguapan menyebabkan minyak yang mengalami peningkatan
densitas dan viskositas (Mangkoedihardjo 2005). Minyak ringan seperti bensin
dapat menguap hingga 90 % dari total volumenya selama dua hari, sedangkan
9
Limbah Tumpahan Minyak di Laut
minyak mentah ringan dapat menguap hingga 40%. Sebaliknya minyak mentah
berat (residu) melepaskan tidak lebih dari 10% dari volume awalnya beberapa hari
setelah terjadi pencemaran minyak. Penguapan senyawa alkana (< C15) dan
aromatik berlangsung 1 – 10 hari (Xueqing et al. 2001).
c. Dispersi (dispertion)
Dispersi adalah mekanisme fraksinasi dari lapisan minyak menyebar
dalam bentuk gumpalan (droplet) dan pergerakannya di dalam badan air dapat
secara vertikal dan horizontal. Dispersi vertikal berkaitan dengan pergerakan
droplet yang memiliki dimensi kurang dari 100 μm. Fenomena ini lebih dianggap
sebagai pergerakan polutan dari satu tempat ketempat lain dan bukan sebagai
mekanisme degradasi. Formasi gumpalan minyak ukuran kecil secara signifikan
mampu meningkatkan kontak antara air laut dan minyak dan penguraian minyak
oleh mikroorganisme akan semakin besar. Gumpalan minyak akan menyebar
melalui lapisan atas air laut dan akan terapung kembali ke permukaan laut
tergantung pada densitas dan ukuran gumpalan minyak tersebut (Syakti 2004).
d. Emulsifikasi (emulsification)
Emulsifikasi adalah proses perubahan status butiran minyak dalam air
menjadi butiran air dalam minyak. Gerakan gelombang menyebabkan lapisan
permukaan minyak bergerak ke bagian atas permukaan air sehingga menyebabkan
formasi minyak yang tidak larut dalam air akan teremulsi dengan cepat. Emulsi
mampu mengubah karakteristik minyak secara signifikan. Emulsi yang stabil
mengandung 65-80 % air. Emulsi perangkap air dapat meningkatkan volume
minyak menjadi 3-5 kali lebih besar (Mukhtasor 2007).
e. Pelarutan (dissolution)
Proses pelarutan berperan penting bagi proses biodegradasi minyak di
perairan. Kecepatan pelarutan dipengaruhi oleh komposisi kimiawi hidrokarbon
minyak bumi, luasan penyebaran, dan kondisi hidrooseanografi perairan (arus,
angin dan gelombang) dan viskositasnya. Senyawa aromatik dengan beratmolekul
10
Limbah Tumpahan Minyak di Laut
kecil seperti benzena dan toluena lebih mudah larut dalam air dibanding senyawa
minyak yang berberat molekul besar (NAS 1985).
Kelarutan berbagai jenis hidrokarbon minyak di dalam air dapat dilihat
pada Tabel di bawah ini :
Berdasarkan Tabel diatas, senyawa aromatis memiliki kelarutan yang lebih
tinggi dibandingkan dengan senyawa alkana. Benzena memiliki kelarutan yang
lebih tinggi, kemudian diikuti oleh toluene, ethylbenzena, xylena dan naphtalena.
Pada umumnya makin berat molekul dari senyawa hidrokarbon minyak semakin
kecil kelarutannya dalam air.
f. Oksidasi
Proses oksidasi mampu mengubah minyak menjadi senyawa-senyawa baru
berdasarkan kemampuan oksidasinya. Pada proses ini, hidrokarbon dapat
teroksidasi menjadi alkohol, keton dan asam-asam organik. Hasil oksidasi
merupakan senyawa yang lebih mampu larut dibandingkan dengan senyawa
hidrokarbon sebelumnya. Oksidasi minyak mentah dapat terjadi melalui dua
proses yaitu foto-oksidasi dan mikrobial-oksidasi. Saat minyak di perairan terkena
sinar matahari melalui bantuan oksigen maka terjadilah fotooksidasi dan diikuti
dengan oksidasi mikrobial secara aerob. Hal yang mempengaruhi fotooksidasi
adalah spektrum dan intensitas cahaya matahari, serta karakteristik permukaan air.
Radiasi matahari yang sampai ke lapisan minyak dapat meningkatkan proses
oksidasi (photo-oxidation), namun laju penguraian ini tidak lebih dari 0.1% per
11
Limbah Tumpahan Minyak di Laut
hari meskipun dibawah intensitas sinar matahari yang tinggi. Disamping itu, aksi
gelombang yang dapat mengakibatkan pecahnya minyak menjadi komponen-
komponen kecil dapat mempercepat proses oksidasi, karena luas bidang kontak
antara minyak dan oksigen semakin besarProses oksidasi akan sukar berlangsung
pada komponen minyak yang tebal dan berviskositas tinggi. Proses oksidasi
cenderung berjalan lambat sehingga minyak dapat membentuk formasi yang
persistant (sukar terurai) karena formasi komponen minyak dengan berat molekul
tinggi dapat menghasilkan lapisan pelindung pada permukaan gumpalan minyak.
Komponen ini cenderung mengalami proses sedimentasi karena berat jenisnya
lebih tinggi dari air laut (Mukhtasor 2007).
g. Sedimentasi (sedimentation)
Sedimentasi merupakan proses perubahan minyak menjadi sedimen
tersuspensi yang akhirnya akan tinggal di kolom air dan terakumulasi pada dasar
perairan. Sinking merupakan mekanisme dimana minyak yang berat jenisnya
lebih besar dari air akan pindah ke lapisan bawah secara alami karena gaya
gravitasi.
Sedimentasi memerlukan mekanisme proses untuk merubah minyak
menjadi sedimen. Proses sedimentasi minyak lebih cenderung berlangsung
melalui rantai makanan dan terdeposit pada dasar laut bersama kotoran buangan
organisme laut. Salah satu mekanisme yang terjadi adalah penyebaran butiran
minyak ke kolom perairan oleh zooplankton dan tenggelam ke dasar perairan (Lee
et al. 2005).
f. Penguraian secara biologi (biodegredation)
Biodegradasi adalah proses penguraian minyak oleh mikro-organisme
pada permukaan kontak minyak dengan air yang berlangsung pada beberapa
komponen minyak. Proses biodegradasi merupakan proses perpindahan massa
dari media lingkungan ke dalam massa mikroba (menjadi bentuk terikat dalam
massa mikroba) sehingga minyak hilang dari perairan. Menurut Syakti (2009),
kemampuan mikroorganisme mendegradasi minyak berbeda-beda dengan
12
Limbah Tumpahan Minyak di Laut
kecenderungan urutannya adalah senyawa n-alkana (hidrokarbon jenuh), aromatik
(benzena, naftalena, dan fenantrena), hidrokarbon jenuh bercabang (isoprenoid),
dan porhyrin. Hasil proses biodegradasi umumnya adalah karbondioksida dan
metana yang kurang berbahaya dibandingkan minyak pada besaran konsentrasi
yang sama. Mikroba yang mampu menguraikan minyak tersedia di dalam air yang
terdiri atas berbagai jenis bakteri, ragi dan fungi.
Bakteri terpenting adalah Achromobacter, Acinetobacter, Alcaligenes,
Arthrobacter, Bacillus, Brevibacterium, Cornybacterium, Flavobacterium,
Nocardia, Pseudomonas, Vibrio. Jenis ragi dan fungi yang mampu menguraikan
minyak adalah Aspergillus, Candida, Cladosporium, Penicillium, Rhodotorula,
Sporobolomyces, Trichoderma.
Menurut Shin (2001), efektivitas bioremediasi ditentukan oleh kondisi
faktor suhu, jumlah oksigen, nutrien pH dan salinitas. Pada suhu rendah viskositas
minyak meningkat dan volatilitas senyawa toksik menurun sehingga akan
menghambat proses bioremediasi. Hidrokarbon rantai pendek alkana lebih mudah
larut pada suhu rendah, sebaliknya pada suhu tinggi, senyawa aromatis lebih
mudah larut. Secara umum laju biodegradasi umumnya meningkat dengan
peningkatan suhu sampai batas tertentu. Laju biodegradasi minyak tertinggi di
laut dapat dicapai pada suhu 15 - 20°C (Mangkoedihardjo 2005).
Ketersediaan oksigen memegang peranan penting dalam proses
biodegradasi hidrokarbon jenuh dan aromatik (BTEX). PAHs dan alkanes dapat
terdegradasi pada kondisi anaerob (Xueqing et al. 2001).
Pada saat terjadi pencemaran minyak di laut, suplai karbon ke dalam air
laut meningkat. Pada saat itu di perairan terjadi ketidak seimbangan komposisi
nutrient dimana unsur C meningkat tajam sehingga C/N/P menjadi membesar
melebihi komposisi normal bagi kebutuhan mikroba. Untuk mengefektifkan
aktifitas mikroba diperlukan penambahan unsur nitrogen (N) dan fospor (P) agar
proporsi C/N/P seimbang. Secara teoritis perbandingan unsur C/N/P di perairan
adalah 150 mg nitrogen dan 30 mg phosphor diperlukan mikroba untuk konversi 1
g hidrokarbon menjadi sel baru (Mangkoedihardjo 2005).
13
Limbah Tumpahan Minyak di Laut
Pada umumnya bakteri heterotrof dan fungi menyukai pH netral dan fungi
masih toleran terhadap pH rendah. Oleh sebab itu biodegradasi minyak akan lebih
cepat berlangsung dengan peningkatan pH dan kecepatan optimum pada pH
alkalin (Mangkoedihardjo 2005). Perubahan salinitas dapat mempengaruhi
biodegradasi melalui perubahan populasi mikroba dan laju metabolisme
hidrokarbon akan menurun 3.3-28.4%.
Pada saat terjadi pencemaran minyak, polutan ini akan pecah dan
menyebar ke lingkungan laut selama beberapa waktu. Penghamburan ini adalah
hasil dari sejumlah proses kimia dan fisik yang menyebabkan berubahnya
komposisi minyak. Proses tersebut dinamakan pelapukan (weathering). Cara
dimana lapisan minyak pecah dan menyebar yang sangat tergantung pada
ketahanan (persisten) minyak tersebut. Produk ringan seperti kerosin cenderung
terevaporasi, tersebar dengan cepat dan akan hilang secara alami. Sifat fisika
minyak seperti densitas, viskositas, dan titik alir minyak akan mempengaruhi sifat
penyebarannya (IPIECA 2001).
Proses penyebaran minyak dipengaruhi oleh jumlah dan tipe minyak,
kondisi cuaca, arus dan gelombang. Berdasarkan sifatnya beberapa komponen dari
minyak bumi tergolong polutan konservatif (sukar terurai) sehingga dapat
bertahan lama di perairan sebelum menguap atau teradsorbsi oleh organisme
perairan. Hal ini di pengaruhi oleh faktor oseanografi perairan seperti arus, dan
gelombang laut. Sirkulasi arus dapat mempercepat penguapan, penyebaran
percampuran, penyerapan dan pengendapan minyak (Clark 2003).
Banyak kapal-kapal tanker, cargo dan ferry yang melintasi perairan Selat
Rupat yang menyebabkan perairan ini sangat rentan terhadap pencemaran minyak.
Propinsi Riau juga propinsi penghasil minyak, sehingga Pelabuhan Dumai telah
digunakan sebagai terminal bongkar-muat minyak. Oleh karena itu, di kawasan
Selat Rupat berpotensi terjadinya pencemaran minyak.
2.2 Sumber Pencemaran Laut
Lingkungan laut merupakan tempat hidupnya berbagai jenis biota laut dan
tumbuhan yang sangat beraneka ragam dan harus dilindungi untuk
14
Limbah Tumpahan Minyak di Laut
memertahankan ekosistim yang telah ada. Kerusakan lingkungan laut diakibatkan
oleh ulah manusia yang tidak peduli dan akibat pencemaran yang antara lain :
1. Penyebab Pencemaran Laut
Penyebab pencemaran laut dapat berasal dari :
a. Ladang minyak di bawah dasar laut, baik melalui rembesan maupun kesalahan
pengeboran pada operasi lepas pantai.
b. Kecelakaan pelayaran seperti kapal kandas, tenggelam dan kapal tanker yang
tabrakan.
c. Pembuangan air bilge(air got) dari kapal.
d. Terminal banker minyak dipelabuhan, dimana minyak dapat tumpah pada
waktu memuat/membongkar pengisian bahan bakar.
e. Limbah pembuangan refinery, minyak pelumas dan cairan yang mengandung
hydrocarbon dari darat.
Tumpahan minyak dari kapal terjadi karena faktor-faktor :
a. Kerusakan mekanis :
Kerusakan dari sistim peralatan kapal
Kebocoran lambung kapal
Kerusakan katup-katup hisap atau katup pembuangan kelaut
Kerusakan selang-selang muatan bahan bakar
b. Kesalahan manusia :
Kurang pengetahuan/pengalaman
Kurang perhatian dari personil pada saat pengisian bahan bakar
Kurang ditaatinya ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan
Kurangnya pengawasan terhadap pentingnya perlindungan lingkungan laut
2.3 Pengaruh Tumpahan Minyak
Pengaruh tumpahan minyak terhadap lingkungan laut ditentukan oleh
faktor biologis dan non biologis, yaitu antara lain :
a. Tipe Minyak Yang Tumpah
15
Limbah Tumpahan Minyak di Laut
Sifat fisika dan kimia bervariasi, sedangkan komponen minyak yang
paling beracun adalah fraksi aromatis, yang kebanyakan terdapat dalam minyak
ringan hasil penyulingan. Minyak aromatis bersifat volatile (sangat mudah
menguap) tetapi mudah larut dalam air dan dalam kosentrasi yang encer dapat
mematikan terhadap beberapa organisme. Bensin dan naphtaleura lebih
beracun daripada minyak olahan(fuel oil, binker) yang juga lebih beracun
daripada minyak mentah.
Lapisan minyak tebal yang sudah lama bersifat kurang daya racunnya,
namun menimbulkan kerukan mekanis yang lebih besar. Lapisan minyak yang
tebal dapat menyebabkan binatang di daerah intertidal mati perlahan atau
menyebabkan kelebihan berat yang berakibat fatal. Penyelidikan menunjukkan
bahwa lapisan minyak hitam itu dapat menyebabkan panas dan dapat
menyebabkan kondisi panas yang mematikan bagi binatang beberapa bulan
setelah terkena tumpahan minyak.
b. Daerah Sekitar Secara Geografis
Daerah sekitar tumpahan minyak terkadang juga menentukan seberapa
cepat kondisi bias pulih. Didaerah panas dimana biota masa hidupnya singkat
dan menghasilkan banyak anak, alih generasi terjadi lebih cepat daripada
daerah kutub, dimana binatangnya bermasa hidup panjang dan tidak begitu
cepat menghasilkan anak. Kecepatan biodegresi yang terjadi di daerah yang
lebih dingin juga berkurang.
c. Luas Daerah Yang Terpengaruh
Tumpahan minyak pada daerah yang luas diduga juga menyebabkan
kerusakan biologis yang lebih parah dari pada daerah yang sempit. Jumlah
minyak yang tertumpah juga penting tetapi pengaruhnya tergantung kepada
daerah yang tertutup tumpahan. Sebagai contoh 50 barel minyak yang
tertumpah di sebuah teluk kecil seluas beberapa area mempunyai pengaruh
yang lebih besar terhadap kerusakan biologis dari pada 50 barel minyak atau
tertumpah di lautan yang terbuka.
16
Limbah Tumpahan Minyak di Laut
d. Kondisi Meteorologis dan Oceanografis
Kondisi meteorologis (angin, badai) dan oceanografis (ombak,
arus) yang ada sangat penting dalam pengaruhnya terhadap akibat tumpahan
angin dan badai yang tertiup pada daerah tumpahan di pantai perairan terbuka
dapat merugikan, tetapi sebaliknya menguntungkan karena akan mengaduk
minyak dan air akan mengencerkannya. Badan kulitas lingkungan dalam
penelitian dampak lingkungan untuk daerah dasar laut benua bagian luar
melaporkan bahwa tumpahan minyak, cenderung pecah jika ketinggian ombak
mencapai 10 feet atau lebih.
e. Weathering (perubahan karena cuaca)
Maksud perubahan disini adalah penguapan, oksidasi, pelarutan
dalam air dan degridasi biologis. Bila tumpahan minyak tumpah diair akan
tersebar dengan cepat diatas permukaan tenaga yang menyebabkan tersebar
antara lain :
a. Berat jenis minyak yang lebih kecil dari berat jenis air laut
b. Tegangan permukaan minyak itu sendiri
Penguapan minyak merupakan suatu peristiwa alam yang penting
penguapan akan terjadi dengan kecepatan yang tergantung dari sifat minyak,
ombak, kecepatan angin, temperatur dan lain sebagainya. Minyak bumi terdiri
dari jumlah besar bahan yang mempunyai sifat sendiri sendiri, yang teringan
akan menguap lebih dahulu, tetapi meskipun demikian pasti ada yang tersisa.
Setelah minyak tertumpah maka minyak itu akan menguap dan penguaopan
kandungan yang paling berbahaya akan hilang sekitar 20% selang 24 jam
pertama (IMCO,1973). Minyak fraksi berat dan minyak pelumas tidak
mengandung komponen yang mudah menyerap dan biasanya tidak berkurang
jumlahnya karena penguapan (Nelson Smith,1970). Jika tumpahan
17
Limbah Tumpahan Minyak di Laut
menimbulkan tirai minyak, maka sejumlah besar komponen minyak ini akan
kontak dengan satuan di daerah subtidal.
Selain menguap sebagian minyak akan melarut dalam air, sebagian akan
teroksidasi dan sebagian lagi akan dihancurkan oleh mikro organisme. Jumlah
yang melarut dalam air tergantung kepada licin tidaknya minyak dan jumlah yang
kena weathering. Penelitian menunjukkan bahwa air yang mengandung tumpahan
minyak yang tebal mengandung 5-10 ppm minyak, tetapi tumpahan itu pecah,
keadaannya berkurang sampai 1 ppm atau kurang. Sebaliknya air laut yang
mengandung tumpahan benzene dalam bentuk tirai mengandung 1500 mg/it
benzene dalam air, yang sangat beracun terhadap beberapa organisme laut, namun
benzene menguap dengan cepat dan akan menguap keseluruhannya dalam satu
hari atau lebih.
Degridasi biologis dan mikribial menyebabkan pemecahan dan eliminasi
minyak dari lingkungan. Mikro organisme yang ada dalam air laut, air danau,
sungai mempunyai kemampuan besar memakan hidrokarbon(unsure minyak)
tersebut. Lebih dari 100 jenis bakteri, ragi dan jamur telah ditemukan yang
menyerang hidrikarbon, memecahnya dan mendapatkan energi untuk kebutuhan
hidupnya.
Hidrokarbon dipakai untuk sumber energinya dan juga dipakai untuk
membentuk tubuhnya. Adanya hidrokarbon ini mempercepat pertumbuhan mikro
organisme tersebut. Bagaimanapun kecepatan pertumbuhannya akan dibatasi oleh
jumlah organisme itu sendiri, jumlah oksigen dan pupuk yang dipakai guna
mendukung metabolisme tersebut.
Usaha-usaha riset yang utama sedang dilanjutkan dalam penggunaan
pupuk dan untuk meningkatkan aktivitas biologis dan pembiakan mikribial untuk
membersihkan tumpahan minyak. Tehnik pemulihan biologis ini meningkatkan
cara-cara untuk membersihkan garis pantai yang sukar dan sensitive.
f. Musim
18
Limbah Tumpahan Minyak di Laut
Jika tumpahan minyak terjadi pada saat biota baru melahirkan maka akan
menimbulkan kematian yang lebih besar. Hal ini disebabkan karena biota yang
baru dilahirkan lebih sensitive terhadap fraksi. Minyak yang beracun dan
kerusakan mekanis dari pada yang sudah dewasa. Migrasi tahunan dari mamalia
dan burung dari tempat pembiakkan seringkali menuju kedaerah yang terkena
tumpahan selama musim dingin. Temperatur rendah akan menyebankan
biodegrasi minyak berjalan lambat.
g. Jenis Biota
Jenis tanaman dan binatang yang tidak sama menunjukkan terhadap fraksi
minyak beracun dalam kadar yang rendah, sementara itu jenis yang lain tampak
tidak terpengaruh dalam kosentrasi yang tinggi. Rumput laut biasanya mempunyai
lapisan lendir yang mencegah menempelnya minyak kecuali jika tanaman itu mati
dan kering.
Tanaman di daerah payau tidak mempunyai lapisan pelindung dan peka
terhadap kontaminasi minyak. Untuk menentukan jenis tanaman dan binatang
disuatu daerah yang peka terhadap minyak, harus berkonsultasi dengan ahli
biologi setempat.
Minyak mempengaruhi kehidupan laut baik secara langsung atau tidak
langsung. Pengaruh secara langsung(keracunan,mati muda dan lain-lain). Telah
dibahas minyak bias membahayakan secara tak langsung melalui :
Elemenasi sumber bahan makanan
Penurunan daya tahan terhadap tekanan lain(misalnya kontaminasi terhadap
minyak menyebabkan penurunan temperatur yang dapat menimbulkan suatu
organisme)
Gangguan gelagat kimia yang perlu untuk tetap hidup
Gangguan keseimbangan ekologi
h. Pembersihan
Sejumlah kerusakan dapat terjadi terhadap lingkungan karena penggunaan
dispersan untuk membersihkan minyak dari struktur interdal, dari sudut pandang
19
Limbah Tumpahan Minyak di Laut
biologis, bagi tanaman dan binatang mungkin masih lebih baik terlapisi minyak
daripada kemasukkan dispersan. Namun beberapa kasus yang terjadi dilaut yang
terbuka menunjukkan bahwa dispersan sangat membantu dalam mencegah
kerusakan di area interdal yang diakibatkan minyak.
2.4 Dampak Pencemaran MInyak
Pengaruh jangka pendek dari tumpahan minyak ini telah banyak diketahui.
Tetapi pengaruh jangka panjang sampai saat ini belum diketahui dengan pasti.
Beberapa jenis burung laut di daerah tumpahan minyak akan musnah karena
mereka tidak bias hinggap diatas lapisan minyak.
Salah satu jenis burung yang tampak hidup dilaut adalah burung camar,
merupakan komponen kehidupan pantai yang langsung dapat dilihat dan sangat
terpengaruh akibat tumpahan minyak. Bahaya utama diakibatkan penyakit fisik
daripada pengaruh lingkungan kimia dan minyak. Burung harus selalu menjaga
temperatur tubuhnya tetap hangat yang dilakukan karena kemampuan bulu-bulu
lembut bagian bawah dalam mengisolasikan. Bulu bagian bawah itu dilindungi
oleh lapisan. Bulu bagian luar kuat dan bentuknya rata. Bulu itu tidak menyerap
air tetapi menyerap minyak. Oleh karena itu minyak yang menempel pada bulu
tersebut akan melekat terus dan tidak bias terbilas oleh air . Lapisan minyak yang
tipis tidak akan masuk kebagian dalam dan mengganggu kemampuan bulu dalam
isolasi. Kehilangan daya sekat tersebut menyebabkan hilangnya panas tubuh
burung secara terus menerus sehingga menimbulkan :
1. Kebutuhan pemasukkan makanan yang lebih besar
2. Penggunaan cadangan dalam tubuh hewan
3. Burung yang terkena minyak cenderung kehilangan nafsu
Baru-baru ini diperkirakan ikan paus yang bunuh diri ke pantai disebabkan
oleh tumpahan minyak. Beberapa kerang-kerang juga mati oleh minyak, tetapi ada
beberapa kerang yang masih bertahan meskipun kosentrasi minyak cukup tinggi,
asalkan waktu eksposnya relatif singkat. Tetapi hampir semua dispersan sangat
baebahaya untuk kerang. Ikan-ikan akan lebih tahan terhadap tumpahan minyak,
karena ia dapat bergerak pindah tempat.
20
Limbah Tumpahan Minyak di Laut
Pengaruh tumpahan minyak terhadap tanaman-tanaman laut, bakteri dan
mahluk hidup kecil lainnya dalam laut tidak diketahui dengan jelas karena factor-
faktor alam yang terpengaruh amat banyak akan berfluktuasi.
Penyelidikan yang dilakukan oleh California game dan fish departement,
seorang guru mamalia laut mengungkapkan bahwa makan dan mati yang
disebutkan oleh paparan dan kelaparan, karena pengaruh dari tumpahan minyak.
Penelitian terakhir menujukkan bahwa mengganggu fungsi kelenjar pengeluaran
garam sehingga burung mampu minum air laut dan akhirnya mati.
Polusi minyak dapat mengakibatkan perubahan populasi burung secara
lokal, yang paling terpengaruh oleh tumpahan minyak adalah burung yang
menghabiskan sebagian besar atau seluruh hidupnya dalam air.Jenis-jenis ini
adalah dari populasi lokal yang khusus. Dalam urutan kepekaan yang makin
rendah jenis-jenis burung yang terkena bahaya tumpahan minyak adalah :
Penguin
Burung penyelam
Unggas air (bebek, angsa)
Auk (sejenis burung laut dari utara)
Burung camar
Biota dari tumbuhan laut
Pengaruh tumpahan minyak terhadap planton dilaut sukar diteksi. Sampel
planton yang diambil selama musibah tumpahan torrey canyon masih nampak
normal kecuali terdapat kematian 50-90 % telur ikan yang mengapung dan larva.
Sampel planton yang diambil selama ledakan santa Barbara menunjukkan tingkat
yang normal selama satu tahun itu. Eberapa binatang plankton terlihat memakan
tetesan minyak mentah dan minyak bunker serta tidak terlihat tanda-tanda
merugikan karena komunikasi plankton terus menerus terbawa arus. Suatu daerah
yang terkena tumpahan minyak nampaknya masih memiliki komunikasi plankton
yang normal setelah beberapa hari tumpahan.
Karena sifat mobilitas ikan dapat meloloskan diri dari yang terkena
gangguan lingkungan seperti misalnya tumpahan minyak, maka selama
pengamatan ledakan santa Barbara tidak ada ikan yang mati, ikan dapat mati jika
21
Limbah Tumpahan Minyak di Laut
tidak dapat keluar dari daerah yang luas tertutup oleh sejumlah besar tumpahan
minyak. Informasi yang dipublikasikan mengatakan bahwa minyak berpengaruh
kecil terhadap mamalia laut. Selama ledakan santa Barbara dilaporkan terjadi
kematian singa laut dan anjing laut dalam jumlah besar dan kesalahan
ditimpahkan karena tumpahan minyak.
2.5 Pencegahan Dan Penanggulangan Pencemaran Minyak di Laut
2.5.1. Pencegahan Pencemaran
Permulaan tahun 1970-an cara pendekatan yang dilakukan IMO
(Internasional Maritime Organization) dalam membuat peraturan yang
berhubungan dengan marine pollution(MarPol) pada dasarnya sama dengan
sekarang ini yakni melakukan kontrol yang ketat pada struktur kapal untuk
mencegah jangan sampai terjadi tumpahan minyak ataupun pembuangan
campuran minyak kelaut. Dengan pendekatan yang demikian Marine Polution
1973/1978 memuat peraturan untuk mencegah seminim mungkin minyak yang
tumpah kelaut. Tetapi kemudian pada tahun 1984 dilakukan modifikasi oleh IMO
yang menitikberatkan pada pencegahan pencemaran laut yakni keharusan suatu
kapal untuk dilengkapi dengan oily water separator equipment dan oily discharge
monitoring system. Karena itu pada peraturan Marine Polution 1973/1978 dapat
dibagi dalam 3(tiga) kategori yaitu :
a. Peraturan untuk mencegah terjadinya pencemaran
b. Peraturan untuk menanggulangi pencemaran
c. Peraturan untuk melaksanakan ketentuan tersebut(Batti,1998)
Dalam usaha mencegah sekecil mungkin minyak mencemari laut, maka
sesuai marine pollution 1973/1978 sisa-sisa campuran minyak di atas kapal seperti
halnya hasil purifikasi minyak pelumas dan kebocoran dari sistem bahan bakar
minyak akan dikumpulkan dalam tangki penampungan seperti slop tank dengan
daya tampung yang mencukupi. Pencegahan dan penanggulangan pencemaran
yang datangnya dari kapal perlu dikontrol melalui pemeriksaan dokumen sebagai
22
Limbah Tumpahan Minyak di Laut
bukti bahwa pihak perusahaan dan kapal sudah melaksanakan dengan semestinya.
Salah satu dokumen yang harus dibawa berlayar bersama kapal adalah “Inruction
and Operation Manual of Oily Water Separating and Filtering Equipment”.
Dengan adanya dokumaen tersebut diharapkan pencemaran dapat dicegah dan
kalau sampai terjadi pencemaran maka kepentingan hukum yang timbul dapat
ditanggulangi berdasarkan dokumen yang tersedia.
Pembuangan minyak ke laut pada dasarnya dilarang sehingga untuk
pelaksanaannya timbul ketentuan-ketentuan pencegahan pencemaran internasional
itu seperti :
a. Pengadaan tangki ballast terpisah pada ukuran kapal-kapal tertentu, ditambah
dengan peralatan-peralatan seperti oily detector monitor (ODM), oily water
separator (OWS) dan sebagainya.
b. Batasan-batasan minyak yang dapat dibuang ke laut.
c. Daerah pembuangan minyak.
d. Keharusan pelabuhan-pelabuhan untuk menyediakan penampung slop.
Marine Pollution 1973/1978 dalam Batti (1998) menerangkan bahwa
pembuangan minyak kelaut dapat juga dibolehkan apabila :
a. Lokasi pembuangn lebih dari 50 mil dari daratn.
b. Tidak dalam “special area” seperti lautan mediteran, laut Baltic, laut hitam, laut
merah dan daerah teluk.
c. Tidak membuang lebih dari 30 liter permil laut.
d. Tidak membuang lebih besar dari 1 : 30.000 dari jumlah muatan.
e. Kapal harus dilengkapi dengan oily discharge monitoring (ODM) dengan
kontrol sistemnya. Selain itu pemerintah negara anggota diminta mengeluarkan
peraturan agar untuk pelabuhan dimana kapal akan membuang sisa atau
campuran minyak harus dilengkapi dengan tangki penampungan di darat.
Untuk memonitor dan mengontrol pembuangan sisa minyak atau
campuran minyak dengan air kelaut maka dikeluarkan peraturan tambahan untuk
Marine Pollution 1973/1978 sebagai berikut :
23
Limbah Tumpahan Minyak di Laut
a. Kapal dengan ukuran 400 GT sampai 10.000 GT harus dilengkapi dengan oily
separating equipment untuk menjamin campuran minyak dan air yang terbuang ke
laut sesudah melalui sistem tersebut tidak melebihi kandungan dari 100 ppm.
b. Kapal ukuran 10.000 GT ke atas harus dilengkapi tambahan peralatan : “oily
discharge monitoring and control system” atau “oily filtering equipment” yang
menjamin bahwa air yang terbuang kelaut setelah melewati sistem tersebut tidak
mengandung minyak lebih dari 15 ppm.
Karena prinsip pencegahan pencemaran yang berasal dari kapal adalah
mengurangi semaksimal mungkin pembuangan minyak kelaut tetapi kalau
terpaksa harus batas-batas yang tidak sampai merusak lingkungan hidup dilaut.
Menyingkapi ketentuan tersebut maka pengadaan dan pengaktipan alat pemisah
dengan air (oily water separator) merupakan syarat yang mutlak bagi armada
penangkapan ikan modern sehingga tercipta pengembangan sumberdaya
perikanan yang berwawasan lingkungan. Alat pemisah minyak dengan air laut di
dalam kapal perikanan berfungsi untuk memisahkan minyakdengan air yang
tercampur dengan air got sebelum air got tersebut dibuang kelaut.
Alat-alat Pencegah Pencemaran
1. Oily Water Separator
Menurut undang-undang No. 21 tahun 1992 tentang “Pelayaran” dalam
BPLP (2000), oily water separator (OWS) adalah suatu alat pencegah pencemaran
laut yang dipasang di kamar mesin kapal-kapal tertentu. Sedangkan romzana
mengatakan bahwa pengertian oily water separator (OWS) adalah suatu alat untuk
memisahkan minyak yang tercampur dengan air got. Minyak kotor yang
dihasilkan tersebut digunakan untuk membakar limbah padat pada suatu tungku
pembakar.
Pada dasarnya Oily Water Separator ini merupakan bilik-bilik yang dibuat
untuk menyediakan kondisi aliran cairan agar diam tidak bergerak hingga butiran
24
Limbah Tumpahan Minyak di Laut
minyak bebas naik kepermukaan air dan membentuk suatu lapisan minyak yang
tidak tercampur yang bisa diambil dengan menggunakan oli skimmer.
Oily water separator (OWS) merupakan suatu yang dimaksudkan untuk
mengurangi dan memisahkan minyak yang terbawa air buangan yang beroperasi
menurut tekanan atmosfir. Sedangkan Suasono (1994) menerangkan bahwa
pengertian oily water separator (OWS) adalah sebuah penampung yang berbentuk
kubus yang di dalamnya terbagi atas tiga bagian yang fungsinya sebagai pemisah
minyak dan air.
a. Jenis-Jenis Separator
Menurut Seran (1998) ada dua jenis separator yaitu :
1) Separator Konvensional
Pemisahan secara gravitasai (gravity separation) adalah cara yang
paling ekonomis dan efisien untuk memisahkan sejumlah besar limbah
hidrokarbon. Pada proses pemisahan limbah tersebut ditampung sementara
pada bak pemisah dan tahan beberapa waktu untuk membiarkan proses
pemisahan secara gravitasi berlangsung. Kemudian minyak yang terapung
diatas air diambil melalui oil skimmer. Efisiensi pemisahan secara gravitasi
adalah perbedaan berta jenis antara air dengan minyak, sedangkan efektifitas
dari alat ini tergantung pada desain hidrolis danwaktu tahannya. Semakin lama
waktu tahannya maka proses pemisahannya akan semakin baik.
2) Separator Plat Pararel
Alat ini memerlukan ruang yang jauh lebih sedikit dengan yang
dibutuhkan oleh separator tipe konvensional. Luas permukaan separator dapat
ditambah dengan memasang alat plat pararel dibilik-bilik separator tersebut.
Dengan adanya plat pararel dapat mengurangiturbulensi dalam separator
sehingga akan meningkatkan efisiensi separator. Plat-plat tersebut dipasang
dengan posisi miring guna mendorong minyak terkumpul dibagian plat
kemudian bergerak kepermukaan atas separator.
Minyak yang terkumpul dari separator plat pararel memiliki
kandungan air lebih rendah dibandingkan dengan tipe konvensional. Alat oily
25
Limbah Tumpahan Minyak di Laut
water separtor OWS) digunakan untuk memisahkan minyak yang tercampur
dengan air got kemudian minyak tersebut akan ditampung dalam tangki dan
setelah air tersbut terpisahkan maka air tersebut dapat dibuang kelaut
sedangkan minyak kotor tersebut dipakai sebagai bahan bakar pada alat
incenerator untuk membakar limbah padat (Romzana,1998).
b. Prinsip Kerja Oily Water Separator (OWS)
Limbah minyak didapat dari pompa sepanjang tank (bilge feed tank)
mengalir kedalam coarse separating chamber (ruang pemisah kasar) melalui oily
water inlet pada primary coloum (ruang pertama). Setelah limbah minyak yang
tercampur dengan air kotor masuk kedalam ruangan pemutar (chamber
tangeentally). Kemudian sebagai hasilnya minyak mengalir ruang pengumpul
minyak (oily collecting chamber) dan menuju keruang pemisah yang halus (fine
separating chamber) melalui bagian tengah buffle plate dan mengalir disekitarnya
kepipa pengumpul air (water collecting pipe) melalui celah-celah diantara plat-
plat penangkap minyak (oily catch plates). Dalam proses ini minyak mengapung
dan menempel pada kedua sisi di masing-masing plat penangkap sehingga minyak
dan air terpisah. Sesudah pemisahan, air melewati lubang kecil pada water
collecting pipe (pipa pengumpul air) dan mengalir ke ruang pemisah kedua,
dengan cara melalui tempat keluar air (treated water outlet). Pada bagian lain
minyak yang menempel pada plat lama kelamaan bertambah banyak dan bergerak
perlahan-lahan keplat-plat sekelilingnya. Kemudian minyak tertinggal disetiap
plat mengapung dan mengalir dengan mudah pada buffet plate yang berada
dibawah aliran air yang berminyak dan akhirnya kedalam water collecting
chamber melalui dua oil ascending pipes.
26
Limbah Tumpahan Minyak di Laut
Gambar 2.1 Oily water Separator
Butiran minyak yang tidak dapat disaring dalam fist stage dihilangkan dan
air yang sudah dibersihkan dipompakan keluar melalui tempat pembuangan air
yang sudah dibersihkan (purified water outlet).
Sementara itu butiran minyak yang ditangkap dalam frst stage filter
berkumpul membentuk gumpalan dan mengalir ke oil collection chamber pada
bagian atas dan gravity separating chanber
Fungsi komponen-komponen utama dari oily water separator terdiri dari :
1) Tangki pengumpul minyak (oily collecting chamber) fungsinya adalah untuk
menampung minyak yang telah terpisahkan denagn air.
2) Tangki pengumpul air (water collecting pump) fungsinya adalah untuk
menampung air sebelum dikeluarkan dari lambung kapal.
3) Plat penangkap minyak (oily catch plates) fungsinya adalah sebagai tempat
menempelnya minyak setelah melewati plat-plat
4) Ruangan pemutar (chamber tangentially) fungsinya untukmemutarkan limbah
minyak dalam air got melalui oily water inlet dengan perlahan-lahan
5) Pompa bilga (bilge pump) fungsinya adalah sebagai pompa untuk membuat air
got keluar lambung kapal
2. Incinerator
Incinerator adalah tungku pembakar yang merupakan kelengkapan dari
OWS atau sebagai alat pencegah pencemaran di laut. Desain atau Konstruksi
incinerator merupakan satu unit tersendiri yang terdiri dari bagian-bagian Rumah
27
Limbah Tumpahan Minyak di Laut
pembakaran, ruang pembakaran, pompa minyak, brander, penyala/pemantik
brander, Fan, Safety device dan kontrol panel
Fungsi dari incinerator antara lain :
1. Untuk membakar minyak kotor/waste oil yang berasal dari hasil pemisahan
minyak dan air pada Oily Water Separator.
2. Membakar majun bekas, serbuk kayu, kertas, dan sebagainnya.
3. Membakar minyak pelumas bekas
Gambar 2.2 Incinerator
2.5.2. Upaya Penanganan Tumpahan Minyak di Laut dan Perairan
a. Secara Mekanik
Pada umumnya pengendalian pencemaran minyak di perairan laut secara
mekanik dapat dilakukan dengan menggunakan peralatan boom dan
skimmer.Booms digunakan untuk melokalisasi dan mengendalikan pergerakan
minyak dan skimmer digunakan untuk mengambil minyak. Boom berfungsi
sebagai perangkap melingkar polutan minyak diperairan agar tetap pada lokasi
tertentu sehingga minyak di perairan tidak menyebar. Prinsip kerja boom adalah
menahan gerakan minyak dari aliran arus sehingga minyak tetap terkumpul
didalam boom untuk kemudian dapat dipindahkan dari air laut dengan sistim
penyedotan
28
Limbah Tumpahan Minyak di Laut
Gambar 2.3 Pengendalian pencemaran minyak diperairan menggunakan oil
boom (WWF,2007)
Penyebaran minyak membentuk suatu lapisan yang tipis disebabkan
karena adanya gerakan angin, gelombang, arus atau pasang-surut menyebabkan
penanganan pencemaran minyak menjadi lebih sulit. Oleh sebab itu langkah
utama yang perlu dilakukan adalah melokalisir pencemaran minyak pada suatu
area sehingga masih mempunyai ketebalan yang besar. Upaya untuk melokalisir
pencemaran minyak ini akan efektif dilakukan dengan menggunakan boom untuk
menghalangi penyebaran minyak yang lebih luas. Penggunaan boom ini akan
efektif pada kondisi perairan yang tenang. Apabila kecepatan arus lebih dari 0,75
knot maka lapisan minyak akan pecah menjadi butiran-butiran (droplet).
Kelemahan lain dari penggunaan boom ini adalah sulitnya menjaga agar boom ini
tetap tegak karena ada dorongan dari arus dan gelombang sehingga miring dan
menyebabkan minyak menyebar ke luar.
Oil skimmer merupakan alat mekanis yang berfungsi mengambil minyak
dari permukaan air berdasarkan berat jenis, tegangan permukaan dan medium
bergeraknya. Prinsip kerja oil skimmer adalah mampu menyedot minyak dari air
dengan menyerap minyak dengan material yang berpori atau mengikat minyak
pada suatu material, kemudian memisahkannya dari air. Di dalam skimmer
minyak akan dipisahkan dari air atas perbedaan berat jenisnya. Skimmer hanya
dapat mengikat minyak dalam keadaan cair yang berada dipermukaan saja dan
29
Limbah Tumpahan Minyak di Laut
yang berbentuk droplet akan dilewatkan. Pada umumnya minyak Indonesia
bersifat parafinis sehingga skimmer sulit untuk dioperasikan untuk upaya
pembersihan perairan. Oil skimmer akan bekerja efektif apabila kondisi air
lautnya tenang.
b. Secara kimia
Dispersant merupakan bahan kimia yang mempunyai agent permukaan
yang aktif yang dikenal dengan nama surfactant. Menurut IPIECA (2001),
molekul surfactant mengandung dua bahagian, yaitu headgroup yang bersifat
polar (hydrophilic) dan tailgroup yang bersifat non polar (oleophilic).
Gambar 2.4 Aktivitas Surfactan dan dispersi minyak menjadi droplet (IPIECA
2001)
Dispersant dapat menyebabkan minyak pecah menjadi butiran-bituran
kecil (droplet) yang terdiri atas molekul hydrophilic dan oleophilic yang mampu
terdispersi ke badan air (Gambar2.4 ). Hasil dispersi ini adalah semakin besarnya
droplet minyak yang masuk ke dalam badan air sehingga mempercepat
terlepasnya hidrokarbon yang mudah menguap ke atmosfir. Masuknya droplet ke
30
Limbah Tumpahan Minyak di Laut
badan air menyebabkan minyak lebih mudah terbiodegredasi karena luas
permukaannya menjadi lebih kecil. Hal ini mencegah minyak untuk tidak terbawa
oleh angin hingga ke pantai sehingga dapat mengurangi daya toksisitasnya dan
mencegah kematian burung dan pengaruh yang merugikan kepada manusia.
Penggunaan dispersant tidak akan efektif pada air yang tenang karena
membutuhkan gerakan gelombang agar dispersant tercampur dengan tumpahan
minyak. Mulanya, dispersant yang dipakai merupakan zat pengemulsi dari
campuran hidrokarbon diantaranya hidrokarbon aromatik, fenol, dan senyawa lain
dengan konsentrasi tinggi yang bersifat racun terhadap kehidupan laut. Tetapi saat
ini telah diproduksi dispersant yang tidak menggunakan senyawa hidrokarbon.
Pertimbangan ekonomi dan ekologi berperan penting sebagai skenario
penggunaan dispersant. Prioritas penyemprotan dispersant pada area pantai wisata
atau dermaga dapat menjadi pertimbangan secara ekonomi. Wilayah rawa bakau
secara ekonomis memerlukan perlindungan prioritas namun pertimbangan ekologi
penggunaan dispersant dapat menyebabkan kerusakan ekosistem (IPIECA 2001).
Dispersant dapat disemprotkan pada polutan minyak dengan menggunakan
helikopter ataupun boat (Gambar 2. 5).
Gambar 2.5 Pengendalian pencemaran minyak diperairan menggunakan
dispersant (WWF,2007)
31
Limbah Tumpahan Minyak di Laut
c. Secara biologi
Bioremediasi adalah suatu cara penanggulangan pencemara minyak
dengan memanfaatkan organisme tertentu yang dapat mendegredasi polutan
minyak. Bioremediasi merupakan cara penanggulangan tumpahan minyak yang
paling aman bagi lingkungan (Munawar et al. 2007).
Menurut Syakti (2004), mikroorganisme dapat memanfaatkan minyak
sebagai sumber karbon untuk pembentukan biomasa dan energi bagi
pertumbuhannya. Organisme tersebut terdistribusi secara luas di laut, dan
cenderung berlimpah pada perairan yang tercemar minyak akibat buangan industri
dan limbah cair domestik.
Mikroorganisme pengurai minyak yang biasa digunakan adalah
sianobakteria dan alga biru. Komponen minyak bumi yang mudah didegradasi
oleh bakteri merupakan komponen terbesar dalam minyak bumi yaitu alkana yang
bersifat lebih mudah larut dalam air dan terdifusi ke dalam membran sel bakteri.
Jumlah bakteri yang mendegradasi komponen ini relatif banyak karena
substratnya yang melimpah di dalam minyak bumi (Churchill 1995). Komponen
minyak bumi yang sulit terdegradasi jumlahnya lebih kecil dibanding komponen
yang mudah didegradasi sehingga mikroba pendegradasi komponen ini jumlahnya
lebih sedikit dan tumbuh lebih lambat karena kalah bersaing dengan pendegradasi
alkana yang memiliki substrat lebih banyak.
Penanggulangan pencemaran minyak harus terkoordinasi dengan
melibatkan berbagai stakeholders yang meliputi pemerintah (Administrator
Pelayaran, Pelindo, Kementrian Lingkungan Hidup dan Dinas Perikanan),
pengusaha migas, operator kapal (nakoda/kapten kapal), nelayan setempat,
lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan unsur masyarakat harus berkoordinasi
dalam menanggulangi pencemaran minyak di perairan. Koordinasi ini sangat
penting dilakukan agar pencemaran yang terjadi dapat diatasi, dimana segenap
komponen bahu membahu saling mengisi kekurangan dan saling tukar informasi.
d. Absorbents.
Zat untuk menyerap minyak ditaburkan di atas tumpahan minyak dan
kemudian zat tersebut menyerap minyak tadi. Umumnya zat yang digunakan
32
Limbah Tumpahan Minyak di Laut
untuk menyerap minyak adalah : lumut kering, ranting, potongan kayu. Ada pula
zat sintetis yang dibuat dari polyethylene, polystyrene, polyprophylene dan
polyurethane.
e. Menenggelamkan Minyak
Suatu campuran 3.000 ton kalsium karbonat yang ditambah dengan 1 %
sodium stearate dicoba dan berhasil menenggelamkan 20.000 ton minyak. Setelah
14 bulan kemudian, tidak lagi ditemui adanya minyak di dasar laut tersebut. Cara
ini masih dipertentangkan karena dianggap akan memindahkan masalah
kerusakan oleh minyak ke dasar laut yang relatif merusakan kehidupan. Untuk
perairan laut dalam hal ini tidak akan memberikan efek.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Tumpahan Minyak Dilepas Pantai Louisiana, Teluk Meksiko
Hari Selasa (20/04/2010), anjungan minyak Deepwater Horizon milik
perusahaan minyak Inggris BP (British Petroleum) karam, mengakibatkan
kebocoran pada lubang pengeboran dan menumpahkan minyak mentah dalam
jumlah besar. Sebelas orang pekerja tidak berhasil ditemukan yang dikabarkan
tidak dapat deselamtakan.Dengan menggunakan robot selam, BP telah
menemukan dua sumber keluarnya minyak bumi dengan jumlah keluarannya
mencapai 160.000 liter per hari. Lubang sumur pemboran itu terdapat di dasar
laut, sekitar 1.500 meter di bawah permukaan Teluk Meksiko. Perusahaan minyak
British Petroleum atau BP, yang bertanggung jawab atas pemboran lepas pantai
itu, pada awalnya berharap sistim pengatup otomatis yang tersedia akan bisa
menghambat bocornya minyak. Namun ternyata gagal.
Penutup pipa bercorong yang diharapkan mengurangi semburan minyak di
Teluk Meksiko telah menunjukkan keberhasilan kecil. Direktur perusahaan
minyak British Petroleum, BP menyatakan, minyak bumi yang bisa ditampung
melalui corong itu mencapai 160 ribu liter atau 10 ribu barel sehari. Jumlah ini
33
Limbah Tumpahan Minyak di Laut
jauh dibawah prediksi awal sekitar 19 ribu barel seharinya. Sementara minyak
yang masih terus menyembur ke laut sangat banyak. Sudah lebih dari 70 juta liter
minyak yang mencemari teluk Meksiko dalam bencana ekologi terburuk di dunia
ini. BP memulai uji coba metode yang lain untuk menutupi lubang bocoran
minyak tersebut. Jika uji coba itu sukses, BP akan mulai menginjeksikan lumpur
dan semen ke dalam lubang pengeboran pada kedalaman 1.500 meter. Campuran
amat kental ini diharapkan dapat mendesak cairan minyak kembali ke lapisan
cebakannya. Metode penyumbatan lubang pengeboran yang bocor itu disebut
“Static Kill“. Hari Senin (02/08) secara mengejutkan BP menyatakan harapannya,
dengan metode ini lubang pengeboran dapat disumbat secara final, dan tidak perlu
lagi dilakukan pengeboran sumur pelepas tekanan. Metode “Static Kill“ selama ini
merupakan solusi baku bagi penutupan final sebuah sumber minyak.
Lubang pengeboran yang bocor tersebut selama lebih dari empat bulan
telah menyemburkan sekitar 700 juta liter minyak mentah berwarna coklat yang
mencemari berat lingkungan di Teluk Meksiko.Volume kebocorannya hanya
kalah oleh bencana kebocoran minyak pada saat Perang Teluk pertama
tahun 1990-an lalu. BP kini mulai memompakan campuran lumpur dan semen ke
dalam lubang pengeboran. Wakil direktur BP, Kent Wells mengumumkan, "Kami
kini berkonsentrasi, operasi Static Kill menghasilkan yang terbaik sesuai
kemampuan kami.“
Static Kill adalah metode penyumbatan lubang pengeboran dengan
memompakan campuran lumpur pekat dan semen. Dengan itu, minyak yang
menyembur ditekan untuk kembali ke lapisan cebakannya pada kedalaman sekitar
5.000 meter. Proses penyumbatan ini diperkirakan berlangsung hingga hari Kamis
(05/08). Operasi penyumbatan ini merupakan langkah pertama untuk menutup
semburan minyak mentah di Teluk Meksiko. Setelahnya, akan dilakukan langkah
ke dua, berupa pengeboran sumur pelepas tekanan atau “relief well“. Para insinyur
BP sejak awal bulan Mei lalu sudah mulai mengebor lubang menyamping
sedalam 4.000 meter di dekat lubang pengeboran yang bocor ini. Juga dari situ,
34
Limbah Tumpahan Minyak di Laut
dengan tekanan tinggi akan dipompakan campuran lumpur dan semen, untuk
menyumbat sumber minyak dari bawah.
Sebelumnya terdapat laporan, BP memandang tidak mutlak dilakukannya
pengeboran sumur pelepas tekanan. Akan tetapi sekarang pengeborannya
dilanjutkan. Akhir pekan depan “relief well“ ini akan selesai dibor, dan tidak lama
sesudah itu sumber minyaknya akan dapat benar-benardisumbat. Meskipun
lubang sudah dapat ditutup, dampak cemaran minyak akan terasa dalam jangka
panjang.
DAFTAR PUSTAKA
Mukhtasor. 2007. Pencemaran Pesisir dan Laut. Jakarta : PT. Pradnya
Paramita
Fakhruddin. 2004. Dampak Tumpahan Minyak Pada Biota Laut. Jakarta :
Kompas
Ginting, Perdana, Ir.,2007. Sistem Pengelolaan Lingkungan dan Limbah
Industri. Jakarta : MS. CV YRAMA WIDYA
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/55119/BAB%20II
%20Tinjauan%20Pustaka.pdf
http://www.voaindonesia.com/content/tumpahan-minyak-di-teluk-meksiko-
semakin-luas/76885.html
http://www.dw.de/pencemaran-teluk-meksiko/a-5868764
http://adzwarmudztahid.files.wordpress.com/2011/04/ppl.pdf
http://rahmatcorps.files.wordpress.com/2011/04/dinas-jaga-mesin-3.pdf
35