makalah leukemia limfositik akut (LLA)

33
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA Kampus II Ukrida Jl. Terusan Arjuna No.6 Jakarta 11510 Mohamad Yazid bin Zulkepli 102010381 B8 [email protected] Leukemia Limfositik Akut Pendahuluan Leukemia adalah sekumpulan penyakit yang ditandai oleh adanya akumulasi leukosit abnormal dalam sumsum tulang dan darah. Sel-sel abnormal ini menyebabkan timbulnya gejala karena kegagalan sumsum tulang (yaitu anemia, neutropenia, trombositopenia) dan infiltrasi organ (misalnya hati, limpa, kelenjar getah bening, meningens, otak, kulit, atau testis). Leukemia merupakan suatu penyakit yang dikenal dengan adanya proliferasi neoplastik dari sel-sel organ hemopoetik, yang terjadi sebagai akibat mutasi somatik sel bakal (stem cell) yang akan membentuk suatu klon sel leukemia. Leukemia dibagi menjadi akut dan kronik. Leukemia juga digolongkan menurut tipe sel darah putih yang terkena. Maksudnya,

description

leukemia limfositik akut

Transcript of makalah leukemia limfositik akut (LLA)

Page 1: makalah leukemia limfositik akut (LLA)

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

Kampus II Ukrida Jl. Terusan Arjuna No.6 Jakarta 11510

Mohamad Yazid bin Zulkepli

102010381 B8

[email protected]

Leukemia Limfositik Akut

Pendahuluan

Leukemia adalah sekumpulan penyakit yang ditandai oleh adanya akumulasi leukosit

abnormal dalam sumsum tulang dan darah. Sel-sel abnormal ini menyebabkan timbulnya gejala

karena kegagalan sumsum tulang (yaitu anemia, neutropenia, trombositopenia) dan infiltrasi

organ (misalnya hati, limpa, kelenjar getah bening, meningens, otak, kulit, atau testis).

Leukemia merupakan suatu penyakit yang dikenal dengan adanya proliferasi neoplastik

dari sel-sel organ hemopoetik, yang terjadi sebagai akibat mutasi somatik sel bakal (stem cell)

yang akan membentuk suatu klon sel leukemia.

Leukemia dibagi menjadi akut dan kronik. Leukemia juga digolongkan menurut tipe sel

darah putih yang terkena. Maksudnya, leukemia dapat muncul dari sel limfoid (disebut leukemia

limfositik) atau mieloid (disebut leukemia mieloid). Secara keseluruhan, leukemia dibagi

menjadi: Leukemia limfositik kronik/LLK (mengenai orang berusia lebih 55 tahun, dan jarang

sekali mengenai anak-anak), leukemia mieloid kronik / LMK (mengenai orang dewasa),

leukemia limfositik akut/LLA (mengenai anak-anak, tetapi dapat juga mengenai dewasa dan

leukemia mieloid akut (mengenai anak maupun orang dewasa dan merupakan 20 % leukemia

pada anak).

Page 2: makalah leukemia limfositik akut (LLA)

Anamnesis

Anamnesis adalah cara pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara, baik langsung kepada

pasien (autoanamnesis) maupun kepada orang tua atau sumber lain (alloanamnesis) misalnya ibu

bapa atau pengantar. Anamnesis merupakan bagian terpenting untuk menentukan diagnosis dan

pemeriksaan klinis. Dengan anamnesis ini didapatkan data subjektif, pihak pasien diberi

kesempatan untuk mengingat kembali dan menceritakan secara rinci masalah kesehatan yang

dihidapi anak termasuk keluhan utama, keluhan tambahan, tanda-tanda timbul, riwayat

terjadinya keluhan dan tanda sampai anak dibawa berobat.

1. Identitas

-Identitas pasien diperlukan untuk memastikan bahwa benar-benar anak tersebut yang

dimaksudkan dan tidak keliru. Bermula dengan nama anak, sebaiknya dicantumkan dengan nama

orang tua. Seterusnya umur, jenis kelamin, nama orang tua, alamat, pekerjaan orang tua, agama

dan suku.

2. Keluhan utama atau riwayat penyakit sekarang

-Biasanya ditanyakan keluhan utama yaitu keluhan yang menyebabkan pasien datang berobat.

Riwayat perjalanan penyakit harus diketahui dengan jelas. Umumnya, mencakup lamanya

keluhan, bagaimana terjadinya keluhan; mendadak, perlahan-lahan, terus-menerus, hilang timbul

atau berhubungan dengan waktu. Selain itu, sifat keluhan; keluhan bersifat menetap atau

menjalar, berat ringannya keluhan dan perkembangannya. Biasanya pasien datang dengan

keluhan utama pucat pada penderita leukemia limfositik akut. Pucat paling baik dinilai pada

telapak tangan/kaki, kuku, mukosa mulut dan konjungtiva. Keluhan penyerta lain yang bias

ditemukan adalah anak lemas, demam, penurunan kadar trombosit, muntah sehingga

menunjukkan gejala seperti serangan demam berdarah bahkan dapat ditemukan kulit yang

tampak kuning pucat seperti penyakit kuning

3. Riwayat penyakit terdahulu

-Perlu juga ditanyakan riwayat penyakit anak yang pernah diderita. Ditanyakan pengobatan

sebelumnya dan hasilnya, tindakan pengobatan sebelumnya. Pada saat terjadinya penyakit

apakah ada reaksi alergi dan riwayat penyakit lain yang pernah diderita sebelumnya.

Page 3: makalah leukemia limfositik akut (LLA)

4. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan

-Status pertumbuhan anak dapat diambil dari kurva berat badan terhadap umur dan panjang

badan terhadap umur. Data ini dapat diperoleh dari Kartu Menuju Sehat atau karta pemeriksaan

lain. Status perkembangan pasien perlu untuk mengetahui tahapan perkembangan anak.

5. Riwayat imunisasi dan pemakanan

6. Riwayat keluarga

-Untuk riwayat keluarga, biasanya boleh diambil data keluarga sama ada pernah tidak

menghidap penyakit leukemia.

Pemeriksaan Fisik 1,2

Pemeriksaan Hepar

 Palpasi hepar dengan meletakkan tangan kiri di belakang pinggang menyangga kosta ke11 & 12

dengan posisi sejajar dengan kosta, ajurkan pasien untuk rileks, tangan kanan mendorong hepar

ke atas dan kedalam dengan lembut. Anjurkan pasien inspirasi dalam & rasakan sentuhan hepar

saat inspirasi, jika teraba sedikit kendorkan jari & raba permukaan anterior hepar. Normal hepar:

lunak tegas, tidak berbenjol-benjol. Perkusi hepar, digunakan patokan 2 garis, yaitu: garis yang

menghubungkan pusar dengan titik potong garis mid calvicula kanan dengan arcus aorta, dan

garis yang menghubungkan pusar dengan processus kifoideus. Pembesaran hati diproyeksikan

pada kedua garis ini dinyatakan dengan beberapa bagian dari kedua garis tersebut. Harus

pula dicatat: konsistensi, tepi, permukaan dan terdapatnya nyeri tekan. 

Pemeriksaan Limpa

Pada neonates, normal masih teraba sampai 1 - 2 cm. Dibedakan dengan hati yaitu dengan :

Limpa seperti lidah menggantung ke bawah2.

 

Ikut bergerak pada pernapasan. Mempunyai incisura lienalis, serta dapat didorong kearah medial,

lateral dan atas. Besarnya limpa diukur menurut SCHUFFNER, yaitu : garis yang

Page 4: makalah leukemia limfositik akut (LLA)

menghubungkan titik  pada arkus kosta kiri dengan umbilikus (dibagi 4) dan garis ini diteruskan

sampai SIAS kanan yangmerupakan titik VIII. Garis ini digunakan untuk menyatakan

pembesaran limpa. Garis ini diteruskan kebawah sehingga memotong lipat paha. Garis dari pusat

kelipat paha pun dibagi 4 bagian yang sama. Limpa yang membesar sampai pusar dinyatakan

sebagai S.IV sampai lipat paha S.VIII.

Pemeriksaan Tanda Vital

Nilai standar untuk mengetahui batas normal suhu tubuh manusia dibagi menjadi empat yaitu:

Hipotermi, bila suhu tubuh kurang dari 36°C

Normal, bila suhu tubuh berkisar antara 36 - 37,5°C

Febris / pireksia, bila suhu tubuh antara 37,5 - 40°C

Hipertermi, bila suhu tubuh lebih dari 40°C

Rata-rata pernapasan normal pada anak :

<2 bulan : < 60/mnt

2-12 bulan : < 50/mnt

1-5 tahun : < 40/mnt

6-8 tahun : < 30

Tekanan nadi normal pada anak :

2-12 bulan: <160/mnt

1-2 tahun : < 120/ mnt

2-8 tahun : <110 / mnt

Pemeriksaan Penunjang

1. Darah tepi

Gejala yang terlihat pada darah tepi sebenarnya berdasarkan pada kelainan sumsum tulang yaitu

berupa pansitopenia, limfositosis yang kadang – kadang menyebabkan gambaran darah tepi

monoton dan terdapatnya sel blas. Terdapatnya sel blas dalam darah tepi merupakan gejala

patognomonik untuk leukemia.3,

Anemia : kadar Hb, nilai Ht, jumlah eritrosit menurun

Page 5: makalah leukemia limfositik akut (LLA)

Trombositopenia

Hitung leukosit: meningkat/menurun/normal

Sediaan hapus darah tepi :

1. Eritrosit normositik normokrom, eritrosit berinti

2. Sel blas

Berdasarkan hitung leukosit dan adanya sel blas, leukemia akut dibagi menjadi:

1. Leukemia leukemik: hitung leukosit meningkat dengan sel blas (++)

2. Leukemia subleukemik: hitung leukosit normal dengan sel blas (+)

3. Leukemia aleukemik: hitung leukosit menurun dan sel blas (-)

2. Sumsum tulang

Dari pemeriksaan sumsum tulang akan ditemukan gambaran yang monoton yaitu hanya terdiri

dari sel limfopoetik patologis sedangkan system lain terdesak (aplasia sekunder).

Hiperseluler, gambaran monoton, sel blas >30%

Eritropoesis, trombopoesis tertekan

Pada LLA aspirasi sumsum tulang mungkin dry tap (karena serabut retikulin bertambah) 3, 4, 6

Pemeriksaan lain

1. Biopsy limpa

Pemeriksaan ini akan memperlihatkan proliferasi sel leukemia dan sel yang berasal dari

jaringan limpa akan terdesak seperti limfosit normal, RES, granulosit, pulp cell.

2. Kimia darah

Kolesterol mungkin menurun, asam urat dapat meningkat, hipogamaglobulinemia.

3. Cairan serebrospinal

Bila terjadi peninggian jumlah sel (sel patologis) dan protein, maka hal ini berarti suatu

leukemia meningeal. Kelainan ini dapat terjadi pada setiap saat dari perjalanan penyakit baik

pada keadaan remisi maupun pada keadaan kambuh.

Page 6: makalah leukemia limfositik akut (LLA)

Untuk mencegahnya dilakukan pungsi lumbal dan pemberian metotreksat (MTX) intratrakeal

secara rutin pada setiap penderita baru atau pada mereka yang menunjukkan gejala tekanan

intracranial yang meninggi.

4. Sitogenetik

70 – 90% dari kasus LMK menunjukkan kelainan kromosom, yaitu pada kromosom 21

(kromosom Philadelphia atau Ph1).

50 – 70% dari penderita LLA dan LMA mempunyai kelainan berupa:

a. kelainan jumlah kromosom seperti diploid (2n), haploid (2n-a), hiperloid (2n+a)

b. kariotip yang pseudodiploid pada kasus dengan jumlah kromosom yang diploid

c. Bertambah atau hilangnya bagian kromosom (partial depletion)

d. Terdapatnya marker chromosome yaitu elemen yang secara morfologis bukan merupakan

kromosom normal; dari bentuk yang sangat besar sampai yang sangat kecil7

Jenis Pemeriksaan Hasil yang ditemukan

Complete blood count leukositosis, anemia, trombositopenia

Bone Narrow Puncture hiperselular dengan infiltrasi limfoblas, sel berinti

Sitokimia Sudan black negatif, mieloperoksidase negatif

Fosfatase asam positif (T-ALL), PAS positif (B-ALL)

Imunoperoksidase peningkatan TdT (enzim nuklear yang mengatur kembali gen

reseptor sel T dan Ig)

Flowcytometry precursor B: CD 10, 19, 79A, 22, cytoplasmic m-heavy chain, TdT

T: CD1a, 2, 3, 4, 5, 7, 8, TdT

Page 7: makalah leukemia limfositik akut (LLA)

B: kappa atau lambda, CD19, 20, 22

Sitogenetika analisa gen dan kromosom dengan immunotyping untuk

menguraikan klon maligna

Pungsi lumbal keterlibatan SSP bila ditemukan > 5 leukosit/mL CSF

Tabel 1. Jenis Pemeriksaan Pada Leukemia Limfositik Akut Beserta Hasilnya4, 6

Diagnosis Kerja

Leukemia adalah kanker anak yang paling sering, mencapai lebih kurang 33% dari

keganasan pediatrik. Leukemia limfoblastik akut (LLA) berjumlah kira – kira 75% dari semua

kasus, dengan insidensi tertinggi pada umur 4 tahun. Leukemia myeloid akut (LMA) berjumlah

kira – kira 20% dari leukemia, dengan insidensi yang tetap dari lahir sampai umur 10 tahun,

meningkat sedikit pada masa remaja. Leukemia sisanya adalah bentuk kronis; leukemia

limfositik kronis (LLK) jarang ditemukan pada anak. Insidensi tahunan keseluruhan dari

leukemia adalah 42,1 tiap juta anak kulit hitam. Perbedaan itu terutama disebabkan oleh

rendahnya kejadian LLA pada kulit hitam.

Diagnosis dibuat berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan darah tepi dan dipastikan oleh

pemeriksaan sumsum tulang atau limpa. Pada stadium ini limpa mungkin tidak membesar,

bahkan gambaran darah tepi masih normal dan hanya terlihat gejala pucat yang mendadak

dengan atau tanpa trombositopenia. Dalam keadaan ini pemeriksaan sumsum tulang dapat

memastikan diagnosis.

Pada stadium praleukemia, gejala lebih tidak khas lagi, bahkan sumsum tulang dapat

memperlihatkan gambaran normal atau gambaran lain yang nonleukemik (misal anemia aplastik,

ITP menahun, diseritropoesis). Dengan pemeriksaan mikroskop electron sebenarnya telah dapat

dilihat adanya sel patologis.

Page 8: makalah leukemia limfositik akut (LLA)

Keluhan panas, pucat, dan perdarahan dapat disebabkan anemia aplastik, trombositopenia

(ITP, ATP, demam berdarah atau infeksi lain). Bila pada pemeriksaan jasmani ditemukan

splenomegali, maka diagnosis lebih terarah pada leukemia akut.

ATP dan trombositopenia ‘biasa’ tidak menunjukkan kelainan lain dalam darah tepi, kecuali

jumlah trombosit yang rendah. Bila darah tepi juga menunjukkan granulositopenia dan

retikulositopenia (terdapat pansitopenia), diagnosis lebih condong pada anemia aplastik atau

leukemia.

Acute Lymphocytic Leukemia (LLA) dibagi menjadi:

L1: sel kecil, homogen, sering terjadi pada anak – anak. Proliferasi uniform limfoblas kecil.

L2: sel besar, heterogen (limfoblas besar kecil), sering pada dewasa, jarang ≤ 5 tahun.

L3: sel besar, homogeny (Burkitt type)

Berdasarkan cell surface marker (immuno-phenotyping) Acute Lymphocytic Leukemia (ALL)

dibagi menjadi :

Common ALL : common ALL Antigen

Pre B ALL : Cytoplasmic Ig

B ALL : Surface Ig

T ALL : Erythrocyte Rosettes

Null ALL : Terminal deoxy-nucleotidyl Transferase (TdT +)

Manifestasi Klinis

Manifestasi ALL menyerupai leukemia granulositik akut dengan tanda dan gejala dikaitkan

dengan penekanan unsur sumsum tulang normal (kegagalan sumsum tulang) atau keterlibatan

ekstramedular oleh sel leukemia. Akumulasi sel-sel limfoblast ganas di sumsum tulang

menyebabkan berkurangnya sel-sel normal di darah perifer dengan manifestasi utama berupa

infeksi, perdarahan, dan anemia.

Gejala lain yang dapat ditemukan yaitu:

Mudah lelah, letargi, pusing, sesak, nyeri dada

Page 9: makalah leukemia limfositik akut (LLA)

Anoreksia, kehilangan berat badan, malaise

Nyeri tulang dan sendi (karena infiltrasi sumsum tulang oleh sel limfoblast), biasanya terjadi

pada anak

Demam, banyak berkeringat pada malam hari (hipermetabolisme)

Infeksi mulut, saluran napas, selulitis, atau sepsis. Penyebab tersering adalah gram negatif

usus

Perdarahan kulit, gusi, otak, saluran cerna, hematuria

Hepatomegali, splenomegali, limfadenopati

Massa di mediastinum (T-ALL)

Leukemia SSP (Leukemia cerebral): nyeri kepala, tekanan intrakranial naik, muntah,

kelumpuhan saraf otak (VI dan VII), kelainan neurologik fokal, dan perubahan status

mental.1, 2, 4

Diagnosis Banding

Leukemia Mielositik Akut

Pada sebagian besar kasus, gambaran klinis dan morfologi pada pewarnaan rutin

membedakan ALL dari AML. Pada ALL, blas tidak memperlihatkan adanya diferensiasi (dengan

perkecualian ALL sel B). Sedangkan pada AML, biasanya ditemukan tanda – tanda diferensiasi

ke arah granulosit atau monosit pada blas atau progeninya. Diperlukan tes khusus untuk

memastikan penegakan diagnosis AML atau ALL dan untuk membagi lagi kasus – kasus AML

atau ALL ke dalam subtype yang berbeda.

Pada sebagian kecil kasus leukemia akut, sel blas memperlihatkan adanya gambaran AML

dan ALL sekaligus. Ciri – ciri ini dapat ditemukan pada sel yang sama (biphenotypic) atau pada

populasi yang terpisah (bilineal), dan gambaran ini mencakup ekspresi yang tak wajar dari

petanda imunologik atau penataan ulang gen yang tak wajar. Hal ini disebut leukemia akut

hybrid dan pengobatan biasanya diberikan berdasarkan pola yang dominan.

Leukemia limfositik kronik (LLK)

Lebih sering pada orang dewasa sedangkan pada anak sangat jarang. LMK lebih sering

ditemukan daripada LLK. Tidak jarang ditemukan LMK yang berasal dari mielosis

eritremik (jenis akut) yang kemudian berubah menjadi jenis campuran sebagai eritoleukemia dan

Page 10: makalah leukemia limfositik akut (LLA)

kemudian berubah lagi menjadi LMK. Gejala klinik biasanya ringan bahkan mungkin tidak

tampak sakit. Kadang-kadang ditemukan secara kebetulan karena anak diperiksa darah untuk

keperluan lain. Sering ditemukan gejala panas dan pucat tanpa perdarahan.

Limfadenopati, hepatosplenomegali lebih nyata dibandingkan dengan leukemia akut dan

merupakan gejala yang hampir selalu ditemukan. Pemeriksaan darah tepi selain menggambarkan

anemia, juga yang sangat menyolok ialah jumlah leukosit sangat tinggi

(100.000 – 500.000/mm3). Jumlah trombosit tidak terlalu rendah, biasanya masih lebih dari

100.000/mm3. Pada hitung jenis terlihat semua jenis sel dari stadium muda sampai tua.

Pemeriksaan sumsum tulang menunjukkan proliferasi dari seri yang terkena. Persentase sel

terbanyak dari seri ini akan menetukan diagnosis morfologis. System hemopoetik lain tidak

berapa terdesak. 70-90 % dari kasus LMK menunjukkan adanya kelainan kromosom pada

sediaan darah tepi dan sumsum tulang (kromosom Philadelphia).

Pengobatannya ialah dengan radiasi limpa atau pemberian mileran, disamping

menghindarkan infeksi sekunder. Radiasi diberikan sampai jumlah leukosit mencapai 10.000-

20.000/mm3. Mileran diberikan dengan dosis 0,06mg/kgbb/hari. Prognosis leukemia kronik

lebih baik daripada leukemia akut. Biasanya penderita dapat bertahan lebih lama; 20% lebih dari

5 tahun dan beberapa kasus sampai 20 tahun.

Idiopatik Trombositopenia Purpura (ITP)

  ITP adalah suatu gangguan autoimun yang ditandai dengan trombositopenia yang

menetap (angka trombosit daraf perifer kurang dari 150.000/ µL) akibat autoantibodi yang

mengikat antigen trombosit yang menyebabkan dekstruksi prematur trombosit dalam sistem

retikuloendotelial terutama di limpa. Ada dua bentuk ITP: ITP akut, sering terjadi pada anak-

anak (2-8 thn), sembuh dalam 6 bulan; ITP kronik, sering pada orang dewasa, trombositopenik

menetap lebih dari 6 bulan, sebagian besar dapat hidup dengan perdarahan ringan pada kulit.

Patogenesis ITP kronik adalah sensitisasi trombosit oleh autoantibodi (biasanya IgG)

menyebabkan disingkirkannya trombosit secara prematur dari sirkulasi oleh makrofag sistem

retikuloendotelial, khususnya limpa. Pada banyak kasus, antibodi tersebut ditujukan terhadap

tempat-tempat antigen pada glikoprotein IIb-IIIa atau kompleks Ib. Masa hidup normal

untuk trombosit adalah sekitar 7 hari tetapi pada ITP masa hidup ini memendek menjadi

Page 11: makalah leukemia limfositik akut (LLA)

beberapa jam. Massa megakariosit total dan perputaran (turnover) trombosit meningkat secara

sejajar menjadi sekitar lima kali normal. ITP akut paling sering terjadi anak.

Pada sekitar 75% pasien, episode tersebut terjadi setelah vaksinasi atau infeksi seperti

cacar air atau mononukleosis infeksiosa. Sebagian besar kasus terjadi akibat perlekatan respon

imun non spesisfik. Remisi spontan lazim terjadi tetapi 5-10% kasus tersebut menjadi kronis

(berlangsung > 6 bulan). Untungnya, angkamorbiditas dan mortalitas pada ITP akut sangat

rendah. Pada kasus ditemukan riwayat penyakit sebelumnya, yaitu panas disertai pilek dan

diberikan penatalakasanaan amoxyllin. Dari daftar obat yang sering menyebabkan ITP

sebagaimana telah penulis lampirkan pada tinjauan pustaka ditemukan penicilin dan turunannya.

Hal ini mengindikasikan bahwa anak tersebut kemungkinan menderita ITP yang diinduksi obat.

Untuk penegakkan diagnosis dilakukan pemeriksaan lab antara lain Hitung trombosit

(<100000/mm3), sediaan hapus darah tepi (megatrombosit sering ditemukan), waktu perdarahan

(memanjang), waktu pembekuan (normal), aspirasi sumsum tulang (peningkatan megakaryosit

dan agranuler/ tidak mengandung trombosit), pemeriksaan Imunoglobulin (PAIgG).

Penatalaksanaan ITP akut adalah tanpa pengobatan, jadi sembuh spontan; keadaan berat

kortikosteroid ( prednison ) peroral dengan atau tanpa transfusi darah keadaan sangat gawat

(perdarahan otak) transfusi suspensi trombosit; Ig secara IV biasa dalam dosis tinggi :

0,4gr / kgBB / hr selama 5 hr. Menyebabkan blokade pd RES. Pada ITP kronik adalah pemberian

kortikosteroid selama 6 bulan ( azatioprin, siklofosfamid), splenektomi jika resisten thd

prednisondan obat imunosupresif.

Anemia Aplastik

Anemia aplastik adalah suatu kelainan yang ditandai oleh pansitopenia pada darah tepi dan

penurunan selularitas sumsum tulang.

Kurang lebih 70% penderita anemia aplastik mempunyai penyebab yang tidak jelas,

dinamakan idiopatik. Defek sel induk yang didapat (acquired) diduga disebabkan oleh obat-obat:

busulfan, kloramfenikol, asetaminofen, klorpromazina, benzenebenzol, metildopa, penisilin,

streptomisin, sulfonamid, dan lain-lain.

Pengaruh obat-obat pada sumsum tulang diduga sebagai berikut:

Page 12: makalah leukemia limfositik akut (LLA)

Penekanan bergantung dosis obat, reversible dan dapat diduga sebelumnya (obat obat anti

tumor)

Penekanan bergantung dosis, reversible, tetapi tidak dapat diduga sebelumnya.

Penekanan tidak bergantung dosis obat (idiosinkrasi)

Microenvironment:

Kelainan microenvironmet memegang peranan terjadinya anemia aplastik. Akibat radiasi,

pemakaian kemoterapi yang lama atau dosis tinggi, dapat menyebabkan microarchitecture

mengalami sembab yang fibrinus dan infiltrasi sel. Faktor humoral misalnya eritropoitin,

ternyata tidak mengalami penurunan.

Cell Inhibitors:

Pada beberapa penderita anemia aplastik, dapat dibuktikan adanya T-limfosit yang

menghambat pertumbuhan sel-sel sumsum tulang pada biakan.

Gejala klinis yang timbul diantaranya:

Anemia: pucat, lemah, mudah lelah, dan berdebar-debar.

Leukopenia ataupun granulositopenia: infeksi bakteri, virus, jamur, dan kuman patogen lain.

Trombositopenia: perdarahan seperti petekia, ekimosa, epistaksis, perdarahan gusi dan lain-

lain.3

Leukemia Limfositik Akut Anemia Aplastik

Usia Sering pada anak berusia 3-5

tahun

Biasanya terjadi pada anak besar

(>6 tahun)

Etiologi i. Masih belum jelas

ii. Kemungkinan besar virus

iii. Faktor eksogen dan

endogen

i. Kongenital : Sindrom Fanconi

dengan kelainan bawaan

ii. Didapat

- bahan kimia/obat

- radiasi

- infeksi

- keganasan, penyakit ginjal,

endokrin

- idiopatik

Gejala Klinis i. pucat mendadak i. Anemia (pucat)

Page 13: makalah leukemia limfositik akut (LLA)

ii. panas karena sering infeksi

iii. perdarahan

iv. splenomegali,

hepatomegali,

limfadenopati

ii. Panas (demam)

iii. Perdarahan

iv. Tidak ada organomegali

Gambaran

Darah Tepi

i. Pansitopenia

ii. Limfositosis (monoton)

iii. Terdapat sel blas

i. Pansitopenia

ii. Limfositosis relatif

iii. Mungkin terdapat sel plasma,

monosit bertambah

Gambaran

Sumsum

Tulang

i. Gambaran monoton; sel

limfopoetik patologis

ii. Aplasia sekunder

i. Gambaran sel sumsum tulang

yang sangat kurang

ii. Banyak jaringan penyokong,

jaringan lemak

iii. Aplasia sistem eritropoetik,

granulopoetik, trombopoetik

Tabel 2. Perbedaan LLA dan Anemia Aplastik8

Etiologi

Penyebab leukemia tidak diketahui, tetapi dapat diakibatkan interaksi sejumlah faktor yaitu:

1. Neoplasia. Ada persamaan jelas antara leukemia dan penyakit neoplastik lain, misalnya

proliferasi sel yang tidak terkendali, abnormalitas morfologi sel, dan infiltrasi organ. Lebih

dari itu, kelainan sumsum kronis lain dapat berubah bentuk akhirnya menjadi leukemia akut,

misalnya polisitemia vera, mieosklerosis atau anemia aplastik. Leukemia nyata menunjukkan

perluasan klonal yang timbul dengan mutasi somatik sumsum tunggal, sel limfoid tepi atau

timus seperti dilihatkan dengan teknik kromosomal, isoenzim, imunologis, dan kultur in-vitro.

Leukemia selanjutnya dapat mengembangkan “subclone” dengan perkembangan abnormalitas

baru dan satu atau lebih “subclone” dapat menjadi lebih besar dan menggantikan “clone”

permulaan, seperti diperlihatkan oleh perubahan leukemia granulositik kronis (CGL = chronic

granulocytic leukemia) dari fase kronis ke fase akut. Biasanya “subclone” lebih ganas dan

sering terdapat abnormalitas kromosom (cytogenetic)

Page 14: makalah leukemia limfositik akut (LLA)

2. Infeksi. Pada manusia, terdapat bukti kuat untuk etiologi virus baik pada satu jenis

leukemia/limfoma sel T dan pada limfoma Burkitt. HTLV (virus leukemia T manusia = the

human T leukemia virus) dan retrovirus jenis cRNA, telah ditunjukkan oleh mikroskop

elektron dan oleh kultur pada sel pasien dengan jenis khusus leukemia/limfoma sel T yang

umum pada provinsi tertentu di Jepang dan yang terjadi sporadis di tempat lain, khususnya di

antara Negro Karibia dan Amerika Serikat. Virus Epstein-Barr, suatu virus DNA, telah dibiak

dari jaringan limfoma Burkitt dan, pada kasus ini, penyakit ini diduga timbul karena infeksi

EB pada orang dengan pengaturan sel T yang terganggu, mungkin yang disebabkan malaria

kronis. Bukti tidak langsung untuk etiologi virus beberapa leukemia adalah kambuhnya

leukemia pada sel yang berasal donor pada kira-kira enam kasus setelah transplantasi sumsum

tulang untuk leukemia akut.

3. Radiasi. Radiasi, khususnya sumsum tulang, bersifat leukemogenik. Terdapat insiden

leukemia tinggi pada orang yang tetap hidup setelah bom atom di Jepang, pada pasien

“ankylosing spondylitis” yang telah menerima penyinaran spinal dan pada anak-anak yang

ibunya menerima sinar X abdomen selama hamil.

4. Genetik dan Perubahan kromosom. Ada laporan beberapa kasus yang terjadi pada satu

keluarga dan pada kembar identik. Lebih dari itu, ada insiden yang meningkat pada beberapa

penyakit herediter, khususnya sindroma Down (dimana leukemia terjadi dengan peningkatan

fekuensi 20-30 kali lipat), anemia Fanconi, sindroma Bloom dan ataksia-talangiektasia.

5. Zat kimia. Terkena benzene kronis, yang dapat menyebabkan displasia sumsum tulang dan

perubahan kromosom, merupakan penyebab leukemia yang tidak biasa. Zat pelarut dan kimia

industri lainnya dapat menyebabkan leukemia lebih jarang tetapi sukar membuktikan ini pada

kasus individual. Zat khemoterapi merupakan penyebab yang ditetapkan mantap, khususnya

obat yang mengalkilasi seperti khlorambusil, mustin dan melfalan, dan prokarbazin.

Leukemia, khususnya AML mielomonositik (M4) dan eritroleukemik (M6), bisa pada pasien

limfoma yang diobat dengan radiasi dan dengan obat-obatan ini.2, 4

Epidemiologi

Dibanding penyakit kanker lain seperti kanker paru dan kanker payudara, leukemia (kanker

darah) termasuk kanker yang jarang terjadi. Meskipun demikian, leukemia merupakan jenis

kanker yang paling banyak ditemukan pada anak di bawah umur 15 tahun. Pada populasi anak,

leukemia yang terjadi pada umumnya adalah leukemia akut, yaitu Leukemia Limfositik Akut

Page 15: makalah leukemia limfositik akut (LLA)

(LLA) dan Leukemia Mielositik Akut (LMA). LLA pada anak 5 kali lebih sering terjadi

dibandingkan dengan LMA. Dari seluruh kejadian kanker, 32% di antaranya terjadi pada usia di

bawah 15 tahun. Sekitar 74% dari kelompok umur tersebut adalah kanker darah atau leukemia.

Data lain menunjukkan bahwa pada 1994 angka insiden leukemia di Amerika sekitar 31,8 per

1.000.000 kelahiran hidup. Tidak hanya angka morbiditas, angka mortalitas leukemia juga

dilaporkan di Amerika. Sampai tahun1980-an, dilaporkan bahwa leukemia menjadi penyebab

utama kematian karena kanker pada anak di Amerika.

Organisasi kesehatan dunia (WHO) memperkirakan bahwa di Indonesia tiap tahun ada

seratus penderita kanker baru dari 100.000 penduduk dan 2% di antaranya atau 4.100 kasus

merupakan kanker anak. Angka ini terus meningkat lantaran kurangnya pemahaman orang tua

mengenai penyakit kanker dan bahayanya. Menurut Dr. Djajadiman Gatot, SpA(K), dari Sub

Bagian Hematologi-Onkologi, Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (FKUI-RSCM), leukemia merupakan jenis kanker

yang paling banyak terjadi pada anak (30-40 persen) disusul tumor otak (10- 15 persen) dan

kanker mata/retinoblastoma (10 – 12 persen). Sisanya kanker jenis lain seperti kanker kelenjar

getah bening, kanker saraf, dan kanker ginjal. Data lain menyatakan bahwa di Indonesia terdapat

sekitar 80 juta anak dengan usia dibawah 15 tahun. Sebagian dari anak tersebut merupakan

populasi berisiko terkena leukemia. Dari penelitian yang dilakukan di RS Dr.Sardjito Universitas

Gajah Mada Yogyakarta, didapatkan insiden leukemia jenis LLA sebesar 2,5 – 4,0 per 100.000

anak. Dengan kata lain dapat diestimasi bahwa terdapat 2000 – 3200 kasus baru jenis LLA tiap

tahunnya. Selain itu juga didapatkan sebanyak 30 – 40 leukemia anak jenis LLA ditangani setiap

tahun di institusi tersebut di atas.

Sampai saat ini apa yang menjadi penyebab leukemia belum diketahui dengan pasti. Sementara,

apa yang menjadi faktor risiko dapat diketahui dari beberapa penelitian yang telah dilakukan,

diantaranya adalah penggunaan pestisida, medan listrik, riwayat keguguran pada ibu, radiasi,

bahan kimia (benzene), virus, kelainan genetik, ibu yang umurnya relatif tua saat melahirkan, ibu

yang merokok saat hamil, konsumsi alkohol saat hamil, penggunaan marijuana saat hamil,

medan magnet, pekerjaan orang tua, berat lahir, urutan lahir, radiasi prenatal dan post-natal,

vitamin K, serta diet.

Page 16: makalah leukemia limfositik akut (LLA)

Leukemia paling sering terjadi pada anak dibandingkan dengan orang dewasa. Selain itu

leukemia juga menyebabkan kematian pada anak, khususnya untuk jenis leukemia LMA karena

risiko kematiannya lebih tinggi dibandingkan jenis lain. Oleh karena itu perlu dilakukan suatu

penelitian ilmiah untuk melihat besarnya masalah serta melihat gambaran determinan leukemia

anak.

Penelitian mengenai gambaran epidemiologi leukemia anak belum merupakan prioritas para

peneliti di Indonesia. Padahal, informasi ini sangat penting agar masyarakat mengerti dan peduli

(aware) terhadap tingginya angka kejadian leukemia pada anak dibandingkan dengan jenis

kanker lain. Penelitian ini juga penting sebagai langkah awal untuk melanjutkan penelitian

terhadap faktor penyebab sehingga dapat menentukan tindakan preventifnya.9

Patofisiologi

Kasus LLA disubklasifikasikan menurut gambaran morfologi, imunologi, dan genetik sel

induk leukemia. Diagnosis pasti biasanya didasarkan atas pemeriksaan aspirat sumsum tulang.

Gambaran sitologik sel induk amat bervariasi, walaupun dalam satu cuplikan tunggal, sehingga

tidak ada klasifikasi morfologik yang memuaskan. Sistem Perancis-Amerika-Inggris (PAI)

membedakan tiga subtipe morfologi, L1, L2, dan L3. Pada limfoblas L1 umumnya kecil, dengan

sedikit sitoplasma, pada sel L2 lebih besar, dan pleomorfik dengan sitoplasma lebih banyak,

bentuk irregular, dan nukleoli nyata, dan sel L3 mempunyai kromatin inti homogen dan berbintik

halus, nukleoli jelas, dan sitoplasma biru tua dengan vakuolisasi nyata. Karena perbedaan yang

subjektif antara blas L1 dan L2 dan korelasi dengan penanda imunologik dan genetik yang

sedikit, hanya subtipe L3 yang mempunyai arti klinis.

Klasifikasi LLA bergantung kepada kombinasi gambaran sitologik, imunologik dan

kariotip. Dengan antibodi monoklonal yang mengenali antigen permukaan sel yang terkait

dengan galur sel dan antigen sitoplasma, maka imunotipe dapat ditentukan pada kebanyakan

kasus. Umumnya berasal dari sel progenitor-B; lebih kurang 15% berasal dari sel progenitor-T,

dan 1% dari sel B yang relatif matang. Imunotipe ini mempunyai implikasi prognostik maupun

terapeutik. Beberapa kasus belum dapat diklasifikasikan karena menunjukkan ekspresi antigen

yang berkaitan dengan beberapa galur yang berbeda (LLA galur campuran atau bifenopitik).

Page 17: makalah leukemia limfositik akut (LLA)

Kelainan kromoson dapat diidentifikasi setidak-tidaknya 80-90% LLA anak. Kariotip

dari sel leukemia mempunyai arti penting diagnostik, prognostik, dan terapeutik. Hal ini

dikarenakan kariotip dari sel leukemia menunjukkan tepat pada penelitian molekular untuk

mendeteksi gen yang mungkin terlibat pada transformasi leukemia. LLA anak dapat juga

diklasifikasikan atas dasar jumlah kromosom tiap sel leukemia (ploidy) dan atas penyusunan

kembali kromosom struktural misalnya translokasi.

Penanda biologik lain yang potensial bermanfaat adalah aktivitas terminal

deoksinukleotidil transferase (TdT) yang umumnya dapat diperlihatkan pada LLA sel progenitor-

B dan sel T. Oleh karena enzim ini tidak terdapat pada limfoid normal, maka hanya dapat

berguna untuk mengidentifikasi sel leukemia pada situasi diagnostik yang sulit. Misalnya,

aktivitas TdT dalam sel dari cairan serebrospinal mungkin membantu untuk membedakan relaps

susunan saraf sentral (SSP) awal dengan meningitis aseptik.1, 3

Kebanyakan penderita dengan leukemia mempunyai penyebaran pada waktu diagnosis,

dengan keterlibatan sumsum tulang yang luas dan adanya sel blas leukemia di sirkulasi darah.

Limpa, hati, kelenjar limfe biasanya juga terlibat. Karena itu, tidak ada sistem pembagian

stadium untuk LLA.

Secara imunologik, bila virus dianggap sebagai penyebabnya (virus onkogenik yang

mempunyai struktur antigen tertentu), maka virus tersebut dengan mudah akan masuk ke dalam

tubuh manusia seandainya struktur antigennya sesuai dengan struktur antigen manusia itu. Bila

struktur antigen individu tidak sesuai dengan struktur antigen virus, maka virus tersebut akan

ditolak seperti penolakan tubuh terhadap benda asing. Struktur antigen manusia terbentuk oleh

struktur antigen dari berbagai alat tubuh, terutama kulit dan selaput lender yang terletak di

permukaan tubuh (kulit disebut juga antigen jaringan). Oleh WHO terhadap antigen jaringan

telah ditetapkan istilah HL-A (Human Leucocyte locus A). sistem HL-A individu ini diturunkan

menurut hukum genetika, sehingga agaknya peranan faktor ras dan keluarga dalam etiologi

leukemia tidak dapat diabaikan.

Perkembangan LLA, seperti halnya keganasan hematologi lainnya, dipercayai melibatkan

proses transformasi yang terjadi pada suatu sel progenitor yang mempunyai kemampuan untuk

melakukan ekspansi klonal yang tidak terbatas. Proses leukemogenik berlaku pada jalur sel

Page 18: makalah leukemia limfositik akut (LLA)

limfoid, sel B, atau sel T sehingga terbentuknya subtipe LLA yang berlainan, tergantung tingkat

diferensiasi sel pada saat proses tersebut berlangsung. Kira-kira 80% dari kasus LLA

menunjukkan cell-surface marker dari prekursor sel B. Hanya 1-2% dari kasus saja yang

menunjukkan fenotipe tipikal dari sel B yang matang. LLA sel T berlaku pada 15-20% dari kasus

LLA dan biasanya berkaitan dengan faktor lain dalam diagnosis seperti umur yang lebih tua,

laki-laki, hitung sel darah putih yang tinggi, serta penyakit ekstramedular dan semua hal yang

menguatkan indikasi untuk kemoterapi. Selain itu, identifikasi abnormalitas kromosom spesifik

turut memegang peran penting dalam penentuan terapi dan prognosis bagi subtipe LLA tertentu.5

Penatalaksanaan

a. Transfusi darah biasanya diberikan bila kadar Hb kurang dari 6 g%. Pada trombositopenia yang

berat dan perdarahan masif, dapat diberikan transfusi trombosit dan bila terdapat tanda – tanda

DIC dapat diberikan heparin.

b. Kortikosteroid (prednisone, kortison, deksametason, dsb). Setelah dicapai remisi dosis

dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya dihentikan.

Page 19: makalah leukemia limfositik akut (LLA)

c. Sitostatika. Selain sitostatika yang lama (6-merkaptopurin atau 6-mp, metotreksat atau MTX)

pada waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih poten seperti vinkristin (Oncovin), rubidomisin

(daunorubicin), sitosin, arabinosid, L-asparaginase, siklofosfamid atau CPA, adriamisin, dsb.

Umumnya sitostatika diberikan dalam kombinasi bersama –sama dengan prednisone. Pada

pemberian obat – obatan ini sering terdapat akibat samping berupa alopesia, stomatitis,

leucopenia, infeksi sekunder atau kandidiasis. Hendaknya lebih berhati – hati bila jumlah

leukosit kurang dari 2.000/mm3.

d. Infeksi sekunder dihindarkan (bila mungkin penderita diisolasi dalam kamar steril).

e. Imunoterapi merupakan cara pengobatan yang terbaru, setelah tercapai remisi dan jumlah sel

leukemia cukup rendah (105 – 106), imunoterapi mulai diberikan. Pengobatan yang spesifik

dilakukan dengan pemberian imunisasi BCG atau dengan Corynaebacterium dan dimaksudkan

agar terbentuk antibody yang dapat memperkuat daya tahan tubuh. Pengobatan spesifik

dikerjakan dengan penyuntikan sel leukemia yang telah diradiasi. Dengan cara ini diharapkan

akan terbentuk antibody yang spesifik terhadap sel leukemia, sehingga semua sel patologis

akan dihancurkan sehingga diharapkan penderita leukemia dapat sembuh sempurna 2.

Cara pengobatan

Cara pengobatan terhadap leukemia limfositik akut ialah dengan menggunakan protocol sebagai

berikut:

1. Induksi

Sistemik :

a. VCR (vinkristin): 2 mg/m2/minggu, intravena diberikan 6 kali.

b. ADR (adriamisin): 40mg/m2/2 minggu intravena diberikan 3 kali dimulai pada hari ketiga

pengobatan

c. Prednisone 50mg/m2/hari peroral diberikan selama 5 minggu kemudian tapering off selama

1 minggu.

SSP: Profilaksis: MTX (metotreksat) 10mg/m2/minggu intratrakeal, diberikan 5 kali dimulai

bersamaan dengan atau setelah VCR pertama.

Radiasi cranial: dosis total 2.400 rad dimulai setelah konsolidasi terakhir (siklofosfamid)

2. Konsolidasi

Page 20: makalah leukemia limfositik akut (LLA)

a. MTX: 15 mg/m2/hari intravena diberikan 3 kali dimulai satu minggu setelah VCR

keenam, kemudian dilanjutkan dengan:

b. 6-MP (6-merkaptopurin): 500 mg/m2/hari peroral diberikan 3 kali

c. CPA (siklofosfamid) 800mg/m2/kali diberikan pada akhir minggu kedua dari konsolidasi

3. Rumat

Dimulai satu minggu setelah konsolidasi terakhir (CPA) dengan :

a. 6-MP: 65 mg/m2/hari peroral

b. MTX: 20 mg/m2/minggu peroral dibagi dalam 2 dosis (misalnya Senin dan Kamis)

4. Reinduksi

Diberikan tiap 3 bulan sejak VCR terakhir. Selama reinduksi obat - obat rumat dihentikan.

Sistemik :

a. VCR: dosis sama dengan dosis induksi, diberikan 2 kali

b. Prednison dosis sama dengan dosis induksi diberikan 1 minggu penuh dan 1 minggu

kemudian tapering off

SSP: MTX intratrakeal, dosis sama dengan profilaksis, diberikan 2 kali

5. Imunoterapi

BCG diberikan 2 minggu setelah VCR kedua pada reinduksi pertama. Dosis 0,6 ml

intrakutan, diberikan pada 3 tempat masing – masing 0,2 ml. Suntikan BCG diberikan 3 kali

dengan interval 4 minggu. Selama pengobatan ini, obat – obat rumat diteruskan.

6. Pengobatan seluruhnya dihentikan setelah 3 tahun remisi terus menerus.

Pungsi sumsum tulang ulangan rutin dilakukan setelah induksi pengobatan (setelah 6

minggu)1, 4, 5

Pencegahan

Tidak diketahui secara pasti cara – cara pencegahan berbagai tipe leukemia. Karena

kebanyakan penderita leukemia tidak mengetahui faktor risiko mereka masing – masing.

Beberapa tipe dari leukemia mungkin dapat dicegah dengan cara menghindari paparan radiasi

dosis tinggi (bahkan pasca kemoterapi / terapi radiasi), pajanan zat kimia (benzene), menghindari

merokok ataupun paparan asap rokok.

Page 21: makalah leukemia limfositik akut (LLA)

Namun sayangnya, banyak kasus dari leukemia tidak dapat dicegah. Karena sesungguhnya

tidak dapat diidentifikasi secara nyata dan pasti mengenai penyebabnya. Hanya saja perlu

dihindari faktor – faktor lain (eksogen) yang dapat mencetuskan LLA.9

Komplikasi

Komplikasi yang mungkin terjadi ialah timbulnya pendarahan, kerusakan organ lain akibat

kemoterapi, disseminated intravascular coagulation (DIC), relaps LLA, infeksi berat, dan

penyebaran keganasan di organ-organ tubuh lain. Kematian mungkin terjadi karena infeksi

(sepsis) atau pendarahan yang tidak terkontrol. Komplikasi yang paling sering terjadi adalah

kegagalan leukemia untuk memberi respon terhadap kemoterapi.

Komplikasi dari leukemia dan terapinya dapat berupa sindrom tumor lisis (hiperfosfatemia

berat, hiperkalemia, hiperurikemia, dan hipokalsemia setelah kemoterapi intensif), gagal ginjal,

sepsis, pendarahan, thrombosis, tiflitis (inflamasi di daerah sekum), neuropati, ensefalopati,

kejang, keganasan sekunder, pertumbuhan terbantut (akibat radiasi kraniospinal), defisiensi

hormon pertumbuhan, serta defek kognitif.

LLA dikatakan dapat mengakibatkan 1400 kematian pada setiap tahun, dan dapat

meningkat lebih cepat jika tidak diobati. Akan tetapi, LLA merupakan salah satu kanker yang

paling mungkin terobati dan kadar survival hidup penderitanya juga tinggi. Kadar survival bagi

pasien dengan usia lanjut dan usia sangat muda dapat lebih rendah karena leukemia pada

golongan tersebut lebih cenderung disebabkan adanya faktor genetik sehingga kondisi

leukemianya lebih parah.

Penelitian menunjukkan survivor LLA anak cenderung mengalami masalah psikologi,

termasuk stress, depresi, mudah marah, serta rasa bingung bila dibandingkan dengan saudaranya

yang sehat. Risiko terhadap gangguan psikologi dapat bervariasi tergantung terapi yang

diberikan. Penelitian pada tahun 2003 menunjukkan pasien yang menerima radiasi SSP dosis

tinggi dan terapi metrotreksat mempunyai risiko tinggi terhadap gangguan emosi jika

dibandingkan dengan pasien yang tidak diterapi dengan radiasi. Menyadari risiko tersebut,

dukungan secara psikologis dapat menjadi suatu hal yang penting dan sangat membantu dalam

pengobatan LLA.5

Prognosis

Page 22: makalah leukemia limfositik akut (LLA)

Karena onset biasanya mendadak, maka dapat disertai perkembangan dan kematian yang cepat

bila tidak diobati. 60% pasien yang diobati menjadi sembuh dan mengalami harapan hidup yang

meningkat dengan kemoterapi agresif yang diarahkan pada sumsum tulang serta SSP. Harapan

sembuh pasien dewasa tergantung dari intensifnya terapi. Secara umum, overall disease – free

survival rate kira-kira 30%.1

Kesimpulan

Pasien anak 3 tahun dengan keluhan pucat sejak 1 bulan yang lalu, demam yang hilang timbul

sejak 1-2 bulan yang lalu, disertai pendarahan pada gusi dan mimisan, limfadenopati di

servikal,axila dan inguinal, hepatomegaly, petekie dan positif purpura diduga menderita

leukemia limfositik akut. Pemeriksaan sumsum tulang dan sediaan darah tepi harus dilakukan

untuk memastikan apakah pasien menderita leukemia limfositik akut atau leukemia mielositik

akut.

Daftar Pustaka

1. Hassan, Rusepno dkk. Leukemia. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Bagian 1. Cetakan

ke-11. Percetakan Infomedika, Jakarta: 2007.

2. Sudiono, Herawati, dkk. Leukemia. Penuntun Patologi Klinik Hematologi. Cetakan ketiga.

Biro Publikasi Fakultas Kedokteran Ukrida, Jakarta: 2009.

3. Hoffbrand, A.V. Leukemia Akut. Kapita Selekta Hematologi. Edisi ke-4. Penerbit Buku

Kedokteran EGC, Jakarta: 2005

4. Waldo, E. Nelson. Leukemia Limfoblastik Akut. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15.

Vol 3. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta: 2000

5. Rudolph, M. Abraham. Leukemia Limfoblastik Akut. Buku Ajar Pediatrik Rudolph. Edisi

20. EGC, Jakarta: 2006

6. Leukemia Diagnosis. 2008. Diunduh dari,

http://www.docstoc.com/docs/25982171/Leukemia-Diagnostic pada April 10, 2012.

7. Berg SL, Steuber CP, Poplack DG. Clinical Manifestation of Acute Lymphoblastic

Leukemia. In Hoffman ed: Hematology: Basic Principles and Practice 3 rd ed. Churchill

Livingstone Inc. 2000. page 1070-76.

Page 23: makalah leukemia limfositik akut (LLA)

8. Behrman, E. Richard. Leukemia Limfositik Akut. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Bagian

3. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta: 1992

9. Gambaran Epidemiologi Kasus Leukemia Anak di Rumah Sakit Kanker Dharmais, pada

tahun 2004-2008 Diunduh dari:

http://indonesianjournalofcancer.org/images/stories/2010/IJoC_2010_1_015.pdf pada 20

April 2013