Makalah Komunikasi Terapeutik & SP Tutor 2&4

65
MAKALAH KOMUNIKASI TERAPEUTIK DAN STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN DALAM KEPERAWATAN JIWA Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Neuro-behavior II. Disusun oleh TUTOR 2 DAN TUTOR 4 Agustian Barkah (2201101000 62) Karina Amanda (2201101001 30) Isara Nur Latifah (2201101000 21) Ria Amalia Putri (2201101001 35) Huseino Ahmad (2201101000 81) Sarah Nurul K. (2201101001 34) Shella Febrita P.U. (2201101001 06) Rosi Akbar B. (2201101000 14) Indah Wulandari (2201001000 24) Ansar Farisy (2201101000 58) Denti (2201101000 Desy Mayang (2201101000

Transcript of Makalah Komunikasi Terapeutik & SP Tutor 2&4

Page 1: Makalah Komunikasi Terapeutik & SP Tutor 2&4

MAKALAH

KOMUNIKASI TERAPEUTIK DAN STRATEGI

PELAKSANAAN TINDAKAN DALAM KEPERAWATAN

JIWA

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Neuro-behavior II.

Disusun oleh

TUTOR 2 DAN TUTOR 4

Agustian Barkah (220110100062) Karina Amanda (220110100130)

Isara Nur Latifah (220110100021) Ria Amalia Putri (220110100135)

Huseino Ahmad (220110100081) Sarah Nurul K. (220110100134)

Shella Febrita P.U. (220110100106) Rosi Akbar B. (220110100014)

Indah Wulandari (220100100024) Ansar Farisy (220110100058)

Denti Mardiyanti (220110100039) Desy Mayang Sari (220110100053)

Ria Octaviayani (220110100052) An Nisa Rushtika K. (220110090033)

Maryam Afifah (220110100063) Claudia Selviyanti (220110100001)

Azmi Priyanda (220110100054) M. Sandi Nizar (220110100037)

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN

2012

Page 2: Makalah Komunikasi Terapeutik & SP Tutor 2&4

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut World Health Organization (WHO), pada tahun 2004 gangguan

jiwa termasuk ke dalam penyakit yang menempati urutan kedua, sedangkan

pada tahun 2008, gangguan jiwa termasuk dalam penyakit yang menempati

urutan pertama (The World Health Statistics, 2011). Di Indonesia, khususnya

Jawa Tengah, prevalensi gangguan jiwa mengalami peningkatan mulai tahun

2005 hingga tahun 2010 (Profil Kesehatan Jawa Tengah, 2005, 2006, 2007,

2008, 2009, 2010). Hal ini menunjukkan bahwa gangguan jiwa termasuk

gangguan kesehatan yang perlu mendapat perhatian dari pemerintah maupun

masyarakat.

Klien yang mengalami sakit secara fisik pun dapat mengalami gangguan

pada psikologisnya (jiwa). Penyebabnya bisa dikarenakan oleh proses

adaptasi dengan lingkungannya sehari-hari. Misalnya, lingkungan di rumah

sakit yang sebagian besar serba putih dan berbeda dengan rumah klien yang

bisa beraneka warna, keadaan demikian menyebabkan klien yang baru masuk

terasa asing dan cenderung gelisah atau takut.

Tidak jarang klien membuat ulah yang bermacam-macam, dengan

maksud mencari perhatian orang di sekitarnya. Bentuk dari kompensasi ini

bisa berupa teriak-teriak, gelisah, berusaha melarikan diri, menjatuhkan

barang atau alat-alat di sekitarnya. Di sinilah peranan komunikasi mempunyai

andil yang sangat besar.

Komunikasi yang baik dari seorang perawat mampu memberikan

kepercayaan diri klien. Dalam hal ini perlu ditekankan bahwa kesan lahiriyah

perawat mampu memberikan dampak yang luas bagi perkembangan

kesehatan klien, mulai dari profil tubuh/ wajah terutama senyum yang tulus

dari perawat, kerapian berbusana, sikap yang familiar, dan cara berbicara

(komunikasi) sehingga terkesan low profile atau bertempramen bijak.

Menurut Videbeck, penanganan klien dengan gangguan jiwa di rumah

sakit terdiri dari penatalaksanaan farmakologi, terapi listrik yang disebut

1

Page 3: Makalah Komunikasi Terapeutik & SP Tutor 2&4

electro convulsive therapy (ECT), dan penatalaksanaan keperawatan yang di

dalamnya terdapat komunikasi terapeutik. Terapi komunikasi yang biasa

disebut komunikasi terapeutik ini merupakan suatu interaksi interpersonal

antara perawat dengan klien, perawat berfokus pada kebutuhan khusus klien

untuk meningkatkan informasi yang efektif antara perawat dan klien

(Videbeck, 2008; 123).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah kami uraikan di atas, maka dapat

rumusan permasalahan yang kami ambil adalah sebagai berikut.

1. Mengetahui pengertian komunikasi terapeutik.

2. Mengetahui pentingnya menjalin komunikasi terapeutik dalam tindakan

perawatan, khususnya dalam keperawatan jiwa.

3. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi terapeutik.

4. Mengetahui karakteristik komunikasi terapeutik.

5. Mengetahui jenis-jenis komunikasi terapeutik.

6. Mengetahui fase-fase hubungan terapeutik antara perawat dengan klien.

7. Mengetahui unsur-unsur komunikasi terapeutik.

8. Mengetahui teknik komunikasi terapeutik.

9. Mengetahui contoh-contoh penerapan komunikasi terapeutik dalam

strategi pelaksanaan tindakan keperawatan jiwa.

2

Page 4: Makalah Komunikasi Terapeutik & SP Tutor 2&4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Komunikasi Terapeutik

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara

sadar, bertujuan, dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan klien.

Komunikasi terapeutik mengarah pada bentuk komunikasi interpersonal

(Northouse, 1998: 12).

Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan titik

tolak saling memberikan pengertian antara perawat dengan klien. Persoalan

mendasar dan komunikasi ini adalah adanya saling membutuhkan antara

perawat dan klien sehingga dapat dikategorikan ke dalam komunikasi pribadi

di antara perawat dan klien; perawat membantu dan klien menerima bantuan

(Indrawati, 2003 : 48).

Komunikasi terapeutik bukan pekerjaan yang bisa dikesampingkan,

tetapi harus direncanakan, disengaja, dan merupakan tindakan profesional.

Akan tetapi, jangan sampai karena terlalu asyik bekerja, kemudian melupakan

klien sebagai manusia dengan beragam latar belakang dan masalahnya

(Arwani, 2003 : 50).

Teknik komunikasi terapeutik merupakan cara untuk membina hubungan

yang terapeutik dimana terjadi penyampaian informasi dan pertukaran

perasaan dan pikiran dengan maksud untuk mempengaruhi orang lain (Stuart

& Sundeen,1995).

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang mendorong proses

penyembuhan klien (Depkes RI, 1997).

Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat kami simpulkan bahwa

komunikasi terapeutik merupakan komunikasi interpersonal yang terencana

antara perawat dengan klien untuk mendorong proses penyembuhan klien

dimana terjadi penyampaian informasi dan pertukaran perasaan dan pikiran

dengan maksud untuk mempengaruhi klien tersebut.

3

Page 5: Makalah Komunikasi Terapeutik & SP Tutor 2&4

B. Tujuan dan Manfaat Komunikasi Terapeutik

Kualitas asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien sangat

dipengaruhi oleh kualitas hubungan perawat-klien. Bila perawat tidak

memperhatikan hal ini, maka hubungan perawat-klien tersebut bukanlah

hubungan yang memberikan dampak terapeutik yang mempercepat

kesembuhan klien, tetapi hubungan sosial biasa. Maka dari itu, perawat perlu

menyadari betul tujuan dari komunikasi terapeutik ini dalam setiap

penatalaksanaan tindakan keperawatannya.

Menurut Purwanto (1994), tujuan sekaligus manfaat dari komunikasi

terapeutik adalah sebagai berikut.

a. Klien yang menderita penyakit kronis ataupun terminal umumnya

mengalami perubahan dalam dirinya, ia tidak mampu menerima

keberadaan dirinya, mengalami gambaran diri, penurunan harga diri,

merasa tidak berarti, dan pada akhirnya merasa putus asa dan depresi.

Untuk itu, dengan memulai komunikasi terapeutik, diharapkan perawat

dapat membantu klien memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan

pikiran, serta mempertahakan kekuatan egonya.

b. Taylor, Lilis, dan La Mone (1997) mengemukakan bahwa individu yang

merasa kenyataan dirinya mendekati ideal mempunyai harga diri yang

tinggi, sedangkan individu yang merasa kenyataan hidupnya jauh dari

ideal akan merasa rendah diri. Klien terkadang menetapkan tujuan yang

terlalu tinggi tanpa mempertimbangkan kemampuannya. Maka, melalui

komunikasi terapeutik, perawat dapat membantu klien mengambil

tindakan yang efektif dan realistis untuk mengubah situasi yang ada.

c. Dengan komunikasi yang terbuka, jujur, dan menerima klien apa adanya,

perawat akan dapat meningkatkan kemampuan klien dalam membina

hubungan saling percaya, mengekspresikan kebutuhannya, dan

meningkatkan kemampuan koping (Rogers, 1974 dalam Abraham dan

Shanley, 1997). Di sisi lain, keraguan para perawat pun akan berkurang

dalam pengambilan tindakan yang efektif dan dapat mempengaruhi orang

lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri.

4

Page 6: Makalah Komunikasi Terapeutik & SP Tutor 2&4

C. Faktor-faktor Komunikasi Terapeutik

Menurut Muliha dan Fatmawati (2009), faktor penunjang dan penghambat

dari komunikasi terapeutik, yaitu sebagai berikut.

1. Faktor penunjang

a. Dilihat dari klien : Kecakapan dan kemampuan klien dalam

menceritakan masalahnya. Sikap klien, yaitu sikap klien yang mau

menceritakan masalahnya dengan sungguh-sungguh dan bersedia

dibantu.

b. Dilihat dari perawat

1) Kecakapan perawat dalam mengajukan pertanyaan terbuka yang

dapat menggali seluruh masalah

2) Sikap perawat. Harus bersikap ramah, jangan sampai klien

curiga, diharapkan perawat dapat mendekati klien sehingga

timbul rasa saling percaya.

3) Pengetahuan perawat. Pengetahuan yang luas dengan mudah

dapat mencerna inti pembicaraan serta cepat tanggap terhadap

pembicaraan klien.

4) Seluruh komunikasi perawat (mata, hidung, otak, telinga, dan

tangan). Seluruh indera perawat harus sehat sehingga dengan

cepat dapat mengambil kesimpulan pembicaraan.

2. Faktor penghambat

a. Perawat kurang cakap dalam mendengarkan dan mengajukan

pertanyaan terbuka serta menyimpulkan inti pembicaraan, sehingga

tidak dapat menangkap pembicaraan.

b. Sikap perawat yang acuh tak acuh, tidak dapat menyesuaikan diri

dengan keadaan sekelilingnya, sikap yang kurang ramah terhadap

klien atau keluarga.

c. Pengetahuan klien kurang. Bila demikian, hendaknya perawat dapat

menggunakan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti oleh

klien.

d. Prasangka (prejudice) yang tidak mendasar, yaitu kecurigaan yang

tidak beralasan, dimana bisa terjadi di masyarakat yang

5

Page 7: Makalah Komunikasi Terapeutik & SP Tutor 2&4

berpengetahuan rendah atau klien kurang mengerti tentang

perawatan.

D. Karakteristik Komunikasi Terapeutik

Ada tiga hal mendasar yang memberi ciri-ciri komunikasi terapeutik, yaitu

sebagai berikut (Arwani, 2003 : 54).

1. Ikhlas (Genuiness)

Semua perasaan negatif yang dimiliki oleh klien barus bisa diterima dan

pendekatan individu dengan verbal maupun nonverbal akan memberikan

bantuan kepada klien untuk mengkomunikasikan kondisinya secara tepat.

2. Empati (Empathy)

Merupakan sikap jujur dalam menerima kondisi klien. Obyektif dalam

memberikan penilaian terhadap kondisi klien dan tidak berlebihan.

Empati merupakan perasaan “pemahaman” dan “penerimaan” perawat

terhadap perasaan yang dialami klien dan mampu merasakan “dunia

pribadi klien”. Empati berbeda dengan simpati, empati cenderung

bergantung pada kesamaan pengalaman di antara orang yang terlibat

komunikasi.

3. Hangat (Warmth)

Hubungan saling membantu (helping relationship) dibuat untuk

memberikan kesempatan klien mengeluarkan unek-unek secara bebas.

Kehangatan dan sikap permisif yang diberikan diharapkan klien dapat

memberikan dan mewujudkan ide-idenya tanpa rasa takut dimaki atau

dikonfrontasi sehingga klien bisa mengekspresikan perasaannya lebih

mendalam.

E. Jenis-jenis Komunikasi Terapeutik

Menurut Potter dan Perry (1993), Swansburg (1990), Szilagyi (1984),

dan Tappen (1995) dalam Purba (2003) ada tiga jenis komunikasi, yaitu

verbal, tertulis, dan non-verbal yang dimanifestasikan secara terapeutik.

1. Komunikasi verbal

6

Page 8: Makalah Komunikasi Terapeutik & SP Tutor 2&4

Jenis komunikasi yang paling lazim digunakan dalam pelayanan

keperawatan di rumah sakit adalah pertukaran informasi secara verbal

terutama pembicaraan dengan tatap muka. Komunikasi verbal biasanya

lebih akurat dan tepat waktu. Kata-kata adalah alat atau simbol yang

dipakai untuk mengekspresikan ide atau perasaan, membangkitkan

respon emosional, atau menguraikan obyek, observasi dan ingatan.

Sering juga untuk menyampaikan arti yang tersembunyi, dan menguji

minat seseorang. Keuntungan komunikasi verbal dalam tatap muka yaitu

memungkinkan tiap individu untuk berespon secara langsung.

Komunikasi verbal yang efektif harus:

a. Jelas dan ringkas

Komunikasi yang efektif harus sederhana, pendek dan langsung.

Makin sedikit kata-kata yang digunakan makin kecil kemungkinan

terjadinya kerancuan. Kejelasan dapat dicapai dengan berbicara

secara lambat dan mengucapkannya dengan jelas. Penggunaan contoh

bisa membuat penjelasan lebih mudah untuk dipahami. Ulang bagian

yang penting dari pesan yang disampaikan. Penerimaan pesan perlu

mengetahui apa, mengapa, bagaimana, kapan, siapa, dan di mana.

Ringkas, dengan menggunakan kata-kata yang mengekspresikan ide

secara sederhana.

b. Perbendaharaan kata (mudah dipahami)

Komunikasi tidak akan berhasil, jika pengirim pesan tidak mampu

menerjemahkan kata dan ucapan. Banyak istilah teknis yang

digunakan dalam keperawatan dan kedokteran, dan jika ini digunakan

oleh perawat, klien dapat menjadi bingung dan tidak mampu

mengikuti petunjuk atau mempelajari informasi penting. Ucapkan

pesan dengan istilah yang dimengerti klien. Daripada mengatakan,

“Duduk, sementara saya akan mengauskultasi paru-paru Anda” akan

lebih baik jika dikatakan, “Duduklah, sementara saya mendengarkan

paru-paru Anda”.

c. Arti denotatif dan konotatif

7

Page 9: Makalah Komunikasi Terapeutik & SP Tutor 2&4

Arti denotatif memberikan pengertian yang sama terhadap kata yang

digunakan, sedangkan arti konotatif merupakan pikiran, perasaan,

atau ide yang terdapat dalam suatu kata. Kata serius dipahami klien

sebagai suatu kondisi mendekati kematian, tetapi perawat akan

menggunakan kata kritis untuk menjelaskan keadaan yang mendekati

kematian. Ketika berkomunikasi dengan klien, perawat perlu berhati-

hati memilih kata-kata sehingga tidak mudah untuk disalahtafsirkan,

terutama sangat penting ketika menjelaskan tujuan terapi, prosedur

terapi dan kondisi klien.

d. Selaan dan kesempatan berbicara

Kecepatan dan tempo bicara yang tepat turut menentukan

keberhasilan komunikasi verbal. Selaan yang lama dan pengalihan

yang cepat pada pokok pembicaraan lain mungkin akan menimbulkan

kesan bahwa perawat sedang menyembunyikan sesuatu terhadap

klien. Perawat sebaiknya tidak berbicara dengan cepat sehingga kata-

kata tidak jelas. Selaan perlu digunakan untuk menekankan pada hal

tertentu, memberi waktu kepada pendengar untuk mendengarkan dan

memahami arti kata. Selaan yang tepat dapat dilakukan dengan

memikirkan apa yang akan dikatakan sebelum mengucapkannya,

menyimak isyarat nonverbal dari pendengar yang mungkin

ditunjukkan. Perawat juga bisa menanyakan kepada pendengar

apakah ia berbicara terlalu lambat atau terlalu cepat dan perlu untuk

diulang.

e. Waktu dan relevansi

Waktu yang tepat sangat penting untuk menangkap pesan. Bila klien

sedang menangis kesakitan, bukan waktunya untuk menjelaskan

risiko operasi. Kendatipun pesan diucapkan secara jelas dan singkat,

tetapi waktu tidak tepat dapat menghalangi penerimaan pesan secara

akurat. Oleh karena itu, perawat harus peka terhadap ketepatan waktu

untuk berkomunikasi. Begitu pula komunikasi verbal akan lebih

bermakna jika pesan yang disampaikan berkaitan dengan minat dan

kebutuhan klien.

8

Page 10: Makalah Komunikasi Terapeutik & SP Tutor 2&4

f. Humor

Dugan (1989) dalam Purba (2003) mengatakan bahwa tertawa

membantu pengurangi ketegangan dan rasa sakit yang disebabkan

oleh stres, dan meningkatkan keberhasilan perawat dalam

memberikan dukungan emosional terhadap klien. Sullivan dan Deane

(1988) dalam Purba (2006) melaporkan bahwa humor merangsang

produksi catecholamines dan hormon yang menimbulkan perasaan

sehat, meningkatkan toleransi terhadap rasa sakit, mengurangi

ansietas, memfasilitasi relaksasi pernapasan dan menggunakan humor

untuk menutupi rasa takut dan tidak enak atau menutupi

ketidakmampuannya untuk berkomunikasi dengan klien.

2. Komunikasi Tertulis

Komunikasi tertulis merupakan salah satu bentuk komunikasi yang

sering digunakan dalam bisnis, seperti komunikasi melalui surat

menyurat, pembuatan memo, laporan, iklan di surat kabar dan lain- lain.

Prinsip-prinsip komunikasi tertulis terdiri dari :

a. Lengkap

b. Ringkas

c. Pertimbangan

d. Konkrit

e. Jelas

f. Sopan

g. Benar

Fungsi komunikasi tertulis adalah:

a. Sebagai tanda bukti tertulis yang otentik, misalnya; persetujuan

operasi.

b. Alat pengingat/ berpikir bilamana diperlukan, misalnya surat yang

telah diarsipkan.

c. Dokumentasi historis, misalnya surat dalam arsip lama yang digali

kembali untuk mengetahui perkembangan masa lampau.

d. Jaminan keamanan, seperti surat keterangan jalan.

9

Page 11: Makalah Komunikasi Terapeutik & SP Tutor 2&4

e. Pedoman atau dasar bertindak, misalnya surat keputusan, surat

perintah, surat pengangkatan.

Keuntungan komunikasi tertulis adalah:

a. Adanya dokumen tertulis

b. Sebagai bukti penerimaan dan pengiriman.

c. Dapat meyampaikan ide yang rumit.

d. Memberikan analisa, evaluasi, dan ringkasan.

e. Menyebarkan informasi kepada khalayak ramai.

f. Dapat menegaskan, menafsirkan, dan menjelaskan komunikasi lisan.

g. Membentuk dasar kontrak atau perjanjian.

h. Untuk penelitian dan bukti di pengadilan.

Kerugian komunikasi tertulis adalah:

a. Memakan waktu lama untuk membuatnya.

b. Memakan biaya yang mahal.

c. Komunikasi tertulis cenderung lebih formal.

d. Dapat menimbulkan masalah karena salah penafsiran.

e. Susah untuk mendapatkan umpan balik segera.

f. Bentuk dan isi surat tidak dapat diubah bila telah dikirimkan.

g. Bila penulisan kurang baik, maka akan membingungkan si pembaca.

3. Komunikasi Nonverbal

Komunikasi nonverbal adalah pemindahan pesan tanpa menggunakan

kata-kata. Merupakan cara yang paling meyakinkan untuk

menyampaikan pesan kepada orang lain. Perawat perlu menyadari pesan

verbal dan nonverbal yang disampaikan klien mulai dan saat pengkajian

sampai evaluasi asuhan keperawatan, karena isyarat nonverbal

menambah arti terhadap pesan verbal.

Morris (1977) dalam Liliweni (2004) membagi pesan non verbal sebagai

berikut:

a. Kinesik

Kinesik adalah pesan nonverbal yang diimplementasikan dalam

bentuk bahasa isyarat tubuh atau anggota tubuh. Perhatikan bahwa

dalam pengalihan informasi mengenai kesehatan, para penyuluh

10

Page 12: Makalah Komunikasi Terapeutik & SP Tutor 2&4

tidak saja menggunakan kata-kata secara verbal, tetapi juga

memperkuat pesan-pesan itu dengan bahasa isyarat, misalnya untuk

mengatakan suatu penyakit yang berbahaya, obat yang mujarab, cara

memakai kondom, cara mengaduk obat, dan lain-lain.

b. Proksemik

Proksemik, yaitu bahasa nonverbal yang ditunjukkan oleh “ruang”

dan “jarak” antara individu dengan orang lain waktu berkomunikasi

atau antara individu dengan objek.

c. Haptik

Haptik seringkali disebut zero proxemics, artinya tidak ada lagi jarak

di antara dua orang waktu berkomunikasi. Atas dasar itu, maka ada

ahli komunikasi nonverbal yang mengatakan bahwa haptik itu sama

dengan menepuk-nepuk, meraba-raba, memegang, mengelus, dan

mencubit. Haptik mengindikasikan relasi antarorang yang sedang

berkomunikasi.

d. Paralinguistik

Paralinguistik meliputi setiap penggunaan suara sehingga dia

bermanfaat kalau kita hendak menginterprestasikan simbol verbal.

Sebagai contoh, orang-orang Muang Thai merupakan orang yang

rendah hati, mirip dengan orang Jawa yang tidak mengungkapkan

kemarahan dengan suara yang keras. Mengkritik orang lain biasanya

tidak diungkapkan secara langsung, tetapi dengan anekdot. Ini

berbeda dengan orang Batak dan Timor yang mengungkapkan segala

sesuatu dengan suara keras.

e. Artifak

Kita memahami artifak dalam komunikasi nonverbal dengan sebagai

benda material di sekitar kita. Sepeda motor, mobil, kulkas, pakaian,

televisi, komputer mungkin hanya sebuah benda. Namun, dalam

situasi sosial tertentu benda-benda itu memberikan pesan kepada

orang lain. Kita dapat menduga status sosial seseorang melalui

pakaian atau mobil yang mereka gunakan. Makin mahal mobil yang

mereka pakai, maka makin tinggi status sosial orang itu.

11

Page 13: Makalah Komunikasi Terapeutik & SP Tutor 2&4

f. Logo dan Warna

Kreasi pan perancang untuk menciptakan logo dalam penyuluhan

merupakan karya komunikasi bisnis, tetapi model kerja ini juga

dapat ditiru dalam komunikasi kesehatan. Biasanya logo dirancang

untuk dijadikan simbol dari suatu karya organisasi atau produk,

terutama bagi organisasi swasta. Bentuk logo umumnya berukuran

kecil dengan pilihan bentuk, warna dan huruf yang mengandung visi

dan misi organisasi.

g. Tampilan Fisik Tubuh

Tampilan fisik dapat memberikan kesan atau pengaruh kepada lawan

bicara. Kita sering menilai seseorang mulai dari warna kulitnya, tipe

tubuh (atletis, kurus, ceking, bungkuk, gemuk, gendut, dan lain-lain).

Tipe tubuh itu merupakan cap atau warna yang kita berikan kepada

orang itu. Untuk itu, penampilan fisik seorang perawat haruslah

meyakinkan bagi klien agar klien dapat terpengaruhi untuk

mengetahui informasi, menikmati informasi, dan menyebarluaskan

informasi.

F. Fase-fase Hubungan Terapeutik

1. Orientasi (Orientation)

Pada fase ini, hubungan yang terjadi masih dangkal dan komunikasi yang

terjadi bersifat penggalian informasi antara perawat dan klien. Fase ini

dicirikan oleh lima kegiatan pokok, yaitu testing, building trust,

identification of problems and goals, clarification of roles, dan contract

formation.

2. Kerja (Working)

Pada fase ini, perawat dituntut untuk bekerja keras untuk memenuhi

tujuan yang telah ditetapkan pada fase orientasi. Bekerja sama dengan

klien untuk berdiskusi tentang masalah-masalah yang merintangi

pencapaian tujuan. Fase ini terdiri dari dua kegiatan pokok, yaitu

menyatukan proses komunikasi dengan tindakan perawatan dan

membangun suasana yang mendukung untuk proses perubahan.

12

Page 14: Makalah Komunikasi Terapeutik & SP Tutor 2&4

3. Penyelesaian (Termination)

Pada fase ini, perawat mendorong klien untuk memberikan penilaian atas

tujuan yang telah dicapai agar menjadi suatu hal yang saling

menguntungkan dan memuaskan. Kegiatan pada fase ini adalah penilaian

pencapaian tujuan dan perpisahan (Arwani, 2003 : 61).

G. Unsur-unsur Komunikasi Terapeutik

Unsur-unsur yang terkandung dalam komunikasi terpeutik antara lain (Potter

dan Perry, 2010) :

1. Keramahan

Keramahan merupakan bagian dari komunikasi terpeutik. Keramahan

diberikan untuk memberikan kesan pertama yang menarik hati lawan

bicara.

2. Penggunaan Nama

Pengenalan diri merupakan suatu yang penting agar tidak menimbulkan

keraguan. Memanggil klien dengan nama akan menunjukkan

penghargaan diri terhadap klien itu sendiri.

3. Dapat Dipercaya

Orang yang dapat dipercaya adalah orang yang apabila membantu orang

lain tidak akan memberikan keraguan terhadap orang yang dibantunya.

Untuk itu seorang perawat harus menunjukkan kehangatan, konsistensi,

reliabilitas, kejujuran, kompetensi, dan rasa hormat.

4. Otonomi dan Tanggung Jawab

Seorang perawat harus mampu membuat pilihan sendiri dan berani untuk

mempertanggung jawabkan atas pilihan atau keputusan yang diberikan

(Townsend, 2003).

5. Asertif

Komunikasi asertif memungkinkan kita untuk mengekspresikan perasaan

dan pikiran tanpa menuduh atau melukai orang lain (Grover, 2005).

Sikap asertif akan memberikan kepercayaan diri sekaligus penghormatan

terhadap orang lain.

13

Page 15: Makalah Komunikasi Terapeutik & SP Tutor 2&4

H. Teknik Komunikasi Terapeutik

1. Mendengar aktif

Adalah konsentrasi aktif dan persepsi terhadap pesan orang lain yang

menggunakan semua indra. Menurut Ellis (1994) mendengarkan orang

lain dengan penuh perhatian akan menunjukkan pada orang lain bahwa

apa yang dikatakannya adalah penting dan dia adalah orang yang penting.

Mendengarkan juga menunjukkan pesan “Anda bernilai untuk saya” dan

“Saya tertarik pada Anda”.

2. Mendengar pasif

Adalah kegiatan mendengar dengan kegiatan nonverbal untuk klien.

Misalnya, dengan kontak mata, menganggukkan kepala dan juga

keikutsertaan secara verbal, misalnya “uh huuh”, ‘mmhumm”, “yah”.

3. Penerimaan

Adalah mendukung dan menerima informasi dengan tingkah laku yang

menunjukkan ketertarikan dan tidak menilai. Penerimaan bukan berarti

persetujuan. Menunjukkan penerimaan berarti kesediaan mendengar

tanpa menunjukkan keraguan atau ketidaksetujuan.

Dikarenakan hal tersebut, perawat harus sadar terhadap ekspresi non

verbal. Perawat perlu menghindari memutar mata ke atas, menggeleng-

gelengkan kepala, memandang dengan muka masam pada saat

berinteraksi dengan klien.

Beberapa cara untuk menunjukkan penerimaan (Potter & Perry,1993) :

a. Mendengar tanpa memotong pembicaraan.

b. Menyediakan umpan balik yang menunjukkan pengertian.

c. Yakin bahwa tanda nonverbal sesuai dengan verbal.

d. Hindari mendebat, mengekspresikan keraguan atau usaha untuk

mengubah pikiran klien.

4. Klarifikasi

Klarifikasi sama dengan validasi, yaitu menanyakan pada klien apa yang

tidak dimengerti perawat terhadap situasi yang ada.

5. Focusing

14

Page 16: Makalah Komunikasi Terapeutik & SP Tutor 2&4

Adalah kegiatan komunikasi yang dilakukan untuk membatasi area

diskusi sehingga percakapan menjadi lebih spesifik dan dimengerti.

6. Observasi

Observasi merupakan kegiatan mengamati klien, kegiatan ini dilakukan

sedemikian rupa sehingga klien tidak menjadi malu atau marah.

7. Menawarkan informasi

Menyediakan tambahan informasi dengan tujuan untuk mendapatkan

respon lebih lanjut. Keuntungan dari teknik ini adalah akan memfasilitasi

komunikasi, mendorong pendidikan kesehatan, dan memfasilitasi klien

untuk mengambil keputusan. Perawat sebaiknya menghindari pemberian

nasehat pada saat pemberian informasi.

8. Diam (memelihara ketenangan)

Diam dilakukan dengan tujuan untuk mengorganisir pemikiran,

memproses informasi, menunjukkan bahwa perawat bersedia untuk

menunggu respon.

9. Asertif

Kemampuan dengan cara meyakinkan dan nyaman mengekspresikan

pikiran dan perasaan diri dengan tetap menghargai hak orang lain.

Komunikasi asertif (Smith, 1992) :

a. Mampu menggunakan berbagai strategi komunikasi untuk

mengekspresikan pikiran dan perasaan diri dengan tertentu yang

secara terus menerus melindungi hak diri dan orang lain.

b. Memiliki perilaku yang positif mengenai komunikasi dengan jujur/

terus terang dan adil.

c. Merasa nyaman dalam mengontrol perasaan negatif, misalnya

cemas, tegang, malu, atau takut.

d. Merasa yakin bahwa kita dapat melakukan sendiri dengan jalan tetap

menghormati diri dan orang lain.

e. Menjaga hak diri dan orang lain sama pentingnya.

Tahap-tahap agar menjadi lebih asertif :

a. Menggunakan kata “tidak” sesuai kebutuhan

b. Mengkomunikasikan maksud dengan jelas

15

Page 17: Makalah Komunikasi Terapeutik & SP Tutor 2&4

c. Mengembangkan kemampuan mendengar

d. Pengungkapan komunikasi disertai bahasa tubuh yang tepat

e. Meningkatkan kepercayaan diri dan gambaran diri

f. Menerima kritik dengan ramah

g. Belajar terus menerus

10. Menyimpulkan

a. Membawa poin-poin penting dari diskusi untuk meningkatkann

pemahaman.

b. Memberi kesempatan untuk mengklarifikasi komunikasi agar sama

dengan ide dalam pikiran (Varcarolis,1990).

11. Giving recognition (memberi pengakuan/ penghargaan)

Memberi penghargaan merupakan teknik untuk memberikan pengakuan

dan menandakan kesadaran (Schult & Videbeck,1998). Misalnya,

perawat : “Saya melihat Anda sudah bisa memakai baju dengan rapi hari

ini”, “Saya melihat Anda tampak segar dan bersih hari ini”.

12. Offering self (menawarkan diri)

Adalah menyediakan diri tanpa respon bersyarat atau respon yang

diharapkan (SchultVidebeck,1998). Misalnya, perawat : “Saya akan

duduk menemani Anda selama 15 menit.”

13. Offering general leads (memberi petunjuk umum)

Mendukung klien untuk meneruskan (Schult & Videbeck,1998).

Misalnya : “Dan kemudian?”, “Teruskan…”.

14. Giving broad opening (memberi pertanyaan terbuka)

Memberikan inisiatif pada klien, mendorong klien untuk menyeleksi

topik yang akan dibicarakan. Misalnya : “Darimana Anda akan mulai?”,

“Apa yang Anda pikirkan pagi ini?”.

Kegiatan ini akan bernilai apabila klien menunjukkan penerimaan dan

nilai dari inisiatif klien, dan akan menjadi nonterapeutik apabila perawat

mendominasi interaksi dan menolak respon klien.

15. Placing the time in time (menempatkan urutan/ waktu)

16

Page 18: Makalah Komunikasi Terapeutik & SP Tutor 2&4

Melakukan klarifikasi antara waktu dan kejadian atau antara satu

kejadian dengan kejadian lain (Schult & Videbeck,1998). Misalnya :

“Hal itu terjadi sebelum atau sesudah?…Apa yang terjadi sebelumnya?”.

16. Encourage description of perception (mendukung deskripsi dari

persepsi)

Meminta pada klien mengungkapkan secara verbal apa yang dirasakan

atau diterima (Schult & Videbeck,1998). Misalnya : “Apa yang terjadi?

Ceritakan apa yang Anda alami?”

17. Encourage comparison (mendukung perbandingan)

Menanyakan pada klien mengenai kesamaan atau perbedaan (Schult &

Videbeck, 1998). Misalnya: “Apakah hal ini pernah terjadi sebelumnya?

Apakah hal ini mengingatkan Anda pada sesuatu hal?”

18. Restating (mengulang)

Pengulangan pikiran utama yang diekspresikan klien (Stuart & Sundeen,

1995). Misalnya: “Anda berkata bahwa ibu Anda meninggalkan Anda

saat Anda berumur 5 tahun”.

Teknik ini bernilai terapeutik karena menunjukkan bahwa perawat

mendengar dan melakukan validasi, mendukung klien dan memberikan

perhatian terhadap apa yang baru saja dikatakan klien. Teknik ini juga

bisa digunakan pada saat kita akan klarifikasi. Misalnya:

Klien: “Saya benci tempat ini. Saya tidak betah di sini!”

Perawat: “Anda tidak ingin ada di sini?”

19. Reflecting (refleksi)

Mengembalikan pikiran dan perasaan klien (Schult & Videbeck, 1998).

Mengembalikan ide, perasaan dan pertanyaan kepada klien (Stuart &

Sundeen, 1995). Digunakan pada saat klien menanyakan pada perawat

tentang penilaian atau persetujuan. Misalnya:

Klien: “Haruskah saya pulang akhir minggu ini?”

Perawat: “Menurut Anda, haruskah Anda pulang akhir minggu ini?”

20. Exploring (eksplorasi)

Mempelajari suatu topik lebih mendalam. Misalnya: “Ceritakan tentang

apa yang telah Anda gambarkan tadi”.

17

Page 19: Makalah Komunikasi Terapeutik & SP Tutor 2&4

21. Presenting reality (menghadirkan realitas/ kenyataan)

Menyediakan informasi dengan perilaku yang tidak menilai. Misalnya:

“Saya tidak mendengar seorang pun bicara”, “Saya adalah yang merawat

Anda”, “Ini adalah rumah sakit”.

22. Voucing doubt (menyelipkan keraguan)

Menyelipkan persepsi perawat mengenai realitas. Misalnya: “Saya

melihat bahwa hal itu sulit untuk dipercaya.” Teknik ini digunakan pada

saat perawat ingin memberi petunjuk pada klien mengenai penjelasan

lain.

I. Komunikasi Terapeutik dalam Strategi Pelaksanaan Tindakan

Keperawatan Jiwa

Berkomunikasi dengan penderita gangguan jiwa membutuhkan sebuah

teknik khusus, ada beberapa hal yang membedakan berkomunikasi antara

orang gangguan jiwa dengan gangguan akibat penyakit fisik. Perbedaannya

adalah sebagai berikut.

1. Penderita gangguan jiwa cenderung mengalami gangguan konsep diri,

sedangkan penderita gangguan penyakit fisik masih memiliki konsep diri

yang wajar (kecuali klien dengan perubahan fisik, misalnya klien dengan

penyakit kulit, klien amputasi, klien pentakit terminal, dll).

2. Penderita gangguan jiwa cenderung asyik dengan dirinya sendiri,

sedangkan penderita penyakit fisik membutuhkan support dari orang lain.

3. Penderita gangguan jiwa cenderung sehat secara fisik, sedangkan

penderita penyakit fisik bisa saja jiwanya sehat tetapi bisa juga ikut

terganggu.

Sebenarnya ada banyak perbedaan, tetapi intinya bukan pada

mengungkap perbedaan antara penyakit jiwa dan penyakit fisik tetapi pada

metode komunikasinya. Komunikasi dengan penderita gangguan jiwa

membutuhkan sebuah dasar pengetahuan tentang ilmu komunikasi yang

benar. Ide yang mereka lontarkan terkadang melompat, fokus terhadap topik

bisa saja rendah, kemampuan menciptakan dan mengolah kata-kata bisa saja

kacau balau.

18

Page 20: Makalah Komunikasi Terapeutik & SP Tutor 2&4

Ada beberapa trik yang dapat kita gunakan ketika harus berkomunikasi

dengan penderita gangguan jiwa:

1. Pada klien dengan halusinasi, perbanyaklah aktivitas komunikasi, baik

meminta klien berkomunikasi dengan klien lainnya maupun dengan

perawat. Klien halusinasi terkadang menikmati dunianya dan harus

sering harus dialihkan dengan aktivitas fisik.

2. Klien dengan harga diri rendah harus banyak diberikan reinforcement.

3. Klien yang menarik diri harus sering dilibatkan dalam aktivitas atau

kegiatan yang kelompok. Ajari dan contohkan cara berkenalan dan

berbincang dengan klien lain, beri penjelasan manfaat berhubungan

dengan orang lain dan akibatnya jika dia tidak mau berhubungan, dll.

4. Klien yang mengalami perilaku kekerasan, maka harus direduksi atau

ditenangkan dengan obat-obatan sebelum kita support dengan terapi-

terapi lain. Jika klien masih mudah mengamuk, maka perawat dan klien

lainnya dikhawatirkan bisa menjadi korban.

19

Page 21: Makalah Komunikasi Terapeutik & SP Tutor 2&4

BAB III

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

JIWA

Berikut ini merupakan beberapa contoh penerapan komunikasi terapeutik

dalam strategi pelaksanaan tindakan keperawatan jiwa bagi klien yang mengalami

waham, risiko bunuh diri, defisit perawatan diri, perilaku kekerasan, isolasi sosial,

harga diri rendah, dan halusinasi.

SP Waham

A. PROSES KEPERAWATAN

1. Kondisi Klien

Data Obyektif :

Klien selalu mengucapkan kalimat yang sama berulang kali, isi

pembicaraan tidak sesuai dengan realita, mendominasi pembicaraan.

Data Subyektif :

Klien mengatakan, “Saya ini seorang bos”, “Saya orang kaya”, “Saya

punya banyak toko emas”.

2. Diagnosa Keperawatan

Gangguan proses pikir : waham kebesaran.

SP-1

3. Tujuan Keperawatan

Tujuan umum :

Klien dapat berorientasi pada realita.

Tujuan khusus :

a. Klien dapat membina hubungan saling percaya.

b. Klien dapat mengidentifikasi kebutuhan yang tidak terpenuhi.

c. Klien dapat mengidentifikasi cara memenuhi kebutuhannya.

d. Klien dapat memasukkan jadwal terapi ke dalam jadwal kegiatannya.

4. Tindakan Keperawatan

a. Bina hubungan saling percaya.

b. Identifikasi kebutuhan yang tidak terpenuhi.

20

Page 22: Makalah Komunikasi Terapeutik & SP Tutor 2&4

c. Bantu klien orientasi realita.

d. Bantu klien memenuhi kebutuhannya.

e. Anjurkan klien memasukkan terapi ke dalam jadwal kegiatannya.

A. STRATEGI KOMUNIKASI TERAPEUTIK

1. Orientasi

Salam terapeutik

“Selamat pagi, Bapak”

Memperkenalkan diri

“Perkenalkan, nama saya A. Bapak bisa memanggil

saya dengan Suster A. Hari ini saya yang akan

merawat Bapak mulai pukul 08.00-14.00. Siapa nama,

Bapak? Bapak senangnya dipanggil apa?”

Membuka pembicaraan dengan topik umum

“Bagaimana perasaan Bapak pagi ini? Bagaimana

tidurnya semalam? Kegiatan apa saja yang sudah

Bapak lakukan pagi ini?”

Evaluasi/ validasi kontrak (topik, waktu, tempat)

“Baiklah, Bapak I, bagaimana kalau sekarang kita

berbincang-bincang tentang bidang yang bapak sukai?

Pak, tujuan kita berbincang-bincang pagi ini agar kita

saling mengenal. Bagaimana, setuju, Pak? Baik kalau

begitu, bagaimana kalau kita sepakati waktu

berbincangnya dulu, Bapak ingin berapa lama kita

berbincang-bincang? Bagaimana kalau dari jam 11.00-

11.15, jadi ± 15 menit, bagaimana, Pak, setuju tidak?

Menurut Bapak, kita lebih baik berbincang di mana?”

2. Kerja

“Pak, sebelumnya saya ingin bertanya bagaimana awal

mula Bapak bisa berada di sini? Sudah berapa lama Bapak

tinggal di sini? Dengan siapa Bapak kesini? Apa yang

membuat Bapak bisa berada disini? Bapak tahu sekang

Bapak berada di mana? Benar, Pak, sekarang Bapak

21

Page 23: Makalah Komunikasi Terapeutik & SP Tutor 2&4

berada di Rumah Sakit Jiwa CSR, Bapak sedang dirawat

untuk memulihkan kondisi Bapak. Sebelum Bapak berada

di sini, kegiatan apa yang sering Bapak lakukan di rumah?

Apa ada keinginan yang belum bisa Bapak penuhi? Coba

Bapak sebutkan keinginan Bapak sekarang! Bidang apa

yang Bapak sukai? Tadi Bapak bilang Bapak memiliki toko

emas, apakah Bapak suka dengan bisnis? Apa yang

membuat Bapak menyukai bisnis? Bagaimana dengan

politik? Mana yang bapak lebih sukai, politik atau bisnis?

Mengapa Bapak lebih menyukai itu? Bapak tahu tidak

sekarang Bapak ada dimana? Karena bapak sedang

berada di sini, apakah menurut Bapak, Bapak bisa

menjalankan bidang yang Bapak minati tersebut?

Bagaimana caranya?”

3. Terminasi

Evaluasi perasaan klien setelah berbincang-bincang

“Bagaimana perasaaan Bapak setelah kita berbincang-

bincang mengenai bidang bapak yang bapak sukai?”

Evaluasi isi materi yang sudah dibicarakan pada pertemuan ini

“Bisa Bapak sebutkan kembali bidang apa yang Bapak sukai beserta

alasannya?”

Tindak lanjut

“Oke, Pak, besok kita akan berbincang-bincang lagi

mengenai kemampuan yang Bapak miliki. Maka dari

itu, tolong dipersiapkan dan dipikirkan kembali kira-

kira kemampuan apa yang sudah Bapak miliki

sekarang ini dan yang dapat Bapak kembangkan di

kemudian hari, dikaitkan dengan bidang yang Bapak

minati tersebut”

Kontrak untuk pertemuan yang akan datang (topik, waktu,

tempat)

22

Page 24: Makalah Komunikasi Terapeutik & SP Tutor 2&4

“Baiklah, Pak, saya rasa pertemuan pagi ini sudah

cukup, besok kita berbincang lagi. Bapak ingin jam

berapa berbincang-bincangnya? Bagaimana kalau jam

11.00-11.15? Bapak ingin berbincang-bincangnya di

mana? Bagaimana kalau di ruang makan? Setuju, Pak?

Oke, kalau begitu kita sepakat ya, Pak, besok

berbincang-bincang sesuai kesepakatan kita tadi?

Kalau begitu saya permisi dulu ya, Pak, sampai jumpa

besok. Selamat pagi!”

SP Risiko Bunuh Diri

A. PROSES KEPERAWATAN

1. Kondisi Klien

Data Obyektif:

a. Sering menangis

b. Sering melamun

c. Tidak mau berkomunikasi

d. Ekspresi wajah tampak sedih dan tidak berdaya

Data Subyektif:

a. Klien pernah mencoba meminum cairan kimia pemutih baju

b. Klien mengatakan ingin bunuh diri

c. Klien mengatakan kondisi jiwanya tidak karuan

2. Diagnosa Keperawatan

Risiko bunuh diri.

SP-2

3. Tujuan Keperawatan

Tujuan umum: Klien tetap berada dalam keadaan aman dan selamat.

Tujuan khusus:

a. Klien dapat mengetahui aspek positif yang dimiliki.

b. Klien dapat berpikir positif tentang dirinya.

23

Page 25: Makalah Komunikasi Terapeutik & SP Tutor 2&4

c. Klien dapat mengetahui bahwa dirinya adalah individu berharga.

4. Tindakan Keperawatan

a. Identifikasi aspek positif yang dimiliki oleh klien.

b. Ajarkan cara berpikir yang positif terhadap klien.

c. Ajarkan kepada klien bahwa ia adalah individu yang berharga.

B. STRATEGI KOMUNIKASI TERAPEUTIK

1. Orientasi

Salam terapeutik

“Selamat siang, Mas B? Masih ingat dengan saya? Ya betul, saya

Suster R”

Memperkenalkan diri

“Siang ini saya bertugas untuk merawat Mas lagi mulai

pukul 14.00-19.00”

Membuka pembicaraan dengan topik umum

“Bagaimana keadaan Mas B siang ini? Ada yang ingin diceritakan

kepada saya?”

Evaluasi/ validasi kontrak (topik, waktu, tempat)

“Baiklah kalau tidak ada, seperti yang sudah kita sepakati kemarin,

bagaimana kalau kita mulai berbincang-bincang mengenai betapa

berharganya hidup itu? Mas B maunya kita berapa lama berbincang-

bincangnya? Bagaimana kalau 15 menit? Mas B setuju? Mas B

maunya di mana? Bagaimana kalau di taman saja?”

2. Kerja

“Mas B, dalam hidup Mas apa saja yang perlu Mas syukuri? Siapa saja

yang akan sedih dan rugi kalau Mas meninggal? Coba saya ingin tahu

dan ingin mendengar hal-hal apa saja yang baik dalam kehidupan Mas B?

Keadaan yang bagaimana yang dapat membuat Mas merasa puas? Iya,

saya lihat kehidupan Mas baik kok. Dan itu patut Mas syukuri. Coba Mas

B sebutkan lagi kegiatan apa saja yang masih dapat Mas lakukan selama

ini? Bagaimana kalau kita latih kemampuan Mas, setuju? Ya, baik sekali,

Mas”

3. Terminasi

24

Page 26: Makalah Komunikasi Terapeutik & SP Tutor 2&4

Evaluasi perasaan klien setelah berbincang-bincang

“Bagaimana perasaan Mas B setelah kita berbincang-bincang?

Merasa sedikit lega?”

Evaluasi isi materi yang sudah dibicarakan pada pertemuan ini

“Coba Mas B ulangi lagi apa saja kegiatan yang baik dalam

kehidupan Mas? Wah, bagus sekali, Mas”

Tindak lanjut

“Mas B, tolong ingat dan ucapkan hal-hal yang baik dalam

kehidupan Mas jika terjadi dorongan mengakhiri kehidupan ya.

Bagus. Coba, ingat-ingat lagi hal-hal lain yang masih Mas miliki dan

perlu disyukuri!”

Kontrak untuk pertemuan yang akan datang (topik, waktu,

tempat)

“Besok jam 8 kita akan bahas tentang cara mengatasi masalah

dengan baik. Bagaimana, setuju, Mas? Tempatnya di mana? Baiklah.

Kalau ada perasaan-perasaan yang tidak terkendali segera hubungi

saya ya. Selamat siang!”

SP Defisit Perawatan Diri

A. PROSES KEPERAWATAN

1. Kondisi Klien

Data Obyektif:

a. Rambut kotor, acak-acakan

b. Badan (termasuk mulut dan gigi) dan pakaian kotor dan bau

c. Kuku panjang dan tidak terawatt

d. Klien tampak malas, tidak ada inisiatif

Data Subyektif:

a. Klien merasa lemah

b. Klien merasa malas untuk beraktivitas

c. Klien merasa tidak berdaya

2. Diagnosa Keperawatan

Defisit perawatan diri: personal hygiene, berhias, makan, dan eliminasi.

25

Page 27: Makalah Komunikasi Terapeutik & SP Tutor 2&4

SP-1

3. Tujuan Keperawatan

Tujuan umum: Klien dapat meningkatkan minat dan motivasinya untuk

memperhatikan kebersihan diri.

Tujuan khusus:

a. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.

b. Klien dapat mengenal tentang pentingnya kebersihan diri.

c. Klien dapat melakukan kebersihan diri dengan bantuan perawat.

d. Klien dapat melakukan kebersihan perawatan diri secara mandiri.

e. Klien dapat mempertahankan kebersihan diri secara mandiri.

4. Tindakan Keperawatan

a. Latih klien cara perawatan kebersihan diri dengan cara:

1) Menjelaskan pentingnya menjaga akebersihan diri

2) Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri

3) Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri

4) Melatih klien mempraktikkan cara menjaga kebersihan diri

b. Bantu klien latihan berhias. Latihan berhias pada pria harus

dibedakan dengan wanita. Pada klien laki-laki, latihan meliputi

latihan berpakaian, menyisir rambut dan bercukur, sedangkan pada

klien perempuan latihan meliputi latihan berpakaian, menyisir

rambut dan berhias atau berdandan.

c. Latih klien makan secara mandiri dengan cara:

1) Menjelaskan cara mempersiapkan makan

2) Menjelaskan cara makan yang tertib

3) Menjelaskan cara merapikan peralatan makan setelah makan

4) Mempraktikkan cara makan yang baik

d. Ajarkan klien melakukan BAB/ BAK secara mandiri dengan cara:

1) Menjelaskan tempat BAB/ BAK yang sesuai

2) Menjelaskan cara membersihan diri setelah BAB/ BAK

3) Menjelaskan cara membersikan tempat BAB/ BAK

B. STRATEGI KOMUNIKASI TERAPEUTIK

1. Orientasi

26

Page 28: Makalah Komunikasi Terapeutik & SP Tutor 2&4

Salam terapeutik

“Assalamu’alaikum. Selamat pagi, Ibu”

Memperkenalkan diri

“Boleh saya berkenalan dengan Ibu? Nama saya A. Ibu boleh

panggil saya Suster A. Saya mahasiswa keperawatan yang sedang

praktek di sini. Kalau boleh saya tahu, nama Ibu siapa? Senangnya

dipanggil dengan sebutan apa?”

Membuka pembicaraan dengan topik umum

”Bagaimana perasaan Ibu hari ini?”

Evaluasi/ validasi kontrak (topik, waktu, tempat)

“Apakah Ibu S tidak keberatan untuk mengobrol dengan saya?

Menurut Ibu sebaiknya kita ngobrol tentang apa? Bagaimana kalau

kita ngobrol tentang kebersihan diri? Berapa lama kira-kira bisa

ngobrol? Ibu maunya berapa menit? Bagaimana kalau 10 menit?

Bisa? Bagaimana kalau kita mengobrol di teras depan sana? Ibu

setuju?”

2. Kerja

“Ibu S, biasanya Ibu mandi berapa kali dalam sehari? Apakah hari ini Ibu

sudah mandi? Menurut Ibu apa kegunaan mandi? Apa alasan Ibu

sehingga tidak bisa merawat diri dengan bersih? Menurut Ibu, apa

manfaatnya kalau kita menjaga kebersihan diri? Kira-kira tanda-tanda

orang yang tidak merawat diri dengan baik seperti apa ya? Gatal, kulit

berminyak, mulut bau, kepala berketombe… Apa lagi? Kalau kita tidak

menjaga kebersihan diri, penyakit apa yang akan muncul? Betul, kudis,

panu, ketombe, dll… Apa lagi?”

“Apa yang Ibu lakukan untuk merawat rambut? Kapan saja Ibu keramas?

Pakai shampoo tidak? Berapa kali Ibu sikat gigi dalam sehari? Kapan

saja waktunya? Di mana biasanya Ibu BAB dan BAK? Setelahnya

disiram tidak? Berapa gayung air untuk menyiramnya? Menurut Ibu,

kalau mau mandi apa saja yang perlu dipersiapkan?”

“Nah, sekarang kita ke kamar mandi. Kita akan latihan cara menggosok

gigi dengan benar dan bersih hasilnya ya. Sekarang coba siapkan sikat

27

Page 29: Makalah Komunikasi Terapeutik & SP Tutor 2&4

gigi Ibu. Ambil pasta gigi. Kumur-kumurlah. Lalu, sikat gigi dengan arah

dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas. Bagus. Sekarang kumur-

kumur lagi sampai bersih ya”

3. Terminasi

Evaluasi perasaan klien setelah berbincang-bincang

”Bagaimana perasaan Ibu setelah kita bercakap-cakap dan latihan

tentang perawatan diri tadi?”

Evaluasi isi materi yang sudah dibicarakan pada pertemuan ini

”Coba sebutkan lagi cara-cara mandi yang benar dan bersih seperti

yang Ibu sudah lakukan tadi? Bagus!”

Tindak lanjut

“Nah, Ibu mau sikat gigi berapa kali dalam sehari? Oke, mari kita

masukkan ke dalam jadwal aktivitas harian ya, Bu?”

Kontrak untuk pertemuan yang akan datang (topik, waktu,

tempat)

”Ibu S, bagaimana kalau besok pagi kita ketemu lagi jam 07.30. Kita

akan mengobrol selama 20 menit untuk latihan menjaga kebersihan

badan dan rambut juga mengganti pakaian. Bagaimana, Ibu setuju?

Mau bertemu di mana nanti? Di sini lagi? Baiklah, sampai ketemu

besok ya, Bu. Selamat pagi. Assalamu’alaikum”

SP Perilaku Kekerasan

A. PROSES KEPERAWATAN

1. Kondisi Klien

Data Obyektif :

a. Klien tampak tegang saat bercerita

b. Pembicaraan klien kasar jika dia menceritakan amarahnya

c. Mata melotot, pandangan tajam

d. Mengancam secara verbal dan fisik

e. Nada suara tinggi

f. Tangan mengepal

g. Berteriak/ menjerit

28

Page 30: Makalah Komunikasi Terapeutik & SP Tutor 2&4

h. Memukul

Data Subyektif :

a. Klien mengatakan pernah melakukan tindak kekerasan.

b. Klien mengatakan merasa orang lain mengancam.

c. Klien mengatakan orang lain jahat.

2. Diagnosa Keperawatan

Risiko tinggi merusak lingkungan dan orang sekitar b.d. perilaku

kekerasan.

SP-1

3. Tujuan Keperawatan

Tujuan umum :

Klien dapat mengontrol atau mencegah perilaku kekerasan baik secara

fisik, sosial atau verbal, spiritual, dan terapi psikoformatika.

Tujuan khusus :

e. Klien dapat membina hubungan saling percaya

f. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan

g. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan

h. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang dapat

dilakukan

i. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan

j. Klien dapat menyebutkan cara mengontrol perilaku kekerasan

k. Klien dapat mempraktikkan cara mengontrol perilaku kekerasan

l. Klien dapat memasukkan latihan ke dalam jadwal kegiatan harian.

4. Tindakan Keperawatan

a. Bina hubungan saling percaya.

b. Bantu klien untuk mengungkapkan perasaan marahnya.

c. Bantu klien mengungkapkan tanda-tanda perilaku kekerasan yang

dialaminya.

d. Diskusikan dengan klien perilaku kekerasan yang dilakukan selama

ini.

e. Diskusikan dengan klien akibat negatif (kerugian) cara yang

dilakukan pada :

29

Page 31: Makalah Komunikasi Terapeutik & SP Tutor 2&4

1) Diri sendiri

2) Orang lain/keluarga

3) Lingkungan

f. Diskusikan bersama klien cara mengontrol perilaku kekerasan.

g. Diskusikan bersama klien tentang cara mengontrol fisik dan bantu

klien dalam mempraktikkan latihannya.

h. Anjurkan klien untuk memasukkan kegiatan di dalam jadwal

kegiatan hariannya.

B. STRATEGI KOMUNIKASI TERAPEUTIK

1. Orientasi

Salam terapeutik

“Assalamu’alaikum. Selamat pagi.”

Memperkenalkan diri

“ Perkenalkan, Mbak, nama saya S. Mbak bisa panggil saya Suster S.

Mbak namanya siapa? Biasanya dipanggil apa?”

Membuka pembicaraan dengan topik umum

“Bagaimana perasaan Mbak pagi hari ini?”

Evaluasi/ validasi kontrak (topik, waktu, tempat)

Topik: “Baiklah Mbak D, saat ini kita akan membahas tentang

penyebab Mbak marah dan mengontrol rasa marah secara fisik”

Waktu: “ Mbak D ingin berapa lama kita berbincang-bincang?”

Tempat: “Di mana tempat yang Mbak D inginkan untuk kita

berbincang-bincang?”

2. Kerja

a. Identifikasi penyebab perilaku kekerasan

“Apa yang menyebabkan Mbak D marah?”

b. Identifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan

“Saat Mbak D sedang marah, apa yang akan Mbak rasakan? Apakah

dada Mbak berdebar-debar lebih kencang? Atau mata melotot?”

c. Identifikasi perilaku kekerasan yang dilakukan

“ Saat Mbak D marah, apa yang Mbak lakukan?”

d. Identifikasi akibat risiko tinggi perilaku kekerasan

30

Page 32: Makalah Komunikasi Terapeutik & SP Tutor 2&4

“Apakah dengan cara itu marah/ kesal Mbak dapat terselesaikan?”,

“Ya tentu tidak, apa kerugian yang Mbak D alami?”, “Betul, Mbak

jadi masuk ke ruang isolasi”

e. Menyebutkan cara mengontrol risiko tinggi perilaku kekerasan

“Pertama, mari kita coba melakukan latihan tarik napas dalam.

Sekarang Mbak D bisa berdiri atau duduk rileks, lalu tarik napas

dalam dari hidung tahan sebentar, lalu keluarkan perlahan-lahan

melalui mulut. Ini dilakukan sebanyak 5 kali ya Mbak?”

f. Membantu klien mempraktikkan cara latihan cara mengontrol fisik

“Sekarang coba Mbak lakukan bagaimana latihan napas dalam?

Pertama tarik napas melalui hidung, ya seperti itu Mbak bagus,

kemudian hembuskan melalui mulut. Ini dilakukan selama 5 kali ya

Mbak. Ayo sekarang lakukan kembali, tarik napas dalam-dalam

melalui hidung, Mbak D rasakan betapa sejuknya udara bersih yang

masuk ke paru-paru kita, kemudian hembuskan pelan-pelan melalui

mulut, ya seperti itu Mbak, bagus..”

g. Membantu klien memasukkan kegiatan sehari-hari

“Nah, Mbak D, tadi telah melakukan latihan teknik relaksasi napas

dalam, bagaimana kalau latihan ini kita jadikan jadwal kegiatan

sehari-hari Mbak?”, “Baik, kita masukkan ya ke jadwal kegiatan

sehari-hari Mbak?”, “Kapan waktu yang Mba; D inginkan untuk

melakukan latihan ini? Bagaimana kalau setiap jam 09.00 pagi?”

3. Terminasi

Evaluasi perasaan klien setelah berbincang-bincang

“Bagaimana perasaan Mbak setelah melakukan latihan teknik

relaksasi napas dalam tadi?”

Evaluasi isi materi yang sudah dibicarakan pada pertemuan ini

“Kelihatannya Mbak terlihat sudah lebih rileks. Kalau begitu coba

Mbak praktikkan lagi latihan teknik napas dalam yang saya ajarkan

tadi”

Tindak lanjut

31

Page 33: Makalah Komunikasi Terapeutik & SP Tutor 2&4

“Ya bagus, Mbak. Mbak telah bisa melakukannya dengan baik.

Besok kita akan bertemu kembali untuk mengajarkan Mbak D teknik

relaksasi lain yang dapat membantu mengontrol rasa marah Mbak.

Tapi sebelumnya Mbak D harus bisa mengatasi rasa marah Mbak

dengan teknik relaksasi napas dalam yang telah saya ajarkan tadi”

Kontrak untuk pertemuan yang akan datang (topik, waktu,

tempat)

“Baik Mbak D, kita sudah selesai berbincang-bincangnya. Besok

saya akan menemui Mbak kembali untuk melihat perkembangan

kondisi Mbak D dan mengajarkan teknik relaksasi yang lain. Mbak

D mau jam berapa kita ketemu? Baik jam 09.00 ya Mbak, sesuai

kesepakatan kita. Tempatnya di sini ya, Mbak? Sampai jumpa besok.

Assalamu’alaikum”

SP Isolasi Sosial

A. PROSES KEPERAWATAN

1. Kondisi Klien

Data Obyektif:

a. Klien tampak sering murung dan menyendiri

b. Kontak mata kurang

Data Subyektif:

Klien mengatakan bahwa tidak ada gunanya lagi ia berinteraksi dengan

orang lain. Ia hanya ingin hidup sendiri saja.

2. Diagnosa Keperawatan

Isolasi sosial b.d. sistem pendukung yang tidak adekuat.

SP-1

3. Tujuan Keperawatan

Tujuan umum: Klien dapat melakukan hubungan social secara bertahap.

Tujuan khusus:

a. Klien mampu membina hubungan saling percaya pada

perawat.

b. Klien mampu mengenal penyebab menarik diri.

32

Page 34: Makalah Komunikasi Terapeutik & SP Tutor 2&4

c. Klien mampu mengenal keuntungan berhubungan dan

kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.

d. Klien mampu berkenalan dengan orang lain.

e. Klien mampu memasukkan ke dalam jadwal kegiatan hariannya.

4. Tindakan Keperawatan

a. Bina hubungan saling percaya.

b. Bantu klien mengenal penyebab menarik diri.

c. Bantu klien mengenal keuntungan berhubungan dan kerugian tidak

berhubungan dengan orang lain.

d. Kaji kemampuan klien membuna hubungan dengan orang lain.

e. Ajarkan klien berkenalan dengan orang lain.

f. Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai.

g. Diskusikan jadwal harian yang dapat dilakukan bersama klien dalam

mengisi waktu.

B. STRATEGI KOMUNIKASI TERAPEUTIK

1. Orientasi

Salam terapeutik

“Selamat pagi, Mbak”

Memperkenalkan diri

Perkenalkan, saya Perawat B. Saya yang akan

membantu dan merawat Mbak hari ini. Nama Mbak

siapa? Biasanya dipanggil apa? Kalau butuh bantuan,

Mbak dapat menghubungi saya”

Membuka pembicaraan dengan topik umum

“Bagaimana perasaan Mbak saat ini? Apakah ada keluhan? Semalam

bisa tidur nyenyak? Obatnya sudah diminum?”

Evaluasi/ validasi kontrak (topik, waktu, tempat)

“Mbak R, bagaimana kalau pagi ini kita mengobrol tentang keluarga

dan teman-teman Mbak? Mbak mau berapa lama bercakap-cakap?

Bagaimana kalau 10 menit. Mbak R mau bercakap-cakap di mana?

Bagaimana kalau ruangan ini?”

2. Kerja

33

Page 35: Makalah Komunikasi Terapeutik & SP Tutor 2&4

“Siapa saja yang tinggal serumah dengan Mbak? Siapa yang paling dekat

dengan Mbak? Siapa yang jarang bercakap-cakap dengan Mbak? Apa

yang membuat Mbak jarang bercakap-cakap dengannya? Selama dirawat

di sini, apakah Mbak merasa kesepian? Siapa saja yang Mbak kenal di

ruangan ini? Kegiatan apa saja yang biasa Mbak lakukan dengan teman

yang Mbak kenal? Apa yang menghambat Mbak dalam berteman dan

bercakap-cakap dengan klien lain?”

”Menurut Mbak R, apa saja keuntungan kalau kita mempunyai teman?

Wah benar, ada teman bercakap-cakap. Apa lagi? (sampai klien

menyebutkannya). Nah, kalau kerugiannya tidak mempunyai teman apa

ya? Ya, apa lagi? (sampai klien menyebutkan beberapa). Jadi banyak

juga ruginya tidak mempunyai teman ya? Kalau begitu, apakah Mbak R

ingin belajar untuk mengenal orang lain?”

”Bagus, bagaimana kalau sekarang kita belajar berkenalan dengan orang

lain? Begini Mbak, untuk berkenalan dengan orang lain kita sebutkan

dulu nama kita, nama panggilan yang kita sukai, asal dan hobi kita.

Contoh: ‘Nama saya X, panggil saya X. Asal saya dari Bandung dan hobi

saya memasak’. Selanjutnya Mbak menanyakan nama orang yang diajak

berkenalan. Contohnya begini: ‘Nama Ibu siapa? Senang dipanggil

siapa? Asalnya dari mana/ hobinya apa?’.

“Ayo Mbak dicoba! Misalnya saya belum kenal dengan Mbak. Coba

berkenalan dengan saya! Ya, bagus sekali! Coba sekali lagi! Bagus

sekali!”

3. Terminasi

Evaluasi perasaan klien setelah berbincang-bincang

“Bagaimana perasaan Mbak R setelah kita berbincang-bincang dan

latihan berkenalan tadi?”

Evaluasi isi materi yang sudah dibicarakan pada pertemuan ini

“Selanjutnya coba Mbak ingat-ingat lagi cara

berkenalan dengan orang lain seperti yang telah kita

pelajari tadi dan coba dipraktikkan dengan saya lagi”

Tindak lanjut

34

Page 36: Makalah Komunikasi Terapeutik & SP Tutor 2&4

“Baik Mbak R, bagaimana kalau Mbak latihan berkenalan dengan

salah seorang teman Mbak yang ada di ruangan? Mbak R mau

berkenalan dengan siapa? Nanti kalau ada kesulitan kita bicarakan

lagi”

Kontrak untuk pertemuan yang akan datang (topik, waktu,

tempat)

“Mbak R, kita cukupkan dulu pertemuan kita pagi ini. Besok kita

ketemu lagi untuk melatih Mbak berkenalan dengan banyak orang.

Saya akan membawa salah seorang teman saya, Perawat Y.

Bagaimana, Mbak siap? Oke, mau ketemu lagi jam berapa?

Bagaimana kalau jam 11.00? Mbak R mau bercakap-cakap di mana?

Bagaimana kalau di ruang makan lagi? Baik, sampai ketemu besok

ya, Mbak”

SP Harga Diri Rendah

A. PROSES KEPERAWATAN

1. Kondisi Klien

Data Obyektif:

a. Klien tampak tidak mau bergabung dengan orang-orang sekitarnya.

b. Inisiatif diri klien kurang.

Data Subyektif:

a. Klien merasa malu bertemu dengan orang lain.

b. Klien sering mengeluh merasa tidak berdaya ketika melakukan suatu

aktivitas.

2. Diagnosa Keperawatan

Gangguan konsep diri: harga diri rendah.

SP-1

3. Tujuan Keperawatan

Tujuan umum: Klien dapat mengembalikan kembali harga dirinya.

Tujuan khusus:

a. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang

dimiliki klien.

35

Page 37: Makalah Komunikasi Terapeutik & SP Tutor 2&4

b. Klien dapat menilai kemampuan klien yang dapat digunakan.

c. Klien dapat memilih kegiatan yang akan dilatih sesuai dengan

kemampuan klien.

d. Klien dapat berlatih sesuai dengan kemampuan yang dipilih.

e. Klien dapat pujian yang wajar terhadap keberhasilan yang dicapai.

f. Klien dapat memasukkan kegiatannya ke dalam jadwal harian klien.

4. Tindakan Keperawatan

a. Identifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.

b. Bantu klien menilai kemampuan klien yang dapat digunakan.

c. Bantu klien memilih kegiatan yang akan dilatih sesuai dengan

kemampuan klien.

d. Latih klien sesuai kemampuan yang dipilih.

e. Berikan pujian yang wajar terhadap keberhasilan klien.

f. Anjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan.

B. STRATEGI KOMUNIKASI TERAPEUTIK

1. Orientasi

Salam terapeutik

“Selamat pagi, Ibu R”

Memperkenalkan diri

“Saya Suster Am. Hari ini saya yang akan menemani Ibu”

Membuka pembicaraan dengan topik umum

”Apa yang Ibu rasakan sekarang? Bagaimana tidur Ibu semalam?”

Evaluasi/ validasi kontrak (topik, waktu, tempat)

”Ibu, hari ini kita akan ngobrol-ngobrol. Bagaimana kalau kita

ngobrol tentang kegiatan yang ibu sukai? Kita ngobrol selama 15

menit saja, bagaimana, Ibu bisa? Tempatnya Ibu mau di mana?”

2. Kerja

”Bu R, kegiatan apa yang Ibu senangi? Apa Ibu suka memasak dan

merapikan tanaman? Ya, bagus sekali kegiatannya. Selain itu ada lagi

tidak? Ayo coba ibu ingat-ingat lagi”

”Nah, kegiatan itu bisa dilakukan di sini lho. Nyapu, olahraga, dan nyuci

piring bisa lho”

36

Page 38: Makalah Komunikasi Terapeutik & SP Tutor 2&4

”Ayo, kita coba sekarang nyapu ya. Iya, bagus sekali ibu. Ibu bisa

melakukannya dengan baik”

”Sekarang, kita buat lagi jadwal kegiatan yang baru. Kita masukkan ke

jadwal kegiatan sehari-hari Ibu yuk”

3. Terminasi

Evaluasi perasaan klien setelah berbincang-bincang

”Bagaimana perasaan Ibu setelah ngobrol-ngobrol tadi?”

Evaluasi isi materi yang sudah dibicarakan pada pertemuan ini

”Bu tadi kita sudah bicara banyak tentang kegiatan yang disukai Ibu.

Bisa Ibu sebutkan lagi?”

Tindak lanjut

”Nah, Ibu bisa melakukan semua kegiatan ini sesuai dengan jadwal

yang kita susun tadi. Suster akan liat ya”

Kontrak untuk pertemuan yang akan datang (topik, waktu,

tempat)

”Bagaimana kalau nanti kita ketemu lagi seperti ini? Kita latihan

merapikan tanaman ya. Kita akan ketemu lagi jam setengah 2 ya.

Kita ketemuan di taman saja bagaimana, Bu? Baik, sampai jumpa

nanti”

SP Halusinasi

A. PROSES KEPERAWATAN

1. Kondisi Klien

Data Obyektif:

a. Klien tampak tenang, kontak mata kurang

b. Klien tampak sering bernyanyi sendiri

Data Subyektif:

Klien merasa sering mendengar suara-suara yang ingin

melamarnya. Suara itu kadang-kadang membuat klien

sangat takut.

2. Diagnosa Keperawatan

Gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran.

37

Page 39: Makalah Komunikasi Terapeutik & SP Tutor 2&4

SP-1

3. Tujuan Keperawatan

Tujuan umum: Klien dapat mengendalikan halusinasinya.

Tujuan khusus:

a. Klien mampu menyebutkan isi, waktu, frekuensi,

situasi pencetus, dan perasaan.

b. Klien mampu memperagakan cara mengontrol

halusinasinya dengan menghardik.

4. Tindakan Keperawatan

a. Identifikasi jenis halusinasi.

b. Identifikasi isi halusinasi.

c. Identifikasi waktu halusinasi.

d. Identifikasi frekuensi halusinasi.

e. Identifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi.

f. Identifikasi respon klien terhadap halusinasi.

g. Ajarkan klien menghardik halusinasi.

h. Masukkan cara menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan.

B. STRATEGI KOMUNIKASI TERAPEUTIK

1. Orientasi

Salam terapeutik

“Assalamu’alaikum, Mbak I”

Memperkenalkan diri

Mbak I masih ingat dengan saya? Ayo, siapa coba nama

saya? Iya, betul sekali, saya Perawat L yang sedang

praktik di sini”

Membuka pembicaraan dengan topik umum

“Bagaimana perasaan Mbak I hari ini? Oh iya, tadi pagi

Mbak I bangun jam berapa? Kemudian sudah

melakukan apa saja pagi ini? Apa Mbak I sudah

mandi?”

Evaluasi/ validasi kontrak (topik, waktu, tempat)

38

Page 40: Makalah Komunikasi Terapeutik & SP Tutor 2&4

“Mbak I masih ingat apa yang kemarin kita bicarakan?

Hari ini kita mau berbincang-bincang tentang apa? Ya

betul, hari ini kita akan bercakap-cakap tentang suara

yang Mbak I rasakan dan cara mengontrolnya dengan

menghardik. Mbak I masih ingat kemarin kita mau

bicara di mana dan berapa lama? Mbak lupa yah? Hari

ini kita akan berbincang-bincang di teras, waktunya

tidak lama hanya sekitar 15 menit. Bagaimana Mbak I

sudah siap?”

2. Kerja

“Apakah Mbak I mendengar suara tanpa ada wujudnya? Apa yang

dikatakan suara itu? Apakah terus-menerus terdengar atau sewaktu-

waktu? Kapan yang paling sering Mbak I dengar? Berapa kali sehari

Mbak alami? Pada keadaan apa suara itu terdengar? Apakah pada waktu

sendiri?”

“Apa yang Mbak I rasakan pada saat mendengar suara itu? Apa yang

Mbak lakukan saat mendengar suara itu? Apakah dengan cara itu suara-

suara itu hilang? Bagaimana kalau kita belajar cara-cara untuk mencegah

suara-suara itu muncul?”

“Mbak I, ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul.

Pertama, dengan menghardik suara tersebut. Kedua, dengan cara

bercakap-cakap dengan orang lain. Ketiga, melakukan kegiatan yang

sudah terjadwal, dan yang keempat minum obat dengan teratur”

“Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik?

Caranya sebagai berikut: saat suara-suara itu muncul, langsung Mbak

bilang, ‘Pergi! Saya tidak mau dengar! Saya tidak mau dengar! Kamu

suara palsu!’. Begitu diulang-ulang sampai suara itu tak terdengar lagi.

Coba Mbak peragakan! Nah begitu, bagus! Coba lagi! Ya bagus, Mbak

sudah bisa”

3. Terminasi

Evaluasi perasaan klien setelah berbincang-bincang

39

Page 41: Makalah Komunikasi Terapeutik & SP Tutor 2&4

“Bagaimana perasaan Mbak setelah peragaan latihan

tadi?”

Evaluasi isi materi yang sudah dibicarakan pada pertemuan ini

“Coba Mbak I ulangi lagi apa yang sudah kita pelajari

hari ini? Iya bagus, Mbak”

Tindak lanjut

“Kalau suara-suara itu muncul lagi, silahkan coba cara

tersebut! Terus berlatih ya, Mbak, walaupun saya

sedang tidak ada. Bagaimana kalau kita buat jadwal

latihannya? Mau jam berapa saja latihannya?”

Kontrak untuk pertemuan yang akan datang (topik, waktu,

tempat)

“Baiklah, Mbak, besok kita akan bertemu untuk belajar

dan melatih cara kedua, yaitu mengontrol halusinasi

dengan becakap-cakap dengan orang lain. Mbak I mau

dimana tempatnya? Jam berapa Mbak bisanya?

Bagaimana kalau jam 10.00? Waktunya hanya 15

menit saja. Baiklah, sampai jumpa. Assalamu’alaikum”

BAB IV

PENUTUP

Pada kenyataanya, perawat di samping kodratnya sebagai makhluk individu

dan mahluk sosial, perawat juga merupakan makhluk profesi yang memerlukan

skill di bidangnya, khususnya di bidang keperawatan. Perawat harus mampu

menjalankan segala tahapan dalam komunikasi terapeutik yang meliputi tahap

awal, lanjutan, dan terminasi.

Kemampuan menerapkan teknik komunikasi terapeutik memerlukan latihan

dan kepekaan serta ketajaman perasaan karena komunikasi terjadi tidak dalam

kemampuan tetapi dalam dimensi nilai, waktu dan ruang yang turut

40

Page 42: Makalah Komunikasi Terapeutik & SP Tutor 2&4

mempengaruhi keberhasilan komunikasi yang terlihat melalui dampak

terapeutiknya bagi klien dan juga kepuasan bagi perawat.

Komunikasi juga akan memberikan dampak terapeutik bila dalam

penggunaannya diperhatikan sikap dan teknik komunikasi terapeutik. Hal lain

yang cukup penting diperhatikan adalah dimensi hubungan. Dimensi ini

merupakan faktor penunjang yang sangat berpengaruh dalam mengembangkan

kemampuan berhubungan terapeutik.

DAFTAR PUSTAKA

Mundakir. 2006. Komunikasi Keperawatan Aplikasi dalam Pelayanan. Jakarta :

Graha Ilmu.

Potter, P.A & Perry, A.G. 1993. Fundamental of Nursing Concepts, Process and

Practice. Third edition. St.Louis: Mosby Year Book.

Purwanto ,Heri. 1994. Komunikasi untuk Perawat. Jakarta : EGC.

Stuart, G.W & Sundeen S.J. 1995. Pocket guide to Psychiatric Nursing. Third

edition. St.Louis: Mosby Year Book.

Suryani. 2005. Komunikasi Terapeutik Teori Dan Praktik. Jakarta : EGC.

41

Page 43: Makalah Komunikasi Terapeutik & SP Tutor 2&4

http://b3900k.blogspot.com/2012/01/gambaran-kasus-dan-sp-strategi.html#.UKYqwmfT5hU, diakses pada 16 November 2012 pukul 19.01

http://eprints.undip.ac.id/17835/1/3744.pdf

http://amyededio.blogspot.com/2011/05/1.html, diakses pada 16 November 2012 pukul 19.03

http://chelsyarachel.blogspot.com/2012/02/contoh-sp-keperawatan-jiwa.html, diakses pada 16 November 2012 pukul 19.07

http://asuhankeperawatanonline.blogspot.com/2012/03/strategi-pelaksanaan-tidakan.html, diakses pada 16 November 2012 pukul 19.10

42