makalah kognitif pembentukan konsep, penalaran dan pengambilan keputusan.docx

68
BAB I PEMBENTUKAN KONSEP A. Pengertian Konsep Menurut Hulse, Egeth dan Deese (1981) sebagai sekumpulan atau seperangkat sifat yang dihubungkan oleh aturan-aturan tertentu. Suatu sifat merupakan setiap aspek dari sesuatu objek, atau kejadian yang memiliki sifat-sifat yang sama dengan objek atau kejadian yang lain. Solso (1986) mendefinisikan bahwa konsep menunjukan pada sifat-sifat umum yang menonjol dari satu kelas objek atau ide. Dengan demikian yang dimaksud dengan pembentukan konsep adalah suatu proses pengelompokan atau mengklasifikasikan sejumlah objek, peristiwa, atau ide yang serupa menurut sifat-sifat atau atribut-nilai tertentu yang dimilikinya kedalam satu kategori (Martin dan Caramazza, 1980). Misalnya seseorang mengelompokan sebuah meja, kursi, dan sofa kedalam kategori perabot rumah atau furniture. B. Alasan-alasan Pembentukan Konsep. Orang-orang sering membentuk kategori- kategori tertentu terhadap objek-objek yang berada disekelilingnya. Menurut Anderson (1991) setidak- 1

description

Psikologi

Transcript of makalah kognitif pembentukan konsep, penalaran dan pengambilan keputusan.docx

Page 1: makalah kognitif pembentukan konsep, penalaran dan pengambilan keputusan.docx

BAB I

PEMBENTUKAN KONSEP

A. Pengertian Konsep

Menurut Hulse, Egeth dan Deese (1981) sebagai sekumpulan atau

seperangkat sifat yang dihubungkan oleh aturan-aturan tertentu. Suatu sifat

merupakan setiap aspek dari sesuatu objek, atau kejadian  yang memiliki sifat-

sifat yang sama dengan objek atau kejadian yang lain.  Solso (1986)

mendefinisikan bahwa konsep menunjukan pada sifat-sifat umum yang menonjol

dari satu kelas objek atau ide.

Dengan demikian yang dimaksud dengan pembentukan konsep adalah

suatu proses pengelompokan atau mengklasifikasikan sejumlah objek, peristiwa,

atau ide yang serupa menurut sifat-sifat atau atribut-nilai tertentu yang dimilikinya

kedalam satu kategori (Martin dan Caramazza, 1980). Misalnya seseorang

mengelompokan sebuah meja, kursi,  dan sofa kedalam kategori perabot rumah

atau furniture.

B. Alasan-alasan Pembentukan Konsep.

            Orang-orang sering membentuk kategori-kategori tertentu terhadap objek-

objek yang berada disekelilingnya. Menurut Anderson (1991) setidak-tidaknya

terdapat tiga pandangan mengenai asal mula kategori tersebut dibuat orang yaitu:

1. Segi bahsa atau linguistik

2. Sifat-sifat yang tumpang tindih atau feature overlap

3. Fungsi yang serupa atau similiarfunction.

Pandangan dari segi bahasa beranggapan bahwa pemberian label bahasa

dapat menyediakan isyarat yang menunjukan adanya suatu kategori dan orang-

orang belejar mengidentifikasi isyarat itu. Menurut pandangan feature overlap,

orang-orang menyadari bahwa sejumlah objek memiliki sifat-sifat yang tumpang

tindih antara satu dengan yang lain dan karena itu perlu dibentuk suatu kategori

yang dapat mencakup semuanya. Pandangan ini telah dibuktikan pada penelitian

1

Page 2: makalah kognitif pembentukan konsep, penalaran dan pengambilan keputusan.docx

Fred dan Holyoak (1984) yang menemukan bahwa orang-orang dapat 

mempelajari kategori-kategori tanpa label  bahasa.

Pandangan yang menekankan pada keserupaan fungsi berasumsi bahwa orang-

orang menyadari adanya sejumlah objek disekitarnya yang memang memberikan

fungsi-fungsi serupa dan memungkinkan mereka membentuk suatu kategori untuk

mencakup semuanya. Misalnya tempat duduk dan yang bukan dan yang berkaki

empat dan yang bukan, adalah contoh-contoh suatu kategori.

C. Proses pembentukan konsep

                Berkaitan dengan proses pembentukan konsep, ada dua pandangan

pokok yaitu pandangan klasik dan pandangan modern.

1. Pandangan Klasik

            Pembentukan konsep merupakan suatu proses penemuan atribbut-atribut

atau sifst-sifat penting dan menonjol pada sejumlah objek dan penyimpulan

seperangkat aturan berdasarkan atribut-atribut itu (Tennyson, Youngers dan

Suebsonthi, 1983; Solso, 1988).  Contoh warga Negara Amerika Serikat adalah

seseorang yang dilahirkan di Amerika Serikat, atau dilahirkan diluar negri oleh

orang tua amerika serikat.

2. Pandangan Modern

Pembentukan konsep mencakup dua tahapan proses :

a. Mula-mula seseorang membentuk representasi informasi (di dalam ingatan)

mengenai kelas konsep yang diberikan.

b. Mengembangkan keterampilan kognitif yang dibutuhkan bagi penggunaan

informasiyang telah direpresentasikan untuk mengevaluasi dimensi-dimensi

khusus, baik kesamaan maupun perbedaan  diantara contoh-contoh baru

(Tennyson, Youngers dan Suebsonthi, 1983).

Hasil penelitian Tennyson, dkk. (1981, 1983) yang antaralain

menggunakan konsep matematis menujukan  bahwa tugas-tugas pembentuka

konsep memang mencakup dua tahapan proses; Pembebntukan prototype dan

pengembnagan keterampilan klasifikasi melalui generalisasi dan diskriminasi.

Demikian juga pendapat Winkel (1991) bahwa belajar pada pembentukan  konsep

2

Page 3: makalah kognitif pembentukan konsep, penalaran dan pengambilan keputusan.docx

meliputi kemampuan untuk mengadakan generalisasi dengan mengelompokan

objek-objek yang mempunyai satu atau lebih ciri yang sama atau disebut

abstraksi. Tennyson dan kawan-kawan juga menemukan bahwa melalui cara

menghadirkan contoh-contoh yang paling baik dari suatu konsep dan disertai

definisinya, dapat lebih mempermudah seseorang anak membentuk prototype,

daripada dengan cara menunjukan definisi dan disertai dengan pernyataan

penjelasan hubungan diantara atribut-atribut kritis.

D. Aturan Pembentukan Konsep

Belajar kosep dilakukan dengan sejumlah aturan atau cara-cara menurut

logika yang menggabungkan sifat-sifat objek sehingga membentuk konsep-

konsep. Aturan-aturan logika yang digunakan pada umumnya meliputi lima

macam: Afirmatif, konjungtif, disjungtif-inklusif, kondisional dan bikondisional

(Solso, 1988)

Nama Aturan Deskripsi konsep Secara Verbal

1. Afirmatif atau atributif Semua objek yang berwarna merah adalah contoh-

conto konsep.

2. Konjungtif Semua objek yang berwarna merah dan juga

berbentuk segiempat adalah contoh-contoh konsep.

3. Disjungsi-inklusif Semua objek yang berwarna merah atau berbentuk

segiempat adalah contoh-contoh konsep

4. Kondisional Jika suatu objek berwarna merah, maka harus segi

empat. Ini merupakan contoh konsep.

5. Bikondisional Objek-objek yang berwarna mera merupakan

contoh-contoh konsep jika dan hanya jika berbentuk

segiempat; objek-objek berwarna merah yang bukan

segiempat atau segiempat yang bukan berwarna

mera adalah bukan contoh-contoh konsep.

Dikutip dari Ellis dan hunt (1993)

3

Page 4: makalah kognitif pembentukan konsep, penalaran dan pengambilan keputusan.docx

Suatu konsep didefinisikan secara afirmatif atau atributif jika konsep itu

memiliki nilai atau sifat khusus pada dimensi tertentu. Hal ini telah banyak

dikenal dalam kehidupan sehari-hari misalnya defenisi tentang ”bilangan genap”,

yaitu suatu bilangan yang dapat dibagi dua sacara tepat.

Suatu konsep didefinisikan secara konjungtif apabila contoh-contoh

konsep memiliki dua kondisi sekaligus. Cpontoh,  calon presiden Indonesia 

adalah setiap warga Negara Indonesia dan berusia 35tahun. Jika hanya memiliki

salah satu, maka tidak termasuk konsep konjungsi.

            Konsep didefinisikan secara Disjungsi-inklusif jika contoh-contoh dari

suatu konsep ditemukan memiliki salah satu dari dua kondisi atau sekaligus

keduanya.  Contoh seorang psikolog adalah anggota fakultas Psikologi atau

anggota ikatan sarjana psikologi Indonesia, maka ia termasuk contoh konsep.

            Aturan kondisional adalah ketentuan yang menetapkan  bahwa sesuatu itu

dianggap sebagai atribut yang benar atau relevan tergantung pada keberadaan

atribut lainya. Contoh jika ada gelas minuman tamu pelanggan yang kosong, 

maka pelayan yang penuh perhatian akan segera mengisinya. Jadi apabila ada

gelas minuman yang kosong kemudian diisi, maka pelayanan itu berarti penuh

perhatian.  Apabila tidak ada gelas gelas minuman dari tamu pelanggan yang

kosong maka pelayan tersebut tetap dianggap penuh perhatian.

            Aturan bikondisional juga dikenal sebagai ekuivalensi atau persamaan

didalam logika. Contoh “Prilaku yang wajar”; adalah wajar untuk tertawa jika dan

hanya jika sesuatu yang diucapkan atau dilakukan memang lucu. Hal ini berarti

bahwa seseorang dianggap wajar untuk tertawa jika sesuatu yang lucu terjadi.

Juga, dianggap wajar orang tidak tertawa jika dan hanya jika sesuatu yang

diucapkan atau dilakukan orang lain tidak lucu. Namun demikian seseorang akan

dianggap tidak wajar untuk tertawa jika sesuatu yang lucu tidak terjadi. Ellis dan

Hunt (1993) memberikan contoh, tindakan menyalakan AC di ruangan dilakukan

jika dan hanya jika udara panas adalah merupakan contoh dari aturan

bikondisional.

4

Page 5: makalah kognitif pembentukan konsep, penalaran dan pengambilan keputusan.docx

E. Jenis-Jenis Konsep

1. Konsep logis

Konsep logis atau disebut juga konsep buatan digunakan dalam tugas

belajar konsep dengan menghadirkan kepada subjek berbagai macam pola

stimulus yang tidak biasa dialami didalam lingkungan sehari-hari.  Stimulus

dikonstruksi begitu sistematik sehingga memiliki dimensi-dimensi tertentu yang

sangat jelas.

2. Konsep Alami.    

Ciri-ciri yang membedakan antara konsep logis dengan konsep alami ialah

bahwa atribut-atribut  yang membedakan diantara konsep-konsep  alami tidak

dapat dibatasi secara tegas. Juga tidak ada aturan-aturan khusus yang digunakan

untuk mengkategorikan objek-objek alami kedalam konsep-konsep tertentu.

Dengan kata lain konsep alami memiliki definisi yang cacat atau ill-defined

(Martin dan Caramazza, 1980). Berdasarkan hasil penelitian, Reed (dalam martin

dan Caramazza, 1980) menyimpulkan bahwa tidak ada aturan logika sederhana

yang digunakan orang  untuk menghubungkan  ciri-ciri umumsejumlah objek

alami, sehingga menjadi kategori tertentu. Jadi objek-objek alami diklasifikasikan

menurut prototipenya atau prototypical concept.

Jadi baik baik bosner dan keck, maupun Reed (dalam martin dan

Caramazza, 1980) menemukan bahwa apabila kepada subjek dihadirkan sejumlah

stimulus yang tidak dimungkinkan untuk digunakan beberapa aturan yang jelas,

maka subjek akan cenderung mengabstrasikan satu bentuk prototype bagi suatu

kategori. Pada prinsipnya subjek berusaha mengembangkan pengujian terhadap

seperangkat ciri, sehingga memungkinkan ia mengklasifikasikan contoh-contoh

itu.

Selain konsep logis dan alami seperti dibahas didepan, Winkel (1991) juga

membedakan konsep menjadi dua macam, yaitu konsep konkret dan konsep yang

didefinisikan.  Biasanya pembedaan konsep ini dapat dijumpai didalam praktek

pendidikan-pengajaran di sekolah.

5

Page 6: makalah kognitif pembentukan konsep, penalaran dan pengambilan keputusan.docx

3. Konsep Konkret

            Konsep konkret adalah pengertian yang menunjukan pada objek-objek

didalam lingkungan pisik. Konsep konkret mewakili golongan benda tertentu

seperti meja, kursi dan pohon. Konsep konkret diperoleh melalui pengamatan

terhadap lingkungan pisik, yang berbeda. Biasanya, sampai dengan usia 10 tahun

anak akan banyak belajar konsep konkret ini.

4. Konsep yang Didefinisikan

Konsep yang didefinisikan adalah konsep yang mewakili realitas hidup,

tetapi tidak langsung menunjuk pada realitas seperti objek-objek konkrit, karena

realitas itu tidak berbadan.  Misalnya, anak A adalah saudara sepupu dari anak B.

Ini adalah kenyataan, tetapi tidak dapat diketahui dengan mengamati langsung

anak A dan anak B saja. Kenyataan ini diberitahukan melalui penggunaan bahasa

dan sekaligus dijelaskan apa yang dimaksud dengan “saudara sepupu”. Konsep

yang didefinisikan diajarkan tanpa ada kemungkinan untuk menunjukan dua

orang bersaudara  sepupu, hanya dengan mengamati pisik edua orang itu. Konsep

yang demikian, biasanya telah dituangkan didalam bentuk definisi, maka

timbullah istilah konsep yang didefinisikan.

F. Jenis-jenis Strategi

1. Strategi Belajar Konsep

                Suatu  aspek penting mengenai bagaimana orang-orang melakukan

belajar konsep ialah terletak pada cara-cara mereka melakukan tugas sehingga

sehingga menemukan konsep, Bruner, dkk. (dalam Hulse,dkk.,1981). Strategi

yang digunakan dalam belajar konsep meliputi scanning dan focusing yang

masing-masing  terdiri dari dua bagian (Solso, 1988).

2. Strategi Scanning

Simultaneous Scanning. Subjek memulai dengan  semua kemungkinan

hipotesis, kemudian membuang hipotesis-hipotesis yang tidak dapat

dipertahankan. Successive scanning. Di dalam strategi ini subjek memulai dengan

satu hipotesis, dan mempertahankanya apabila ia berhasil. Jika tidak berhasil

6

Page 7: makalah kognitif pembentukan konsep, penalaran dan pengambilan keputusan.docx

maka ia mengybahnya dengan hipotesis yang lain berdasarkan semua pengalaman

terdahulu.

3. Strategi Focusing     

Conservatine focusing. Subjek mula-mula merumuskan hipotesis,

dilanjutkan dengan memilih suatu contoh positif yang menjadi titik perhatianya,

kemudian membuat urutan rumusan kembali (masing-masing hanya mengubah

satu ciri). Setelah itu, ia mencatat mana yang dianggap contoh positif dan mana

yang negative. Focus Gambling. Strategi ini dicirikan oleh perubahan lebih dari

satu sifat khusus pada suatu saat.

            Semua strategi yang diutarakan di atas, diantaranya yang dianggap paling

efektif adalah strategi conservative focusing; tekhnik scaning hanya memberikan

hasil yang cenderung sedang-sedang saja (Hulse, Egeth dan Deese, 1981; Solso,

1988). Secara umum, strategi focusing lebih berhasil dan efisien daripada

scanning.Salah satu kelemahan dari strategi kerja  scanning ialah terlalu banyak

menuntut kerja memori seseorang, sehingga terjadi pemaksaan kognitif yang oleh

Bruner dkk (dalam Eysenck, 1984) disebut dengan cognitive strain.

G. Teori Pembentukan Konsep

Ada beberapa teori mengenai pembentukan konsep, yaitu teori asosiasi,

pengujian hipotesis, model pemrosesan informasi dan pandangan eklektif (Hulse,

dkk; 1981).

1. Teori Asosiasi

Teori yang mula-mula dikembangkan untuk menerangkan prilaku individu

didalam eksperimen belajar konsep ialah didasarkan atas pandangan mengenai

peristiwa belajar melalui asosiasi. Teori asosiasi menerangkan bahwa belajar

konsep  sebagai suatu proses asosiasi respons-respons yang muncul selama belajar

dengan contoh-contoh yang mendefinisikan konsep.

Solso (1988) mengakatan bahwa model dasar dari belajar asosiasi adalah

berprinsip pada hubungan stimulus respons (S-R). Jadi prinsip ini memiliki

anggapan dasar bahwa belajar konsep merupakan hasil :

7

Page 8: makalah kognitif pembentukan konsep, penalaran dan pengambilan keputusan.docx

a. Penguatan pasangan yang benar mengenai suatu stimulus misalnya kotak

merah, dengan respons yang beridentifiksikan sebagai suatu konsep.

b. Tanpa penguatan (seperti bentuk hukuman) terhadap pasangan yang tidak

benar tentang stimulus, (misalnya lingkaran merah) dengan respons yang

mengidentifikasikanya sebagai suatu konsep.

Pada prinsipnya suatu konsep dilihat sebagai sesuatu yang terdiri dari

sederetan contoh yang masing-masing memiliki baik atribut-atribut yang relevan

maupun tidak relevan. Jadi menurut Ellis dan Hunt (1993) dan Hulse, Egeth dan

Deese (1981) proses pembentukan konsep serupa dengan belajar diskriminasi

antara isyarat yang relevan dengan yang tidak relevan dikembangkan secara

bertahap.

Pada akhirnya teori asosiasi mengalami perubahan dengan diperkenalkan

konsep mediasi atau perntaraan oleh penganut aliran behaviorisme modern

(Hayes, 1978). Teori mediasi beranggapan bahwa konsep-konsep dibentuk karena

respon mediasi terhadap stimulus yang menjadi contoh. Misalnya nasi, keju dan

daging semuanya merupakan anggota dari konsep makanan dan bukan karena

sifat-sifat fisiknya, tetapi karenasemua contoh itu menghasilkan suatu respon

mediasi yang umum. Dengan demikian, yang pentingari teori mediasi ini adalah

bahwa pembentukan konsep sebagailangkah intevening, berada diantara stimulus

dan reespons, dan bukan suatu asosiasi langsung antara atribut yang relevan dari

stimulus dengan respons nyata.

2. Teori Pengujian Hipotesis

            Teori pengujian hipotesis dalam belajar konsep menekankan bahwa

manusia cenderung menyusun dan menguji coba berbagai hipotesis. Menurut

Hulse, Egeth dan Deese (1981) diasumsikan bahwa prilaku seseorang senantiasa

di bombing oleh beberapa hipotesis.

            Secara umum asumsi-asumsi yang mendasari teori pengujian hipotesis

adalah sebagai berikut :

a. Hipotesis yang dimiliki seseorang dapat mengendalikan prilaku aktualnya.

b. Seseorang mengambil sampel dari serangkaian hipotesis yang tersedia.

8

Page 9: makalah kognitif pembentukan konsep, penalaran dan pengambilan keputusan.docx

c. Proses belajar berlangsung secara keseluruhan, atau tidak sama sekali (all-or-

none) (Hayes-Roth, 1977). Menurut pandangan ini, setetelah seseorang

mencoba menguji hipotesis yang ternyata benar pada sampel pertama, maka ia

tidak akan lagi membuat kesalahan.

d. Pengambilan sampel ulang dari tempat yang sama lalu diambil lagi sampel

dari tempat yang sama sebagai penggantinya. Sebab, diasumsikan bahwa tidak

ada memori bagi hipotesis penggantinya, dan pengujian hanya pada satu

hipotesis pada suatu saat sehingga hal ini membuat para ahli masi terus

mengadakan percobaan guna mengembangkan teori pengujian hipotesis (Ellis

dan Hunt, 1993).

3. Teori Pemrosesan Informasi

            Pengembangan computer telah menghasilkan suatu tekhnik baru untuk

menganalisis fenomena mental-model pemrosesan-informasi dan telah

menyediakan cara-cara yang sangat objektif bagi pengujian model tersebut,

seperti simulasi computer. Hal ini tidak berarti bahwa computer berpikir seperti

manusia, tetapi melalui suatu program tertentu maka computer bisa melakukan

beberapa keahlian seperti yang dilakukan oleh manusia (Hulse, dkk.,1981)

Usaha pertama kali untuk menghasilkan program computer yang memungkinkan

mesin computer mempelajari konsep-konsep adalah dilakukan oleh Hovland dan

Hunt (Hulse,dkk.,1981). Model program yang mereka buat secara umum disebut

sebagai model pemrosesan-informasi tentang belajar konsep, yaitu persepsi,

definisi tentang contoh-contoh positif dan pengembangan pohon keputusan atau

decision trees.

Titik kritis dari program belajar konsep adalah mengembangkan metode

untukmenemukan konsep-konsep. Hunt mencirikan aktivitas ini sebagai

pemilihan contoh-contoh positif. Ia menggunakan strategi pemilihan contoh-

contoh yang merupakan hal penting dalam strategi pemutusan perhatian atau

focusing. Aturan-aturan logika mendefinisikan konsep-konsep yang dipelajari

melalui pengembangan pohon keputusan. Pohon keputusan dapat dicirikan

sebagai suatu rencana untuk menerangkan keputusan lanjutan.

9

Page 10: makalah kognitif pembentukan konsep, penalaran dan pengambilan keputusan.docx

H. Taraf Perkembangan Konsep

Terdapat empat taraf perkembangan konsep-konsep yang dialami individu

(chauna, 1978). Taraf-taraf ini tampak tersusun menurut tingkat perkembangan

kognitif yang dicapai oleh individu, terutama teori perkembangan yang diusulkan

oleh piaget (dalam DeCecco dan Crawford, 1977; Solso, 1988).

1. Taraf Konkret

            Individu telah mencapai tingkat konkret apabila ia mengenal atau

mempersepsi suatu objek yang telah ditemukan pada waktu sebelumnya. Langkah

pertama dalam pencapaian taraf ini ialah menghampiri suatu objek

mempresentasikanya secara internal. Woodruf (dalaChauan, 1978) menulis

tentang perkembangan konsep oada taraf ini. Semua belajar dimulai dengan

beberapa bentuk hubungan personal dengan objek, peristiwa, atau situasi yang

nyata. Mula-mula indifidu menaruh perhatian kepada sejumlah objek melalui

gelombang sinar, suara atau kontak langsung dengan sensori organ tubuh,

kemudian suatu kesan dikumpulkan dan disimpandalam pikiranya. Tahap konkrit

ini umumnya dialami oleh bayi-bayi berusia beberapa bulan atau satu tahun,

meskipun mereka belum berkembang pada aspek bahasanya. (Solso, 1988).

2. Taraf Identitas

            Pada taraf ini suatu konsep dicapai ketika seseorang mengenal sesuatu

objek yang serupa dengan apa yang pernah ditemukan sebelumnya. Ketika

seseorang anak menggenerealisasikan ciri-ciri khusus objek dalam perspektif yang

berbeda, maka dapat disimpulkan bahwa ia telah mencapai konsep pada taraf

identitas ini. Pembentukan konsep pada tarap konkrit hanya melibatkan

pembedaan suatu objek dari yang lain, tetapi pada taraf identitas melibatkan

berbagai bentuk pembedaan objek yang sama dari objek-objek lain dan juga

menggeneralisasikanya (Chahan, 1978).

3. Taraf Klasifikasi

            Taraf kalsifikasi yang paling rendah dicapai ketika individu mulai sanggup

belum mampu menggambarkan alasan dasar bagi responya itu. Pada waktu

melihat seekor anak kuda milik tetangga dan keluarganya lalu anak itu

10

Page 11: makalah kognitif pembentukan konsep, penalaran dan pengambilan keputusan.docx

mengatakan bahwa keduanya adalah binatang kuda, maka berarti ia telah

menemukan suatu konsep pada taraf klasifikasi.

4. Taraf Formal

            Konsep pada taraf formal telah dicapai apabila indifidu dapat memberi

nama suatu konsep baik nama intriksinya maupun pendefinisian atribut-atribut

yang dapat diterima oleh masyarakat dan secara tepat dapat memberi contoh-

contoh mana objek yang memiliki atribut-atribut tersebut dan mana yang tidak.

Juga ia dapat menyatakan alas an yang menjadi dasar dari pendefinisianya. Jadi

aspek yang menonjol dalam taraf formal adalah kesanggupan indifidu untuk

menyebut satu persatu, memberikan atribut definitifnya dan membedakan diantara

contoh-contoh konsep atas dasar ada atau tidak adanya atribut-atribut definitive

tersebut.

I. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar Konsep

            Proses belajar konsep dan kategori dipengaruhi oleh beberapa faktor,

antara lain adalah faktor tugas, atribut, umpan balik, bahan atau materi dan

perbedaan indifidu.

1. Tugas

            Menurut pendapat Ellis dan Hunt (1993) ada tiga faktor dari sesuatu tugas

yang mempengaruhi bagaimana individu membentuk konsep-konsep. Tiga faktor

ini adalah meliputi; contoh-contoh positif sebagai kebalikan dari contoh-contoh

negative, atribut-atribut yang relevan dan tidak relevan dan umpan balik, dan juga

termasuk konteks bahasa.

            Pertama, penggunaan contoh-contoh positif dan kebalikanya contoh-

contoh negative dalam belajar konsep, keduanya memiliki konsekuensi yang

berbeda. Secara umum jawaban yang diberikan subjek lebih cepat belajar konsep

melalui contoh-contoh yang negative meskipun ini tidak mutlak. Salah satu alas

an adalah manusia cenderung menyukai contoh-contoh positif yang kebanyakan

dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-hari

            Kedua, jumlah atribut yang relevan dan tidak relevan juga mempengaruhi

tingkat kemudahan belajar konsep. Makin banyak jumlah atribut tambahan yang

11

Page 12: makalah kognitif pembentukan konsep, penalaran dan pengambilan keputusan.docx

relevan, maka belajar konsep menjadi lebih cepat. Sebaliknya, makin bertambah

jumlah sifat yang tidak relevan makin sulit belajar konsep dilakukan. Ketiga,

umpan balik adalah salahsatu faktor yang sangat penting didalam proses belajar

konsep, karena dapat menyediakan informasi terhadap kebenaran atau kesalahan

hipotesis yang digunakan individu.

            Konteks bahasa juga mempengaruhi penilaian individu terhadap suatu

kategori. Konteks bahasa ini dapat mempengaruhi cara individu

mengklasifikasikan objek-objek demikikan hasil penelitian Labov (dalam Ellis

dan Hunt, 1993; Felder, 1986). Namun demikian, hasil penelitian yang dilakukan

felder (1986) menunjukan bahwa penilaian yang didasrkan atas relasi diantara

objek-objek kategori dilakuklan lebih cepat daripada konteks bahasa.

2. Gambar dan Kata-Kata

            Sejumlah penelitian menemukan bahwa gambar-gambar dikategorikan

lebih cepat daripada sebutan nama-namanya. Ternyata hal ini tidak konsisten

dengan hasil beberapa hasil penelitian berikutnya ( Snodgross, 1986), sehingga

tidak dapat dikatakan bahwa mengkategorikan gambar lebih mudah dan

menguntungkan bagi individu  daripada kata-kata atau bahasa.

Berdasarkan perbedaan hasil-hasil penelitian tersebut, maka diajukan beberapa

teori yang dikaitkan dengan representasi informasi didalam long-term memory

(LTM). Seperti teori pengkodean ganda berasumsi bahwa terdapat dua system

memori, satu untuk informasi spasial-visual dan dua untuk informasi ferbal (kata-

kata). Dengan demikian, gambar-gambar diproses terutama didalam system

memori visual, sedangkan kata-kata diproses kedalam system memori verb 

Menurut teori proposisi konsepsual diasumsikan bahwa informasi fisual dan

verbal disimpan dalam bentuk proposisi abstrak dan saling berhubungan. Dengan

begitu, maka dalam menghadapi rangsangan yang masuk baik gambar maupun

verbal tidak berbeda dalam kecepatan proses kategorisasi.

3. Perbedaan Individu

            Menurut pendapat Chauhan (1978), dalam pembentukan konsep-konsep

antara individu satu dengan yang lain dapat berbeda, tergantung pada misalnya

tingkat usia, intelegensi dan pengalaman masing-masing. Demikian juga menurut 

12

Page 13: makalah kognitif pembentukan konsep, penalaran dan pengambilan keputusan.docx

pendapat Craig (1968) bahwa perbedaan strategi pemprosesan informasi termasuk

belajar konsep sangat erat berhubungan dengan tingkat usia dan jumlah

pengetahuan atau pengalaman yang relevan yang telah dimiliki. Juga hasil

penelitian Phrem (1968) menunjukan bahwa penelitian verbal pendahuluan pada

anak dapat mempengaruhi kemampuanya untuk melakukan transfer latihan dalam

tugas-tugas belajar konsep dikemudin hari.

13

Page 14: makalah kognitif pembentukan konsep, penalaran dan pengambilan keputusan.docx

BAB II

PENGAMBILAN KEPUTUSAN

A. Penilaian dan Pengambilan Keputusan

1. Teori keputusan klasik

Model pertama tentang bagaimana manusia mengambil keputusan disebut

dengan teori keputusan klasik. Adapun beberapa teorinya yaitu :

a. Homo economicus

Model ini mengamsusikan 3 hal yaitu : pertama, pengambilan keputusan

diinformasikan sepenuhnya terkait dengan semua pilihan yang

memungkinkan bagi keputusan mereka. Kedua, mereka sangat sensitif

terhadappemilahan-pemilahan yang halus di antara opsi-opsi keputusan.

Ketiga, mereka sepenuhnya rasional terkait dengan pilihan terhadap opsi-

opsi.

b. Kemanfaatan subjek yang diiginkan

Menurut teori ini dalam pengambilan keputusan manusia berusaha

memaksimalkan rasa senang dan menghindari rasa sakit. Untuk

melakukan dua hal ini setiap dari kita mengkalkulasi dua hal berikut

yaitu : kemanfaatan subjektif, kalkulasi berbasis penitikberatan individu

terhadap kemanfaan (nilai) lebih daripada kriteria objektif. Probabilitas

subjektif, kalkulasi berbasis estimasi individu terhadap kemungkinan, lebih

dari pada pengomputasian statistik yang objektif.

Manusia berusaha mencapai keputusan berdasarkan 5 faktor yaitu :

1) Mempertimbangkan semua alternatif yang diketahui, berdasarkan

alternatif-alternatif tak terprediksi yang tersedia.

2) Penggunaan jumlah maksimum informasi yang tersedia, bedasarkan

informasi relevan yang mungkin belum tersedia.

3) Mengukur bobot potensial biayan (risiko) dan keuntungan setiap

alternatif.

14

Page 15: makalah kognitif pembentukan konsep, penalaran dan pengambilan keputusan.docx

4) Kalkulasi yang berhati-hati (meski subjektif) mengenai probabilitas

berbagai keluaran, berdasarkan hasil yang belum bisa dikethui secara

pasti.

5) Derajat maksimum kemasukakalan penalaran, berdasarkan

pertimbangan terhadap keempat faktor sebelumnya.

2. Pemuasan

Menurut Simon (1957) kita biasa menggunakan strategi pengambilan

keputusan yang disebut pemuasan. Dalam pemuasan, kita mempertimbangkan

setiap opsi satu per satu, lalu memilih sebuah opsi sesegera kita menemukan opsi

terebut memuaskan, atau cukup baik untuk memenuhi tingkat akseptabilitas. Kita

akan mempertimbangkanjumlah opsi minimal mungkin sesuai yang dibutuhkan

untuk mencapai sebuah keputusan yang diyakini akan memuaskan persyaratan

minimum.

3. Pengeliminasian melalui berbagai aspek

Kadang kala kita menggunakan strategi yang berbeda ketika dihadapkan

kepada alternatif-alternatif lain ketimbang saat kita merasakan bahwa kita bisa

mempertimbangkan dengan benar berdasarkan waktu yang dimiliki (Tversky,

1972a, 1972b). Didakam pengeliminasian melalui berbagai aspek, kita

menyisihkan alternatif-alternatif dengan memfokuskan perhatian kepada berbagai

aspek setiap alternatif, satu aspek pada satu waktu. Khususnya kita, memfokuskan

diri kepada satu aspek (atribut) dari berbagai opsi.

Kita membentuk sebuah kriteria minimum bagi aspek tersebut. Kita

mengeliminasi semua opsi yang tidak memenuhi kriteria tersebut. Untuk opsi

yang tersisa, kita lalu memilih sebuah aspek kedua yang kerenanya kita

menetapkan sebuah kriteria minimumuntuk menyisihkan opsi-opsi tambahan. Kita

terus menggunakan sebuah proses berurutan penyisihan opsi-opsi dengan

mempertimbangkan serangkaian aspek hingga satiu opsi saja yang tersisa (Dawes,

2000).

Seringkali kita menggunakan jalan pintas-mental (mental shortcut) bahkan

bias-bias yang membatasi dan terkadang mendistorsi kemampuan kita mengambil

keputusan-keputusan rasional. Salah satu cara kunci menggunakan jalan-pintas

15

Page 16: makalah kognitif pembentukan konsep, penalaran dan pengambilan keputusan.docx

mental adalah dengan memusatkan estimasi-estimasi kita terhadap probabilitas.

Probabilitas yang lain adalah probabilitas bersyarat, yaitu kemungkinan bagi

munculnya suatu kejadian mensyaratkan kejadian lain muncl terlebih dahulu.

Rumus kalkulasi probabilitas bersyarat berdasarkan bukti dikenal sebagai teorema

Bayes. Teorema ini cukup kompleks, sehingga banyak orang tidak

menggunakannya dalam situasi-situasi penalaran sehari-hari. Meskipun begitu,

kalkulasi-kalkulasi seperti itu sangat esensial untuk mengevaluasi hipotesis-

hipotesis ilmiah, membentuk diagnosis-diagnosis medis yang realistik,

menganalisis data demografis dan menggarap banyak tugas dunia nyata lainnya.

4. Heuristika dan Bias-bias

Manusia membuat banyak keputusan berdasarkan bias-bias dan heuristika

(jalan-pintas mental) di dalam pikiran mereka. Heuristika adalah strategi-strategi

informal, intuitif dan spekulatif yang terkadang mengarah kepada solusi yang

efektif namun terkadang tidak. Jalan-pintas mental ini memang bisa menerangi

muatan kognitif dalam pengambilan keputusan, namun juga membuka

kemungkinan lebih besar bagi terjadinya kesalahan.

Di dalam perwakilan, kita menilai probabilitas suatu kejadian yang tidak

pasti berdasarkan :

a. Betapa jelasnya dia mirip dengan, atau mewakili populasi tempatnya

berasal

b. Derajat yang padanya dia mencerminkan ciri-ciri menyolok proses yang

tempatnya muncul (seperti keacakan)

Contoh, yakni jika urutan kelahiran yang pertama lebih besar, karena dia

lebih mewakili jumlah wanita dan pria di dalam populasi, dan tampaknya lebih

acak ketimbang urutan kelahiran kedua. Namun, faktanya apapun urutannya,

kemungkinan lahirnya jenis kelamin tertentu sama-sama berpotensi muncul secara

kebetulan.

Contoh lain heuristika perwakilan adalah sesat-pikir penjudi (gambler-

fallacy). Sesat-pikir penjudi adalah keyakinan keliru bahwa probabilitas sebuah

kejadian acak tertentu, seperti menang kalahnya sebuah permainan peluang,

dipengaruhi oleh kejadian acak sebelumnya. Contoh, seorang penjudi yang

16

Page 17: makalah kognitif pembentukan konsep, penalaran dan pengambilan keputusan.docx

kehilangan lima taruhan berturut-turut mungkin percaya kalau sebuah

kemenangan baru tercapai setelah babak keenam. Namun sebenarnya setiap

taruhan (tepukan koin) adalah kejadian yang independen satu sama lain. Ia

memiliki probabilitas yang sama untuk menang atau kalah.

Sesat-pikir lain yang terkait dengan sesat-pikir penjudi adalah keyakinan

keliru terhadap ‘tangan panas’ (hothand) atau ‘tembakan kemenangan’ (streak

shooter). Dalam permainan basket. Para pemain mengambil keuntungan dari

keyakinan seperti ini dan akan menjaga ketat pemain lawan yang baru saja

memasukan bola. Alasannya, para pemain lawan akan terpacu untuk berusaha

keras dalam memasukan bola lagi.

Alasan kita sering menggunakan heuristika perwakilan adalah keliru

meyakini bahwa sempel kecil (seperti kejadian, orang-orang, ciri-ciri) mewakili

seluruh populasi tempat sempel tersebut ditarik (Tversky & Kahneman, 1971).

Khususnya kita cenderung meremehkan kemungkinan bahwa karekteristik sempel

kecil (seperti orang-orang yang sudah kita kenal akrab) direpresentasikan secara

tidak adekuat mewakili karakteristik seluruh populasi.

Kita cenderung menggunakan heuristika perwakilan saat dihadapkan

dengan bukti anekdot berbasis sempel yang sangat kecil dari seluruh populasi.

Pengandalan dengan menggunakan bukti anekdot ini disebut sebagai argumentasi

‘seseorang yang’. Salah satu alasan manusia menggunakan heuristika perwakilan

secara keliru adalah gagal memahami konsep perkiraan dasar. Perkiraan dasar

(base rate) mengacu kepada kelaziman sebuah kejadian atau karakteristik di

dalam populasi kejadian atau karakteristik.

Saat mengambil keputusan sehari-hari, manusia sering mengabaikan

onformasi dari perkiraan dasar ini padahal sangat penting bagi penilaian dan

pengambilan keputusan yang efektif. Di banyak pekerjaan, penggunaan informasi

perkiraan dasar sangat esensial bagi performa kerja yang adekuat. Mereka bisa

diajari cara menggunakan perkiraan dasar untuk menyempurnakan pengambilan

keputusan mereka (Gigerenzer, 1996; Koehler, 1996).

17

Page 18: makalah kognitif pembentukan konsep, penalaran dan pengambilan keputusan.docx

5. Ketersediaan

Sebagian besar dari kita terkadang menggunakan apa yang disebut

heuristika ketersediaan, yàitu membuat penilaian berdasarkan seberapa mudah

kita bisa mengingat apa yang sudah diserap sebagai contoh relevan suatu

fenomena (Tversky & Kahneman, 1973; lihat juga Fischhoff, 1999; Stennberg,

2000).

Namun begitu, sesat-pikir konjungtif bisa juga muncul dan heuristika

perwakilan, khususnya ketika indivldu terlibat di dalam penalaran probabilistic

(Tversky & Kahneman, 1983; lihat juga Dawes, 2000).

Tversky dan Kahneman, contohnya, menanyakan kepada para mahasiswa hal-hal

berikut:

Tolong berikan estimasi Anda tentang nilai-nilai berikut: Berapakah

persentase pria yang disurvei (dalam sebuah survei kesehatan) berpotensi

untuk terkena serangan jantung? Berapakah persentase pria yang disurvei

yang berusia lebih dan 55 tahun berpotensi untuk terkena serangan

jantung? (hlm. 308)

Perkiraan rata-rata partisipan adalah 18% untuk pertanyaan pertama dan

30% untuk pertanyaan kedua, sedangkan 65% partisipan memberikan perkiraan

lebih tinggi bagi pertanyaan kedua. Padahal kita tahu kelompok kedua merupakan

bagian dan keiompok pertarna, karena himpunan {pria 55 tahun} ke atas

merupakan bagian dari himpunan {pria}.

Varian lain dari sesat-pikir konjungtif adalab sesat-pikir inklusi. Di dalam

sesat-pikir inkiusi, individu menilai sebuah kemungkinan iebih besar bahwa setiap

anggota dari sebuah kategori yang inklusif memiliki satu ciri tertentu ketimbang

anggota subset kategori inklusif lainnya (Shafir, Osherson & Smith, 1990).

Heuristika seperti perwakilan dan ketersediaan tidak selalu mengarah

kepada penilaian keliru atau keputusan tidak tepat. Walaupun demikian,

ketersediaan bisa juga dipengaruhi oleh kebaruan presentasi, ketidaklazirnan, atau

perbedaan mencolok kejadian atau kategori kejadian tertentu bagi setiap individu.

Namun, ketika informasi yang tersedia tidak dibiaskan untuk sejumlah alasan,

informasi yang paling tersedia yang biasanya dianggap paling umum. Dalam

18

Page 19: makalah kognitif pembentukan konsep, penalaran dan pengambilan keputusan.docx

kasus-kasus in heuristika ketersediaan sering kali menjadi jalan-pintas mental

yang nyaman dengan sedikit biaya. Akan tetapi, ketika cakupan-cakupan tertentu

tidak bisa diingat lebih baik karena bias-bias (seperti pandangan Anda tentang

perilaku Anda sendiri, dibandingkan dengan pandangan orang lain), heuristika

ketersediaan bisa mengarah pada keputusan-keputusan yang kurang begitu

optimal.

B. Fenomena Penilaian yang Lain

Sebuah heuristika yang lain terkait dengan ketersediaan adalah ‘heuristika

penjangkaran-dan-penyesuaian’ (anchoring-and-adjustment heuristic). Disini

manusia menyesuaikan evaluasi mereka terhadap hal-hal melalui titik-titik acuan

tertentu yang disebut ‘jangkar-akhir’ (end-anchors). Sebelum Anda meneruskan

bacaan in dengan cepat (kurang dan 5 detik) hitunglah di luar kepala jawaban

terhadap masalah berikut:

8x7x6x5x4x3x2x1

Sekarang, dengan cepat pula hitung jawahan bagi masalah berikut:

1x2x3x4x5x6x7x8

Dua kelompok partisipan menghitung salah satu dan rangkaian 8 angka ini

(Tversky & Kahneman, 1974). Estimasi median (nilai tengah) bagi partisipan

yang mengerjakan rangkaian pertama adalah 2.250. Sedangkan estimasi median

partisipan yang mengerjakan rangkaian kedua adalah 512. (Hasil aktual bagi

keduanya adalah 40.320). Kedua hasil hitungan ini sebenarnya sama karena setiap

angkanya sama, cuma dibalik susunannya. Walaupun demikian, partisipan di

tugas pertama mencapai hasil lebih tinggi daripada partisipan di tugas kedua.

Alasannya adalah penghitungan mereka terhadap penjangkaran —beberapa angka

pertama yang dikalikan satu sama lain—menunjukkan estimasi lebih tinggi,

sehingga darinya mereka membuat sebuah penyesuaian untuk mencapai hitungan

akhir.

Pertimbangan lain di dalam teori keputusan adalah pengaruh dan ‘efek-

efek penyusunan’ (framing effects), yaitu cara opsi-opsi dipresentasikan

mempengaruhi cara kita menyeleksi sebuah opsi (Tversky & Kahneman, 1981).

19

Page 20: makalah kognitif pembentukan konsep, penalaran dan pengambilan keputusan.docx

Contoh, kita cenderung memilih opsi yang justru membuktikan risiko saat

dihadapkan dengan opsi pencapaian potensial. Artinya, kita cenderung memilih

opsi-opsi yang menawarkan pencapaian kecil namun pasti daripada pencapaian

besar, namun tidak pasti, kecuali pencapaian yang tidak pasti ini kelewat besar.

Contoh nya bisa dilihat di dalam kotak ‘Menginvestigasi Psikologi Kognitif’

berikut ini yang digunakan Tversky dan Kahneman (1981).

Fenomen penilaian yang lain adalah korelasi ilusif. Di sini kita cenderung

melihat kejadian kejadian, atribut-atribut dan kategori-kategori tertentu jalan

bersama-sama karena kita terkondisikan untuk melihatnya demikian (Hamilton &

Lickel, 2000). Di dalam kejadian-kejadian, kita mungkin cenderung melihatnya

sebagai hubungan-hubungan sebab-akibat. Di dalam atribut-atribut, kita mungkin

menggunakan prasangka-prasangka pribadi untuk membentuk dan menggunakan

stereotip-stereotip (yang bisa jadi akibat dan penggunaan heuristika perwakilan).

Korelasi ilusif ini bahkan bisa memengaruhi diagnosis-diagnosis psikiatris

berbasis tes-tes proyektif seperti Tes Rorschach dan Tes DAP (Chapman &

Chapman, 1967, 1969, 1975). Para psikolog bisa saja menunjukkan sebuah

korelasi yang keliru bahwa respons-respons tertentu pasien diasosiasikan dengan

diagnosis tertentu. Contoh, mereka yakin kalau pasien yang didiagnosis paranoid

cenderung menggambar manusia dengan mata lebih besar ketimbang individu

yang didiagnosis lain. Faktanya, pasien yang didiagnosis paranoid tidak

menggambar mata manusia lebih besar ketimbang pasien yang didiagnosis

penyakit lain. Yang menarik, kira-kira apa yang akan terjadi jika pasien lalu

diminta untuk mengamati korelasi antara respons-responsnya tersebut dengan

diagnosis yang diasosiasikan psikolognya? Para pasien itu akan cenderung

melihat korelasi ilusif penyakit mereka, meski sebenarnya tidak ada korelasi yang

terjadi.

Kesalahan umum yang lain adalah keyakinan berlebihan —sebuah

penilaian berlebihan individu terhadap kemampuan, pengetahuan atau

penilaiannya sendiri. Contoh, partisipan dimmta menjawab 200 pernyataan

dengan dua alternatif seperti Absinte adalah (a) sebuah cairan alkohol, (b) sebuah

batu berharga.” (Absinte adalah cairan alkohol berbau harum dan berasa manis.)

20

Page 21: makalah kognitif pembentukan konsep, penalaran dan pengambilan keputusan.docx

Partisipan dimirita memiih jawaban yang benar dan menuliskan seberapa besar

probabilitas jawaban mereka benar (Fischoff, Slovic & Lichtenstein, 1977). Para

partisipan kebanyakan terlalu percaya diri. Contoh, ketika mereka menulis

probabilitas jawaban mereka benar 100%, ternyata kebenarannya hanya sampai

80% saja. Secara umum, partisipan cenderung mengestimasi secara berlebihan

akurasi penilaian mereka (Kahneman & Tversky, 1996). Kenapa partisipan bisa

menjadi terlalu yakin seperti itu? Salah satu alasannya adalah partisipan mungkin

tidak menyadari seberapa kecil yang mereka ketahui. Alasan kedua adalah mereka

menyadari apa yang mereka asumsikan ketika mengingat pengetahuan yang

tersimpan dalam memorinya. Alasan ketiga adalah mereka mungkin melupakan

fakta kalau informasi mereka berasal dan sumber-sumber yang tidak bisa

dipercaya (Carison, 1995; Griffin & Tversky, 1992).

Karena terlalu percaya diri, manusia sering mengambil keputusan yang

buruk. Keputusan-keputusan ini didasarkan kepada informasi yang tidak adekuat

dan strategi pengambilan keputusan yang tidak efektif. Kenapa kita cenderung

menjadi terlalu percaya diri di dalam penilaian yang masib belum begitu jelas.

Salah satu penjelasannya adalah kita lebih suka untuk tidak berpikir kalau kita

sudah keliru (Fischhoff, 1988).

Sebuah kekeliruan di dalam penilaian yang cukup umum di dalam pikiran

manusia adalah sesat-pikir penyusutan-biaya (sunk-cost fallacy) (Dupuy, 1998,

1999; Nozick, 1990). Sesat-pikir penyusutan biaya adalah keputusan untuk terus

menginvestasikan di dalam sesuatu hanya karena sudah menginvestasikan hal

tersebut sebelumnya sehingga berharap bisa mengembalikan investasinya lagi.

Kebanyakan penelitian tentang penilaian dan pengambilan keputusan telah

difokuskan pada kekeliruan yang kita buat. Rasionalitas manusia terbatas, begitu

pula irasionalitasnya terbatas (Cohen, 1981). Kita memang bertindak secara

rasional dalam hanyak hal, namun kita juga bisa menyempurnakan cara

mengambil keputusan lewat praktik. Lebih jauh lagi, kita bisa berusaha

menghindari keyakinan-berlebihan di dalam tebakan-tebakan intuitif kita terkait

pilihan-pilihan optimal. Cara lain mengoptimalkan pengambilan keputusan adalah

21

Page 22: makalah kognitif pembentukan konsep, penalaran dan pengambilan keputusan.docx

menggunakan penalaran dengan hati-hati dalam menarik kesimpulan tentang

berbagai opsi yang tersedia di hadapan kita.

Heuristika tidak selalu membuat kita tersesat, bahkan terkadang menjadi

cara yang menakjubkan untuk menarik kesimpulan yang masuk akal. Contoh

sebuah heuristika sederhana, lakukan yang terbaik, bisa menjadi sangat efektif di

dalam situasi-situasi keputusan tertentu (Gigerenzer & Goldstein, 1996;

Gigerenzer, Todd & ABC Research Group, 1999; Marsh, Todd & Gigerenzer,

2004). Aturannya sederhana. Untuk membuat sebuah keputusan, identifikasikan

kriteria tunggal yang paling penting bagi Anda dalam mengambil keputusan

tersebut. Contoh, ketika memilih sebuah mobil baru, faktor paling penting yang

dikategorikan mungkin adalah efisiensi bahan bakar, keamanan dan performa

mesin. Sekilas, heuristika ‘lakukan yang terbaik’ tampaknya tidak adekuat, namun

faktanya sering mengarah kepada keputusan yang sangat baik, bahkan lebih baik

dalam banyak kasus ketimbang heuristika yang jauh lebih rumit. Walaupun

demikian, heuristika sederhana tetap bisa menghasilkan keputusan yang tidak

tepat juga, meski untuk menilai tujuan-tujuan praktis tindakan seseorang sering

kali terbukti efektif (Evans & Over, 1996).

Jenis berpikir lain yang terkait dengan heuristika adalah penalaran.

Penalaran adalah proses penarikan penyimpulan dan prinsip-prinsip dan dan bukti

(Leighton, 2004a, 2004b; Leighton & Sternberg, 2004; Leighton & Sternberg,

2004; Sternberg, 2004b; Wason & Johnson-Laird, 1972). Di dalam penalaran, kita

bergerak dan apa yang sudah diketahui menuju kesimpulan baru, atau

mengevaluasi kesimpulan yang sudah diusulkan.

Penalaran sering kali dibagi menjadi dua jenis: penalaran deduktif dan

induktif. Penalaran deduktif adalah proses penalaran dan satu atau lebih

pernyataan urnum terkait dengan apa yang diketahui untuk mencapai saW

kesimpulan logis tertentu (Johnson Laird, 2000; Rips, 1999; William, 2000).

Penalaran ini sering melibatkan penalaran dan satu atau lebih pernyataan umum

terkait dengan apa yang diketahui menuju pengaplikasian khususnya. Sebaliknya,

penalaran induktif adalah proses penalaran dan fakta-fakta atau observasi-

observasi spesifik untuk mencapai kesimpulan yang bisa menjelaskan fakta-fakta

22

Page 23: makalah kognitif pembentukan konsep, penalaran dan pengambilan keputusan.docx

tersebut secara koheren. Ciri kunci yang membedakan penalaran induktif dan

penalaran deduktif adalah di dalam penalaran induktif, kita tidak pernah bisa

mencapai kesimpulan logis tertentu. Kita hanya bisa mencapai kesimpulan yang

terbentuk baik atau potensial.

23

Page 24: makalah kognitif pembentukan konsep, penalaran dan pengambilan keputusan.docx

BAB III

LOGIKA ATAU PENALARAN

A. Penalaran Deduktif

Dasar Penalaran Deduktif adalah Proporsisi-proporsisi logis.

Proporsisi pada dasarnya merupakan sebuah pernyataan yang bisa benar atau

salah.

Premis proposisi-proposisi yang membentuk argumentasi-argumentasi.

Tujuan Penalaran Deduktif membantu manusia menghubungkan berbagai

proposisi dalam upaya menarik kesimpulan

1. Penalaran Bersyarat

Penalaran bersyarat, dimana penalar harus menarik kesimpulan

berdasarkan proposisi jika-maka. Proposisi ini menyatakan jika kondisi anteseden

p dipenuhi, maka peristiwa q mengikutinya. Validitas Deduktif tidak sama

dengan kebenaran. Anda bisa mencarapi kesimpulan deduktif valid namun tidak

benar dgn kondisi nyata. Hal ini tergantung dari premis-premis.

Faktanya, manusia mudah keliru dengan menerima argumen yang tidak

logis sebagai logis jika kesimpulannya secara faktual benar. Secara singkat

Validitas Deduktif adalah ke”masuk akal”an dalam penalaran. Skema

Penalaran Pragmatis adalah pengorganisasian umum prinsip-prinsip atau aturan-

aturan yang berkaitan dengan jenis-jenis khusus tujuan seperti permisivitas,

kewajiban atau kausalitas. Skema ini terkadang disebut skema pragmatis.

Bagaimana cara evolusi memengaruhi kognisi manusia? Menurut

Cosmides, peranti penguasaan- skema memfasilitasi kemampuan kita untuk

mengorganisasikan informasi tersebut menjadi kerangka kerja yang lebih

bermakna. Sifat skema disini sangat fleksibel namun mereka juga menyeleksi dan

mengorganisasi informasi yang diperoleh dengan cara paling efektif dalam situasi

yang kita hadapi di fenomena perubahan sosial.

24

Page 25: makalah kognitif pembentukan konsep, penalaran dan pengambilan keputusan.docx

Menurut Cosmides, ada 2 jenis penyimpulan yang khususnya diwakili skema-

skema perubahan sosial:

1) Penyimpulan terkait dengan biaya dan keuntungan

2) Penyimpulan yang membantu manusia dalam memprediksi perilaku

seseorang dalam perubahan sosial tertentu.

2. Penalaran Silogistik

Sebagai tambahan bagi penalaran bersyarat, tipe kunci lain penalaran

deduktif adalah penalaran silogistik, yang didasarkan kepada penggunaan

silogisme-silogisme. Silogisme adalah argument-argumen deduktif yang

melibatkan penarikan kesimpulan dari dua premis (Rips, 1994, 1999). Semua

silogisme mengandung satu premis mayor, satu premis minor dan satu

kesimpulan. Meskipun demikian, tidak ada kesimpulan logis yang bisa ditarik dari

dua premis khusus (partikularis).

3. Silogisme-silogisme Linear

Dalam sebuah silogisme, masing-masing dari dua premis mendeskripsikan

satu hubungan tertentu di antara dua item, dan minimal salah satu item bersifat

umum bagi kedua premis. Item-item bisa saja berupa objek-objek, kategori-

kategori, atribut-atribut atau hampir apa pun yang bisa dikaitkan dengan sesuatu.

Para ahli logika merancang terma pertama premis mayor sebagai subjek. Terma

umum menjadi terma tengah (digunakan sekali di setiap premis). Dan terma kedua

premis minor digunakan menjadi predikat.

Di dalam silogisme linear, hubungan di antara item-item bersifat linier,

bisa berbentuk perbandingan kuantitatif maupun kualitatif. Setiap terma

menunjukkan kurang lebih atribut atau kuantitas tertentu. Contoh, katakanlah

Anda diberikan sebuah persoalan di dalam kotak “Menginvestigasi Psikologi

Kognitif” berikut ini.

Masing-masing dari kedua premis ini menggambarkan sebuah hubungan

linear di antara dua item. Tugas penalaran deduktif bagi silogisme linear adalah

menentukan hubungan antara dua item yang tidak muncul di dalam premis yang

sama. Di dalam silogisme linear sebelumnya, pemecah masalah perlu

25

Page 26: makalah kognitif pembentukan konsep, penalaran dan pengambilan keputusan.docx

menyimpulkan kalau Anda lebih cerdas daripada teman sekamar Anda untuk

menyadari kalau Anda yang paling cerdas dari ketiganya.

Ketika silogisme linear secara deduktif valid, kesimpulan akan mengikuti

secara logis dari premis-premisnya. Kita bisa mendeduksi dengan benar kepastian

total bahwa Anda yang paling cerdas dari ketiganya. Namun teman sekamar atau

sahabat Anda mungkin bisa menunjukkan satu titik lemah di dalam kesimpulan

Anda. Bahkan sebuah kesimpulan yang secara deduktif valid bisa saja secara

objektif tidak benar. Namun dalam contoh ini, penyimpulan Anda benar.

Jadi bagaimana cara manusia menyelesaikan masalah silogisme linear ini ?

Beberapa teori yang berbeda sudah diusulkan. Beberapa peneliti menunjukkan

kalau silogisme linear diselesaikan secara spasial lewat perpresentasian mental

yang kontinum dan linier (DeSoto, London & Handel, 1965; Huttenlocher, 1968).

Intinya adalah manusia membayangkan sebuah representasi visual yang

mendasari terma-terma pada sebuah kontinum yang linier.

Peneliti yang lain menemukan bahwa manusia menyelesaikan silogisme

linear dengan menggunakan model semantik yang melibatkan perpresentasian

proposisi (Clark, 1969). Contoh, premis “Anda lebih cerdas daripada teman

sekamar” direpresentasikan sebagai [lebih cerdas (Anda, teman sekamar Anda)].

Menurut pandangan ini, manusia tidak menggunakan imaji-imaji sama sekali

melainkan lebih cenderung mengkombinasikan proposisi-proposisi semantik.

Pandangan ketiga adalah manusia memakai pengombinasian representasi-

representasi spasial dan proposisional untuk menyelesaikan silogisme-silogisme

(Strenberg, 1980). Menurut pandangan ini, manusia menggunakan proposisi-

proposisi yang awalnya merepresentasikan masing-masing premis. Mereka lalu

membentuk imaji-imaji mental berdasarkan isi proposisi-proposisi tersebut.

Pengetesan terhadap model ini mendukung hipotesis pengombinasian (atau

pencampuran) model perpresentasian yang entah ekslusif spasial (Sternberg,

1980).

Walaupun demikian, tak satu pun dari ketiga model ini benar sepenuhnya.

Ketiganya menunjukkan performa rata-rata di banyak individu. Sebaliknya,

muncul terdapat sejumlah perbedaan di dalam strategi-strategi individu, karena

26

Page 27: makalah kognitif pembentukan konsep, penalaran dan pengambilan keputusan.docx

sebagian cenderung menggunakan strategi imaji sementara yang lain cenderung

mengandalkan strategi proposisi (Sternberg & Weil, 1980). Hasil ini

menunjukkan sebuah pembatasan penting di banyak temuan psikologis : kecuali

mengamati setiap individu secara terpisah, kita berisiko untuk melompat kepada

kesimpulan berdasarkan sebuah kelompok rata-rata yang tidak bisa diaplikasikan

ke setiap orang per individu. Meskipun banyak orang bisa menggunakan strategi

kombinasi, namun tidak setiap dari mereka melakukannya. Jadi satu-satunya cara

menemukan strategi mereka adalah dengan menguji setiap individu tersebut.

4. Silogisme-silogisme kategoris

Jenis silogisme yang paling terkenal adalah silogisme kategoris. Sama

seperti jenis silogisme yang lain, silogisme kategoris mengandung dua premis dan

dua kesimpulan. Hanya saja di dalam kasus silogisme kategoris, premis-premis

menyatakan sesuatu tentang keanggotaan kategoris term-term –nya. Namun

begitu, faktanya setiap term ini merepresentasikan entah sebuah, tidak satu pun,

atau beberapa anggota kelas atau kategori tertentu. Seperti pada silogisme yang

lain, setiap premis mengandung dua term. Salah satunya haruslah term tengah

yang umum lagi kedua premis. Term pertama dan kedua di setipa premis

dihubungkan lewat keanggotaan kategoris term-term. Artinya, sebuah term adalah

anggota sebuah kelas yang ditunjuk oleh term yang lain. Bagaimanapun premis-

premis ini dibungkus dalam kata-kata, mereka tetap menyatakan bahwa beberapa

(atau semua / tidak satu pun) anggota-anggota kategori dari term pertama adalah

(atau bukan) anggota-anggota kategori term kedua. Jadi untuk menentukan apakah

kesimpulan muncul secara logis dari premis-premis, penalar harus menentukan

kategori keanggotaan term-term tersebut lebih dahulu. Sebuah contoh silogisme

kategoris bisa berbentuk sebagai berikut :

Sebuah psikologi kognitif adalah pianis.

Semua pianis adalah atlet.

Kalau begitu, semua psikologi kognitif adalah atit.

Di semua jenis silogisme, beberapa kombinasi premis mengarah kepada

kesimpulan yang tidak valid secara logis. Di dalam silogisme kategoris

27

Page 28: makalah kognitif pembentukan konsep, penalaran dan pengambilan keputusan.docx

khususnya, kita tidak bisa menarik kesimpulan yang valid secara logis dari

silogisme-silogisme kategoris yang mengandung dua premis khusus atau dua

premis negatif. Berbagai teori sudah diusulkan tentang cara seseorang

memecahkan permasalahan di dalam silogisme kategoris. Salah satu teori yang

paling awal adalah bias atmosfer (Begg & Denny, 1696; Wood-worth & Sells,

1935). Ada dua ide dasar di dalam teori bias atmosfer ini. Yang pertama adalah

jika terdapat minimal satu negasi di dalam premis-premis, seseorang akan

cenderung memilih solusi negatif. Yang kedua adalah jika terdapat minimal satu

partikularis di dalam premis-premis, seseorang akan cenderung memilih solusi

partikularis.

Peneliti lain memfokuskan perhatian kepada persoalan konversi premis-

premis (Chapman & Chapman, 1959). Di sini, term-term dari sebuah premis

tertentu dibalik. Seseorang kadang-kadang percaya kalau bentuk terbalik premis

sama validnya dengan bentuk orisinilnya. Gagasan utamanya adalah seseorang

cenderung membalikkan pernyataan seperti “Jika A maka B” menjadi “Jika B

maka A”. mereka tidak menyadari kalau dua pernyataan ini tidak ekuivalen.

Kekeliruan ini dilakukan oleh anak-anak maupun orang dewasa (Markovits,

2004).

Sebuah teori yang lebih diterima luas didasarkan kepada gagasan bahwa

seseorang menyelesaikan silogisme dengan menggunakan proses semantik

(berbasis-maknna) terhadap model-model mental (Johnson-Laird, 1997; Johnson-

Laird & Savary, 1999; Johnson-Laird & Steedman, 1978). Konsep penalaran yang

melibatkan proses-proses semantik berdasarkan model-model mental ini bisa

dilawankan dengan proses-proses berbasis-aturan (‘sintaksis’) seperti yang

umumnya dicirikan logika formal. Sebuah model-model mental adalah sebuah

representasi internal informasi yang mengaitkan analogi dengan apapun yang

direpresentasikan (Johnson-Laird, 1983). Beberapa model mental cenderung

mengarah pada kesimpulan yang secara deduktif valid ketimbang model mental

lainnya. Walaupun demikian, beberapa model mental mungkin tidak efektif untuk

menyanggah kesimpulan yang tidak valid.

28

Page 29: makalah kognitif pembentukan konsep, penalaran dan pengambilan keputusan.docx

Dalam dua eksperimen, peran memori-aktif dipelajari dalam kaitannya

dengan penalaran silogistik. Di dalam eksperimen pertama, silogisme disajikan

entah secara oral maupun visual. Presentasi oral meletakkan muatan yang cukup

tinggi pada memori-aktif karena partisipan harus mengingat premis-premis.

Sedangkan di dalam kondisi presentasi visual, partisipan dapat melihat bacaan

premis-premisnya. Dan didapatkan hasil bahwa performa lebih rendah pada

kondisi presentasi oral. Namun, di dalam eksperimen kedua, partisipan diminta

menyelesaikan silogisme-silogisme sekaligus pada waktu yang sama saat

melakukan tugas lain. Kedua tugas tersebut bisa mengandalkan sumber daya

memori-yang-sedang-bekerja, atau tidak sama sekali. Peneliti kemudian

menemukan bahwa tugas yang menggunakan sumber daya memori-aktif

bercampur aduk ini dengan penalaran silogistik partisipan, sedangkan pada tugas

yang tidak menggunakan sumber daya memori-aktif tidak menunjukkan fenomena

tersebut.

Ketika usia anak semakin bertambah, efektivitas penggunaan mereka

terhadap memori-yang-sedang-bekerja meningkat. Begitu pula kemampuan

menggunakan model-model mental yang mengandalkan sumber daya memori-

aktif juga meningkat.

Faktor-faktor yang lain juga bisa memberikan kontribusi bagi kemudahan

membentuk model-model mental. Seseorang tampaknya menyelesaikan masalah-

masalah logis secara lebih akurat dengan lebih mudah ketika term-term

mempunyai nilai pencitraan yang tinggi. Situais ini membantu mereka melakukan

perepresentasian mental. Dengan cara yang sama, ketika proposisi-proposisi

menunjukkan kaitan yang tinggi di dalam imaji-imaji mental, partisipan bisa lebih

mudah dan akurat menyelesaikan masalah dan menilai akurasi kesimpulan.

Contoh, sebuah premis tentang anjing dan sebuah premis tentang kucing lebih

mudah dikaitkan ketimbang sebuah premis tentang anjing dan sebuah premis

tentang meja.

Akhirnya, ada beberapa penalaran deduktif yang mengandung lebih dari

dua premis. Penyimpulan transitif contohnya, dimana pemecah masalah harus

mengatur berbagai term karena memiliki sejumlah premis yang berkaitan dengan

29

Page 30: makalah kognitif pembentukan konsep, penalaran dan pengambilan keputusan.docx

sejumlah term yang lebih banyak lagi. Pembuktian matematis dan logis seperti ini

memiliki cirri deduktif yang kompleks dan mensyaratkan lebih banyak tahapan

untuk diselesaikan.

5. Bantuan dan Hambatan Lebih Jauh di Dalam Penalaran Deduktif

Di dalam penalaran deduktif, kita terlibat di banyak jalan-pintas heuristik. Jalan-

pintas ini terkadang mengarah pada kesimpulan yang tidak akurat. Selain jalan-

pintas, kita juga sering dipengaruhi oleh bias-bias yang mendistorsi hasil-hasil

dari penalaran kita.

Heuristika di dalam penalaran silogistik mencakup kesalahan karena

perluasan yang berlebih-lebihan. Di dalam kesalahan karena perluasan yang

berlebih-lebihan (overextension-errors), kita meluaskan secara berlebihan

penggunaan strategi yang bekerja dari silogisme yang satu ke silogisme lain di

mana strategi-strategi menggagalkan kita. Kita juga mengalami efek-efek

penyegelan saat gagal mempertimbangkan semua kemungkinan sebelum

mencapai sebuah solusi. Selain itu, efek-efek pemfrasaan-premis bisa juga

mempengaruhi penalaran deduktif kita, seperti pengurutan term-term, penggunaan

kualifikasi khusus, atau pemfrasaan negasi. Efek-efek pemfrasan-premis (premise-

phrasing effects) bisa membawa kita kepada pelompatan menuju sebuah

kesimpulan tanpa merefleksikan secara adekuat validitas deduktif silogisme.

Bias-bias yang mempengaruhi penalaran deduktif umumnya berkaitan

dengan isi premis dan bias dipercayainya kesimpulan, tetapi juga berkaitan

dengan kecenderungan menuju bias konfirmasi. Di dalam bias konfirmasi, kita

lebih mencari konfirmasi daripada non-konfirmasi terhadap apa yang kita yakini.

Untuk meningkatkan penalaran deduktif, kita harus menghindari heuristika dan

bias-bias yang mendistorsi penalaran kita. Salah satu faktor yang mempengaruhi

penalaran silogistik adalah suasana hati. Ketika seseorang mengalami suasana hati

yang buruk, mereka cenderung memberi perhatian lebih banyak kepada detail-

detail. Sedangkan orang yang netral suasana hatinya cenderung memperlihatkan

performa seimbang di antara kedua hal ini.

30

Page 31: makalah kognitif pembentukan konsep, penalaran dan pengambilan keputusan.docx

B. Penalaran Induktif

Melalui penalaran deduktif, kesimpulan logis tertentu yang secara deduktif valid,

bisa dicapai minimal secara teoritis. Namun, di dalam penalaran induktif, yang

didasarkan kepada observasi, pencapaian kesimpulan logis apapun tidak mungkin

terjadi. Paling maksimal kita hanya bisa memperjuangkan kesimpulan kuat yang

sangat tinggi tingkatan probilitasnya (Johnson-Laird, 2000; Thargard, 1999).

Contoh, anggaplah anda memerhatikan kalau semua mahasiswa yang

mengikuti kuliah psikologi kognitif adalah pribadi-pribadi yang berprestasi. Dari

observasi ini anda bisa menalar secara induktif kalau semua mahasiswa yang

mengikuti psikologi kognitif adalah individu-individu yang cerdas (minimal nilai

mereka semua mengesankan). Kecuali sudah mengamati rata-rata nilai semua

orang yang pernah mengambil mata kuliah psikologi kognitif, Anda tidak akan

bisa membuktikan kesimpulan tersebut. Selain itu, mahasiswa yang nilainya

rendah dan telah mengikuti matakuliah psikologi kognitif sebelumnya mungkin

tidak akan setuju dengan kesimpulan anda. Walaupun demikian, setelah

melakukan banyak observasi, anda mungkin masih bersikukuh sudah membuat

cukup observasi untul menalar secara induktif.

Teka-teki fundamental induksi sejak dulu adalah bagaimana cara kita membuat

induksi apapun. Berdasarkan masa depan alternatif yang memungkinkan,

bagaimana kita bisa tahu mana yang harus di prediksi ?

Di dalam situasi ini, dan di banyak situasi lain yang memerlukan penalaran

tentang hubungan di antara elemen-elemen tertentu, anda tidak diberikan premis

yang dinyatakan secara jelas atau gamblang. Di titik inilah, alternatif penalaran

yang lain diperlukan. Penalaran induktif merupakan sebuah penalaran yang tidak

mempunyai kesimpulan logis yang hendak dikejar. Sering kali hal ini melibatkan

penalaran dari fakta-fakta atau observasi-observasi spesifik menuju kesimpulan

umum yang hanya digunakan untuk menjelaskan fakta-fakta yang ada.

Para psikologi kognitif setuju kenapa manusia menggunakan penalaran

induktif minimal karena dua alasan berikut ini. Pertama, penalaran induktif

membantu mereka menjadi semakin mampu memahami besarnya variasi-variasi

di lingkungannya. Kedua, penalaran induktif membantu mereka memprediksi

31

Page 32: makalah kognitif pembentukan konsep, penalaran dan pengambilan keputusan.docx

kejadian-kejadian di lingkungan sehingga bisa mereduksi ketidakpastiannya. Oleh

karena itu, para psikolog kognitif berusaha memahami bagaimana-nya dan bukan

kenapa-nya sesuatu di dalam penalaran induktif. Bisa saja kita memiliki sejumlah

peranti akuisisi-skema secara bawaan atau tidak, namun yang jelas akuisisi tidak

muncul dari setiap penyimpulan seolah-olah kita tinggal mengaturnya saja.

Kita penalaran induktif seringkali melibatkan proses-proses pemunculan

alternatif dan pengetesan hipotesis melalui penggeneralisasian. Saat mengamati

kasus-kasus tambahan, kita bisa meluaskan lebih jauh pemahaman awal. Kita

kalau bisa menginduksikan sejumlah prinsip umum bagi kovariasi ini. Tugas

besar penalaran induktif, kalau begitu, adalah bagaimana cara kita menyimpulkan

prinsip-prinsip umum yang berguna berdasarkan sejumlah besar observasi

terhadap kovariasi yang terus-menerus hadir di hadapan kita. Manusia tidak

mendekati induksi dengan kemampuan memilah-milah pikiran layaknya komputer

mengalkulasi setiap kovariasi yang memungkinkan. Tidak juga kita menarik

penyimpulan hanya dari kemunculan kovariasi-kovariasi yang paling sering atau

paling masuk akal.

Kita selalu mencari jalan pintas mental. Para penalar induktif, seperti

penalar probabilistik lainnya, menggunakan heuristika seperti perwakilan,

ketersediaan, kaidah jumlah besar dan ketidaklaziman. Ketika menggunakan

heuristika ketidaklaziman, kita memberikan perhatian khusus pada kejadian-

kejadian yang tidak lazim. Ketika kedua kejadian-kejadian yang tidak lazim

muncul bersamaan atau muncul berdekatan satu sama lain, kita cenderung

mengasumsikan keduanya berkaitan dengan satu cara. Mungkin kita

menyimpulkan kalau kejadian tidak lazim pertama menyebabkan kejadian tidak

lazim kedua (Holyoak, Nisbett, 1988).

1. Mencapai penyimpulan-penyimpulan Kausal

Sebuah pendekatan untuk mempelajari penalaran induktif adalah dengan

menguji penyimpulan-penyimpulan kausal – yaitu cara manusia membuat

penilaian tentang apakah sesuatu menyebabkan sesuatu yang lain (Cheng, 1997,

1999; Cheng & Holyoak, 1995; Koslowski, 1996; Spellman, 1997). Peneliti

pertama teori tentang bagaimana manusia membuat penilaian-penilaian kausal

32

Page 33: makalah kognitif pembentukan konsep, penalaran dan pengambilan keputusan.docx

adalah John Stuart Mill (1887). Dia mengajukan seperangkat kanon yang

menerima luas prinsip-prinsip heuristik yang darinya manusia bisa mendasarkan

penilaian mereka.

Metode kemunculan,metode ini dilakukan dengan membuat data-data yang

terpisah tentang penyebab-penyebab paling memungkinkan yang hadir dan tidak

hadir ketika hasil tertentu muncul. Jika, dari semua penyebab yang

memungkinkan tersebut, hanya satu yang hadir di semua contoh bagi keluaran

tertentu, pengamatan dapat menyimpulkan secara induktif bahwa penyebab yang

hadir di semua kasus adalah penyebab yang sebenarnya. Artinya, di luar semua

perbedaan di antara penyebab-penyebab yang memungkinkan, terdapat

kesepakatan berdasarkan satu penyebab dan satu efek.

Kanon mill yang lain adalah metode pembedaan. Di dalam metode ini,

anda mengamati kalau semua kondisi tempat fenomena tertentu muncul sama

seperti kondisi tempat fenomena tersebut tidak muncul, kecuali ada satu hal yang

membuat mereka berbeda. Faktanya, penalaran induktif memang bisa dilihat

sebagai sebuah pengetesan hipotesis (Bruner, Goodnow & Austin, 1956).

Sebuah studi menginvestigasi penyimpulan kausal dengan memberikan kepada

partisipan skenario-skenario (Schustack & Stenberg, 1981). Para patisipan

menggunakan informasi yang mendeskripsikan konsekunsi-konsekuensi bagi

setiap perusahaan. Mereka harus menggambarkan apakah sebuah nilai saham

perusahaan akan turun jika produk utama perusahaan dicurigai mengandung

karsinogen.

Khususnya mereka cenderung mengonfirmasikan bahwa sebuah kejadian

bersifat kausal lewat satu dari dua cara berikut. Pertama, didasarkan pada

kehadiran bersama kejadian penyebab dan hasilnya. Kedua, didasarkan pada

ketidakhadiran bersama kejadian penyebab dan hasilnya. Namun, mereka juga

cenderung tidak mengonfirmasikan kausalitas lewat satu dari dua cara ini.

Pertama, didasarkan pada hadirnya kejadian penyebab, namun tidak hadirnya

hasil. Kedua, didasarkan pada tidak hadirnya kejadian penyebab namun hasilnya

hadir. Lebih jauh lagi, kita sering membuat kekeliruan saat berusaha menentukan

33

Page 34: makalah kognitif pembentukan konsep, penalaran dan pengambilan keputusan.docx

kuasalitas berdasarkan bukti korelasi semata. Seperti yang sudah dikatakan

berulang kali, bukti korelasional tidak bisa mengindikasikan arah penyebab.

Sebuah kesalahan yang terkait dengan hal-hal ini muncul saat kita gagal

mengenali kalau banyak fenomena memiliki banyak sebab. Sekali kita sudah

mengidentifikasi salah satu penyebab yang dicurigai bagi sebuah fenomena, kita

bisa menyeleksi apa yang diketahui sebagai sebuah kesalah pengabaian. Kita

berhenti mencari alternatif tambahan atau penyebab utama lainnya.

Bias konfirmasi dapat berpengaruh besar bagi kehidupan sehari-hari kita.

Riset telah menyelidiki hubungan antara kovariasi (korelasi) informasi dan

penyimpulan kausal (Ahn dkk., 1995; Ahn & Bailenson, 1996). Para peneliti

mengusulkan kalau informasi kovariatif juga harus menyediakan informasi

tentang mekanisme kausal yang memungkinkan bagi informasi untuk memberikan

kontribusi bagi penyimpulan-penyimpulan kausal.

Teori-teori yang ada memengaruhi bukan hanya konsep-konsep yang

dimiliki, tetapi juga penyimpulan kausal yang dibuat dari konsep-konsep tersebut.

Model kategorisasi berbasis teori ini menyatakan bahwa konsep-konsep

direpresentasikan sebagai sebuah rangkaian teori, buka daftar ciri-ciri. Namun,

bukti ini juga menunjukkan kalau teori-teori tidak hanya ‘duduk’ di dalam kepala.

Mereka secara aktif digunakan saat melakukan penalaran kausal. Bahkan, para

ahli memilih teori-teori kausal mereka sendiri lebih dari acuan standar bagi kerja

mereka.

Sebuah alternatif pandangan menyatakan kalau manusia bertindak sebagai

ilmuwan naif dalam mengumpulkan entitas-entitas daya kausal teoritis nir-

observasi untuk menjelaskan kovariasi-kovariasi yang diamati (Cheng, 1997).

Oleh karena itulah, manusia bisa bersikap rasional dalam membuat atribusi-

atribusi kausal yang berbasis jenis-jenis kovariasi yang tepat mengenai suatu

informasi.

2. Penyimpulan-penyimpulan Kategoris

Atas landasan apa manusia menarik kesimpulan? Pada umumnya manusia

itu menggunakan strategi bawah-ke-atas dan atas-ke-bawah untuk melakuannya

34

Page 35: makalah kognitif pembentukan konsep, penalaran dan pengambilan keputusan.docx

(Holyoak &Nisbett,1988). Artinya, mereka menggunakan baik informasi yang

diperoleh dari pengalaman indrawi maupun infromasi yang berbasis apa yang

sudah mereka ketahui atau sudah disimpulkan sebelumnya.

3. Penalaran Melalui Analogi

Penalaran induktif bisa diaplikasikan di banyak situasi lebih dari

jangkauan situasi yang mensyaratkan penyimpulan-penyimpulan kausal atau

kategoris. Penalaran induktif bisa diterapkan kepada penalaran melalui anologi.

Beberapa peneliti telah menggunakan metodologi waktu-reaksi untuk

menggambarkan bagaimana manusia menyelesaikan masalah-masalah induksi.

Contoh, dengan menggunakan pemodelan matematis saya dapat memilah-

milahkan jumlah waktu yang dialokasikan pertisipan bagi beragam proses

penalaran analogis. Saya menemukan bahwa sebagian waktu yang dipakai untuk

menyelesaikan analogi-analogi verbal sederhana dialokasikan untuk mengodekan

term-term dan dalam merespons (Sternberg,1977). Hanya sejumlah kecil waktu

yang enar-benar dihabiskan untuk mengerjakan operasi-operasi penalaran

terhadap pengkodean-pengkodean ini. Kesulitan pengkodean bisa menjadi lebih

besar di berbagai analogi yang membingungkan.

4. Perkembangan Penalaran Induktif

Anak-anak kecil tidak memiliki kemampuan penalaran induktif yang sama

seperti anak-anak yang lebih tua. Contoh, anak yang berusia 4 tahun tampaknya

tidak menginduksi prinsip-prinsip biologis umum tentang hewan ketika diberikan

informasi yang spesifik tetang hewan-hewan tertentu (Carey,1985). Namun, anak

yang berusia 10 tahun akan jauh lebih bisa melakukan penginduksian tersebut.

Contohnya, jika anak 4 tahun diberitahu bahwa anjing dan lebah memiliki satu

organ tubuh yang sama, mereka masih menganggap hanya hewan yang mirip

anjing atau yang mirip lebah saja yang memiliki organ tersebut, sedangkan hewan

yang berbeda bentuknya tidak. Sebaliknya, anak yang berusia 10 tahun akan

menginduksi jika hewan-hewan yang sangat berbeda seperti anjing dan lebah

memiliki satu organ yang sama, maka banyak hewan lain juga memiliki organ

tersebut. Selain itu, anak 10 tahun jauh lebih sanggup ketimbang anak 4 tahun

35

Page 36: makalah kognitif pembentukan konsep, penalaran dan pengambilan keputusan.docx

untuk menginduksi prinsip-prinsip biologis. Yang sama yang menghubungkan

manusia dengan hewan-hewan lainnya.

Dengan alur penalaran yang sama, ketika anak yang berusia 5 tahun

belajar informasi baru tentang jenis hewan tertentu, mereka tampaknya

menambahkan informasi kepada skema-skema yang sudah ada untuk jenis hewan

tertentu, namun tidak untuk memodifikasi keseluruhan skema mereka bagi hewan

atau bagi cirri biologis secara keseluruhan (lihat Keil, 1989,1999). Namun begitu,

anak-anak kelas 1 dan 2 SD sudah menunjukkan kemampuan untuk memilih

bahkan untuk memunculkan secara spontan tes-tes yang tepat bagi pengumpulan

bukti tidak langsung dalam rangka menyetujui hipotesis-hipotesis alternative atau

tidak (Sodian, Zaitchik & Carey, 1991).

Bahkan, anak-anak 3 tahun tampaknya sudah menginduksi beberapa

prinsip umum dari observasi-observasi spesifik, khususnya prinsip-prinsip yang

mempertahankan kategori-kategori taksonomis hewan (Gelman, 1984/1985;

Gelman & Markman, 1987). Contohnya, anak-anak usia pra-sekolah sanggup

menginduksi prinsip-prinsip yang mengatribusikan dengan benar penyebab

fenomena (seperti pertumbuhan) kepada proses-proses alamiah lebih daripada

campur tangan pengembangbiakan oleh manusia (Gelman & Kremer, 1991;

Hickling & Gelman, 1995). Didalam penelitian yang terkait, anak-anak usia pra-

sekolah sanggup menalar dengan benar bahwa burung gagak lebih mirip sikapnya

dengan burung flamingo ketimbang kelelawar karena gagak dan flamingo sama-

sama burung (Gelman & Markman, 1987). Perhatikan bahwa didalam contoh ini,

anak-anak usia pra-sekolah cenderung melawan persepsi mereka bahwa gagak

terlihat mirip kelelawar (sama-sama hitam) ketimbang flamingo, mendasarkan

penilaian mereka kepada fakta bahwa gagak dan flamingo sama-sama burung

(meskipun harus diakui, pengaruh terkuat berasal dari istilah ‘burung’ yang

melekat pada nama gagak dan flamingo).

Meskipun tujuan kata-kata sebagian besar untuk mengekspresikan makna,

contoh untuk menunjukkan kepada seekor anjing, kita menggunakan kata ‘anjing’

sedangkan untuk menunjukkan kata seekor flamingo kita menggunakan kata

‘flamingo’. Terdapat sejumlah bukti bahwa proses ini tidak satu arah sepenuhnya.

36

Page 37: makalah kognitif pembentukan konsep, penalaran dan pengambilan keputusan.docx

Terkadang anak-anak menggunakan kata-kata yang maknanya tidak mereka

pahami, yang dapat dikuasai hanya secara bertahap setelah meraka mulai

menggunakan kata-kata tersebut (Kessler & Shaw, 1999). Nelson (1999)

menyebut fenomena ini ‘penggunaan tanpa makna’.

Penelitian lain mendukung pandangan bahwa anak-anak usia pra-sekolah

bisa mengambil keputusan berdasarkan prinsip-prinsip umum yang diinduksi,

lebih daripada penampilan perseptualnya. Contoh, mereka bisa menginduksi

kategori-kategori taksonomis berdasarkan fungsi-fungsi (seperti cara bernapas)

lebih daripada penampilan yang bisa dipersepsi (seperti berat tubuh) (Gelman &

Markman, 1986). Ketika informasi tertentu tentang bagian-bagian internal objek-

objek sebuah kategori. Anak-anak usia pra-sekolah juga menginduksi bahwa

objek-objek lain didalam kategori yang sama juga memiliki bagian-bagian internal

yang sama (Gelman & O’Reilly, 1988; lihat juga Gelman & Wellman, 1991).

Namu begitu, ketika menginduksi prinsip-prinsip dari informasi yang berbeda,

anak-anak usia pra-sekolah lebih menekankan cirri-ciri eksternal dan menyolok

hewan ketimbang anak-anak yang lebih tua yang lebih menekankan cirri-ciri

structural internal atau fungsionalnya. Selain itu, berdasarkan informasi spesifik

yang sama, anak-anak yang lebih tua tampaknya menginduksi penyimpulan secara

lebih kaya dengan ciri-ciri biologis daripada anak-anak yang lebih muda (Gelman,

1989).

Adalah pentingnya mempertahankan kedua bentuk pengetahuan yang

berbasis penampilan dan berprinsip ini untuk digunakan secara fleksibel didalam

situasi dan bidang yang berbeda-beda (Wellman & Gelman, 1998). Pengetahuan

mendalam tentang hubungan-hubungan fungsional internal sangat penting untuk

menginduksi ciri-ciri objek. Namun, kemiripan dalam penampilan juga penting

dibawah kondisi-kondisi yang lain. Pengusaan pengetahuan berkembang lewat

penggunaan teori-teori kerangka kerja, atau model-model untuk menarik

kesimpulan tentang lingkungan di berbagai bidang (seperti fisika, psikologi dan

biologi) (Wellman & Gelman, 1998). Banyak studi menunjukkan penguasaan

lebih awal dan lebih cepat terhadap keahlian dalam memahami objek-objek fisik

dan hubungan-hubungan kausal diantara kejadian-kejadian, entitas-entitas serta

37

Page 38: makalah kognitif pembentukan konsep, penalaran dan pengambilan keputusan.docx

daya-daya biologis. Perubahan-perubahan dalam penalaran tentang factor-faktor

di bidang-bidang ini tampaknya menunjukkan pemahaman yang meningkat

tentang hubungan anatara penampilan dan prinsip-prinsip fungsional yang lebih

dalam. Kalau begitu, anak-anak menggunakan pengetahuan fundasional di

bidang-bidang yang berbeda untuk membangun kernagka pemahaman tentang

dunia.

Sekarang anda sudah tahu kalau para psikolog kognitif sering kali tidak

setuju bahkan terkadang berdebat sengat tentang bagaimana dan kenapa manusia

menalar. Sebuah perspektif alternative mengenai penalaran sudah diusulkan. Dua

system penalaran yang saling melengkapi ini bisa dibedakan. Yang pertama

adalah system asosiatif, yang melibatkan operasi-operasi mental berdasarkan

kemiripan yang diamati dan hubungan temporalnya (yaitu kecenderungan bagi

hal-hal untuk muncul bersamaan didalam waktu). Yang kedua adalah system

berbasis aturan, yang melibatkan pemanipulasian berbasis hubungan di antara

simbol-simbol (Sloman, 1996).

System asosiatif dapat mengarah kepada respons-respons cepat yang

sangat sensitive bagi pola-pola dan kecenderungan-kecenderungan umum.

Melalui system ini, kita mendeteksi kemiripan-kemiripan diantara pola-pola yang

diamati dan pola-pola yang tersimpan didalam memori. Kita bisa memberikan

atensi lebih besar kepada ciri-ciri mencolok (seperti ciri-ciri khas dan berubah-

berubah) ketimbang mendefiniskan ciri-ciri suatu pola. System ini

menitikberatkan dan bukannya mengabaikan batasan-batasan yang bisa

menghambat penyeleksian pola-pola yang tidak cocok dengan pola yang diamati.

System ini juga mendukung pola-pola yang diingat yang lebih cocok dengan pola

yang diamati. Salah satu contoh penalaran asosiatif ini adalah penggunaan

heuristika perwakilan. Contoh lain adalah efek bias keyakinan didalam penalaran

silogistik. Efek ini muncul pada saat kita lebih setuju kepada silogisme yang

mendukung keyakinan kita, entah silogisme ini valid secara logis atau tidak.

Contoh penggunaan system asosiatif ini adalah efek consensus yang keliru.

Didalam efek konsensus yang keliru (false-consensus effect) manusia yakin kalau

perilaku dan penilaian mereka lebih umum dan lebih tepat ketimbang perilaku dan

38

Page 39: makalah kognitif pembentukan konsep, penalaran dan pengambilan keputusan.docx

penilaian orang lain (Ross, Greene & House, 1977). Anggaplah beberapa orang

memiliki sebuah opini mengenai sebuah masalah. Mereka tampaknya yakin kalau

mereke memiliki opini yang diamini dan dianggap benar oleh orang lain.

Tentunya memang terdapat sejumlah nilai diagnostic disetiap opini seseorang.

Bisa juga orang lain mempercayai apa yang dipercayai seseorang (Dawes &

Mulford, 1996; Krueger, 1998). Namun begitu, secara keseluruhan

mengasosiasikan pandangan orang lain dengan pandangan diri sendiri hanya

karena yakin pandangan mereka sama dengan pandangan kita adalah sebuah

praktik yang patut dipertanyakan.

Sementara itu, system berbasis aturan biasanya memerlukan prosedur-

prosedur yang lebih bebas dan terkadang menyakitkan untuk mencapai sebuah

kesimpulan. Melalui system ini, kita menganalisis dengan hati-hati ciri-ciri yang

relevan (seperti pendefinisian ciri-ciri) tentang data yang tersedia, berdasarkan

aturan-aturan yang tersimpan didalam memori. System ini menekankan batasan-

batasan ketat yang menghilangkan kemungkinan-kemungkinan yang mengganggu

aturan-aturan. Ada sejumlah bukti bagi penalaran berbasis aturan ini. Pertama,

kita bisa mengenali argument-argumen logis ketika dijelaskan pada kita.

Kedua,kita bisa mengenali kebutuhan untuk membuat kategorisasi berdasarkan

pendefinisian ciri-ciri diluar kemiripan-kemiripan ciri yang khas. Contohnya, kita

bisa mengenali bahwa sebuah koin berdiameter 3 inci yang terlihat mirip

segiempat mestinya merupakan sebuah tipuan. Ketiga, kita bisa menghilangkan

kemustahilan-kemustahilan, seperti kucing membaca dan melahirkan anak anjing.

Keempat, kita bisa mengenali banyak keniscayaan. Contoh, tidak mungkin

Kongres AS akan mengesahkan undang-undang yang melindungi gaji tahunan

bagi semua mahasiswa penuh waktu. Menurut Sloman, kita memerlukan dua

system yang saling melengkapi ini. Kita perlu merespons dengan cepat dan mudah

situasi sehari-hari berdasarkan kemiripan yang diamati dan hubungan-hubungan

temporalnya. Namun kita juga memerlukan sebuah cara untuk mengevaluasi

respons-respons secara lebih bebas.

Dua system ini bisa dikonseptualisasikan didalam sebuah kerangka kerja

koneksionistik (Sloman, 1996). System asosiatif direpresentasikan dengan mudah

39

Page 40: makalah kognitif pembentukan konsep, penalaran dan pengambilan keputusan.docx

berdasarkan pola aktivasi dan penghambatan, yang jelas cocok dengan model

koneksionis. Sedangkan system yang berbasis aturan bisa direpresentasikan

sebagai system aturan-aturan produksi (Lihat bab 11).

Salah satu pandangan alternative para koneksionis menyatakan bahwa

penalaran deduktif bisa dilakukan ketika sebuah pola aktivasi tertentu

diseperangkat nodi (yang diasosiasikan dengan satu premis tertentu atau

seperangkat premis-premis) mencakup atau memproduksi satu pola tertentu

aktivasi di dalam perangkat nodi kedua (Rips, 1994). Dengan cara yang sama,

sebuah model koneksionistik tentang penalaran induktif bisa melibatkan aktivasi

berulang dari serangkaian pola yang mirip diberbagai kasus. Aktivasi berulang ini

lalu memperkuat kaitan-kaitan diantara nodus-nodus yang diaktifkan. Pada

gilirannya ia lalu mengarah kepada penggeneralisasian atau mengabstraksian pola

bagi beragam kasus.

Model-model penalaran koneksionisme dan berbagai pendekatan lain yang

diuraikan bab ini menawarkan pandangan beragam terhadap data yang tersedia

terkait dengan cara kita menalar dan membuat penilaian. Saat ini, tak satupun

model teoritis bisa menjelaskan semua data dengan baik. Namun, setiap model

menjelaskan minimal beberapa data secara memuaskan. Bersama-sama, semua

teori ini membantu kita memahami kecerdasan manusia dengan lebih baik, sebuah

topic yang akan dibahas di bab berikutnya sekaligus final.

40

Page 41: makalah kognitif pembentukan konsep, penalaran dan pengambilan keputusan.docx

BAB IV

KESIMPULAN

1. Teori-teori awal dirancang untuk mencapai model-model matematis praktis

mengenai pengambilan keputusan dan mengasumsikan kalau para pengambil

keputusan memahami sepenuhnya informasi, sangat sensitive terhadap

informasi, dan sepenuhnya rasional. Teori-teori berikutnya mulai mengakui

bahwa manusia sering menggunakan criteria subjektif untuk mengambil

keputusan, bahwa unsur kebetulan sering memengaruhi hasil keputusan,

bahwa manusia sering mengunakan perkiraan-perkiraan subjektif untuk

mempertimbangkan hasil-hasilnya dan bahwa manusia memiliki rasionalitas

terbatas dalam mengambil keputusan.

2. Penalaran deduktif melibatkan pencapaian kesimpulan dari seperangkat

proposisi bersyarat atau dari sebuah pasangan silogisme premis-premis.

Diantara berbagai tipe silogisme, yang paling umum adalah silogisme linier

dan silogisme kategoris. Selain itu, penalaran deduktif bisa melibatkan

masalah-masalah penyimpulan transitif yang kompleks atau bukti-bukti

matematis atau logis yang melibatkan sejumlah besar term. Selain itu,

penalaran deduktif bisa melibatkan penggunaan skema-skema penalaran

pragmatis dalam situasi praktis sehari-hari.

3. Tampaknya manusia terkadang menggunakan penalaran berbasis system-

sistem aturan formal seperti dengan mengaplikasikan aturan-aturan logika

formal, dan terkadang menggunakan penalaran berdasarkan asosiasi, yaitu

memperhatikan kemiripan-kemiripan dan kontak-kontak temporal.

4. Steven Sloman telah menyatakan bahwa manusia memiliki dua system

penalaran yang berbeda, sebuah system asosiatif yang sensitive untuk

mengamati kemiripan-kemiripan dan kontak-kontak temporal dan sebuah

system berbasis aturan yang melibatkan manipulasi-manipulasi berdasarkan

hubungan-hubungan di antara symbol-simbol.

41

Page 42: makalah kognitif pembentukan konsep, penalaran dan pengambilan keputusan.docx

DAFTAR PUSTAKA

Tversky, A., & Kahneman, D. (1973). Availability: A Heuristic for Judging

Frequency an Probabiility. Dalam Cognitive Psychology, No. 5, hlm. 207-

232.

Tversky, A., & Kahneman, D. (1974). Judgement Under Uncertainty: Heuristics

and Biases. Dalam science, No. 185, hlm 1124-1131

Tversky, A., & Kahneman, D. (1981). The Farming of Decisions and the

Psychology of Choice. Dalam science. No. 211, hlm 453-458

Robert J. Strenberg. (2008). Psikologi Kognitif. Yogyakarta : Pusaka Belajar

42