Makalah Konseling Fix
-
Upload
uswatunhasanah -
Category
Documents
-
view
81 -
download
5
description
Transcript of Makalah Konseling Fix
MAKALAH KONSELING BEHAVIORAL
DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS
MATA KULIAH PSIKOLOGI KONSELING
Dosen Pengampu :
Jehan Safitri, M.Psi., Psikolog
Silvia Kristanti T.F., M.Psi., Psikolog
Oleh:
Kelompok 3
1. Herlin Asfarina Makruf (I1C113028)
2. Nur Hikmah Purnama Sari (I1C113082)
3. Uswatun Hasanah (I1C113076)
4. Venni Savitri (I1C113214)
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2015
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Behaviorisme adalah suatu pandangan ilmiah tentang tingkah laku
manusia. Dalil dasarnya adalah bahwa tingkah laku itu tertib dan bahwa
eksperimen yang dikendalikan dengan cermat akan menyingkapkan hukum-
hukum yang mengendalikan tingkah laku. Behaviorisme ditandai oleh sikap
membatasi metode-metode dan prosedur-prosedur pada data yang dapat
diamati. Dalam pembahasannya, Burrhus Frederic Skinner (1904-1990),
menyebutkan bahwa para behvioist radikal menekankan manusia sebagai
dikendalikan oleh kondisi-kondisi lingkungan. Pendirian deterministik mereka
yang kuat berkaitan erat dengan komitmen terhadap pencarian pola-pola
tingkah laku yang dapat diamati. Teori belajar behavioristik adalah sebuah
teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku
sebagai hasil dari pengalaman.Teori ini lalu berkembang menjadi aliran
psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan
praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik.
Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil
belajar.
Dalam perkembangan dan kehidupan setiap manusia sangat mungkin
timbul berbagai permasalahan. Baik yang dialami secara individual, kelompok,
dalam keluarga, lembaga tertentu atau bahkan bagian masyarakat secara lebih
luas. Untuk itu ditentukan adanya bimbingan sebagai suatu usaha pemberian
bantuan yang diberikan baik kepada individu maupun kelompok dalam rangka
memecahkan masalah yang dihadapi.
Perilaku dapat dibedakan menjadi nyata (overt) dan tersembunyi (covert).
Perilaku nyata pada dasarnya merupakan jelmaan dari perilaku tersembunyi.
Pembagian ini penting artinya karena ada yang penelitiannya hanya dan
terhenti pada perilaku nyata yaitu behaviorisme dengan stimulus responnya,
seperti menyetel tv dengan dengan menekan knop (stimulus) dan gambar
muncul di layar (respons) tanpa ingin tahu apa yang terjadi antara keduanya
2
atau bagaimana terjadi. Seringkali orang mengalami kesulitan karena tingkah
lakunya sendiri berlebih atau ia kekurangan tingkah laku yang pantas. Konselor
yang mengambil tingkah laku behavioral membantu klien untuk belajar cara
bertindak yang baru dan pantas, atau membantu mereka untuk memodifikasi
atau mengeliminasi tingkah laku yang berlebih. Dengan perkataan lain
membantu klien agar tingkah lakunya menjadi adaptif dan menghilangkan
yang maladaptif.
Pendekatan behavioral merupakan pilihan untuk membantu klien yang
mempunyai masalah spesifik seperti gangguan makan, penyalahgunaan zat,
dan disfungsi seksual. Pendekatan ini juga berguna untuk membantu gangguan
yang diasosiasikan dengan kecemasan (anxiety), stres, asertivitas, berfungsi
sebagai orang tua atau interaksi sosial.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah perkembangan konseling behavioral ?
2. Apa pengertian konseling behavioral ?
3. Bagaimana konsep dasar konseling behavioral ?
4. Apa tujuan dan ciri-ciri dari konseling behavioral ?
5. Bagaimana teknik konseling behavioral ?
6. Bagaimana pengaplikasian dari konseling behavioral ?
7. Bagaimana prosedur yang tepat pada konseling behavioral ?
8. Bagaimana peran konselor dan konseli dalam konseling behavioral ?
9. Apa saja kelemahan dan kelebihan dari konseling behavioral ?
C. Tujuan
1. Mengetahui sejarah perkembangan konseling behavioral
2. Menegtahui pengertian konseling behavioral
3. Mengetahui konsep dasar konseling behavioral
4. Mengetahui tujuan dan ciri-ciri dari konseling behavioral
5. Mengetahui teknik konseling behavioral
6. Mengetahui pengaplikasian dari konseling behavioral
7. Mengetahui prosedur yang tepat pada konseling behavioral
8. Mengetahui peran konselor dan konseli dalam konseling behavioral
9. Mengetahui kelemahan dan kelebihan dari konseling behavioral
3
BAB II
ISI
A. Sejarah Perkembangan
Pendekatan behavior dikembangkan sejak tahun 1950-an dan 1960-an.
Pendekatan behavior memisahkan diri dari pendekatan psikoanalisis yang
berlaku pada saat itu. Terapi behavior berbeda dari konseling lain karena
menggunakan classical conditioning dan operant conditioning terhadap
penanganan berbagai perilaku bermasalah. Konseling behavior bangkit secara
serentak di AS, Afsel, dan Inggris tahun 1950-an. Konseling Behavioral terus
berkembang meskipun banyak kecaman dari konseling tradisonal
(Psikoanalitik). Pada tahun1960-an Albert Bandura mengembangkan teori
belajar sosial (social learning theory) yang menggabungkan classic
conditioning dan operant conditioning dengan belajar. Bandura menfokuskan
pada terapi kognitif dalam konseling behavioral. 1970-an konseling behavior
muncul sebagai kekuatan utama dalam psikologi dan memiliki pengaruh yang
berarti dalam pendidikan, psikologi, psikoterapi, psikiatri, dan kerja sosial.
Teknik-teknik behavioral dikembangkan dan diperluas juga diaplikasikan pada
bidang-bidang bisnis, industri, dan pengasuhan anak. Tahun 1980-an
merupakan pengembangan cakrawala baru dalam konsep dan metode yang
bergerak jauh di luar teori belajar tradisonal. Adanya perhatian yang meningkat
terhadap peran emosi dalam perubahan terapeutik dan peran faktor-faktor
biologis dalam gangguan psikologis. Perkembangan yang menonjol adalah
timbulnya konseling kognitif behavior (cognitive-behavior
therapy/counseling) secara berkelanjutan sebagai kekuatan dan aplikasi teknik-
teknik behavioral terhadap pencegahan dan penanganan gangguan medis.
Tahun 1990, assosiasi pengembangan terapi behavior mengklaim dirinya
memiliki 4300 anggota. Ada 50 jurnal dan memiliki cabang di seluruh dunia.
Konseling behavior saat ini memiliki empat bidang pokok
perkembangan: classical conditioning, operant conditioning, social learning
theory, dan cognitive-behavior therapy.
4
B. Pengertian Konseling Behavioral
Menurut Prayitno dan Erman Amti istilah konseling, secara
etimologis, berasal dari bahasa Latin, yaitu ”consilium” yang berarti
”dengan” atau ”bersama” yang dirangkai dengan ”menerima” atau
”memahami”. Selanjutnya mereka menyatakan dalam bahasa Anglo-Saxon,
istilah konseling berasal dari ”sellan” yang berarti ”menyerahkan” atau
”menyampaikan”. Menurut Michael E. Cavanagh konseling adalah ”a
relationship between a trained helper and a person seeking help in which both
the skills of the helper and the atmosphere that he or she creates help
people learn to relate with themselves and others in more growth-
producing ways.” Yang artinya hubungan antara seorang penolong yang
terlatih dan seorang yang mencari pertolongan, di mana keterampilan si
penolong dan situasi yang diciptakan olehnya menolong orang untuk belajar
berhubungan dengan dirinya sendiri dan orang lain dengan terobosan-terobosan
yang semakin bertumbuh.
Sementara itu Departemen Pendidikan Nasional mendefinisikan
konseling sebagai pelayanan bantuan untuk peserta didik, baik secara
perorangan maupun kelompok, agar mampu mandiri dan berkembang secara
optimal, dalam bidang pengembangan kehidupan pribadi, kehidupan sosial,
kemampuan belajar, perencanaan karier melalui berbagai jenis layanan dan
kegiatan pendukung, berdasarkan norma-norma yang berlaku.
Konseling behavioral adalah penerapan aneka ragam teknik dan
prosedur yang berakar pada berbagai teori tentang belajar. Konseling ini
menyertakan penerapan yang sistematis prinsip-prinsip belajar pada
pengubahan tingkah laku ke arah cara-cara yang lebih adaptif.
Dalam konseling behavioral, gejala-gejala gangguan yang dilihat adalah
hasil dari pembelajaran, bukan dari dorongan tak sadar, konseling memusatkan
dua hal utama, yakni tingkah laku yang tampak adalah sesuatu yang dapat
diamati dan diukur. Kedua pada ABC tingkah laku yaitu antecedents (stimulus
apakah yang menjadi pemicu perilaku), behavior (tingkah laku apa yang
ditunjukkan), dan consegneces (apakah yang menjadi penguatan bagi tingkah
laku tersebut) melalui penerapan teknik pembelajaran sosial, seperti modeling,
5
pengkondisian klasikal dan operah, klien mampu mengubah tingkah laku
yang tidak diinginkan dengan mempelajari tingkah laku yang baru.
Menurut Corey, konseling tingkah laku berbeda dengan sebagian
besar pendekatan konseling lainnya, ditandai oleh:
a. Pemusatan perhatian pada tingkah laku yang tampak dan spesifik.
b. Kecermatan dan penguraian tujuan-tujuan treatment.
c. Perumusan prosedur treatment yang spesifik yang sesuai dengan masalah.
d. Penaksiran objektif atas hasil-hasil konseling.
Sedangkan Winkel berpandangan bahwa konseling behavioral pada
dasarnya berpegang pada keyakinan bahwa prilaku manusia merupakan hasil
suatu proses belajar dan dapat diubah dengan mempelajari hal yang baru.
Dengan demikian, proses konseling pada dasarnya dipandang sebagai suatu
proses belajar.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan sesuatu yang menjadi
ciri khas dari konseling behavioral yaitu tingkah laku adalah sesuatu
yang dipelajari dan dapat diukur lewat pembelajaran juga.
C. Konsep Dasar Konseling Behavioral
Menurut Skinner, perilaku manusia atas konsekuensi yang diterima.
Apabila perilaku mendapat ganjaran positif, maka individu akan meneruskan
atau mengulangi tingkah lakunya, sebaliknya apabila perilaku mendapat
ganjaran negatif (hukuman), maka individu akan menghindari atau
menghentikan tingkah lakunya. Pendekatan behavioral lebih berorientasi pada
masa depan dalam menyelesaikan masalah. Inti dari behavioral adalah proses
belajar dan lingkungan individu. Konseling behavioral dikenal sebagai
ancangan yang pragmatis.
Perilaku dipandang sebagai respon terhadap stimulasi atau perangsangan
eksternal dan internal. Karena itu tujuan terapi adalah untuk memodifikasi
koneksi-koneksi dan metode-metode Stimulus-Respon (S-R) sedapat mungkin.
Kontribusi terbesar konseling behavioral adalah bagaimana memodifikasi
perilaku melalui rekayasa lingkungan sehingga terjadi proses belajar untuk
perubahan perilaku.
6
Corey (2001) mengatakan bahwa konseling behavioral yang modern
tidak mempunyai asumsi deterministik tentang manusia yang menganggap
manusia hanya sebagai produk dari kondisioning sosiokultur. Individu adalah
hasil produksi dan juga yang memproduksi lingkungannya. Corey melihat
Skinner sebagai penganut teori tingkah laki yang radikal yang tidak mengakui
kemungkinan diri sebagai penentu dan kebebasan diri. Kecenderungan
sekarang adalah untuk mengajarkan pengendalian kepada konseli, dengan
demikian meningkatkan kebebasan mereka. Modifikasi tingkah laku bertujuan
meningkatkan keterampilan individu sehingga mereka mempunyai lebih
banyak pilihan dalam memilih suatu tingkah laku.
Adapun ciri-ciri dari karakteristik konseling behavioral antara lain
adalah, yaitu:
Kebanyakan perilaku manusia dapat dipelajari dan karena itu dapat diubah.
Perubahan-perubahan khusus terhadap lingkungan individual dapat
membantu dalam mengubah perilaku-perilaku yang relevan; prosedur-
prosedur konseling berusaha membawa perubahan-perubahan yang relevan
dalam perilaku konseli dengan merubah lingkungan.
Prinsip-prinsip belajar sosial, seperti misalnya “reinforcement” dan “sosial
modeling”, dapat digunakan untuk mengembangkan prosedur-prosedur
konseling.
Keefektifan konseling dan hasil konseling dinilai dari perubahan-perubahan
dalam perilaku-perilaku khusus konseli diluar dari layanan konseling yang
diberikan.
Prosedur-prosedur konseling tidak statik, tetap, atau ditentukan sebelumnya,
tetapi dapat secara khusus didesain untuk membantu konseli dalam
memecahkan masalah khusus.
D. Tujuan dan Ciri-Ciri Konseling Behavioral
Krumboltz dalam Ray Colledge mengemukakan tiga prinsip dalam
membentuk tujuan dalam proses konseling:
a. Setiap tujuan disesuaikan pada tiap klien.
7
b. Tujuan tidak harus memenuhi nilai-nilai konselor, tetapi setidaknya tujuan
tersebut harmonis.
c. Sasaran yang ingin dicapai harus dapat diamati (abservable).
Selain dalam proses konseling ditentukan tujuan yang ingin
dicapai, setiap klien yang terlibat dalam proses konseling juga memiliki tujuan
individu, antara lain:
a. Mengendalikan perilaku yang tidak tepat.
b. Menguatkan tingkah laku yang lebih sesuai.
c. Mengurangi atau menghilangkan tingkah laku yang menyimpang.
d. Menaklukan kelemahan reaksi cemas.
e. Mencapai kemampuan untuk tetap bersikap tenang.
f. Mempunyai kapasitas untuk bersikap asertif.
g. Memiliki keterampilan sosial yang baik.
h. Mencapai kompetensi dalam fungsi seksual.
i. Memiliki pengendalian diri.
Menurut Corey (1977) dan George dan Cristiani (1990) mengatakan
bahwa ciri dari konseling behavioral adalah:
1. Berfokus pada perilaku yang tampak dan spesifik.
2. Memerlukan kecermatan dalam perumusan tujuan terapeutik.
3. Mengembangkan prosedur perlakuan spesifik sesuai dengan masalah klien.
4. Penaksiran yang objektif atas tujuan terapeutik.
Menurut Krumboltz (1978), terdapat tiga kriteria dari tujuan konseling,
yaitu:
a) Tujuan konseling harus dibuat secara berbeda untuk setiap klien.
b) Tujuan konseling untuk setiap klien akan dapat dipadukan dengan nilai-nilai
konselor, meskipun tidak perlu identik.
c) Tujuan konseling disusun secara bertingkat, yang dirumuskan dengan
perilaku yang dapat diamati dan dicapai klien.
Dengan dirumuskannya modifikasi perilaku dalam bentuk operasional
maka akan menyebabkan adanya konsekuensi sebagai berikut:
1. Konselor dan klien akan lebih jelas mengantisipasi apa yang akan diproses
dalam konseling, yang telah dan tidak akan diselesaikan.
8
2. Psikologi konseling menjadi lebih terintegrasi dengan teori-teori psikologi
beserta hasil penelitiannya.
3. Perbedaan kriteria harus diaplikasikan secara berbeda dalam mengukur
keberhasilan seseorang.
Hakikat konseling menurut Behavioral adalah proses membantu orang
dalam situasi kelompok belajar bagaimana menyelesaikan masalah-masalah
interpersonal, emosional, dan pengambilan keputusan dalam mengontrol
kehidupan mereka sendiri untuk mempelajari tingkah laku baru yang sesuai.
Konseling dilakukan dengan menggunakan prosedur tertentu dan
sistematis yang disengaja secara khusus untuk mengubah perilaku dalam batas-
batas tujuan yang disusun secara bersama-sama konselor dan konseli. Prosedur
konseling dalam pendekatan behavior adalah; penyusunan kontrak, asesmen,
penyusunan tujuan, implementasi strategi, dan eveluasi perilaku. Dengan
prosedur tersebut konseling/terapi behavior berorientasi pada pengubahan
tingkah laku yang maladaptif menjadi adaptif.
E. Teknik Konseling Behavioral
Menurut Gilbert dalam Ray Colledge, hal yang paling penting
untuk mengajarkan teknik behavioral pada klien yang bertujuan membantu
klien mengendalikan tingkah lakuknya dan menjadi konselor bagi dirinya
sendiri. Hal ini menjadi sesuatu yang esensi ketika klien mencapai tahap
akhir program konseling, mereka memiliki kemampuan untuk menyelesaikan
permasalahan yang dapat muncul di kemudian hari.
Berikut ini adalah teknik-teknik utama dalam konseling tingkah laku:
a. Latihan asertif
Latihan asertif digunakan untuk melatih klien yang mengalami
kesulitan untuk menyatakan diri bahwa tindakannya adalah layak atau
benar. Latihan ini terutama berguna diantaranya untuk membantu individu
yang tidak mampu mengungkapkan perasaan tersinggung, kesulitan
menyatakan tidak, mengungkapkan afeksi dan respon positif lainnya. Cara
yang digunakan adalah dengan permainan peran dengan bimbingan
9
konselor. Diskusi-diskusi kelompok juga dapat diterapkan dalam latihan
asertif ini.
Latihan asertif dalam terapi tingkah laku merupakan teknik yang
dipakai terapis dengan menggunakan model-model pola tingkah laku yang
tegas bagi kliennya. Latihan ini berguna untuk membantu orang yang tidak
mampu mengungkapkan perasaan tersinggung, kesulitan menyatakan
“tidak”, atau mengungkapkan afeksi dan respon positif lainnya. Cara yang
digunakan adalah permainan peran dengan bimbingan konselor dan diskusi
kelompok.
b. Desensitisasi Sistematis
Desensitisasi sistematis merupakan teknik konseling behavioral yang
memfokukskan bantuan untuk menenangkan klien dari ketegangan yang
dialami dengan cara mengajarkan klien untuk rileks. Esensi teknik ini
adalah menghilangkan tingkah laku yang diperkuat secara negatif dan
menyertakan respon yang berlawanan dengan tingkah laku yang akan
dihilangkan. Dengan pengkondisian klasik respon-respon yang tidak
dikehendaki dapat dihilangkan secara bertahap. Jadi desensitisasi sistematis
hakikatnya merupakan teknik relaksi yang digunakan untuk menghapus
tingkah laku yang diperkuat secara negatif biasanya merupakan kecemasan,
dan ia menyertakan respon yang berlawanan dengan tingkah laku yang akan
dihilangkan.
Mc. Kay (1981) menjelaskan bahwa desensitisasi merupakan alat
yang dikembangkan untuk menurunkan kecemasan dengan menggantikan
kecemasan tersebut melalui respon alternative yang berlawanan seperti
relaksasi. Teknik ini bekerja atas dasar prinsip reciprocal inhabitation
(hambatan hubungan timbal balik) yaitu proses dimana suatu tingkat
kecemasan yang berlebihan dihambat dengan kecemasan. Menurut Corsini
dan Wedding (1989). Desensitisasi merupakan teknik relaksasi yang
berdasarkan pada imagery atau yang sering disebut dengan Imagery Based
Techniques.
Desensitisasi merupakan perlakuan yang tepat bagi reaksi cemas
yang tidak realistis serta reaksi cemas yang tidak terjadi karena seseorang
10
tidak mengetahui bagaimana berperilaku dalam situasi yang menimbulkan
indikator dari aktivitas para simpatis. Proses ini digambarkan oleh Wolpe
sebagai counter conditioning.
Proses Desensitisasi
a. Klien Individual.
b. Klien Kelompok.
c. Pengkondisian Aversi
Pengkondisian Aversi dapat digunakan untuk menghilangkan
kebiasaan buruk. Teknik ini dimaksudkan untuk meningkatkan kepekaan
klien agar mengamati respon pada stimulus yang disenanginya dengan
kebalikan stimulus tersebut. Stimulus yang tidak menyenangkan yang
disajikan tersebut diberikan secara bersamaan dengan munculnya tingkah
laku yang tidak dikehendaki kemunculannya. Pengkondisian ini diharapkan
terbentuk asosiasi antara tingkah laku yang tidak dikehendaki dengan
stimulus yang tidak menyenangkan.
Teknik pengkondisian aversi digunakan untuk meredakan perilaku
yang tidak diinginkan dengan cara menyajikan stimulus yang tidak
menyenangkan sehingga perilaku yang tidak diinginkan tidak muncul.
Stimulus yang tidak menyenangkan diberikan secara bersamaan dengan
munculnya perilaku yang tidak diinginkan. Stimulus-stimulus aversi
biasanya berupa hukuman dengan sengatan listrik atau pemberian ramuan
yang membuat mual.
Perilaku yang dapat dimodifikasi dengan teknik pengkondisian
aversi adalah perilaku maladaptif, seperti merokok, obsesi kompulsi,
penggunaan zat adiktif, penyimpangan seksual.
d. Pembentukan Tingkah laku Model
Pembentukan Tingkah laku Model digunakan untuk membentuk
tingkah laku baru pada klien, dan memperkuat tingkah laku yang sudah
terbentuk. Dalam hal ini konselor menunjukkan kepada klien tentang
tingkah laku model, dapat menggunakan model audio, model fisik, model
hidup atau lainnya yang teramati dan dipahami jenis tingkah laku yang
hendak dicontoh. Tingkah laku yang berhasil dicontoh memperoleh
11
ganjaran dari konselor. Ganjaran dapat berupa pujian sebagai ganjaran
sosial.
Modeling dapat digunakan sebagai pembentukan perilaku baru dan
mempertahankan atau memperkuat perilaku yang sudah terbentuk. Dalam
teknik ini peran konselor difungsikan sebagai penunjuk perilaku model yang
harus ditiru. Sarana yang bisa dipakai sebagai model dapat dilakukan
dengan model audio, model fisik, model hidup atau model lainnya yang
dapat dicontoh. Setelah itu klien diberi reinforcement jika dia dapat meniru
perilaku model tersebut.
e. Terapi Implosif.
Dalam kamus Psikologi (J.P. Chaplin) terapi implusif adalah salah
satu terapi tingkah laku dimana disajikan perangsang-perangsang yang
dapat menimbulkan kecemasan dalam imajinasi, sedang pasien didorong
dan diberanikan untuk mengalami kecemasan itu sehebat-hebatnya atau
sedalam mungkin. Karena situasinya tidak mengandung bahaya yang
objektif, maka reaksi kecemasannya tidak diperkuat, dan secara berangsur-
angsur dapat dimusnahkan atau dipadamkan.
Terapi ini dikembangkan berdasarkan atas asumsi bahwa seseorang
yang secara berulang-ulang dihadapkan pada suatu situasi pemicu
kecemasan dan hal-hal yang menakutkan ternyata konsekuensi yang
diharapkan tidak muncul, akhirnya stimulus yang mengancam tidak
memiliki kekuatan dan neurotiknya menjadi hilang.
f. Kontrak Perilaku.
Kontrak Perilaku didasarkan pandangan bahwa membantu klien
untuk membentuk perilaku tertentu yang diinginkan dan memperoleh
ganjaran tertentu sesuai dengan kontrak yang disepakati. Dalam hal ini
individu mengantisipasi perubahan perilaku mereka atas dasar persetujuan
bahwa beberapa konsekuensi akan muncul.
Kontrak Perilaku adalah persetujuan antara dua orang atau lebih
(konselor dan klien) untuk mengubah perilaku tertentu pada klien. Konselor
dapat memilih perilaku yang realistik dan dapat diterima oleh kedua belah
pihak. Setelah perilaku dimunculkan sesuai dengan kesepakatan, ganjaran
12
dapat diberikan kepada klien. Dalam terapi ini ganjaran positif terhadap
perilaku yang dibentuk lebih dipentingkan daripada pemberian hukuman
jika kontrak perilaku tidak berhasil.
Secara umum para konselor adalah menciptakan hubungan yang
hangat dan penuh empati dengan kliennya. Berikut ini adalah fungsi
konseling dalam konseling tingkah laku:
a. Mengarahkan klien dalam menentukan bentuk target yang ingin dicapai dan
langkah-langkah untuk mencapainya.
b. Menganalisa tingkah laku klien baik yang ingin di ubah maupun yang akan
dipelajari.
c. Mengembangkan atmosfer kepercayaan dengan memperhatikan bahwa
ia menerima dan memahami klien.
F. Aplikasi Konseling
Konseling behavioral dapat mengatasi masalah-masalah klien yang
mengalami fobia, cemas, gangguan seksual, penggunaan zat adiktif, obsesi,
depresi, gangguan kepribadian, serta sejumlah gangguan pada anak
(Hackmann, 1993).
Menurut Krumboltz dan Thoresen (Shertzer & Stone, 1980, 190)
konseling behavior merupakan suatu proses membantu orang untuk
memecahkan masalah interpersonal, emosional dan keputusan tertentu.
Urutan pemilihan dan penetapan tujuan dalan konseling yang
digambarkan oleh Cormier and Cormier (Corey, 1986, 178) sebagai salah satu
bentuk kerja sama antara konselor dan klien sebagai berikut :
1. Konselor menjelaskan maksud dan tujuan.
2. Klien mengkhususkan perubahan positif yang dikehendaki sebagai hasil
konseling.
3. Klien dan konselor menetapkan tujuan yang telah ditetapkan apakah
merupakan perubahan yang dimiliki oleh klien.
4. Bersama-sama menjajaki apakah tujuan itu realistik.
5. Mendiskusikan kemungkinan manfaat tujuan.
6. Mendiskusikan kemungkinan kerugian tujuan.
13
7. Atas dasar informasi yang diperoleh tentang tujuan klien, konselor dan klien
membuat salah satu keputusan berikut: untuk meneruskan konseling atau
mempertimbangkan kembali tujuan akan mencari referal.
G. Prosedur Konseling
Untuk para ahli behavioral, konseling dilakukan dengan menggunakan
prosedur yang beervariasi dan sistematis yang disengaja secara khusus untuk
mengubah perilaku dalam batas-batas tujuan yang ditulis secara bersama-sama
konselor dan klien. Tokoh aliran psikologi behavioral John D. Krumboltz dan
Carl Thoresen (Gibson dan Mitchell, 1981) menempatkan prosedur belajar
dalam 4 kategori, yaitu :
1. Belajar Operan (operan learning); adalah belajar yang didasarkan atas
perlunya pemberian ganjaran (reinforcement) untuk menghasilkan
perubahan perilaku yang diharapkan. Ganjaran dapat diberikan dalam
bentuk dorongan dan penerimaan sebagai persetujuan, pembenaran atau
perhatian konselor terhadap perilaku yang dilakukan klien.
2. Belajar Mencontoh (imitative learning); yaitu cara dalam memberikan
respon baru melalui penunjukkan atau pengerjaan model–model perilaku
yang diinginkan sehingga dapat dilakukan oleh klien.
3. Belajar Kognitif (cognitive learning); yaitu belajar memelihara respon yang
diharapkan dan boleh mengadaptasi perilaku yang lebih baik melalui
instruksi sederhana.
4. Belajar Emosi (emotion learning); yaitu cara yang digunakan untuk
mengganti respon–respon emosional klien yang tidak dapat diterima
menjadi respon emosional yang dapat diterima sesuai dengan konteks
classical conditioning.
Tahap-tahap dalam konseling behavior terdiri atas empat tahap yaitu:
a. Asesmen
Hal-hal yang digali dalam asesmen meliputi analisis tingkah laku
bermasalah yang dialami konseli saat ini; analisis situasi yang di dalamnya
masalah konseli terjadi; analisis motivasional; analisis self-control; analisis
hubungan sosial; dan analisis lingkungan fisik-sosial budaya.
14
b. Menentukan Tujuan
Tujuan memiliki tempat sentral dalam terapi Behavior, karena tujuan inilah
yang akan menghasilkan kontrak yang memandu jalannya terapi. Tujuan
yang ditetapkan akan digunkan sebagai tolak ukur untuk melihat
keberhasilan proses terapi. Proses terapi akan dihentikan jika telah mencapai
tujuan. Konselor dan konseli mnetapkan tujuan pada awal terapi. Tujuan
terapi harus jelas, konkret, dipahami, dan disepakati oleh klien dan konselor.
Konselor dan klien mendiskusikan perilaku yang terkait dengan tujuan,
keadaan yang diperlukan untuk perubahan, sifat tujuan, dan rencana
tindakan untuk bekerja ke arah tujuan ini.
c. Mengimplementasikan Teknik
Setelah merumuskan tujuan yang ingin dicapai, konselor dan konseli
menentukan strategi belajar yang terbaik untuk membantu konseli mencapai
perubahan tingkah laku yang diinginkan. Konselor dan konseli
mengimplementasikan teknik-teknik konseling sesuai dengan masalah yang
dialami oleh konseli.
d. Mengakhiri Konseling
Proses konseling akan berakhir jika tujuan yang ditetapkan di awal
konseling telah tercapai. Meskipun demikian, konseli tetap memiliki tugas,
yaitu terus melaksanakan perilaku baru yang diperolehnya selama proses
konseling, di dalam kehidupannya sehari-hari.
Teori behavioral berasumsi bahwa perilaku klien adalah hasil kondisi
konselor. Oleh karena itu, konselor dalam setiap menyelenggarakan konseling
harus beranggapan bahwa setiap reaksi klien adalah akibat dari situasi
(stimulus) yang diberikannya.
Tujuan konseling behavioral dalam pengambilan keputusan adalah secara
nyata membuat keputusan. Konselor behavioral bersama klien bersepakat
menyusun urutan prosedur pengubahan perilaku yang akan diubah, dan
selanjutnya konselor menstimuli perilaku klien.
H. Peran Konselor dan Konseli Dalam Konseling Behavioral
1. Peran Konselor
15
Pada umumnya konselor yang mempunyai orientasi behavioral
bersikap aktif dalam proses konseling. Konseli belajar menghilangkan atau
belajar kembali bertingkah laku tertentu. Dalam proses ini, konselor
berfungsi sebagai konsultan, guru, pemberi dukungan dan fasilitator. Ia bisa
juga memberi instruksi atau mensupervisi orang-orang pendukung yang ada
di lingkungan konseli yang membantu dalam proses perubahan tersebut.
Konselor behavioral yang efektif beroperasi dengan perspektif yang luas
dan terlibat dengan konseli dalam setiap fase konseling (Gladding, 2004).
Fungsi dan tugas konselor juga dijelaskan untuk mengaplikasikan
prinsip dari mempelajari manusia untuk memberi fasilitas pada penggantian
perilaku maladaptif dengan perilaku yang lebih adaptif. Kemudian
menyediakan sarana untuk mencapai sasaran konseli, dengan membebaskan
seseorang/individu dari perilaku yang menggangu kehidupan yang efektif
sesuai dengan nilai demokrasi tentang hak individu untuk bebas mengejar
sasaran yang dikehendaki sepanjang sasaran itu sesuai dengan kebaikan
masyarakat secara umum.
Lebih rincinya peranan seorang konselor dalam proses konseling
kelompok ini, antara lain adalah:
1) Konselor berperan sebagai guru, pengarah, dan ahli dalam mendiagnosis
tingkah laku yang ditunjukan oleh konseli.
2) Konselor harus menerima dan memahami konseli tanpa mengadili atau
mengkritik.
3) Konselor juga harus dapat membuat suasana yang hangat, empatik dan
memberikan kebebasan bagi konseli untuk mengekspresikan diri.
4) Memberikan informasi dan menjelaskan proses yang dibutuhkan anggota
untuk melakukan perubahan.
5) Konselor harus memberikan reinforcement.
6) Mendorong konseli untuk mentransfer tingkah lakunya dalam kehidupan
nyata.
Konselor behavioral harus berperan aktif dan direktif dalam
pemberian konseling, konselor menerapkan pengetahuan ilmiah dalam
mencari pemecahan masalah klien. Karena perannya sangat penting dalam
16
membantu klien. Menurut Wolpe, peran yang harus dilakukan konselor
adalah:
a) Bersikap menerima.
b) Memahami klien.
c) Tidak menilai dan mengkritik apa yang diungkapkan oleh klien.
Konselor behavioral berperan sebagai guru, pengarah, dan ahli yan
membantu klien dalam mendiagnosis dan melekukan teknik-teknik
modifikasi perilaku yang sesuai dengan masalah dan tujuan yang diharapkan
sehingga mengarah pada tingkah laku yang baru dan adjustive.
Salah satu peran penting lainnya adalah peran konselor sebagai
model bagi klien. Bandura mengungkapkan bahwa salah satu proses
fundamental yang memungkinkan klien bisa mempelajari tingkah laku baru
adalah imitasi atau pencontohan sosial yang disajikan oleh konselor.
Konselor menjadi model yang penting bagi klien, karena klien sering
memandang konselor sebagai orang yang patut diteladani.
2. Peran Konseli
Keberadaan konseli dalam konseling kelompok khususnya
behavioral tidak harus berasal dari konseli yang mempunyai permasalahan
yang sama. Setiap anggota kelompok diberikan kesempatan untuk
menanggapi persoalan yang sedang dihadapi oleh salah seorang anggota
kelompok. Di sini, ada semacam sharing pendapat di antara teman sebaya
dalam memecahkan sebuah persoalan.
Adapun peranan atau hak seorang konseli dalam proses konseling
kelompok behavioral, antara lain adalah:
1) Setiap anggota mengemukakan masalahnya secara khusus, meneliti
variabel eksternal dan internal yang mungkin menstimulasi dan
menguatkan perilakunya dan lebih lanjut membuat pernyataan perilaku
baru yang diharapkan.
2) Konseli dituntut memiliki kesadaran dan berpartisipasi dalam terapeutik.
3) Konseli berani menanggung resiko atas perubahan yang ingin dicapai.
Dalam kegiatan konseling, konselor memegang peranan aktif dan
langsung. Hal ini bertujuan agar konselor dapat menggunakan pengetahuan
17
ilmiah untuk menemukan masalah-masalah konseli sehingga diharapkan
kepada perubahan perilaku yang baru. Sistem dan prosedur konseling
behavioral sangat terdefinisikan, juga demikian pula peranan yang jelas dari
konselor dan konseli.
Konseli harus mampu berpartisipasi dalam kegiatan konseling, ia
harus memiliki motivasi untuk berubah, harus bersedia bekerjasama dalam
melakukan aktivitas konseling, baik ketika berlangsung konseling maupun
di luar konseling.
Dalam hubungan konselor dengan konseli ada beberapa hal yang
harus dilakukan, yaitu :
Konselor memahami dan menerima konseli.
Antara konselor dan konseli saling bekerjasama dalam satu kelompok.
Konselor memberikan bantuan dalam arah yang diinginkan konseli.
I. Kelemahan dan Kelebihan Konseling Behavioral
1. Kelemahan
Kelemahan atau keterbatasan konseling behavioral, antara lain:
a. Anggota kelompok lebih tergantung pada dukungan dan dorongan
kelompok.
b. Beberapa metodenya dipraktekkan secara kaku. Begitu menekankan
pada teknik-teknik dan tidak memadai bagi individu-individu.
c. Kecenderungan mengabaikan masa lalu dan ketidaksadaran. Sejarah awal
banyak mempengaruhi masyarakat, sementara itu kelompok behavioral
tidak mempertimbangkannya.
d. Kurang fokus pada isu-isu besar kehidupan. Kelompok behavioral lebih
konsentrasi pada kejadian nyata atau keterampilan dalam kehidupan
anggota alih-alih kehidupan anggota secara keseluruhan.
e. Terkonsentrasi pada perilaku yang tampak, apakah terbuka atau tertutup.
Kelompok behavior tidak mengkonsentrasikan pada perasaan (feeling),
tetapi lebih pada dinamika di belakangnya.
2. KelebihanKelebihan dari konseling behavioral, antara lain:
18
a. Mengembangkan konseling sebagai ilmu karena mengundang penelitian dan menerapkan ilmu pengetahuan kepada proses koseling.
b. Mengembangkan perilaku yang spesifik sebagai hasil konseling yang dapat diukur.
c. Penekanan bahwa konseling hendaknya memusatkan pada perilaku sekarang dan bukan pada perilaku yang terjadi dimasa akan datang.
19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendekatan behavior dikembangkan sejak tahun 1950-an dan 1960-an.
Pendekatan behavior memisahkan diri dari pendekatan psikoanalisis yang
berlaku pada saat itu. Terapi behavior berbeda dari konseling lain karena
menggunakan classical conditioning dan operant conditioning terhadap
penanganan berbagai perilaku bermasalah. Konseling behavioral adalah
penerapan aneka ragam teknik dan prosedur yang berakar pada berbagai
teori tentang belajar. Konseling ini menyertakan penerapan yang sistematis
prinsip-prinsip belajar pada pengubahan tingkah laku ke arah cara-cara yang
lebih adaptif dan yang menjadi ciri khas dari konseling behavioral yaitu
tingkah laku adalah sesuatu yang dipelajari dan dapat diukur lewat
pembelajaran juga. Konseling dilakukan dengan menggunakan prosedur
tertentu dan sistematis yang disengaja secara khusus untuk mengubah perilaku
dalam batas-batas tujuan yang disusun secara bersama-sama konselor dan
konseli. Prosedur konseling dalam pendekatan behavior adalah; penyusunan
kontrak, asesmen, penyusunan tujuan, implementasi strategi, dan eveluasi
perilaku. Dengan prosedur tersebut konseling/terapi behavior berorientasi pada
pengubahan tingkah laku yang maladaptif menjadi adaptif. Konselor
behavioral harus berperan aktif dan direktif dalam pemberian konseling,
konselor menerapkan pengetahuan ilmiah dalam mencari pemecahan masalah
klien. Karena perannya sangat penting dalam membantu klien.
B. Saran
Bagi konselor diharapkan memahami prosedur dan memiliki
keterampilan serta totalitas yang cukup sehingga mengetahui bagaimana ia
bersikap dan bertindak saat jalannya konseling. Sedangkan bagi konselee
diharapkan bersedia untuk bekerjasama dalam kegiatan koseling dan lebih
terbuka mengenai permasalahan yang ia hadapi sehingga memudahkan dalam
pengambilan teknik konseling behavioral yang akan digunakan untuk
memecahkan permasalahannya.
20
Bagi penulis selanjutnya diharapkan dapat lebih mencari berbagai
referensi mengenai psikologi konseling, terutama konseling behavioral dalam
penulisan makalah sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi
penulis sendiri maupun pembaca.
21
DAFTAR PUSTAKA
Alwisol. (2004). Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press.
Cavanagh, Michael E. (1982). Books, The Counseling Experience. A
Theoretical and Practical Approach. New York: Cole Publishing
Company.
Chaplin, J.P. (2002). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Colledge, Ray. (2002). Mastering Counseling Theory. New York: Pal Grave
Master Service.
Corey, Gerald. (1999). Teori dan Praktek Konseling Psikokonseling. Bandung:
Refika Aditama.
Corey, Gerald. (2003). Teori dan Praktek Konseling dan Psikologi. Bandung:
Refika.
Departemen Pendidikan Nasional. (2004). Panduan Model Pengembangan
Diri untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Diunduh dari
ktsp.diknas.go.id/download/ktsp_sma/13.ppt.
Latipun. (2004). Psikologi Konseling. Malang: UMM Press.
Prayitno & Amti, Erman. (2004). Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling Cetakan
Ke-2. Jakarta: Rineka Cipta dan Pusat Perbukuan Depdiknas.
Stephen M. Kosslyn & Robin S. Rosenberg, Psychology, (The Brain, The
Person, The World, Allyn & Bacon, USA), h. 96.
Wijaya, Juhana. (1988). Psikologi Bimbingan. Bandung: PT Eresco.
22