Makalah Lengkap Perawatan Jenasah

24
Makalah KDPK II : Perawatan Jenazah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perawatan jenazah adalah suatu tindakan medis melakukan pemberian bahan kimia tertentu pada jenazah untuk menghambat pembusukan serta menjaga penampilan luar jenazah supaya tetap mirip dengan kondisi sewaktu hidup. Perawatan jenazah dapat dilakukan langsung pada kematian wajar, akan tetapi pada kematian tidak wajar pengawetan jenasah baru boleh dilakukan setelah pemeriksaan jenasah atau otopsi dilakukan. Perawatan jenasah perlu dilakukan pada keadaan adanya penundaan penguburan atau kremasi lebih dari 24 jam. Hal ini penting karena di Indonesia yang beriklim tropis dalam 24 jam mayat sudah mulai membusuk mengeluarkan bau dan cairan pembusukan yang dapat mencemari lingkungan sekitranya. Dan perawatan jenasah dilakukan untuk mencegah penularan kuman atau bibit penyakit kesekitarnya. Selain itu perawatan jenasah juga yaitu untuk mencegah pembusukan. Mekanisme pembusukan disebabkan oleh otorisis yakni tubuh mempunyai enzim yang setelah mati dapat merusak tubuh sendiri. Selain itu, perawatan dilakukan untuk menghambat aktifitas kuman. 1.2 Tujuan Kelompok 4 1

description

perawatan jenazah

Transcript of Makalah Lengkap Perawatan Jenasah

Page 1: Makalah Lengkap Perawatan Jenasah

Makalah KDPK II : Perawatan Jenazah

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perawatan jenazah adalah suatu tindakan medis melakukan pemberian bahan

kimia tertentu pada jenazah untuk menghambat pembusukan serta menjaga

penampilan luar jenazah supaya tetap mirip dengan kondisi sewaktu hidup.

Perawatan jenazah dapat dilakukan langsung pada kematian wajar, akan tetapi pada

kematian tidak wajar pengawetan jenasah baru boleh dilakukan setelah pemeriksaan

jenasah atau otopsi dilakukan.

Perawatan jenasah perlu dilakukan pada keadaan adanya penundaan penguburan

atau kremasi lebih dari 24 jam. Hal ini penting karena di Indonesia yang beriklim

tropis dalam 24 jam mayat sudah mulai membusuk mengeluarkan bau dan cairan

pembusukan yang dapat mencemari lingkungan sekitranya. Dan perawatan jenasah

dilakukan untuk mencegah penularan kuman atau bibit penyakit kesekitarnya. Selain

itu perawatan jenasah juga yaitu untuk mencegah pembusukan.

Mekanisme pembusukan disebabkan oleh otorisis yakni tubuh mempunyai enzim

yang setelah mati dapat merusak tubuh sendiri. Selain itu, perawatan dilakukan untuk

menghambat aktifitas kuman.

1.2 Tujuan

1. Mengetahui cara perawatan jenazah dan pemakamannya di beberapa daerah di

indonesia.

2. Agar mahasiswa mampu untuk memberikan kritik dan saran tentang adat-adat

perawatan jenazah di indonesia.

Kelompok 4 1

Page 2: Makalah Lengkap Perawatan Jenasah

Makalah KDPK II : Perawatan Jenazah

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Desa Terunyan (Bali)

Tradisi Masyarakat Desa Trunyan

DESA Trunyan, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Bali, di sebelah

timur Danau Batur, tampak mayat disemayamkan sanak saudara di bawah pohon

kemenyan Trunyan. Keunikan itu hanya untuk mayat orang-orang tertentu saja.

Trunyan adalah desa kuna yang dianggap sebagai desa Bali Aga (Bali asli).

Trunyan memiliki banyak keunikan. Daya tariknya paling tinggi adalah keunikan

memperlakukan jenasah warganya. Trunyan memiliki tiga jenis kuburan yang

menurut tradisi desa Trunyan, ketiga jenis kuburan itu diklasifikasikan berdasarkan

umur orang yang meninggal, keutuhan jenasah dan cara penguburan.

Kuburan utama, dianggap paling suci dan paling baik. Jenazah yang

dikuburkan pada kuburan suci ini hanyalah jenazah yang jasadnya utuh, tidak cacat,

dan jenasah yang proses meninggalnya dianggap wajar (bukan bunuh diri atau

kecelakaan).

Kuburan yang kedua disebut kuburan muda yang khusus diperuntukkan bagi

bayi dan orang dewasa yang belum menikah. Namun tetap dengan syarat jenasah

tersebut harus utuh dan tidak cacat.

Kelompok 4 2

Page 3: Makalah Lengkap Perawatan Jenasah

Makalah KDPK II : Perawatan Jenazah

Kuburan yang ketiga disebut Sentra Bantas. Kuburan ini khusus untuk jenasah

yang cacat dan yang meninggal karena salah pati maupun ulah pati (meninggal secara

tidak wajar misalnya kecelakaan, bunuh diri).

Dari ketiga jenis kuburan tersebut yang paling unik dan menarik adalah

kuburan utama atau kuburan suci (Setra Wayah). Kuburan ini berlokasi sekitar 400

meter di bagian utara desa dengan dibatasi oleh tonjolan kaki tebing bukit. Untuk

membawa jenasah ke kuburan harus menggunakan sampan kecil khusus jenasah yang

disebut Pedau. Meski disebut dikubur, namun cara penguburannya unik, yaitu dikenal

dengan istilah mepasah.

Jenasah yang telah diupacarai menurut tradisi setempat diletakkan begitu saja

di atas lubang sedalam 20cm. Sebagian badannya dari bagian dada ke atas, dibiarkan

terbuka, tidak terkubur tanah. Jenasah tersebut hanya dibatasi dengan ancak saji yang

terbuat dari sejenis bambu membentuk semacam kerucut, digunakan untuk memagari

jenasah. Di Setra Wayah ini terdapat 7 liang lahat terbagi menjadi 2 kelompok. Dua

liang untuk penghulu desa yang jenasahnya tanpa cacat terletak di bagian hulu dan

masih ada 5 liang berjejer setelah kedua liang tadi yaitu untuk masyarakat biasa.

Jika semua liang sudah penuh dan ada lagi jenasah baru yang akan dikubur,

jenasah yang lama dinaikkan dari lubang dan jenasah barulah yang menempati lubang

tersebut. Jenasah lama, ditaruh begitu saja di pinggir lubang. Jadi jangan kaget jika di

setra wayah berserakan tengorak-tengkorak manusia yang tidak boleh ditanam

maupun dibuang.

Kelompok 4 3

Page 4: Makalah Lengkap Perawatan Jenasah

Makalah KDPK II : Perawatan Jenazah

Meski tidak dilakukan dengan upacara Ngaben, upacara kematian tradisi desa

Trunyan pada prinsipnya sama saja dengan makna dan tujuan upacara kematian yang

dilakukan oleh umat Hindu di Bali lainnya. Upacara dilangsungkan untuk membayar

utang jasa anak terhadap orang tuanya. Utang itu dibayarkan melalui dua tahap, tahap

pertama dibayarkan dengan perilaku yang baik ketika orang tua masih hidup dan

tahap kedua pada waktu orang tua meninggal serangkaian dengan prilaku ritual dalam

bentuk upacara kematian.

Kebudayaan yang ada di Kintamani adalah adanya suatu tradisi yang unik,

yaitu tradisi yang hanya meletakkan jenazah para pemuka/pemimpin adat yang

matinya wajar  di bawah pohon Taru. Masyarakat tersebut berada di seberang Danau

Batur tepatnya Desa Trunyan.

Desa trunyan merupakan sebuah desa kuno di tepi danau batur. Desa ini

merupakan sebuah desa bali aga, bali mula dengan kehidupan masyarakat yang unik

dan menarik bali aga, berarti orang bali pegunungan, sedangkan bali mula berarti bali

asli. Kebudayaan orang Trunyan mencerminkan satu pola kebudayaan petani yang

konservatif. Masyarakat Trunyan masih sangat primitif sehingga penduduk Trunyan

mempersepsikan diri dan jati diri mereka dalam dua versi.

1.      Versi pertama, orang Trunyan adalah orang Bali Turunan, karena mereka

percaya bahwa leluhur mereka ‘turun’ dari langit ke bumi Trunyan. Terkait dengan

versi ini, orang Trunyan mempunyai satu mite atau dongeng suci mengenai asal-usul

penduduk Trunyan adalah seorang Dewi dari langit.

2.      Versi kedua orang Trunyan hidup dalam sistem ekologi dengan adanya pohon

Taru Menyan, yaitu pohon yang menyebarkan bau-bauan wangi. Dari perdaduan kata

“taru” dan “menyan” berkembang kata Trunyan yang dipakai nama desa dan nama

penduduk desa tersebut.

Hawa udara desa Trunyan sangat sejuk, suhunya rata-rata 17 derajat Celcius

dan dapat turun sampai 12 derajat Celcius. Danau Batur dengan ukuran panjang 9 km

dan lebar 5 km merupakan salah satu sumber air dan sumber kehidupan agraris

masyarakat Bali selatan dan timur.

Di sebelah utara Trunyan terdapat kuban, sebuah tempat makam desa, namun

jenazah tidak dikuburkan atau dibakar, melainkan diletakkan di bawah pohon setelah

Kelompok 4 4

Page 5: Makalah Lengkap Perawatan Jenasah

Makalah KDPK II : Perawatan Jenazah

dilakukan upacara kematian yang rumit. Tempat pemakamanan ini dipenuhi oleh

tulang-tulang, dan bisa jadi kita menemukan mayat yang masih baru.Masyarakat

Trunyan mempunyai suatu tradisi dalam memakamkan orang yang meninggal. Ada

yang dikubur tapi ada juga yang tidak dikubur tapi hanya diletakkan di bawah pohon

besar. Pohon tersebut adalah pohon menyan. Tetapi ada syarat-syarat tertentu tentang

pemakaman di desa trunyan. Ada dua cara pemakaman di desa trunyan.

1.      Meletakkan jenazah diatas tanah dibawah udara terbuka yang disebut dengan

istilah mepasah. Orang-orang yang dimakamkan dengan cara mepasah adalah mereka

yang pada waktu matinya termasuk orang-orang yang telah berumah tangga, orang-

orang yang masih bujangan dan anak kecil yang gigi susunya telah tanggal.

2.      Dikubur / dikebumikan. Orang-orang yang dikebumikan setelah meninggal

adalah mereka yang cacat tubuhnya, atau pada saat mati terdapat luka yang belum

sembuh seperti misalnya terjadi pada tubuh penderita penyakit cacar, lepra dan

lainnya. Orang-orang yang mati dengan tidak wajar seperti dibunuh atau bunuh diri

juga dikubur. Anak-anak kecil yang gigi susunya belum tanggal juga dikubur saat

meninggal.

Ada tiga macam kuburan:

1.      Sema (kuburan) Wayah bagi warga yang kematiannya wajar. Letaknya paling

utara.

2.      Sema Muda untuk menguburkan bayi dan anak kecil atau warga yang sudah

dewasa tetapi belum menikah.

3.      Sema Bantas untuk warga yang kematiannya tidak wajar, misalnya karena

kecelakaan atau karena bunuh diri.

Dua kuburan pertama, Sema Wayah dan Sema Muda, letaknya agak berjauhan

dengan desa, sedangkan Sema Bantas terletak di dekat Desa Trunyan.

2.2 Suku Bugis

Bugis adalah suku yang tergolong ke dalam suku-suku Melayu Deutero.

Masuk ke Nusantara setelah gelombang migrasi pertama dari daratan Asia tepatnya

Yunan. Kata "Bugis" berasal dari kata To Ugi, yang berarti orang Bugis. Penamaan

Kelompok 4 5

Page 6: Makalah Lengkap Perawatan Jenasah

Makalah KDPK II : Perawatan Jenazah

"ugi" merujuk pada raja pertama kerajaan Cina yang terdapat di Pammana,

Kabupaten Wajo saat ini, yaitu La Sattumpugi. Ketika rakyat La Sattumpugi

menamakan dirinya, maka mereka merujuk pada raja mereka.

Mereka menjuluki dirinya sebagai To Ugi atau orang-orang atau pengikut dari

La Sattumpugi. La Sattumpugi adalah ayah dari We Cudai dan bersaudara dengan

Batara Lattu, ayah dari Sawerigading. Sawerigading sendiri adalah suami dari We

Cudai dan melahirkan beberapa anak termasuk La Galigo yang membuat karya sastra

terbesar di dunia dengan jumlah kurang lebih 9000 halaman folio. Sawerigading

Opunna Ware (Yang dipertuan di Ware) adalah kisah yang tertuang dalam karya

sastra I La Galigo dalam tradisi masyarakat Bugis. Kisah Sawerigading juga dikenal

dalam tradisi masyarakat Luwuk, Kaili, Gorontalo dan beberapa tradisi lain di

Sulawesi seperti Buton.

Upacara pemakaman

Dari sekian banyak upacara adat yang dilaksanakan di kampung-kampung

Bugis terdapat satu upacara adat yang disebut Ammateang atau Upacara Adat

Kematian yang dalam adat Bugis merupakan upacara yang dilaksanakan masyarakat

Bugis saat seseorang dalam suatu kampung meninggal dunia.

Keluarga, kerabat dekat maupun kerabat jauh, juga masyarakat sekitar lingkungan

rumah orang yang meninggal itu berbondong-bondong menjenguknya.

Pelayat yang hadir biasanya membawa sidekka (sumbangan kepada keluarga

yang ditinggalkan) berupa barang atau kebutuhan untuk mengurus mayat, selain itu

ada juga yang membawa passolo (amplop berisi uang sebagai tanda turut berduka

cita). Mayat belum mulai diurus seperti dimandikan dan seterusnya sebelum semua

anggota terdekatnya hadir. Barulah setelah semua keluarga terdekatnya hadir, mayat

mulai dimandikan, yang umumnya dilakukan oleh orang-orang tertentu yang memang

biasa memandikan mayat atau oleh anggota keluarganya sendiri.

Ada beberapa hal yang perlu dilakukan ketika memandikan mayat, yaitu

mabbolo (menyiramkan air ke tubuh mayat diiringi pembacaan do’a dan tahlil),

maggoso’ (menggosok bagian-bagian tubuh mayat), mangojo (membersihkan anus

dan kemaluan mayat yang biasa dilakukan oleh salah seorang anggota keluarga

Kelompok 4 6

Page 7: Makalah Lengkap Perawatan Jenasah

Makalah KDPK II : Perawatan Jenazah

seperti anak,adik atau oleh orang tuanya) dan mappajjenne’ (menyiramkan air mandi

terakhir sekaligus mewudhukan mayat). Orang -orang yang bertugas tersebut

diberikan pappasidekka (sedekah) berupa pakaian si mayat ketika hidupnya lengkap

dengan sarung, baju, celana, dan lain sebagainya.

Mayat yang telah selesai dimandikan kemudian dikafani dengan kain kaci

(kain kafan) oleh keluarga terdekatnya. Setelah itu imam dan beberapa pengikutnya

menyembahyangkan mayat menurut aturan Islam. Sementara diluar rumah, anggota

keluarganya membuat ulereng (usungan mayat) untuk golongan tau samara (orang

kebanyakan) atau Walasuji (untuk golongan bangsawan) yang terbentuk 3 susun.

Bersamaan dengan pembuatan ulereng, dibuat pula cekko-cekko, yaitu semacam

tudungan yang berbentuk lengkungan panjang sepanjang liang lahat yang akan

diletakan diatas timbunan liang lahat apabila jenazahnya telah dikuburkan.

Dan apabila, semua tata cara keislaman telah selesai dilakukan dari mulai

memandikan, mengafani, dan menyembahyangkan mayat, maka jenazahpun diusung

oleh beberapa orang keluar rumah lalu diletakan diatas ulereng.

Tata cara membawa usungan atau ulureng ini terbilang unik. Ulereng diangkat keatas

kemudian diturunkan lagi sambil melangkah ke depan, ini diulangi hingga 3 kali

berturut-turut, barulah kemudian dilanjutkan dengan perlahan menuju ke pekuburan

diikuti rombongan pengantar dan pelayat mayat.

Iring-iringan pengantar jenazah bisa berganti-gantian mengusung ulereng.

Semua orang-orang yang berpapasan dengan iringan pengantar jenazah harus

berhenti, sedangkan orang-orang yang berjalan/berkendara dari belakang tidak boleh

mendahului rombongan pengantar jenazah hingga sampai di areal pekuburan. Di

pekuburan, sudah menanti beberapa orang yang akan bekerja membantu penguburan

jenazah.

Sesampai di kuburan, mayat segera diturunkan kedalam liang lahat. Imam atau

tokoh masyarakat kemudian meletakkan segenggam tanah yang telah dibacakan doa

atau mantera-mantera ke wajah jenazah sebagai tanda siame’ (penyatuan) antara tanah

dengan mayat.setelah itu, mayat mulai ditimbuni tanah sampai selesai. Lalu Imam

membacakan talkin dan tahlil dengan maksud agar si mayat dapat menjawab

pertanyaan-pertanyaan malaikat penjaga kubur dengan lancar.

Kelompok 4 7

Page 8: Makalah Lengkap Perawatan Jenasah

Makalah KDPK II : Perawatan Jenazah

Diatas pusara diletakan buah kelapa yang telah dibelah 2 dan tetap

ditinggalkan diatas kuburan itu. Diletakan pula payung dan cekko-cekko’. Hal ini juga

masih merupakan warisan kepercayaan lama orang Bugis Makassar, bahwa meskipun

seseorang telah meninggal dunia, akan tetapi arwahnya masih tetap berkeliaran.

Karena itu, kelapa dan airnya yang diletakan diatas kuburan dimaksudkan

sebagai minuman bagi arwah orang yang telah meninggal, sedangkan payung selain

untuk melindungi rohnya, juga merupakan simbol keturunan.

Sekarang ini, ada kebiasaan baru setelah jenazah dikuburkan, yaitu imam atau ustadz

dipesankan oleh keluarga orang yang sudah meninggal itu agar melanjutkan dengan

ceramah dikuburan sebelum rombongan/pelayat pulang dari kuburan.

Ceramah atau pesan-pesan agama yang umumnya disampaikan sekaitan

dengan kematian dan persiapan menghadapi kematian, bahwa kematian itu pasti akan

menemui/dihadapi setiap orang didunia ini dan karenanya, supaya mendapatkan

keselamatan dari siksa alam kubur serta mendapatkan kebahagian didunia maupun di

akherat, maka seseorang harus mengisi hari-hari kehidupannya dengan berbuat baik

dan amal kebajikan sebanyak mungkin.

Sebelum rombongan pengiring mayat pulang,biasanya pihak keluarga

terdekat menyampaikan ucapan terima kasih sekaligus penyampaian undangan

takziah. Semalaman, di rumah duka diadakan tahlilan dan khatam Al-Quran, yaitu

membaca al-Quran secara bergantian. Dari sini mulainya bilampenni, yaitu upacara

selamatan sekaligus penghitungan hari kematian yang dihitung mulai dari hari

penguburan jenazah.

Biasa dilakukan selamatan tujuh hari atau empat puluh harinya. Sekarang ini,

upacara bilampenni sudah bergeser namanya menjadi tiga malam saja. Sebagai

penutup, pada esok harinya dilakukan dzikir barzanji dan dilanjutkan santap siang

bersama kerabat-kerabat yang di undang.

Dalam adat bugis, apabila salah seseorang meninggal dunia maka beberapa hari

kemudian, biasanya pada hari ketiga, ketujuh, keempat puluh, hari keseratus atau

kapanpun keluarga jenazah mampu dilaksanakan satu upacara adat yang disebut

mattampung, dalam upacara adat ini dilakukan penyembilan sapi.

Kelompok 4 8

Page 9: Makalah Lengkap Perawatan Jenasah

Makalah KDPK II : Perawatan Jenazah

2.3 Suku Asmat

Ritual/ Upacara suku Asmat yaitu

• Ritual Kematian

Orang Asmat tidak mengenal dalam hal mengubur mayat orang yang telah

meninggal. Bagi mereka, kematian bukan hal yang alamiah. Bila seseorang tidak mati

dibunuh, maka mereka percaya bahwa orang tersebut mati karena suatu sihir hitam

yang kena padanya. Bayi yang baru lahir yang kemudian mati pun dianggap hal yang

biasa dan mereka tidak terlalu sedih karena mereka percaya bahwa roh bayi itu ingin

segera ke alam roh-roh. Sebaliknya kematian orang dewasa mendatangkan duka cita

yang amat mendalam bagi masyarakat Asmat.

Suku Asmat percaya bahwa kematian yang datang kecuali pada usia yang

terlalu tua atau terlalu muda, adalah disebabkan oleh tindakan jahat, baik dari

kekuatan magis atau tindakan kekerasan. Kepercayaan mereka mengharuskan

pembalasan dendam untuk korban yang sudah meninggal. Roh leluhur, kepada siapa

mereka membaktikan diri, direpresentasikan dalam ukiran kayu spektakuler di kano,

tameng atau tiang kayu yang berukir figur manusia. Sampai pada akhir abad 20an,

para pemuda Asmat memenuhi kewajiban dan pengabdian mereka terhadap sesama

anggota, kepada leluhur dan sekaligus membuktikan kejantanan dengan membawa

kepala musuh mereka, sementara bagian badannya di tawarkan untuk dimakan

anggota keluarga yang lain di desa tersebut.

Apabila ada orang tua yang sakit, maka keluarga terdekat berkumpul

mendekati si sakit sambil menangis sebab mereka percaya ajal akan menjemputnya.

Tidak ada usaha-usaha untuk mengobati atau memberi makan kepada si sakit.

Keluarga terdekat si sakit tidak berani mendekatinya karena mereka percaya si sakit

akan ´membawa´ salah seorang dari yang dicintainya untuk menemani. Di sisi rumah

dimana si sakit dibaringkan, dibuatkan semacam pagar dari dahan pohon nipah.

Ketika diketahui bahwa si sakit meninggal maka ratapan dan tangisan menjadi-jadi.

Keluarga yang ditinggalkan segera berebut memeluk sis akit dan keluar rumah

mengguling-gulingkan tubuhnya di lumpur. Sementara itu, orang-orang di sekitar

rumah kematian telah menutup semua lubang dan jalan masuk (kecuali jalan masuk

utama) dengan maksud menghalang-halangi masuknya roh-roh jahat yang berkeliaran

Kelompok 4 9

Page 10: Makalah Lengkap Perawatan Jenasah

Makalah KDPK II : Perawatan Jenazah

pada saat menjelang kematian. Orang-orang Asmat menunjukkan kesedihan dengan

cara menangis setiap hari sampai berbulan-bulan, melumuri tubuhnya dengan lumpur

dan mencukur habis rambutnya. Yang sudah menikah berjanji tidak akan menikah lagi

(meski nantinya juga akan menikah lagi) dan menutupi kepala dan wajahnya dengan

topi agar tidak menarik bagi orang lain.

Mayat orang yang telah meninggal biasa diletakkan di atas para (anyaman

bambu), yang telah disediakan di luar kampung dan dibiarkan sampai busuk. Kelak,

tulang belulangnya dikumpulkan dan disipan di atas pokok-pokok kayu. Tengkorak

kepala diambil dan dipergunakan sebagai bantal petanda cinta kasih pada yang

meninggal. Orang Asmat percaya bahwa roh-roh orang yang telah meninggal tersebut

(bi) masih tetap berada di dalam kampung, terutama kalau orang itu diwujudkan

dalam bentuk patung mbis, yaitu patung kayu yangtingginya 5-8 meter. Cara lain

yaitu dengan meletakkan jenazah di perahu lesung panjang dengan perbekalan seperti

sagu dan ulat sagu untuk kemudian dilepas di sungai dan seterusnya terbawa arus ke

laut menuju peristirahatan terakhir roh-roh.

Saat ini, dengan masuknya pengaruh dari luar, orang Asmat telah mengubur

jenazah dan beberapa barang milik pribadi yang meninggal. Umumnya, jenazah laki-

laki dikubur tanpa menggunakan pakaian, sedangkan jenazah wanita dikubur dengan

menggunakan pakaian. Orang Asmat juga tidak memiliki pemakaman umum, maka

jenazah biasanya dikubur di hutan, di pinngir sungai atau semak-semak tanpa nisan.

Dimana pun jenazah itu dikubur, keluarga tetap dapat menemukan kuburannya.

2.4 Suku Batak

1.Pemakaman suku adat batak

Memperkenalkan tradisi pemakaman dalam adat Batak adalah Prosesi

penguburan dalam suku Batak sangat bermakna dan kompleks. Ada ritual-ritual yang

harus dilakukan sebelum jasad orang yang wafat dimakamkan.

Yang pertama adalah segera setelah seseorang meninggal, kerabat dan

keluarga akan melakukan ritual simbolis dengan membalik tikar dimana jasad

diletakkan ke luar, sehingga posisi tubuh dan kepala terletak di kaki tikar. Makna dari

ritual ini adalah agar begu mengerti bahwa mereka yang telah meninggal harus

terpisah dari keluarga dan kerabat. Begu adalah sebutan orang Batak untuk roh dari

Kelompok 4 10

Page 11: Makalah Lengkap Perawatan Jenasah

Makalah KDPK II : Perawatan Jenazah

orang yang sudah meninggal. Ritual selanjutnya dalam pemakaman adat Batak adalah

meletakkan jasad kedalam peti mati.

Orang Batak sangat menjaga status sosial seseorang baik ketika ia hidup atau

mati. Orang Batak yang kaya raya akan membuat peti mati berbentuk perahu dari

kayu pohon kemiri jika ada keluarga yang meninggal. Kemudian, peti mati berbentuk

perahu ini diletakkan didekat rumah keluarga sampai waktu upacara pemakaman tiba.

Sedangkan orang Batak yang miskin hanya membuat peti mati dari kayu biasa dengan

bentuk sederhan.

Jasad didalam peti mati kemudian diusung beberapa kali mengelilingi rumah.

Ritual ini biasanya dilakukan oleh kerabat perempuan. Setelah itu, peti dibawa ke

areal pemakaman diiringi musik gondang yaitu tradisional Batak dan penembakan

senjata secara terus-menerus. Setiap melewati persimpangan jalan, peti akan

diletakkan di tanah dan sebelas orang dari iring-iringan jenazah akan pergi lalu

kembali lagi sebanyak 4 kali. Hal ini dilakukan untuk membuat begu bingung

sehingga ia tidak bisa pulang ke keluarganya lagi.

Sesampainya di pemakaman, jasad akan diletakkan didalam lubang yang

sudah digali ditanah. Beberapa tahun kemudian, keluarga dari orang yang meninggal

akan melakukan proses pemakaman sekunder. Tulang belulang dari jasad yang sudah

dikubur bertahun-tahun lamanya dibersihkan kemudian dikubur kembali. Tradisi

pemakaman sekunder ini dalam bahasa Batak disebut Mangongkal Holi.Ritual

terakhir dalam prosesi pemakaman adat Batak dilakukan setelah pemakaman

sekunder atau Mangongkal Holi. Setelah tulang belulang dari orang yang meninggal

dikubur kembali, dilakukan upacara pemakaman dengan pidato dan doa. Kemudian,

keluarga dan kerabat dari orang yang meninggal menggelar pesta dengan

menyediakan hidangan dari daging dan nasi dan menari tarian tradisional Batak.

Upacara Kematian (Hamatean)

Upacara kematian dibagi dalam dua tahap. Pertama adalah pengurasan jenazah

menjelang pemakaman, kedua adalah pasahat tondi. Pemberangkatan jenazah

dipimpin oleh Ihutan atau Ulupunguan dengan upacara doa “Borhat ma ho tu

habangsa panjadianmu”, artinya berangkatlah engkau ke tempat kejadianmu. Satu

minggu setelah pemakaman, keluarga yang ditinggal mengadakan pangurason di

Kelompok 4 11

Page 12: Makalah Lengkap Perawatan Jenasah

Makalah KDPK II : Perawatan Jenazah

rumah. Satu bulan setelah pemakaman, dilanjutkan dengan Upacara Pasahat Tondi

yaitu upacara mengantar roh dalam hati harfiah.

Dalam tradisi Tapanuli, orang yang meninggal perlakuan khusus, dalam sebuah

upacara adat kematian. Upacara adat kematian akan mengalami tersebut diklasifikasi

berdasarkan usia dan status orang yang meninggal.

Meninggal ketika masih di dalam kandungan (mate di bortian) belum mendapatkan

perlakuan adat (langsung dikubur tanpa peti mati), tetapi jika meninggal ketika masih

bayi (mate poso-poso), meninggal ketika anak-anak (mate dakdanak), meninggal

ketika remaja (mate bulung), dan meninggal ketika sudah dewasa tapi belum menikah

(mate ponggol), keseluruhan kematian tersebut mendapat perlakuan adat mayatnya

ditutupi selembar ulos (kain tenunan khas masyarakat Batak Toba) sebelum

dikuburkan. Ulos penutup mayat untuk mate poso-poso berasal dari orang tua yang

meninggal sedangkan untuk mate dakdanak dan mate bulung berasal dari tulang

(saudara laki-laki ibu) yang meninggal.

Upacara adat kematian akan berbeda, jika telah berumah tangga namun belum

mempunyai anak (mate di paralang-alangan/mate punu), telah berumah tangga dengan

meninggalkan anak-anaknya yang masih kecil (mate mangkar), telah memiliki anak-

anak yang sudah dewasa, bahkan sudah ada yang kimpoi, namun belum bercucu

(mate hatungganeon), telah memiliki cucu, namun masih ada anaknya yang belum

menikah (mate sari matua), dan telah bercucu tidak harus dari semua anak-anaknya

(mate saur matua).

Mate Saurmatua menjadi tingkat tertinggi dari klasifikasi upacara adat kematian

suku Tapanuli, karena meninggal ketika semua anaknya telah berumah tangga.

Memang masih ada tingkat kematian tertinggi di atasnya, yaitu mate saur matua

bulung (meninggal ketika semua anak-anaknya telah berumah tangga, dan telah

memberikan tidak hanya cucu, bahkan cicit dari anaknya laki-laki dan dari anaknya

perempuan).

2.5 Suku Waruga Minahasa (Sulawesi Utara)

Waruga atau kuburan tua, adalah peti kubur peninggalan zaman megalithic

orang Minahasa - Daerah Sulawesi Utara (Sulut) yang berkembang pada awal abad

ke-13 SM. Tetapi kemunculannya di tafsir pada sekitar abad ke-16 pertengahan.

Kelompok 4 12

Page 13: Makalah Lengkap Perawatan Jenasah

Makalah KDPK II : Perawatan Jenazah

Waruga (KuburanTua Orang Minahasa)

Waruga pertama muncul didaerah bukit Kelewer,Tremandan Tumaluntung

Kabupaten Minahasa Utara (Minut) dan terus berkembang diberbagai daerah di

Sulawesi Utara sampai pada awal abad 20 Masehi.

Menurut catatan sejarah, waruga berasal dari bahasa Tombulu, yakni dari kata

Wale Maruga yang berarti rumah dari badan yang akan kering. Sedangkan dalam arti

lainnya, yakni Wale Waru atau Kubur dari Domato (jenis tanah lilin).

Umur waruga tidak dapat dipastikan, karena bangsa Minahasa  pada saat itu

belum mengenal tulisan.Namun berdasarkan berbagai sumber, Waruga telah ada

sebelum zaman Kristianisasi atau sebelum abad 16 Masehi.

Waruga terdiri dari dua bagian, yaitu bagian badan dan bagian tutup. Bagian

badan berbentuk kubus dan bagian tutup berbentuk menyerupai atap rumah.

Waruga berfungsi sebagai wadah penguburan mayat atau orang yang sudah

meninggal. Pada zaman pra-sejarah masyarakat Minahasa percaya bahwa roh leluhur

memiliki kekuatan magis, sehingga wadah kubur mereka harus dibuat sebaik dan

seindah mungkin.

Hal yang paling menarik adalah waruga itu dibuat sendiri oleh orang yang

akan meninggal. Ketika orang itu akan meninggal maka dia dengan sendirinya akan

memasuki waruga yang dibuatnya itu setelah diberi bekal kubur yang selengkapanya.

Kelak bila itu dilakukan dengan sepenuhnya akan mendatangkan kebaikan bagi

masyarakat yang di tinggalkan.

Kelompok 4 13

Page 14: Makalah Lengkap Perawatan Jenasah

Makalah KDPK II : Perawatan Jenazah

Di daerah Sulawesi Utara banyak terdapat lokasi yang memiliki waruga.

Lokasi itu disebut sebagai situs karena mengandung benda cagar budaya.Pada saat ini

situs-situs itu banyak terdapat di perkampungan atau lading penduduk.

Kompleks waruga sekarang ini sering juga disebut orang sebagi Minawanua,

Maka wale atau bekas kampung. Sesuai dengan kepercayaan masyarakat pra-sejarah,

situs-situs itu kebanyakan berada di daerah ketinggian.Situs waruga di Minahasa

khususnya di Kabupaten Minahasa Utara, antara lain terdapat di DesaTreman (368

waruga), di Desa Sawangan (144 waruga), Desa Airmadi di Bawah (80an waruga)

dan juga disekitar Desa Kaima, Desa Kauditan, Desa Tumaluntung, Desa Matungkas,

Desa Laikit, Desa Likupang, Desa Kawangkoan Kuwil, Desa Sukur, Desa Suwaan,

dan ada juga ditempat lain di Kabupaten Minahasa.

Bentang alam Kabupaten Minahasa Utara ini merupakan lembah alluviasi

batuan dasar tufa. Lembah alluviasi itu terbentuk oleh material hasil pengikisan lereng

gunung Klabat. Gunung berapi inilah yang menyediakan bahan batuan untuk

membuat waruga.

Di dalam waruga (peti kubur batu) ini akan ditemukan berbagai macam jenis

benda, antara lain berupa tulang- tulang manusia, gigi manusia, periuk tanah liat,

benda-benda logam, pedang, tombak, manik-manik, gelang perunggu, piring, dan

lain-lain. Dari jumlah gigi yang pernah ditemukan di dalam waruga, diduga peti kubur

ini adalah merupakan wadah kubur untuk beberapa individu atau waruga bias juga

dijadikan kubur keluarga (common tombs) atau kubur komunal. Benda- benda periuk,

perunggu, piring, manik-manik serta benda lain sengaja disertakan sebagai bekal

kubur bagi orang yang akan meninggal

2.6 Masukan kita sebagai bidan

Kita sebagai seorang bidan dalam menanggappi upacara kematian seseorang

di sebuah suku, selama upacara adat tersebut tidak menyalahi aturan dan norma yang

berlaku di sebuah suku tersebut maupun di Indonesia . selama cara merawat mayat

tersebut dengan cara yang benar ,apabila dalam cara yang salah kita sebagai seorang

bidan, wajib untuk memberikan masukan atau mengajari cara merawat jenazah yang

benar itu seperti apa. Sehingga jenazah tersebut di perlakukan dengan baik dan

semestinya.

Kelompok 4 14

Page 15: Makalah Lengkap Perawatan Jenasah

Makalah KDPK II : Perawatan Jenazah

BAB IV

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan dan penelitian ini, maka dapat disimpulkan sebagi berikut :

1. Massage abdominal lifting dapat digunakan sebagai pertolongan pertama pada

nyeri persalinan terutama bagi ibu inpartu kala I fisiologis dalam mengurangi

rasa nyeri.

2. Kegagalan metode massage abdominal lifting yang diberikan, dapat

dipengaruhi oleh berbagai factor, diantaranya; usia, kelelahan dan pengalaman

masa lalu.

3.2 Saran

Saran yang dapat diberikan adalah :

1. Bagi para bidan khususnya mengetahui dan dapat mengatasi nyeri pada ibu

inpartu kala I fisiologis dengan tindakan Massage Abdominal Lifting.

2. Perlu adanya sosialisasi metode massage, khususnya abdominal Lifting

kepada ibu-ibu terutama ibu hamil.

3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai variable ini maupun variable

yang belum diteliti.

Kelompok 4 15

Page 16: Makalah Lengkap Perawatan Jenasah

Makalah KDPK II : Perawatan Jenazah

DAFTAR PUSTAKA

 http://kevinabali.wordpress.com/2011/02/22/tradisi-masyarakat-desa-trunyan/

Kelompok 4 16