Makalah KP. KUTA

download Makalah KP. KUTA

of 33

Transcript of Makalah KP. KUTA

I. PENDAHULUANPembangunan merupakan bentuk perubahan sosial yang terarah dan terencana melalui berbagai macam kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat. Bangsa Indonesia seperti termaktub dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 telah mencantumkan tujuan pembangunan nasionalnya. Kesejahteraan masyarakat adalah suatu keadaan yang selalu menjadi cita-cita seluruh bangsa di dunia ini. Berbagai teori tentang pembangunan telah banyak dikeluarkan oleh ahli-ahli sosial barat, salah satunya yang juga dianut oleh Bangsa Indonesia dalam program pembangunannya adalah teori modernisasi. Modernisasi merupakan tanggapan ilmuan sosial barat terhadap tantangan yang dihadapi oleh negara dunia kedua setelah berakhirnya Perang Dunia II. Modernisasi menjadi sebuah model pembangunan yang berkembang dengan pesat seiring keberhasilan negara dunia kedua. Negara dunia ketiga juga tidak luput oleh sentuhan modernisasi ala barat tersebut. berbagai program bantuan dari negara maju untuk negara dunia berkembang dengan mengatasnamakan sosial dan kemanusiaan semakin meningkat jumlahnya. Namun demikian kegagalan pembangunan ala modernisasi di negara dunia ketiga menjadi sebuah pertanyaan serius untuk dijawab. Beberapa ilmuan sosial dengan gencar menyerang modernisasi atas kegagalannya ini. Modernisasi dianggap tidak ubahnya sebagai bentuk kolonialisme gaya baru, bahkan Dube (1988) menyebutnya seolah musang berbulu domba. Ciri manusia modern menurut Dube ditentukan oleh struktur, institusi, sikap dan perubahan nilai pada pribadi, sosial dan budaya. Masyarakat modern mampu menerima dan menghasilkan inovasi baru, membangun kekuatan bersama serta meningkatkan kemampuannya dalam memecahkan masalah. Oleh karenanya modernisasi sangat memerlukan hubungan yang selaras antara kepribadian dan sistem sosial budaya. Sifat terpenting dari modernisasi adalah rasionalitas. Kemampuan berpikir secara rasional sangat dituntut dalam proses modernisasi. Kemampuan berpikir secara rasional menjadi sangat penting dalam menjelaskan berbagai gejala sosial yang ada. Masyarakat modern tidak mengenal lagi penjelasan yang irasional seperti yang dikenal oleh masyarakat tradisional. Rasionalitas menjadi dasar dan karakter pada hubungan antar individu dan pandangan masyarakat terhadap masa depan yang mereka idam-idamkan. Hal yang sama disampaikan oleh Schoorl, walaupun tidak sebegitu mendetail seperti1

Dube. Namun demikian terdapat ciri penting yang diungkapkan Schoorl yaitu konsep masyarakat plural yang diidentikkan dengan masyarakat modern. Masyarakat plural merupakan masyarakat yang telah mengalami perubahan struktur dan stratifikasi sosial. Lerner dalam Dube (1988) menyatakan bahwa kepribadian modern dicirikan oleh : 1. Empati : kemampuan untuk merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain. 2. Mobilitas : kemampuan untuk melakukan gerak sosial atau dengan kata lain kemampuan beradaptasi. Pada masyarakat modern sangat memungkinkan terdapat perubahan status dan peran atau peran ganda. Sistem stratifikasi yang terbuka sangat memungkinkan individu untuk berpindah status. 3. Partisipasi : Masyarakat modern sangat berbeda dengan masyarakat tradisional yang kurang memperhatikan partisipasi individunya. Pada masyarakat tradisional individu cenderung pasif pada keseluruhan proses sosial, sebaliknya pada masyarakat modern keaktifan individu sangat diperlukan sehingga dapat memunculkan gagasan baru dalam pengambilan keputusan. Konsep yang disampaikan oleh Lerner tersebut semakin memperkokoh ciri masyarakat modern Schoorl, yaitu pluralitas dan demokrasi. Perkembangan masyarakat tradisional menuju masyarakat modern baik yang diajukan oleh Schoorl maupun Dube tak ubahnya analogi pertumbuhan biologis mahkluk hidup, suatu analogi yang disampaikan oleh Spencer. Dikaitkan dengan keberadaan Kampung Adat Kuta, suatu desa yang berada di penggiran wliayah Kabupaten Ciamis, yang berbatasan langsung dengan Provinsi Jawa Tengah, sudah memiliki ciri-ciri masyarakat yang modern dalam arti memiliki sifat dan prilaku sesuai yang diungkapkan oleh Leaner dalam Dube (1988), meskipun dalam pelaksanaannya masih sangat erat kaitannya dengan aturan atau adat dan tabu yang sudah memasyarakat dari awal berdirinya kampung adat tersebut. Dan yang menjadi permasalahannya adalah dalam proses percepatan modernisasi Kampung Kuta.

2

BAB II KONDISI UMUM KAMPUNG KUTA RIWAYAT SINGKAT KAMPUNG KUTA Nama Kampung Kuta diberikan sesuai dengan lokasinya, yang berada di lembah curam sedalam kurang lebih 75 meter dan dikelilingi oleh tebing-tebing di perbukitan, dalam bahasa Sunda disebut Kuta (artinya pagar tembok). Menganai asal-usul Kampung Kuta, dalam beberapa dongeng buhun yang tersebar di kalangan masyarakat Sunda sering di sebut adanya nagara burung atau daerah yang tidak jadi atau batal menjadi ibukota Kerajaan Galuh. Daerah ini dinamai Kuta Pandak. Masyarakat Ciamis dan sekitarya menganggap Kuta Pandak adalah Kampung Kuta di Desa Karangpaningal sekmang. Masyarakat Cisaga menyebutnya dengan nama Kuta Jero. Dongeng tersebut ternyata mempunyai kesamaan dengan ceriata asal-usul Kampung Kuta. Mereka menganggap dan mengakui dirinya sebagai keturunan Raja Galuh dan keberadaannya di Kampung Kuta sebagai penunggu atau penjaga kekayaan Raja Galuh. Sejak kapan berdiri Kampung Kuta, maupun asal-usul kampung tersebut, belum diketahui secara pasti. Namun demikian, ada beberapa versi asal-usul Kampung Kuta yang diturunkan Kuncen Kampung Kuta. Asal-usul Kampung Kuta terdiri atas dua bagian yang masing-masing berbeda, yaitu Kampung Kuta pada masa kerajaan Galuh dan pada masa Kerajaan Cirebon. Versi Kampung Kuta pada masa Kerajaan Galuh ini dimulai pada awal pendirian kerajaan Galuh. Seorang raja Galuh bernama Prabu Alor Sukaresi sedang mengembara bersama beberapa pengawal terpilih dan berpangalaman. Pengembala dilatugaskan untuk mencari daerah yang cocok untuk mendirikan pusat pemerintahan kerajaan. Pada saat rombongan Prabu Ajar Sukaresi tiba di tepi sungai yang bernama Cijolang, Raja melihat daereh seberang sungai atau sebelah barat cukup menarik dan menurut penglihatannya cocok untuk di jadikan pusat kerajaan. Prabu Ajar Sukaresi segera memerintahkan para pengawalnya untuk beristirahat dan membangun tempat peristirahatan di ternpat tersebut. Dia sendiri akan meneliti dan maninjau secara seksama daerah seberang Sungai Cijolang.

3

Setelah melakukan penelitian, Prabu Ajar Sukaresi memerintahkan para pengawalnya untuk membongkar tempat peristirahatan sementara dan segera pindah ke seberang sungai untuk memulai persiapan membuka daerah yang akan dijadikan pusat kerajaan. Bekas tempat peristirahatan sementara yang terdapat di tepi sungai Cijolang ini, sampai sekarang daerah itu di sebut Dodokan, artinya daerah tempat duduk atau tempat peristirahatan raja. Prabu Ajar Sukaresl bekeliling ke daerah tersebut dan ternyata daerah tersebut dikelilingi tebing-tebing tinggi. Melihat kondisi ini, Prabu Ajar Sukaresi4

beranggapan bahwa daerah ini tidak dapat berkembang dan diperluas karena dibatasi tebing. Dengan terpaksa, segala persiapan yang telah dilaksanakan untuk membangun pusat pemerintahan dibatalkan dan ditinggalkan. Penamaan kampung ini sesuai dengan letaknya yang berada di sebuah lembah dan dikelilingi tebing. Dalam bahasa Sunda daerah dengan kondisi demikian ini disebut Kuta.

5

Prabu Ajar Sukaresi dan rombongan melanjutkan pengembaraan. Setelah mengembara lama akhirnya berhasil menemukan daerah pertemuan dua sungai yaitu Sungai Cimuntur dan Sungai Citanduy yang cocok untuk pusat pemerintahan. Daerah ini kemudian dibangun menjadi pusat kerajaan Galuh dan sekarang menjadi kawasan situs Karang Kamulyan. Setelah ditinggalkannya Prabu Ajar Sukaresi, daerah Kampung Kuta tidak diketahui kelanjutan ceritanya. Versi asal-usul Kampung Kuta pada masa Kerajaan Cirebon. Diawali oleh dua kerajaan yang menaruh perharian besar terhadap Kampung Kuta, yaitu Kerajaan Cirebon dan Kerajaan Mataram Solo. Perhatian kedua kerajaan tersebut, disebabkan para penguasanya mendapat wasiat dan wangsit dari leluhurnya untuk memelihara dan menjaga daerah bekas peninggalan Prabu Ajar Sukaresi. Raja Cirebon mengutus kepercayaannya yang bernama Raksabumi agar menetap di Kuta. Kepada Raksabumi, Raja Cirebon berpesan bahwa apabila di Kuta telah ada utusan dari kerajaan Mataram maka sebaiknya mengalah (ngelehan maneh) dan Raksabumi tidak boleh kembali ke Cirebon. Demikian juga Raja Solo berpesan kepada utusannya bahwa jika utusan Cirebon telah ada di Kuta lebih dulu maka harus mengalah dan tidak boleh kembali ke Solo. Dengan adanya perintah tersebut maka kedua utusan berusaha keras agar dapat mencapai Kuta lebih dulu. Sebenarnya kedua utusan tiba di daerah Kuta hampir bersamaan. Akan tetapi, setelah tiba di daerah Kuta tanpa sebab yang pasti utusan kerajaan Solo meninggalkan daerah Kuta. Raksabumi sendiri segera membuka hutan dan membangun pemukiman di sekitar situ (danau, rawa) dan di kenal dengan nama pamarakan, artinya tempat marak atau menangkap ikan dengan cara mengeringkan airya. Saat ini sebagian masyarakat menyebutnya pamrekan bukan pamarakan (pamrekan berarti dekat). Disebut demikian karena Raksabumi membangun pemukiman dekat dengan daerah dimaksud. Demikianlah, akhirya Raksabumi menjadi pemimpin di Kampung Kuta atau penunggu dan penjaga daerah Kuta hingga akhir hayatnya. Setelah meninggal Raksabumi dimakamkan di Cibodas dan dikenal kenal dengan nama Ki Bumi. Dia dianggap sebagai cikal bakal dan leluhur yang menurunkan masyarakat Kuta.

6

Raksabumi adalah pemimpin pertama dan sampai sekarang Kampung Kuta tetap dipimpin oleh keturunan Ki Bumi (Raksabumi). Keberadaan Ki Bumi di Kampung Kuta yang ditugaskan oleh Raja Cirebon agar menjaga dan memelihara daerah bekas peninggalan Prabu Ajar Sukaresi yang terdapat di Kampung Kuta. Peninggalan tersebut umumnya berupa tempat yang dilihat dari namanya menunjukkan persiapan membangun pemukiman, antara lain Panday Domas (Pandai Besi tempat pembuatan senjata dan peralatan pembangunan), Panyipuhan (tempat menyepuh peralatan perang atau emas), gunung Apu, Gunung Semen, dan Gunung Barang yang terletak di hutan keramat. Masyarakat Kampung Kuta mempercayai bahwa peninggalan itu di simpan di tempat keramat yang di jaga oleh mahluk gaib yang bernama Bima Raksa Kalijaga, Sang Maetil Putih, Kyai Bima Rakasnagara, dan Prabu Mangkurat Jagat. Oleh karena itu, masyarakat sangat patuh untuk rnemelihara dan menjaga hutan Keramat. (1998:18) Versi tain ditulis mengenai Pemukiman Tradisional Kampung Kuta, bahwa Kampung Kuta telah ada sejak jaman dulu. Dimulai dengan datangnya Ampu Raksa Bima Kalijaga suruhan Prabu Siliwangi untuk membuka pusat Kerajaan Galuh di Kuta. Bukit-bukit persrapan tersebut sampai kini masih tersimpan di antaranya persiapan semen merah masih tersmpan di Gunung Semen : peralatan rumah tangga tersimpan di Gunung Padaringan dan Panday Domas . peralatan Kesenian tersimpan di gunung Wayang dan Gunung Batu Goong. Namun pada saat akan mendirikan kerajaan tidak mencapai Patang Ngewu Domas pendirian keraton digagalkan, semua barang-barang yang telah dipersiapkan seluruhnya disimpan di Gunung Barang. Setelah itu Kerajaan Galuh berpindah ke Karang Kamulyan, sebagai gantinya ia menunjuk anak buahnya yang berasal dari Solo yang bernama Aki Batasela untuk memelihara Kampung Kuta, selanjutnya menugaskan anak buahnya yang lain yang berasal dari Cirebon yang bernaman Aki Bumi. Di antara anak buah yang di tugaskan ke Kampung Kuta hanya Aki Bumi yang dapat sampai ke Kampung Kuta, sedangkan Aki Batasela karena lambat hanya sampai Kampung Cibodas, untuk selanjutnya bermukim di Cibodas sampai meninggal. Oleh sebab itu sampai kini setiap penduduk Kampung Kuta yang meninggal akan dikuburkan di Cibodas, hal ini sebagai bentuk penghormatan terhadap leluhur yaitu Aki Batasela yang meninggal di Cibodas.

7

Pemeliharaan Kampung Kuta selanjutnya diserahkan kepada turunanturunan Aki Bumi secara turun temurun yang biasa disebut dengan kuncen atau kunci. Keturunan dari Aki Bumi, yang menjadi kuncen di Kampung Kuta adalah Aki Dano, Aki Maena, Aki Surabangsa dan Aki Rasipan. Letak Kampung Kuta Kampung Kuta secara administratif berada di wilayah Kabupaten Ciamis, Kecamatan Tambaksari, Desa Karangpaningal dan ditetapkan sebagai sebuah Dusun yaitu Dusun Kuta. Kampung Kuta ini terdiri atas 2 RW dan 4 RT. Kampung Kuta secraa administratif berbatasan dengan : - Dusun Cibodas Desa Karangpaningal Kecamatan Tambaksari di sebelah Utara. - Dusun Margamulya Kecamatan Tambaksari di sebelah Barat - Sungai Cijolang disebelah Selatan dan Timur yang sekaligus merupakan perbatasan wilayah Jawa Barat dengan Jawa Tengah (Desa Bingkeng Kecamatan Dayeuhluhur Kabupaten Cilacap Propinsi Jawa Tengah) Untuk menuju ke Kampung Kuta tersebut jarak yang harus ditempuh dari Kabupaten Ciamis sekitar 34 km menuju ke arah utara. Dapat dicapai dengan menggunakan mobil angkutan umum sampai ke Kecamatan Rancah. Sedangkan dari Kecamatan Rancah menggunakan sepeda motor sewaan atau ojeg, dengan kondisi jalan aspal yang berkelok serta banyak tanjakan yang cukup curam. Jika melewati Kecamatan Tambaksari dapar menggunakan kendaraan umum mobil sewaan atau ojeg. dengan kondisi jalan serupa. Secara georafis Kampung Kuta terpisah dengan kampung lain yang ada di Desa Karangpaningal karena berada di suatu lembah yang dikelilingi tebing tegak lurus yang sekaligus memisahkan atau menjadi batas dengan kampung lainnya. Tebing-tebing yang mangelilingi Kampung Kuta nampak menyerupai benteng yang mengelilingi Kampung tersebut. Sebagai daerah lembah, Kampung Kuta merupakan daerah subur. Namun demikian daerah Kampung Kuta dan daerah lain di sekitar Desa Karanangpaningal mempunyai kondisi tanah yang labil. Hal ini terjadi karena kandungan tanah di Kampung Kuta merupakan tanah gembur yang berasal dari tanah cadas muda. Topografi Kampung Kuta berada pada ketinggian 500 meter di atas pemukaan laut. Dengan demikian kondisi udara Kampung Kuta cukup sejuk.

8

Luas Lahan dan Penggunaannya Luas wilayah Kampung Kuta sekitar 97 hektar tanah, yang didalamnya mencakup 40 hektar merupakan hutan lindung maupun hutan keramat dan sisanya diperuntukkan bagi pemukiman, sawah, ladang, kebun, kolam, jalan, tanah lapang, gunung keramat, mata air keramat, dan sarana lainnya. Gunung yang terdapat di Kampung Kuta terdiri dari Gunung Semen, Gunung Panday Domas, Gunung Wayang, Gunung Barang, Gunung Batu Goong, dan Gunung Barang. Nama gunung gunung tersebut sesuai dengan legenda yang hidup di masyarakat Kampung Kuta. Serta empat mata air yang dikeramatkan karena airya menjadi sumber kebutuhan penduduk dan tidak pernah kering sepanjang masa. Mata air kenal mayarakat setempat dengan nama mata air Panyingkiran, Cinangka, Cibanggara dan Ciasihan. Tempat Keramat Kepercayaan terhadap tempat-tempat keramat sama kentalnya dengan kepercayaan terhadap makhluk gaib/makhtuk halus. Di Kampung Kuta terdapat beberapa tempat yang kekeramatannya masih terjaga dengan baik. Tempattempat tersebut adalah: 1. Leuweng Gede (Leuweung Keramat) Leweung Gede atau dikenal juga dengan nama hutan keramat, merupakan kawasan hutan lindung yang dikeramatkan. Letak hutan ini berada di sebelah Selatan Kampung Kuta dengan luas hampir separuh luas Kampung Kuta yaitu seluas kurang lebih 40 hektar. Selain hutannya sendiri yang dikeramatkan, di dalamnya terdapat danau kecil (disebut kawah) dan batu (disebut kuburan) yang sama-sama dikeramatkan. Cara atau bentuk penghormatan terhadap hutan tersebut diberlakukan sejumlah tabu atau pamali yang diberlakukan untuk semua warga. 2. Gunung Wayang Gunung Wayang merupakan gunung yang dikeramatkan penduduk Kampung Kuta tepatnya di sebelah Utara kampung. Gunung ini dikeramatkan karena terkait erat dengan kisah asal-usul Kampung Kuta. Menurut penuturan beberapa informan, disebut Gunung Wayang karena di gunung itulah beberapa persiapan kesenian termasuk wayang disimpan, pada saat Ambu Rama Raksa

9

Bima Kalijaga akan menjadikan kawasan Kuta sebagai pusat pemerintahan Raja Galuh. 3. Gunung Pandai Domas / Gunung Tahanan Lokasi gunung ini terletak di sebelah Barat Kampung Kuta, dikeramatkan karena masih memiliki rangkaian cerita dengan gunung-gunung lainnya yang dikeramatkan. 4. Gunung Barang Gunung Barang yang terletak di sebelah Barat Daya kampung, dikeramatkan oleh penduduk karena memiliki nilai historis, yaitu gunung ini dijadikan tempat menyimpan barang-barang yang akan dipakai untuk membuka pusat kerajaan Galuh. Barang-barang yang telah dipersiapkan ternyata tidak dipergunakan mengingat pembukaan pusat kerajaannya tidak jadi maka barangbarang tersebut tidak di bawa pulang, melainkan disimpan dan ditimbun di Gunung Barang. 5. Gunung Batu Goong Gunung Batu Goong masih berada di kawasan Kampung Kuta letaknya di sebelah Timur Laut. Gunung ini dikeramatkan karena di gunung ini tersimpan goong (gong) pada saat akan dibuka wilayah pusat pemerintahan Kerajaan Galuh. Menurut cerita di gunung ini terdapat sebuah batu yang bentuknya mirip goong (gong). 6 Ciasihan Ciasihan merupakan sebuah mata air terletak hampir di tengah-tengah Kampung Kuta. Ciasihan dikeramatkan karena sepanjang masa airnya tidak pernah surut atau tidak pernah meluap. Jika dilihat dari namanya, Ciasihan yaitu cai (air) yang memiliki asih (kasih sayang) artinya air tersebut dipercaya dapat menimbulkan rasa kasih sayang dari seseorang kepada orang lain. Cara lain sebagai bentuk penghormatan atau pengkeramatan tabet-tabet tersebut yaitu dengan memelihara kelestarian lingkungan alamnya dengan cara memberlakukan beberapa tabu di tempat-tempat itu, serta ancaman yang keras bagi setiap perusak atau pelanggar tabu. KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT Jumlah penduduk Dusun Kuta pada tahun 2010 sebanyak 325 jiwa terdiri atas jumlah penduduk laki-laki sebanyak 159 jiwa dan panduduk perempuan 166 jiwa dengan jurmlah kepala keluarga sebanyak 126 Kepala Keluarga. Jumlah

10

rumah yang berada di kawasan Kuta Dalam (Kuta Jero) sebanyak 116 rumah, sedangkan di Kuta Luar sebanyak 5 rumah. Mata Pencaharian Penduduk Kampung Kuta Mata pencaharian penduduk Kampung Kuta secara umum tidak terlepas dari dunia pertanian namun jika dilihat dari masing-masing pekerjaan nya cukup bervariasi antara lain, pengrajin gula aren, pengrajin anyaman bambu, kuli bangunan, mandor, bertani, beternak dan jenis pekerjaan lain yang sesuai dengan keadaan lingkungannya. Pengrajin gula aren menjadi mata pencaharian sebagian besar penduduk, sehingga produksi gula aren dapat dianggap sebagai produk unggulan di Kampung Kuta. Jumlah pohon aren yang ada di Kampmg Kuta sebanyak 985 pohon yang masih produktif. Setiap keluarga di Kampung Kuta rata-rata memiliki 7 atau 8 pohon aren produktif yang setiap harinya dideres (diambil air niranya), dengan penghasilan gula aren sebanyak 1,5 kg per hari. Hasil gula mereka dijual ke kota, termasuk diantaranya ke Jaliarta. Kini, beberapa penduduk Kampung Kuta mencoba membudidayaan udang windu. Percontohan budidaya udang windu ini dilakukan di pinggir surgai Cijolang yang kualitas dan kuantitas airnya telah diyakini dapat dipakai rurtuk mengairi empang-empang udang. Budidaya udang windu ini jika berhasil akan menambah jumlah komoditi usaha masyarakat yang memiliki nilai jual tinggi. Tingkat Pendidikan Penduduk Kampung Kuta Minat penduduk Kampung Kuta terhadap pendidikan relatif rendah, terutama minat untuk melanjutkan ke jenjang Sekolah Lanjutan Menengah Pertama (SLTP) dan Sekolah Menengah Tinglat Atas (SLTA), meskipun sudah ada salah satu putra daerah dari kampung kuta yang telah meyelesaikan jenjang pendidikan sarjana (S1)1. Rata-rata penduduk hanya menamatkan jenjang Sekolah Dasar (SD). Pada tahun 2010, penduduk yang berhasil menamatkan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama hanya 24 orang dan menamatkan sekolah Lanjutan Tingkat Atas hanya 24 orang. Alasan utama melaksanakan pendidikan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi disebabkan oleh kondisi serta alasan lainnya termasuk jarak ke lokasi sekolah yang jauh.

11

Jarak tempuh ke SLTP terdekat terletak di Kecamatan Tambaksari yang membutuhkan waktu dua jam berjalan kaki. Jarak ke SLTA harus ke Kota Ciamis atau Banjar. Sebagai pengisi kekosongan waktu anak-anak (usia sekolah), mereka membantu orang tuanya menyadap aren, menyabit rumput, atau pekerjaan rumah tangga. Walaupun secara akademis penduduk Kampung Kuta relatif rendah namun etos kerja mereka relatif tinggi. Mereka bersedia melakukan apa saja yang dinilainya halal, terutama pekerjaan-pekerjaan yang berhubungan dengan pertanian dan perkebunan, apalagi jika pekerjaan-pekerjaan tersebut dinilai dapat meningkatkan potensi kampung. TABU DAN ATURAN/ADAT SERTA UPACARA ADAT Tabu Uraian berikut beberapa Tabu masyarakat Kampung Kuta dalam bahasa Sunda dengan terjemahannya dalam bahasa lndonesia serta penjelasan nilainilai yang terkandung dalam ungkapan tersebut. 1. Teu kenging disapatu atawa disendal, teu kenging make emas lamun rek asup ka tempat keramat, artinya: Tidok boleh menggunakan sepatu atau sandal, tidak boleh memakai perhiasan dari emas jika mau memasuki tempattempat keramat. Tabu ini mengandung nilai bahwa masyarakat Kampung Kuta sangat menghormati sikap-sikap yang sederhana, bersahaja. "kebersamaan dan patuh kepada norma-norma sosial yang berlaku. Mereka memiliki sifat religius yang sangat tinggi serta menghormati peningglan leluhur, yaitu tempat keramat. Tempat keramat yang dimaksud adalah sebuah kawasan hutan yang dihuni oleh makhluk-makhluk gaib yang baik, yang menguasai dan senantiasa menjaga Kampung Kuta. Setiap orang yang akan memasuki hutan tenebu tidak boleh menggunakan sepatu sandal serta perhiasan. 2. Teu kenging nyiduh, kahampangan, kabeuratan ditempat karamat, artinya: Tidak boleh meludah, buang air kecil, buang air besar di tempat keramat. Tabu tersebut merupakan kearifan tradisional yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kebersihan dan kesopanan. Pemeliharaan hubungan alam dengan manusia yang selaras dan seimbang pun tercermin dalam ungkapan tersebut. Jika orang meludah, membuang air kecil bahkan air besar maka akan menyebabkan lingkungan alam akan tercmar'

12

3. Jalma nu maot teu meunang dipendem di Kuta, artinya; Setiap orang yang meninggal tidak boleh dikubur di Kampung Kuta. Tabu ini mencerminkan keprercayaan masyarakat Kampung Kuta terhadap mitos leluhur dan penghargaan terhadap leluhurnya' Salah seorang karuhun masyarakat Kampung Kuta yaitu Ki Bumi dimakamkan di cibodas, maka sebagai bentuk penghormatan terhadapnya, setiap yang meninggal akan dikuburkan di Dusun Cibodas. Mitos yang dipercayai masyarakat Kampung Kuta bahwa dibawah tanah Kampung Kuta tersimpan harta karun peninggalan nenek moyangnya, yaitu Ratu Galuh. Mereka berkewajiban untuk memelihara harta karun tersebut oleh karena itu, dilarang menggali tanah di Kampung Kuta karena kalau digali (melanggar tabu) maka arwah para leluhur akan murka dan Kampung Kuta dapat musnah tertimbun tanah. Kepercayaan mereka ini, didukung dengan keadaan tanah di Kampung Kuta yang merupakan endapan rawa yang sifatnya labil sehingga kalau digali terlalu dalam akan mengakibatkan longsor. Selain itu dalam persepsi masyarakat terdapat kepercayaan bahwa tanah Kuta harus selalu suci, sedangkan mayat sifatrya kotor karena telah banyak dosa. Maka untuk tetap memelihara kesucian tanah setiap orang yang meninggal, terutama orang dewasa dilarang untuk dimakamkan di Kampung Kuta. 4. Teu kenging ngadamel bumi ku tembok, suhunan teu kenging ku kenteng, namung kedah ku kiray atanapi injuk, artinya : Tidak boleh membuat rumah dari bahan tembok atap tidak boleh menggunakan genting tetapi harus menggunakan alang- alang atau ijuk. Tabu ini menunjukkan satu simbol jika bahan-bahan yang berasal dari tanah (tembok dan genting) serta tempatnya melebihi batas kepala manusia sama artinya manusia berada dalam tanah atau dikubur, artinya sama dengan orang yang mati, padahal di dunia ini manusia hidup tidak boleh seperti orang mati yang tidak berdaya. Tujuan lain dari tabu ini sama halnya dengan tabu-tabu lain yang berhubungan dengan kondisi tanah di Kampung Kuta yang labil. Jika rumah dari tembok dan beratap genting tentu akan menambah bobot tekanan terhadap tanah, hal ini dikhawatirkan rumah akan melesat dan ambruk, kemungkinan akan membahayakan keselamatan penghuninya. 5. Teu kenging ka cai wayah bedug, artinya : Tidak boleh pergi ke air/ kejamban pada saat tengah hari atau dzuhur. Tabu ini menunjukkan kepercayaan masyarakat Kampung Kuta terhadap mahluk atau roh halus sebagai pengganggu dan pemelihara. Roh/mahluk pengganggu biasanya

13

berkeliaran pada waktu dzuhur dan menjelang maghrib (sareupna) ditempattempat pemandian. Jika hal ini dilanggar, sipelanggar akan kesurupan atau akan sakit. Secara logis larangan tersebut sangat berhubungan dengan kesehatan manusia. Tengah hari matahari sedang pada puncaknya termasuk suhu tubuh' jika pada saat suhu tubuh disiram air dingin akan menyebabkan penurunan yang drastis suhu tubuh Secara mendadak akibatnya yang bersangkutan akan pingsan atau masuk angin. Begitupun pada saat maghrib udara sudah dingin, jika memaksakan mandi tubuh akan kedinginan yang tentunya akan berakibat sakit. 6. Lalaki teu kenging ka goah, artiya : Laki- laki tidak boleh memasuki tempat penyimpanan beras atau keperluan dapur (apalagi mengambilnya). Tabu ini mengandung nilai bahwa di Kampung Kuta telah menetapkan pembagian kerja antara laki- laki dan perempuan. Laki -laki bertugas mencari nafkah (di luar rumah) dan perempuan memasak serta menyiapkan makanan di dapur (di dalam rumah). Jika seorang laki- laki mengerjakan pekerjaan perempuan dipandang rendah dalam kultur masyaraka! demikian pula sebaliknya, situasi terebut menunjukkan adanya saling percaya antara suami dan istri. 7. Teu kenging diuk dina lawang panto, artinya : Tidak boleh duduk diambang pintu. Tabu ini biasanya ditujukan kepada anak-anak. Kepada anak perempuan biasanya ditambah dengan kalimat bisi nongtot jodo maksudnya susah mendapatkan jodoh, dan kepada anak laki-laki menggunakan kalimat bisi loba halangan maksudnya dikhawatirkan banyak rintangan dalam melakukan suatu pekerjaan. Dalam tabu ini mengandung ajaran pendidikan agar anak laki-laki mau berusaha dan bekerja keras, sedangkan perempuan harus dapat menjaga harga diri kawaanitaannya, secara logis larangan ini dimaksudkan agar yang duduk tidak menghalangi orang lain yang lalu lalang, tidak mustahil tamu yang akan datang pun dapat membatalkan kunjungan. Duduk di ambang pintu pun dapat menyebabkan masuk angln sebab angin yang masuk melalui pintu sangat kencang. 8. Teu kenging nyiaran sareupna, artinya ; Tidak mencari kutu pada saat magrib. Tabu ini ditujukan kepada anak perempuan, orang tua dilarang melakukan pekerjaan itu karena pada waktu maghrib adalah waktu untuk

14

beribadah. Secara harfiah, apabila pekerjaan ini dilakukan akan dapat membuat kerusakan pada mata karena telah berkurangnya sinar matahari. 9. Ngaran teu meunang tina bahasa jawa kudu sunda, Nama tidak boleh menggunakan bahasa jawa, harus dari bahasa Sunda. Dalam tabu tersebut tercermin fanatisme daerah. Daerah Sunda adalah peninggalan sunda harus menggunakan Bahasa Sunda tidak boleh dari Bahasa Jawa. 10. Teu meunang turun ka ranjang atawa naek ka raniang, artinya : Tidak boleh menikahi adik ipar atou kakak ipar apabila salah satu pasangan suami atau istri meninggal dunia. Tabu ini ditujukan kepada orang yang ditinggal mati oleh suami atau istrinya, tidak boleh menikahi adik atau kakak suami atau istrinya' Maksudnya untuk memperluas persaudaraan sebab jika perkawinan hanya dilakukan antar saudara akan mempersempit tali persaudaraan, jika hal tersebut dilakukan anggapan masyarakat Kampung Kuta akan menyebabkan anak yang lahir akan cacat bawaan. 11. Istri nu ngandeg teu kenging nganggo sinjang jangkung, artinya : Tidak boleh memakai kanin paniang terlalu tinggi ke atas. Tabu ini ditujukan kepada perempuan yang sedang hamil agar tidak terlihat aurat. Maksud sinjang jangkung adalah pemakaian kain yang dililitkan antara lutut hingga dada. oleh karena ukuran lebar kain hanya 12 cm, maka apabila dipakai terlalu rendah akan terlihat aurat bagian atas. Selain itu, masyarakat Kampung Kuta percaya bahwa jika Seseorang melanggar akan mudah dimasuki oleh syetan 12. Teu meunang dahar bari nangtung, arinya : Tidak boleh makan sambil berdiri. Tabu ini biasa digunakan orang tua untuk mendidik anaknya agar mereka senantiasa mempunyai sifat disiplin sertra sopan santun, baik dalam lingkungan keluarga maupun masyarakat. Masyarakat Kampung kuta beranggapan bahwa orang yang makan sambil berdiri tidak sopan terhadap orang-orang disekitarnya serta tidak sopan terhadap leluhur. 13. Lamun indit-inditan kudu mawa obor, artinya : Apabila berpergian (diwaktu malam) harus membawa obor (lampu minyak tanah yang biasanya terbuat dari ruas bambu). Tabu ini menunjukkan keadaan alam Kampung Kuta yang banyak dirimbuni pepohonan membuat suasana malam sangat gelap. Ungkapan ini biasanya ditujukan kepada orang yang akan menjemput paraji atau dukun beranak. Dalam masyarakat Kampung Kuta terdapat kepercayaan nenek moyangnya, oleh karena itu, untuk menjaga kelestariannya maka nama orang

15

bahwa orang yang menjemput paraji biasanya diikuti oleh mahluk halus pengganggu seperti kuntilanak yang bertujuan menganggu wanita sedang hamil atau mau melahirkan. Mahluk halus tersebut takut dengan cahaya, oleh karena itu, disarankan untuk selalu menggunakan obor. 14. Lamun nyadap ulah nyolendangkeun sarung, artinya : Apabila akan menyadap (air nira) tidak boleh berselendang sarung. Tabu ini merupakan nasihat kepada para penyadap yang akan mengambil air lahang (air nira). Jika menyadap sambil berselendang sarung dikhawatirkan akan tersangkut pada pelepah daun enau dan orang tersebut terjatuh. Dalam tabu ini terkandung pesan bahwa dalam bekerja itu seseorang harus disiplin, baik dalam penggunaan peralatan kerja atau dalam pakaian kerja 15. Tujuh poe sanggeus nikah teu meunang sakamar, artinya : Tujuh hari setelah menikah (mengucapkan akad nikah) pengantin tidak boleh tidur sekamar. Larangan ini muncul karena pernikahan jaman dulu yang terjadi dengan cara dijodohkan orang tua sangat mungkin diantara keduanya tidak saling mencintai atau rasa cinta hanya dimiliki oleh salah satu orang, oleh sebab itu untuk mengantisipasi perceraian akibat ketidaksukaan terhadap pasangannya, mereka tidak boleh tidur sekamar, dengan harapan jika terjadi perceraianpun si gadis masih tetap perawan. 16. Tujuh poe samemeh disepitan, teu kenging lulumpatan, artinya : Tujuh hari sebelum disunat, anak yang akan disunat tidak boleh berlari-lari (bermainmain). Tabu tersebut merupakan ungkapan sayang orang tua terhadap anaknya yang akan disunat.Tabu tersebut erat hubungannya dengan masalah kesehatan anak yang akan disunat. Dengan main berlari-larian dikhawatirkan pada saat disunat akan sakit atau banyak mengeluarkan darah. 17. Teu menang kacai sareupna, artinya ; Tidak boleh kejamban pada hari menjelang malam atau saat magrib. Tabu tersebut lebih ditujukan kepada wanita yang sedang hamil. Makna yang terkandung dalam tabu tersebut berupa nasehat bahwa sebaiknya mandi tidak terlalu sore atau malam hari karena udara dingin . Letak kamar mandi yang jauh dari rumah dikhawatirkan membahayakan wanita hamil misalnya jatuh terpeleset, mengingat rata-rata penglihatan orang pada saat itu sudah tidak jelas karena hari gelap. 18. Parawan teu meunang lila-lila di cai, artinya : Seorang gadis atau perawan tidak boleh terlalu lama dijamban. Makna yang terkandung berupa nasihat kepada seorang gadis. Secara mistis dipercaya benar bahwa kuntilanak

16

senang bermain air, hingga jika berlama-lama di jamban dikhawatirkan diganggu kuntilanak. Secara logis jika berlama-lama di air akan kedinginan. Alasan lainnya berkaitan dengan masalah etika, yakni jika mandi terlalu lama, tubuh yang tidak tertutup sehelai baju akan lama terlihat orang lain. 19. Ulah moyok urang Kampung Kuta, artinya; Tidak boleh menghina orang Kampung Kuta. Larangan ini sebenarnya bukan hanya berlaku untuk orang kuta, tetapi berlaku juga untuk orang lain. Sikap menghina orang lain adalah sikap salah, orang yang dihina belum tentu labih rendah daripada orang yang menghina. Tabu ini pun bermakna bahwa manusia di mata Allah memiliki kedudukan sama, tidak dibedakan oleh kekayaan, kedudukan, melainkan dibedakan oleh amal perbuatannya. 20. Nu kakandungan teu meunang ngadahar butuh, artinya '. wanita hamil tidak boleh memakan kelapa yang sudah berkecambah(hampir menjadi kitri). Tabu ini berisi nasehat kepada wanita hamil untuk tidak memakan buah kelapa yang sudah hampir tumbuh tunas. Larangan ini berdasarkan pada kepercayaan bahwa pelanggaran terhadap larangan ini akan mengakibatkan bayi yang dilahirkan kelak akan terjangkit Panas. Alasan ini sangat rasional sebab buah kelapa yang hendak muncul tunasnya dalam keadaan asam dan dapat menggugurkan kandungan sama halnya jika memakan buah nanas muda. Pengetahuan masyarakat mengenai waktu khususnya tentang musim penghujan dan musim kemarau pertama didasarkan kepada kebiasaan atau ratarata musim berdasarkan walku. Bulan-bulan yang berakhiran ber-beran seperti september, Oktober, Nopember, sampai Desember dipercayai sebagai musim penghujan, sedangkan mulai bulan Maret, Suku kata ret diartikan berhentinya kucuran air hujan, berarti mulai bulan-bulan itu akan datang musim kemarau. Tanda-tanda alam yang menandai musim tersebut biasanya jika akan musim penghujan suhu udara dirasakan panas, sedangkan jika akan datang musim kemarau udara dingin menusuk tulang. Tanda-tanda musim kemarau yang dikaitkan dengan flora biasanya menjelang musim kemarau pohon jati akan berbunga dan pohon mahoni daunnya akan berguguran. Sedangkan ciri-ciri yang diperlihatkan oleh fauna atau binatang terutama oleh turaes (semacam serangga kecil) jika musim kemarau akan tiba, turaes akan berbunyi terus menerus sepanjang hari, begitupun capung akan beterbangan dalam jumlah banyak.

17

Pengetahuan perbintangan untuk menentukan musim tanam dan musim panen sudah tidak digunakan lagi. Penyebabnya antara lain karena keterbatasan pengetahuan mengenai ilmu alam falak, disamping itu iklim sekarang tidak dapat diramalkan. Penentuan musim tanam dan musim panen, umumnya didasarkan pada kebiasaan masyarakat sekitar, dalam arti yang lain mulai menanam, maka masyarakat Kampung Kuta pun mulai menanam, demikian seterusnya. Ditambah lagi kepercayan masyarakat Kampung Kuta jika akan mulai musim tanam atau musim panen selalu menanyakan kepada Puun (tetua kampung) dalam penentuan waktunya. Pengetahuan tentang teknologi modern bagi masyarakat Kampung Kuta, seperti radio, televisi, dan kendaraan bermotor, nampaknya hanya sekedar tahu sampai batas memakai, tanpa mengetahui teknologinya secara mendalam. Aturan Adat Bentuk kepercayaan terhadap hari baik dan hari buruk masih dianut serta dipergunakan oleh masyarakat Kampung Kuta. Perhitungan hari tersebut digunakan untuk menentukan saat-saat yang baik dan kurang baik dalam memulai kegiatan, umumnya perhitungan didasarkan kepada nama orang yang akan menyelenggarakan kegiatan berdasarkan naptu hari, naptu bulan, dan weton (hari kelahiran), dan sebagainya. Beberapa kegiatan/keperluan yang didasarkan kepada hari baik dan hari buruk antara lain: 1. Memberi nama kepada bayi; bayi yang baru lahir harus diberi nama yang baik berdasarkan perhitungan tertentu. Harus dihindarkan nama-nama yang perhitungannya jatuh kepada perhitungan yang mendapatkan lara (sengsara) atau pati (kematian), tetapi harus dipilih nama-nama yang perhitungannya akan jatuh kepada kebahagiaan seperti hari yang sama dengan sri (kaya akan hasil tanaman), lungguh (pangkat dan ilmu yang tinggi) dan dunya (kekayaan yangbanyak). 2. Melakukan pekerjaan, seseorang yang akan melakukan pekerjaan seperti akan mencari nafkah, berdagang, bercocok tanam, menyimpan padi di lumbung, dan cara lain sebagainya harus menghitung hari yang tepat. Jika harinya tidak tepat/buruk (apes), maka pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan tidak akan menghasilkan sesuatu yang menggembirakan.

18

3.

Mendirikan

rumah;

mereka

memperhitungkan

hari

baik

dalam

mendirikan rumah ataupun memindahkan rumah. Akan tetapi tidak hanya menentukan hari baiknya saja, merekapun menentukan arah serta tata letak rumah yang akan dibangun. Hal ini dimaksudkan agar rumah yang dibangun menjadi rumah yang menentramkan penghuninya, terhindar dari segala macam kejahatan baik dari manusia atau dari makhluk halus, serta penghuninya selalu diberi limpahan rejeki. 4. Menentukan hari perkawinan, khitanan; hari perkawinan atau khitanan anak merupakan saat-saat yang monumental dan hanya dilakukan sekali seumur hidup, oleh sebab itu semua yang terkait dengan saat-saat itu diperhitungkan dan dipertimbangkan secara matang dan hati-hati termasuk penentuan hari pelaksaanan acara tersebut. Dengan hari yang dianggap tepat penyelenggaraan perkawinan akan berjalan lancar, keluarga yang dibangun dari perkawinan tersebut akan menjadi keluarga yang bahagia dan sejahtera, suami istri akan terhindarkan dari masalah rumah tangga dan lain sebagainya. Bagi anak yang dikhitan selain lancar dalam penyelenggaraannya juga anaknya diharapkan menjadi anak yang sholeh, banyak rejeki, dan berbakti pada kedua orang tuanya. Menentukan hari baik dan hari buruk untuk memulai suatu kegiatan tidak dapat dilakukan sendiri setiap penduduk Kampung Kuta, mengingat keterbatasan pengetahuan mereka akan pengetahuan tersebut, oleh sebab itu bagi penduduk yang memerlukan penentuan hari baik dan hari buruk akan bertanya kepada orang yang menguasai ilmu tersebut yaitu puun. Puun ini adalah laki-laki yang telah tua usianya sangat wajar orang tua dianggap puun mengingat usia yang menunjukkan banyaknya pengalaman hidup, dan berbagai kejadian dalam kehidupan atau sudah lama mengenal asam garam kehidupan. Selain mengenai perhitungan hari baik dan hari buruk serta kepecayaan terhadap makhluk gaib/halus, masyarakat Kampung Kuta sebagai warga kampung adat mempunyai beberapa aturan adat dan tabu (pamali) yang harus ditaati. Pelanggaran terhadap tabu (pamali) dapat menyebabkan terjadinya musibah bukan saja melanda kepada pelanggar tapi luga mengenai seluruh penduduk kampung. Bentuk-bentuk musibah yang datang dapat bermacammacam seperti wabah penyakit, serangan hama tanaman atau gempa bumi berupa tanah longsor, angin topan atau banjir. Tabu atau pamali terungkap dalam ungkapan-ungkapan yang dikemukakan ketua adat atau kuncen sebagai aturan adat yang harus dipatuhi dan diyakini kebenarannya. ungkapan-ungkapan

19

tersebut dianggap sebagai kearifan tradisional karena berasal dari warisan leluhur yang telah berlaku secara turun temurun. Di Kampung Kuta, ungkapan tradisional tersebut sesamanya. Upacara Adat Masyarakat Kampung Kuta hingga kini masih melaksanakan berbagai upacara adat yaitu diantaranya : 1. upacara mendirikan rumah atau ngadegkeun dan mendiami rumah baru. Kedua upacara tersebut pada pokoknya bertujuan ager pekerjaan mendirikan rumah dapat diselesaikan dengan lancar, serta rumah yang didiami dapat memberikan ketenangan bagi penghuninya. Selamatan mendirikan rumah dimulai setelah mendapatkan " Hari baik " dari puun. Pendirian rumah diawali dengan doa dan penguburan kepala ayam pada lahan yang akan dibangun. Terakhir pada saat tiang atap (kuda-kuda) telah terpasang, pada tiang atap paling atas (dudukan wuwung atau genting) disimpan sesajen berupa rangkaian (geugeus/ikatan) padi, tebu bendera merah putih dan lain-lain. Biasanya pemilik rumah akan menyuruh puun berdoa dan disediakan tumpeng yang dimakan oleh para pekerja. Upacara menempati rumah baru cukup dengan mengundang tetangga guna berdoa bersama, setelah itu makan nasi tumpeng bersama-sama. 2. Upacara yang berkaitan dengan kepentingan seluruh masyarakat Kampung Kuta, yaitu : a) Upacara Nyuguh Upacara ini dilakukan oleh seluruh masyarakat Kampung Kuta bertempat di bale dusun. Upacara ini diadakan setiap bulan Maulud, upacara ini selain memperingati Maulud Nabi Besar Muhamad S.A.w, juga sebagai ungkapan rasa syukur atas limpahan rejeki dan terhindarnya matapetaka yang menimpa masyarakat Kampung Kuta. b. Upacara Hajat Bumi Upacara ini dilaksanakan pada bulan September sampai bulan November yang diikuti oleh seluruh masyarakat di Bale Dusun Kampung Kuta. Tujuannya adalah untuk mensyukuri keberhasilan dalam bercocok tanam terutama padi, dan juga memohon perlindungan pada masa tanam yang akan datang. masih berlaku sebagai pranata sosial yang dapat mengendalikan perilaku manusia dalam berinteraksi dengan alam atau dengan

20

c. Upacara Babarit Upacara ini dilaksanakan apabila terjadi gejala-gejala alam seperti gempa bumi, kemarau panjang, banjir atau kejadian alam lainnya. upacara ini dipimpin oleh ajengan dan kuncen dengan membaca doa untuk memohon kepada penguasa alam dan para karuhun agar rnasyarakat terhindar dari bencana. Upacara ini dilengkapi dengan sesajian dan makanan sebagai persembahan kepada para leluhur. Masyarakat Kampung Kuta sebagai sebuah komunitas yang terikat dalam aturan adat, mereka mengenal berbagai kesenian baik seni tradisional maupun seni modern diantarnya; calung, reog, sandiwara (drama sunda), tagoni (terbang), keliningan, jaipongan, qasidah, ronggeng sampai dangdut. Kesenian tersebut dipertunjukkan pada saat hajatan perkawinan atau pada saat penerimaan tamu kampung. Kelompok kesenian yang terdapat di Kampung Kuta adalah : - Degung merupakan kesenian tradisional dengan seperangkat gamelan. Kesenian ini dapat dimainkan secaftr instrumentalia dan mengiringi sinden atau penari. - Terbang merupakan kesenian tradisional dengan membawakan lagu-lagu pujian yang bemafaskan Islam. Peralatan yang digunakan terdiri dari tiga buah genjing (semacam gendang tetapi tipis). POLA PEMUKIMAN DAN RUMAH ADAT Pola Pemukiman Pemukiman penduduk Kampung Kuta menunjukkan pola menyebar. Rumah-rumah terletak berjajar atau berderet ditepi jalan kampung atau mengelompok pada areal yang rata. Letak antara satu rumah dengan yang lainnya cukup berjauhan dan biasanya rumah penduduk di Kampug Kuta ini menghadap ke jalan desa ataupu ke gang-gang kecil yang melalui rumah mereka. Tiap rumah memiliki pekarangan yang cukup luas, biasanya pada lahan pekarangan nya ditanami oleh pohon pisang, kawung (aren), dukuh, salak, kopi dan jenis tanaman lain yang menghasilkan. Sedangkan pembatas antar rumah dibatasi oleh pagar hidup atau tampa pagar pembatas. Kawasan Kampung Kuta dapat dibedakan menjadi kawasan Kuta Dalam dan kawasan Kuta Luar. Kawasan Kuta Dalam terletak diantara Sungai Cijolang

21

hingga gapura atau gerbang masuk yang bertuliskan Kuta Jero, dan di sekelilingnya diberi batas dengan pagar bambu. Sedangkan Kawasan Kuta Luar terletak dari gapura kawasan Kuta Jero hingga gapura batas desa Kampung Kuta. Secara kasat mata dan penuturan Ketua Adat Kampung Kuta, tidak ada batasan dan perbedaan antara Kuta Jero dan Kuta Luar, mereka merupakan satu komunitas dengan rumah dan kebiasaan atau adat istiadat yang sama. Rumah Bentuk rumah di Kamnpung Kuta terikat oleh suatu aturan dalam bentuk dan bahan bangunan yang digunakan. Bentuk rumah berupa rumah panggung yang berbentuk persegi, tidak boleh menyiku (nyekon). Bentuk atap jure yaitu atap rendah berbentuk trapesiurn Memiliki empat bagian atap. Masing-masing bagian atapnya berbentuk segitiga dengan penutup atap rumah terbuat dari rumbia atau ijuk. Bahan dinding bangunan rumah terbuat dari bilik (anyaman irisan bilah bambu) atau triplek. Tiang-tiang penyangga dari kayu, jendela dari kaca atau dari gebyog (seluruhnya dari papan kayu). Setiap tiang-tiang utama rumah berdiri pada tatapakan (batu pahat yang berbentuk kubus persegi panjang), yang memiliki kolong yang dapat dipergrurakan untuk menyimpan kayu bakar atau sebagai kandang ternak seperti ayam dan bebek. Mengingat bagian rumah lebih tinggi dari permukaan tanah, maka dibagian pintu depan dibuat tangga yang biasa disebut golodog Golodog ini memiliki dua fungsi yairu sebagai tangga untuk masuk kedalam rumah dan sekaligus sebagai tempat duduk-duduk santai. Kontruksi bangunan merupakan rumah pargung. Denah bangunan rumah berbentuk persegi panjang, dengan ukuran panjang 11 meter dan lebar 6 meter . Sedang sumur, kamar mandi dan jamban terletak di samping rumah. Bagian-bagian rumah di Kamoung Kuta ini terdiri dari : 1. Atap Memiliki bentuk atap jure disebut juga atap limasan (suhunan pondok). Bentuk atap jure ditandai oleh adanya kayu-kayu jure yang menghubungkan ujung suhunan ke arah empat sudut bangunan. Untuk penutup atap menggunakan kirey atau ijuk. 2. Plafon/langit-langit Seluruh plafon/langit-langit terbuat dari anyaman bambu (bilik) ciengan motif : kepang kecuali dapur yang tidak memnggunakan plafon, tetapi langsung ke , kunstruksi atap.

22

3. Tiang Tiang dari kayu yang mendukung rangka atap, lantai serta sebagai bagian rangka, bangunan rumah pada umumnya berjumlah 16 tiang. Untuk pondasi tiang digunakan batu alam yang berbentuk menyerupai balok persegl panjang dengan, ukuran panjang 0,40 meter dan lebar 0,20 - 0,23 meter. 4. Dinding Dinding terbuat dari bilik yang dianyam dengan pola anyamannya kepang. Bilik ini menempel langsung pada bagian luar tiang rumah dipasang perlembar. Tinggi lembar bilik antara lincor dan pamikul dan panjangnya merupakan jarak antara tiang-tiang bagian luar bangunan rumah, sehingga ukuran bilik perlembarnya hampir sama sesuai ukuran jarak antara tiang-tiang tersebut. Selain dipergunakan pula dinding papan di bagian muka rumah. Pada rumah lainnya terdapat dinding dari triplek. 5. Pintu Memiliki satu pintu depan, yang terletak di bagian depan rumah menuju ke dalam ruangan depan " tepas ", dan satu pintu belakang di bagian dapur. Selain itu terdapat beberapa pintu lainnya yairu pintu kamar tidur dan pintu kamar gudang (goah). Pintu-pintu ini berbentuk persegi panjang pada umumnya berukuran tinggi 1.55 meter dan lebar 0,80 meter. 6. Jendela Jendela terletak di samping kanan, di samping kiri dan bagian depan rumah. Jendela berukuran 1 meter x 1,30 meter. Jendela berbentuk persegi panjang dengan daun jendela kayu atau kaca sebagai penutupnya. Lantai terbuat dari papan kayu. Selain lantai papan di sejumlah rumah masih dipakai lantai terbuat dari bambu yang dibentuk lempenganJempengan bambu "talupu|f'yang digelarkan di atas bambu bulat (utuh) dinamakan dengan clarurang. Pembagian ruangan dan fungsi ruangan dari bangunan yang terdiri dari : l. Ruangan depan (Tepas) Tepas merupakan ruang yane terletak di bagran paling depan. Ruangan ini memiliki berukuran panjang 4,70 meter dan lebar 3.30 meter, rnengrngat ruang tamu ruangan ini harus dapat dilengkapi paling tidak satu atau beberapa helai tikar. Bahkan jika terpaksa dapat dijadikan sisi depan rumah,

23

dalam ruangan tamu. Ruangan tepas merupakan ruangan teftutup dilengkapi jendela dan ventilasi untuk pengaturan udara 2. Kamar tidur (Enggon) Terletak bersebelahan dengan ruang tamu dengan pintu berada pada bagian ruang tamu. Jurnlah enggon sangat disesuaikan dengan kebutuhan vang dikaitkan dengan jumlah anak. Biasanya ruang tidur orang tua merupakan ruangan tersendiri yang tidak dapat ditiduri oleh anak-anak. Ruang tidur anakanak pun akan dipisahkan antara anak laki-laki dengan anak perempuan apabila usia mereka telah menginjak usia dewasa. Pembatas antara ruang tidur dengan ruang tamu dapat berupa pintu gebyog permanen atau sekat dari kain gordeng. 3. Dapur Dapur (powon) identik dengan tempat kotor, maka lantainya adalah langsung tanah (ngupuk). Terdapat "parako" yairu tempat hawu (perapian/kompor) dan " pataseunezi (sebuah tempat di atas hawu untuk menyimpan segala kebutuhan dapur). Ruangan dapur mempunyai ukuran paling luas yaitu panjang 6 meter dan lebar 5,60 meter. Dapur berada di bagian rumah paling belakang, walaupun pintunya menyambung ke tepas. Di pawon, biasanya terdapat pula goah tempat menylmpan padi atau beras. 3. Bale Bale berbentuk rumah panggung berbahan dari kayu, bililk, papan, kirey dan injuk. Bangunan bale ini terdiri ciari satu kamar, satu iuangan untuk pementasan kesenian dan mangan terbuka ini berfungsi sebagai tempat berkumpul, bermusyarvarah, tempat orang menikmati pementasan kesenian dan menenna tamu yang berkunjung ke Kampung Kuta. Bangunan bale dengan tempat terbuka akan mempermudah masyarakat untuk bertatap muka. berkumpul bermusvaw arah sekaligus untuk menerima tamu atau kegiatan lainnya. Bale ini berukuran panjang 8,70 meter dengan lebar 6 meter.

24

Leuit atau lumbung padi terletak disaimping rumah, tetapi merupakan bangunan yang terpisah dan berdiri sendiri. Leuit berfi:agsi sebagai tempat menyimpan gabah atau padi hasil panen. Tetapi leuit jumlahrra sudah sangat sedikit, karena tempat menyimpan gabah atau beras sekarang di goah atau padaringan yang terietak di ruangan dapur. Leuit dan tempat lisung letaknya berdampingan daiam satu bangunan .25

Bangunan leuit dan tempat Lisung berukuran panjang 4,10 meter dan lebar 2 meter. pintu sorong atau pintu geser terletak di bagian atas, dan untuk menyimpan atupun mengambil beras memakai tangga kayu. Tempat lisung ini berfunggsi sebagai tempat menumbuk padi untuk kebutuhan sehari-hari.

26

Dalam membangun rumah baru atau memeperbaiki mereka masih tetap mengikuti bentuk dan material rumah adat Kampung Kuta, karena dilarang (tabu) membuat rumah dengan bahan selain tersebut di atas. Membangun rumah, tanpa merubah bentuk dan menggunakan bahan yang sama dengan aslinya ini, merupakan uapaya pelestarian Arsitektur rumah khas Karnpung Kuta yang perlu dipertahankan, dipelihara atau dijaga keasliannya dari pengaruh pola arsitekfur rumah dari luar Karnpung Kuta, atau tergesernya nilai-nilai rumah tradisional ciri khas dan keunikannya. Pada umurnnya kondisi rumah terpelilrara dengan baik. Rumah-rumah yang dibangun atau diperbaiki dengan menggunakan bahan bangunan yang sesui dengsan pesan leluhur yang tetap ditaati atau dipatuhi oleh rnayoritas masyarakat Kampung Kuta sampai sekarang. Namun demikian di Kampung Kuta kini ada beberapa bangunan perrnanen menggantikan bangunan dengan arsitektur tradisional Kampung Kuta. Lain halnya dengan tepas atau enggon, pawon terpisah dengan ruanganruangan lainnya, yaitu berada dibagian rumah paling belakang walaupun pintunya terhubung ke tepas. Dapur atau pawon identik dengan tempat kotor, maka lantainya langsung tanah (ngupuk). Di pawon biasanya terdapat pula goah, yaitu sebuah ruangandi dalam yang berfungsi untuk tempat menyimpan padi atau beras. Kayu bakar dapat disimpan di kolong rumah atau di elos, bangunan serupa dangau yang terletak diluar rumah dan berdekatan dengan dapur. Kamar mandi

27

(sunge) biasanya berada ditepi kolam atau pancuran mata air, tempat mandi inipun sekaligus digunakan untuk mencuci' Kakus atau WC biasanya di atas kolam ikan dengan tujuan kotoran/tinja yang terbuang dapat menjadi makanan ikan. Penataan ruangan dalam rumah sangat memepertimbangkan aspek keindahan dan keperaktisan. Tidak ada satupun tabu yang diperlakukan dalam penataan ruangan rumah, selain bentuk atap, bentuk bangunan dan bahan bangunan rumah.

28

SISTEM SOSIAL KAMPUNG KUTA Orgonisasi kemasyarakatan Kehidupan masyarakat Kampung Kuta tampaknya banyakmengalami kemajuan dibidang material dan spiritual. Kemajuan-kemajuan ini disadari oleh masyarakat Kampung Kuta sebagai hasil usaha yang mereka lakukan sendiri. Keberhasilan yang dicapai oleh masyarakat Kampung Kuta mengakibatkan kebutuhan di segala bidang terus meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut diperlukan adanya kerjasama antara semua pihak terkait, baik dari pimpinan formal informal atau masyarakat itu sendiri, dengan membentuk organisasi-organisasi kemasyarakatan yang dapat menunjang program pembangunan sebagai upaya untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Keberhasilan masyarakat Kampung Kuta tidak terlepas dari kearifan pemimpin formal dan pemimpin informal, yaitu kuncen. Pemimpin formal masyarakat setempat adalah kepala desa dengan sebutan kuwu dan kepala dusun dengan sebutan lurah. Dalam menjalankan Pemerintahan, kuwu dibantu oleh seorang sekertaris desa dan beberapa orang kepala urusan (kaur), kepala dusun, ketua RW, dan ketua RT. Seiain pemimpin formal, terdapat juga pemimpin tradisional yang relatif berpengaruh, dan perkataan serta nasihatnya dipatuhi masyarakat. Pemimpin Kampung Kuta adalah Kuncen. Organisasi-organisasi sosial dan kemasyarakatan yang terdapat di Kampung Kuta dan retatif berpengaruh dalam29

menunjang kemajuan di bidang material dan spiritual meliputi pranata keluarga, lembaga gotong royong, organisasi PKK organisasi kepemudaan dan lain-lain. Keluarga Kelompok kekerabatan terkecil dan paling dekat ikatannya adalah keluarga inti, yang terbentuk berdasarkan perkawinan yang bersifat monogami, sekalipun perkawinan yang bersifat poligami tidak dilarang. Dalam satu rumah di Kampung Kuta hanya terdapat seorang ayah, seorang ibu, dan anak-anak yang belum kawin, dan umumnya terdiri atas tiga sampai empat orang anggota keluarga. Masyarakat merasa memiliki hubungan kekerabatan yang sangat kental, karena terdapat anggapan bahwa semu penduduk Kampung Kuta berasal dari satu keturunan yang sama. Mengenai hubungan kekerabatan ini, masyarakat Kampung Kuta mengenal beberapa istilah dalam hubungan kekerabatan berdasarkan tingkat hubungan dengan sesorang seperti hubungan kekerabatan ke atas terdapat istilah bapa, ema, aki, nini, uyut, bao, gantung siwur, udegudeg, dan janggawareng. Hubungan kekerabatan ke bawah pun sebagai kebalikan dari hubungan kekerabatan ke atas dikenal istiiah anak, incu, buyut, bao, gantung siwur, udeg-udeg, dan janggawareng. Hubungan Secara horizontal dikenal istilah akang, ayi, adi, dahuan, emang, atau bibi. Hubungan kekerabatan sadulur diperhitungkan secara bilateral dengan sifat bilateral dan generasional. Keluarga bilateral berdasarkan hubungan kekerabatan dari pihak ibu maupun pihak ayah dianggap sama penting yang berimplikasi terhadap sistem pewarisan dan perkawinan. Pewarisan berdasarkan ketentuan adat atau agama semakin tergeser dengan sistem yang berdasarkan pembagian yang sama antara anak laki-laki dan anak perempuan. Dalam adat diberlakukan bahwa anak laki-laki akan mendapat bagian rumah bagian depan dan anak perempuan mendapat bagian dapur berikut peralatan yang ada di dalamnya. Pembagian sawah dan kebun dan barang berharga dilakukan dengan adil dan sama besar. Pembentulian keluarga dimulai dengan sistem perkawinan yang bersifat endogami dan eksogami, artinya perkawinan dapat dilakukan dengan sesama penduduk Kampung Kuta atau dengan pasangan yang berasal dari luar Kampung Kuta. Perkawinnan terjadi pada umumnya bersifat endogami, sehingga hubungan kekerabatan antara anggota masryarakat relati f erat. Adat menetap adalah apabila perempuannya berasal dari Kampung Kuta, maka dapat dibawa ke luar Kampung Kuta sedangkan apabila suaminya yang

30

berasal dari Kampung Kuta sebaiknva rnenetap di Kampung Kuta dan biasanya telah disiapkan sebuah rurnah untuk keluarga baru tersebut. Adanya keeratan dalam hubungan kekerabatan Di Kampung Kuta ini secara langsung dapat menghindarkan masyarakat dari kemungkinan terjadinya konflik antar warga. Setiap warga akan merasa dirinya sebagai kerabat atau dulur meskipun bukan dulur deukut (saudara dekat). Pranata Gotong Royong Pranata ini berfungsi untuk saling membantu dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari para anggotanya. Lembaga gotong royong yang terdapat di Karnpung Kuta, antara lain dasawisma, kelompok arisan ibu-ibu, dan beas perelek. Kelompok dasawisma adalah kelompok sosial yang terdiri dari 10 rumah atau tugu dengan kegiatan-kegiatan seperti kebersihan, pelayanan masyarakat, dan lain-lain. Kelompok arisan ibu-ibu terdapat di setiap rukun tetangga dengan jumlah uang arisan ditentukan berdasarkan kesepakatan warga yang mengikuti arisan. Beas perelek adalah penggmpulan beras dari masing-masing rumah. Dilakukan seminggu sekali dangan jumlah "setoran" sebanyak tujuh sendok makan, kolektornya biasanya istri dari ketua RT atau petugas lain yang ditunjuk Hasil pengumpulan beras diguuakan untuk kepentingan sosial, seperti warga yang sakit atau dipinjamkan kepada warga yang memerlukan. Organisasi Kepemudaan Para pemuda pada umumnya tidak mempunyai kegiatan khusus dalam suatu organisasi kepemudaan, kecuali pada waktu-waktu tertentu penyelenggarakan kegiatan bersama seperti olah raga, kesenian. Kondisi tersebut karena mereka lebih banyak mencurahkan waktu dan tenaga untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Olahraga yang cukup digemari adalah volleyball, sedangkan kegiatan kesenian mereka dapat memilih kesenian yang menjadi primadona yaitu Tayuban, Kondang, Degung, dan Terbang. Kesenian ini dapat ditampilkan pada saat penyambutan rombongan tamu dari luar Kampung Kuta, walaupun sampai saat ini para pemain dari kalangan pemuda belum berani tampil. Upaya pembinaan generasi muda di Kampung Kuta dilakukan dengan dikoordinasikan oleh Kepala dusun setelah mengadakan konsultasi dengan kuncen. Pembinaan diarahkan dengan tujuan agar dikemudian hari dapat

31

diharapkan

menjadi

penerus

dan

pelaku

pembangunan

yang

dapat

meningkatkan taraf hidup masyarakat. Selain generasi muda diharapkan dapat hidup mandiri, baik dalam sikap, pendirian, tanggung jawab, disipiin, dan terutama ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Stratifikasi Sosial Masyarakat Kampung Kuta merupakan masyarakat yang secara emosi dan histories merasa sebagai satu keluarga besar yang terkait secara adat, karena kesamaan tempat tinggal. Keterikatan mereka disebabkan pula karena hanya adanya hubungan darah sebagai satu nenek moyang. Kondisi masyarakat yang dapat dikatakan homogen disertai dengan adanya peraturan adat yang kuat telah menyebabkan tidak terlihatnya pelapisan sosial. Secara selintas, dengan melihat bentuk bangunan rumah yang ada, tidak akan nampak adanya perbedaan status sosial karena semua bangunan rumah memiliki konstruksi dan bahan yang sama. Sekalipun tidak jelas, sistem stratifikasi atau pelapisan sosial pada masyarakat Kampung Kuta dapat disebutkan sebagai sistem pelapisan tidak resmi karena tidak memiliki batasan yang tegas antara hak dan kewajiban serta hukum yang meiindunginya, seperti sebutan jelema beunghar dan jelema miskin (orang kaya dan miskin). Kedua sebutan itu menunjukkan dalam masyarakat Kampung Kuta terdapat pelapisan sosial. Dalam kehidupan sehari-hari kedua golongan ini tidak mencolok perbedaannya. Masyarakat menyadari bahwa kekayaan bukanlah segalanya, karena harta hanya titipan Allah yang pada saat mati kelak harta tidak akan dibawa mati. Bahkan jika terdapat orang yang suka memamerkan kekayaan tidak akan dihargai orang. Kehidupan sosial sehari-hari yang saling membutuhkan. Jelema beunghar menurut masyarakat Kampung Kuta Adalah anggota masyarakat yang mempunyai tanah, dan empang yang luas, tapi golongan ini relatif sedikit. Pelapisan sosial yang didasarkan atas status dan peranan, telah menyebabkan masyarakat terdapat golongan yang memimpin dan golongan yang dipimpin. Golongan yang memimpin (pemimpin formal) menduduki jabatan tertentu dalam lembaga Pemerintahan Desa seperti Kepala Desa, Kepala Dusun, Ketua RW, dan Ketua RT. Sedangkan pimpinan non formal adalah pimpinan berdasarkan penghormatan dan penghargaan masyarakat terhadap Seseorang

32

karena

alasan

usia,

pengalaman,

pengetahuan

dan

peranan

didalam

lingkungannya. Dengan demikian, bahwa pelapisan sosial di Kampung Kuta jika dilihat dari kekayaan terdapat istilah orang kaya dan orang miskin. Sedangkan dalam hal kedudukan terdapat istiiah rakryat biasa dan tokoh masyarakat.

33