MAKALAH KURVA INDIFEREN
-
Author
aminatus-sholikah -
Category
Documents
-
view
2.355 -
download
24
Embed Size (px)
Transcript of MAKALAH KURVA INDIFEREN

I. PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Pada saat Anda memasuki sebuah toko, Anda segera dihadapkan dengan berbagai
jenis barang yang dapat Anda beli. Namun tentu saja, karena daya beli Anda terbatas, Anda
tidak bisa membeli semua barang yang Anda inginkan. Oleh sebab itu, Anda harus
memperhitunkan harga-harga dari berbagai macam barang yang ditawarkan itu, dan membeli
sejumlah barang dalam batasan daya beli Anda yang sekiranya paling dapat memenuhi
kebutuhan dan keinginan Anda.
Salah satu dari sepuluh Prinsip Ekonomi yang iuraikan dalam Bab 1 menyatakan
bahwa setiap orang selalu menghadapi dilema trade-off. Teori pilihan konsumen pada
dasarnya mengungkapkan dilema trade-off yang dihadapi oleh setiap orang dalam
kedudukannya sebagai konsumen. Jika bersamaan dia harus mengurangi pembeliannya
terhadap barang yang lain. Kalau ia menghabiskan lebih banyak waktunya untuk bersenag-
senang dan bekerja lebih sedikit, maka pendapatannya akan berkurang, demikian pula
perilaku konsumsinya. Seandainya seorang mengahabiskan lebih banyak perndapatannya
untuk konsumsi saat ini dan mengurangi tabungannya, maka ia harus rela menurunkan
konsumsinya di masa mendatang. Teori pilihan konsumen menelaah bagaimana konsumen
menghadapi dilema-dilema trade-off ini dalam membuat setiap keputusan, dan bagaimana
mereka bereaksi terhadap berbagai perubahan yang terjadi di sekelilingnya.
I.2 Tujuan

II. PEMBAHASAN
II.1 Kendala Anggaran : Apa Yang Bisa Diperoleh Konsumen
Hampir semua orang meniginkan peningkatan kualitas dan kuantitas barang yang
mereka konsumsi. Mereka ingin berlibur lebih lama, mengendarai mobil yang lebih inda,
atau bersantap di restoran-restoran yang lebih bergengsi. Namun, tingkat konsumsi nyata
setiap orang biasanya lebih rendah daripada yang diinginkannya karena tingkat belanja
mereka selalu mempunyai kendala atau dibatasi oleh pendapatan mereka. Kita mulai studi
kita tentang pilihan konsumen dengan menelaah keterkaitan antara pendapatan dan
pembelanjaan tersebut.
Untuk menyederhanakan persoalan, mari kita telaah keputusan yang harus diambil
oleh seorang konsumen yang hanya dapat membeli dua jenis barang, yakni minimum soda
Pepsi dan Pizza. Tentu saja dalam kenyataan yang ada, setiap orang dihadapkan pada pilihan
ribuan jenis barang. Penyerdehanaan pilihan dua jenis barang saja ini semata-mata dilakukan
untuk memudahakan telaah tanpa mengurangi hakekat masalah konsumen.
Pertama-tama mari kita simak bagaimana pendapatan konsumen membatasi
pembeliannya atas Pepsi dan pizza. Andaikan saja konsumen tersebut memiliki pendapatan
sebesar $1000 per bulan, maka ia biasa menghabiskan seluruh pendapatan bulanannya itu
untuk membeli Pepsi dan pizza. Harga sekaleng Pepsi adalah $2, sedangkan harga sekotak
pizza adalah $10.
Tabel 1 memperlihatkan beberapa kombinasi jumlah Pepsi dan pizza yang dapat
dibeli oleh konsumen tersebut. Garis pertama pada tabel ini menunjukkan bahwa jika
konsumen menghabiskan seluruh pendapatannya untuk membeli pizza, maka ia bisa
mengkonsumsi 100 kotak pizza selama sebulan, namun ia tidak menikmati Pepsi sama sekali.
Garis kedua menunjukkan kemungkinan kombinasi konsumsi kedua, ia bisa membelanjakan
pendapatannya selama sebulan untuk membeli 90 kotak pizza dan 50 kaleng Pepsi. Demikian
seterusnya, masing masing kombinasi konsumsi dalam tabel biaya tersebut tepat seharga
$1000.

Gambar 1 menampilkan secara grafis berbagai kemungkinan kombinasi konsumsi
yang dapat dipilih oleh konsumen tersebut. Sumbu vertikal mengukur jumlah kaleng Pepsi,
sedangkan sumbu horisontal menghitung jumlah kotak pizza. Ada tiga titik yang khusus
ditandai pada gambar ini. Titik A melambangkan kondisi ketika konsumen mengahabiskan
semua uangnya untuk membeli 100 kotak pizza dan sama sekali tidak membeli Pepsi. Lalu
pada titik B konsumen tidak membeli pizza dan mengahabiskan semua uangnya untuk
mwmbwli 500 kaleng Pepsi. Pada titik C, konsumen membagi rata pendapatannya untuk
membeli 50 kotak pizza dan 250 kaleng Pepsi. Titik C merupakan pertengahan garis yang
menghubungkan titik A dengan titik B. Pada titik ini, uang yang digunakan konsumen untuk
membeli pizza sama dengan uang yang dipakaianya membeli Pepsi, yakni masing-masing
$500. Di luar tiga kemungkinan itu masih banyak kemungkinan kombinasi konsumsi yang
dapat dipilih atau diperoleh oleh konsumen. Garis tersebut juga menunjukkan dilema trade-
off antara Pepsi dan pizza yang dihadapi oleh konsumen tersebut
Kemiringan (slope) garis kendala anggaran itu mencerminkan tingkatan sejauh mana
konsumen dapat menukarkan suatu barang dengan barang lainnya. Besarnya kemiringan
garis yang menghubungkan dua titik dihitung berdasarkan perubahan jarak vertikal dibagi
dengan perubahan jarak horizontal. Dari titik A ke titik B jaraknya adalah 500 kaleng Pepsi,
sedangkan jarak horizontalnya adalah 100 kotak pizza. Dengan demikian, besaran
kemiringan atau besaran perbandingannya adalah 5 kaleng Pepsi per sekotak Pizza.
Perhatikanlah bahwa besaran kemiringan kendala anggaran tersebut sama dengan
harga relatif (relative price) dari dua barang yang bersangkutan.

Tabel 1. KEMUNGKINAN-KEMUNGKINAN BAGI KONSUMEN. Tabel ini menunjukkan apa yang diperoleh konsumen jika pendapatannya sebesar $1.000 per bulan, dan setiap bulan ia harus mengkonsumsi Pepsi seharga $2 per kaleng, dan pizza seharga $10 per kotak.
Gambar 1. KENDALA ANGGARAN KONSUMEN. Kendala anggaran menunjukkan berbagai kemungkinan kombinasi atas sejumlah jenis barang yang dapat diperoleh seorang konsumen dengan pendapatannya. Di sini, konsumen membelanjakan uangnya untuk Pepsi dan pizza. Semakin banyak Pepsi yang dibelinya, akan semakin berkurang pizza yang dapat dinikmatinya, dan demikian pula sebaliknya.
Artinya, harga suatu barang yang dinyatakan dalam satuan barang yang lain. Harga
sekotak pizza lima kali lipat harga sekaleng Pepsi. Oleh sebab itu, konsumen dapat

menukarkan sekotak pizza untuk memperoleh 5 kaleng Pepsi. Trade-off ini tercemin pada
kendala anggaran yang memiliki besaran kemiringan 5.
II.2 Preferensi : Apa Yang Diinginkan Konsumen
Kendala anggaran merupakan salah satu elemen penting dalam analisis karena hal
tersebut menunjukkan kombinasi barang seperti apa saja yang dapat diperoleh konsumen
dengan pendapatan tertentu dan harga-harga barang tertentu.
Pengungkapan Preferensi Melalui Kurva Indeferen
Preferensi mendasari keputusan seorang konsumen dalam memilih salah satu
kombinasi konsumsi Pepsi dan pizza. Jika Anda menawarinya dengan serangkaian
kombinasi, ia akan memilih salah satu di antaranya yang paling sesuai dengan preferensi
atau seleranya. Kalau ada dua kombinasi yang dapat memenuhi selera sama baiknya,
maka kita katakan konsumen tersebut bersikap indifferent terhadap dua kemungkinan
kombinasi tersebut.
Kita telah menguraikan kendala anggaran konsumen secara grafis, dan kita juga
dapat menyajikan preferensi konsumen itu secara grafis. Hal ini kita lakukan dengan
yang disebut sebagai kurva indeferen. Kurva indeferen ialah kurva yang menunjukkan
berbagai kemungkinan kombinasi konsumsi yang memberikan kepuasan yang sama bagi
seorang konsumen. Dalam kasus kita, kurva indeferen itu menunjukkan dua atau lebih
kemungkinan kombinasi Pepsi dan pizza yang memberikan kepuasan yang sama
besarnya bagi konsumen.
Gambar 2 memperlihatkan 2 dari sekian banyak kurva indiferen seorang
konsumen. Konsumen itu akan memperoleh kepuasan yang sama kalau ia menikmati
beberapa kombinasi konsumsi yang dilambangkan masing-masing oleh titik A, titik B,
dan titik C, karena semua titik tersebut berada pada kurva indiferen yang sama. Tidak
mengherankan kalau konsumsi pizza konsumen tersebut diturunkan, misalnya dari titik A
ke titik B, maka konsumsinya terhadap pepsi akn meningkat agar memperoleh kepuasan
total yang setara. Kalau konsumsi pizzanya diturunkan lagi, maka tingkat konsumsinya
terhadap pepsi juga harus ditambah lagi.

Gambar 2. Preferensi konsumen. Preferensi konsumen ditunjukkan oleh kurva-kurva indiferen yang pada dasarnya memaparkan kombinasi-kombinasi konsumsi pepsi dan pizza yang membuahkan kepuasan yang sama bagi si konsumen. Karena setiap konsumen lebih senang jika dapat mengkonsumsi setiap barang lebih banyak, maka kurva indiferen yang berada di atas (disini I2) melambangkan tingkat kepuasan yang lebih tinggi dan karenanya lebih disukai ketimbang kurva indiferen yang berada di bawah (I1). Sedangkan tingkat subtitusi marginal (MRS) memperlihatkan tingkatan sejauh mana konsumen mau menukar pepsi dengan pizza.
Besaran kemiringan (slope) di setiap titik pada kurve indiferen itu sama dengan
tingkatan sejauh mana konsumen bersedia mengorbankan konsumsi atas suatu barang
untuk mengkonsumsi barang yang lain. Tingkatan inilah yang disebut sebagai tingkat
subtitusi marginal (marginal rate of substitution MRS). Dalam kasus kita, tingkat
subtitusi marginal mengukur seberapa banyak pepsi yang diinginkan konsumen untuk
mengganti setiap unit pizza yang direlakannya agar tingkat kepuasannya tetap sama.
Perhatikanlah bahwa karena indiferen itu tidak selalu terbentuk garis lurus, maka nilai
tingkat subtitusi marginal juga belum tentu sama di setiap titik pada kurva indiferen yang
bersangkutan. Tingkatan dimana seorang konsumen mau menukarkan suatu barang
dengan barang yang lain ditentukan oleh jumlah barang yg sesungguhnya ia consumsi.
Maksudnya, tingkatan sejauh mana konsumen itu mau menukar pizza untuk memperoleh
tambahan pepsi tergantung pada apakah ia sedang lapar atau haus. Kalau ia haus,
tentunya ia akan member nilai lebih tinggi kepada pepsi, dan juga sedang lapar, maka
tentunya ia akan lebih menghargai pizza

Seorang konsumen akan memperoleh kepuasan yang sama dari setiap titik yang
berada di sepanjang kurva indiferen, namun ia lebih menyukai kurva indiferen tertentu
dibandingkan dengan yang lain. Mengingat ia akan lebih senang seandainya dapat
mengkonsumsi setiap barang lebih banyak, maka ia akan lebih menyukai kurva indiferen
yang secara grafis letaknya lebih tinggi . dalam gambar 2, setiap titik mana pun yang
terletak pada kurva indiferen I2 lebih disukai konsumen dari pada titik mana pun yang
terletak pada kurva indiferen I1.
Sekumpulan kurva indiferen dari seorang konsumen memperlihatkan daftar dan
peringkat preferensinya. Itu berarti kita dapat menggunakan kurva indiferen untuk
merangking preferensi konsumen terhadap setiap pasangan barang. Sebagai contoh,
posisi kurva-kurva indiferen tersebut member tahu kita bahwa titik D lebih disukai dari
pada titik C, karena titik D berada pada kurva undiferen yang lebih tinggi. Pada
kombinasi konsumsi yang dilambangkan oleh titik D tersebut, si konsumen memang
memperoleh lebih sedikit Pepsi, namun ia dapat mengkonsumsi pizza lebih banyak dan
hal ini lebih disukai oleh konsumen yang bersangkutan. Jadi, dengan melihat titik mana
yang berada pada kurva indiferen yang lebih tinggi, kita dapat menggunakan himpunan
kurva indiferen untuk merangking kombinasi konsumsi Pepsi dan pizza mana yang lebih
disukai konsumen.
Empat Sifat Kurva Indiferen
Karena kurva indiferen melambangkan preferensi konsumen, maka kurva tersebut
memiliki sejumlah karakteristik atau sifat yang mencerminkan preferensi itu sendiri.
Berikut ini kita akan menyimak empat sifat utama kurva indiferen :
Sifat 1: kurva indiferen yang lebih tinggi lebih disukai daripada yang lebih
rendah. Setiap konsumen biasanya akan lebih suka jika dapat mengkonsumsi barang apa
saja dalam jumlah lebih banyak (karena setiap barang mengandung manfaat yang baik).
Preferensi terhadap sesuatu dalam jumlah lebih banyak itu tercermin pada kurva
indiferen. Seperti telah diperlihatkan pada gambar 2, kurva indiferen yang letaknya lebih
tinggi melambangkan ketersediaan barang lebih banyak daripada kurva-kurva indiferen
yang berada di bawahnya. Jadi, jelaslah bahwa konsumen lebih suka berada pada kurva
indiferen yang lebih tinggi.

Sifat 2 : kurva indiferen melengkung ke bawah. Besaran kemiringan dari setiap
titik yang ada pada kurva indiferen melambangkan tingkatan sejauh mana konsumen
bersedia menukarkan suatu barang dengan barang yang lain. Konsumen menyukai semua
jenis barang sehingga jika konsumsinya terhadap suatu barang berkurang, maka untuk
mengimbanginya ia harus dapat mengkonsumsi barang lain lebih banyak agar
kepuasannya tidak merosot. Karena alasan inilah maka bentuk kurva indiferen selalu
melengkung ke bawah.
Sifat 3 : kurva-kurva indiferen tidak saling berpotongan. Untuk memahami
alasannya, andaikan saja ada dua kurva indiferen yang saling berpotongan seperti yang
diperlihatkan oleh gambar 3, Karena titik A berada pada kurva indiferen yang sama
dengan titik B, maka kedua titik tersebut memberikan kepuasan yang sama bagi
konsumen. Namun, itu juga berarti titik A dan titik C dapat membuahkan konsumen yang
sama besarnya untuk si konsumen, padahal kedua titik itu tidak berada pada kurva
indiferen yang sama (titik C mengandung lebih banyak barang daripada titik A). ini
bertentangan dengan asumsi kita yang menyarakan bahwa konsumen selalu lebih suka
mengkonsumsi suatu barang dalam jumlah banyak ketimbang sedikit. Dengan demikian,
kurva-kurva indiferen memang tidak mungkin saling berpotongan.
Sifat 4: kurva-kurva indiferen menghadap ke dalam (bowed inward). Besaran
kurva indiferen identik dengan tingkat subtitusi marjinal, yakni tingkatan sejauh mana
konsumen mau menukarkan suatu barang dengan barang yang lain. Besaran tingkat
subtitusi marjinal itu sendiri biasanya ditentukan oleh seberapa banyak setiap barang
tengah di konsumsi. Disamping itu, seseorang biasanya lebih bersedia menukarkan suatu
barang yang mereka miliki dalam jumlah melimpah dan akan lebih enggan melepas
barang yang mereka miliki dalam jumlah yang terbatas. Karena alasan inilah kurva
indiferen menghadap ke dalam (cembung terhadap sumbu grafik). Sebagai contoh,
simaklah gambar 4, pada titik A, konsumen memiliki banyak pepsi namun hanya sedikit
pizza, sedangkan saat itu ia merasa lapar dan tidak terlalu haus. Agar ia mau melepas
sekotak pizza, ia harus ditawari pepsi lebih banyak sebagai imbalannya, katakanlah 6
kaleng pepsi. Itu berarti tingkat subtitusi marjinalnya adalah 6 kaleng pepsi per kotak
pizza. Sebaliknya di titik B, konsumen hanya memiliki sedikit pepsi namun banyak
mempunyai pizza. Saat itu ia kehausan namun tidak terlalu lapar. Dalam kondisi ini bisa

jadi ia mau melepas sekotak pizza untuk memperoleh sekaleng pepsi. Di titik ini, tingkat
subtitusi marjinalnya adalah sekaleng pepsi per kotak pizza. Jadi bentuk kurva indiferen
yang menghadap ke dalam mencerminkan kesediaan yang lebih besar dari si konsumen
untuk merelakan barang yang ia miliki dalam jumlah banyak.
Gambar 3. KURVA-KURVA INDIFEREN TIDAK MUNGKIN SALING BERPOTONGAN. Situasi seperti ini tidak pernah tidak akan terjadi. Dalam situasi yang dilambangkan oleh perpotongan kurva-kurva indiferen ini, konsumen akan memperoleh kepuasan yang sama jika ia memilih kombinasi konsumsi yang dilambangkan oleh titik A, B, dan C, padahal titik C mengandung lebih banyak barang daripada titik A.
Gambar 4. LENGKUNGAN KURVA INDIFEREN. Kurva indiferen selalu melengkung ke arah dalam (menghadap sumbu). Bentuk seperti ini mengisyaratkan

bahwa tingkat subtitusi marjunal (MRS) ditentukan oleh kuantitas pasangan barang yang dikonsumsi. Pada titik A, konsumen memiliki banyak pizza namun banyak pepsi, sehingga ia menuntut banyak pepsi untuk merelakan pizzanya. Tingkat subtitusi marjinal pada titik ini 6 pepsi per kotak pizza. Sedangkan di titik B, konsumen memiliki sedikit pepsi namun cukup banyak pizza, sehingga dengan sedikit pepsi ia mau merelakan pizzanya. Tingkat subtitusi marjinal pada titik ini adalah 1 pepsi per kotak pizza.
II.3 Dua Contoh Ekstrem Kurva Indiferen
Bentuk dari kurva indiferen memberitahu kita tentang kesediaan konsumen
menukarkan suatu barang dengan barang yang lain. Kalau barang-barang yang ada mudah
dipertukarkan atau disubtitusikan satu sama lain, maka bentuk kurva indiferennya tidak
terlalu melengkung. Sebaliknya, kalau barang-barang yang ada sulit dipertukarkan, maka
bentuk kurva indiferennya akan lebih melengkung. Untuk memahami alasannya, mari kita
simak dua contoh ekstrem berikut ini.
Subtitusi Sempurna
Andaikan saja seseorang menawari anda dua kantong yang masing-masing berisi
uang logam Rp 1.000 dan Rp 500. Kombinasi kantong seperti apa yang lebih anda sukai?
Kemungkinan besar anda akan mendasarkan pilihan pada nilai moneter atau
keseluruhan jumlah uang dari kantong-kantong tersebut. Itu berarti sekantong uang logam Rp
1.000 setara dengan dua kantong yang berisikan uang logam Rp 500, dengan asumsi jumlah
kepingan logam di setiap kantong sama banyaknya. Dalam kalimat lain, tingkat subtitusi
marjinalnya adalah sekantong uang logam Rp 1000 per dua kantong yang berisikan uang
logam Rp 500.
Kita dapat menyajikan prefensi tersebut secara grafis seperti Nampak pada panel (a)
gambar 5, Karena tingkat subtitusi marjinalnya konstan (tetap), maka kurva indiferennya
berbentuk garis lurus. Dalam kasus ekstrem dimana kurva indiferen berbentuk garis lurus
seperti ini, kita menyebut pasangan barangnya sebagai subtitusi sempurna (perfect
substitution).

Gambar 5. SUBTITUSI SEMPURNA DAN KOMPLEMEN SEMPURNA. Apabila dua barang mudah dipertukarkan, seperti pecahan Rp 1.000 dan Rp 500, maka kurva indiferennya akan berbentuk garis lurus, seperti diperlihatkan oleh panel (a). jika dua barang secara sempurna saling melengkapi atau berkomplemen, maka kurva indiferennya akan bersudut tegak lurus seperti nampak pada panel (b).
Komplemen Sempurna
Sekarang umpamakan lagi ada seseorang menawari Anda sepasang sepatu. Yang satu
cocok untuk kaki kiri, dan yang lain pas untuk kaki kanan Anda. Bagaimana Anda dapat
menentukan peringkat preferensi kedua barang itu atau memilih sepatu sebelah mana yang
Anda sukai?
Dalam kasus ini kemungkinan besar Anda tidak akan mempersoalkan sepatu sebelah
mana yang lebih penting. Anda bahkan akan menetapkan preferensi terhadap keduanya sama,
sehingga yang Anda perhatikan tinggal berapa pasang sepatu yang dapat Anda konsumsi.
Kalau Anda memiliki 5 sepatu sebelah kiri dan 7 sepatu sebelah kanan, itu berarti Anda
hanya memiliki 5 pasang sepatu, dan dua potong sepatu sebelah kanan tidak bisa dipakai.
Dalam kondisi demikian, Anda tidak akan mau merelakan satu ptong sepatu sebelah kiri
dengan imbalan sepatu sebelah kanan dalam jumlah berapa pun.
Kita dapat menyajikan preferensi And terhadap sepatu sebelah kanan dan kiri itu
secara grafis dengan kurva-kurva indiferen pada panel (b) Gmabar 21-5. Dalam gambar ini
ditunjukkan bahwa manfaat himpunan 5 sepatu kiri dan 5 sepatu kanan sama saja dengan
manfaat himpunan 5 sepatu kiri dan 7 sepatu kanan, atau 7 sepatu kiri dan 5 sepatu kanan.

Karena alasan tiulah maka bentuk kurva indiferennya bersudut tegak lurus. Dalam kasus
ekstrem seperti ini, kita menyebut jenis barangnya sebagai barang komplemen sempurna
(perfect complements).
Namun tentu saja dalam kenyataanya, hampir semua barang yang tersedia bagi
konsumen bukan merupakan substitusi sempurna (seperti uang logam Rp1000 dan Rp500)
dan bukan komplemen sempurna (sepatu sebelah kiri dan sepatu sebelah kanan), Karena itu
kurva indiferen lazimnya melengkung kebawah dan menghadap kedalam (kearah sumbu) dan
lengkungannya tidak terlalu tajam sehingga membentuk kemiringan siku-siku.
II.4 Optimisasi : Apa Yang Dipilih Konsumen
Pilihan Optimal Konsumen
Untuk mudahnya, kita lanjutkan saja pemakaian pepsi dan pizza sebagai contoh
barang. Konsumen ingin memilih kombinasi konsumsi pepsi dan pizza yang sebaik
mungkin artinya kombinasi yang terletak pada kurva indiferen tertinggi. Namun,
konsumen juga tidak bisa melanggar kendala anggarannya yang memang merupakan
batas sumber daya total yang dimilikinya
Gambar 6 memperlihatkan kendala anggaran konsumen dan tiga dari sekian
banyak kurva indiferennya. Kurva indiferen tertinggi yang dapat dicapai oleh konsumen
(I2 dalam gambar tersebut) adalah yang persis bersentuhan dengan garis kendala
anggarannya. Titik perpotongan antara garis kendala anggaran dan kurva indiferen
tertinggi itulah yang disebut sebagai titik optimum. Seandainya bisa, konsumen tentu
akan lebih suka berkonsumsi pada titik A yang terletak pada kurva indiferen I3 yang lebih
tinggi daripada I2. Namun konsumsi pepsi dan pizza sebanyak itu tidak dapat dilakukan
karena I3 sudah berada diluar jangkauan kendala anggarannya. Sebaliknya, kalau mau
konsumen dapat memilih kombinasi konsumsi yang dilambangkan titik B yang berada
dalam jangkauan kendala anggarannya. Namun titik ini tidak akan dipilih karena berada
pada kurva indiferen yang lebih rendah yang berarti tingkat kepuasan yang juga lebih
rendah. Dengan demikian, titik optimum melambangkan kombinasi konsumsi pepsi dan
pizza yang terbaik bagi konsumen.
Perhatikanlah bahwa pada titik optimum tersebut besaran kemiringan kurva
indiferen sama dengan besaran kemiringan garis kendala anggaran. Kita dapat

mengatakan bahwa kurva indiferen merupakan tangen terhadap kendala anggaran. Kita
tahu bahwa besaran kemiringan kurva indiferen adalah tingkat substitusi marjinal antara
pepsi dan pizza, sedangkan besaran kemiringan garis kendala anggaran adalah
perbandingan harga atau harga relatif pepsi dan pizza. Itu berarti, konsumen memilih
kombinasi konsumsi dua barang dimana tingkat substitusi marjinalnya sama dengan
harga relatif.
Dalam membuat keputusan-keputusan konsumsi, seorang konsumen menerima
saja harga relatif atas dua barang yang hendak dibelinya, lalu ia memusatkan perhatian
untuk menemukan titik optimum dimana tingkat substitusi marjinalnya sama dengan
harga relatif tersebut.
Gambar 6. Titik optimum konsumen akan selalu memilih konsumsi pada titik dalam kendala anggaran yang terletak pada kurva indiferen tertinggi. Pada titik inim yang disebut sebagai “titik optimum”, tingkat substitusi marjinalnya sama dengan perbandingan harga (harga relatif) dua barang yang bersangkutan. Disini kurva indiferen tertinggi yang dapat dicapai oleh konsumen adalah I2. Seandainya bisa, konsumen tentu akan lebih suka berkonsumsi pada titik A yang terletak pada kurva indiferen I3 yang lebih tinggi daripada I2. Namun konsumsi pepsi dan pizza sebanyak itu tidak dapat dilakukan karena I3 sudah berada diluar jangkauan kendala anggarannya. Sebaliknya, kalau mau konsumen dapat memilih kombinasi konsumsi yang dilambangkan titik B yang berada dalam kurva indiferen yang lebih rendah
Harga relatif (relative price) adalah tingkatan dimana pasar bersedia menukar
suatu barang dengan barang lainnya, sedangkan tingkat substitusi marjinal adalah tingkat
dimana konsumen bersedia menukar suatu barang dengan barang lainnya. Pada titik

optimum, penilaian konsumen atas kedua baranf tersebut (yang diukur dengan konsep
tingkat substitusi marjinal) sama dengan penilaian pasar (diukur dengan harga relativ).
Sebagai konsekuensi dari optimisasi konsumen ini, maka harga-harga pasar dari berbagai
barnag pada dasarnya mencerminkan penilaian konsumen terhadap barang-barang yang
bersangkutan.
Pengaruh Perubahan Pendapatan Terhadap Pilihan Konsumen
Gambar 7: KASUS KENAIKAN PENDAPATAN: Ketika pendapatan konsumen bertambah, kendala anggarannya akan bergeser ke atas. Jika dua barang yang dikonsumsinya merupakan barang normal, maka konsumen akan menanggapi kenaikan pendapatannya itu dengan membeli kedua barang lebih banyak. Dalam kasus ini konsumen membeli lebih banyak pepsi sekaligus lebih bnyak pizza.
Jika pendapatan meningkat, seorang konsumen tentunya dapat membeli dua jenis
barang yang diperlukannya itu dalam jumlah lebih banyak. Oleh sebab itu, kenaikan
pendapatan akan menggeser garis kendala anggaran ke atas seperti diperlihatkan oleh
gambar 7. Karena harga relatif kedua barang tersebut tidak berubah maka besaran
kemiringan garis kendala anggaran yang baru sama saja dengan besaran garis kemiringan
kendala anggaran yang lama. Itu artinya kenaikan pendapatan akan menimbulkan
pergeseran letak garis kendala anggaran secara sejajar.
Ekspansi kendala anggaran memungkinkan konsumen untuk memilih kombinasi
konsumsi pepsi dan pizza yang lebih baik. Dalam kalimat lain, kenaikan pendapatan itu
memungkinkan konsumen mencapai kurva indiferen yang lebih tinggi daripada
sebelumnya. Seiring dengan kenaikan kendala anggaran yang kemudian berpotongan

dengan kurva indiferen yang melambangkan prederensi si konsumen, maka titik optimum
konsumen itupun meningkat dari titik yang disebut “titik optimum lama” ketitik yang
disebut “titik optimum baru”.
Perhatikanlah pula bahwa pada gamabr 7 diperlihatkan si konsumen memilih
lebih banyak pepsi dan memilih lebih banyak pizza. Meskipun logika model ini tidak
mengharuskan konsumen menaikkan konsumsinya terhadap semua barang setelah
pendapatannya meningkat, namun kenaikan konsumsi itu biasanya memang terjadi. Jika
konsumen menginginkan lebih bnyak barang ketika pendapatannya meningkat, maka
barangnya disebut sebagai barang normal (normal goods). Kurva indiferen pada gambar
7 dibuat berdasarkan asumsi bahwa pepsi dan pizza adalah barang-barang normal.
Gambar 8. Barang Interior: Suatu barang disebut sebagai barang interior apabila konsumen justru mengurangi pembeliaannya pada saat pendapatannya bertambah. Disini, pepsi merupakan barang interior ketika pendapatan konsumen meningkat dan kendala anggarannya bergeser ke atas konsumen membeli lebih banyak pizza namun mengurangi pembelian pepsi.
Gambar 8 memperlihatkan contoh kasus dimana kenaikan pendapatan justru
mendorong konsumen mengurangi konsumsinya atas suatu barang, katakanlah ia
menambah pembelian pizza namun mengurangi pembelian pepsi. Dalam kasus ini para
ekonom menyebut pepsi, yakni barang yang konsumsinya berkurang ketika pendapatan
konsumen meningkat, sebagai barang interior (interior goods). Gambar 21-8 dibuat

berdasar asumsi bahwa pizza adalah barang normal sedangkan pepsi adalah barang
interior.
Dalam kenyataan sehari-haru, kebanyakan barang yang dikonsumsi adalah barang
normal, namun barang interior memang ada. Contohnya adalah transportasi bus kota.
Konsumen yang pendapatannya lebih banyak memiliki kecenderungan lebih kuat untuk
mengurangi transportasi bus kota (dan memiliki mobil sendiri) daripada konsumen yang
pendapatannya relatif lebih rendah. Karena itu, transportasi bus kota dalam kasus ini
dapat digolongkan sebagai barang interior.
Pengaruh Perubahan Harga Terhadap Pilihan Konsumen
Andaikan saja harga pepsi turun dari $2 menjadi $1. Tidaklah mengherankan jika
dikatakan penurunan harga ini memperbesar daya beli konsumen terhadap pepsi. Dalam
kalimat lain, penurunan harga menyebabkan pergeseran keatas garis kendala anggaran si
konsumen.
Gambar 9. Kasus Perubahan Harga : Ketika harga pepsi turun, kendala anggaran konsumen akan bergeser ke atas dan besaran kemiringannya mengalami perubahan. Konsumen bergerak dari titik optimum awal ke titik optimum baru yang mengisyaratkan perubahan kombinasi pepsi dan pizza yang dibelinya, Dalam kasus ini konsumen akan membeli lebih banyaj pepsi namun mengurangi pembelian pizza.
Gambar 9 secara khusus memaparkan secara grafis efek perubahan harga terhadap
kendala anggaran. Jika konsumen menghabiskan seluruh pendapatannya sebanyak $1000

itu hanya untuk membeli pizza, maak penurunan harga pepsi memang tidak menimbulkan
pengaruh apa-apa. Dalam kasus ini titik A akan tetap berada pada posisi semula. Namun,
jika konsumen menghabiskan uangnya sebanyak $1000 itu hanya untuk membeli pepsi,
maka penurunan harga pepsi membawa pengaruh besar. Konsumen kini dapat membeli
1000 kaleng pepsi bukan 500 kaleng seperti ketika harganya belum turun. Karena itu
ujung garis kendala anggaran bergeser dari titik B ke titik D.
Coba anda perhatikan bahwa dalam kasus ini pergeseran kendala anggaran ke atas
mengubah besaran kemiringan (slope) garis kendala anggaran tersebut. (ini berbeda
dengan apa yang terjadi sebelumnya ketika harga barang tidak berubah sedangkan
pendapatan konsumen berubah) seperti telah kita bahas, besaran kemiringan kendala
anggaran mencerminkan harga relative pepsi dan pizza. Karena harga pepsi turun dari $2
menjadi $1 per kaleng, sedangkan harga pizza tetap $10 per kotak, maka kini konsumen
dapat menurunkan sekotak pizza dengan10 kaleng pepsi, tidak lagi hanya 5 kaleng
sebagai konsekuensinya, garis kendala anggaran yang baru pun menjadi lebih curam.
Bagaimana perubahan kendala anggaran itu mempengaruhi konsumsi kedua
barang ditentukan oleh preferensi konsumen yang bersangkutan. Berdasarkan kurva-
kurva indiferen yang ada pada peraga tersebut, konsumen membeli lebih banyak pepsi
dan mengurangi pembelian pizza.
Efek Pendapatan Dan Subtitusi
Efek perubahan harga suatu barang terhadap konsumsi dapat dipilih menjadi
dua,yakni efek pendapatan ( income effect ) dan efek subtitusi ( substitution effect).
Untuk memahami kedua jenis efek ini, coba anda bayangkan apa yang akan dilakukan
oleh konsumen ketika ia mengetahui bahwa harga pepsi turun. Ada beberapa
kemungkinan tanggapan yang ia berikan, yakni :
“ Wah, berita bagus! Pepsi kini lebih murah sehinggadaya beli pendapatan
saya bertambah. Saya menjadi lebih kaya daripada sebelumnya. Karena itu
saya bisa membeli Pepsi dan pizza lebih banyak”. (Ini adalah efek
pendapatan).
“Setelah harga Pepsi turun, saya bisa memperoleh lebih banyak Pepsi dari
setiap pizza yang saya relakan. Karena pizza kini relatif lebih mahal, maka

saya perlu mengurangi pembeliannya dan membeli Pepsi lebih banyak”.
(Ini adalah efek substitusi).
Kira-kira tanggapan mana yang akan diberikan si konsumen?
Sebenarnya tidak ada perbedaan penting karena hasil akhirnya sama saja, yakni
penurunan harga Pepsi meningkatkan kesejahteraan si konsumen. Jika Pepsi dan pizza
sama-sama barang normal, maka konsumen akan menerapkan peningkatan daya belinya
terhadap semua barang, yakni dengan menambah konsumsinya terhadap Pepsi maupun
pizza (itu berarti efek pendapatan yang muncul). Bisa pula karena harga relatif Pepsi
menjadi lebih murah sedangkan harga pizza relatif lebih mahal, maka konsumen
menambah konsumsinya terhadap Pepsi dan mengurangi pembelian pizza (itu berarti efek
substitusi yang muncul).
Sekarang mari kita lihat hasil akhir dari adanya kedua efek tersebut. Konsumen
jelas akan membeli Pepsi lebih banyak karena efek pendapatan maupun efek substitusi
mendorongnya untuk melakukan hal itu. Namun belum pasti konsumen akan membeli
pizza lebih banyak, karena di sini efek pendapatan dan efek substitusinya berlawanan
arah. Kesimpulan ini telah dirangkum dalam Tabel 2.
Kita dapat memahami efek pendapatan dan efek substitusi itu dengan
menggunakan kurva indiferen. Efek pendapatan adalah perubahan konsumsi yang
disebabkan oleh pergerakan ke kurva indiferen yang lebih tinggi. Sedangkan efek
substitusi adalah perubahan konsumsi yang disebabkan oleh karena konsumen berada
pada suatu titik di sebuah kurva indiferen baru yang tingkat substitusi marjinalnya
berbeda.
Tabel 2. Efek pendapatan dan efek subtitusi ketika harga pepsi turun.

Gambar 10. EFEK PENDAPATAN DAN EFEK SUBSTITUSI. Efek perubahan harga dapat dipilah menjadi dua, yakni efek pendapatan dan efek substitusi. Efek substitusi-pergerakan di sepanjang sebuah kurva indiferen menuju ke suatu titik yang memiliki tingkat substitusi marjinal berbeda-diperlihatkan di sini sebagai perubahan dari titik A ke titik B di sebanjang kurva indiferen I1. Sedangkan efek pendapatan-pergeseran ke kurva indiferen yang lebih tinggi-diperlihatkan di sini sebagai perubahan dari titik B pada kurva indiferen I1 ke titik C pada kurva indiveren I2.
Gambar 10 telah memaparkan secara grafis perbedaan keputusan konsumen yang
masing-masing bertolak dari efek pendapatan dan efek substitusi. Ketika harga Pepsi
turun, konsumen bergerak dari titik optimum awal, yakni titik A, ke optimum baru, yakni
C. Kita dapat melihat perubahan ini berlangsung dalam dua tahap. Pertama, konsumen
bergerak di sepanjang kurva indiferen awal, yakni I1, dari titik A ke titik B. Kepuasan
yang diperoleh konsumen di kedua titik tersebut sama besarnya, namun di titik B tingkat
substitusi marjinalnya sudah mencerminkan harga relatif yang baru. Berikutnya,
konsumen bergeser ke kurva indiferen yang lebih tinggi, yakni I2, dengan bergerak dari
titik B ke titik C. Meskipun titik B dan titik C berada pada kurva indiferen yang
berlainan, keduanya memiliki tingkat substitusi marjinal yang sama. Itu berarti besaran
kemiringan kurva indiferen I1 di titik B sama dengan besaran kemiringan kurva indiferen
I2 di titik C.
Meskipun konsumen sebenarnya tidak pernah memilih titik B, penggambaran ini
tetap bermanfaat karena dapat memperjelas adanya dua efek yang selanjutnya sangat

mempengaruhi keputusan konsumen. Harap Anda perhatikan bahwa perubahan dari titik
A ke titik B mencerminkan perubahan murni tingkat substitusi marjinal tanpa mengubah
tingkat kesejahteraan konsumen. Begitu juga, perubahan dari titik B ke titik C
merefleksikan perubahan murni kesejahteraan konsumen tanpa perubahan apa pun pada
tingkat substitusi marjinal. Dengan demikian, gerakan dari titik A ke titik B
memperlihatkan efek substitusi, sedangkan gerakan dari titik B ke titik C menunjukkan
adanya efek pendapatan.
Derivasi Kurva Permintaan
Kita baru saja mempelajari bagaimana perubahan harga mengubah kendala
anggaran konsumen dan karenanya, mengubah kuantitas dua barang yang dibeli oleh si
konsumen. Kurva permintaan untuk setiap barang juga dapat merefleksikan keputusan-
keputusan konsumsi. Anda tentu sudah mengethui bahwa kurva permintaan
memperlihatkan bagaimana harga dari suatu barang mempengaruhi kuantitas permintaan
terhadap barang itu sendiri. Lebih jauh lagi, kita juga dapat melihat kurva permintaan
sebagai kumpulan keputusan-keputusan optimal yang didasarkan pada kendala anggatan
dan kurva indiferen.
Sebagai contoh, Gambar 11 memaparkan permintaan terhadap Pepsi. Panel (a)
memperlihatkan bahwa ketika harga Pepsi turun dari $2 menjadi $1 per kaleng, kendala
anggaran konsumen bergeser ke atas. Berkat adanya efek pendapatan dan efek substitusi,
maka konsumen meningkatkan pembelian Pepsinya dari 50 menjadi 150 kaleng. Panel
(b) menunjukkan kurva permintaan yang terbentuk atau terderivasikan dari keputusan-
keputusan konsumen tadi. Dengan demikian, teori pilihan konsumen memang
menyajikan landasan teoretis bagi kurva permintaan konsumen, seperti yang telah kita
pelajari sebelumnya.
Meskipun kita bisa dengan mudah menyatakan bahwa kurva permintaan muncul
secara alamiah dari teori pilihan konsumen, namun fakta ini belum cukup untuk
mengembangkan teorinya. Memang kita tidak perlu mengembangkan suatu kerangka
analitis yang ketat untuk sekedar menyatakan bahwa orang-orang selalu bereaksi
terhadap perubahan harga. Meskipun demikian, teori pilihan konsumen jelas sangat
bermanfaat. Kita akan melihat pada bagian pembahasan selanjutnya dalam bab ini bahwa

kita dapat memanfaatkan teori tersebut untuk lebih memahami berbagai faktor yang
mempengaruhi perilaku konsumen atau perilaku rumah tangga.
Gambar 11. DERIVASI KURVA PERMINTAAN. Panel (a) memperlihatkan bahwa ketika harga Pespi turun dari $2 menjadi $1, titik optimum konsumen bergerak dari titik A ke titik B, dan kuantitas Pepsi yang dikonsumsi meningkat dari 50 menjadi 150 kaleng. Kurva permintaan pada panel (b) menjelaskan hubungan antara harga dan kuantitaspermintaan tersebut.
2.5 Empat Aplikasi
Sekarang kita telah selesai mengembangkan teori dasar pilihan konsumen.
Selanjutnya, mari kita gunakan untuk menjawab sebagian pertanyaan tentang bagaimana
ekonomi bekerja. Ada empat pertanyaan tentang rumah tangga yang akan kita jawab, yang
satu sama lain sepintas lalu nampak tidak berhubungan. Kita akan segera mengetahui
keterkaitannya karena semuanya dapat kita jelaskan dengan model perilaku konsumen yang
baru saja kita pelajari.
Apakah Kurva Permintaan Selalu Melengkung Ke Bawah?
Biasanya jika harga suatu barang meningkat, maka orang-orang akan mengurangi
pembelian barang tersebut. Bab 4 menyebut perilaku normal ini sebagai hukum
permintaan (law of demand). Hukum ini direfleksikan sebagai lengkungan ke bawah
kurva permintaan.

Secara teoretis, kurva permintaan bisa saja melengkung ke atas. Dalam kalimat
lain, konsumen bisa dan adakalanya melanggar hukum permintaan itu, yakni
meningkatkan pembeluan terhadap barang yang harganya naik. Untuk memahami
mengapa hal demikian bisa terjadi, silakan Anda simak Gambar 12. Dalam contoh ini,
konsumen membeli dua barang, yakni daging dan kentang. Mula-mula, kendala anggaran
konsumen adalah garis yang menghubungkan titik A dengan titik B. Titik optimumnya
adalah titik C. Ketika harga kentang meningkat, kendala anggaran bergeser ke bawah
sehingga kini menjadi garis yang menghubungkan antara titik A dan titik D. Titik
optimumnya sekarang adalah titik E. Perhatikanlah bahwa kenaikan harga kentang justru
mendorong konsumen untuk membeli lebih banyak kentang.
Mengapa konsumen memberikan reaksi yang nampak aneh seperti itu? Alasannya
adalah kentang merupakan barang yang sangat inferior. Ketika harga kentang naik, maka
konsumen menjadi lebih miskin. Efek pendapatan inilah yang kemudian mendorong
konsumen membeli lebih banyak kentang dan mengurangi pembelian daging yang
harganya tidak berubah. Dalam waktu bersamaan, karena kentang kini relatif lebih mahal
daripada daging, maka efek substitusi mendorong pula konsumen untuk mengurangi
pembelian kentang dan menambah pembelian daging. Masalahnya, dalam contoh kasus
ini, efek pendapatan jauh lebih kuat daripada efek substitusi, sehingga pada akhirnya
konsumen menanggapi kenaikan harga kentang.
Para ekonom menggunakan istilah barang Giffen (Giffeen good) untuk menyebut
jenis barang yang melanggar hukum permintaan. (Istilah ini mengambil nama ekonom
Robert Giffen yang pertama kali mengemukakan kemungkinan pelanggaran hukum
permintaan tersebut). Dalam contoh kasus kita di atas, kentang merupakan barang Giffen.
Barang Giffen lazimnya adalah barang inferior, di mana efek pendapatan jauh lebih kuat
daripada efek substitusi. Oleh sebab itulah, kurva permintaanya melengkung ke atas.
Namun apakah barang Giffen itu benar-benar ada dalam kenyataan, para ekonom
berselisih pendapat. Sejumlah ahli sejarah mengatakan bahwa kentang benar-benar
merupakan barang Giffen selama berlangsungnya musibah kelaparan akibat paceklik
kentang di Irlandia pada abad kesembilan belas. Di sana kentang merupakan bahan
makanan pokok sehingga ketika harganya melonjak, maka hal itu memunculkan efek
pendapatan yang sangat besar. Masyarakat menanggapinya dengan menurunkan standar

hidup mereka terutama dengan memangkas berbagai pembelian bahan makanan pokok
saja, yakni kentang. Jadi, dalam kasus tersebut kenaikan harga kentang justru
meningkatkan kuantitas permintaannya.
Terlepas dari benar atau tidaknya catatan sejarah tersebut, kita dapat mengatakan
secara aman bahwa barang Giffen itu memang langka. Teori pilihan konsumen tidak
menolak kemungkinan kurva permintaan melengkung ke atas. Namun karena kasusnya
sendiri sangat, maka hukum permintaan yang menyatakan kurva permintaan melengkung
ke bawah tetap berlaku seperti halnya teori-teori baku lainnya dalam ilmu ekonomi.
Gambar 12. KASUS BARANG GIFFEN. Dalam contoh ini, letika harga kentang meningkat, titik optimum bergeser dari tutuk C ke titik E. Dalam kasus ini, konsumen menanggapi kenaikan harga kentang justru dengan menambah pembelian kentang dan mengurangi pembelian daging.
Bagaimana Pengaruh Upah Terhadap Penawaran Tenaga Kerja?
Sampai sejauh ini kita baru menggunakan teori pilihan konsumen untuk
menganalisis keputusan seseorang dalam mengalokasikan pendapatannya dalam
pembelian dua jenis barang. Kita juga dapat menggunakan teori tersebut untuk
menganalisis bagaimana seseorang mengalokasikan waktunya untuk bekerja dan
bersantai.
Mari kita simak keputusan-keputusan yang harus diambil Sally, seorang
perancang perangkat lunak computer paruh waktu (freelance). Total waktu terjaga Sally
setiap minggunya adalah 100 jam. Ia menggunakan sebagian waktunya untuk bersantai

bersepeda-keliling, menonton televisi, menyimak buku-buku ilmu ekonomi, dan
sebagainya. Sebagian waktunya harus disisihkan untuk bekerja mengembangkan
perangkat lunak komputer. Untuk setiap jam ia bekerja, Sally memperoleh imbalan $50,
yang ia gunakan mengkonsumsi barang-barang yang diperlukan atau diinginkannya.
Upah sebesar $50 per jam ini mencerminkan dilemma trade-off Sally, yakni antara
pilihan menghabiskan waktu untuk bersantai atau bekerja. Untuk Setiap jam bersantai
yang ia korbankan, ia memperoleh imbalan $50 yang dapat ia gunakan untuk konsumsi.
Gambar 13. KEPUTUSAN UNTUK BEKERJA. Gambar ini memperlihatkan kendala anggaran Sally dalam memutuskan berapa lama ia harus bekerja, kurva indiferen untuk konsumsi dan bersantai, serta titik optimumnya.
Gambar 13 memperlihatkan kendala anggaran Sally. Jika ia menghabiskan
seluruh 100 jam kerjanya untuk bersantai, maka ia tidak bisa mengkonsumsi apapun
karena tidak memperoleh penghasilan. Sedangkan jika ia menghabiskan seluruh
waktunya untuk bekerja, ia bisa mengkonsumsi senilai $5000 per minggu, namun ia akan
tertekan, karena tidak bisa bersantai. Jalan tengahnya, ia bisa berperilaku normal dengan
bekerja selama 40 jam per minggu sehingga ia memperoleh penghasilan sebanyak $2000
untuk berkonsumsi dan menikmati hal – hal yang disukainya selama 60 jam per
seminggu.
Gambar -13 menggunakan kurva indiferen yang melambangkan prefrensi Sally
dalam berkonsumsi dan bersantai. Di sini konsumsi dan bersantai merupakan dua
“barang” yang kombinasinya harus dipilih oleh Sally. Karena pada dasarnya Sally sama
seperti orang lain, yakni lebih suka bersantai dari pada bekerja, maka ia lebih menyukai

kurva indiferen yang letaknya lebih tinggi. Dengan upah $50 per jam, Sally memilih
kombinasi konsumsi dan bersantai pada titik dengan label “optimum”. Inilah titik pada
garis kendala anggaran yang bersentuhan dengan kurva indiferen tertinggi, yakni kurva I2
.
Gambar 14. KASUS KENAIKAN UPAH. Dua panel pada gambar ini memperlihatkan bagaimana seseorang bereaksi terhadap kenaikan upah. Grafik sebelah kiri menunjukkan kendala anggaran si konsumen, BC1, dan kendala anggaran yang baru, BC2, seperti kombinasi optimal konsumsi dan bersantai. Sedangkan grafik sebelah kanan menunjukkan kurva – kurva pernawaran tenaga kerja yang terbentuk setelah upah meningkat. Karena jam bekerja sama dengan total jam yang tersedia di kurangi jam

bersantai, maka setiap perubahan pada kegiatan bersantai akan menimbulkan efek sebaliknya terhadap kuantitas tenaga kerja yang ditawarkan. Pada panel (a), keika upah meningkat, konsumsi ikut meningkat sedangkan kegiatan bersantai berkurang, dan hal ini memunculkan kurva penawaran konsumsi dan kegiatan bersantai sama – sama meningkat sehingga memunculkan kurva penawaran tenaga kerja yang mengarah kearah bawah.
Sekarang perhatikan apa yang akan terjadi seandainya upah Sally naik dari $50
menjadi $60 per jam. Gambar 14 memperlihatkan dua kemungkinan. Dalam setiap kasus,
kendala anggaran yang disajikan pada panel sebelah kiri bergeser ke atas BC1 dan BC2.
Dalam proses pergeseran itu kendala anggaran tersebut menjadi curan (lebih tegak), dan
hal ini mencerminkan adanya perubahan harga relatif: pada tingkat upah yang lebih
tinggi, Sally memperoleh imbalan konsumsi lebih banyak dari setiap jam yang ia
korbankan untuk bersantai.
Lebih lanjut, tanggapan Sally (berkenaan dengan pembagian jam bekerja dan
bersantai) menentukan kurva penawaran tenaga kerjanya, karena setiap penambahan jam
bersantai langsung berakibat pada total jam kerja atau penawaran tenaga kerjanya. Dua
panel sebelah kanan pada gambar 14 menunjukkan variasi penawaran tenaga kerja sally
yang bertolak dari reaksinya terhadap kenaikan upah. Pada panel (a), kenaikan upah
mendorong Sally untuk mengurangi jam bersantai dan menambah kam bekerjanya
senhingga kurva penwarannya pun mengarah kedepan (menghadap sumbu vertikal dan
horizontal). Sedangkan pada panel (b), kenaikan upah membuat Sally mengurangi jam
bekerja dan menambah jam bersantai, sehingga kurva penawarannya pun menghadap “ke
belakang” (menghadap poros sumbu).
Sepintas lalu makna kurva penawaran yang menghadap ke belakang itu nampak
membingungkan. Bagaimana mungkin seseorang menanggapi kenaikan upahnya justru
mengurangi jam bekerja? Jawabannya dapat kita temukan kalau kita memilah efek
kenaikan upah itu menjadi dua, yakni efek pendapaatan dan efek substitusi.
Pertama – tam mari kita simak efek substisusinya. Ketika upah Sally meningkat,
kegiatan bersantai menjadi lebih mahal daripada konsumsi, dan hal ini mendorong Sally
untuk mensubstitusikan konsumsi dengan kegiatan bersantai (memperbesar konsumsi
yang lebih murah dengan mengurangi kegiatan bersantai). Dalam kalimat lain, efek
substitusi mendorong sally untuk bekerjalebih keras menanggapi kenaikan upahnya, dan
tindakan inilah yang membuat kurva penawaran tenaga kerjanya mengarah keatas.

Sekarang mari kita lihat efek pendapatannya. Ketika upah Sally bertambah, ia
bergerak ke kurva indiferen yang lebih tinggi. Kini tingkat kesejahteraanya pun lebih
tinggi. Sepanjang konsumsi dan bersantai adalah barang – barang normal, maka Sally
cenderung memanfaatkan pendapatannya yang telah bertambah itu untuk meningkatkan
konsumsi (ini bisa dilakukan dengan sedikit mengurangi jam bekerja, karena upahnya
lebih besar sehingga dengan jam bekerja leih sedikit ia bisa memperoleh penghasilan
lebih besar) sekaligus menambah jam bersantai. Dalam kalimat lain, efek pendapatan
akan mendorong Sally untuk mengurangi jam bekerjanya, dan oleh karena itulah kurva
penawaran tenaga kerjanya menghadap ke belakang.
Teori ekonomi tidak memberikan prediksi yang pasti apakah kenaikan upah akan
mendorong Sally menambah atau mengurangi jam kerjanya. Kalau bagi Selly efek
substitusinya lebih kuat daripada efek pendapatan, Maka ia akan menambah jam
bekerjanya. Sebalikknya, jika ternyata efek pendapatan lebih besar dari pada efek
substitusi, maka ia akan mengurangi jam bekerjanya. Dengan demikian, kurva penawaran
tenaga kerjanya bisa menghadap ke depan, bisa pula ke belakang.
Bagaimana Pengaruh Suku Bunga Terhadap Tabungan Rumah Tangga?
Salah satu keputusan penting yang harus dibuat oleh setiap orang adalah
menentukan berapa bagian dari pendapatannta untuk konsumsi, dan berapa yang harus
ditabung untuk masa depan. Kita dapat menggunakan teori pilihan konsumen guna
menganalisis bagaimana orang – orang membuat keputusan tersebut, serta bagaiman
bagian penghasilan yang akan mereka tabung ditentukan oleh suku bunga yang berlaku.
Perhatikanlah perilaku yang harus diambil Sam, seorang pekerja yang mulai
memikirkan persiapan pensiun. Untuk menyederhanakan persoalan, kita bagi saja masa
hidup Sam menjadi 2 periode. Periode pertama adalah ketika Sam masih muda dan aktif
bekerja. Periode kedua, ia sudah tua dan menjalani pensiun. Ketika masih muda ia aktif
bekeja, total penghasilan Sam berjumlah $100000. Ia harus membagi penghasilan untuk
konsumsi saat ini dan konsumsi mendatang (tabungan). Pada saat sudah tua dan pensiun,
Sam akan mengkonsumsi uang yang ditabungnya, berikut hasil bunga yang ia peroleh
dari tabungan tersebut.

Umpamakan saja suku bunga yang berlaku adalah 10 %. Maka setiap $1 yang
ditabung ketika Sam masih muda akan menjadi $1.10 pada saat ia tua kelak. Kita dapat
pula melihat “konsumsi ketika muda” dan “konsumsi ketika tua” sebagai barang yang
kombinasi konsumsinya harus dipilih oleh Sam. Suku bunga memberika pengaruh besar
terhadap pemilihan itu, karena suku bunga menentukan harga relatif atas kedua barang
tersebut
Gambar 15. Keputusan antara konsumen dan menabung. Gambar ini mempeelihatkan kendala anggaran bagi seseorang yang hendak memutuskan berapa banyak penghasilannya yang baru ditabung dan berapa untuk konsumsi selama dua periode hidupnya, kurva-kurva indiferen yang melambangkan preferensinya, serta titik optimum.
Gambar 15 memperlihatkan kendala anggaran Sam. Jika ia tidak menabung sama
sekali, maka ia menghabiskan seluruh $100000 uangnya untuk berkonsumsi pada saat ini
dan tidak akan dapat mengkonsumsi jika ia tua nanti. Jika ia menabung seluruh uang
penghasilannya, maka kalau ia masih hidup di masa tuanya nanti ia dapat berkonsumsi
sebanyak $110000. Kendala anggaran memperlihatkan kedua kemungkinan ini dan
berbagai kemungkinan diantaranya.
Gambar 15 menyajikan kurva – kurva indiferen yang menyimbolkan preferensi
Sam atas konsumsi saat ini dan konsumsi mendatang. Karena Sam menginginkan
konsumsi sebesar mungkin, baik saat ini maupun nanti, maka Sam lebih menyukai kurva
– kurva indiferen yang lebih tinggi. Bertolak dari preferensi ini, sam berusaha memilih

kombinasi konsumsi saat ini dan mendatang yang optimal, atau titik pada kendala
anggarannya yang menyentuh kurva indiferen tertinggi. Pada titik optimum itu
dicontohkan Sam melakukan konsumsi saat ini senilai $50000 dan konsumsi mendatang
di masa tuanya (menabung) sebanyak $55000 (termasuk bunga).
Sekarang simaklah apa yang akan terjadi seandainya suku bunga mengalami
kenaikan dari 10 % menjadi 20 %. Gambar 16 memaparkan dua kemungkinan. Dalam
dua kemungkinan atau kasus tersebut, kendala anggaran Sam bergeser keatas dan
menjadi lebih curam atau lebih tegak. Berkat kenaikan suku bunga itu, konsumsi Sam
ketika tua akan bertambah untuk setiap dollar konsumsi ketika muda yang direlakannya.
Dua panel tersebut memperlihatkan preferensi Sam yang berbeda serta reaksinya
terhadap kenaikan suku bunga. Dalam kedua karus itu, konsumsi ketika tua meningkat.
Namun kenaikan atau penurunan konsumsi ketika muda tidak bisa dipastikan, dan dua
panel tersebut menyajikan duakemungkinan itu. Pada panel (a), Sam menanggapi kenikan
suku bunga dengan mengurangi konsumsi ketika muda serta meningkatkan tabungannya.
Sedangkan pada panel (b), Sam bereaksi terhadap kenaikan suku bunga dengan
meninngkatkan konsumsi ketika muda sehingga ia mengurangi bagian penghasilannya
yang ditabung.
Kasus yang di paparkan pada panel (b) meungkin terasa agak janggal. Bagaimana
mungkin Sam menanggapi kenaikan hasil atau keuntungan tanbungan justru dengan
mengurangi jumlah tabungannya. Sebenarnya ini tidaklah aneh. Kita dapat
memahaminya dengan memilah efek kenaikan suku bunga itu, yakni efek pendapatan dan
efek substitusinya.
Pertama – tama kita simak dahulu efek substitusinya. Ketika suku bunga
meningkat, konsumsi ketika tua menjadi lebih murah bila dibandingkan dengan konsumsi
ketika muda. Oleh sebab itu, efek substitusi tersebut mendorong Sam untuk menambah
konsumsi ketika tua dan mengurangi konsumsi ketika muda. Dalam kalimat lain, efek
subtitusi mendorong Sam menyisihkan lebih banyak uangnya untuk ditabung.

Gambar 16 kasus kenaikan suku bunga. Pada kedua panel, kenaikan suku bunga menggeser kendala anggaran ke atas. Pada panel (a), konsumsi ketika muda menurun, sedangkan konsumsi ketika tua meningkat. Hasil akhirnya adalah Sam meningkatkan tabungannya. Selanjutnya pada panel (b), konsumsi ketika tua maupun konsumsi ketika muda sama-sama bertambah. Hasil akhirnya adalah Sam mengurangi bagian penghasilannya untuk di tabung.
Selanjutnya, kita simak efek pendapatannya. Ketika suku bunga meningkat, sam
berpindah ke kurva indeferen yang lebih tinggi. Kesejahteraan atau kepuasannya kini
lebih besar. Asalkan konsumsi ketika muda dan konsomsi ketika tua merupakan barang
normal, Sam pasti ingin menggunakan kenaikan kesejahteraaanya itu untuk mempebesar
konsumsi ketika muda maupun konsumsi ketika tua. Kenaikan suku bunga
memungkinkannya memperbesar konsumsi ketika muda, dan juga konsumsi ketika muda,
dan juga konsumsi ketika tua (karena tabungan yang lebih sedikit bisa membuahkan hasil
atau bunga lebih besar). Dalam kalimat lain, efek pendapatan mendorong Sam untuk
mengurangi tabungannya.
Selanjutnya, kemungkinan mana yang akan terjadi lagi-lagi tergantung mana yang
lebih kuat, efek pendapatan atau efek subtitusi. Jika pada suku bunga yang tinggi efek
subtitusinya lebih besar dibandingkan efek pendapatan, Sam akan meningkatkan
tabungannya. Sebalikknya jika efek pendapatanya lebih besar dibandingkan efek

subtitusinya, Sam akan mengurangi tabungannya. Jadi, teori pilihan konsumen
mengatakan bahwa pengikatan suku bunga akan mendorong atau mengurangi tabungan
pada salah satu dari efek tersebut.
Ketidak pastian hasil akhir memang menarik jika ditinjau darin sudut teori
ekonomi. Tetapi jika dilihat dari sudut kebijakan ekonomi yang memang cenderung
menginginkan kepastian , hal tersebut mengecewakan.sebagai conto, pemerintahs sulit
merumuskan kebijakan perpajakan sempurna karena efek nyata suku bunga terhadap
tingkat tabungan tidak bisa dipastikan. Sejumlah ekonom menyarankan penurunan pajak
bunga tabungan dan deposito dan berbagai pendapatan investasi lainnya, karena mereka
yakin kebijakan itu akan memberikan hasil tabungan dan investasi lebih besar, sehingga
mendorong masyarakat untuk lebih banyak menabung. Namun ekonom lain menolak
gagasan ini karena mereka yakin mana yang akan muncul, apakah efek pendapatan atau
efek subtitusi, tidak dipastikan sehingga pajak tabungan dan investasi itu belum tentu
mendorong masyarakat untuk lebih rajin menabung. Sayangnya, sejauh ini berbagai
penelitian yang dilakukan belum dapat mencapai suatu konsensus tentang bagaimana
sebenarnya suku bunga mempengaruhi tingkat tabungan. Kondisi ini terus
berlangsungnya perselisihan pendapat di kalangan ekonom tentang kempuan kebijakan
perpajakan meningkatkan tabungan, atau justru menimbulkan hasil sebaliknya.
Mana Yang Lebih Disukai Kaum Miskin, Transfer Uang Tunai Atau Transfer
Rupa-Rupa
Paul adalah yang sangat miskin. Pendatannya begitu sedikit sehingga untuk
mencapai standar hidup yang layak saja ia sudah kesulitan. Pemerintah ingin
membantunya. Pemerintah memberinya bantuan pangan berupa kupon bahan makan
senilai $ 1000 atau langsung memberinya uang tunai $1000. Kebijakan manakah yang
baik., kebijakan kemiskian yang menyediakan transfer uang ( cast transfer), ataukah
kebikakan yang menyediakan transfer rupa-rupa ( inkind transfer)? Apakah bisa
disumbangkan oleh teori pilihan konsumen menjawab pertanyaan tersebut?

Gambar 17. Transfer uang versus transfer rupa-rupa. Kedua panel in I membandingkan efek pemberian bantuan pangan dalam bentuk transfer uang dan transfer rupa-rupa. Pada panel (a), transfer rupa-rupa tidak memunculkan garis kendala anggaan yang terikat, dan apa pun bantuan yang diberikan oleh pemerintah, baik unag tunai maupun berupa kupon makanan, paul akan berada ada kurfa indeferen lebih tinggi yang sama. Selanjutnya pada panel (b), transfer rupaa-rupa memunculkan kendala anggaran yang terikat, sehingga paul harus puas berada pada kurva indeferen yang lebih rendah jika ia harus menerika transfer rupa-rupa ketimbang jika ia harus memeroleh transfer uang.

Gambar 17 memaparkan bagaimana kedua kebijakan itu bekerja. Jika pemerintah
memberikan transfer uang kepada Paul, maka kendala anggaran Paul serta-merta
meningkat. Ia membagi uang itu untuk konsumsi makanan dan nonmakanandalam
komposisi yang disukainya. Namun jika ppemerintah member transfer rupa-rupa dalam
bentuk non uang, misalnya berupa kopun yang dapat ditukarkan dengan bahan secara
Cuma-Cuma, maka bentuk kendala anggaran paul menjadi lebih kompleks. Kendala
anggaran paul ini emang meningkat, mamun garisnya patah karena terikat sama makanan
senilai $1.000 . artinya, peningkatan anggaran itu hanya dapat dimanfaatkan paul untuk
meperoleh makanan lebih banyak, dan ia tidak bisa mengkonsumsi barang lain. Paul
memenga bisa mengkonsumsi barang lain denga uangnya sendiri. Dan peluang naik itu,
lebih besar karena ia tidak lagi harus membeli makanan. Hanya saja transfer rupa-rupa itu
seolah-olah memaksa paul untuk menghabiskan $1000 semata-mata untuk makan.
Tentang kebijakan mana yang lebih baik, hal itu masih ditentukan oleh proferendi
paul sendiri. Pada panel (a) , paul memang ingin mebeli makanan senilai paling kurang
$1000 sehingga kalaupun ia mendapat transfer uang ia akanmenghabiskaannya untuk
membeli makanan. Dalam kondisi seperti ini, transfer rupa-rupa bagi paul tidak
meninmbulkan anggaran terikat. Terlepas dari bentuk anggaran yang diberikan
pemerintah., konsumsi paul tidak meningkat dari kondisi A ke kondisi B. pilihan paul
bagi kombinasi konsumsi makanan dan konsumsi non makanan sama saja sehingga tidak
ada bedanya apakah pemerintah memberinya uang tunai atau kopon makanan.
Namun pada panel (b), ceritanya sama sekali berbeda. Dalam kasus ini, paul
sebenarnya tidak ingin membeli makanan hingga $1000, karena ia ingin mengkonsumsi
barang nonmakanan. Kalau ia memperoleh transfer uang, maka ia bisa mengatur
pemakaiannya sesuai dengan keperluan atau keinginannya. Jika ini terjadi, maka ia harus
membali makanan hingga $ 1000, dan ia tidak bisa mengkonsumsi barang lain sesuai
keinginnanya. Oleh sebab itu, ia hanya bisa berkonsumsi total di titik C, pangkal patahan
anggaran yang megikatnya pada sumbu. Transfer rupa-rupa mengakibatkan paul
berkonsumsi dalam komnbinasi yang tidak sesuai dengan keinginannya, sehingga
memaksa paul berada pada kurva indeferen yang lebih rendah (dibandingkan jika paul
menerima bantuan pemerintah dalam bentuk uang).

Dengan demikian, teori pilihan konsumen mengajarkan sebuah pelajaran
sederhana tentang delima transfer uang versus transfer rupa-rupa. Jika transfer rupa-rupa
memaksa penerima bantuan mengkonsumsi suatu barang lebih banyak yang
diingikannya, maka kebijakan ini tidak sepatutnya ditembuh dan bantuan diberikan dalam
bentuk transfer uang. Tetepi jika pemberian transfer rupa-rupa ternyata tidak memaksa
untuk mengkonsumsi suatu barang lebih banyak daripada yang diingikannya maka
kebijakan memberikan transfer uang dan transfer rupa-rupa sama saja baiknya, karena
keduanya memenculkan efek sam terhadap konsumsi dan kesejahteraan penerima
bantuan.
Kesimpulan: Apakah Orang-Orang Mempunyai Pikiran Yang Sama?
Teori pilahan konsumen menjelaskan bagaimana orang-orang mebuat keputusan
berkenaan dengan konsumsi. Seperti baru saja kita lakukan, teori ini dapat diterapkan
secara luas. Teori ini dapat menjelaskan bagaimana memberikan kombinasi konsumsi
pepsi dan pizza, bekerja dan bersantai, berkonsumsi dan menabung, dan sebagainya.
Namun bisa jadi sampai disini anda masih belum yakin akan kegunaan teori
tersebut. Lagi pula, andapun seorang konsumen yang tentunya tahu bagaimana perilaku
konsumen. Setiap kali ketoko andalah yang memutuskan apa dan berapa yang hendak
anda beli, dan selama ini anda tentunya tidak pernah mendasarkan keputusan-keputusan
tersebut pada gambar anggaran dan kurfa indeferen. Apakah pengalaman anda selama ini
sebagai konsumen yang stiap hari membuat keputusan komsumsi memang sesuai dengan
apa yang dikemukakan oleh teori yang dikemukakan oleh teori pilihan konsumen
tersebut?
Jawaban ternyata tidak. Selain itu, teori pilihan consumen itu sendiri memang
tidak mencoba mebuat gambaran membuat keputusan orang-perorang. Teori ini adalah
model. Dan seperti telah kita singgung dalam bab 2 ( jilid 1), model memang tidak dapat
diharapkan sepenuhnya secara realities.
Cara terbaik yang dapat ia tempuh adalah memandang teori konsumen itu sebagai
sebuah metafora tentang bagaimana konsumen membuat keputusan. Tidak ada konsumen
(kecuali mungkin segelintir ekonom) yang benar-benar mendasarkan keputusan nya pada
perhitungan optimalisasi seperti yang disarankan oleh teori itu. Namun, tokoh para

konsumen selalu menyadari bahwa pilihan-pilhan mereka dibatasi oleh sumber daya
finansialnya. Dan berdasarkan keputusan itu mereka berupaya mencapai tingkat kepuasan
yang setinggi-tingginya. Teori pilihan konsumen mencoba menguraikan proses
psikologis implicit demi memungkinkan dilakukannya analisis ekonom secara ekplisit.
Kita baru tahu sebuah kue itu enak kalau sudah mencicipinya. Demikian pula ,
kita baru tahu kegunaan teori pilihan konsumen kalau sudah menerapkannya. Pada bagian
terakhir dari bab ini kita sudah melakukan hal itu untuk manjawab empat pertanyaan
ekonomis praktis. Kalau anda mempelajari ilmu ekonomi secara lebih mendalam, maka
anda akan mengatahui bahwa teori ini merupakan kerangka dasar bagi analisis yang juah
lebih luas.
III. PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Garis kendala anggaran konsumen memperlihatkan berbagai kemungkinan kombinasi
konsumsi yang dapat diperoleh konsumen, sesua dengan harga barang-barang yang berlaku
serta banyak-sedikitnya pendapatan konsumen itu sendiri. Besaran kemiringan (slope) garis
kendala anggaran sama dengan harga relative dari barang-barang yang bersangkutan.
Kurva indeferen dari seorang konsumen pada intinya memperlihatkan preferensi si
konsumen yang bersangkutan. Sebuah kurva indeferen pada dasarnya memperlihatkan
berbagai kemungkinan kombinasi konsumen yang dapat memberikan kepuasan yang sama
besarnya bagi konsumen. Titik-titik yang terdapat pada sebuah kurva indeferen (masing-
masing melanbangkan kemungkian kombinasi konsumsi) yang terletak lebih tinggi lebih

disukai daripada titik-titik pada kurva indeferen yang letaknya lebih rendah. Besarnya
kemiringan kurva indeferen pada setiap titik melambangkan suptitusi marjinal si konsumen,
atau tingkatan sejauh mana konsumen mau menukarkan suatu barang dengan barang lai.
Konsumen berusaha mencapai titik optimum dengan memilih salah satu titik pada
kendala anggarannya yang bersentuhan dengan kurva indeferen tertinggi. Pada titik tersebut,
besaran kurva kemiringan kurva indeferen (tingkat subtitusi marjinal antara barang-barang
yang bersangkutan) sama dengan besaran kemiringan garis kendala anggaran (harga relative
barang-barang tersebut).
Ketika harga suatu barang turun,dampaknya terhadap pilihan konsumen dapat dipilah
menjadi dua, yakni efek pendapatn dan efek subtitusi. Efek pendapatan adalah perubahan
konsumsi yang terjadi karena penurunan harga tersebut meningkatkan kesejateraan
konsumen. Adapun efek subtitusi adalah perupahan yang terjadi ketika perubahan harga itu
memungkinkan konsumen memperoleh lebih banyak barang yang harganya menjadi lebih
murah. Efek pendapatn memeperlihatkan sebagai gerakan dari kurva indeferen yang lebih
tinggi, sedangkan efek subtitusi ditunjukkan dengan gerakan di sepanjang kurva indeferen
yang sama kesuatu titik yang besaran sudutnya berbeda.
Teori pilhan konsumen dapat diterapkan ke berbagai situasi. Teori ini dapat
menjawab dan menjelaskan pertanyaan-pertanyaan seperti mengapa kurva permintaan bisa
mengarah ke atas, mengapa kenaikan upah tidak selalu meningkatkan penawaran tenaga
kerja atau mendorong sesorang bekerja lebih giat; mangapa kenaikan suku bunga juga tidak
selalu mendorong seseorang memperbesar tabungannya; dan mengapa kalangan miskin lebih
suka menerima bantuan dalam bentuk transfer uang dari pada bantuan dalam bentuk transfer
rupa-rupa.
DAFTAR PUSTAKA
Mankiw, N. Gregory. 1998. Pengantar Ekonomi (Jilid II). Jakarta : Erlangga.