Makalah Komunikasi Terapeutik & SP Tutor 2&4
-
Author
tsaalits-muharroroh -
Category
Documents
-
view
297 -
download
35
Embed Size (px)
Transcript of Makalah Komunikasi Terapeutik & SP Tutor 2&4

MAKALAH
KOMUNIKASI TERAPEUTIK DAN STRATEGI
PELAKSANAAN TINDAKAN DALAM KEPERAWATAN
JIWA
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Neuro-behavior II.
Disusun oleh
TUTOR 2 DAN TUTOR 4
Agustian Barkah (220110100062) Karina Amanda (220110100130)
Isara Nur Latifah (220110100021) Ria Amalia Putri (220110100135)
Huseino Ahmad (220110100081) Sarah Nurul K. (220110100134)
Shella Febrita P.U. (220110100106) Rosi Akbar B. (220110100014)
Indah Wulandari (220100100024) Ansar Farisy (220110100058)
Denti Mardiyanti (220110100039) Desy Mayang Sari (220110100053)
Ria Octaviayani (220110100052) An Nisa Rushtika K. (220110090033)
Maryam Afifah (220110100063) Claudia Selviyanti (220110100001)
Azmi Priyanda (220110100054) M. Sandi Nizar (220110100037)
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2012

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut World Health Organization (WHO), pada tahun 2004 gangguan
jiwa termasuk ke dalam penyakit yang menempati urutan kedua, sedangkan
pada tahun 2008, gangguan jiwa termasuk dalam penyakit yang menempati
urutan pertama (The World Health Statistics, 2011). Di Indonesia, khususnya
Jawa Tengah, prevalensi gangguan jiwa mengalami peningkatan mulai tahun
2005 hingga tahun 2010 (Profil Kesehatan Jawa Tengah, 2005, 2006, 2007,
2008, 2009, 2010). Hal ini menunjukkan bahwa gangguan jiwa termasuk
gangguan kesehatan yang perlu mendapat perhatian dari pemerintah maupun
masyarakat.
Klien yang mengalami sakit secara fisik pun dapat mengalami gangguan
pada psikologisnya (jiwa). Penyebabnya bisa dikarenakan oleh proses
adaptasi dengan lingkungannya sehari-hari. Misalnya, lingkungan di rumah
sakit yang sebagian besar serba putih dan berbeda dengan rumah klien yang
bisa beraneka warna, keadaan demikian menyebabkan klien yang baru masuk
terasa asing dan cenderung gelisah atau takut.
Tidak jarang klien membuat ulah yang bermacam-macam, dengan
maksud mencari perhatian orang di sekitarnya. Bentuk dari kompensasi ini
bisa berupa teriak-teriak, gelisah, berusaha melarikan diri, menjatuhkan
barang atau alat-alat di sekitarnya. Di sinilah peranan komunikasi mempunyai
andil yang sangat besar.
Komunikasi yang baik dari seorang perawat mampu memberikan
kepercayaan diri klien. Dalam hal ini perlu ditekankan bahwa kesan lahiriyah
perawat mampu memberikan dampak yang luas bagi perkembangan
kesehatan klien, mulai dari profil tubuh/ wajah terutama senyum yang tulus
dari perawat, kerapian berbusana, sikap yang familiar, dan cara berbicara
(komunikasi) sehingga terkesan low profile atau bertempramen bijak.
Menurut Videbeck, penanganan klien dengan gangguan jiwa di rumah
sakit terdiri dari penatalaksanaan farmakologi, terapi listrik yang disebut
1

electro convulsive therapy (ECT), dan penatalaksanaan keperawatan yang di
dalamnya terdapat komunikasi terapeutik. Terapi komunikasi yang biasa
disebut komunikasi terapeutik ini merupakan suatu interaksi interpersonal
antara perawat dengan klien, perawat berfokus pada kebutuhan khusus klien
untuk meningkatkan informasi yang efektif antara perawat dan klien
(Videbeck, 2008; 123).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah kami uraikan di atas, maka dapat
rumusan permasalahan yang kami ambil adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui pengertian komunikasi terapeutik.
2. Mengetahui pentingnya menjalin komunikasi terapeutik dalam tindakan
perawatan, khususnya dalam keperawatan jiwa.
3. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi terapeutik.
4. Mengetahui karakteristik komunikasi terapeutik.
5. Mengetahui jenis-jenis komunikasi terapeutik.
6. Mengetahui fase-fase hubungan terapeutik antara perawat dengan klien.
7. Mengetahui unsur-unsur komunikasi terapeutik.
8. Mengetahui teknik komunikasi terapeutik.
9. Mengetahui contoh-contoh penerapan komunikasi terapeutik dalam
strategi pelaksanaan tindakan keperawatan jiwa.
2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Komunikasi Terapeutik
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara
sadar, bertujuan, dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan klien.
Komunikasi terapeutik mengarah pada bentuk komunikasi interpersonal
(Northouse, 1998: 12).
Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan titik
tolak saling memberikan pengertian antara perawat dengan klien. Persoalan
mendasar dan komunikasi ini adalah adanya saling membutuhkan antara
perawat dan klien sehingga dapat dikategorikan ke dalam komunikasi pribadi
di antara perawat dan klien; perawat membantu dan klien menerima bantuan
(Indrawati, 2003 : 48).
Komunikasi terapeutik bukan pekerjaan yang bisa dikesampingkan,
tetapi harus direncanakan, disengaja, dan merupakan tindakan profesional.
Akan tetapi, jangan sampai karena terlalu asyik bekerja, kemudian melupakan
klien sebagai manusia dengan beragam latar belakang dan masalahnya
(Arwani, 2003 : 50).
Teknik komunikasi terapeutik merupakan cara untuk membina hubungan
yang terapeutik dimana terjadi penyampaian informasi dan pertukaran
perasaan dan pikiran dengan maksud untuk mempengaruhi orang lain (Stuart
& Sundeen,1995).
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang mendorong proses
penyembuhan klien (Depkes RI, 1997).
Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat kami simpulkan bahwa
komunikasi terapeutik merupakan komunikasi interpersonal yang terencana
antara perawat dengan klien untuk mendorong proses penyembuhan klien
dimana terjadi penyampaian informasi dan pertukaran perasaan dan pikiran
dengan maksud untuk mempengaruhi klien tersebut.
3

B. Tujuan dan Manfaat Komunikasi Terapeutik
Kualitas asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien sangat
dipengaruhi oleh kualitas hubungan perawat-klien. Bila perawat tidak
memperhatikan hal ini, maka hubungan perawat-klien tersebut bukanlah
hubungan yang memberikan dampak terapeutik yang mempercepat
kesembuhan klien, tetapi hubungan sosial biasa. Maka dari itu, perawat perlu
menyadari betul tujuan dari komunikasi terapeutik ini dalam setiap
penatalaksanaan tindakan keperawatannya.
Menurut Purwanto (1994), tujuan sekaligus manfaat dari komunikasi
terapeutik adalah sebagai berikut.
a. Klien yang menderita penyakit kronis ataupun terminal umumnya
mengalami perubahan dalam dirinya, ia tidak mampu menerima
keberadaan dirinya, mengalami gambaran diri, penurunan harga diri,
merasa tidak berarti, dan pada akhirnya merasa putus asa dan depresi.
Untuk itu, dengan memulai komunikasi terapeutik, diharapkan perawat
dapat membantu klien memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan
pikiran, serta mempertahakan kekuatan egonya.
b. Taylor, Lilis, dan La Mone (1997) mengemukakan bahwa individu yang
merasa kenyataan dirinya mendekati ideal mempunyai harga diri yang
tinggi, sedangkan individu yang merasa kenyataan hidupnya jauh dari
ideal akan merasa rendah diri. Klien terkadang menetapkan tujuan yang
terlalu tinggi tanpa mempertimbangkan kemampuannya. Maka, melalui
komunikasi terapeutik, perawat dapat membantu klien mengambil
tindakan yang efektif dan realistis untuk mengubah situasi yang ada.
c. Dengan komunikasi yang terbuka, jujur, dan menerima klien apa adanya,
perawat akan dapat meningkatkan kemampuan klien dalam membina
hubungan saling percaya, mengekspresikan kebutuhannya, dan
meningkatkan kemampuan koping (Rogers, 1974 dalam Abraham dan
Shanley, 1997). Di sisi lain, keraguan para perawat pun akan berkurang
dalam pengambilan tindakan yang efektif dan dapat mempengaruhi orang
lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri.
4

C. Faktor-faktor Komunikasi Terapeutik
Menurut Muliha dan Fatmawati (2009), faktor penunjang dan penghambat
dari komunikasi terapeutik, yaitu sebagai berikut.
1. Faktor penunjang
a. Dilihat dari klien : Kecakapan dan kemampuan klien dalam
menceritakan masalahnya. Sikap klien, yaitu sikap klien yang mau
menceritakan masalahnya dengan sungguh-sungguh dan bersedia
dibantu.
b. Dilihat dari perawat
1) Kecakapan perawat dalam mengajukan pertanyaan terbuka yang
dapat menggali seluruh masalah
2) Sikap perawat. Harus bersikap ramah, jangan sampai klien
curiga, diharapkan perawat dapat mendekati klien sehingga
timbul rasa saling percaya.
3) Pengetahuan perawat. Pengetahuan yang luas dengan mudah
dapat mencerna inti pembicaraan serta cepat tanggap terhadap
pembicaraan klien.
4) Seluruh komunikasi perawat (mata, hidung, otak, telinga, dan
tangan). Seluruh indera perawat harus sehat sehingga dengan
cepat dapat mengambil kesimpulan pembicaraan.
2. Faktor penghambat
a. Perawat kurang cakap dalam mendengarkan dan mengajukan
pertanyaan terbuka serta menyimpulkan inti pembicaraan, sehingga
tidak dapat menangkap pembicaraan.
b. Sikap perawat yang acuh tak acuh, tidak dapat menyesuaikan diri
dengan keadaan sekelilingnya, sikap yang kurang ramah terhadap
klien atau keluarga.
c. Pengetahuan klien kurang. Bila demikian, hendaknya perawat dapat
menggunakan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti oleh
klien.
d. Prasangka (prejudice) yang tidak mendasar, yaitu kecurigaan yang
tidak beralasan, dimana bisa terjadi di masyarakat yang
5

berpengetahuan rendah atau klien kurang mengerti tentang
perawatan.
D. Karakteristik Komunikasi Terapeutik
Ada tiga hal mendasar yang memberi ciri-ciri komunikasi terapeutik, yaitu
sebagai berikut (Arwani, 2003 : 54).
1. Ikhlas (Genuiness)
Semua perasaan negatif yang dimiliki oleh klien barus bisa diterima dan
pendekatan individu dengan verbal maupun nonverbal akan memberikan
bantuan kepada klien untuk mengkomunikasikan kondisinya secara tepat.
2. Empati (Empathy)
Merupakan sikap jujur dalam menerima kondisi klien. Obyektif dalam
memberikan penilaian terhadap kondisi klien dan tidak berlebihan.
Empati merupakan perasaan “pemahaman” dan “penerimaan” perawat
terhadap perasaan yang dialami klien dan mampu merasakan “dunia
pribadi klien”. Empati berbeda dengan simpati, empati cenderung
bergantung pada kesamaan pengalaman di antara orang yang terlibat
komunikasi.
3. Hangat (Warmth)
Hubungan saling membantu (helping relationship) dibuat untuk
memberikan kesempatan klien mengeluarkan unek-unek secara bebas.
Kehangatan dan sikap permisif yang diberikan diharapkan klien dapat
memberikan dan mewujudkan ide-idenya tanpa rasa takut dimaki atau
dikonfrontasi sehingga klien bisa mengekspresikan perasaannya lebih
mendalam.
E. Jenis-jenis Komunikasi Terapeutik
Menurut Potter dan Perry (1993), Swansburg (1990), Szilagyi (1984),
dan Tappen (1995) dalam Purba (2003) ada tiga jenis komunikasi, yaitu
verbal, tertulis, dan non-verbal yang dimanifestasikan secara terapeutik.
1. Komunikasi verbal
6

Jenis komunikasi yang paling lazim digunakan dalam pelayanan
keperawatan di rumah sakit adalah pertukaran informasi secara verbal
terutama pembicaraan dengan tatap muka. Komunikasi verbal biasanya
lebih akurat dan tepat waktu. Kata-kata adalah alat atau simbol yang
dipakai untuk mengekspresikan ide atau perasaan, membangkitkan
respon emosional, atau menguraikan obyek, observasi dan ingatan.
Sering juga untuk menyampaikan arti yang tersembunyi, dan menguji
minat seseorang. Keuntungan komunikasi verbal dalam tatap muka yaitu
memungkinkan tiap individu untuk berespon secara langsung.
Komunikasi verbal yang efektif harus:
a. Jelas dan ringkas
Komunikasi yang efektif harus sederhana, pendek dan langsung.
Makin sedikit kata-kata yang digunakan makin kecil kemungkinan
terjadinya kerancuan. Kejelasan dapat dicapai dengan berbicara
secara lambat dan mengucapkannya dengan jelas. Penggunaan contoh
bisa membuat penjelasan lebih mudah untuk dipahami. Ulang bagian
yang penting dari pesan yang disampaikan. Penerimaan pesan perlu
mengetahui apa, mengapa, bagaimana, kapan, siapa, dan di mana.
Ringkas, dengan menggunakan kata-kata yang mengekspresikan ide
secara sederhana.
b. Perbendaharaan kata (mudah dipahami)
Komunikasi tidak akan berhasil, jika pengirim pesan tidak mampu
menerjemahkan kata dan ucapan. Banyak istilah teknis yang
digunakan dalam keperawatan dan kedokteran, dan jika ini digunakan
oleh perawat, klien dapat menjadi bingung dan tidak mampu
mengikuti petunjuk atau mempelajari informasi penting. Ucapkan
pesan dengan istilah yang dimengerti klien. Daripada mengatakan,
“Duduk, sementara saya akan mengauskultasi paru-paru Anda” akan
lebih baik jika dikatakan, “Duduklah, sementara saya mendengarkan
paru-paru Anda”.
c. Arti denotatif dan konotatif
7

Arti denotatif memberikan pengertian yang sama terhadap kata yang
digunakan, sedangkan arti konotatif merupakan pikiran, perasaan,
atau ide yang terdapat dalam suatu kata. Kata serius dipahami klien
sebagai suatu kondisi mendekati kematian, tetapi perawat akan
menggunakan kata kritis untuk menjelaskan keadaan yang mendekati
kematian. Ketika berkomunikasi dengan klien, perawat perlu berhati-
hati memilih kata-kata sehingga tidak mudah untuk disalahtafsirkan,
terutama sangat penting ketika menjelaskan tujuan terapi, prosedur
terapi dan kondisi klien.
d. Selaan dan kesempatan berbicara
Kecepatan dan tempo bicara yang tepat turut menentukan
keberhasilan komunikasi verbal. Selaan yang lama dan pengalihan
yang cepat pada pokok pembicaraan lain mungkin akan menimbulkan
kesan bahwa perawat sedang menyembunyikan sesuatu terhadap
klien. Perawat sebaiknya tidak berbicara dengan cepat sehingga kata-
kata tidak jelas. Selaan perlu digunakan untuk menekankan pada hal
tertentu, memberi waktu kepada pendengar untuk mendengarkan dan
memahami arti kata. Selaan yang tepat dapat dilakukan dengan
memikirkan apa yang akan dikatakan sebelum mengucapkannya,
menyimak isyarat nonverbal dari pendengar yang mungkin
ditunjukkan. Perawat juga bisa menanyakan kepada pendengar
apakah ia berbicara terlalu lambat atau terlalu cepat dan perlu untuk
diulang.
e. Waktu dan relevansi
Waktu yang tepat sangat penting untuk menangkap pesan. Bila klien
sedang menangis kesakitan, bukan waktunya untuk menjelaskan
risiko operasi. Kendatipun pesan diucapkan secara jelas dan singkat,
tetapi waktu tidak tepat dapat menghalangi penerimaan pesan secara
akurat. Oleh karena itu, perawat harus peka terhadap ketepatan waktu
untuk berkomunikasi. Begitu pula komunikasi verbal akan lebih
bermakna jika pesan yang disampaikan berkaitan dengan minat dan
kebutuhan klien.
8

f. Humor
Dugan (1989) dalam Purba (2003) mengatakan bahwa tertawa
membantu pengurangi ketegangan dan rasa sakit yang disebabkan
oleh stres, dan meningkatkan keberhasilan perawat dalam
memberikan dukungan emosional terhadap klien. Sullivan dan Deane
(1988) dalam Purba (2006) melaporkan bahwa humor merangsang
produksi catecholamines dan hormon yang menimbulkan perasaan
sehat, meningkatkan toleransi terhadap rasa sakit, mengurangi
ansietas, memfasilitasi relaksasi pernapasan dan menggunakan humor
untuk menutupi rasa takut dan tidak enak atau menutupi
ketidakmampuannya untuk berkomunikasi dengan klien.
2. Komunikasi Tertulis
Komunikasi tertulis merupakan salah satu bentuk komunikasi yang
sering digunakan dalam bisnis, seperti komunikasi melalui surat
menyurat, pembuatan memo, laporan, iklan di surat kabar dan lain- lain.
Prinsip-prinsip komunikasi tertulis terdiri dari :
a. Lengkap
b. Ringkas
c. Pertimbangan
d. Konkrit
e. Jelas
f. Sopan
g. Benar
Fungsi komunikasi tertulis adalah:
a. Sebagai tanda bukti tertulis yang otentik, misalnya; persetujuan
operasi.
b. Alat pengingat/ berpikir bilamana diperlukan, misalnya surat yang
telah diarsipkan.
c. Dokumentasi historis, misalnya surat dalam arsip lama yang digali
kembali untuk mengetahui perkembangan masa lampau.
d. Jaminan keamanan, seperti surat keterangan jalan.
9

e. Pedoman atau dasar bertindak, misalnya surat keputusan, surat
perintah, surat pengangkatan.
Keuntungan komunikasi tertulis adalah:
a. Adanya dokumen tertulis
b. Sebagai bukti penerimaan dan pengiriman.
c. Dapat meyampaikan ide yang rumit.
d. Memberikan analisa, evaluasi, dan ringkasan.
e. Menyebarkan informasi kepada khalayak ramai.
f. Dapat menegaskan, menafsirkan, dan menjelaskan komunikasi lisan.
g. Membentuk dasar kontrak atau perjanjian.
h. Untuk penelitian dan bukti di pengadilan.
Kerugian komunikasi tertulis adalah:
a. Memakan waktu lama untuk membuatnya.
b. Memakan biaya yang mahal.
c. Komunikasi tertulis cenderung lebih formal.
d. Dapat menimbulkan masalah karena salah penafsiran.
e. Susah untuk mendapatkan umpan balik segera.
f. Bentuk dan isi surat tidak dapat diubah bila telah dikirimkan.
g. Bila penulisan kurang baik, maka akan membingungkan si pembaca.
3. Komunikasi Nonverbal
Komunikasi nonverbal adalah pemindahan pesan tanpa menggunakan
kata-kata. Merupakan cara yang paling meyakinkan untuk
menyampaikan pesan kepada orang lain. Perawat perlu menyadari pesan
verbal dan nonverbal yang disampaikan klien mulai dan saat pengkajian
sampai evaluasi asuhan keperawatan, karena isyarat nonverbal
menambah arti terhadap pesan verbal.
Morris (1977) dalam Liliweni (2004) membagi pesan non verbal sebagai
berikut:
a. Kinesik
Kinesik adalah pesan nonverbal yang diimplementasikan dalam
bentuk bahasa isyarat tubuh atau anggota tubuh. Perhatikan bahwa
dalam pengalihan informasi mengenai kesehatan, para penyuluh
10

tidak saja menggunakan kata-kata secara verbal, tetapi juga
memperkuat pesan-pesan itu dengan bahasa isyarat, misalnya untuk
mengatakan suatu penyakit yang berbahaya, obat yang mujarab, cara
memakai kondom, cara mengaduk obat, dan lain-lain.
b. Proksemik
Proksemik, yaitu bahasa nonverbal yang ditunjukkan oleh “ruang”
dan “jarak” antara individu dengan orang lain waktu berkomunikasi
atau antara individu dengan objek.
c. Haptik
Haptik seringkali disebut zero proxemics, artinya tidak ada lagi jarak
di antara dua orang waktu berkomunikasi. Atas dasar itu, maka ada
ahli komunikasi nonverbal yang mengatakan bahwa haptik itu sama
dengan menepuk-nepuk, meraba-raba, memegang, mengelus, dan
mencubit. Haptik mengindikasikan relasi antarorang yang sedang
berkomunikasi.
d. Paralinguistik
Paralinguistik meliputi setiap penggunaan suara sehingga dia
bermanfaat kalau kita hendak menginterprestasikan simbol verbal.
Sebagai contoh, orang-orang Muang Thai merupakan orang yang
rendah hati, mirip dengan orang Jawa yang tidak mengungkapkan
kemarahan dengan suara yang keras. Mengkritik orang lain biasanya
tidak diungkapkan secara langsung, tetapi dengan anekdot. Ini
berbeda dengan orang Batak dan Timor yang mengungkapkan segala
sesuatu dengan suara keras.
e. Artifak
Kita memahami artifak dalam komunikasi nonverbal dengan sebagai
benda material di sekitar kita. Sepeda motor, mobil, kulkas, pakaian,
televisi, komputer mungkin hanya sebuah benda. Namun, dalam
situasi sosial tertentu benda-benda itu memberikan pesan kepada
orang lain. Kita dapat menduga status sosial seseorang melalui
pakaian atau mobil yang mereka gunakan. Makin mahal mobil yang
mereka pakai, maka makin tinggi status sosial orang itu.
11

f. Logo dan Warna
Kreasi pan perancang untuk menciptakan logo dalam penyuluhan
merupakan karya komunikasi bisnis, tetapi model kerja ini juga
dapat ditiru dalam komunikasi kesehatan. Biasanya logo dirancang
untuk dijadikan simbol dari suatu karya organisasi atau produk,
terutama bagi organisasi swasta. Bentuk logo umumnya berukuran
kecil dengan pilihan bentuk, warna dan huruf yang mengandung visi
dan misi organisasi.
g. Tampilan Fisik Tubuh
Tampilan fisik dapat memberikan kesan atau pengaruh kepada lawan
bicara. Kita sering menilai seseorang mulai dari warna kulitnya, tipe
tubuh (atletis, kurus, ceking, bungkuk, gemuk, gendut, dan lain-lain).
Tipe tubuh itu merupakan cap atau warna yang kita berikan kepada
orang itu. Untuk itu, penampilan fisik seorang perawat haruslah
meyakinkan bagi klien agar klien dapat terpengaruhi untuk
mengetahui informasi, menikmati informasi, dan menyebarluaskan
informasi.
F. Fase-fase Hubungan Terapeutik
1. Orientasi (Orientation)
Pada fase ini, hubungan yang terjadi masih dangkal dan komunikasi yang
terjadi bersifat penggalian informasi antara perawat dan klien. Fase ini
dicirikan oleh lima kegiatan pokok, yaitu testing, building trust,
identification of problems and goals, clarification of roles, dan contract
formation.
2. Kerja (Working)
Pada fase ini, perawat dituntut untuk bekerja keras untuk memenuhi
tujuan yang telah ditetapkan pada fase orientasi. Bekerja sama dengan
klien untuk berdiskusi tentang masalah-masalah yang merintangi
pencapaian tujuan. Fase ini terdiri dari dua kegiatan pokok, yaitu
menyatukan proses komunikasi dengan tindakan perawatan dan
membangun suasana yang mendukung untuk proses perubahan.
12

3. Penyelesaian (Termination)
Pada fase ini, perawat mendorong klien untuk memberikan penilaian atas
tujuan yang telah dicapai agar menjadi suatu hal yang saling
menguntungkan dan memuaskan. Kegiatan pada fase ini adalah penilaian
pencapaian tujuan dan perpisahan (Arwani, 2003 : 61).
G. Unsur-unsur Komunikasi Terapeutik
Unsur-unsur yang terkandung dalam komunikasi terpeutik antara lain (Potter
dan Perry, 2010) :
1. Keramahan
Keramahan merupakan bagian dari komunikasi terpeutik. Keramahan
diberikan untuk memberikan kesan pertama yang menarik hati lawan
bicara.
2. Penggunaan Nama
Pengenalan diri merupakan suatu yang penting agar tidak menimbulkan
keraguan. Memanggil klien dengan nama akan menunjukkan
penghargaan diri terhadap klien itu sendiri.
3. Dapat Dipercaya
Orang yang dapat dipercaya adalah orang yang apabila membantu orang
lain tidak akan memberikan keraguan terhadap orang yang dibantunya.
Untuk itu seorang perawat harus menunjukkan kehangatan, konsistensi,
reliabilitas, kejujuran, kompetensi, dan rasa hormat.
4. Otonomi dan Tanggung Jawab
Seorang perawat harus mampu membuat pilihan sendiri dan berani untuk
mempertanggung jawabkan atas pilihan atau keputusan yang diberikan
(Townsend, 2003).
5. Asertif
Komunikasi asertif memungkinkan kita untuk mengekspresikan perasaan
dan pikiran tanpa menuduh atau melukai orang lain (Grover, 2005).
Sikap asertif akan memberikan kepercayaan diri sekaligus penghormatan
terhadap orang lain.
13

H. Teknik Komunikasi Terapeutik
1. Mendengar aktif
Adalah konsentrasi aktif dan persepsi terhadap pesan orang lain yang
menggunakan semua indra. Menurut Ellis (1994) mendengarkan orang
lain dengan penuh perhatian akan menunjukkan pada orang lain bahwa
apa yang dikatakannya adalah penting dan dia adalah orang yang penting.
Mendengarkan juga menunjukkan pesan “Anda bernilai untuk saya” dan
“Saya tertarik pada Anda”.
2. Mendengar pasif
Adalah kegiatan mendengar dengan kegiatan nonverbal untuk klien.
Misalnya, dengan kontak mata, menganggukkan kepala dan juga
keikutsertaan secara verbal, misalnya “uh huuh”, ‘mmhumm”, “yah”.
3. Penerimaan
Adalah mendukung dan menerima informasi dengan tingkah laku yang
menunjukkan ketertarikan dan tidak menilai. Penerimaan bukan berarti
persetujuan. Menunjukkan penerimaan berarti kesediaan mendengar
tanpa menunjukkan keraguan atau ketidaksetujuan.
Dikarenakan hal tersebut, perawat harus sadar terhadap ekspresi non
verbal. Perawat perlu menghindari memutar mata ke atas, menggeleng-
gelengkan kepala, memandang dengan muka masam pada saat
berinteraksi dengan klien.
Beberapa cara untuk menunjukkan penerimaan (Potter & Perry,1993) :
a. Mendengar tanpa memotong pembicaraan.
b. Menyediakan umpan balik yang menunjukkan pengertian.
c. Yakin bahwa tanda nonverbal sesuai dengan verbal.
d. Hindari mendebat, mengekspresikan keraguan atau usaha untuk
mengubah pikiran klien.
4. Klarifikasi
Klarifikasi sama dengan validasi, yaitu menanyakan pada klien apa yang
tidak dimengerti perawat terhadap situasi yang ada.
5. Focusing
14

Adalah kegiatan komunikasi yang dilakukan untuk membatasi area
diskusi sehingga percakapan menjadi lebih spesifik dan dimengerti.
6. Observasi
Observasi merupakan kegiatan mengamati klien, kegiatan ini dilakukan
sedemikian rupa sehingga klien tidak menjadi malu atau marah.
7. Menawarkan informasi
Menyediakan tambahan informasi dengan tujuan untuk mendapatkan
respon lebih lanjut. Keuntungan dari teknik ini adalah akan memfasilitasi
komunikasi, mendorong pendidikan kesehatan, dan memfasilitasi klien
untuk mengambil keputusan. Perawat sebaiknya menghindari pemberian
nasehat pada saat pemberian informasi.
8. Diam (memelihara ketenangan)
Diam dilakukan dengan tujuan untuk mengorganisir pemikiran,
memproses informasi, menunjukkan bahwa perawat bersedia untuk
menunggu respon.
9. Asertif
Kemampuan dengan cara meyakinkan dan nyaman mengekspresikan
pikiran dan perasaan diri dengan tetap menghargai hak orang lain.
Komunikasi asertif (Smith, 1992) :
a. Mampu menggunakan berbagai strategi komunikasi untuk
mengekspresikan pikiran dan perasaan diri dengan tertentu yang
secara terus menerus melindungi hak diri dan orang lain.
b. Memiliki perilaku yang positif mengenai komunikasi dengan jujur/
terus terang dan adil.
c. Merasa nyaman dalam mengontrol perasaan negatif, misalnya
cemas, tegang, malu, atau takut.
d. Merasa yakin bahwa kita dapat melakukan sendiri dengan jalan tetap
menghormati diri dan orang lain.
e. Menjaga hak diri dan orang lain sama pentingnya.
Tahap-tahap agar menjadi lebih asertif :
a. Menggunakan kata “tidak” sesuai kebutuhan
b. Mengkomunikasikan maksud dengan jelas
15

c. Mengembangkan kemampuan mendengar
d. Pengungkapan komunikasi disertai bahasa tubuh yang tepat
e. Meningkatkan kepercayaan diri dan gambaran diri
f. Menerima kritik dengan ramah
g. Belajar terus menerus
10. Menyimpulkan
a. Membawa poin-poin penting dari diskusi untuk meningkatkann
pemahaman.
b. Memberi kesempatan untuk mengklarifikasi komunikasi agar sama
dengan ide dalam pikiran (Varcarolis,1990).
11. Giving recognition (memberi pengakuan/ penghargaan)
Memberi penghargaan merupakan teknik untuk memberikan pengakuan
dan menandakan kesadaran (Schult & Videbeck,1998). Misalnya,
perawat : “Saya melihat Anda sudah bisa memakai baju dengan rapi hari
ini”, “Saya melihat Anda tampak segar dan bersih hari ini”.
12. Offering self (menawarkan diri)
Adalah menyediakan diri tanpa respon bersyarat atau respon yang
diharapkan (SchultVidebeck,1998). Misalnya, perawat : “Saya akan
duduk menemani Anda selama 15 menit.”
13. Offering general leads (memberi petunjuk umum)
Mendukung klien untuk meneruskan (Schult & Videbeck,1998).
Misalnya : “Dan kemudian?”, “Teruskan…”.
14. Giving broad opening (memberi pertanyaan terbuka)
Memberikan inisiatif pada klien, mendorong klien untuk menyeleksi
topik yang akan dibicarakan. Misalnya : “Darimana Anda akan mulai?”,
“Apa yang Anda pikirkan pagi ini?”.
Kegiatan ini akan bernilai apabila klien menunjukkan penerimaan dan
nilai dari inisiatif klien, dan akan menjadi nonterapeutik apabila perawat
mendominasi interaksi dan menolak respon klien.
15. Placing the time in time (menempatkan urutan/ waktu)
16

Melakukan klarifikasi antara waktu dan kejadian atau antara satu
kejadian dengan kejadian lain (Schult & Videbeck,1998). Misalnya :
“Hal itu terjadi sebelum atau sesudah?…Apa yang terjadi sebelumnya?”.
16. Encourage description of perception (mendukung deskripsi dari
persepsi)
Meminta pada klien mengungkapkan secara verbal apa yang dirasakan
atau diterima (Schult & Videbeck,1998). Misalnya : “Apa yang terjadi?
Ceritakan apa yang Anda alami?”
17. Encourage comparison (mendukung perbandingan)
Menanyakan pada klien mengenai kesamaan atau perbedaan (Schult &
Videbeck, 1998). Misalnya: “Apakah hal ini pernah terjadi sebelumnya?
Apakah hal ini mengingatkan Anda pada sesuatu hal?”
18. Restating (mengulang)
Pengulangan pikiran utama yang diekspresikan klien (Stuart & Sundeen,
1995). Misalnya: “Anda berkata bahwa ibu Anda meninggalkan Anda
saat Anda berumur 5 tahun”.
Teknik ini bernilai terapeutik karena menunjukkan bahwa perawat
mendengar dan melakukan validasi, mendukung klien dan memberikan
perhatian terhadap apa yang baru saja dikatakan klien. Teknik ini juga
bisa digunakan pada saat kita akan klarifikasi. Misalnya:
Klien: “Saya benci tempat ini. Saya tidak betah di sini!”
Perawat: “Anda tidak ingin ada di sini?”
19. Reflecting (refleksi)
Mengembalikan pikiran dan perasaan klien (Schult & Videbeck, 1998).
Mengembalikan ide, perasaan dan pertanyaan kepada klien (Stuart &
Sundeen, 1995). Digunakan pada saat klien menanyakan pada perawat
tentang penilaian atau persetujuan. Misalnya:
Klien: “Haruskah saya pulang akhir minggu ini?”
Perawat: “Menurut Anda, haruskah Anda pulang akhir minggu ini?”
20. Exploring (eksplorasi)
Mempelajari suatu topik lebih mendalam. Misalnya: “Ceritakan tentang
apa yang telah Anda gambarkan tadi”.
17

21. Presenting reality (menghadirkan realitas/ kenyataan)
Menyediakan informasi dengan perilaku yang tidak menilai. Misalnya:
“Saya tidak mendengar seorang pun bicara”, “Saya adalah yang merawat
Anda”, “Ini adalah rumah sakit”.
22. Voucing doubt (menyelipkan keraguan)
Menyelipkan persepsi perawat mengenai realitas. Misalnya: “Saya
melihat bahwa hal itu sulit untuk dipercaya.” Teknik ini digunakan pada
saat perawat ingin memberi petunjuk pada klien mengenai penjelasan
lain.
I. Komunikasi Terapeutik dalam Strategi Pelaksanaan Tindakan
Keperawatan Jiwa
Berkomunikasi dengan penderita gangguan jiwa membutuhkan sebuah
teknik khusus, ada beberapa hal yang membedakan berkomunikasi antara
orang gangguan jiwa dengan gangguan akibat penyakit fisik. Perbedaannya
adalah sebagai berikut.
1. Penderita gangguan jiwa cenderung mengalami gangguan konsep diri,
sedangkan penderita gangguan penyakit fisik masih memiliki konsep diri
yang wajar (kecuali klien dengan perubahan fisik, misalnya klien dengan
penyakit kulit, klien amputasi, klien pentakit terminal, dll).
2. Penderita gangguan jiwa cenderung asyik dengan dirinya sendiri,
sedangkan penderita penyakit fisik membutuhkan support dari orang lain.
3. Penderita gangguan jiwa cenderung sehat secara fisik, sedangkan
penderita penyakit fisik bisa saja jiwanya sehat tetapi bisa juga ikut
terganggu.
Sebenarnya ada banyak perbedaan, tetapi intinya bukan pada
mengungkap perbedaan antara penyakit jiwa dan penyakit fisik tetapi pada
metode komunikasinya. Komunikasi dengan penderita gangguan jiwa
membutuhkan sebuah dasar pengetahuan tentang ilmu komunikasi yang
benar. Ide yang mereka lontarkan terkadang melompat, fokus terhadap topik
bisa saja rendah, kemampuan menciptakan dan mengolah kata-kata bisa saja
kacau balau.
18

Ada beberapa trik yang dapat kita gunakan ketika harus berkomunikasi
dengan penderita gangguan jiwa:
1. Pada klien dengan halusinasi, perbanyaklah aktivitas komunikasi, baik
meminta klien berkomunikasi dengan klien lainnya maupun dengan
perawat. Klien halusinasi terkadang menikmati dunianya dan harus
sering harus dialihkan dengan aktivitas fisik.
2. Klien dengan harga diri rendah harus banyak diberikan reinforcement.
3. Klien yang menarik diri harus sering dilibatkan dalam aktivitas atau
kegiatan yang kelompok. Ajari dan contohkan cara berkenalan dan
berbincang dengan klien lain, beri penjelasan manfaat berhubungan
dengan orang lain dan akibatnya jika dia tidak mau berhubungan, dll.
4. Klien yang mengalami perilaku kekerasan, maka harus direduksi atau
ditenangkan dengan obat-obatan sebelum kita support dengan terapi-
terapi lain. Jika klien masih mudah mengamuk, maka perawat dan klien
lainnya dikhawatirkan bisa menjadi korban.
19

BAB III
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
JIWA
Berikut ini merupakan beberapa contoh penerapan komunikasi terapeutik
dalam strategi pelaksanaan tindakan keperawatan jiwa bagi klien yang mengalami
waham, risiko bunuh diri, defisit perawatan diri, perilaku kekerasan, isolasi sosial,
harga diri rendah, dan halusinasi.
SP Waham
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien
Data Obyektif :
Klien selalu mengucapkan kalimat yang sama berulang kali, isi
pembicaraan tidak sesuai dengan realita, mendominasi pembicaraan.
Data Subyektif :
Klien mengatakan, “Saya ini seorang bos”, “Saya orang kaya”, “Saya
punya banyak toko emas”.
2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan proses pikir : waham kebesaran.
SP-1
3. Tujuan Keperawatan
Tujuan umum :
Klien dapat berorientasi pada realita.
Tujuan khusus :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
b. Klien dapat mengidentifikasi kebutuhan yang tidak terpenuhi.
c. Klien dapat mengidentifikasi cara memenuhi kebutuhannya.
d. Klien dapat memasukkan jadwal terapi ke dalam jadwal kegiatannya.
4. Tindakan Keperawatan
a. Bina hubungan saling percaya.
b. Identifikasi kebutuhan yang tidak terpenuhi.
20

c. Bantu klien orientasi realita.
d. Bantu klien memenuhi kebutuhannya.
e. Anjurkan klien memasukkan terapi ke dalam jadwal kegiatannya.
A. STRATEGI KOMUNIKASI TERAPEUTIK
1. Orientasi
Salam terapeutik
“Selamat pagi, Bapak”
Memperkenalkan diri
“Perkenalkan, nama saya A. Bapak bisa memanggil
saya dengan Suster A. Hari ini saya yang akan
merawat Bapak mulai pukul 08.00-14.00. Siapa nama,
Bapak? Bapak senangnya dipanggil apa?”
Membuka pembicaraan dengan topik umum
“Bagaimana perasaan Bapak pagi ini? Bagaimana
tidurnya semalam? Kegiatan apa saja yang sudah
Bapak lakukan pagi ini?”
Evaluasi/ validasi kontrak (topik, waktu, tempat)
“Baiklah, Bapak I, bagaimana kalau sekarang kita
berbincang-bincang tentang bidang yang bapak sukai?
Pak, tujuan kita berbincang-bincang pagi ini agar kita
saling mengenal. Bagaimana, setuju, Pak? Baik kalau
begitu, bagaimana kalau kita sepakati waktu
berbincangnya dulu, Bapak ingin berapa lama kita
berbincang-bincang? Bagaimana kalau dari jam 11.00-
11.15, jadi ± 15 menit, bagaimana, Pak, setuju tidak?
Menurut Bapak, kita lebih baik berbincang di mana?”
2. Kerja
“Pak, sebelumnya saya ingin bertanya bagaimana awal
mula Bapak bisa berada di sini? Sudah berapa lama Bapak
tinggal di sini? Dengan siapa Bapak kesini? Apa yang
membuat Bapak bisa berada disini? Bapak tahu sekang
Bapak berada di mana? Benar, Pak, sekarang Bapak
21

berada di Rumah Sakit Jiwa CSR, Bapak sedang dirawat
untuk memulihkan kondisi Bapak. Sebelum Bapak berada
di sini, kegiatan apa yang sering Bapak lakukan di rumah?
Apa ada keinginan yang belum bisa Bapak penuhi? Coba
Bapak sebutkan keinginan Bapak sekarang! Bidang apa
yang Bapak sukai? Tadi Bapak bilang Bapak memiliki toko
emas, apakah Bapak suka dengan bisnis? Apa yang
membuat Bapak menyukai bisnis? Bagaimana dengan
politik? Mana yang bapak lebih sukai, politik atau bisnis?
Mengapa Bapak lebih menyukai itu? Bapak tahu tidak
sekarang Bapak ada dimana? Karena bapak sedang
berada di sini, apakah menurut Bapak, Bapak bisa
menjalankan bidang yang Bapak minati tersebut?
Bagaimana caranya?”
3. Terminasi
Evaluasi perasaan klien setelah berbincang-bincang
“Bagaimana perasaaan Bapak setelah kita berbincang-
bincang mengenai bidang bapak yang bapak sukai?”
Evaluasi isi materi yang sudah dibicarakan pada pertemuan ini
“Bisa Bapak sebutkan kembali bidang apa yang Bapak sukai beserta
alasannya?”
Tindak lanjut
“Oke, Pak, besok kita akan berbincang-bincang lagi
mengenai kemampuan yang Bapak miliki. Maka dari
itu, tolong dipersiapkan dan dipikirkan kembali kira-
kira kemampuan apa yang sudah Bapak miliki
sekarang ini dan yang dapat Bapak kembangkan di
kemudian hari, dikaitkan dengan bidang yang Bapak
minati tersebut”
Kontrak untuk pertemuan yang akan datang (topik, waktu,
tempat)
22

“Baiklah, Pak, saya rasa pertemuan pagi ini sudah
cukup, besok kita berbincang lagi. Bapak ingin jam
berapa berbincang-bincangnya? Bagaimana kalau jam
11.00-11.15? Bapak ingin berbincang-bincangnya di
mana? Bagaimana kalau di ruang makan? Setuju, Pak?
Oke, kalau begitu kita sepakat ya, Pak, besok
berbincang-bincang sesuai kesepakatan kita tadi?
Kalau begitu saya permisi dulu ya, Pak, sampai jumpa
besok. Selamat pagi!”
SP Risiko Bunuh Diri
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien
Data Obyektif:
a. Sering menangis
b. Sering melamun
c. Tidak mau berkomunikasi
d. Ekspresi wajah tampak sedih dan tidak berdaya
Data Subyektif:
a. Klien pernah mencoba meminum cairan kimia pemutih baju
b. Klien mengatakan ingin bunuh diri
c. Klien mengatakan kondisi jiwanya tidak karuan
2. Diagnosa Keperawatan
Risiko bunuh diri.
SP-2
3. Tujuan Keperawatan
Tujuan umum: Klien tetap berada dalam keadaan aman dan selamat.
Tujuan khusus:
a. Klien dapat mengetahui aspek positif yang dimiliki.
b. Klien dapat berpikir positif tentang dirinya.
23

c. Klien dapat mengetahui bahwa dirinya adalah individu berharga.
4. Tindakan Keperawatan
a. Identifikasi aspek positif yang dimiliki oleh klien.
b. Ajarkan cara berpikir yang positif terhadap klien.
c. Ajarkan kepada klien bahwa ia adalah individu yang berharga.
B. STRATEGI KOMUNIKASI TERAPEUTIK
1. Orientasi
Salam terapeutik
“Selamat siang, Mas B? Masih ingat dengan saya? Ya betul, saya
Suster R”
Memperkenalkan diri
“Siang ini saya bertugas untuk merawat Mas lagi mulai
pukul 14.00-19.00”
Membuka pembicaraan dengan topik umum
“Bagaimana keadaan Mas B siang ini? Ada yang ingin diceritakan
kepada saya?”
Evaluasi/ validasi kontrak (topik, waktu, tempat)
“Baiklah kalau tidak ada, seperti yang sudah kita sepakati kemarin,
bagaimana kalau kita mulai berbincang-bincang mengenai betapa
berharganya hidup itu? Mas B maunya kita berapa lama berbincang-
bincangnya? Bagaimana kalau 15 menit? Mas B setuju? Mas B
maunya di mana? Bagaimana kalau di taman saja?”
2. Kerja
“Mas B, dalam hidup Mas apa saja yang perlu Mas syukuri? Siapa saja
yang akan sedih dan rugi kalau Mas meninggal? Coba saya ingin tahu
dan ingin mendengar hal-hal apa saja yang baik dalam kehidupan Mas B?
Keadaan yang bagaimana yang dapat membuat Mas merasa puas? Iya,
saya lihat kehidupan Mas baik kok. Dan itu patut Mas syukuri. Coba Mas
B sebutkan lagi kegiatan apa saja yang masih dapat Mas lakukan selama
ini? Bagaimana kalau kita latih kemampuan Mas, setuju? Ya, baik sekali,
Mas”
3. Terminasi
24

Evaluasi perasaan klien setelah berbincang-bincang
“Bagaimana perasaan Mas B setelah kita berbincang-bincang?
Merasa sedikit lega?”
Evaluasi isi materi yang sudah dibicarakan pada pertemuan ini
“Coba Mas B ulangi lagi apa saja kegiatan yang baik dalam
kehidupan Mas? Wah, bagus sekali, Mas”
Tindak lanjut
“Mas B, tolong ingat dan ucapkan hal-hal yang baik dalam
kehidupan Mas jika terjadi dorongan mengakhiri kehidupan ya.
Bagus. Coba, ingat-ingat lagi hal-hal lain yang masih Mas miliki dan
perlu disyukuri!”
Kontrak untuk pertemuan yang akan datang (topik, waktu,
tempat)
“Besok jam 8 kita akan bahas tentang cara mengatasi masalah
dengan baik. Bagaimana, setuju, Mas? Tempatnya di mana? Baiklah.
Kalau ada perasaan-perasaan yang tidak terkendali segera hubungi
saya ya. Selamat siang!”
SP Defisit Perawatan Diri
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien
Data Obyektif:
a. Rambut kotor, acak-acakan
b. Badan (termasuk mulut dan gigi) dan pakaian kotor dan bau
c. Kuku panjang dan tidak terawatt
d. Klien tampak malas, tidak ada inisiatif
Data Subyektif:
a. Klien merasa lemah
b. Klien merasa malas untuk beraktivitas
c. Klien merasa tidak berdaya
2. Diagnosa Keperawatan
Defisit perawatan diri: personal hygiene, berhias, makan, dan eliminasi.
25

SP-1
3. Tujuan Keperawatan
Tujuan umum: Klien dapat meningkatkan minat dan motivasinya untuk
memperhatikan kebersihan diri.
Tujuan khusus:
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.
b. Klien dapat mengenal tentang pentingnya kebersihan diri.
c. Klien dapat melakukan kebersihan diri dengan bantuan perawat.
d. Klien dapat melakukan kebersihan perawatan diri secara mandiri.
e. Klien dapat mempertahankan kebersihan diri secara mandiri.
4. Tindakan Keperawatan
a. Latih klien cara perawatan kebersihan diri dengan cara:
1) Menjelaskan pentingnya menjaga akebersihan diri
2) Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri
3) Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri
4) Melatih klien mempraktikkan cara menjaga kebersihan diri
b. Bantu klien latihan berhias. Latihan berhias pada pria harus
dibedakan dengan wanita. Pada klien laki-laki, latihan meliputi
latihan berpakaian, menyisir rambut dan bercukur, sedangkan pada
klien perempuan latihan meliputi latihan berpakaian, menyisir
rambut dan berhias atau berdandan.
c. Latih klien makan secara mandiri dengan cara:
1) Menjelaskan cara mempersiapkan makan
2) Menjelaskan cara makan yang tertib
3) Menjelaskan cara merapikan peralatan makan setelah makan
4) Mempraktikkan cara makan yang baik
d. Ajarkan klien melakukan BAB/ BAK secara mandiri dengan cara:
1) Menjelaskan tempat BAB/ BAK yang sesuai
2) Menjelaskan cara membersihan diri setelah BAB/ BAK
3) Menjelaskan cara membersikan tempat BAB/ BAK
B. STRATEGI KOMUNIKASI TERAPEUTIK
1. Orientasi
26

Salam terapeutik
“Assalamu’alaikum. Selamat pagi, Ibu”
Memperkenalkan diri
“Boleh saya berkenalan dengan Ibu? Nama saya A. Ibu boleh
panggil saya Suster A. Saya mahasiswa keperawatan yang sedang
praktek di sini. Kalau boleh saya tahu, nama Ibu siapa? Senangnya
dipanggil dengan sebutan apa?”
Membuka pembicaraan dengan topik umum
”Bagaimana perasaan Ibu hari ini?”
Evaluasi/ validasi kontrak (topik, waktu, tempat)
“Apakah Ibu S tidak keberatan untuk mengobrol dengan saya?
Menurut Ibu sebaiknya kita ngobrol tentang apa? Bagaimana kalau
kita ngobrol tentang kebersihan diri? Berapa lama kira-kira bisa
ngobrol? Ibu maunya berapa menit? Bagaimana kalau 10 menit?
Bisa? Bagaimana kalau kita mengobrol di teras depan sana? Ibu
setuju?”
2. Kerja
“Ibu S, biasanya Ibu mandi berapa kali dalam sehari? Apakah hari ini Ibu
sudah mandi? Menurut Ibu apa kegunaan mandi? Apa alasan Ibu
sehingga tidak bisa merawat diri dengan bersih? Menurut Ibu, apa
manfaatnya kalau kita menjaga kebersihan diri? Kira-kira tanda-tanda
orang yang tidak merawat diri dengan baik seperti apa ya? Gatal, kulit
berminyak, mulut bau, kepala berketombe… Apa lagi? Kalau kita tidak
menjaga kebersihan diri, penyakit apa yang akan muncul? Betul, kudis,
panu, ketombe, dll… Apa lagi?”
“Apa yang Ibu lakukan untuk merawat rambut? Kapan saja Ibu keramas?
Pakai shampoo tidak? Berapa kali Ibu sikat gigi dalam sehari? Kapan
saja waktunya? Di mana biasanya Ibu BAB dan BAK? Setelahnya
disiram tidak? Berapa gayung air untuk menyiramnya? Menurut Ibu,
kalau mau mandi apa saja yang perlu dipersiapkan?”
“Nah, sekarang kita ke kamar mandi. Kita akan latihan cara menggosok
gigi dengan benar dan bersih hasilnya ya. Sekarang coba siapkan sikat
27

gigi Ibu. Ambil pasta gigi. Kumur-kumurlah. Lalu, sikat gigi dengan arah
dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas. Bagus. Sekarang kumur-
kumur lagi sampai bersih ya”
3. Terminasi
Evaluasi perasaan klien setelah berbincang-bincang
”Bagaimana perasaan Ibu setelah kita bercakap-cakap dan latihan
tentang perawatan diri tadi?”
Evaluasi isi materi yang sudah dibicarakan pada pertemuan ini
”Coba sebutkan lagi cara-cara mandi yang benar dan bersih seperti
yang Ibu sudah lakukan tadi? Bagus!”
Tindak lanjut
“Nah, Ibu mau sikat gigi berapa kali dalam sehari? Oke, mari kita
masukkan ke dalam jadwal aktivitas harian ya, Bu?”
Kontrak untuk pertemuan yang akan datang (topik, waktu,
tempat)
”Ibu S, bagaimana kalau besok pagi kita ketemu lagi jam 07.30. Kita
akan mengobrol selama 20 menit untuk latihan menjaga kebersihan
badan dan rambut juga mengganti pakaian. Bagaimana, Ibu setuju?
Mau bertemu di mana nanti? Di sini lagi? Baiklah, sampai ketemu
besok ya, Bu. Selamat pagi. Assalamu’alaikum”
SP Perilaku Kekerasan
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien
Data Obyektif :
a. Klien tampak tegang saat bercerita
b. Pembicaraan klien kasar jika dia menceritakan amarahnya
c. Mata melotot, pandangan tajam
d. Mengancam secara verbal dan fisik
e. Nada suara tinggi
f. Tangan mengepal
g. Berteriak/ menjerit
28

h. Memukul
Data Subyektif :
a. Klien mengatakan pernah melakukan tindak kekerasan.
b. Klien mengatakan merasa orang lain mengancam.
c. Klien mengatakan orang lain jahat.
2. Diagnosa Keperawatan
Risiko tinggi merusak lingkungan dan orang sekitar b.d. perilaku
kekerasan.
SP-1
3. Tujuan Keperawatan
Tujuan umum :
Klien dapat mengontrol atau mencegah perilaku kekerasan baik secara
fisik, sosial atau verbal, spiritual, dan terapi psikoformatika.
Tujuan khusus :
e. Klien dapat membina hubungan saling percaya
f. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan
g. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
h. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang dapat
dilakukan
i. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan
j. Klien dapat menyebutkan cara mengontrol perilaku kekerasan
k. Klien dapat mempraktikkan cara mengontrol perilaku kekerasan
l. Klien dapat memasukkan latihan ke dalam jadwal kegiatan harian.
4. Tindakan Keperawatan
a. Bina hubungan saling percaya.
b. Bantu klien untuk mengungkapkan perasaan marahnya.
c. Bantu klien mengungkapkan tanda-tanda perilaku kekerasan yang
dialaminya.
d. Diskusikan dengan klien perilaku kekerasan yang dilakukan selama
ini.
e. Diskusikan dengan klien akibat negatif (kerugian) cara yang
dilakukan pada :
29

1) Diri sendiri
2) Orang lain/keluarga
3) Lingkungan
f. Diskusikan bersama klien cara mengontrol perilaku kekerasan.
g. Diskusikan bersama klien tentang cara mengontrol fisik dan bantu
klien dalam mempraktikkan latihannya.
h. Anjurkan klien untuk memasukkan kegiatan di dalam jadwal
kegiatan hariannya.
B. STRATEGI KOMUNIKASI TERAPEUTIK
1. Orientasi
Salam terapeutik
“Assalamu’alaikum. Selamat pagi.”
Memperkenalkan diri
“ Perkenalkan, Mbak, nama saya S. Mbak bisa panggil saya Suster S.
Mbak namanya siapa? Biasanya dipanggil apa?”
Membuka pembicaraan dengan topik umum
“Bagaimana perasaan Mbak pagi hari ini?”
Evaluasi/ validasi kontrak (topik, waktu, tempat)
Topik: “Baiklah Mbak D, saat ini kita akan membahas tentang
penyebab Mbak marah dan mengontrol rasa marah secara fisik”
Waktu: “ Mbak D ingin berapa lama kita berbincang-bincang?”
Tempat: “Di mana tempat yang Mbak D inginkan untuk kita
berbincang-bincang?”
2. Kerja
a. Identifikasi penyebab perilaku kekerasan
“Apa yang menyebabkan Mbak D marah?”
b. Identifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan
“Saat Mbak D sedang marah, apa yang akan Mbak rasakan? Apakah
dada Mbak berdebar-debar lebih kencang? Atau mata melotot?”
c. Identifikasi perilaku kekerasan yang dilakukan
“ Saat Mbak D marah, apa yang Mbak lakukan?”
d. Identifikasi akibat risiko tinggi perilaku kekerasan
30

“Apakah dengan cara itu marah/ kesal Mbak dapat terselesaikan?”,
“Ya tentu tidak, apa kerugian yang Mbak D alami?”, “Betul, Mbak
jadi masuk ke ruang isolasi”
e. Menyebutkan cara mengontrol risiko tinggi perilaku kekerasan
“Pertama, mari kita coba melakukan latihan tarik napas dalam.
Sekarang Mbak D bisa berdiri atau duduk rileks, lalu tarik napas
dalam dari hidung tahan sebentar, lalu keluarkan perlahan-lahan
melalui mulut. Ini dilakukan sebanyak 5 kali ya Mbak?”
f. Membantu klien mempraktikkan cara latihan cara mengontrol fisik
“Sekarang coba Mbak lakukan bagaimana latihan napas dalam?
Pertama tarik napas melalui hidung, ya seperti itu Mbak bagus,
kemudian hembuskan melalui mulut. Ini dilakukan selama 5 kali ya
Mbak. Ayo sekarang lakukan kembali, tarik napas dalam-dalam
melalui hidung, Mbak D rasakan betapa sejuknya udara bersih yang
masuk ke paru-paru kita, kemudian hembuskan pelan-pelan melalui
mulut, ya seperti itu Mbak, bagus..”
g. Membantu klien memasukkan kegiatan sehari-hari
“Nah, Mbak D, tadi telah melakukan latihan teknik relaksasi napas
dalam, bagaimana kalau latihan ini kita jadikan jadwal kegiatan
sehari-hari Mbak?”, “Baik, kita masukkan ya ke jadwal kegiatan
sehari-hari Mbak?”, “Kapan waktu yang Mba; D inginkan untuk
melakukan latihan ini? Bagaimana kalau setiap jam 09.00 pagi?”
3. Terminasi
Evaluasi perasaan klien setelah berbincang-bincang
“Bagaimana perasaan Mbak setelah melakukan latihan teknik
relaksasi napas dalam tadi?”
Evaluasi isi materi yang sudah dibicarakan pada pertemuan ini
“Kelihatannya Mbak terlihat sudah lebih rileks. Kalau begitu coba
Mbak praktikkan lagi latihan teknik napas dalam yang saya ajarkan
tadi”
Tindak lanjut
31

“Ya bagus, Mbak. Mbak telah bisa melakukannya dengan baik.
Besok kita akan bertemu kembali untuk mengajarkan Mbak D teknik
relaksasi lain yang dapat membantu mengontrol rasa marah Mbak.
Tapi sebelumnya Mbak D harus bisa mengatasi rasa marah Mbak
dengan teknik relaksasi napas dalam yang telah saya ajarkan tadi”
Kontrak untuk pertemuan yang akan datang (topik, waktu,
tempat)
“Baik Mbak D, kita sudah selesai berbincang-bincangnya. Besok
saya akan menemui Mbak kembali untuk melihat perkembangan
kondisi Mbak D dan mengajarkan teknik relaksasi yang lain. Mbak
D mau jam berapa kita ketemu? Baik jam 09.00 ya Mbak, sesuai
kesepakatan kita. Tempatnya di sini ya, Mbak? Sampai jumpa besok.
Assalamu’alaikum”
SP Isolasi Sosial
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien
Data Obyektif:
a. Klien tampak sering murung dan menyendiri
b. Kontak mata kurang
Data Subyektif:
Klien mengatakan bahwa tidak ada gunanya lagi ia berinteraksi dengan
orang lain. Ia hanya ingin hidup sendiri saja.
2. Diagnosa Keperawatan
Isolasi sosial b.d. sistem pendukung yang tidak adekuat.
SP-1
3. Tujuan Keperawatan
Tujuan umum: Klien dapat melakukan hubungan social secara bertahap.
Tujuan khusus:
a. Klien mampu membina hubungan saling percaya pada
perawat.
b. Klien mampu mengenal penyebab menarik diri.
32

c. Klien mampu mengenal keuntungan berhubungan dan
kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
d. Klien mampu berkenalan dengan orang lain.
e. Klien mampu memasukkan ke dalam jadwal kegiatan hariannya.
4. Tindakan Keperawatan
a. Bina hubungan saling percaya.
b. Bantu klien mengenal penyebab menarik diri.
c. Bantu klien mengenal keuntungan berhubungan dan kerugian tidak
berhubungan dengan orang lain.
d. Kaji kemampuan klien membuna hubungan dengan orang lain.
e. Ajarkan klien berkenalan dengan orang lain.
f. Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai.
g. Diskusikan jadwal harian yang dapat dilakukan bersama klien dalam
mengisi waktu.
B. STRATEGI KOMUNIKASI TERAPEUTIK
1. Orientasi
Salam terapeutik
“Selamat pagi, Mbak”
Memperkenalkan diri
Perkenalkan, saya Perawat B. Saya yang akan
membantu dan merawat Mbak hari ini. Nama Mbak
siapa? Biasanya dipanggil apa? Kalau butuh bantuan,
Mbak dapat menghubungi saya”
Membuka pembicaraan dengan topik umum
“Bagaimana perasaan Mbak saat ini? Apakah ada keluhan? Semalam
bisa tidur nyenyak? Obatnya sudah diminum?”
Evaluasi/ validasi kontrak (topik, waktu, tempat)
“Mbak R, bagaimana kalau pagi ini kita mengobrol tentang keluarga
dan teman-teman Mbak? Mbak mau berapa lama bercakap-cakap?
Bagaimana kalau 10 menit. Mbak R mau bercakap-cakap di mana?
Bagaimana kalau ruangan ini?”
2. Kerja
33

“Siapa saja yang tinggal serumah dengan Mbak? Siapa yang paling dekat
dengan Mbak? Siapa yang jarang bercakap-cakap dengan Mbak? Apa
yang membuat Mbak jarang bercakap-cakap dengannya? Selama dirawat
di sini, apakah Mbak merasa kesepian? Siapa saja yang Mbak kenal di
ruangan ini? Kegiatan apa saja yang biasa Mbak lakukan dengan teman
yang Mbak kenal? Apa yang menghambat Mbak dalam berteman dan
bercakap-cakap dengan klien lain?”
”Menurut Mbak R, apa saja keuntungan kalau kita mempunyai teman?
Wah benar, ada teman bercakap-cakap. Apa lagi? (sampai klien
menyebutkannya). Nah, kalau kerugiannya tidak mempunyai teman apa
ya? Ya, apa lagi? (sampai klien menyebutkan beberapa). Jadi banyak
juga ruginya tidak mempunyai teman ya? Kalau begitu, apakah Mbak R
ingin belajar untuk mengenal orang lain?”
”Bagus, bagaimana kalau sekarang kita belajar berkenalan dengan orang
lain? Begini Mbak, untuk berkenalan dengan orang lain kita sebutkan
dulu nama kita, nama panggilan yang kita sukai, asal dan hobi kita.
Contoh: ‘Nama saya X, panggil saya X. Asal saya dari Bandung dan hobi
saya memasak’. Selanjutnya Mbak menanyakan nama orang yang diajak
berkenalan. Contohnya begini: ‘Nama Ibu siapa? Senang dipanggil
siapa? Asalnya dari mana/ hobinya apa?’.
“Ayo Mbak dicoba! Misalnya saya belum kenal dengan Mbak. Coba
berkenalan dengan saya! Ya, bagus sekali! Coba sekali lagi! Bagus
sekali!”
3. Terminasi
Evaluasi perasaan klien setelah berbincang-bincang
“Bagaimana perasaan Mbak R setelah kita berbincang-bincang dan
latihan berkenalan tadi?”
Evaluasi isi materi yang sudah dibicarakan pada pertemuan ini
“Selanjutnya coba Mbak ingat-ingat lagi cara
berkenalan dengan orang lain seperti yang telah kita
pelajari tadi dan coba dipraktikkan dengan saya lagi”
Tindak lanjut
34

“Baik Mbak R, bagaimana kalau Mbak latihan berkenalan dengan
salah seorang teman Mbak yang ada di ruangan? Mbak R mau
berkenalan dengan siapa? Nanti kalau ada kesulitan kita bicarakan
lagi”
Kontrak untuk pertemuan yang akan datang (topik, waktu,
tempat)
“Mbak R, kita cukupkan dulu pertemuan kita pagi ini. Besok kita
ketemu lagi untuk melatih Mbak berkenalan dengan banyak orang.
Saya akan membawa salah seorang teman saya, Perawat Y.
Bagaimana, Mbak siap? Oke, mau ketemu lagi jam berapa?
Bagaimana kalau jam 11.00? Mbak R mau bercakap-cakap di mana?
Bagaimana kalau di ruang makan lagi? Baik, sampai ketemu besok
ya, Mbak”
SP Harga Diri Rendah
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien
Data Obyektif:
a. Klien tampak tidak mau bergabung dengan orang-orang sekitarnya.
b. Inisiatif diri klien kurang.
Data Subyektif:
a. Klien merasa malu bertemu dengan orang lain.
b. Klien sering mengeluh merasa tidak berdaya ketika melakukan suatu
aktivitas.
2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan konsep diri: harga diri rendah.
SP-1
3. Tujuan Keperawatan
Tujuan umum: Klien dapat mengembalikan kembali harga dirinya.
Tujuan khusus:
a. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki klien.
35

b. Klien dapat menilai kemampuan klien yang dapat digunakan.
c. Klien dapat memilih kegiatan yang akan dilatih sesuai dengan
kemampuan klien.
d. Klien dapat berlatih sesuai dengan kemampuan yang dipilih.
e. Klien dapat pujian yang wajar terhadap keberhasilan yang dicapai.
f. Klien dapat memasukkan kegiatannya ke dalam jadwal harian klien.
4. Tindakan Keperawatan
a. Identifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
b. Bantu klien menilai kemampuan klien yang dapat digunakan.
c. Bantu klien memilih kegiatan yang akan dilatih sesuai dengan
kemampuan klien.
d. Latih klien sesuai kemampuan yang dipilih.
e. Berikan pujian yang wajar terhadap keberhasilan klien.
f. Anjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan.
B. STRATEGI KOMUNIKASI TERAPEUTIK
1. Orientasi
Salam terapeutik
“Selamat pagi, Ibu R”
Memperkenalkan diri
“Saya Suster Am. Hari ini saya yang akan menemani Ibu”
Membuka pembicaraan dengan topik umum
”Apa yang Ibu rasakan sekarang? Bagaimana tidur Ibu semalam?”
Evaluasi/ validasi kontrak (topik, waktu, tempat)
”Ibu, hari ini kita akan ngobrol-ngobrol. Bagaimana kalau kita
ngobrol tentang kegiatan yang ibu sukai? Kita ngobrol selama 15
menit saja, bagaimana, Ibu bisa? Tempatnya Ibu mau di mana?”
2. Kerja
”Bu R, kegiatan apa yang Ibu senangi? Apa Ibu suka memasak dan
merapikan tanaman? Ya, bagus sekali kegiatannya. Selain itu ada lagi
tidak? Ayo coba ibu ingat-ingat lagi”
”Nah, kegiatan itu bisa dilakukan di sini lho. Nyapu, olahraga, dan nyuci
piring bisa lho”
36

”Ayo, kita coba sekarang nyapu ya. Iya, bagus sekali ibu. Ibu bisa
melakukannya dengan baik”
”Sekarang, kita buat lagi jadwal kegiatan yang baru. Kita masukkan ke
jadwal kegiatan sehari-hari Ibu yuk”
3. Terminasi
Evaluasi perasaan klien setelah berbincang-bincang
”Bagaimana perasaan Ibu setelah ngobrol-ngobrol tadi?”
Evaluasi isi materi yang sudah dibicarakan pada pertemuan ini
”Bu tadi kita sudah bicara banyak tentang kegiatan yang disukai Ibu.
Bisa Ibu sebutkan lagi?”
Tindak lanjut
”Nah, Ibu bisa melakukan semua kegiatan ini sesuai dengan jadwal
yang kita susun tadi. Suster akan liat ya”
Kontrak untuk pertemuan yang akan datang (topik, waktu,
tempat)
”Bagaimana kalau nanti kita ketemu lagi seperti ini? Kita latihan
merapikan tanaman ya. Kita akan ketemu lagi jam setengah 2 ya.
Kita ketemuan di taman saja bagaimana, Bu? Baik, sampai jumpa
nanti”
SP Halusinasi
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien
Data Obyektif:
a. Klien tampak tenang, kontak mata kurang
b. Klien tampak sering bernyanyi sendiri
Data Subyektif:
Klien merasa sering mendengar suara-suara yang ingin
melamarnya. Suara itu kadang-kadang membuat klien
sangat takut.
2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran.
37

SP-1
3. Tujuan Keperawatan
Tujuan umum: Klien dapat mengendalikan halusinasinya.
Tujuan khusus:
a. Klien mampu menyebutkan isi, waktu, frekuensi,
situasi pencetus, dan perasaan.
b. Klien mampu memperagakan cara mengontrol
halusinasinya dengan menghardik.
4. Tindakan Keperawatan
a. Identifikasi jenis halusinasi.
b. Identifikasi isi halusinasi.
c. Identifikasi waktu halusinasi.
d. Identifikasi frekuensi halusinasi.
e. Identifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi.
f. Identifikasi respon klien terhadap halusinasi.
g. Ajarkan klien menghardik halusinasi.
h. Masukkan cara menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan.
B. STRATEGI KOMUNIKASI TERAPEUTIK
1. Orientasi
Salam terapeutik
“Assalamu’alaikum, Mbak I”
Memperkenalkan diri
Mbak I masih ingat dengan saya? Ayo, siapa coba nama
saya? Iya, betul sekali, saya Perawat L yang sedang
praktik di sini”
Membuka pembicaraan dengan topik umum
“Bagaimana perasaan Mbak I hari ini? Oh iya, tadi pagi
Mbak I bangun jam berapa? Kemudian sudah
melakukan apa saja pagi ini? Apa Mbak I sudah
mandi?”
Evaluasi/ validasi kontrak (topik, waktu, tempat)
38

“Mbak I masih ingat apa yang kemarin kita bicarakan?
Hari ini kita mau berbincang-bincang tentang apa? Ya
betul, hari ini kita akan bercakap-cakap tentang suara
yang Mbak I rasakan dan cara mengontrolnya dengan
menghardik. Mbak I masih ingat kemarin kita mau
bicara di mana dan berapa lama? Mbak lupa yah? Hari
ini kita akan berbincang-bincang di teras, waktunya
tidak lama hanya sekitar 15 menit. Bagaimana Mbak I
sudah siap?”
2. Kerja
“Apakah Mbak I mendengar suara tanpa ada wujudnya? Apa yang
dikatakan suara itu? Apakah terus-menerus terdengar atau sewaktu-
waktu? Kapan yang paling sering Mbak I dengar? Berapa kali sehari
Mbak alami? Pada keadaan apa suara itu terdengar? Apakah pada waktu
sendiri?”
“Apa yang Mbak I rasakan pada saat mendengar suara itu? Apa yang
Mbak lakukan saat mendengar suara itu? Apakah dengan cara itu suara-
suara itu hilang? Bagaimana kalau kita belajar cara-cara untuk mencegah
suara-suara itu muncul?”
“Mbak I, ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul.
Pertama, dengan menghardik suara tersebut. Kedua, dengan cara
bercakap-cakap dengan orang lain. Ketiga, melakukan kegiatan yang
sudah terjadwal, dan yang keempat minum obat dengan teratur”
“Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik?
Caranya sebagai berikut: saat suara-suara itu muncul, langsung Mbak
bilang, ‘Pergi! Saya tidak mau dengar! Saya tidak mau dengar! Kamu
suara palsu!’. Begitu diulang-ulang sampai suara itu tak terdengar lagi.
Coba Mbak peragakan! Nah begitu, bagus! Coba lagi! Ya bagus, Mbak
sudah bisa”
3. Terminasi
Evaluasi perasaan klien setelah berbincang-bincang
39

“Bagaimana perasaan Mbak setelah peragaan latihan
tadi?”
Evaluasi isi materi yang sudah dibicarakan pada pertemuan ini
“Coba Mbak I ulangi lagi apa yang sudah kita pelajari
hari ini? Iya bagus, Mbak”
Tindak lanjut
“Kalau suara-suara itu muncul lagi, silahkan coba cara
tersebut! Terus berlatih ya, Mbak, walaupun saya
sedang tidak ada. Bagaimana kalau kita buat jadwal
latihannya? Mau jam berapa saja latihannya?”
Kontrak untuk pertemuan yang akan datang (topik, waktu,
tempat)
“Baiklah, Mbak, besok kita akan bertemu untuk belajar
dan melatih cara kedua, yaitu mengontrol halusinasi
dengan becakap-cakap dengan orang lain. Mbak I mau
dimana tempatnya? Jam berapa Mbak bisanya?
Bagaimana kalau jam 10.00? Waktunya hanya 15
menit saja. Baiklah, sampai jumpa. Assalamu’alaikum”
BAB IV
PENUTUP
Pada kenyataanya, perawat di samping kodratnya sebagai makhluk individu
dan mahluk sosial, perawat juga merupakan makhluk profesi yang memerlukan
skill di bidangnya, khususnya di bidang keperawatan. Perawat harus mampu
menjalankan segala tahapan dalam komunikasi terapeutik yang meliputi tahap
awal, lanjutan, dan terminasi.
Kemampuan menerapkan teknik komunikasi terapeutik memerlukan latihan
dan kepekaan serta ketajaman perasaan karena komunikasi terjadi tidak dalam
kemampuan tetapi dalam dimensi nilai, waktu dan ruang yang turut
40

mempengaruhi keberhasilan komunikasi yang terlihat melalui dampak
terapeutiknya bagi klien dan juga kepuasan bagi perawat.
Komunikasi juga akan memberikan dampak terapeutik bila dalam
penggunaannya diperhatikan sikap dan teknik komunikasi terapeutik. Hal lain
yang cukup penting diperhatikan adalah dimensi hubungan. Dimensi ini
merupakan faktor penunjang yang sangat berpengaruh dalam mengembangkan
kemampuan berhubungan terapeutik.
DAFTAR PUSTAKA
Mundakir. 2006. Komunikasi Keperawatan Aplikasi dalam Pelayanan. Jakarta :
Graha Ilmu.
Potter, P.A & Perry, A.G. 1993. Fundamental of Nursing Concepts, Process and
Practice. Third edition. St.Louis: Mosby Year Book.
Purwanto ,Heri. 1994. Komunikasi untuk Perawat. Jakarta : EGC.
Stuart, G.W & Sundeen S.J. 1995. Pocket guide to Psychiatric Nursing. Third
edition. St.Louis: Mosby Year Book.
Suryani. 2005. Komunikasi Terapeutik Teori Dan Praktik. Jakarta : EGC.
41

http://b3900k.blogspot.com/2012/01/gambaran-kasus-dan-sp-strategi.html#.UKYqwmfT5hU, diakses pada 16 November 2012 pukul 19.01
http://eprints.undip.ac.id/17835/1/3744.pdf
http://amyededio.blogspot.com/2011/05/1.html, diakses pada 16 November 2012 pukul 19.03
http://chelsyarachel.blogspot.com/2012/02/contoh-sp-keperawatan-jiwa.html, diakses pada 16 November 2012 pukul 19.07
http://asuhankeperawatanonline.blogspot.com/2012/03/strategi-pelaksanaan-tidakan.html, diakses pada 16 November 2012 pukul 19.10
42