Makalah ladang berpindah

15
TUGAS TERSTRUKTUR DASAR-DASAR AGRONOMI “Sistem Ladang Berpindah” Disusun Oleh : 1. Anggitio Tri Hutomo (A1L113001) 2. Naufalin Husna (A1L113003) 3. Nefid Rifki N. (A1L113005) 4. Dewa Satria H. (A1L113013) 5. R. M. Hasby Lutfan H. (A1L113015) 6. Agung Saputra (A1L113017) 7. Ervinenti Desiana (A1L113019) 8. Ipta Hidayati (A1L113021) 9. Abizar Al-Ghifari R. (A1L113025) 10. Wisnu Bima Sena (A1L113029) KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN AGROTEKNOLOGI PURWOKERTO 2014

Transcript of Makalah ladang berpindah

Page 1: Makalah ladang berpindah

TUGAS TERSTRUKTUR

DASAR-DASAR AGRONOMI

“Sistem Ladang Berpindah”

Disusun Oleh :

1. Anggitio Tri Hutomo (A1L113001)

2. Naufalin Husna (A1L113003)

3. Nefid Rifki N. (A1L113005)

4. Dewa Satria H. (A1L113013)

5. R. M. Hasby Lutfan H. (A1L113015)

6. Agung Saputra (A1L113017)

7. Ervinenti Desiana (A1L113019)

8. Ipta Hidayati (A1L113021)

9. Abizar Al-Ghifari R. (A1L113025)

10. Wisnu Bima Sena (A1L113029)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS PERTANIAN

AGROTEKNOLOGI

PURWOKERTO

2014

Page 2: Makalah ladang berpindah

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan

hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Dasar-dasar Agronomi. Makalah ini

disusun sebagai syarat untuk memenuhi mata kuliah Dasar-dasar Agronomi.

Penyusun mengucapkan terimakasih kepada :

1. Ir. Banbang Rudianto W., M. P. selaku dosen mata kuliah Dasar-dasar Agronomi.

2. Semua pihak yang telah membantu menyusun makalah ini secara baik moral dan materil.

Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini banyak kekurangannya, oleh

karena itu penyusun menerima kritik dan saran yang bersifat membangun guna penyempurnaan

dalam pembuatan makalah yang akan datang. Semoga makalah ini dapat bermanfaat, umumnya

bagi para pembaca khususnya bagi kami selaku penulis.

Purwokerto, 29 September 2014

Penyusun

Page 3: Makalah ladang berpindah

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejak dulu masyarakat di pedesaan menggunakan hutan sebagai sumber utama pemenuhan

kebutuhan dan mudah didayagunakan, salah satunya sebagai tempat dilakukannya kegiatan

ladang berpindah. Sistem pertanian dengan cara ladang berpindah dapat menjadi salah satu

bentuk sistem pertanian yang banyak diminati dari dulu hingga saat ini. Mereka membuka lahan

baru ketika lahan tempat bercocok tanam dirasakan produksinya sudah mulai menurun. Saat

tanah tersebut digunakan, tanaman dapat ditanami diatasnya hanya dalam waktu yang singkat

sekitar 1-2 tahun. Setelah panen, tanah tersebut ditinggalkan agar semua komponen tanah

tersebut kembali seperti semula.

Hal yang menuntut mengapa masyarakat lebih suka untuk perladangan berpindah salah

satunya adalah biaya yang dikeluarkan dari praktek ini relatif kecil, umumnya lahan dibuka

hanya membutuhkan api. Material dari sisa pembakaran tetumbuhan pada areal ladang dapat

dijadikan pupuk untuk menambah unsur hara tanah, ini berarti mereka dapat menghemat

keuangan untuk pemberian pupuk. Namun kita juga harus mencermati bahwa tidak semua

lapisan masyarat Indonesia melakukan praktek ladang berpindah secara semena-mena, masih

banyak dalam pelaksanaan sistem pertanian ladang berpindah suku-suku di Indonesia

memperhatikan aspek lingkungan dalam pengelolaan ladang berpindah salah satunya menurut

Wibowo (2008), hampir 80% masyarakat adat (Indigenous Peoples) Dayak di Kalimantan mata

pencahariannya berladang, berladang bukan sekedar untuk hidup tapi ladang turut membentuk

peradaban orang Dayak karena dari membuka lahan hingga akhir panen ada aturan yang hatus

ditaati.

Beberapa ahli lingkungan telah mengindikasikan bantahan dengan mengatakan bahwa

mereka hanya membakar sesuai kebutuhan dan kemampuan menguasai proses tersebut sebagai

keahlian turun temurun, dan kepentingan mereka terhadap hutan sebagai sumber penghidupan

utama mencegah mereka untuk membiarkan api membesar diluar kemampuan pengendalian dan

merusak kawasan hutan (Junggle Rubber, 1999).

Tapi yang menjadi bahasan pada makalah ini adalah kegiatan ladang berpindah yang

dilakukan secara berlebihan hingga menyebabkan kerusakan serius terhadap hutan. Oleh karena

Page 4: Makalah ladang berpindah

penggunaan kawasan hutan yang berlangsung seperti ini, maka sangat mungkin untuk

menyebabkan wilayah hutan / lingkungan banyak mengalami kerusakan.

B. Permasalahan

1. Apa saja faktor yang menyebabkan petani melakukan ladang berpindah?

2. Apa saja dampak dari ladang berpindah?

3. Bagaimana upaya mengurangi sistem ladang berpindah?

4. Bagaimana upaya mengurangi dampak kegiatan ladang berpindah?

Page 5: Makalah ladang berpindah

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Ladang

Di bidang pertanian, kata Ladang mengacu pada umumnya ke area lahan tertutup atau

sebaliknya dan digunakan untuk tujuan pertanian seperti: budidaya tanaman, penggunaan sebagai

padang rumput atau, umumnya, sebuah kandang ternak, lahan buatan yang tersisa sebagai tanah

kosong atau tanah subur (Sumber: http://id.wikipedia.org)

Pertanian ladang adalah jenis usaha pertanian yang memanfaatkan lahan kering, artinya

dalam pengolahan tidak memerlukan banyak air. Tanaman yang biasa diusahakan adalah padi

dan beberapa jenis tanaman palawija. Pertanian ladang ada dua jenis berikut ini: (1) pertanian

ladang berpindah, (2) pertanian ladang tetap (Sumber: http://krizi.wordpress.com)

B. Pengertian Ladang Berpindah

Perladangan berpindah (shifting cultivation), merupakan salah satu corak usahatani

primitif di mana hutan ditebang-bakar kemudian ditanami tanpa melalui proses pengolahan tanah.

Corak usahatani ini umumnya muncul wilayah-wilayah yang memiliki kawasan hutan cukup luas

di daerah tropik. Sistem perladangan berpindah dilakukan sebelum orang mengenal cara

mengolah tanah (Sumber: http://tatiek.lecture.ub.ac.id).

Jenis usaha pertanian ini dilakukan oleh para petani perambah hutan, dimana mereka

membuat lahan pertanian ladang dengan cara membuka hutan lalu membakar kayu-kayuan,

kemudian ditanami dengan tanaman hurma dan palawija. Setelah lahan garapannya dirasakan

tidak subur lagi, maka mereka berpindah tempat untuk mencari dan membuka lahan hutan yang

baru (Sumber :http://krizi.wordpress.com).

Ladang berpindah adalah suatu kegiatan pertanian yang dilakukan di banyak lahan hasil

pembukaan hutan atau semak dimana setelah beberapa kali panen / ditanami, maka tanah sudah

tidak subur sehingga perlu pindah ke lahan lain yang subur atau lahan yang sudah lama tidak

digarap. Pada dasarnya ladang berpindah terdiri atas membuka sebidang hutan, dan menanami

lahan hutan yang telah dibuka ini selama satu atau tiga tahun. Kemudian lahan itu ditinggalkan

dan membuka lahan hutan baru di tempat lain, dst. Setelah lahan dibuka, sebagian lahan

digunakan untuk melindunginya dari hewan, misalnya babi hutan. Kayu yang tidak dipakai,

Page 6: Makalah ladang berpindah

ranting, dan daun setelah kering dibakar. Pembakaran ini membebaskan mineral yang

terkandung di dalam bahan organic tumbuh-tumbuhan. Mineral dalam abu inilah yang menjadi

sumber hara tanaman. Jenis tanaman yang bisa ditanam pada areal ini ditentukan oleh faktor

iklim, tanah dan tradisi. Adapun jenis tanaman yang bisa ditanam antara lain seperti padi gogo,

ubi jalar, talas, jagung, singkong, dan tebu (Soemarwoto, 2004).

Sistem pertanian ladang memiliki karakter khusus, yaitu menggarap lahan pertanian

secara berpindah-pindah di lahan hutan. Para peladang, menebang hutan untuk ditanami tanaman

padi dan tanaman lainnya secara singkat 1-3 tahun, lalu lahan itu diistirahatkan atau diberakan

dengan waktu cukup panjang, mulai 3 tahun sampai puluhan tahun. Pada saat lahan diberakan

(diistirahatkan), berlangsung proses suksesi alami menuju terbentuknya hutan sekunder. Hutan

sekunder tersebut dapat dibuka kembali sebagai ladang, dan dengan demikian daur pemanfaatan

lahan untuk pertanian dimulai kembali. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bila masa bera

berlangsung cukup lama, struktur dan komposisi hutan sekunder tersebut akan mendekati

struktur dan komposisi hutan primer. Namun ada juga data yang menunjukkan bahwa jumlah

total biomasa dari hutan sekunder membutuhkan waktu beratus-ratus tahun untuk mencapai

tingkat yang setara dengan hutan primer setelah ketersediaan kadar nutrien berkurang secara

signifikan dan siklus nutrisi serta mekanisme konservasi diganggu oleh siklus berulang dari

sistem perladangan berpindah (Juo dan Manu, 1996). Perladangan berpindah mempunyai

bermacam-macam variasi. Jadi dapat dikatakan bahwa sistem perladangan ini ‘sejalan’ dengan

konsep suksesi dimana terjadi proses perubahan komunitas secara bertahap pada lahan bekas

ladang menuju suatu sistem yang stabil. Sistem yang stabil di sini dapat dianalogikan dengan

hutan primer atau hutan tua.

C. Tahap-tahap Kegiatan Ladang Berpindah

Secara umum tahap kegiatan ladang berpindah dimulai dengan langkah-langkah sebagai

berikut:

a. Survei kesuburan tanah untuk menentukan lahan hutan yang tepat untuk dilakukan

perladangan. Biasanya indikator kesuburan tanah yang umum dipakai adalah jenis

tumbuhan dan aktivitas mikroorganisme tanah.

b. Penebasan tumbuhan bawah untuk mempercepat proses pengeringan serasah.

c. Penebangan pohon.

Page 7: Makalah ladang berpindah

d. Proses pengeringan lahan kurang lebih 3 – 4 minggu.

e. Pembakaran dan pembersihan.

f. Penanaman dan pemeliharaan, dan

g. Panen hasil.

D. Siklus Ladang Berpindah

Siklus dari sistem perladangan berpindah adalah sebagai berikut (Fox, 2000) dan disajikan

dalam Gambar di bawah ini.

Siklus Ladang Berpindah (Fox, 2000)

Sistem perladangan berpindah dimulai dengan melakukan penebangan di kawasan hutan

kemudian pada musim kemarau lahan dibakar dengan tujuan untuk pembersihan lahan (1).

Ketika musim hujan, lahan mulai ditanami dengan tanaman semusim hingga dua kali musim

tanam (2) dan setelah itu lahan diberakan hingga waktu yang tak ditentukan (3). Pada saat

diberakan, lahan ditumbuhi oleh semak belukar yang akan membentuk hutan sekunder (4) dan

dalam waktu yang sangat lama akan kembali membentuk hutan primer (5). Seiring berjalannya

waktu, petani akan mengelola ladang yang telah dimiliki sebelumnya dengan menggunakan cara

tebang bakar kembali (6). Pengelolaan ladang lanjutan tersebut merupakan suatu lanjutan dari

sistem perladang berpindah yang mengubah fungsi lahan yang diberakan menjadi bentuk tutupan

lahan lainnya.

Page 8: Makalah ladang berpindah

BAB III

PEMBAHASAN

A. Faktor Penyebab Petani Melakukan Ladang Berpindah

Bentuk pemanfaatan lahan sangat bergantung kepada keputusan petani dengan berbagai

faktor yang mendasarinya (Fox, 2000). Dari analisis terhadap pengambilan keputusan di tingkat

rumah tangga yang telah diteliti oleh Lubis (1997), secara garis besar ditemukan paling sedikit

ada empat faktor yang mendasari keputusan petani dalam pengelolaan lahan hutan. Keempat

jenis faktor itu adalah sebagai berikut:

1. Faktor ekonomis

Pengaruh ekonomis mencakup variabel-variabel ekonomi, seperti fluktuasi harga, akses

pasar, modal (material, tenaga kerja dan waktu), dan kebutuhan ekonomi rumah tangga.

Contohnya terbatasnya modal usaha dari peladang dan hal ini merupakan kendala utama untuk

dapat mempraktekan model bercocok tanam lain yang dapat menjamin kelestarian

ekosistem. Misalnya model pertanian menetap dalam kenyataan banyak membutuhkan tenaga,

biaya dan waktu. Selain itu pertanian model agroforestry juga masih tetap membutuhkan biaya,

karena penanaman tanaman pertanian masih harus dilakukan secara berlanjut pada lahan usaha

sampai tajuk pohon-pohon hampir saling bersentuhan.

Tetapi pada sistem perladangan berpindah, modal yang dibutuhkan hanya untuk biaya

konsumsi bagi mereka yang terlibat dalam membantu pekerjaan (sistem gotong royong atau

masohi). Namun demikian ada juga peladang yang memiliki kemampuan untuk bekerja tanpa

bantuan, sehingga tidak membutuhkan biaya.

2. Faktor ekologis

Pengaruh ekologis meliputi kualitas tanah, topografi lahan, dan perilaku tanaman. Seperti

masyarakat dayak di Kalimantan umumnya melakukan sistem ladang berpindah untuk mengelola

hutan karena tanah Kalimantan miskin mineral, dimana fosfor menjadi faktor pembatas bagi

budidaya tanaman pangan. Di hutan tropis, fosfor tersimpan dalam pohon sehingga perlu

pembakaran hutan untuk melepaskannya. Hara yang terlepas dimanfaatkan untuk penanaman

padi gogo, setelah itu dilakukan lagi pembukaan lahan baru dengan cara yang sama sedangkan

ladang lama yang ditinggalkan akan menjadi hutan kembali, sekitar 20-25 tahun ( Sumber:

http://lanskapbudaya.blogspot.com).

Page 9: Makalah ladang berpindah

3. Faktor sosial

Pengaruh sosial meliputi status sosial dan hubungan-hubungan sosial. Terbatasnya

pengetahuan dari peladang. Mayoritas peladang khususnya di Indonesia berpendidikan SD dan

SMP. Namun demikian terdapat juga yang berpendidikan SMA, terutama bagi mereka yang

sulit untuk mendapat pekerjaan di kota. Kenyataan menunjukan bahwa walaupun ada juga

peladang yang berpendidikan SMA, tetapi sistem dan teknik berladang mereka tetap sama karena

memang kurikulum di SMA tidak diajarkan tentang teknik-teknik bercocok tanam yang

baik. Berdasarkan pantauan lapangan menunjukan bahwa teknik pembersihan ladang hanya

dengan cara membakar, kemudian tidak melakukan pengolahan tanah untuk penanaman dan

tidak menguasai teknik seleksi bibit yang baik agar produksi dapat meningkat.

4. Faktor kultural.

Pengaruh kultural mencakup pengetahuan, kepercayaan dan nilai-nilai budaya yang terkait

dalam pengelolaan lahan hutan. Seperti suku dayak di Kalimantan, berladang bukan sekedar

untuk hidup tapi ladang turut membentuk peradaban orang Dayak. Karena dari membuka lahan

hingga akhir panen ada aturan yang hatus ditaati, adatnya inilah yang membentuk kebudayaan

Dayak (Sumber: http://staff.blog.ui.ac.id).

B. Dampak Ladang Berpindah

Realitas memang menunjukan bahwa perladangan berpindah memiliki korelasi yang kuat

dengan kerusakan ekosistem hutan, terutama pada pulau-pulau kecil dampaknya sangat

signifikan. Beberapa dampak yang dapat dikemukakan adalah :

1. Dampak Fisik

Terjadi penurunan drastis kesuburan tanah. Kondisi di lapangan menunjukan bahwa bekas-

bekas areal berladang telah menjadi semak belukar ataupun padang alang-alang. Pada pulau-

pulau kecil dengan kondisi ekosistem yang miskin vegetasi atau lahannya terbuka maka ketika

musim hujan, banyak lapisan tanah permukaan yang terkikis dan hanyut, sehingga kondisi

kesuburan tanah menjadi menurun. Hasil penelitian menunjukan bahwa kondisi kesuburan tanah

secara umum pada daerah-daerah terbuka berbeda 40 – 60 % terhadap lahan hutan primer.

2. Dampak lingkungan

a. Terjadi banjir pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau. Banyak hasil

pengamatan di lapangan menunjukan bahwa hampir 100 % sungai yang terdapat pada

Page 10: Makalah ladang berpindah

pulau-pulau kecil mengalami penurunan debit air yang drastis, bahkan pada musim panas

banyak sungai mengalami kekeringan. Selain itu pada musim hujan, selalu terjadi banjir

dan erosi yang mampu mengikis dan mengangkut ribuan ton tanah permukaan ke sungai

dan laut sehingga terjadi pendangkalan sungai dan gangguan ekosistem laut.

b. Terjadi perubahan iklim dan yang paling drastis adalah kondisi iklim mikro dimana suhu

meningkat rata-rata sebesar 1 – 3 oC dengan penurunan kelembaban relatif sebesar 5 –

10 %. Selain itu dari aspek iklim makro telah terjadi perubahan pola musim, dimana

musim hujan dan musim panas sudah tidak konstan sesuai kalender musimnya.

c. Terjadi gangguan habitat satwa, dimana lebih disebabkan oleh perubahan kondisi vegetasi

sebagai akibat perladangan berpindah dan hal ini berpengaruh signifikan terhadap habitat

satwa. Akibatnya ekosistem hutan yang sebelumnya merupakan tempat makan, minum,

bermain dan tidur menjadi terganggu, sehingga satwa cendrung bermigrasi ke tempat lain,

ataupun memilih tetap bertahan dengan kondisi cover yang terganggu.

d. Terjadi penurunan biodiversitas, yang secara umum disebabkan perladangan yang

dilakukan dengan cara tebang habis dan bakar sehingga banyak spesies langka atau

endemik juga ikut musnah. Menurut pendekatan Indeks Shannon-Wienner menunjukkan

bahwa terjadi penurunan nilai keragaman spesies pohon sebesar 10 % dibandingkan hutan

primer yang berada disekitar lokasi penebangan. Hal ini disebabkan beberapa spesies

pohon toleran (kurang butuh cahaya) cenderung menghilang dari habitatnya sebagai akibat

meningkatnya intensitas cahaya.

e. Terjadi peningkatan luas lahan Imperata cylindrica karena pembukaan hutan untuk

aktivitas perladangan. Perladangan berpindah biasanya dengan menggunakan masa

istirahat lahan (masa bera) 10 – 20 tahun. Artinya selama periode waktu 10 – 20 tahun,

lahan tersebut akan ditinggalkan dan dibiarkan membentuk hutan sekunder (Aong). Aong

biasa didominasi oleh vegetasi berupa Macaranga spp dan terdapat juga beberapa spesies

asli dari hutan yang dibuka pada awalnya. Setelah masa bera tersebut maka lahan yang

sama akan dibuka kembali untuk berladang pada periode ke II. Setelah periode ke

II, hutan sekunder (Aong) mulai sulit untuk terbentuk karena lahan mulai didominasi oleh

alang-alang (Imperata cylindrica) sehingga secara umum jika sistem pengulangan ini

dilakukan sampai pada periode ke III biasanya lahan sudah didominasi alang-alang.

Page 11: Makalah ladang berpindah

C. Upaya Mengurangi Sistem Ladang Berpindah

Mengatasi berbagai dampak yang dikemukakan, maka berikut direkomendasikan beberapa

langkah pengendalian, yaitu :

1. Harus ada kemauan pemerintah baik pusat maupun daerah untuk menangani permasalahan

laju perladangan berpindah terlebih dahulu, agar dapat disusun perencanaan yang tepat dan

terarah dalam rangka penanggulangannya. Karena apapun juga pemerintah telah

diperhadapkan dengan realitas kondisi bahwa perladangan berpindah memiliki korelasi

kuat dengan kerusakan ekosistem.

2. Diperlukan regulasi berupa peraturan daerah yang dapat mengatur tentang pelaksanaan

dan pengendalian laju peningkatan praktek perladangan. Hal ini sangat penting agar para

peladang dapat memahami secara jelas tentang batasan-batasan dan prosedur praktek

perladangan yang menjamin kelestarian ekosistem. Selanjutnya sebagai konsekuensi dari

adanya peraturan daerah berarti akan diatur pula sanksi-sanksi terhadap pelanggaran-

pelanggaran yang mungkin terjadi sehingga praktek perladangan dapat dilakukan secara

terkontrol,

3. Pengembangan model agroforestry. Menurut teori bahwa perladangan berpindah hanya

dapat diatasi dengan 3 model utama, yaitu pengalihan profesi peladang, pengembangan

model pertanian menetap dan model agroforestry. Berdasarkan ke 3 model ini, bila dikaji

lebih jauh ternyata bahwa model pengalihan profesi tidak berhasil karena

persoalan budaya. Aktivitas berladang telah dianggap sebagai budaya yang diwariskan

nenek moyang mereka. Selain itu pertanian menetap juga sulit untuk diterapkan karena

membutuhkan modal (input) yang besar bagi penerapannya. Sementara itu model

agroforestry nampaknya mudah dan sederhana untuk diaplikasi karena membutuhkan

hanya sedikit modal, tetapi hutan yang akan terbentuk nanti selama masa bera adalah hutan

yang nanti memiliki nilai ekonomi dan konservasi yang tinggi.

4. Diperlukan peningkatan kapasitas sumberdaya manusia untuk mendukung aplikasi ke 3

model utama pengendalian perladangan diatas. Untuk itu pendidikan, training dan latihan

bagi peladang untuk peningkatan pengetahuan dan keterampilan sangat dibutuhkan bagi

kerberhasilan pelaksanaan dari model yang ditawarkan nanti.

Perladangan berpindah dalam realitas telah menyebabkan kerusakan ekosistem hutan

secara serius. Hal ini berdasarkan kondisi di lapangan bahwa wilayah-wilayah hutan yang

Page 12: Makalah ladang berpindah

sebelumnya berada disekitar desa, saat ini letaknya sudah mencapai radius lebih 7 Km. Bahkan

pada pulau-pulau kecil tertentu, sudah tidak dijumpai hutan.

Kebanyakan hutan hanya dijumpai dalam bentuk spot-spot hutan sekunder. Karena itu

pemerintah pusat maupun daerah sudah seharusnya mulai mengambil langkah-langkah

pengendalian, agar generasi ini tidak mewarisi lahan yang tandus bagi generasi akan datang.

D. Upaya Mengurangi Dampak Kegiatan Ladang Berpindah

Pengolahan tanah merupakan kebudayaan yang tertua dalam pertanian dan tetap diperlukan

dalam pertanian modern. Arsjad (1989) mendefenisikan pengolahan tanah adalah setiap

manipulasi mekanik terhadap tanah yang diperlukan untuk menciptakan keadaan tanah yang baik

bagi pertumbuhan tanaman (Sumber: http://borneojarjua2008.wordpress.com). Tujuan

pengolahan tanah adalah untuk menyiapkan tempat pesemaian, tempat bertanam, menciptakan

daerah perakaran yang baik, membenamkan sisa tanaman, dan memberantas gulma. Cara

pengolahan tanah sangat mempengaruhi struktur tanah alami yang baik yang terbentuk karena

penetrasi akar, apabila pengolahan tanah terlalu intensif maka struktur tanah akan rusak.

Kebiasaan petani yang mengolah tanah secara berlebihan dimana tanah diolah sampai

bersih permukaannya merupakan salah satu contoh pengolahan yang keliru karena kondisi

seperti ini mengakibatkan butir tanah terdispersi oleh butir hujan, menyumbat pori-pori

tanah. Untuk mengatasi pengaruh buruk pengolahan tanah, maka dianjurkan beberapa cara

pengolahan tanah konservasi yang dapat memperkecil terjadinya erosi. Cara mengurangi

dampak perladangan berpindah dengan :

1. Tanpa olah tanah (TOT), tanah yang akan ditanami tidak diolah dan sisa-sisa tanaman

sebelumnya dibiarkan tersebar di permukaan, yang akan melindungi tanah dari ancaman

erosi selama masa yang sangat rawan yaitu pada saat pertumbuhan awal

tanaman. Penanaman dilakukan dengan tugal

2. Pengolahan tanah minimal, tidak semua permukaan tanah diolah, hanya barisan tanaman

saja yang diolah dan sebagian sisa-sisa tanaman dibiarkan pada permukaan tanah

3. Pengolahan tanah menurut kontur, pengolahan tanah dilakukan memotong lereng sehingga

terbentuk jalur-jalur tumpukan tanah atau dengan melintangkan pohon yang tidak terbakar

(logs) dan alur yang menurut kontur atau melintang lereng. Pengolahan tanah menurut

Page 13: Makalah ladang berpindah

kontur akan lebih efektif jika diikuti dengan penanaman menurut kontur juga yang

memungkinkan penyerapan air dan menghindarkan pengangkutan tanah.

Page 14: Makalah ladang berpindah

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Ladang berpindah merupakan sebuah bentuk dari sistem pertanian yang. Faktor penyebab

ladang berpindah: (1) faktor ekonomis mencakup harga, akses pasar, modal dan kebutuhan

ekonomi rumah tangga, (2) faktor ekologis meliputi kualitas tanah, topografi lahan, dan perilaku

tanaman, (3) faktor sosial meliputi status sosial dan hubungan-hubungan sosial, dan (4) faktor

kultural mencakup pengetahuan, kepercayaan dan nilai-nilai budaya yang terkait dalam

pengelolaan lahan hutan.Akibat perladangan berpindah yaitu : terjadi banjir pada musim hujan

dan kekeringan pada musim kemarau; terjadi penurunan drastis kesuburan tanah; terjadi

perubahan iklim mikro dan makro; terjadi gangguan habitat satwa; terjadi penurunan

biodiversitas; dan terjadi peningkatan luas lahan Imperata cylindrical. Selanjutnya upaya yang

dapat dilakukan untuk mengurangi laju perladangan berpindah adalah peraturan yang terstrukur

yang dimulai dari pemerintah pusat, lalu menurun kedaerah-daerah, kemudian pengembangan

model perladangan agroforestry, dan peningkatan kualitas SDM. Lalu usaha untuk mengurangi

dampak dari ladang berpindah dapat dilakukan dengan metode tanpa olah tanah, pengolahan

tanah minimal, dan pengolahan tanah menurut kontur.

B. SARAN

1. Menyadari banyak kekurangan yang terdapat pada makalah ini, penulis menyarankan agar

pembaca dapat mencari referensi dari sumber lainnya yang berkait dengan materi ini.

2. Setelah mengetahui dampak negatif dari ladang berpindah, hendaknya pembaca dapat

melakukan tindakan yang intinya berupaya pada penyelamatan ekologi hutan itu sendiri.

Page 15: Makalah ladang berpindah

DAFTAR PUSTAKA

Arif. 2008. Hutan: Darah dan Jiwa Dayak. 2 September 2008.

http://staff.blog.ui.ac.id/arif51/2008/09/02/hutan-darah-dan-jiwa-dayak. 12 Januari

2014.Colfer, C.J.P. 1997. Beyond Slash and Burn, Building on Indigenous Management of

Borneo’s Tropical Rain Forest. The New York Botanical Garden. New York.

Benjamine, HE. 2009. Perladangan Berpindah: Bentuk Pertanian Konservasi Pada Wilayah

Tropis Basah.2 Mei 2009. borneojarjua2008.wordpress.com/2009/05/28/ perladangan-

berpindah-bentuk-pertanian-konservasi-pada-wilayah-tropis-basah. 29 September 2014.

Fox, J.M., 2000. How Blaming ‘Slash and Burn’ Farmers is Deforestating Mainland Southeast

Asia. Analysis from The East-West Center 47. pp:1-7.

Godam64. 2009. Definisi/Pengertian Pertanian, Bentuk & Hasil Pertanian Petani - Ilmu Geografi.

2 April 2009. www.organisasi.org/1970/01/definisi-pengertian-pertanian-bentuk-hasil-

pertanian-petani-ilmu-geografi.html. 28 September 2014.

Juo, ASR & Manu, A. 1996. Agriculture, Ecosystems, and Environment : Chemical Dinamic in

Slash and Burn Agriculture. 58: 49-60.

Koerniati, Tatiek. “Pengantar Ekonomi Pertanian”. 11 November 2011.. http://tatiek.lecture.

ub.ac.id/ilmu-amaliah/pengantar-ilmu-ekonomi-pertanian. 29 September 2014.

Lubis, Z. 1997. Repong Damar: Kajian tentang Pengambilan Keputusan dalam Pengelolaan

Lahan Hutan di Pesisir Krui, Lampung Barat. Working Paper 20. Centre for International

Forestry Research (CIFOR). Bogor.

Nigsih, Harti. 2009. Struktur Komunitas Pohon Pada Tipe Lahan Yang Dominan Pada Desa

Beringin, Kabupaten Bungo, Jambi. Skripsi. Institut Teknologi Bandung.

Santoso, Urip. Dampak Perladangan Berpindah Bagi Kerusakan Ekosistem Hutan.

http://uripsantoso.wordpress.com/2010/10/13/dampak-perladangan-berpindah-bagi-

kerusakan-ekosistem-hutan/#more-1980. 29 September 2014.

Sita, Debi. Perlindungan Hutan. 1 Maret 2013. http://sleepingtrees.blogspot.com/2013/03/

dampak-perladangan-pada-hutan-makalah.html. 29 September 2014.

Soemarwoto, Otto. 2004. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Yogyakarta: Penerbit

Djambatan.