MAKALAH KOMUNIKASI

34
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Di Indonesia ada berbagai macam profesi dalam kesehatan. Profesi tersebut juga mengakibatkan banyaknya institusi kesehatan, diantaranya dokter, bidan, ahli gizi, kesehatan masyarakat, radiologi, teknobiomedik, farmasi, analis kesehatan, dan perawat. Semua profesi tadi diwajibkan salaing bekerjasama dalam menjalankan profesionalitas profesinya masing-masing. Perawat merupakan satu dari banyaknya profesi kesehatan yang ada. Semua profesi kesehatan yang ada tentu memiliki visi yang sama yakni terwujudnya pelayanan kesehatan yang prima. Namun, dalam pelaksanaannya perawat tidak sendirian. Perawat ditemani oleh dokter, analis kesehatan, tim kesehatan masyarakat, analis kesehatan, ahli gizi, radiologi dan lainnya. Kolaborasi pendidikan dan praktik antar profesi kesehatan tentunya sangat dibutuhkan. Semua jenis profesi harus mempunyai keinginan untuk berkolaborasi. Perawat, bidan, dokter, dan semua profesi lain merencanakan dan mengaplikasikan ilmu yang diperolehnya di bangku pelajar. Ketergantungan antar profesi pun dapat tetap ada asalakan dalam batas-batas lingkup praktek yang sesuai dengan aturan yang ada. 1

description

vuyujtjytytwavchjyutjuygb

Transcript of MAKALAH KOMUNIKASI

Page 1: MAKALAH KOMUNIKASI

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di Indonesia ada berbagai macam profesi dalam kesehatan. Profesi

tersebut juga mengakibatkan banyaknya institusi kesehatan, diantaranya dokter,

bidan, ahli gizi, kesehatan masyarakat, radiologi, teknobiomedik, farmasi, analis

kesehatan, dan perawat. Semua profesi tadi diwajibkan salaing bekerjasama dalam

menjalankan profesionalitas profesinya masing-masing. Perawat merupakan satu

dari banyaknya profesi kesehatan yang ada. Semua profesi kesehatan yang ada

tentu memiliki visi yang sama yakni terwujudnya pelayanan kesehatan yang

prima. Namun, dalam pelaksanaannya perawat tidak sendirian. Perawat ditemani

oleh dokter, analis kesehatan, tim kesehatan masyarakat, analis kesehatan, ahli

gizi, radiologi dan lainnya. Kolaborasi pendidikan dan praktik antar profesi

kesehatan tentunya sangat dibutuhkan. Semua jenis profesi harus mempunyai

keinginan untuk berkolaborasi. Perawat, bidan, dokter, dan semua profesi lain

merencanakan dan mengaplikasikan ilmu yang diperolehnya di bangku pelajar.

Ketergantungan antar profesi pun dapat tetap ada asalakan dalam batas-batas

lingkup praktek yang sesuai dengan aturan yang ada.

Tim pelayanan kesehatan interdisiplin merupakan sekolompok profesional

yang mempunyai aturan yang jelas, tujuan umum dan berbeda keahlian. Tim akan

berfungsi baik jika terjadi adanya konstribusi dari anggota tim dalam memberikan

pelayanan kesehatan terbaik. Anggota tim kesehatan meliputi : pasien, perawat,

dokter, fisioterapi, pekerja sosial, ahli gizi, manager, dan apoteker. Oleh karena

itu, tim kolaborasi hendaknya memiliki komunikasi yang efektif, bertanggung

jawab dan saling menghargai antar sesama anggota tim. Proses sinergi dan

pemahaman antar profesi dapat dibangun sejak calon-calon tenga professional ini

duduk dibangku kuliah. Melakukan aktifitas bersama untuk menyelesaikan suatu

masalah yang dapat dilihat dari berbagai macam perspektif profesi akan

meningkatkan kesadaran diri tentang keterbatasan profesi, meningkatkan

pemahaman arti pentingya kerja tim profesi dan pada akhirnya memunculkan

perasaan penghargaan antar anggota tim kesehatan. Saat ini peraturan yang jelas

1

Page 2: MAKALAH KOMUNIKASI

tertulis hanyalah rumah sakit pendidikan untuk dokter dan dokter gigi, sementara

profesi lain tidak diatur. Pertanyaanya adalah, apakah akan tercipta generasi

dokter yang baik jika tenaga kesehatan lain di dalam rumah sakit tidak diatur

untuk menciptakan sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang lebih baik,

Siapakah yang bisa dijadikan contoh peran kolaborasi professional dalam

melayani pasien, Bila dokter memiliki keunggulan dalam menegakan diagnosa

penyakit, bukankah farmasi lebih tahu tentang pilihan obat yang paling tepat,

Bukankah perawat yang lebih tahu tentang respon akibat penyakit dan

pengobatanya.

1.2 Tujuan Penulisan

Setelah penulisan makalah ini mahasiswa memahami komunikasi perawat

profesi kesehatan lainnya.

2

Page 3: MAKALAH KOMUNIKASI

BAB II

ISI

2.1 Kolaborasi Dalam Profesi Kesehatan

Kolaborasi merupakan istilah umum yang sering digunakan untuk

menggambarkan suatu hubungan kerja sama yang dilakukan pihak tertentu.

Sekian banyak pengertian dikemukakan dengan sudut pandang beragam namun

didasari prinsip yang sama yaitu mengenai kebersamaan, kerja sama, berbagi

tugas, kesetaraan, tanggung jawab dan tanggung gugat. Namun demikian

kolaborasi sulit didefinisikan untuk menggambarkan apa yang sebenarnya yang

menjadi esensi dari kegiatan ini. Seperti yang dikemukakan National Joint

Practice Commision (1977) yang dikutip Siegler dan Whitney (2000) bahwa tidak

ada definisi yang mampu menjelaskan sekian ragam variasi dan kompleknya

kolaborasi dalam kontek perawatan kesehatan.

Berdasarkan kamus Heritage Amerika (2000), kolaborasi adalah bekerja

bersama khususnya dalam usaha penggambungkan pemikiran. Hal ini sesuai

dengan apa yang dikemukanan oleh Gray (1989) menggambarkan bahwa

kolaborasi sebagai suatu proses berfikir dimana pihak yang terklibat memandang

aspek-aspek perbedaan dari suatu masalah serta menemukan solusi dari perbedaan

tersebut dan keterbatasan padangan mereka terhadap apa yang dapat dilakukan.

Proses sinergi dan pemahaman antar profesi dapat dibangun sejak calon-

calon tenaga professional ini duduk dibangku kuliah. Melakukan aktifitas bersama

untuk menyelesaikan suatu masalah yang dapat dilihat dari berbagai macam

perspektif profesi akan meningkatkan kesadaran diri tentang keterbatasan profesi,

meningkatkan pemahaman arti pentingya kerja tim profesi dan pada akhirnya

memunculkan perasaan penghargaan antar anggota tim kesehatan. Saat ini

peraturan yang jelas tertulis hanyalah rumah sakit pendidikan untuk dokter dan

dokter gigi, sementara profesi lain tidak diatur. Pertanyaanya adalah, apakah akan

tercipta generasi dokter yang baik jika tenaga kesehatan lain di dalam rumah sakit

tidak diatur untuk menciptakan sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang

lebih baik, siapakah yang bisa dijadikan contoh peran kolaborasi professional

dalam melayani pasien. Bila dokter memiliki keunggulan dalam menegakan

diagnosa penyakit, bukankah farmasi lebih tahu tentang pilihan obat yang paling

3

Page 4: MAKALAH KOMUNIKASI

tepat, Bukankah perawat yang lebih tahu tentang respon akibat penyakit dan

pengobatanya.

Ronde bersama di rumah sakit, diskusi kasus dan pengelolaan kasus

bersama akan sangat bermanfaat bukan hanya untuk profesi atau mahasiswa

kesehatan namun juga untuk pasien. Dengan kerjasama, duplikasi pemeriksaan

dan wawancara serta duplikasi tindakan akan dapat dihindarkan. Melalui kerja

tim, pemeriksaan dan tindakan serta monitoring data penting tidak akan

terlewatkan. Dari kegiatan ini calon-calon profesioanal tahu bagaimana

menjadikan pelayanan yang efektif dan efisien yang berfokus pada kebutuhan

pasien. Kebutuhan pembelajaran dilakukan tetap dalam koridor beneficiency dan

non maleficiency.

Setiap profesi tenaga kesehatan memiliki keunggulan yang tidak bisa

digantikan oleh profesi lain. Namun dalam beberapa area, setiap profesi memiliki

kemiripan dan kedekatan hubungan yang luar biasa yang sering dikenal sebagai

area abu-abu atau gray area. Pada wilayah ini setiap profesi merasa memiliki

kemampuan dan hak untuk menjalankan praktek profesionalnya. Sehingga area

abu menjadi daerah yang ‘diperebutkan’. Paradigma perebutan wilayah seperti ini

harus dirubah menjadi paradigma baru yang lebih konstruktif, yaitu menjadikan

daerah abu-abu menjadi area of common interest. Area yang menjadi perhatian

bersama para profesi karena besarnya magnitude area itu dan resiko dampak yang

juga luar biasa sehingga harus ditangani bersama. Area ini bila tidak ditangani

dapat menimbulkan potensi bahaya penyakit dan bahaya social yang sangat besar

bagi masyarakat.

2.2 Komponen Dalam Kolaborasi Pelayanan Kesehatan

Tim pelayanan kesehatan interdisiplin merupakan sekolompok profesional

yang mempunyai aturan yang jelas, tujuan umum dan berbeda keahlian. Tim akan

berfungsi baik jika terjadi adanya konstribusi dari anggota tim dalam memberikan

pelayanan kesehatan terbaik. Anggota tim kesehatan meliputi : pasien, perawat,

dokter, fisioterapi, pekerja sosial, ahli gizi, manager, dan apoteker. Oleh karena itu

tim kolaborasi hendaknya memiliki komunikasi yang efektif, bertanggung jawab

dan saling menghargai antar sesama anggota tim.

4

Page 5: MAKALAH KOMUNIKASI

Mutuality

Assertiveness

Pasien secara integral adalah anggota tim yang penting. Partisipasi pasien

dalam pengambilan keputusan akan menambah kemungkinan suatu rencana

menjadi efektif. Tercapainya tujuan kesehatan pasien yang optimal hanya dapat

dicapai jika pasien sebagai pusat anggota tim. Perawat sebagai anggota membawa

persfektif yang unik dalam interdisiplin tim. Perawat memfasilitasi dan membantu

pasien untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dari praktek profesi kesehatan

lain. Perawat berperan sebagai penghubung penting antara pasien dan pemberi

pelayanan kesehatan.

Dokter memiliki peran utama dalam mendiagnosis, mengobati dan

mencegah penyakit. Pada situasi ini dokter menggunakan modalitas pengobatan

seperti pemberian obat dan pembedahan. Mereka sering berkonsultasi dengan

anggota tim lainnya sebagaimana membuat referal pemberian pengobatan.

Kolaborasi menyatakan bahwa anggota tim kesehatan harus bekerja dengan

kompak dalam mencapai tujuan. Elemen penting untuk mencapai kolaborasi yang

efektif meliputi kerjasama, asertifitas, tanggung jawab, komunikasi, otonomi dan

koordinasi seperti skema di bawah ini.

Gambar 1. Elemen kunci efektifitas kolaborasi

5

Autonomy

Communications Responsi

bility

Common purpose

cooperationEfective collaboration

Coordination

Page 6: MAKALAH KOMUNIKASI

Kerjasama adalah menghargai pendapat orang lain dan bersedia untuk

memeriksa beberapa alternatif pendapat dan perubahan kepercayaan. Asertifitas

penting ketika individu dalam tim mendukung pendapat mereka dengan

keyakinan. Tindakan asertif menjamin bahwa pendapatnya benar-benar didengar

dan konsensus untuk dicapai. Tanggung jawab, mendukung suatu keputusan yang

diperoleh dari hasil konsensus dan harus terlibat dalam pelaksanaannya.

Komunikasi artinya bahwa setiap anggota bertanggung jawab untuk membagi

informasi penting mengenai perawatan pasien dan issu yang relevan untuk

membuat keputusan klinis. Otonomi mencakup kemandirian anggota tim dalam

batas kompetensinya. Kordinasi adalah efisiensi organisasi yang dibutuhkan

dalam perawatan pasien, mengurangi duplikasi dan menjamin orang yang

berkualifikasi dalam menyelesaikan permasalahan.

Kolaborasi didasarkan pada konsep tujuan umum, konstribusi praktisi

profesional, kolegalitas, komunikasi dan praktek yang difokuskan kepada pasien.

Kolegalitas menekankan pada saling menghargai, dan pendekatan profesional

untuk masalah-masalah dalam team dari pada menyalahkan seseorang atau atau

menghindari tangung jawab. Hensen menyarankan konsep dengan arti yang

sama : mutualitas dimana dia mengartikan sebagai suatu hubungan yang

memfasilitasi suatu proses dinamis antara orang-orang ditandai oleh keinginan

maju untuk mencapai tujuan dan kepuasan setiap anggota. Kepercayaan adalah

konsep umum untuk semua elemen kolaborasi. Tanpa rasa pecaya, kerjasama

tidak akan ada, asertif menjadi ancaman, menghindar dari tanggung jawab,

terganggunya komunikasi . Otonomi akan ditekan dan koordinasi tidak akan

terjadi.

Elemen kunci kolaborasi dalam kerja sama team multidisipliner dapat

digunakan untuk mencapai tujuan kolaborasi team :

- Memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan

menggabungkan keahlian unik profesional.

- Produktivitas maksimal serta efektifitas dan efesiensi sumber daya

- Peningkatnya profesionalisme dan kepuasan kerja, dan loyalitas

- Meningkatnya kohesifitas antar profesional

- Kejelasan peran dalam berinteraksi antar profesional,

6

Page 7: MAKALAH KOMUNIKASI

- Menumbuhkan komunikasi, kolegalitas, dan menghargai dan memahami

orang lain.

Dasar-dasar kompetensi kolaborasi :

a. Komunikasi

b. Respek dan kepercayaan

c. Memberikan dan menerima feed back

d. Pengambilan keputusan

e. Manajemen konflik

Komunikasi dibutuhkan untuk mewujudkan kolaborasi yang efektif, hal

tersebut perlu ditunjang oleh sarana komunikasi yang dapat menyatukan data

kesehatan pasien secara komfrenhensif sehingga menjadi sumber informasi bagi

semua anggota team dalam pengambilan keputusan. Oleh karena itu perlu

dikembangkan catatan status kesehatan pasien yang memungkinkan komunikasi

dokter dan perawat terjadi secara efektif.

Komunikasi sangat dibutuhkan dalam berkolaborasi karena kolaborasi

membutuhkan pemecahan masalah yang lebih kompleks, dibutuhkan komunikasi

efektif yang dapat dimengerti oleh semua anggota tim. Pada dasar kompetensi

yang lain, kualitas respek dapat dilihat lebih kearah honor dan harga diri,

sedangkan kepercayaan dapat dilihat pada mutu proses dan hasil. Respek dan

kepercayaan dapat disampaikan secara verbal maupu non verbal serta dapat dilihat

dan dirasakan dalam penerapannya sehari-hari. Feed back dipengaruhi oleh

persepsi seseorang, pola hubungan, harga diri, kepercayaan diri, kepercayaan,

emosi, lingkungan serta waktu, feed back juga dapat bersifat negatif maupun

positif. Dalam melakukan kolaborasi juga akan melakukan manajemen konflik,

konflik peran umumnya akan muncul dalam proses. Untuk menurunkan konflik

maka masing-masing anggota harus memahami peran dan fungsinya, melakukan

klarifikasi persepsi dan harapan, mengidentifikasi kompetensi, mengidentifikasi

tumpang tindih peran serta melakukan negosiasi peran dan tanggung jawabnya.

7

Page 8: MAKALAH KOMUNIKASI

2.3 Keberhasilan Kolaborasi Perawat Dalam Pelayanan Kesehatan

Menurut Hanson & Spross, 1996 terwujudnya suatu kolaborasi tergantung

pada beberapa kriteria yaitu:

1. Adanya rasa saling percaya dan menghormati.

2. Saling memahami dan menerima keilmuan masing-masing.

3. Memiliki citra diri positif.

4. Memiliki kematangan profesional yang setara (yang timbul dari

pendidikan dan pengalaman.

5. Mengakui sebagai mitra kerja bukan bawahan.

6. Keinginan untuk bernegosiasi

Kolaborasi dapat berjalan dengan baik jika :

a. Semua profesi mempunyai visi dan misi yang sama

b. Masing-masing profesi mengetahui batas-batas dari pekerjaannya

c. Anggota profesi dapat bertukar informasi dengan baik

d. Masing-masing profesi mengakui keahlian dari profesi lain yang

tergabung dalam tim.

Model Praktek Kolaborasi :

a. Interaksi Perawat-Dokter, dalam persetujuan pratek.

b. Kolaborasi Perawat – Dokter, dalam memberikan pelayanan.

c. Tim Interdisiplin atau komite.

Pemahaman mengenai prinsip kolaborasi dapat menjadi kurang berdasar

jika hanya dipandang dari hasilnya saja. Pembahasan bagaimana proses kolaborasi

itu terjadi justru menjadi point penting yang harus disikapi. Bagaimana masing-

masing profesi memandang arti kolaborasi harus dipahami oleh kedua belah pihak

sehingga dapat diperoleh persepsi yang sama. Penerapan hubungan antara perawat

dan profesi lain yang memiliki bidang kesehatan yang saling berketergantungan

satu sama lain misalnya seorang dokter pasti membutuhkan, perawat, apoteker

dan lain-lain , yang saling berkaitan satu sama lain. Selain penerapan-penerapan

dengan perawat dan profesi lain, perawat juga harus menerapkan hubungan antara

perawat dan masyarakat.

Perawat mengemban tugas tanggung jawab bersama masyarakat untuk

memprakarsai dan medukung berbagai kegiatan dalam memenuhi kebutuhan

8

Page 9: MAKALAH KOMUNIKASI

kesehatan masyarakat.dan tetap menghargai privasi yang ada dalam masyarakat

berupa Privasi pasien. Menghargai harkat martabat pasien,Sopan santun dalam

pergaulan,saling menghormati, saling membantu, peduli terhadap lingkung.

2.4 Kolaborasi Antara Perawat dan Tenaga Kesehatan

1. Komunikasi antara Perawat dengan Dokter

Hubungan perawat-dokter adalah satu bentuk hubungan interaksi yang

telah cukup lama dikenal ketika memberikan bantuan kepada pasien. Perawat

bekerja sama dangan dokter dalam berbagai bentuk. Perawat mungkin bekerja di

lingkungan di mana kebanyakan asuhan keperawatan bergantung pada instruksi

medis. Perawat diruang perawatan intensif dapat mengikuti standar prosedur yang

telah ditetapkan yang mengizinkan perawat bertindak lebih mandiri. Perawat

dapat bekerja dalam bentuk kolaborasi dengan dokter. Contoh, ketika perawat

menyiapkan pasien yang baru saja didiagnosa diabetes pulang ke rumah, perawat

dan dokter bersama-sama mengajarkan klien dan keluarga begaimana perawatan

diabetes di rumah.

Selain itu komunikasi antara perawat dengan dokter dapat terbentuk saat

visit dokter terhadap pasien, disitu peran perawat adalah memberikan data pasien

meliputi TTV, anamnesa, serta keluhan-keluhan dari pasien,dan data penunjang

seperti hasil laboraturium sehingga dokter dapat mendiagnosa secara pasti

mengenai penyakit pasien. Pada saat perawat berkomunikasi dengan dokter

pastilah menggunakan istilah-istilah medis, disinilah perawat dituntut untuk

belajar istilah-istilah medis sehingga tidak terjadi kebingungan saat

berkomunikasi dan komunikasi dapat berjalan dengan baik serta mencapai tujuan

yang diinginkan.

Komuniaksi antara perawat dengan dokter dapat berjalan dengan baik

apabila dari kedua pihak dapat saling berkolaborasi dan bukan hanya menjalankan

tugas secara individu, perawat dan dokter sendiri adalah kesatuan tenaga medis

yang tidak bisa dipisahkan. Dokter membutuhkan bantuan perawat dalam

memberikan data-data asuhan keperawatan, dan perawat sendiri membutuhkan

bantuan dokter untuk mendiagnosa secara pasti penyakit pasien serta memberikan

9

Page 10: MAKALAH KOMUNIKASI

penanganan lebih lanjut kepada pasien. Semua itu dapat terwujud dwngan baik

berawal dari komunikasi yang baik pula antara perawat dengan dokter.

Pada saat ini berkembang paradigma baru dalam upaya pemberian

palayanan kesehatan yang bermutu dan konfrehensif, tentu hal ini dipicu ketika

WHO pada tahun 1984 mendefinisikan sehat yang meliputi sehat fisik,sehat

psikis,sehat sosial, dan sehat spiritual. Dulu orang memandang masing –masing

berdiri sendiri, hanya sedikit keterkaitan antara satu sama lainnya. Oleh karena itu

penanganan kesehatan pada umumnya akan melibatkan berbagai elemen disiplin

ilmu yang saling menunjang. Hubungan dokter dan perawat dalam pemberian

asuhan kesehatan kepada pasien merupakan hubungan kemitraan ( partnership)

yang lebih mengikat dimana seharusnya terjadi harmonisasi tugas, peran dan

tanggung jawab dan sistem yang Terbuka.Sebagaimana American Medical

Assosiasi ( AMA ), 1994, menyebutkan kolaborasi yang terjadi antara dokter dan

perawat dimana mereka merencanakan dan praktek bersama sebagai kolega,

bekerja saling ketergantungan dalam batasan-batasan lingkup praktek mereka

dengan berbagai nilai – nilai yang saling mengakui dan menghargai terhadap

setiap orang yang berkontribusi untuk merawat individu, keluarga dan

masyarakat. Apabila kolaborasi antara dokter dan perawat berjalan sebagaimana

dimaksudkan tentu berdampak langsung terhadap pasien, karena banyak aspek

positif yang dapat dihasilkan tetapi pada kenyataannya terutama dalam praktek

banyak hambatan kolaborasi antara dokter dan perawat sehingga kolaborasi sulit

tercipta.

Hambatan Kolaborasi Dokter dan Perawat:

a. Dominasi Kekuasan

Dari pengamatan penulis terutama dalam praktek Asuhan Keperawatan

perawat belum dapat melaksanakan fungsi kolaborasi dengan baik khususnya

dengan dokter walaupun banyak pekerjaan yang seharusnya dilakukan dokter

dikerjakan oleh perawat, walaupun kadang tidak ada pelimpahan tugasnya dan

wewenang. Hal ini karena masih banyaknya dokter yang memandang bahwa

perawat merupakan tenaga vokasional.

Degradasi keperawatan ke posisi bawahan dalam hubungan kolaborasi

perawat-dokter, secara empiris hal ini menunjukkan bahwa dokter berada di

10

Page 11: MAKALAH KOMUNIKASI

tengah proses pengambilan keputusan dan perawat melaksanakan keputusan

tersebut. Pada tahun 1968, psikiater Leonard Stein menggambarkan hubungan

perawat-dokter pada kenyataanya perawat menjadi pasif.

b. Perbedaan Tingkat Pendidikan/Pengetahuan

Perbedaan tingkat pendidikan dan pengetahuan dokter dan perawat secara

umum masih jauh dari harapan hal ini dapat berdampak pada interprestasi

terhadap masalah kesehatan pasien yang berbeda, tentu juga akan berdampak pada

mutu asuhan yang diberikan.

c. Komunikasi

Komunikasi dibutuhkan untuk mewujudkan kolaborasi yang efektif,

bertanggung jawab dan saling menghargai antar kolaborator, catatan kesehatan

pasien akan menjadi sumber utama komunikasi yang secara terbuka dapat

dipahami sebagai pemberi informasi dari disiplin profesi untuk pengambilan

keputusan. Kesenjangan tingkat pendidikan dan pengetahuan akan menghambat

proses komunikasi yang efektif.

d. Cara Pandang

Perbedaan antara dokter dan perawat dalam upaya kolaboratif terlihat

cukup mencolok. Dokter dapat menentukan atau memandang kolaborasi dalam

perspektif yang berbeda dari perawat. Mungkin dokter berpikir bahwa kerjasama

tersirat dalam tindak lanjut sehubungan dengan mengikuti perintah /instruksi dari

pada saling partisipasi dalam pengambilan keputusan. Meskipun komunikasi

merupakan komponen yang diperlukan, itu saja tidak cukup untuk memungkinkan

kolaborasi terjadi. Gaya maupun cara berkomunikasi juga berpengaruh terhadap

efektivitas komunikasi. Pelaksanaan instruksi dokter oleh perawat dipandang

sebagai kolaborasi oleh dokter sedangkan perawat merasa mereka sedang

diperintahkan untuk melakukan sesuatu. Kemungkinan kedua adalah bahwa

perawat tidak merasa nyaman “menantang” dokter dengan memberikan sudut

pandang yang berbeda.. Atau, mungkin input yang perawat berikan tidak dihargai

atau ditindak lanjuti, sehingga interaksi tersebut tidak dirasakan oleh perawat

sebagai kolaborasi.

11

Page 12: MAKALAH KOMUNIKASI

2. Komunikasi antara Perawat dengan Perawat

Dalam memberikan pelayanan keperawatan pada klien komunikasi antar

tenaga kesehatan terutama sesama perawat sangatlah penting. Kesinambungan

informasi tentang klien dan rencana tindakan yang telah, sedang dan akan

dilakukan perawat dapat tersampaikan apabila hubungan atau komunikasi antar

perawat berjalan dengan baik. Hubungan perawat dengan perawat dalam

memberikan pelayanan keperawatan dapat diklasifikasikan menjadi hubungan

profesional, hubungan struktural dan hubungan intrapersonal. Hubungan

profesional antara perawat dengan perawat merupakan hubungan yang terjadi

karena adanya hubungan kerja dan tanggung jawab yang sama dalam memberikan

pelayanan keperawatan.

Hubungan sturktural merupakan hubungan yang terjadi berdasarkan

jabatan atau struktur masing- masing perawat dalam menjalankan tugas

berdasarkan wewenang dan tanggungjawabnya dalam memberikan pelayanan

keperawatan. Laporan perawat pelaksana tentang kondisi klien kepada perawat

primer, laporan perawat primer atau ketua tim kepada kepala ruang tentang

perkembangan kondisi klien, dan supervisi yang dilakukan kepala ruang kepada

perawat pelaksana merupakan contoh hubungan struktural.

Hubungan interpersonal perawat dengan perawat merupakan hubungan yang

lazim dan terjadi secara alamiah. Umumnya, isi komunikasi dalam hubungan ini

adalah hal- hal yang tidak terkait dengan pekerjaan dan tidak membawa pengaruh

dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya.

3.Komunikasi antara perawat dengan Ahli terapi respiratorik

Ahli terapi respiratorik ditugaskan untuk memberikan pengobatan yang

dirancang untuk peningkatan fungsi ventilasi atau oksigenasi klien.

Perawat bekerja dengan pemberi terapi respiratorik dalam bentuk kolaborasi.

Asuhan dimulai oleh ahli terapi (fisioterapis) lalu dilanjutrkan dengan dievaluasi

oleh perawat. Perawat dan fisioterapis menilai kemajuan klien secara bersama-

sama dan mengembangkan tujuan dan rencana pulang yang melibatkan klien dan

keluarga. Selain itu, perawat merujuk klien ke fisioterapis untuk perawatan lebih

jauh. Contoh, perawat merawat seseorang yang mengalamai penyakit paru berat

dan merujuk klien tersebut pada ahli terapis respiratorik untuk belajar latihan

12

Page 13: MAKALAH KOMUNIKASI

untuk menguatkaan otot-otot lengan atas, untuk belajar bagaimana menghemat

energi dalam melakukan aktivitas sehari-hari, dan belajar teknik untuk

mempertahankan bersihan jalan nafas.

4.Komunikasi antara Perawat dengan Ahli Farmasi

Seorang ahli farmasi adalah seorang profesional yang mendapat izin untuk

merumuskan dan mendistribusikan obat-obatan. Ahli farmasi dapat bekerja hanya

di ruang farmasi atau mungkin juga terlibat dalam konferensi perawatan klien atau

dalam pengembangan sistem pemberian obat. Perawat memiliki peran yang utama

dalam meningkatkan dan mempertahankan dengan mendorong klien untuk

proaktif jika membutuhkan pengobatan. Dengan demikian, perawat membantu

klien membangun pengertian yang benar dan jelas tentang pengobatan,

mengkonsultasikan setiap obat yang dipesankan, dan turut bertanggung jawab

dalam pengambilan keputusan tentang pengobatan bersama tenaga kesehatan

lainnya.

Perawat harus selalu mengetahui kerja, efek yang dituju, dosis yang tepat

dan efek smaping dari semua obat-obatan yang diberikan. Bila informasi ini tidak

tersedia dalam buku referensi standar seperti buku-teks atau formula rumah sakit,

maka perawat harus berkonsultasi pada ahli farmasi. Saat komunikasi terjadi maka

ahli farmasi memberikan informasi tentang obat-obatan mana yang sesuai dan

dapat dicampur atau yang dapat diberikan secara bersamaan. Kesalahan

pemberian dosis obat dapat dihindari bila baik perawat dan apoteker sama-sama

mengetahui dosis yang diberikan.

Perawat dapat melakukan pengecekkan ulang dengan tim medis bila

terdapat keraguan dengan kesesuaian dosis obat. Selain itu, ahli farmasi dapat

menyampaikan pada perawat tentang obat yang dijual bebas yang bila dicampur

dengan obat-obatan yang diresepkan dapat berinteraksi merugikan, sehingga

informasinini dapat dimasukkan dalam rencana persiapan pulang. Seorang ahli

farmasi adalah seorang profesional yang mendapat izin untuk merumuskan dan

mendistribusikan obat-obatan. Ahli farmasi dapat bekerja hanya di ruang farmasi

atau mungkin juga terlibat dalam konferensi perawatan klien atau dalam

pengembangan sistem pemberian obat.

13

Page 14: MAKALAH KOMUNIKASI

5.Komunikasi antara Perawat dengan Ahli Gizi

Kesehatan dan gizi merupakan faktor penting karena secara langsung

berpengaruh terhadap kualitas sumber daya manusia (SDM). Pelayanan gizi di RS

merupakan hak setiap orang dan memerlukan pedoman agar tercapai pelayanan

yang bermutu. Agar pemenuhan gizi pasien dapat sesuai dengan yang diharapkan

maka perawat harus mengkonsultasikan kepada ahli gizi tentang obat yang

digunakan pasien, jika perawat tidak mengkomunikasikannya maka dapat terjadi

pemilihan makanan oleh ahli gizi yang bisa saja menghambat absorbsi dari obat

tersebut. Jadi diperlukanlah komunikasi dua arah yang baik antara perawat dan

ahli gizi.

2.5 Cara Komunikasi

Komunikasi dalam suatu organisasi kesehatan dapat berupa tulisan dan

atau komunikasi yang bersifat verbal serta non-verbal. Bentuk komunikasi tertulis

antara lain rekam medik, resep serta surat edaran. Pada rekam medik, riwayat

penyakit, diagnosis, rencana kerja dan instruksi pengobatan pasien dituliskan.

Rekam medik menjadi sumber informasi siapapun yang ikut merawat pasien

tersebut masa kini atau suatu saat nanti, bahkan pasien pun berhak membaca

rekam medik tersebut, karena itu kelengkapan dan kejelasan tulisannya menjadi

sangat penting. Penulisan resep pada dasarnya adalah memberikan instruksi

kepada petugas apotik untuk memberikan obat kepada pasien sesuai dengan

keinginan si penulis, sedangkan surat edaran biasanya dikeluarkan oleh direktur

utama rumah sakit, direktur medik, atau kepala divisi, bergantung isi dan kepada

siapa surat edaran tersebut ditujukan.

Cara komunikasi lainnya antar petugas kesehatan adalah komunikasi

verbal dan non-verbal. Cara ini dapat terjadi dalam berbagai bentuk misalnya

komunikasi interpersonal yang melibatkan dua atau beberapa orang saja, atau

dalam bentuk pertemuan yang bisa melibatkan banyak orang. Pada komunikasi

interpersonal, komunikasi verbal dan non-verbal digunakan baik secara tersendiri,

atau sebagai pendukung dari komunikasi tulisan yang dilakukan. Sebagai contoh

seorang dokter yang telah menuliskan instruksi pengobatan, menjelaskan

instruksinya tersebut kepada perawat atau bidan. Pada pertemuan apapun akan

terjadi komunikasi verbal dan non-verbal antar peserta pertemuan. Sangat penting

14

Page 15: MAKALAH KOMUNIKASI

bagi hadirin untuk menguasai keterampilan komunikasi interpersonal agar

pertemuan dapat membuahkan hasil yang optimal. Konferensi kasus merupakan

contoh pertemuan yang diharapkan dapat memberikan solusi yang terbaik bagi

pasien.

2.6 Masalah Komunikasi

Tulisan sering digunakan oleh dokter yang merawat pasien untuk

memberikan instruksi kepada petugas kesehatan lainnya misalnya dokter ruangan

atau perawat untuk melaksanakan pengobatan atau pemeriksaan penunjang. Pada

dasarnya penulisan rekam medik merupakan sumber informasi tentang pasien

yang dibuat bukan hanya untuk penulis tetapi juga bagi semua pihak yang terlibat

dalam penanganan pasien pada saat tersebut atau di masa mendatang. Masalah

yang sering timbul adalah tulisan yang sulit dibaca oleh petugas lainnya, bahkan

kadang-kadang penulis sendiri pada kesempatan berikutnya tidak dapat membaca

kembali tulisannya. Kerugian yang dapat ditimbulkan adalah, dokter lain tidak

dapat memahami situasi pasien dengan baik sehingga tidak dapat melanjutkan

perawatan dengan baik. Perawat atau bidan juga tidak dapat membaca instruksi

yang seharusnya dilakukan. Pada akhirnya pasien akan terlambat mendapatkan

penanganan. Instruksi yang baik selain dituliskan juga seharusnya dibicarakan

dengan petugas yang akan melakukan instruksi tersebut, baik dokter ruangan atau

perawat/bidan yang menangani pasien tersebut. Penulisan yang tidak jelas

membuat suasana kerja menjadi terganggu, dan perasaan kesal dapat timbul.

Tidak jarang klarifikasi melalui telepon perlu dilakukan, padahal

pembicaraan melalui telepon terkadang tidak mudah dilakukan karena koneksi

yang buruk atau dokter tidak mengaktifkan pesawat teleponnya. Bila tidak dapat

berkomunikasi dengan pemberi instruksi, sebagian petugas menunda pekerjaan

tersebut, atau menduga-duga instruksi apa yang harus dilaksanakan. Instruksi

yang kurang jelas dan tidak diklarifikasi dapat berakibat fatal bagi pasien. Resep

menjadi salah satu bentuk informasi dari dokter kepada petugas apotik untuk

memberikan obat kepada pasien. Mengingat obat selain dapat menyembuhkan

pasien tetapi juga bersifat racun, maka tulisan dokter harus dapat dibaca dengan

mudah, baik macam obat maupun angka yang menyatakan dosis obat. Kesalahan

pemberian obat bukan hanya milik penulis resep, tetapi bisa juga disebabkan oleh

15

Page 16: MAKALAH KOMUNIKASI

si pemberi obat. Kesalahan bisa terjadi karena pemberi obat tidak dapat membaca

tulisan dengan baik, tetapi kemudian memberikan obat yang mirip tulisannya

tanpa melakukan konfirmasi kepada dokter. Konfirmasi tidak dilakukan karena

malas atau sulit menghubungi, atau dokter tidak mencantumkan nomor teleponnya

di kertas resep.

Kesalahan lain adalah mengganti obat dengan obat yang serupa tanpa

melakukan konfirmasi dengan dokter penulis resep. Kesalahan ini biasanya

dilakukan oleh petugas apotik yang bukan apoteker, misalnya asisten apoteker

atau petugas apotik yang sebenarnya tidak mempunyai wewenang untuk

melakukan hal tersebut. Tanggung jawab sepenuhnya tentunya berada pada

penanggung jawab apotik tersebut. Surat edaran biasanya dipakai oleh manajemen

rumah sakit atau fasilitas kesehatan lainnya untuk menginformasikam suatu

kebijakan baru atau perubahan kebijakan. Informasi dengan cara ini kadang-

kadang tidak cukup, perlu ditunjang dengan cara komunikasi yang lain misalnya

pertemuan khusus atau pelatihan/workshop, bergantung kepada sifat informasi itu

sendiri.

Bila informasi bersifat sederhana, tidak diperlukan pertemuan khusus,

tetapi bila informasi tersebut menuntut perubahan perilaku petugas kesehatan,

diperlukan pertemuan khusus berbentuk ceramah tanya-jawab, atau bila lebih

kompleks diperlukan pelatihan atau lokakarya. Masalah komunikasi interpersonal

antar petugas kesehatan dapat terjadi pada proses pemberian layanan kesehatan

bagi pasien di bangsal rawat atau di klinik rawat jalan. Masalah di klinik rawat

jalan relatif lebih sedikit, karena petugas yang terlibat juga relatif sedikit. Jenis

petugas yang terlibat antara lain dokter, perawat atau bidan, ahli gizi atau

konselor, petugas pemeriksaan penunjang, serta petugas apotik dan administrasi.

Namun, bila pasien memerlukan penanganan oleh beberapa ahli, tentunya

diperlukan komunikasi antara dua atau lebih dokter. Selama ini komunikasi antar

dokter lebih banyak menggunakan tulisan, kecuali pada pasien yang dirawat

kadang-kadang dilakukan konferensi kasus yang tentunya melibatkan komunikasi

verbal dan nonverbal.

16

Page 17: MAKALAH KOMUNIKASI

Masalah yang ada biasanya timbul berdasarkan persepsi masing-masing

petugas. Dokter menyatakan bahwa pada umumnya perawat tidak menjalankan

instruksi dengan benar tetapi tidak merasa bersalah, perawat sering salah

menginterpretasikan perintah atau tidak menjalankan perintah. Antar dokter sering

tidak ada negosiasi rencana terapi, juga sebagian dokter tidak mau tahu terapi

yang diberikan oleh sejawat lainnya, merasa tidak ada pembagian tugas yang jelas

sehingga terjadi saling lempar tanggungjawab.

Perawat mengeluh tulisan dokter sulit dibaca, dan mereka sering cepat-

cepat meninggalkan ruangan sehingga tidak terjadi klarifikasi instruksi, juga

terjadi hambatan psikologis yang mengakibatkan mereka enggan menyampaikan

kesulitan mereka. Ada beberapa hal yang patut dicermati antara lain:

1. Instruksi yang diberikan kurang jelas dan petugas yang diberikan instruksi tidak

minta klarifikasi,

2. Tidak terjadi interaksi verbal sama sekali, biasanya antar dokter ahli kecuali

bila ada konferensi kasus,

3. Pemberi instruksi tidak meyakinkan bahwa instruksinya dimengerti oleh

petugas,

4. Dokter ahli tidak menganggap dokter ruangan, perawat/ bidan sebagai mitra

kerja,

5. Masih lemahnya aturan mengenai hak dan tanggungjawab masing-masing

petugas kesehatan. Sebagai contoh setelah selesai operasi operator meninggalkan

tempat terburu-buru tanpa menemui keluarga pasien terlebih dahulu, sedangkan

dokter pendamping operasi tidak merasa berhak untuk menjelaskan hasil operasi

kepada keluarga pasien. Di mata keluarga pasien telah terjadi lempar

tanggungjawab antar petugas kesehatan, terlebih kalau operasi tidak berhasil. Hal

ini akan mempengaruhi penilaian terhadap kinerja rumah sakit.

17

Page 18: MAKALAH KOMUNIKASI

2.7 Faktor Penyebab

Ada 3 penyebab yang dapat berdampak terhadap hubungan antar petugas

kesehatan, yakni:

1. role stress,

2. lack of interprofessional understanding,

3. autonomy struggles.

Konflik antar petugas kesehatan sangat penting karena pada gilirannya akan

mempengaruhi kualitas pelayanan kepada pasien.

Role Stress. Menghadapi pasien setiap hari bukanlah suatu hal yang

mudah. Petugas kesehatan hampir setiap hari harus menjelaskan hal-hal yang

berkaitan dengan nyawa seseorang, misalnya menentukan diagnosis penyakit

fatal, menjelaskan pengobatan yang kadang-kadang tidak menjanjikan

kesembuhan, menginformasikan prognosis yang tidak baik atau harus

memberikan obat yang harganya sulit dijangkau oleh pasien. Hal-hal ini sedikit

banyak akan mempengaruhi suasana hati dokter dan dapat mempengaruhi

komunikasi verbal dan non-verbalnya dengan sesama petugas. Ada 2 hal yang

termasuk dalam role stress, yakni role conflict dan role overload. Role conflict

adalah perbedaan antara peran yang diharapkan dengan yang diperoleh. Seseorang

yang ketika menjalani pendidikan mempunyai impian atau bayangan perannya

nanti setelah menjadi dokter atau bidan/perawat akan mengalami konflik peran

bila ia mendapatkan pekerjaan yang berbeda dengan pekerjaan yang

diharapkannya. Sebenarnya masalahnya tidak sesederhana itu, dalam lubuk hati

setiap orang menginginkan penghargaan dari siapapun dalam melakukan

tugasnya. Bila ini tidak terpenuhi di lingkungan kerjanya, akan sangat

mempengaruhi kinerjanya. Sikap saling menhormati antar petugas akan

mengurangi role conflict. Role overload, terjadi karena jumlah pasien yang

terlalu banyak. Jumlah pasien yang terlalu banyak dengan derajat kesulitan yang

tinggi akan melelahkan petugas kesehatan. Jenis pekerjaan di ICU, ICCU dan IGD

di rumah sakit rujukan tentunya berbeda dengan pekerjaan di klinik rawat jalan.

Jumlah pasien yang lebih dari kapasitas petugas kesehatan akan sangat

mempengaruhi suasana hati petugas. Efek dari role conflict dan role overload

akan berdampak terhadap terhadap pasien juga. Petugas kesehatan yang secara

18

Page 19: MAKALAH KOMUNIKASI

fisik dan mental menderita kelelahan akan kehabisan tenaga untuk memenuhi

kebutuhan pasien.

Lack of interprofessional understanding. Kita mengharapkan semua

petugas kesehatan memahami perannya masing-masing dalam lingkungan

kerjanya. Dalam praktiknya, ternyata tidak demikian. Walaupun telah ada

kemajuan dalam memahami peran petugas lainnya, kebingungan atau

kesalahtafsiran tentang peran dari masingmasing petugas masih sering terjadi.

Autonomy Struggles. Faktor ketiga adalah masalah otonomi, yakni “the

freedom to be self-governing or selfdirecting”. Pentingnya otonomi digarisbawahi

oleh Conway, yang menyatakan bahwa kapasitas untuk melakukan otonomi

sangat penting agar petugas dapat memenuhi peran profesinya. Tingginya

professional autonomy berhubungan dengan membaiknya job morale dan job

performance. Perbedaan tingkat otonomi pada petugas kesehatan dapat memacu

ketegangan interpersonal. Perawat misalnya sering menyatakan kekesalannya

karena rendahnya otoritas mereka untuk pengambilan keputusan yang sederhana

tetapi penting bagi keamanan atau kenyamanan pasien. Di dalam menghadapi

tantangan globalisasi, setiap petugas kesehatan memerlukan otonomi sesuai

dengan tugas dan kewajibannya masing-masing.

2.7 Pemecahan Masalah

Beberapa usaha perlu dilakukan dengan cara menghilangkan atau

mengurangi role stress dengan cara membuka wawasan mahasiswa kedokteran,

perawat, bidan dan sebagainya, tentang perannya masing-masing dalam dunia

kerja nyata, serta khususnya dalam sistem pelayanan kesehatan. Untuk mengatasi

role overload, perlu dilakukan pengaturan jumlah pasien yang harus ditangani

oleh petugas kesehatan. Di dalam suatu institusi kesehatan, diperlukan beberapa

hal yang bersifat pembenahan manajerial yakni: (1) memperjelas uraian hak, tugas

dan koordinasi masing-masing petugas dalam suatu fasilitas kesehatan. Peran, hak

dan tugas petugas lain juga harus diketahui oleh masing-masing petugas, (2)

memberikan otonomi kepada petugas untuk mengambil keputusan sesuai dengan

kewajiban dan kemampuannya, dan (3) mereposisi kembali hubungan antar

petugas kesehatan sebagai hubungan yang saling melengkapi. Secara umum setiap

petugas kesehatan dituntut untuk mempraktikkan cara-cara komunikasi

19

Page 20: MAKALAH KOMUNIKASI

interpersonal yang baik termasuk komunikasi verbal dan non-verbal. Tidak

berbeda dengan bila menghadapi pasien, setiap petugas kesehatan seyogyanya

menerapkan keterampilan komunikasi interpersonalnya bila berhadapan dengan

sesama petugas kesehatan. Komunikasi tertulis hendaknya ditunjang dengan

penulisan yang jelas, dan bila perlu didukung oleh komunikasi verbal dan non

verbal yang sesuai. Menciptakan situasi yang nyaman dalam lingkungan kerja

perlu dilakukan dansebenarnya sangat mudah dilakukan bila semua petugas

kesehatan menyadari bahwa hasilnya akan sangat bermanfaat bagi pasien yang

telah memberikan amanah kepada mereka, bukan kepada orang lain, untuk

merawat.

20

Page 21: MAKALAH KOMUNIKASI

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dalam melaksanakan tugasnya, perawat tidak dapat bekerja tanpa

berkolaborasi dengan profesi lain. Profesi lain tersebut diantaranya adalah dokter,

ahli gizi, apoteker dsb. Setiap tenaga profesi tersebut mempunyai tanggung jawab

terhadap kesehatan pasien. Bila setiap profesi telah dapat saling menghargai,

maka hubungan kerja sama akan dapat terjalin dengan baik. Selain itu perawat

juga mempunyai tanggung jawab dan memiliki untuk:

1. Perawat senantiasa memelihara hubungan baik antara sesama perawat dan

dengan tenaga kesehatan lainnya, baik dalam memelihara kerahasiaan suasana

lingkungan kerja maupun dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan secara

menyeluruh.

2. Perawat senantiasa menyebarluaskan pengetahuan, keterampilan dan

pengalamannya kepada sesama perawat serta menerima pengetahuan dan

pengalaman dari profesi lain dalam rangka meningkatkan kemampuan dalam

bidang keperawatan.

3. Perawat merupakan kesatuan integral dengan tenaga kesehatan lainya yang tak

bisa dipisah – pisahkan dan disendirikan.

21

Page 22: MAKALAH KOMUNIKASI

DAFTAR PUSTAKA

1. Potter & Perry. Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik

Volume I, Penerbit: EGC.

2. Siegler, Eugenia L, MD and Whitney Fay W, PhD, RN., FAAN , alih bahasa

Indraty Secillia, 2000. Kolaborasi Perawat-Dokter ; Perawatan Orang

Dewasa dan Lansia, EGC. Jakarta.

3. Berger, J. Karen and Williams. 1999. Fundamental Of Nursing; Collaborating

for Optimal Health, Second Editions. Apleton and Lange. Prenticehall. USA.

4. Dochterman , Joanne McCloskey PhD, RN, FAAN. 2001 Current Issue in

Nursing. 6th Editian . Mosby Inc.USA.

5. Ismani, Nila.2001. Etika Keperawatan. Jakarta: Widia Medika.

22